Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana ADAPTASI MASYARAKAT KOTA RAWAN BENCANA Tinjauan Konsep Pemahaman,Persepsi dan Kesiapan Mitigasi Dalam Perubahan Tata Ruang Penyusun : Henita Rahmayanti Disain Sampul : Henita Rahmayanti & Mido Rihibiha Editor : Mido Rihibiha Penerbit : Universitas Indonesia, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Cetakan : I – Jakarta, 2014 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini, tanpa izin tertulis dari penerbit Perpustakaan Nasional: Katalok Dalam Terbitan (KDT) Rahmayanti, Henita Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana: Tinjauan Konsep Pemahaman, Persepsi dan Kesiapan Mitigasi Dalam Perubahan Tata Ruang/Henita Rahmayanti. --- Jakarta: Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Lingkungan, 2014. 157 hal, 23 cm Bibliografi : xi hal ISBN 978-602-70112-0-5 1. Pendidikan Lingkungan 2.Tata Ruang 3. Mitigasi Bencana
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
ADAPTASI MASYARAKAT KOTA RAWAN BENCANA Tinjauan Konsep Pemahaman,Persepsi dan Kesiapan Mitigasi
& Mido Rihibiha Editor : Mido Rihibiha Penerbit : Universitas Indonesia, Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Lingkungan Cetakan : I – Jakarta, 2014 Hak cipta dilindungi oleh undang-undang. Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini, tanpa izin tertulis dari penerbit
Perpustakaan Nasional: Katalok Dalam Terbitan (KDT) Rahmayanti, Henita
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana: Tinjauan Konsep Pemahaman, Persepsi dan Kesiapan Mitigasi Dalam Perubahan Tata Ruang/Henita Rahmayanti. --- Jakarta: Universitas Indonesia, Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Lingkungan, 2014.
157 hal, 23 cm Bibliografi : xi hal ISBN 978-602-70112-0-5 1. Pendidikan Lingkungan 2. Tata Ruang 3. Mitigasi Bencana
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Henita Rahmayanti, lahir di Jakarta, 4 Juni 1963 sebagai anak keempat
dari Bapak H. Zainoezir Isa (alm) dan Ibu. Hj. Hafizah (almh). Menikah
dengan Ir. Teddi Yanto, dikaruniai 3 orang anak: Irfan Aditya, Farhan
Rahadian, dan Nadya Anindita.
Pendidikan SD Blok E Jakarta, SMP Negeri 13 Jakarta, SMA Negeri 70
Jakarta, lulus pada tahun 1982. Menyelesaikan program Sarjana di
Jurusan Pendidikan Teknik Sipil IKIP Jakarta pada tahun 1987 dengan
judul skripsi ”Roller Compacted Concret sebagai alternatif perkerasan
Jalan”. Tahun 1997 menyelesaikan S2 Program Studi Ilmu Lingkungan
Universitas Indonesia, dengan judul tesis “Pemanfaatan Fasilitas
Umum dan Fasilitas Sosial di Rumah Susun Kemayoran Jakarta”.
Tahun 2013 menyelesaikan S3 Program Studi Ilmu Lingkungan
Universitas Indonesia, dengan judul disertasi “Model Adaptasi
Masyarakat Dalam Penataan Ruang Kota Rawan Bencana”
Sejak Tahun 1988 diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) dosen
di Fakultas Teknik Universitas Negeri Jakarta (UNJ). Pada Jurusan
Teknik Sipil. Mata Kuliah yang diampu adalah Plumbing, Teknik
Pengalaman jabatan sebagai Kepala Lab Plumbing 2000–2003,
sebagai Sekretaris Jurusan Teknik Sipil 2003–2007 dan sebagai Ketua
Program Studi D3 Transportasi 2007–2011.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
i
KATA SAMBUTAN
Kearifan manusia mengelola lingkungan dalam mitigasi
bencana sebagai sumber daya untuk pembangunan
bukan terjadi dengan seketika, tetapi memerlukan suatu
proses pendidikan. Untuk menunjang hal tersebut maka
muncul gagasan untuk menerapkan suatu pendidikan
lingkungan dalam mitigasi bencana.
Pengembangan sistem dilakukan dalam bentuk kebijakan
mitigasi perkotaan berupa kerangka konsep yang disusun
untuk mengurangi risiko bencana terutama di daerah
perkotaan. Kerangka konsep meliputi pengenalan dan
sikap terhadap risiko bencana alam dan buatan manusia.
Kebijakan nasional memberikan keleluasan secara
substansial kepada daerah untuk mengembangkan sistim
mitigasi bencana yang paling tepat sesuai dengan kondisi
lingkungan dan budaya setempat melalui pendidikan
lingkungan berbasis mitigasi bencana. Pendidikan
lingkungan hidup berbasis mitigasi bencana adalah suatu
proses untuk membangun populasi manusia di dunia yang
sadar dan peduli terhadap lingkungan.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
ii
Tulisan ini menggambarkan interaksi manusia dengan
lingkungan dan mitigasi bencana, yang bertujuan untuk
mencari hubungan sebab akibat dengan cara mengamati
keadaan yang ada pada saat ini, mengamati faktor konsep
kota rawan bencana dan model pendidikan lingkungan
dalam mitigasi bencana pada lokasi rawan bencana. Buku
ini mengungkapkan teori-teori, konsep yang relevan
dengan pokok bahasan yaitu konsep pendidikan
lingkungan, konsep mitigasi bencana dan konsep
pembangunan berkelanjutan.
Jakarta, 6 Maret 2014
Prof.dr. Haryoto Kusnoputranto, SKM. Dr. PH.
Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan
Program Pascasarjana
Universitas Indonesia
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
iii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan Alhamdulillahirobbilalamiin dan
rasa syukur atas berkah dan karunia Allah SWT, yang
telah memungkinkan penulis dapat menyelesaikan
penulisan buku ini.
Buku ini membahas mengenai adaptasi masyarakat kota
rawan bencana. Bencana merupakan peristiwa alam
yang tidak dapat dihilangkan atau ditunda. Namun
demikian, manusia dapat mengurangi risiko yang
ditimbulkan oleh bencana alam, melalui perencanaan
mitigasi baik yang struktural berhubungan dengan
pembangunan konstruksi fisik maupun yang non struktural
antara lain meliputi perencanaan tata guna lahan yang
disesuaikan dengan kerentanan wilayahnya. Masyarakat
merupakan faktor utama dalam mitigasi, dengan
kemampuannya beradaptasi di dalam kota rawan
bencana. Proses adaptasi masyarakat dipengaruhi oleh
pemahaman dan persepsi.
Buku ini di tulis berdasarkan hasil penelitian penulis dalam
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
iv
penyelesaian studi doktoral pada Program Studi Ilmu
Lingkungan Universitas Indonesia dengan judul Model
Adaptasi Masyarakat dalam Penataan Ruang Kota Rawan
Bencana. Lingkup penulisan adalah pemahaman dan
persepsi masyarakat terhadap kebijakan implementasi
mitigasi penataan ruang kota rawan bencana. Lokasi
penelitian di Kota Padang khususnya Kecamatan Padang
Barat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan maka
diketahui bahwa variabel sosial, ekonomi, budaya, dan
fisik merupakan faktor yang mempengaruhi pemahaman,
dan pemahaman akan mempengaruhi persepsi.
Penyiapan sarana prasarana mitigasi juga akan
mempengaruhi persepsi, persepsi sebagai dasar
pertimbangan adaptasi masyarakat dalam penataan ruang
kota rawan bencana. Dengan diketahuinya factor-faktor
yang mempengaruhi adaptasi masyarakat maka
diharapkan dapat memberi kontribusi yang dapat
meningkatkan kesiapan masyarakat munuju
pembangunan kota berkelanjutan.
Semoga buku ini dapat bermanfaat bagi para mahasiswa,
anggota LSM, para pengambil kebijakan baik di tingkat
daerah maupun nasional serta pihak-pihak lain yang
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
v
peduli atau terlibat dalam penanggulangan mitigasi dan
dampak bencana, agar dapat mengurangi risiko bencana
dan mempersiapkan masyarakat yang adaptif.
Ucapan terimakasih kepada semua pihak yang telah
membantu, secara khusus kepada sahabat baik ku Ibu
Mido Rihibiha selaku Editor, dan Penerbit Universitas
Indonesia, Program Studi Ilmu Lingkungan. Penulis
menyadari bahwa buku ini belum sempurna, sehingga
penulis mohon maaf sekiranya terdapat kesalahan dan
kekurangan dalam penulisan buku ini.
Jakarta, Maret 2014
Penulis
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
vi
DAFTAR ISI
KATA SAMBUTAN ………………………………......... i KATA PENGANTAR ………………………………...... iii DAFTAR ISI ………………………………………......... vi DAFTAR TABEL …………………………………......... viii DAFTAR GAMBAR ………………………………........ x DAFTAR ISTILAH …………………………………....... xi DAFTAR SINGKATAN …………………………........... xii 1 Pendahuluan ………………………………….......... 1 1.1. Latar Belakang …………………………....... 1 1.2. Keadaan Rawan Bencana ……………......... 11 2 Mitigasi Bencana ................................................... 13 2.1. Konsep Mitigasi ........................................... 13 2.2. Konsep Ilmu Lingkungan ............................. 15 2.3. Konsep Adaptasi.......................................... 22 2.4. Konsep Pemahaman ................................... 31 2.5. Konsep Persepsi .......................................... 33 3 Penataan Ruang ................................................... 35 3.1. Konsep Kota Rawan Bencana ..................... 48 3.2. Konsep Keberlanjutan Kota ......................... 60 3.3. Kebijakan Penataan Ruang ......................... 67 4 Adaptasi Masyarakat Dalam Penataan Ruang .... 70 4.1. Gambaran Kota Padang .............................. 70 4.2. Kecamatan Padang Barat ......................... 83 4.3. Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi 92
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
vii
Masyarakat Dalam Penataan Ruang ........... 4.3.1 Pengetahuan dan Persepsi
Masyarakat ...................................... 93
4.3.2 Sosialisasi Mitigasi ........................... 100 4.3.3 Potensi Kearifan Lokal Dalam Mitigasi
............................................. 103
4.4. Kondisi Masyarakat ...................................... 105 4.5. Masyarakat dan Budaya Minang ................. 130 4.5.1 Kebudayaan Minang ........................ 130 4.5.2 Beberapa Penelitian yang Pernah
Dilakukan ......................................... 137
5 Kesimpulan ............................................................ 142 5.1. Mitigasi ........................................... 142 5.2. Adaptasi Masyarakat ................................... 146 5.3. Keberlanjutan Kota ...................................... 150 Daftar Pustaka ....................................................... 154
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Rekapitulasi Korban Jiwa akibat Gempa Bumi
30 September 2009 ......................... 5
Tabel 2 Rekapitulasi Kerusakan Sarana Pendidikan akibat Gempa Bumi, 30 September 2009 .......................................
6
Tabel 3 Luas Wilayah Kota Padang Berdasarkan Kecamatan ..........................
71
Tabel 4. Luas wilayah Kota Padang Berdasarkan Klasifikasi Kemiringan Lahan .......................................................
73
Tabel 5. Klasifikasi ketinggian Kota Padang menurut kecamatan .................................
74
Tabel 6 Luas Lahan Berdasarkan Jenis Penggunaanya .........................................
76
Tabel 7. Jumlah penduduk menurut kecamatan di Kota Padang .............................................
78
Tabel 8. Kepadatan dan distribusi penduduk menurut kecamatan di Kota Padang tahun 2005-2010 .....................................
80
Tabel 9. Jumlah Penduduk di Kecamatan Padang Barat ……………
84
Tabel 10 Kepadatan dan distribusi penduduk menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat .........
85
Tabel 11 Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Padang Barat ......................
87
Tabel 12 Jumlah sarana kesehatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat
89
Tabel 13. Jumlah sarana peribadatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat tahun 2010 ...............................................
91
Tabel 14. Karakteristik Utama Informan Key Person 93
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
ix
Tabel 15. Alamat Responden ................................... 106 Tabel 16. Usia Responden ....................................... 106 Tabel 17. Jenis Kelamin ........................................... 107 Tabel 18. Lama Tinggal ............................................ 107 Tabel 19. Suku Asli ................................................. 108 Tabel 20. Pendatang dari Suku ............................... 108 Tabel 21 Pendidikan Responden ........................... 109 Tabel 22. Jumlah penghuni ...................................... 110 Tabel 23. Pekerjaan Responden .............................. 111 Tabel 24. Pekerjaan setelah terjadi gempa .............. 112 Tabel 25. Kerjaan sekarang ..................................... 113 Tabel 26. Penghasilan Responden ........................ 114 Tabel 27. Jarak rumah dengan lokasi bencana .... 115 Tabel 28. Bentuk rumah ........................................... 115 Tabel 29. Status kepemilikan ................................... 116 Tabel 30. Pasca Bencana Kondisi Rumah ............. 116 Tabel 31 Rangkuman Hasil Analisis Kuesioner .. 117 Tabel 32. Rangkuman jawaban Responden .......... 125
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lingkungan Hidup ............................ 17 Gambar 2. Proses Perencanaan dan Penataan
Ruang ............................................... 39
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
xi
DAFTAR ISTILAH
Adaptasi : Menyesuaikan dengan kebutuhan atau
tuntutan baru, atau dapat pula berarti usaha mencari keseimbangan kembali ke keadaan normal
Bencana : Peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
xii
DAFTAR SINGKATAN
AGFI Adjusted Goodness of Fit Index BAM Bumi Alam Minangkabau BIM Bandara Internasional Minangkabau BPBD Badan Penanggulangan Bencana Daerah BPBN Badan Penanggulangan Bencana Nasional BPN Badan Pertanahan Nasional MdPL Meter dari Permukaan Laut PDRB Pendapatan Domestik Regional Bruto RTRW Rencana Tata Ruang Wilayah RPJM Rencana Pembangunan Jangka Menengah RTR Rencana Tata Ruang RTRK Rencana Tata Ruang Kota RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang RTH Ruang Terbuka Hijau SNI Standar Nasional Indonesia
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan daerah rawan bencana, ditandai
dengan peristiwa bencana yang melanda di berbagai
wilayah. Bencana merupakan suatu kejadian yang
tidak dapat dilepaskan dengan kehidupan manusia,
baik sebagai individu maupun masyarakat. Bencana
dapat disebabkan oleh faktor alam (gempa bumi, tsunami,
banjir, letusan gunung api, tanah longsor, angin ribut) dan
faktor non alam seperti akibat kegagalan teknologi dan
ulah manusia. Umumnya peristiwa terjadinya bencana
mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat, berupa
korban jiwa, kerugian harta benda, kerusakan lingkungan
serta musnahnya hasil-hasil pembangunan yang telah
dicapai.
Berdasarkan analisa mengenai potensi bencana dan
tingkat kerentanan, maka dapat diperkirakan risiko
bencana yang terjadi di perkotaan Indonesia tergolong
tinggi. Faktor lain yang mendorong semakin tingginya
risiko bencana adalah disebabkan banyak penduduk
yang tinggal di kawasan rawan bencana, dengan alasan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
2
seperti kesuburan tanah, kesempatan kerja, kedekatan
secara emosional dan lain-lain.
Kejadian gempa sampai saat ini sulit untuk diprediksi,
sehingga upaya yang dicanangkan untuk pengurangan
risiko bencana adalah melalui mitigasi. Mitigasi bencana
adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko
bencana, baik m e la l u i pembangunan f i s i k
ma upun penyada ran dan pen ingk a tan
k emam puan menghadapi ancaman bencana, sesuai
dengan Undang-Undang 24/2007 tentang
Penanggulangan Bencana Alam. Pemerintah kota
berperan dalam melaksanakan pembangunan untuk
meningkatkan pertumbuhan wilayah dan penggerak
pembangunan melalui jasa pelayanan di segala bidang.
Dalam upaya untuk mengurangi risiko bencana,
pemerintah kota juga memiliki peran dan fungsi strategis.
Pemerintah kota merupakan pusat informasi dan teknologi
mitigasi bencana dengan mengembangkan suatu sistem
secara proaktif untuk membangun kota yang
berkelanjutan dan berwawasan mitigasi bencana.
Pengembangan sistem dilakukan dalam bentuk kebijakan
mitigasi perkotaan berupa kerangka konsep yang disusun
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
3
untuk mengurangi risiko bencana terutama di daerah
perkotaan. Kerangka konsep meliputi pengenalan dan
adaptasi terhadap risiko bencana alam dan bencana
akibat buatan manusia.
Mitigasi dikelompokkan ke dalam mitigasi struktural dan
mitigasi kultural. Mitigasi struktural adalah upaya untuk
mengurangi kerentanan terhadap bencana, mitigasi
struktural terbagi dua yaitu secara mikro dan secara
makro. Mitigasi struktural secara mikro melalui formulasi
aksi bencana, coding struktur dan bangunan tahan
gempa. Mitigasi struktural secara makro dengan zonasi
skala bencana dan peraturan disain bangunan. Mitigasi
kultural adalah upaya untuk mengurangi kerentanan
terhadap bencana dengan cara perubahan paradigma,
meningkatkan pengetahuan dan sikap, sehingga
terbangun masyarakat yang tangguh. Kebijakan nasional
memberikan keleluasan secara substansi kepada daerah
untuk mengembangkan sistem mitigasi bencana yang
paling tepat sesuai dengan kondisi lingkungan dan
budaya setempat.
Pulau Sumatera merupakan salah satu daerah rawan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
4
bencana, berada diantara pertemuan 3 (tiga) lempeng
kerak bumi yaitu Kerak Benua Eurasia, lempeng
Samudera Hindia-Australia, dan lempeng Samudera
Pasifik. Dari interaksi ketiga lempeng tersebut melahirkan
apa yang dikenal sebagai jalur gunung api, jalur gempa
bumi, dan jalur pegunungan. Jalur tersebut dikenal
sebagai jalur bencana alam geologi (gerakan tanah/tanah
longsor, letusan gunung api, gempa bumi dan tsunami),
terbentang dari ujung barat laut wilayah Aceh melalui
Bukit Barisan hingga ke Lampung.
Kota Padang terletak di jalur gunung api, sangat rawan
terhadap ancaman bahaya bencana alam geologi. Data
kegempaan memperlihatkan lokasi pusat-pusat gempa di
perairan Kota Padang tersebar cukup merata. Gempa
bumi yang terjadi pada tanggal 30 September 2009 di
Kota Padang berakibat banyaknya korban jiwa. Korban
jiwa akibat gempa bumi di Kota Padang terdiri dari: hilang
2 orang, meninggal 383 orang (termasuk 11 orang yang
alamatnya tidak diketahui dan 39 orang berasal dari luar
Kota Padang), luka berat 411 orang dan luka ringan 771
orang. Korban jiwa meninggal terbanyak di Kecamatan
Padang Barat (81 orang) dan yang paling sedikit di
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
5
Kecamatan Lubuk Kilangan (5 orang). Berdasarkan data
jumlah korban, Kecamatan Padang Barat merupakan
kecamatan dengan jumlah korban meninggal, luka berat
dan luka ringan terbesar, karena Kecamatan Padang
Barat sebagai pusat pemerintahan kota, pusat
perkantoran dan pusat perekonomian dengan kepadatan
penduduk besar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Tabel 1. Rekapitulasi Korban Jiwa akibat Gempa Bumi 30 September 2009
10 Flamboyan Baru 0,43 13.913 10.925 Jumlah 7,00 96.754 77.910 Sumber: Padang Barat Dalam Angka, 2010
Tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Padang Barat
mengalami penurunan dari tahun ke tahun, kepadatan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
86
penduduk terbesar saat ini di Kecamatan Padang Barat
adalah pada Kelurahan Berok Nipah sebesar 15.454
jiwa/km2, sedangkan kepadatan penduduk terendah
terdapat di Kelurahan Kampung Jao sebesar 2.547
jiwa/km2.
Sarana
Sarana merupakan salah satu pendukung kegiatan
penduduk sesuai dengan kebutuhan masyarakat setempat
agar tercipta suasana atau lingkungan yang kondusif
dalam menjalankan aktifitas sehari-hari. Sarana yang
dimaksud adalah sarana pendidikan, kesehatan,
peribadatan, dan ekonomi.
a. Sarana Pendidikan
Kelengkapan jenis dan jumlah sarana pendidikan pada
suatu wilayah berpengaruh terhadap mutu pendidikan di
wilayah tersebut. Seperti halnya di Kecamatan Padang
Barat, ketersediaan jenis sarana pendidikan yang ada
sudah lengkap mulai dari sarana. Demikian juga dengan
sebaran atau jumlah sarana tersebut sudah mampu
melayani kebutuhan penduduk Kecamatan Padang Barat
bahkan mampu melayani penduduk di luar Kecamatan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
87
Padang Barat. Untuk lebih jelasnya ketersediaan sarana
pendidikan yang ada di Kecamatan Padang Barat dapat
dilihat pada Tabel berikut.
Tabel 11. Jumlah Sarana Pendidikan di Kecamatan Padang Barat
No.
Kelurahan
Tingkat Pendidikan Jumlah
TK SD SLTP SMU PT (Unit)
1 Berok Nipah 2 3 1 1 - 7
2 Kampung Pondok - 3 3 2 1 9
3 Belakang Tangsi 2 9 4 3 2 20
4 Kampung Jao 4 1 2 5 1 13
5 Olo 3 5 1 4 4 17
6 Purus 3 8 1 1 - 13
7 Padang Pasir 6 4 1 3 2 16
8 Ujung Gurun 1 9 1 2 - 13
9 Rimbo Kaluang 1 1 - 2 - 4
10 Flamboyan Baru 1 - - - - 1
Jumlah 23 43 14 23 10 113 Sumber: Padang Barat dalam angka Tahun 2010
Terlihat pada tabel diatas bahwa SD merupakan sarana
pendidikan terbanyak di Kecamatan Padang Barat dimana
jumlahnya mencapai 43 unit. Sarana ini sudah tersebar
secara merata di setiap kelurahan sehingga
keberadaannya sudah mampu melayani kebutuhan
pendidikan dasar masyarakat Kecamatan Padang Barat.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
88
Untuk keberadaannya sarana pendidikan terbanyak
berada pada Kelurahan Belakang Tangsi dan Kelurahan
Ujung Gurun. Sedangkan Kelurahan Flamboyan Baru
tidak memiliki sarana pendidikan yang lengkap.
b. Sarana Kesehatan
Pelayanan kesehatan sangat bergantung pada
ketersediaan sarana dan tenaga medisnya. Oleh karena
itu perlu diperhatikan kuantitas dan kualitas sarana
tersebut, karena keberadaannya sangat membantu dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia serta dapat
mengendalikan perkembangan dan pertumbuhan
penduduk. Sarana kesehatan Kecamatan Padang Barat
adalah puskesmas, puskesmas pembantu, posyandu,
toko obat dan apotek. Untuk lebih jelasnya sarana
kesehatan di Kecamatan Padang Barat dapat dilihat pada
Tabel berikut.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
89
Tabel 12. Jumlah sarana kesehatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat
Sumber: Padang Barat dalam angka, 2010
Dari berbagai jenis sarana kesehatan yang tersebar di
Kecamatan Padang Barat, posyandu merupakan jenis
sarana kesehatan yang paling banyak yaitu jumlahnya
mencapai 69 unit. Apotek/toko obat sebanyak 68 unit,
puskesmas hanya 1 unit, dan Puskesmas Pembantu
(pustu) 6 unit.
No. Keluarahan
Jenis Sarana Kesehatan Jumlah (Unit) Puskesmas Pustu
Toko Obat/ Apotik
Posya-ndu
1 Berok Nipah - 1 1 7 9
2 Kampung Pondok - - 2 6 8
3 Belakang Tangsi - 1 - 5 6
4 Kampung Jao - 1 35 9 45
5 Olo - - 7 9 16
6 Purus - 1 1 8 10
7 Padang Pasir 1 1 19 7 28
8 Ujung Gurun - - 1 7 8
9 Rimbo Kaluang - 1 1 5 7
10 Flamboyan Baru - - 1 6 8
Jumlah 1 6 68 69 145
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
90
c. Sarana Peribadatan
Sebagai umat beragama, ketersediaan sarana
peribadatan harus menjadi perhatian karena sarana
peribadatan merupakan tempat melaksanakan ibadan dan
meningkatkan hubungan antara manusia dengan Tuhan
sesuai dengan agama dan kepercayaannya. Penduduk
Kecamatan Padang Barat pada umumnya memeluk
agama Islam sehingga keberadaan dan penyebaran
sarana peribadatannya seperti mesjid dan mushalla
merata di setiap kelurahannya. Untuk lebih jelasnya
jumlah dan penyebaran masing-masing sarana
peribadatan dapat dilihat pada Tabel berikut.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
91
Tabel 13. Jumlah sarana peribadatan menurut kelurahan di Kecamatan Padang Barat tahun 2010
No. Kelurahan Jenis Sarana Peribadatan
Masjid Mushalla Gereja Jumlah
1 Berok Nipah 3 1 - 4
2 Kampung Pondok 3 5 - 8
3 Belakang Tangsi 3 3 3 9
4 Kampung Jao 5 4 1 10
5 Olo 4 5 - 9
6 Purus 3 2 - 5
7 Padang Pasir 7 4 - 11
8 Ujung Gurun 3 5 - 8
9 Rimbo Kaluang 5 7 - 12
10 Flamboyan Baru 4 8 - 12
Jumlah 40 44 4 88
Sumber: Padang Barat Dalam Angka, 2010
Perekonomian
Dijelaskan bahwa perkembangan ekonomi Kota Padang
dalam tiga tahun terakhir ini (2007-2010) cenderung
mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari laju
pertumbuhan ekonomi yang merupakan persentase
peningkatan PDRB. Sektor pertanian adalah yang paling
dominan dalam mendukung perekonomian Kota Padang
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
92
dimana laju pertumbuhannya mengalami rata-rata
peningkatan sebesar 13,20%.
4.3. Faktor - faktor yang mempengaruhi adaptasi
masyarakat dalam penataan ruang
Profil, Kriteria Responden
Untuk memperoleh informasi tentang faktor yang
mempengaruhi adaptasi masyarakat dalam penataan
ruang kota rawan bencana dilakukan kepada terhadap
key person yang terdiri dari tokoh masyarakat,
pemerintahan, akademisi dan masyarakat. Penentuan
informan dilakukan dengan memperhatikan faktor
keterlibatan, pengalaman dan dapat dipercaya.
Penentuan key person diawali dengan proses
pengumpulan informasi tentang informan dan reduksi
informan yaitu dengan bertanya kepada pihak-pihak
yang dianggap memahami hal ini.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
93
Tabel 14. Karakteristik Utama Informan Key Person
No. Inisial Karakteristik Utama 1 HD (36 th) Staf bapedalda, D3 2 ID (42 th) Masyarakat, D3 3 IW(40 th) Masyarakat, S1 4 AA (58 th) Pemerintahan, S2 5 AD (20th) Masyarakat karang taruna ,
SMA Sumber: Data Olahan, 2012
4.3.1. Pengetahuan dan persepsi masyarakat
Salah satu pertanyaan mendasar yang digunakan untuk
mengukur tingkat pengetahuan masyarakat adalah apa
yang dimaksud dengan bencana alam dan penyebab
terjadinya gempa bumi. Pada umumnya masyarakat
sudah mengetahui bahwa Kota Padang adalah kota yang
rawan bencana gempa dan memiliki potensi terjadi
bencana gempa. Pengetahuan mengenai kegempaan
yakni tentang perulangan akan terjadi lagi gempa masa
lalu di masa mendatang serta faktor kerentanan
lingkungan yang ada menjadikan tingginya keinginan
dalam persepsi masyarakat untuk upaya antisipasi
terhadap ancaman bencana gempa dan bencana
ikutannya. Pengetahuan tentang penyebab terjadinya
gempa serta akibat dari gempa secara umum masyarakat
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
94
sudah memahami hal tersebut termasuk ciri-ciri gempa
kuat.
Pengetahuan tentang gempa menunjukkan pemahaman
yang tinggi dan benar, hal ini ditunjukkan dari jawaban
atas pertanyaan kepada informan, bahwa Kota Padang
berada pada daerah jalur gunung api, dengan potensi
gempa dan kekhawatiran tsunami. Gempa dalam skala
kecil merupakan kejadian yang sangat biasa, tetapi
gempa pada tanggal 29 September 2009 merupakan
gempa yang sangat besar, disusul dengan informasi
mengenai ancaman tsunami. Perasaan terkejut dengan
besarnya gempa yang dirasakan dan kekhawatiran
kejadian tsunami seperti yang terjadi di Aceh membuat
masyarakat panik, berlari ketempat daerah yang lebih
tinggi, sehingga menimbulkan kemacetan di jalan-jalan
raya.
Persepsi dalam potensi bencana gempa, dalam hal
kesadaran dalam tindakan yang akan dilakukan oleh
individu dan rumah tangga pada saat terjadi bencana,
berdasarkan pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan
kepada informan untuk mengetahui reaksi penyelamatan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
95
ketika berada di dalam rumah atau bangunan
menunjukkan bahwa sebagian besar memberikan
jawaban segera berlari ke luar rumah mencari tempat
yang aman, berupa ruang terbuka yang berada jauh dari
pantai. Salah satu ungkapan dalam diskusi .....Sulit
menembus jalan yang dipenuhi orang berlarian, mobil
mengantri, motor yang ditinggal empunya...jalan selebar 5
meter serasa lubang jarum yang sempit.....semua
dipenuhi oleh orang-orang, laki dan perempuan, tua dan
muda semua berlari menuju kota mencari
perlindungan....mereka kebanyakan berasal dari sekitar
pantai....takut tsunami aceh terulang lagi. Hal ini
menunjukkan bahwa dalam kondisi panik, secara spontan
masyarakat akan berusaha menyelamatkan diri dengan
berlari mencari tempat aman.
Pemahaman mengenai gejala alam sebelum adanya
gempa besar masih merupakan salah satu kearifan lokal
masyarakat kota padang, kondisi panas yang berbeda
merupakan salah satu pertanda, seperti kutipan hasil
berikut,.. Ibu IW merasakan tidak enak dan rasa panas
menjebak seluruh badannya.....ada yang tidak beres
dengan lingkungan sekitarku sore ini.....dalam hatiku “ada
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
96
apa ya ?????”. Tidak seperti biasa...selepas sholat ashar
yang sudah terlambat karena kesibukanku di mushollah
tempatku berkantor terasa sepi dan aneh....semua orang
sudah pulang ke rumah masing-masing.....tiba-tiba....brak
aku terjatuh di mushollah....”ya Allah ...ada
gempa...”.seketika aku berlari keluar.....ya Allah...ku lihat
kantorku sudah rata dengan tanah....
Mengingat potensi kegempaan ataupun bencana lain di
kota Padang yang selalu menghantui masyarakat dan kita
tidak mengetahui kapan kejadiannya, alangkah bijak
apabila kita memahami bencana tersebut dari faktor risiko,
kerentanan dan bahaya yang ditimbulkannya.
Berdasarkan uraian pengalaman mayarakat risiko atau
akibat dari bencana meninggalkan bekas yang mendalam,
terutama di daerah penelitian di Kecamatan Padang
Barat.
Padang Barat sebagian besar wilayahnya berada di tepi
pantai barat pulau Sumatra, memiliki ketinggian 0-8 meter
dari permukaan laut, dan luas wilayah 7 km2, dengan
kepadatan penduduk tahun 2009 adalah 8.859 jiwa/km2
mengalami penurunan menjadi 6.482 jiwa/km2. Terlihat
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
97
dari penurunan jumlah penduduk, Kecamatan padang
Barat setelah kejadian gempa ditinggal oleh penduduknya
“...banyak orang yang mampu membeli rumah di tempat
aman pindah karena trauma, tapi bagi kami yang tidak
bisa mempu terpaksa tetap tinggal disini..”. “ keinginan
kami pindah ketempat yang lebih aman seperti tetangga
kami yang dijemput anaknya untuk pindah ke Pakan baru,
tapi kami tidak bisa, jadi sesudah gempa kami kembali
kerumah kami ini, walau ada kerusakan disana sini..”.
Pilihan untuk tetap tinggal di daerah rawan bencana lebih
disebabkan faktor ekonomi pada awalnya karena tidak
ada pilihan.
Kegiatan tahap pasca bencana adalah proses perbaikan
kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan
memfungsikan kembali sarana dan prasarana pada
keadaan semula, secara fisik dilakukan rehabilitasi dan
rekonstruksi yang mempertimbangkan risiko
kebencanaan, dan hal penting yang dilakukan adalah
rehabilitasi psikis seperti ketakutan, trauma atau depresi.
Kondisi terparah adalah informasi akan adanya gempa
susulan sebagai akibat gempa terdahulu yang lebih parah,
“... tiga bulan lamanya untuk menghilangkan trauma,
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
98
kadang disela tidur malamnya anak saya menangis..”
Dari uraian tentang dampak bencana yang terjadi
memberi pelajaran berharga yang dapat menunjukkan
bahwa upaya mengurangi dampak bencana terhadap
bencana masih jauh dari yang diharapkan. Sehingga
dirasa perlu untuk merubah paradigma penanganan
bencana bukan pasca bencana, tetapi lebih pada pra
bencana. Kondisi ini adalah merupakan upaya untuk
mempersiapkan masyarakat beradaptasi terhadap
bencana bisa datang kapan saja. Melalui serangkaian
kegiatan yang melibatkan secara aktif masyarakat dimulai
dengan kajian risiko, sosialisasi dan arahan secara teknis.
Harapannya setelah melakukan kajian dan penerapan di
lingkungan, dapat menekan angka risiko sekecil mungkin
dalam hal jumlah korban maupun kerugian yang
ditimbulkan dari bencana, masyarakat dengan sadar serta
terlatih bisa secara mandiri melakukan respon awal ketika
dan setelah bencana untuk diri mereka masing-masing,
keluarga dan masyarakat lingkungannya. “gempa-gempa
kecil sering terjadi.....tapi orang Padang sudah
biasa.....mereka sekarang berpikir membaca alam saja
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
99
dan banyak berdoa......seperti yang diperintahkan oleh
pak wali.....kami punya program dzikir bersama, subuh
bersama, wirid bersama.....Selain peraturan teknis tentang
kekuatan bangunan juga diatur tentang zona2 seperti
zona merah, .zona hijau, zona kuning .hal ini dimaksud
untuk pengendalian pembangunan pasca bencana. Dan
masyarakat menyetujui kebijakan tersebut mengingat
daerah kami merupakan daerah rawan bencana.”
Konsep mitigasi ini telah diterapkan di Jepang dan
negara-negara maju lainnya yang berpotensi rawan
bencana sejak lama. Kajian risiko untuk Kecamatan
Padang Barat dilakukan bersama-sama dengan wakil
komunitas yang ada, antara lain ibu-ibu pengajian,
pemuda karang taruna, tokoh masyarakat dan perangkat
pemerintah setempat. Dari hasil pertemuan itu keluar
berupa identifikasi bahaya dan kerentanan apa yang ada
selama ini di daerah mereka, berupa ancaman tsunami,
kondisi rumah yang belum sesuai standart bangunan
tahan gempa, kondisi jalur jalan evakuasi. Setelah kajian
risiko disepakati, maka dibuat rencana tindakan untuk
mitigasi yaitu upaya meminimalkan potensi bahaya yang
dapat terjadi di daerah setempat.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
100
4.3.2. Sosialisasi Mitigasi
Salah satu tujuan penataan ruang dalam Undang-Undang
No, 26 Tahun 2007 tentang penataan ruang adalah
alasan utama pentingnya penyediaan ruang evakuasi
bencana untuk tercantum dalam muatan setiap rencana
Penataan ruang. Konsep pelaksanaan mitigasi dalam
penataan ruang Kota Padang adalah mitigasi bencana
berbasis masyarakat yaitu menumbuhkan kesadaran
masyarakat untuk menjadi adaptif, terlatih dan bisa secara
mandiri melakukan respon awal ketika dan setelah
bencana. Dengan motto hidup aman, tentram dan
nyaman di negeri rawan gempa (yang disampaikan oleh
Dr. Ir. Badrul DEA sebagai ketua himpunan geofisiks
Indonesia Sumatera Barat).
“Saat itu hingga saat sekarang sudah terbentuk kelompok-
kelompok tanggap bencana ujar ibu....yang merupakan
koordinator kelompok ibu2 PKK tanggap bencana yang di
bentuk oleh pak camat....kelompok-kelompok ini disetiap
kelurahan ada....mereka setelah gempa selalu melakukan
simulasi rutin per tiga bulan untuk menghadapi bencana
....karang taruna, pemuda kampung semua dikerahkan
menjadi kelompok tanggap bencana.....mereka sudah tau
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
101
tugasnya masing-masing ...... siapa yang bekerja mendai
petugas evakuasi, paramedis, dapur umum ataupun
petugas yang mengembalikan trauma pasca
bencana....mereka sudah dilatih dan terlatih....ujarnya
lagi..
Anak-anak kita, petugas security sudah terlatih kata guru
SMAN 1 padang, saat terjadi gempa kedua security
langsung bertugas membuka seluruh akses masuk ke
sekolah kami....melalui tangga darurat bencana yang ada
dikanan kiri gedung memudahkan masyarakat yang
mencari bangunan penyelamat langsung bisa ke lantai
4......dapur umum kami juga di lantai empat....yang
melayani semua anak2 kami dan para guru....semua
sudah terlatih pada peran dan posisinya.....bangunan ini
dirancang kokoh, kuat dan ada helipadnya tetapi bila
terjadi bencana kami juga masih bisa melakukan proses
belajar mengajar karena akses evakuasi tersendiri tidak
mengganggu ruang-ruang kelas.....di depan bagunan
sekolah terdapat aula besar yang di fungsikan sebagai
area evakuasi dan gudang logistik.....ujar bu
guru....menerangkan....”
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
102
Sosialisasi mitigasi bencana ke masyarakat setempat
dalam upaya penguatan kapasitas lokal, menjalin
komunikasi dengan kelompok siaga bencana tingkat
kelurahan dan pemerintah kota, info tentang tanda
peringatan dini, simulasi bencana dan evakuasi lokal. Inti
kegiatan ini adalah membekali ilmu kebencanaan dengan
semangat sukarela dan menyususun konsep kegiatan
dan implementasi kebencanaan sebagai upaya
meminimalisir dampak bencana.
Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi
Bencana” sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari
Perencanaan Tata Ruang Wilayah Kota. Selanjutnya
Rencana Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi
Bencana dibutuhkan untuk menjalankan fungsi wilayah
kota sebagai pusat pelayanan sosial ekonomi, dalam hal
ini untuk permasalahan kebencanaan. Rencana
Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Evakuasi dalam
Rangka Mitigasi Bencana di Kota Padang, diharapkan
dapat menjadi arahan pembangunan untuk sarana dan
prasarana mitigasi bencana dalam mengurangi dampak
kehancuran yang ditimbulkan di masa depan.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
103
4.3.3. Potensi kearifan lokal dalam Mitigasi
Pengambil kebijakan Kota Padang melakukan penataan
ruang, yang berbasiskan kearifan lokal adalah merupakan
potensi yang dapat dikembangkan dalam upaya mitigasi
terhadap ancaman bencana. Komunitas Padang Barat
mempunyai integritas tinggi, dengan memiliki nilai,
falsafah, visi dan misi daerah yang tetap di pegang teguh.
a. Nilai
Kesejahteraan: Masyarakat Padang Barat bisa hidup sejahtera, ‘kok padi manjadi, kok jaguang maupiah” (bertanam padi menghasilkan, bertanam jagung buahnya bagus) artinya kehidupan rakyat makmur.
Ketaqwaan:
Keimanan dan kesyukuran pada Allah Kemandirian:
Bisa berdiri (membangun) dengan potensi yang ada. Kesetaraan: ‘
Duduak samo randah, tagak samo tinggi’ (duduk sama rendah berdiri sama tinggi). Segala sesuatu antara lembaga yang ada sama-sama berhak untuk menyampaikan pendapat.
sama makan tanah, kalau tertelentang sama-sama minum air embun) dan ‘ka lurah samo manurun kabukik samo mandaki’ ( ke jurang sama-sama menurun, ke bukit sama-sama mendaki).
Demokrasi:
Demokrasi dan beradat, maksudnya demokrasi yang berdasarkan adat (bersendikan Islam/ Kitabullah)
b. Falsafah
Tungku tigo sajarangan, Tali tigo sapilin (ini falsafah di
Minangkabau termasuk di Agam). Perangkat nagari (Wali
Nagari, BPRN, Ninik Mamak, cerdik pandai dan alim
ulama) memerintah berdasarkan adat dan syara’ Bekerja
keras, sesuai pepatah ‘kok duduk mambuek ranjau, kok
tagak memandang jarak’ (Kalau duduk membuat ranjau,
kalau berdiri memandang jarak) artinya tidak ada waktu
terluang, semua mempunyai pekerjaan.
c. Visi
Mencapai/menciptakan masyarakat Padang Barat yang
sejahtera, bekerja keras, ulet beriman dan beradat.
d. Misi
Meningkatkan sumber daya manusia di Nagari Padang
Barat Lembaga-Lembaga (KAN/LAN, MUI, Bundo
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
105
Kanduang, Mamas, dan lain-lain). Baik SDM secara
pribadi maupun anggota lembaga yang ada di Padang
Barat. Mengembalikan semangat gotong royong. Kalau
bergotong royong masyarakat tidak perlu dipanggil tapi
cukup dibuat jadwal gotong royong dan datang dengan
kesadaran sendiri. Di Padang Barat dikenal dengan
‘gotong royong badunsanak’ artinya gotong royong seperti
bersaudara, tidak dipisahkan oleh jorong atau dusun.
Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan : Kembali ke
surau : sebagai wadah hidup bermasyarakat. Surau bukan
hanya tempat shalat dan mengaji tapi juga kegiatan
kemasyarakatan. Menginginkan pemerintahan yang jujur,
bersih, berwibawa, terbuka, dan bertanggung jawab
(Good Government) berdasarkan Adat dan Syara’
4.4. Kondisi Masyarakat
Data diambil dari beberapa kelurahan yang dianggap
dekat dengan lokasi terjadinya Tsunami pada waktu itu.
Responden yang diambil sebanyak 455 orag dari 5
kelurahan, yaitu Kelurahan Berok Nipah, Kelurahan Olo,
Kelurahan Belakang Tongsi, Kelurahan Kampung Jao dan
Kelurahan Purus, dengan sebaran sebagai berikut:
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
106
Tabel 15. Alamat Responden
Sumber: Data Olahan, 2012
Tabel 16. Usia Responden
No Usia Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 17 3.7 2 < 25 tahun 22 4.8 3 25 -35 tahun 32 7.0 4 35 – 45 tahun 132 29.0 5 45– 55 tahun 137 30.1 6 > 55 tahun 115 25,3 Jumlah 455 100
Sumber: Data Olahan, 2012
Dilihat dari usia responden menunjukkan bahwa
responden dengan usia 45-55 tahun adalah terbanyak
sebesar 137 atau 30.1%, umur 35 – 45 tahun sebanyak
132 atau 29.0%, > 55 tahun sebanyak 115 atau 25.3%,
dan disusul responden dengan usia 25-35 tahun
No Alamat Frekwensi Persen 1 Kel. Berok Nipah 91 20.0 2 Kel. Olo 92 20.2 3 Kel.. Belakang
Tongsi 87 19.1
4 Kel. Kampung Jao 91 20.0 5 Kel. Purus 94 20.7
Total 455 100.0
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
107
sebanyak 32 atau 7.0%, responden dengan usia < 25
tahun sebanyak 22 atau 4.8%,, ada yang tidak menjawab
sebanyak 17 atau 3.7%.
Tabel 17. Jenis Kelamin
No Jenis kelamin Frekwensi Persen 1 Laki-laki 296 65.1 2 Perempuan 159 34.9
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan 2012
Responden dengan jenis kelamin laki-laki yang terbanyak
yaitu 296 atau 65.1%, sedangkan perempuan ada 159
atau 34.9%.
Tabel 18. Lama Tinggal
No Lama Tinggal
(tahun) Frekwensi Persen
1 < 5 22 4,8 2 5 – 10 78 17,1 3 > 10 355 78
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Berdasarkan pernyataan responden bahwa lamanya
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
108
tinggal di wilayah ini bervariasi yang paling lama yaitu
lebih dari dari 10 tahun tinggal disini ada 355 atau 78,0%,
yang tinggalnya antara 5 – 10 tahun ada 78 atau 17,1%,
dan yang tinggalnya belum terlalu lama yaitu 5 tahun ke
bawah (<5 tahun) ada 22 atau 4,8%.
Tabel 19. Suku Asli
No Suku Frekwensi Persen 1 Padang (Suku asli) 399 87,7 2 Pendatang 56 12,3
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Tabel 20. Pendatang dari Suku
No Pendatang Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 400 87,9 2 Jawa 19 4,2 3 Sulawesi (Bugis,
Makasar dll) 17 3,7
4 Sumatera (Batak, Palembang dll)
13 2,9
5 Kalimantan 6 1,3 Total 455 100.0
Sumber: Data Olahan, 2012
Suku yang terdapat di lokasi terdiri dari suku asli dan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
109
pendatang, ternyata suku asli mendominasi dengan 399
atau 87,7%, sedangkan suku pendatang hanya 56 atau
12,3%. Suku pendatang berasal dari beberapa wilayah
seperti Jawa ada 19 atau 4,2%, dari Sulawesi (Bugis,
Makasar) ada 17 atau 3,7%, dari Sumatera (Batak,
Palembang) ada 13 atau 2,9%, sedangkan dari
Kalimantan hanya ada 6 atau 1,3%.
Tabel 21. Pendidikan Responden
No Pendidikan Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 29 6.4 2 Tidak Tamat SD 29 6.4 3 Tamat SD 53 11.6 4 SLTP 68 14.9 5 SLTA 218 47.9 6 Akademi 22 4.8 7 S1/S2/S3 36 7.9
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Dilihat dari latar belakang pendidikan responden yang
terbanyak adalah yang tamatan SLTA ada 218 atau
47,9%, SLTP ada 68 atau 14.9%, SD ada 53 atau 11.6%,
yang sampai menyelesaikan studinya S1/S2/S3
sebanyak 36 atau 7.9% sedangkan yang tidak tamat SD
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
110
dan yang tidak menjawab masing-masing sebanyak 29
atau 6.4%.
Tabel 22. Jumlah penghuni
No Jumlah penghuni Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 40 8.8 2 < 3 orang 150 33.0 3 4 – 6 orang 211 46.4 4 7 – 10 orang 26 5.7 5 >10 orang 28 6.2
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Jumlah penghuni dalam rumah berdasarkan tanggapan
responden terbanyak ada 4 – 6 orang sebanyak 211
atau 46.4%, hanya 3 orang ada 150 atau 33.0%, 7 – 10
orang sebanyak 26 atau 5.7% sedangkan lebih dari 10
orang ada 28 atau 6.2%, dan sisanya 40 atau 8.8% tidak
menjawab.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
111
Tabel 23. Pekerjaan Responden
No Pekerjaan Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 52 11.4 2 Dagang/Wiraswas
ta 117 25.7
3 PNS/TNI/POLRI 33 7.3 4 Pegawai Swasta 127 27.9 5 Mahasiswa/Pelaja
r 7 1.5
6 Nelayan 24 5.3 7 Pensiunan 48 10.5 8 Ibu Rumah
Tangga 29 6.4
9 Buruh 17 3.7 10 Tidak bekerja 1 .2
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Dilihat dari pekerjaan responden maka yang terbanyak
adalah pegawai swasta sebanyak 127 atau 27.9%,
pedagang atau wiraswasta sebanyak 117 atau 25,7%,
pensiunan sebanyak 48 atau 10,5%, PNS/TNI/POLRI
sebanyak 33 atau 7.3%, ibu rumah tangga sebanyak 29
atau 6,4%, nelayan sebanyak 24 atau 5.3%, dan
maahsiswa sebanyak sebanyak 7 atau 1.5%, sedangkan
tidak menjawab ada 52 atau 11.4%.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
112
Tabel 24. Pekerjaan setelah terjadi gempa
No Pekerjaan sesudah gempa
Frekwensi Persen
1 Tidak Menjawab 7 1.5 2 Pekerjaan tetap 363 79.8 3 Pek Berubah/pindah
kerja 85 18.7
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Sedangkan pekerjaan responden setelah terjadi bencana
alam menyatakan kalau pekerjaannya tetap sebanyak
363 atau 79.8%, berubah /pindah pekerjaan sebanyak
85 atau 18.7% dan tidak menjawab ada 7 atau 1.5%.
Tabel 25. Kerjaan sekarang
No Kerjaan sekarang Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 388 85.3 2 Dagang/jualan/berusa
ha 45 9.9
3 Buruh 16 3.5 4 Tukang cuci pakaian
orang 6 1.3
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
113
Pekerjaan responden setelah terjadi gempa / pekerjaan
sekarang berdagang/jualan/berusaha sebanyak 45 atau
9.9%, buruh sebanyak 16 atau 3.5%, tukang cuci pakaian
orang (binatu) sebanyak 6 atau 1.3%, sedangkan
sebanyak 388 atau 85.3% tidak menjawab.
Tabel 26. Penghasilan Responden
No Penghasilan Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 123 27.0 2 < 1.000.000 124 6.2 3 1.001.000 -
2.000.000 101 22.2
4 2.001.000 - 3.000.000
28 27.3
5 3.001.000 - 4.000.000
29 6.4
6 >4.000.000 42 9.2 7 Tidak menentu 8 1.8
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Berdasarkan pernyataan bahwa penghasilan yang
diperoleh responden terbanyak antara Rp. 2.000.000 –
3.000.000 ada 124 atau 27.3%, sebesar 1.001.00 –
2.00.000 sebanyak 101 atau 22.2%, lebih besar dari
Rp.4.000.000 ada 42 atau 9.2%, sebesar 3.001.000-
4.000.000 ada 29 atau 6.4%, sebesar kurang dari
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
114
1.000.000 ada 28 atau 6.2%, dan tidak menentu ada 8
atau 1.8%, sedangkan tidak menjawab ada 123 atau
27.0%.
Tabel 27. Jarak rumah dengan lokasi bencana
No Jarak rumah dengan lokasi bencana
Frekwensi
Persen
1 Tidak menjawab 143 31.4 2 < 5 km 285 62.6 3 6 - 15 km 13 2.9 4 16 - 25 km 8 1.8 5 > 35 km 6 1.3
Total 445 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Adapun jarak rumah/tempat tinggal dengan lokasi
bencana terbanyak dengan jarak terdekat yaitu lebih kecil
dari 5 km sebanyak 285 atau 62.6%, jarak antara 6 – 15
km ada 13 atau 2.9%, jarak 16 – 25 km ada 8 atau 1.8%,
dan jarak lebih jauh dari 35 km ada 6 atau 1.3%,
sedangkan 143 atau 31.4% tidak menjawab.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
115
Tabel 28. Bentuk rumah
No Bentuk rumah Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 34 7.5 2 Non Permanen 63 13.8 3 Semi Permanen 168 36.9 4 Permanen 190 41.8
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Dari tabel di atas menunjukkan kalau bentuk rumah
responden permanen dinyatakan oleh 190 atau 41.8%,
bentuk rumah semi permanen ada 168 atau 36.9%, dan
non permanen 63 atau 13.8%, sedangkan 34 atau 7.5%
tidak menjawab.
Tabel 29. Status kepemilikan
No Status kepemilikan rumah Frekwensi Persen 1 Tidak menjawab 47 10.3 2 Sertifikat/Milik sendiri 197 43.3 3 tanah Ulayat/Tanah kaum 56 12.3 4 tanah sewa 129 28.4 5 Kontrak/sewa 19 4.2
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Dilihat dari status kepemilikan responden maka dapat
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
116
dilihat dari tabel diatas status kepemilikannya
bersertifikat/milik sendiri sebanyak 197 atau 43.3%, yang
merupakan tanah sewa terdapat 129 atau 28.4%, yang
merupakan tanah ulayat/tanah kaum terdapat 56 atau
12.3%, dan yang kontrak/sewa terdapat 19 atau 4.2%,
sedangkan tidak menjawab 47 atau 10.3%.
Tabel 30. Pasca Bencana Kondisi Rumah
No Kondisi rumah pasca bencana
Frekwensi Persen
1 Tidak menjawab 6 1.3 2 Rusak berat 54 11.9 3 Retak 364 80.0 4 Tidak Rusak 31 6.8
Total 455 100.0 Sumber: Data Olahan, 2012
Kondisi rumah pada saat pasca bencana dinyatakan
oleh responden kalau rumahnya mengalami retak
sebanyak 364 atau 80.0%, rusak berat ada 54 atau
11.9%, tidak rusak terdapat 31 atau 6.8%, dan tidak
menjawab ada 6 atau 1.3%.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
117
Tabel 31. Rangkuman Hasil Analilis Kuesioner
No Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban 1 Usia responden Responden terbanyak usia 44-
55 tahun 2 Jenis kelamin Laki-laki 65,1% 3 Lama tinggal Lebih dari 10 tahun 78%. 4 Daerah asal Asli Padang/Minang 87,7% 5 Pendatang Jawa 4,2% 6 Pendidikan SLTA 47,8% 7 Jumlah penghuni Jumlah 4-6 orang 46,4% 8 Pekerjaan Pegawai swasta 27,9% 9 Pindah kerja Tetap 79,8%, 10 Penghasilan 2 juta-3 juta 27% 11 Jarak bencana Kurang dari 5 km, 62,6% 12 Bentuk rumah Semi permanen 36,9% 13 Status kepemilikan Sertifikat, milik sendiri 43,3% 14 Kondisi pasca
gempa Retak, 80%
Sumber: Data Olahan, 2012
Perubahan penataan ruang yang dilakukan pemerintah
kota Padang sebagai kota rawan bencana, merupakan
salah satu kebijakan dalam mitigasi struktural, dengan
adanya perubahan tersebut maka perlu dilakukan
penelitian mengenai tingkat pemahaman masyarakat.
Pemahaman dalam aplikasi teori belajar adalah sebagai
kawasan kognitif yang berhubungan dengan pengetahuan
secara teori, fakta, prinsip dan penerapannya, merupakan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
118
kegiatan mental intelektual mengorganisasi materi yang
telah diketahui. Penelitian ini mengungkap pemahaman
masyarakat melalui aspek fisik, sosial, ekonomi dan
budaya.
Aspek fisik adalah bentuk pemahaman dalam
mendukung keadaan kualitas lingkungan yang aman,
secara teknologi untuk bangunan yang layak dan kuat
dalam menghadapi bencana yaitu kekuatan dalam
struktur dan bahan bangunan, memahami secara fisik
keadaan rawan bencana dan kondisi yang aman untuk
berlindung. Berdasarkan jawaban dari kuesiner, sebagian
besar masyarakat sudah memahami bahwa kayu
merupakan bahan bangunan yang lebih tahan terhadap
gempa, memerlukan tempat yang aman untuk berlindung
pada saat gempa, pemerintah belum mempersiapkan
tempat yang aman dan mengetahui bahwa tempat
tinggalnya merupakan daerah rawan bencana.
Aspek sosial adalah sebagai bentuk pemahaman dalam
mendukung keadaan untuk mewujudkan kualitas
lingkungan nyaman. Sebagai makhluk sosial manusia
membutuhkan interaksi dalam menjalankan peran sosial
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
119
dan berbagai aktivitas (Dalton, 2007). Bentuk interaksi
dalam hubungan sesama manusia antara lain adalah
kepedulian, gotong royong dan kesepakatan dalam
pengambilan keputusan. Untuk mengungkap pemahaman
masyarakat dalam kota rawan sacara sosial maka
pertanyaan sebagai variabel teramati dalam variabel laten
sosial. Berdasarkan jawaban dari kuesioner sebagian
besar masyarakat mengatakan bahwa pada saat kejadian
bencana masyarakat masih memiliki kepedulian kepada
sesama, masyarakat saling bekerjasama, gotong royong,
bantu membantu menanggulangi dampak dari bencana
dan pada saat kejadian bencana masyarakat
membutuhkan suatu arahan, informasi bencana dan
koordinasi penanganan bencana.
Aspek ekonomi adalah sebagai bentuk pemahaman
dalam mendukung keadaan untuk mewujudkan kualitas
kesejahteraan lingkungan, yaitu merupakan kemampuan
kehidupan ekonomi masyarakat untuk memenuhi
kebutuhan dasar dalam mempertahankan hidup. Untuk
mengungkap pemahaman masyarakat dalam kota rawan
sacara ekonomi maka pertanyaan sebagai variabel
teramati dalam variabel laten ekonomi. Berdasarkan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
120
jawaban dari kuesioner sebagian besar masyarakat
menyatakan bahwa kejadian bencana sangat
berpengaruh pada ekonomi masyarakat, terutama
terhadap karyawan yang bangunan gedung tempat
bekerjanya hancur, akibatnya karyawan menganggur.
Tetapi umumnya mereka tidak terlalu risau dengan
banyaknya pengangguran menimbulkan kejadian
pencurian dan lainnya.
Aspek budaya adalah merupakan wujud rasa melalui
pandangan hidup, tata nilai, gaya hidup dan aktivitas
kongkret pemahaman dalam mendukung keadaan untuk
mewujudkan kualitas lingkungan (Rapoport, 2004). Untuk
mengungkap pemahaman masyarakat dalam kota rawan
bencana sacara budaya maka pertanyaan sebagai
variabel teramati dalam variabel laten budaya.
Berdasarkan jawaban dari kuesioner masyarakat
menyatakan cara atau metode penyuluhan yang diberikan
dan bimbingan teknis masih kurang sesuai dengan kondisi
masyarakat.
Penyuluhan kooperatif dapat mengembangkan
pemahaman dan sikap sesuai dengan kehidupan nyata
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
121
masyarakat, dibutuhkan suasana bimbingan dalam
interaksi saling percaya, terbuka, akrab dan memberi
kesempatan bagi peserta untuk memperoleh dan memberi
masukan diantara mereka untuk mengembangkan
kepedulian, sikap, nilai dan ketrampilan yang ingin
dikembangkan. Dalam hal mencapai tujuan tersebut perlu
penyesuaian dengan nilai budaya masyarakat setempat,
masyarakat menyatakan setuju bahwa pemuka
masyarakat masih menjadi panutan dan kearifan lokal,
adat budaya masyarakat setempat perlu diperhatikan dan
diikutsertakan dalam upaya pengurangan risiko bencana.
Mitigasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperkecil,
mengurangi dan memperlunak dampak yang ditimbulkan
oleh bencana dan merupakan pedoman untuk
perencanaan penataan ruang perkotaan, sehingga dapat
memberikan perlindungan kepada masyarakat untuk
hidup dan bekerja secara aman. Untuk mengungkap
kesiapan mitigasi dalam kota rawan bencana maka
pertanyaan sebagai variabel teramati dalam variabel laten
mitigasi. Dari hasil kuesioner sebagian besar masyarakat
menyatakan bahwa diperlukan standar bangunan tahan
gempa, dan masyarakat masih kurang puas dengan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
122
ketersediaan jalur evakuasi, kapasitas jalur evakuasi,
keberadaan ruang evakuasi. Mengenai informasi jalur dan
tempat evakuasi masyarakat sudah mendapatkannya
melalui berbagai media.
Variabel Laten Persepsi
Persepsi adalah proses dimana seseorang memperoleh
informasi dari lingkungan sekitar. Persepsi merupakan
suatu hal yang aktif. Persepsi memerlukan pertemuan
nyata dengan suatu benda dan juga membutuhkan
proses.kognisi serta afeksi. Persepsi membantu individu
untuk menggambarkan dan menjelaskan apa yang
dilakukan oleh individu (Halim, 2005).
Persepsi merupakan pengalaman mengenai objek,
peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan
menyimpulkan informasi dan menafsirkan yang
melibatkan sensasi, atensi, ekspetasi, motivasi dan
memori, Terkait dengan kondisi bermasyarakat, persepsi
adalah proses penilaian seseorang/sekelompok orang
terhadap objek, peristiwa, atau stimulus dengan
melibatkan pengalaman-pengalaman yang berkaitan
dengan objek tersebut, melalui proses kognisi dan afeksi
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
123
untuk membentuk objek tersebut (Mahmud, 1989)
Dari penjelasan tersebut maka persepsi masyarakat dapat
didefinisikan sebagai rangkaian proses kognisi atau
pengenalan dan afeksi atau aktifitas evaluasi emosional
(ketertarikan) masyarakat terhadap suatu objek, peristiwa,
atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan cara
menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan tersebut
dengan menggunakan media pendengaran, penglihatan,
peraba dan sebagainya.
Persepsi masyarakat dalam kota rawan bencana adalah
rangkaian proses kognisi atau pemahaman terhadap kota
rawan bencana dan afeksi atau aktivitas evaluasi
emosional (keterkaitan) masyarakat terhadap kesiapan
mitigasi atau hubungan yang diperoleh dengan cara
mengumpulkan informasi dan menafsirkan keadaan.
Untuk mengungkap variabel laten persepsi dalam kota
rawan bencana maka pertanyaan sebagai variabel
teramati.
Hasil kuesioner yang diperoleh bahwa sebagian besar
masyarakat menyatakan setuju kalau pusat kota akan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
124
dipindahkan ketempat yang dinyatakan aman. Pindahnya
ibukota ketempat aman merupakan pilihan bagi
masyarakat yang mampu, dianggap tidak mengurangi
kenyamanan bagi yang tidak memiliki kesempatan pindah.
Sebagai kota dengan kerawanan yang tinggi, maka
masyarakat setuju dengan adanya peraturan
pengendalian dan pemanfaatan ruang, dan menurut
masyarakat pemerintah sudah memberikan informasi
mengenai rencana perubahan tersebut.
Adaptasi adalah kemampuan untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan, keberhasilan dalam tingkah laku
menimbulkan penyesuaian individu terhadap lingkungan
atau terjadi penyesuaian dengan keadaan lingkungan
pada diri individu dengan moto hidup aman, tentram dan
nyaman di daerah rawan gempa. Menumbuhkan
kesadaran masyarakat untuk menjadi adaptif, terlatih dan
bisa secara mandiri melakukan respon awal ketika dan
setelah bencana. Untuk mengungkap variabel laten
adaptasi dalam kota rawan bencana maka pertanyaan
sebagai variabel teramati. Hasil yang diperoleh bahwa
sebagian besar masyarakat menyatakan bahwa tetap
akan memilih tinggal di kota rawan bencana dengan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
125
berbekal pengetahuan dan kesiapan mitigasi, perlu
penyesuaian dengan lingkungan rawan bencana.
Masyarakat mendukung pemerintah dalam upaya
pencegahan untuk meminimalisir dampak bencana.
Tabel 32. Rangkuman jawaban Responden
Aspek Fisik
No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban
1 Pemahaman terhadap bahan bangunan tahan gempa
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa rumah yang terbuat dari kayu lebih tahan terhadap gempa.
2 Tempat yang aman untuk berlindung
Sebagian besar menyatakan sangat setuju bahwa pada saat gempa harus segera lari berlindung.
3 Lokasi yang aman untuk berlindung sudah memenuhi harapan.
Sebagian besar menyatakan tidak setuju bahwa pemerintah sudah menyiapkan tempat yang aman untuk berlindung.
4 Mengetahui bahwa tempat tinggal sekarang di daerah rawan bencana
Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa tempat tinggalnya dinyatakan sebagai daerah rawan bencana
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
126
Aspek Sosial
No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban
1 Tingkat Kepedulian Masyarakat
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa kepedulian diantara warga pada saat kejadian bencana baik.
2 Tingkat gotong royong masyarakat
Sebagian besar menyatakan bahwa kondisi gotong royong sesama warga baik
3 Pengambilan keputusan secara musyawarah dan mufakat
Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa keputusan yang diambil pada saat penanggulangan bencana dilakukan secara musyawarah dan mufakat.
Aspek Ekonomi
No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban
1 Bencana berakibat pada perekonomian masyarakat
Sebagian besar menyatakan sangat setuju bahwa bencana mengakibatkan terganggunya perekonomian.
2 Peningkatan jumlah pengangguran
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa setelah kejadian bencana pengangguran meningkat.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
127
3 Peningkatan kriminalitas (pencurian)
Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa setelah bencana banyak terjadi pencurian.
Aspek Budaya
No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban
1 Informasi dan penyuluhan sesuai dengan kondisi masyarakat
Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa penyuluhan yang diberikan sesuai dengan kondisi masyarakat
2 Bimbingan teknis di pahami masyarakat
Sebagian besar menyatakan ragu-ragu bahwa bimbingan teknis menghadapi bencana di pahami masyarakat
3 Peran pemuka masyarakat dalam menghadapai bencana
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa penjelasan melalui pemuka masyarakat di butuhkan masyarakat.
Kearifan lokal dalam menyikapi bencana
Sebagian besar masyarakat menyatakan setuju bahwa kearifan lokal masih ada dalam menghadapi bencana.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
128
Aspek Persepsi
No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban
1 Pemindahan pusat kota dalam penataan ruang
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa pusat pemerintahan akan pindah ketempat yang aman.
2 Banyak penduduk yang pindah
Sebagian besar merasa ragu-ragu bahwa banyak warga yang pindah mengurangi kenyamanan
3 Pengendalian dan pemanfaatan ruang kota rawan bencana
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa adanya pengendalian dan pemanfaatan ruang.
4 Informasi perubahan ruang kota
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa pemerintah sudah memberikan informasi dalam perubahan ruang kota
Aspek Mitigasi
No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban
1 Pemahaman bangunan tahan gempa
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa mengetahui standar bangunan tahan gempa yang dikeluarkan pemerintah
2 Ketersediaan jalur Sebagian besar menyatakan tidak setuju bahwa sudah
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
129
evakuasi tersedia jalur evakluasi di lingkungan dengan baik
3 Kapasitas jalur evakuasi
Sebagian besar menyatakan sangat tidak setuju bahwa kapasitas jalur evakuasi sudah memedai
4 Keberadaan ruang evakuasi
Sebagian besar menyatakan tidak setujubahwa ruang evakuasi sudah memadai
5 Informasi arah tentang jalur dan tempat evakuasi
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa sudah mendapat arahan tentang lokasi evakuasi.
Aspek Adaptasi
No. Item Pertanyaan Mayoritas Jawaban
1 Tetap tinggal di kota rawan bencana
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa perlu pengetahuan dan kesiapan mitigasi untuk tetap tinggal di kota rawan bencana
2 Perlu penyesuaian pasca bencana
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa perlu penyesuaian dengan lingkungan di kota rawan bencana.
3 Upaya pencagahan dan meminimalisir dampak
Sebagian besar menyatakan setuju bahwa perlu dilakukan upaya pencegahan untuk meminimalisir dampak bencana.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
130
4.5. Masyarakat dan Budaya Minang
4.5.1. Kebudayaan Minang
Kebudayaan adalah merupakan suatu kompleks gagasan
dan pikiran manusia bersifat tidak teraga. Kebudayaan
akan terwujud melalui pandangan hidup, tata nilai, gaya
hidup dan aktivitas yang bersifat konkrit. Aktivitas ini
secara langsung akan mempengaruhi wadah, yakni
lingkungan yang diantaranya adalah ruang-ruang di dalam
permukiman. Dengan demikian sebagai wujud fisik,
kebudayaan merupakan hasil kompleks gagasan yang
tercermin dalam pola aktivitas masyarakatnya. Hal ini
seperti apa yang dinyatakan (Rapoport,1982) bahwa
budaya merupakan faktor utama dalam proses terjadinya
bentuk, sedang faktor lain seperti iklim, letak dan kondisi
geografis, politik serta ekonomi merupakan faktor kedua.
Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan,
tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia
dengan melalui proses belajar. Kebudayaan merupakan
pengetahuan manusia yang diyakini akan kebenarannya
oleh yang bersangkutan dan yang diselimuti serta
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
131
menyelimuti perasaan-perasaan dan emosi-emosi
manusia serta menjadi sumber bagi sistem penilaian
sesuatu yang baik dan buruk, sesuatu yang berharga atau
tidak, sesuatu yang bersih atau kotor dan sebagainya. Hal
ini terjadi karena kebudayaan tersebut diselimuti nilai-nilai
moral, dimana sumber dari nilai-nilai moral tersebut
adalah pada pandangan hidup dan pada etos atau sistem
etika yang dimiliki oleh setiap manusia. (Koentjaraningrat,
1984)
Berdasarkan beberapa pengertian dari kebudayaan yang
telah dipaparkan diatas, dapat ditarik kesimpulan dari
hakekat kebudayaan tersebut yaitu:
1. Kebudayaan tersebut hanya dimiliki oleh masyarakat
manusia.
2. Kebudayaan tidak diturunkan secara biologis,
melainkan diperoleh melalui proses belajar.
3. Kebudayaan itu didapat, didukung dan diteruskan
oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Kesemuanya itu merupakan wujud dari rasa, kemampuan
berpikir yang menimbulkan ilmu pengetahuan pada
manusia serta kehendak untuk hidup sempurna, mulia
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
132
dan bahagia yang menimbulkan kehidupan beragama dan
berkesusilaan. Masing-masing wujud budaya saling
berkaitan dan saling mempengaruhi antara satu dengan
lainnya. Kebudayaaan ideal yang mengatur pola aktivitas
manusia akhirnya akan menghasilkan kebudayaan fisik
dan demikian juga sebaliknya kebudayaan fisik akan
membentuk lingkungan tertentu yang akan mempengaruhi
pola aktivitas manusia dan cara berpikirnya
(Koentjaraningrat, 1984).
Sebagai masyarakat yang menganut paham
kekeluargaan, orang Minangkabau dilingkupi oleh
lembaga-lembaga yang dijiwai oleh sistem dalam
mengatur kehidupan sosial, budaya dan ekonomi
masyarakatnya. Bagi masyarakat Minangkabau, tanah
terutama sawah memiliki arti sangat penting secara
ekonomi dan budaya, karena sawah merupakan sumber
produksi dan lambang kekayaan bagi masyarakat
tersebut. Di Minangkabau sawah menjadi harta pusaka
yang keberadaannya harus dipelihara bersama.
Pengerjaan sawah dilakukan dengan cara gotong-royong
dalam bentuk kelompok-kelompok yang saling bekerja
sama mengerjakan sawah mereka secara bergantian.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
133
Tanah bagi masyarakat Minangkabau bukanlah milik
pribadi, tapi milik keluarga atau kaum (ulayat), sehingga
ditemukan adanya tanah pusaka atau tanah ulayat yang
tidak mudah diperjualbelikan.
Berbeda dengan daerah pesisir, tanah adalah milik
perseorangan sehingga dapat diperjualbelikan sesuai
keinginan pemiliknya. Namun, ketika sawah tidak sanggup
lagi memberikan kecukupan secara ekonomi, karena
pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat
menjadikan tidak sedikit secara perlahan kaum laki-laki
meletakkan tanggung-jawab ke kaum ibu. Hal ini
disebabkan sudah semakin banyak keluarga yang tidak
lagi bergantung pada hasil sawah. Kaum laki-lakinya
mulai meninggalkan rumah untuk pergi merantau, kaum
perempuan yang mengusahakan dan mengolah sawah.
Dilihat dari kultur sejarah Minangkabau, maka Kota
Padang termasuk daerah rantau pesisir, sehingga budaya
dan keseniannya juga sangat dipengaruhi oleh kondisi
tersebut. Pengaruh budaya daerah lain yang cukup kuat
mewarnai budaya dan kesenian di Kota Padang adalah
budaya dan kesenian daerah Solok, Padang Pariaman,
dan Pesisir Selatan sebagai kawasan yang berbatasan
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
134
langsung. Sebenarnya Kota Padang masih memiliki
budaya dan kesenian yang khas, namun saat ini
gambaran nilai budaya dan kesenian ini hanya dapat
dilihat di daerah pinggiran kota, seperti daerah Teluk
Kabung, Kuranji, dan Koto Tangah.
Dalam sektor pendidikan, Minangkabau merupakan salah-
satu daerah pertama yang mewadahi gerakan pembaruan
pendidikan Islam. Hal ini dapat dibuktikan pada koreksi
beberapa nilai adat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
Islam. Masyarakat Minangkabau merupakan komunitas
yang sangat kuat memegang teguh nilai-nilai adat, namun
perlu diingat bahwa nilai-nilai adat merupakan buatan
manusia yang dapat berubah sesuai dengan kondisi,
maka perlu adanya penyesuaian nilai-nilai adat ketika nilai
yang lama telah tidak relevan lagi. Perubahan nilai-nilai
dalam masyarakat tersebut akan menentukan masa
depan suatu masyarakat. Dalam perubahan tersebut,
pendidikan memegang peran yang sangat penting.
Pendidikan bagi suatu masyarakat berfungsi sebagai
penentu masa depan, menjawab berbagai persoalan
dalam masyarakat, sekaligus melestarikan nilai-nilai dan
warisan sosial-kultural tempat pendidikan tersebut
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
135
dilaksanakan.
Sumatera Barat pada umumnya dan Minangkabau
khususnya, dikenal sebagai daerah yang menjunjung
tinggi nilai-nilai adat dan agama, hal ini dapat dilihat dari
falsafah hidup yang telah menjadi cita-cita, dan pedoman
dalam kehidupan masyarakat yaitu nilai falsafah hidup
“Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah”.
Kota Padang sebagai ibukota Provinsi melalui RPJP
2005-2020 telah menyusun program kegiatan untuk
mendukung terwujudnya cita-cita kembali ke nagari dan
kembali ke surau dengan cara :
1. Mendorong peningkatan peran dan fungsi lembaga
Ninik Mamak, Alim Ulama dan Cadiak Pandai (tali tigo
sapilin, tungku tigo sajarangan) dalam pembinaan
anak kemenakan dan anak nagari khususnya, dan
masyarakat dalam arti luas.
2. Mengembangkan dan memberikan mata pelajaran
BAM (Bumi Alam Minangkabau) sejak dari tingkat SD
sampai dengan Perguruan Tinggi.
3. Mendorong aktivitas keagamaan dan perayaan hari
besar agama.
Adaptasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
136
Untuk terlaksananya program kegiatan ini harus didukung
oleh sarana dan prasarana yang memadai, baik dari segi
kelembagaan maupun mekanisme pelaksanaan. Nilai
positif dari aspek sosial budaya yang merupakan kultur
dari masyarakat Kota Padang yang juga dimiliki oleh
masyarakat Minangkabau pada umumnya adalah nilai
kebersamaan, demokratis dan gotong-royong. Barek
samo dipikua, ringan samo dijinjiang, saciok bak ayam,
sadantiang bak basi, duduak samo randah, tagak samo
Research on Hazard and Disasters.Annual Review of Anthropology, Vol. 25.303-328.
Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
157
Padang Barat dalam angka tahun 2009. Peter G. (2003). Building Ecology- First Principle for a
Sustainable Built Environment, Blackwell Science Ltd.
Poerbo, H. (1999). Lingkungan Binaan untuk Rakyat,
Yayasan AKTIGA Poerwanto, Hari, (2000). Kebudayaan dan
Lingkungan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. PP No. 26. Tahun 2008 Tentang Rencana Tata
Ruang Wilayah Nasional Quarantelli, E. L, (1989). Conceptualizing Disasters
from a Sociological Perspective. International Journal of Mass Emergencies and Disaters, 7.
Rambo, (1996). Conceptual Approaches to Human.
East-West Centre. Honolulu: East-West Environment and Polisy Institute.
Robert P.,Ravetz C. G. (2009). Environment and the
City. Routledge, London. Respati, W. (2009).Kearifan Lokal dalam
Perencanaan dan Perancangan Kota, Untuk Mewujudkan Arsitektur Kota yang Berkelanjutan. Malang, GKAK, jurusan arsitek Ubner Malang.
Adapatasi Masyarakat Kota Rawan Bencana
158
Respati, W. (2010). Mitigasi Bencana di Perkotaan; Adaptasi atau Antisipasi Perencanaan dan Perancangan Kota? (Potensi Kearifan Lokal Dalam Perencanaan dan Perancangan Kota untuk Upaya Mitigasi Bencana, Local Wisdom Journal, Vol II. No.1 Hal 18-29.
Salim, E. (2003), Membangun Ilmu Pembagunan
Berkelanjutan Sarwono, Wirawan, S. (1992). Psikologi Lingkungan.