Top Banner
AD-DAKHÎL DALAM TAFSIR AL-MÎZÂN FÎ TAFSÎR AL-QUR`ÂN KARYA HUSAIN ATH-THABÂTHABÂ’Î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-Ayat Imâmah) TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Agama (M.Ag) dalam Bidang Ilmu Agama Islam OLEH: Siar Ni’mah NIM. 215410626 KONSENTRASI ULUMUL QUR`AN DAN ULUMUL HADIS PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM PASCASARJANA MAGISTER (S2) INSTITUT ILMU AL-QUR`AN JAKARTA 1438 H/2017 M
56

ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

Mar 18, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

AD-DAKHÎL DALAM TAFSIR AL-MÎZÂN

FÎ TAFSÎR AL-QUR`ÂN KARYA

HUSAIN ATH-THABÂTHABÂ’Î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-Ayat Imâmah)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Agama (M.Ag) dalam Bidang

Ilmu Agama Islam

OLEH:

Siar Ni’mah

NIM. 215410626

KONSENTRASI ULUMUL QUR`AN DAN ULUMUL HADIS

PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM

PASCASARJANA MAGISTER (S2)

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 2: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

AD-DAKHÎL DALAM TAFSIR AL-MÎZÂN

FÎ TAFSÎR AL-QUR`ÂN KARYA

HUSAIN ATH-THABÂTHABÂ’Î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-Ayat Imâmah)

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar

Magister Agama (M.Ag) dalam Bidang

Ilmu Agama Islam

OLEH:

Siar Ni’mah

NIM. 215410626

PEMBIMBING:

Prof. DR. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA

Hj. Ade Nailul Huda Abd. Fatah, Ph.D

KONSENTRASI ULUMUL QUR`AN DAN ULUMUL HADIS

PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM

PASCASARJANA MAGISTER (S2)

INSTITUT ILMU AL-QUR`AN

JAKARTA

1438 H/2017 M

Page 3: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

ii

LEMBAR PENGESAHAN TESIS

Tesis dengan judul “Ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân

Karya Husain ath-Thabâthabâ’î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-ayat

Imâmah)” yang disusun oleh Siar Ni’mah dengan Nomor Induk Mahasiswa

215410626 telah diujikan di sidang munaqasyah Program Pascasarjana

Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2017. Tesis ini

telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama

(M.Ag) dalam bidang Ilmu Agama Islam.

Direktur Program Pascasarjana

Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)

Jakarta

DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA

Sidang Munaqasyah: tanda tangan: tanggal:

DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA __________ _______

Ketua Sidang

DR. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA __________ _______

Sekretaris

Prof. DR. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA __________ _______

Penguji I

DR. KH. Sahabuddin, MA __________ _______

Penguji II

Prof. DR. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA__________ _______

Pembimbing I

Hj. Ade Nailul Huda Abd. Fatah, Ph.D __________ _______

Pembimbing II

Page 4: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

iii

PERNYATAAN PENULIS

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Siar Ni’mah

NIM : 215410626

Tempat/Tanggal Lahir : Palacari, 04 Februari 1991

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis dengan judul “Ad-Dakhîl dalam

Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân Karya Husain ath-Thabâthabâ’î (Studi

Kritis Tafsir Esoterik Ayat-ayat Imâmah)” adalah benar-benar hasil karya

saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Kesalahan dan

kekurangan di dalam karya ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

2017 M 14 Agustus Jakarta:

21 Dzul Qa`dah 1438 H

Siar Ni’mah

Page 5: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

iv

بسم اهلل الرمحن الرحيمKATA PENGANTAR

Alhamdulillâh, syukur tak terhingga kepada Allah Swt. yang

senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Teriring salawat dan salam

kepada hamba pilihan Muhammad Saw., Rasul yang telah membawa cahaya

kepada umat yang jahil menjadi umat yang bermartabat.

Rasa syukur penulis yang tidak terhingga karena penelitian ini

sampai juga pada akhirnya. Meski diakui bahwa hasil karya ini masih jauh

dari kata sempurna. Semoga ketidaksempurnaan ini menjadi sebuah tangga

perbaikan. Kemudian, terima kasih penulis sampaikan kepada para pihak

yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Terima kasih dan

takzim penulis haturkan kepada:

1. Ibu Prof. DR. Hj. Khuzaimah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut

Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

2. Bapak DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur

Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

3. Bapak Prof. DR. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA selaku

Pembimbing Tesis I.

4. Ibu Hj. Ade Nailul Huda Abd. Fatah, Ph.D selaku Pembimbing Tesis II.

5. Bapak DR. H. Azizan Fitriana, MA selaku Ketua Jurusan Program Studi

Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Program Pascasarjana Magister (S2) Institut

Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

6. Segenap guru dan dosen yang telah mendidik, membimbing dan mengajar

penulis, terutama pada Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Program

Pascasarjana Magister (S2) Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.

7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ansar dan Ibu Syamsidar atas segala

kasih sayang, kesabaran, dan doa yang tiada henti. Allâhummaghfir lî wa li

wâlidayya warhamhumâ kamâ rabbayânî shaghîrâ. Amin. Tidak lupa

kepada kedua kakak saya, Kak Asdar dan kak Arham, juga untuk adik

saya, Asniar Khaerunnisa.

8. Pustakawan IIQ Jakarta, Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Islam Iman Jama, Pusat

Studi Al-Quran (PSQ), Perpustakaan Sekolah Pascasarjana (Sps) UIN

Syarif Hidayatullah, dan Perpustakaan Nasional (PN) di Salemba.

9. Teman-teman mahasiswa (i) Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir

Pascasarjana Magister (S2) Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta angkatan

2015.

Page 6: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

v

10. Teman-teman anggota Organisasi Daerah Persaudaraan Mahasiswa

Bugis-Makassar (PMBM) IPTIQ-IIQ Jakarta.

11. Keluarga besar yang bertempat tinggal di Kecamatan Ponre, Kabupaten

Bone, Sulawesi Selatan.

12. Para pejuang tesis, Atikah, Pipit, Misyka, Wahdah, Miskah, Teh Icha,

Bunda Cutra, dan Siti, kalian luar biasa. Sahabati Nduk Ridha, Iyah, dan

Kak Dzakirah, kalian terbaik. Zuhra dan Kak Irwani, sukses untuk

kalian. Zy, kawan satu iya satu kata, satu juang (tidak terlukiskan betapa

kuatnya kaki melangkah dari satu pustaka ke pustaka lain untuk

pemantapan materi berharap proposal diterima dengan baik, sungguh

perjuangan itu ada), satu nasib (hasil tidak pernah mendustai usaha.

Secara kasat mata, ungkapan ini nampaknya tidak berlaku untuk kami,

proposal ditolak. Secara tak kasat mata, kejadian ini mengajarkan arti

sabar, lapang dada, serta ikhlas). Semoga ini tahap menuju kematangan,

baik secara emosional maupun intelektual. Amin.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya, semoga penelitian ini dapat menjadi sebuah karya yang

bermanfaat. Amin.

2017 M 14 Agustus Jakarta:

21 Dzul Qa`dah 1438 H

Penulis

Page 7: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

vi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN TESIS ...................................................... ii

PERNYATAAN PENULIS ................................................................... iii

KATA PENGANTAR ........................................................................... iv

DAFTAR ISI .......................................................................................... vi

PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... x

ABSTRAK .............................................................................................. xiv

BAB I : PENDAHULUAN ............................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1

B. Permasalahan ................................................................. 12

C. Tujuan Penelitian ........................................................... 13

D. Kegunaan Penelitian ...................................................... 13

E. Tinjauan Pustaka ........................................................... 14

F. Metodologi Penelitian ................................................... 17

G. Sistematika Penulisan .................................................... 24

BAB II : TINJAUAN UMUM AD-DAKHÎL DAN TAFSIR

ESOTERIK ....................................................................... 25

A. Ad-Dakhîl dalam Tafsir ................................................. 25

1. Definisi ad-Dakhîl .................................................... 25

2. Sejarah Perkembangan ad-Dakhîl ............................ 28

a. Sejarah Kemunculan ............................................ 28

b. Perkembangan ad-Dakhîl dalam Tafsir ............... 30

c. Penyebab Munculnya ad-Dakhîl ......................... 32

d. Klasifikasi Bentuk ad-Dakhîl dalam Tafsir ......... 36

B. Tafsir Esoterik ............................................................... 38

1. Definisi Tafsir Esoterik ............................................ 38

2. Sejarah dan Perkembangan Tafsir Esoterik .............. 43

3. Landasan Hukum Penafsiran Esoterik ...................... 48

4. Syarat Penafsiran Esoterik ........................................ 50

Page 8: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

vii

BAB III : MENGENAL HUSAIN ATH-THABÂTHABÂ’Î DAN

TAFSIRNYA .................................................................... 53

A. Biografi Husain ath-Thabâthabâ’î ................................. 53

1. Masa Kecil dan Keluarganya .................................... 53

2. Latar Belakang Pendidikan ....................................... 55

3. Konteks Sosial-Politik di Masanya .......................... 61

4. Karya-karya Husain ath-Thabâthabâ’î ..................... 64

5. Komentar Tokoh terhadap Husain ath-Thabâthabâ’î 66

B. Biografi Kitab Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân ...... 67

1. Nama dan Motivasi Penulisan .................................. 67

2. Sumber dan Referensi Penafsiran ............................. 68

3. Metode Penafsiran .................................................... 73

4. Sistematika Penafsiran .............................................. 74

5. Karakteristik Penafsiran ........................................... 74

6. Corak Penafsiran ...................................................... 79

7. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir ............................ 80

8. Komentar Ulama....................................................... 81

BAB IV : AD-DAKHÎL DALAM PENAFSIRAN ESOTERIK

AYAT-AYAT IMÂMAH HUSAIN ATH-

THABÂTHABÂ’Î ............................................................ 83

A. Kritik Sanad terhadap Riwayat Hadis dalam

Penafsiran Esoterik Ayat-Ayat Imâmah ........................ 85

1. Tafsir Esoterik Seputar ‘Alî ibn Abî Thâlib dan

Ke-wilâyah-annya ..................................................... 87

a. QS. Al-Fâtihah [1]: 6 ........................................... 87

b. QS. Al-Mâ’idah [5]: 55 ........................................ 90

c. QS. Al-Mu’minûn [23]: 71 .................................. 94

d. QS. An-Nahl [16]: 83 ........................................... 96

e. QS. At-Taubah [9]: 23 ......................................... 98

f. QS. Al-Wâqi’ah [56]: 10 ..................................... 100

g. QS. Maryam [19]: 96 ........................................... 103

h. QS. Ar-Ra’d [13]: 29 ........................................... 110

2. Tafsir Esoterik tentang Ahl al-Bait ........................... 112

a. QS. Al-Baqarah [2]: 35 ........................................ 112

b. QS. Al-Baqarah [2]: 37 ........................................ 116

c. QS. Ar-Rahmân [55]: 19 ...................................... 118

d. QS. Ibrâhîm [14]: 24 ............................................ 121

e. QS. Al-An’âm [6]: 55 .......................................... 124

f. QS. An-Nûr [24]: 35 ............................................. 124

Page 9: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

viii

g. QS. Al-Furqân [25]: 54 ........................................ 127

h. QS. Al-Baqarah [2]: 136 ...................................... 128

3. Tafsir Esoterik Seputar Imam Syi`ah dan

Keimanan terhadapnya ............................................. 130

a. QS. At-Taubah [9]: 36 ......................................... 130

b. QS. Al-Baqarah [2]: 121 ...................................... 131

c. QS. Al-A’râf [7]: 31 ............................................. 133

d. QS. Âli ‘Imrân [3]: 7 ............................................ 134

e. QS. Âli ‘Imrân [3]: 68 .......................................... 137

f. QS. An-Nahl [16]: 16 ........................................... 139

B. Analisis atas keberadaan Hadis-hadis Bermasalah (ad-

Dakhîl bi al-Ma’tsûr) dalam Penafsiran Esoterik

Imâmah ath-Thabâthabâ’î dan Pengaruhnya terhadap

Penafsiran ...................................................................... 148

BAB V : PENUTUP .......................................................................... 155

A. Kesimpulan .................................................................... 155

B. Saran .............................................................................. 155

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 157

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................. xviii

Page 10: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

ix

Page 11: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

x

PEDOMAN TRANSLITERASI

1. Konsonan

: a : th

: b : zh

: t : „

: ts : gh

: j : f

: h : q

: kh : k

: d : l

: dz : m

: r : n

: z : w

: s : h

: sy : ′

: sh : y

: dh

2. Vokal

Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap

Fathah : a : â .َ.. : ai

Kasrah : i : î .َ.. : au

Page 12: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

xi

Dhammah : u : û

3. Kata Sandang

a. Kata sandang yang diikuti alif lâm (ال) qamariyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lâm (ال) qamariyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan

sesuai dengan bunyinya.

Contoh:

: al-Baqarah : al-Madînah

b. Kata sandang yang diikuti alif lâm (ال) syamsiyah

Kata sandang yang diikuti oleh alif lâm (ال) syamsiyah

ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan

sesuai dengan bunyinya.

Contoh:

: ar-Rajul : as-Sayyidah

: asy-Syams : ad-Dârimî

c. Syaddah (Tasydîd)

Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang (ّى),

sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd.Aturan ini

berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di

akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti

oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:

: Âmanâ billâhi : Âmana as-Sufahâ’u

: Inna al-ladzîna : Wa ar-Rukka`i

d. Ta Marbûthah (ة)

Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqf atau diikuti oleh kata

sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.

Contoh:

al-Af’idah : al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : ا

Sedangkan Ta Marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-

washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi

huruf “t”. Contoh:

: ‘Âmilalatun Nâshibah : al-Âyat al-Kubrâ

e. Huruf Kapital

Sistem penulisan huruf arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi

apabila telah dialihaksarakan, maka berlaku ketentuan ejaan yang

telah disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal

kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.

Page 13: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

xii

Ketentuan yang berlaku pada (EYD) berlaku pula dalam alih aksara

ini, seperti cetak miring (italic) dan cetak tebal (bold) dan ketentuan

lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,

maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata

sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-„Âridh, al-„Asqallân al-Farmawî

dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur`an dan nama-

nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur`an, Al-

Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.

Page 14: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

xiii

Page 15: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

xiv

ABSTRAK

Tesis ini berjudul ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-

Qur`ân Karya Husain ath-Thabâthabâ’î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-

ayat Imâmah). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melacak

status hadis daripada penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah ath-Thabâthabâ’î,

kemudian menganalisa pengaruh atas keberadaan hadis-hadis tersebut

terhadap tafsir esoterik ayat-ayat imâmah.

Adapun sumber primer daripada penelitian ini adalah kitab tafsir

al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Husain ath-Thabâthabâ’î. Sementara

sumber sekunder yang digunakan adalah karya-karya lain ath-Thabâthabâ’î,

buku-buku dan atau hasil penelitian tentang beliau dan karya tafsirnya. Selain

itu, buku-buku terkait dengan ad-dakhîl dalam tafsir, buku-buku yang terkait

dengan penilaian baik buruk perawi (al-jarh wa at-ta’dîl), dan biografi

perawi hadis (târîkh ar-ruwah) juga menjadi sumber penting.

Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Metode

deskriptif digunakan untuk mencari dan mengurai riwayat-riwayat hadis yang

ada dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah, sedang penggunaan metode

analitis adalah sebagai upaya untuk menganalisa kedudukan daripada hadis-

hadis imâmah. Dengan demikian, pendekatan yang dinilai tepat untuk

menganalisa kedudukan hadis-hadis imâmah tersebut adalah dengan

menggunakan pendekatan kritik sanad hadis.

Penelitian yang penulis lakukan ini sesungguhnya melanjutkan

penelitian yang telah dilakukan oleh Rosihon Anwar, yakni perspektif ath-

Thabâthabâ’î terhadap tafsir esoterik Al-Qur`an yang objek utamanya

merujuk kepada tafsir al-Mîzân. Penulis menilai bahwa keabsahan tafsir

esoterik perlu dikaji mendalam dengan menggunakan analisa ad-dakhîl bi al-

ma’tsûr, terlebih lagi penafsiran esoterik ath-Thabâthabâ’î sarat dengan

persoalan imâmah. Hasilnya, penelitian ini menemukan bahwa terdapat 22

hadis bermasalah, yakni berstatus sebagai hadis dha’îf dan hadis maudhû’.

Dengan demikian, ath-Thabâthabâ’î dalam penafsirannya secara esoterik

telah melakukan penyimpangan penafsiran dari segi riwayat hadis (ad-dakhîl

bi al-ma’tsûr).

Fakta tersebut, menunjukkan bahwa ath-Thabâthabâ’î tidak bisa

lepas dari jerat ideologi, artinya penafsirannya secara esoterik diwarnai

dengan tendensi mazhab Syi`ahnya. Hal ini turut serta membenarkan

sekaligus menguatkan pernyataan Fahd ibn Sulaiman ar-Rûmî yang menilai

bahwa tafsir al-Mîzân merupakan karya tafsir paling penting pada abad ke-14

seandainya saja tidak terpengaruh oleh ajaran Syi`ah.

Page 16: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

xv

ABSTRACT

This thesis entitled ad-Dakhîl in Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-

Qur`ân by Husain ath-Thabâthabâ’î (Critical Study on Esoteric Exegesis of

Imamah's Verses). The purpose of this study is to track the status of the

hadith rather than to track the esoteric interpretation of the verses of Imamah

in the opinion of ath-Thabâthabâ’î, and then to analyze the influence of the

existence of these traditions against the esoteric interpretation of the verses of

Imamate.

The primary source of this research is the book of exegesis of al-

Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân written by Husain ath-Thabâthabâ’î. While the

secondary sources used are other works of ath-Thabâthabâ’î, books and or

research results about him and his exegetical work. In addition, the books

related to ad-dakhîl in the tafseer, books related to the good judgment of the

narrators (al-jarh wa at-ta’dîl), and the biography of the hadith narrators

(târîkh ar-ruwah) are also to be important sources in this research.

This research uses analytical descriptive method. Descriptive

method is used to search and to decipher the narrations of hadith contained in

the esoteric interpretation of the verses of the Imamate, while the use of

analytical methods is an attempt to analyze the position of the hadiths of the

Imamate. Thus, the appropriate approach to analyze the position of Hadiths

of the Imamate is by using the criticism approach of sanad of hadith.

The research that the authors do is actually continuing the research

that has been done by Rosihon Anwar, by taking title “the ath-Thabâthabâ'î

perspective on the esoteric interpretation of the Qur'an” which its main object

refers to the al-Mîzân tafsir. The author considers that the validity of esoteric

interpretation needs to be studied in depth by using ad-dakhîl bi al-ma’tsûr

analysis, moreover the esoteric interpretation of ath-Thabâthabâ’î is full of

imam’s problems. As a result, this study found that there are 22 troubled

traditions, namely the status of hadith dha’îf and hadith maudhû’. Thus, ath-

Thabâthabâ’î in its esoteric interpretation has deviated the interpretation from

the side of the hadith narration (ad-dakhîl bi al-ma’tsûr).

The facts mentioned above show that ath-Thabâthabâ’î can not be

separated from ideological inclination, it means that the interpretation is

esoterically colored by the tendency of the Shi’i school. This also confirms

and reinforces Fahd ibn Sulaiman ar-Rûmî’s statement which considers that

the commentary of al-Mîzān was the most important interpretation work of

the 14th century had it not been influenced by Shi`i teachings.

Page 17: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

xvi

Page 18: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

xvii

Page 19: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berdasarkan sumbernya,1 dikenal tiga jenis tafsir, yakni tafsîr bi

al-ma‟tsûr,2 tafsîr bi ar-ra‟yi,

3 dan tafsîr bi al-isyârî.

4 Ketiga jenis tersebut

melahirkan produk tafsir sesuai dengan kategorinya.5

Kekayaan karya tafsir ini mempertegas bahwa diskursus seputar

penafsiran Al-Qur`an menjadi sebuah diskursus yang tak pernah usai.

Penyebabnya bisa dilihat dari tiga hal, bahwa Al-Qur`an relevan bagi setiap

ruang dan waktu (shâlih li kulli zamân wa makân). Kedua, bahwa penafsiran

Al-Qur`an selalu menampilkan hal-hal inovatif pada setiap gaya penafsiran

1 Sumber otentik penafsiran terdiri dari; 1) Al-Qur`an, 2) Hadis Sahih, 3)

Pendapat sahabat dan tabi‟in yang benar, 4) Kaidah bahasa Arab yang disepakati mayoritas

ahli bahasa, 5) Ijtihad yang berdasar pada data, kaidah, teori, dan argumentasi yang dapat

dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Lihat Jamal Mushthafâ „Abd al-Hamîd „Abd al-

Wahhab an-Najjâr, Ushûl ad-Dakhîl fî Tafsîr Âyi at-Tanzîl, (Kairo: Jâmiah al-Azhar, 2009),

Cet. Ke-4, h. 28 2 Tafsir bi al-ma‟tsûr adalah tafsir yang berdasarkan pada penukilan riwayat-

riwayat, baik dari hadis, perkataan sahabat, maupun tabi‟in. Tafsir bi al-ma‟tsûr terdiri empat

komponen, yakni: 1) Menafsirkan lafaz atau ayat Al-Qur`an lainnya (tafsir Al-Qur`an

dengan Al-Qur`an) yang memiliki penjelasan dari hal-hal yang rinci, yang musykil, mubhâm,

dan lainnya. 2) Menafsirkan lafazh atau ayat Al-Qur`an dengan hadis. 3) Menfasirkan lafazh

atau ayat Al-Qur`an dengan perkataan sahabat. 4) Menfasirkan lafazh atau ayat Al-Qur`an

dengan perkataan tabi‟in, meskipun masih menjadi perdebatan di kalangan ulama tafsir,

apakah masuk dalam kategori ma‟tsûr ataukah tidak. Lihat Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir bi

al-Ma‟tsur, (Ciputat: Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, 2010), Cet. Ke-1, h. 28 3 Tafsir bi ar-ra‟yi adalah upaya untuk memahami nas Al-Qur`an melalui ijtihad

seorang mufasir yang memahami betul bahasa Arab dari segala sisinya, memahami lafaz-

lafaz dan dalâlah-nya, mengerti syair-syair Arab, memahami dengan baik asbâb an-nuzûl,

an-nâsikh dan al-mansûkh, serta menguasai ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh seorang

mufasir. Lihat Husain adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn, jilid 1, (Mesir: Dâr al-

Maktûb al-Hadîtsah, 1976), h. 183 4 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir bi al-Ma‟tsûr, h. 28

5 Dari segi ma‟tsûr, terdapat tafsir yang paling klasik semisal Jâmi‟ al-Bayân fî

Tafsîr Al-Qur`ân karya at-Thabarî, Tafsîr Al-Qurân al-„Azhîm karya Ibn Katsîr dan Ad-

Durru al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya as-Suyûthî (w. 911 H). Dari segi ra‟yi,

terdapat Mafâtîh al-Ghaib karya ar-Râzî (w. 606 H), Al-Bahr al-Muhîth karya Abû Hayyân

(w. 745 H), dan yang lebih kontemporer seperti Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Syaikh

Thanthâwî Jauharî (w. 1870-1940 M), dan Tafsîr al-Manâr karya Syaikh Muhammad Râsyid

Ridhâ (w. 1282-1354 H/1865-1935 M) dan Syaikh Muhammad „Abduh (w. 1849-1905 M).

Sementara dari segi isyârî terdapat Tafsîr as-Sullami karya As-Sullami (w. 412 H/1021 M),

Lathâ‟if al-Isyârât karya Al-Qusyairi (w. 465 H/1073 M) , dan Tafsîr Rûh al-Bayân karya

Isma‟il Haqqi (w. 1289-1365 H/1873-1946 M).

Page 20: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

2

yang berbeda dari penafsiran sebelumnya.6 Ketiga, bahwa proses dialetika

antara teks yang terbatas dan konteks yang tidak terbatas, memicu

perkembangan tafsir.7 Hal ini turut membenarkan ungkapan seorang

cendekiawan muslim kontemporer, Nasr Hamid Abu Zaid (1928-2010 M),

bahwa Al-Qur`an adalah laut, semakin dalam gelombang lautan diselami,

semakin banyak permata dan mutiara yang dapat diperoleh. Artinya, semakin

menyibukkan diri menjelajahi keagungan Al-Qur`an, semakin dekat dan

terlihat jelas makna yang dikandung olehnya.8

Upaya untuk menafsirkan Al-Qur`an telah berjalan sejak

Rasulullah Saw. masih hidup. Sejarah tafsir dimulai dari penafsiran yang

ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, kemudian secara berturut-turut beralih

kepada sahabat Nabi. Kemudian berlanjut kepada generasi tâbi‟în, tâbi‟ at-

tâbi‟în, hingga sampai pada zaman modern ini.9

Produk tafsir yang dihasilkan tersebut sudah barang tentu memiliki

karakter dan coraknya masing-masing. Dalam perkembangan tafsir Al-

Qur`an dari waktu ke waktu hingga saat ini sebagaimana dijelaskan oleh

Quraish Shihab,10

terdapat enam corak tafsir yang dikenal luas. Corak-corak

tersebut yakni corak sastra bahasa, corak filsafat dan teologi, corak ilmiah,

corak fikih atau hukum, corak tasawuf, dan corak sosial kemasyarakatan.11

6 Sahiron Syamsuddin, dkk., Hermeneutika Al-Qur`an, (Yogyakarta: Penerbit

Islamika, 2003), Cet. Ke-1, h. xx 7 Musolli, Sunni-Syi`ah Studies; Membongkar Ideologisasi dalam Penafsiran Al-

Qur`an, (Jawa Timur: Yayasan Pondok Pesantren Nurud Dhalam Wringin Bondowoso,

2014), Cet. Ke-1, h. 1 8 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm an-Nash; Dirâsah fî Ulûm Al-Qur`ân

(Maroko: Al-Markaz ats-Tsaqâfîy al-„Arabiy, 2014), Cet. Ke-1, h. 277 9 Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur`an, (Jogjakarta: Qirtas, 2003), Cet. Ke-1,

h. 75 10

Muhammad Quraish Shihab lahir pada 16 Februari 1944 di Rappang,

Sulawesi Selatan. Beliau adalah guru besar dalam bidang tafsir dan pernah menjabat sebagai

rektor di IAIN Alauddin Makassar juga di UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Karya

monumentalnya di bidang tafsir adalah Tafsir al-Mishbah. Beliau merupakan mufasir

tersohor di Indonesia. Di luar dunia kampus, beliau juga pernah dipercaya untuk menduduki

kursi Ketua MUI Pusat, anggota Lajnah Pentashih Al-Qur`an Departemen Agama, anggota

Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, dan Menteri Agama Kabinet Pembangunan VIII.

Lihat Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur`an, (Jogjakarta: Pustaka Insan

Madani, 2008), h. 236-237 11

Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar; Sebuah Telaah atas

Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Penamadani, 2004), Cet. Ke-3, h. xxxiii.

Lihat juga M Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 72.

Selanjutnya terkait dengan pembagian corak, Nashruddin Baidhan memiliki kategori sendiri,

beliau membagi tiga bentuk corak dalam tafsir, yakni corak umum, corak khusus, dan corak

kombinasi. Lihat Nashruddin Baidhan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Jogjakarta: Pustaka

Page 21: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

3

Harus diakui bahwa Al-Qur`an memang sangat terbuka untuk

ditafsirkan (multi interpretable). Munculnya berbagai macam corak dan

karakteristik penafsiran disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah

disiplin ilmu yang ditekuni oleh seorang mufasir.12

Abdullah Saeed13

kemudian mempertegas bahwa arus intelektuallah yang memberi dampak

besar pada bagaimana seorang menafsirkan Al-Qur`an. Bahwa dalam sebuah

karya tafsir, seseorang akan dapat melihat dengan jelas bagaimana orientasi

religio-politik,14

teologis, mistis, dan orientasi fikih. Orientasi-orientasi ini

kemudian dapat mempengaruhi penafsiran mereka terhadap Al-Qur`an.15

Faktor-faktor ini oleh Abdul Mustaqim dikategorikan sebagai faktor eksternal

(al-„awâmil al-khârijiyyah).16

Faktor-faktor ini ditopang oleh keadaan Al-Qur`an sendiri

sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah Darraz (1894 M-1958 M)17

bahwa Al-Qur`an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya

Pelajar, 2005), Cet. Ke-1, h. 388. Muhammad Ulinnuha dalam disertasinya memaparkan

bahwa terdapat 12 nuansa/corak penafsiran yang sering ditemui, yakni corak lughâwi

(linguistik), adabî (sastra), sufi (sufistik), fikih (hukum), „ilmî (saintifik), ijtimâ‟i (sosial

kemasyarakatan), harâki (gerakan), tarbâwi (pendidikan), balâghi dan bayâni, falsâfi

(filsafat), nafsî (psikologi), dan thibbî (kedokteran). Lihat Muhammad Ulinnuha,

Rekonstruksi Metodologi Kritik Tafsir, (Jakarta: Azzamedia, 2015), Cet. Ke-1, h. 260 12

Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakkur, 2007), Cet. Ke-1,

h. 47 13

Abdullah Saeed lahir di Maladewa. Ia meraih BA bidang Bahasa Arab di

Islamic University (Saudi Arabia), peraihan gelar MA dan PhD bdang Islamic Studies di

Melbourne University, Australia. Ia pun menguasai berbagai bahasa, seperti Maladewa,

Inggris, Arab, Urdu, Jerman hingga Indonesia. Salah satu buku terbarunya dalam bahasa

inggris antara lain adalah Reading the Qur`an in the Twenty-First Century: A Contextualist

Approach, terbit pada tahun 2013. Lihat Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj.

Shulkhah dan Sahiron Syamsuddin, (Jogjakarta: Baitul Hikmah Press, 2016), Cet. Ke-1 14

Hal ini sesuai dengan pernyataan Michel Foucault bahwa perkembangan ilmu

pengetahuan termasuk ilmu tafsir tidak bisa dipisahkan dari adanya relasi kekuasaan. Lihat

Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur`an Periode Klasik

hingga Kontemporer, (Jogjakarta: Nun Pustaka, 2003), h. 15 15

Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron

Syamsuddin, (Yogyakarta: Baitul Hikmah Press, 2016), Cet. Ke-1, 28 16

Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur`an

Periode Klasik hingga Kontemporer, h. 1-2 17

Abdullah Darrâz adalah seorang dosen pada fakultas Ushuluddin di

Universitas al-Azhar pada tahun 1930. Semasa menjadi dosen, ia diutus oleh pihak al-Azhar

untuk melanjutkan pendidikannya pada jenjang doktoral ke prancis. Pada tahun 1947, dua

makalahnya yang terkenal yakni at-Ta‟rîf bi Al-Qur`ân dan al-Akhlâq fî Al-Qur`ân

mengantarkannya kepada gelar doktor dengan predikat mumtâz. Setelah perjalanan

intelektualnya yang panjang, ia menghembuskan nafas terakhir di kota Lahore saat sedang

menghadiri acara muktamar. Lihat Abdullah Darraz, An-Nabâ‟ al-Azhîm Nazharât Jadîdah fî

Al-Qur`ân, (Doha: Dâr as-Tsaqâfah, 1985), h. 6

Page 22: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

4

yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak

mustahil jika setiap orang memiliki interpretasinya masing-masing.18

Senada dengan Abdullah Darrâz (1894 M-1958 M), Muhammad

Arkhoun (1928 M-2010 M)19

juga menyampaikan pesan yang sama

sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-

Qur`an, bahwa Al-Qur`an memberikan kemungkinan-kemungkinan

interpretasi yang tak terbatas. Oleh karena itu, setiap ayat tidak tertutup

hanya untuk interpretasi tunggal tetapi ia membuka kemungkinan

interpretasi-interpretasi lain yang baru.20

Secara historis, pada abad ke-3 H hingga abad ke-9 H sebagaimana

dijelaskan oleh Abdullah Saeed, menjadi era matangnya perbedaan mazhab

dalam pemikiran Islam. Meskipun pada dasarnya perbedaan ini telah muncul

pada abad ke-1 H, namun pada abad ke-3 H baru terlihat pergerakan

kelompok religio-politik seperti Sunni, Syi`ah, dan Khawarij dalam

menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur`an terkait soal hukum dan teologi.21

Inilah

satu sudut pandang dari sekian banyak interpretasi-interpretasi terhadap Al-

Qur`an.

Ditinjau dari segi produktifitas, tafsir Sunni menjadi yang

dominan. Nuansa teologis yang ditampilkan dalam penafsiran Sunni lebih

cenderung pada upaya pemurnian posisi yang menjadi perdebatan teologi

yang sengit kala itu. Karakteristik utamanya menekankan kepada makna

eksoteris (zhâhir) Al-Qur`an dengan dukungan bukti linguistik, daripada

makna esoterik (bâthin). Hal ini kontras dengan tafsir Syi`ah yang cenderung

menekankan makna esoterik Al-Qur`an.22

Meskipun kedua pemilik ideologi

terbesar ini terkesan saling menjauh, namun dalam beberapa kesempatan

terlihat bersama. Hal ini ditunjukkan dengan perujukan silang pada karya

tafsir, khususnya dalam tafsir al-Mîzân karya Muhammad Husain at-

Thabâthabâ‟i (1903-1981 M).23

Salah satunya ia merujuk kitab tafsir Sunni,

18

Abdullah Darraz, An-Nabâ‟ al-Azhîm Nazharât Jadîdah fî Al-Qur`ân, h. 111 19

Ia lahir di Aljazair pada tahun 1928, secara kultur, ia adalah percampuran

antara Berber, Perancis, dan Arab. Gelar PhD nya didapatkan dari Sorbonne, Paris. Arkhoun

dikenal sebagai seorang sarjana perintis pemikiran Islam Kontemporer. Salah satu karya

utamanya ialah The Unthought in Contemporary Islamic Thought. Lihat Abdullah Saeed,

Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Shulkhah dan Sahiron Syamsuddin, h. 331 20

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, h. 72 21

Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron

Syamsuddin, h. 284 22

Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron

Syamsuddin, h. 284-285 23

Nama lengkap dan gelarnya adalah Al-„Allamah Sayyid Muhammad Husain

ibn Muhammad ibn Muhammad Husein „Ali Ashghar Syaikh al-Islam ibn Mirza Muhammad

Page 23: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

5

yakni ad-Durru al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya Jalaluddin as-

Suyuthi (849-911 H).24

Perujukan silang terhadap karya-karya Sunni inilah

yang memperlihatkan keterbukaan at-Thabâthabâ‟i terhadap gagasan-gagasan

di luar Syi`ah.25

Kebersamaan yang terlihat ini, tidak demikian bagi kelompok

Khawarij. Mereka menjadi bagian kecil dari umat islam, beberapa keturunan

Khawarij ini masih memepertahankan ideologi mereka hingga sekarang.

Ideologi yang terkesan sangat keras, seperti seorang muslim yang melakukan

dosa besar tidak lagi menjadi seorang muslim dan akan masuk neraka.

Kemungkinan ideologi inilah yang mendasari penafsiran mereka tidak

banyak diterima oleh orang yang menganut di luar ideologinya. Di samping

itu, karya tafsir kaum Khawarij tidak begitu terlihat di permukaan.26

Menanggapi beberapa penjelasan di atas, yakni ditinjau dari segi

sumber tafsir, corak maupun karakteristik tafsir, dapat ditarik sebuah

kesimpulan bahwa produk tafsir dari klasik hingga modern menggunakan dua

pendekatan. Pertama, pendekatan eksoterik, yakni tafsir yang

menitikberatkan kepada pemahaman lahiriah teks Al-Qur`an. Kedua,

pendekatan esoterik, yakni sebuah pendekatan nontekstual dengan

mengedepankan aspek isyarat atau pesan batin yang terkandung di balik

makna lahir teks Al-Qur`an.27

Taqi Qadhi ath-Thabâthabâ‟î. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga ulama di Tibrîz (Iran), ia

juga termasuk keturunan Nabi. Ia kemudian tumbuh dalam keluarga yang terkenal dengan

keutamaan dan wawasannya. Salah satu karya tafsir monumentalnya adalah Al-Mîzân fî

Tafsir Al-Qur`ân. Lihat Ath-Thabâthabâ‟î, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, juz 1, (Beirut:

Mu‟assasah al-A‟lâ li al-Mathbû‟ât, 1997), Cet. Ke-1, h. 1-2. Selanjutnya dalam tesis ini

namanya akan ditulis dengan ath-Thabâthabâ‟î saja. 24

Nama lengkapnya adalah Jalâluddîn Abu al-Fadhl Abdurrahmân bin Abû

Bakar bin Muhammad Suyûthî. Ia lahir pada bulan Rajab. Di usia 8 tahun ia telah

menamatkan hafalan Al-Qur`annya. Ia juga menghafal banyak matan hadis dan berguru

kepada banyak guru. Muridnya, Ad-Dawudi, menghitung jumlah gurunya yang mencapai 51

guru. Karyanya lebih dari 500 judul, salah satu karya tafsirnya, yakni Ad-Durru al-Mantsûr

fî Tafsîr al-Ma‟tsûr. Lihat Muhammad Husein adz-Dzahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz

1, h. 180 25

Fahd ibn „Abd ar-Rahmân ibn Sulaiman ar-Rûmî, Ushûl at-Tafsîr wa

Manâhijuh, (Riyadh: 1413), h. 151-152 26

Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron

Syamsuddin, h. 292-293 27

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, Disertasi,

(Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2003), h. 4. Lihat juga M Ulinnuha,

Khusnan, “Tafsir Esoterik; Sebuah Model Penafsiran “Elit” yang “Terlupakan”, dalam jurnal

Suhuf, Vol. 3, No. 1. 2010, h. 16

Page 24: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

6

Kedua penafsiran ini, eksoterik maupun esoterik, memiliki sisi

urgensitas yang sama. Abû Thâlib al-Makkî misalnya mengatakan bahwa

sesungguhnya ilmu lahir dan ilmu batin merupakan dua ilmu yang akan

mengantar seseorang kepada derajat keimanan dan keislaman. Hubungan

keduanya adalah bagaikan tubuh dan hati yang tak terpisahkan. Demikian

juga al-Ghazâli (450-505/1058-1111 M) menyebut barangsiapa yang

menganggap bahwa ilmu lahir bertentangan dengan ilmu batin, ia kafir.28

Bahkan bagi kalangan Syi`ah, kedua pendekatan ini saling terkait dan

mebutuhkan satu sama lain, eksoterik tanpa esoterik tidaklah berarti apa-apa,

begitupun sebaliknya.29

Karena urgensinya, para ulama tidak lupa memberikan persyaratan

khusus terhadap model penafsiran ini, di antaranya adalah adz-Dzahabi

(1915-1999 M) memberi syarat-syarat ketat. Berikut syarat-syaratnya; 1)

Tidak menafikan makna zahir ayat Al-Qur`an, 2) Penafsirannya diperkuat

dengan dalil syara‟ yang lain, 3) penafsirannya tidak bertentangan dengan

dalil syara‟ atau akal sehat, 4) Seorang mufasir tidak mengklaim bahwa

hanya penafsiran isyaratnyalah yang dikehendaki Allah, sedangkan

penafsiran zahirnya tidak.30

Bahkan oleh Alî ash-Shâbûnî menambah tiga

persyaratan lagi, yakni; 1) Makna esoterik tidak bertentangan dengan makna

eksoteriknya, 2) Penakwilannya tidak melampaui konteks kata, 3) Tidak

mengacaukan pemahaman orang awam.31

Karena berbagai persyaratan ini,

tidak berlebihan jika Muh. Ulinnuha mengatakan bahwa model penafsiran

yang demikian ini sangat ekslusif dan tidak sembarang orang yang mampu

melakukannya, dalam arti bahwa hanya orang-orang elit saja yang memiliki

kemampuan khusus dalam mengungkap makna batin Al-Qur`an.32

Perihal penafsiran esoterik Al-Qur`an, ulama terbagi menjadi tiga

kelompok utama. Pertama, kelompok yang menerima makna esoterik, yakni

ulama Syi`ah, Mu‟tazilah, dan kaum Sufi. Kedua, kelompok yang menolak

makna esoterik. Ketiga, kelompok yang hanya menerima sebagian bentuk

28

„Abdul Tawwâb „Abdul hâdi, Lambang-Lambang Sufi di dalam Al-Qur`an,

terj. Afif Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1986), h. 7-8 29

Sayyed Huossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, (London: George &

Unwin, 1979), h. 160 30

Muhammad Husein Adz-Zahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, (Kairo:

Maktabah Wahbah, 2000), Cet. Ke-7, h. 358 31

Ali ash-Shabuni, At-Tibyân fî „Ulûm Al-Qur`ân, (Pakistan: Maktabah al-

Busyrâ, 2011), Cet. Ke-4, h. 120-121 32

M. Ulinnuha, Khusnan, Tafsir Esoterik; Sebuah Model Penafsiran “Elit”

yang “Terlupakan”, dalam jurnal Suhuf, Vol. 3, No. 1. 2010, h. 23

Page 25: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

7

esoterik, yakni dalam hal ini ulama Sunni.33

Perbedaan pendapat ini tidak

lepas dari pemaknaan ar-râsikhûna fî al-„ilmi dalam QS. Âli Imrân [3]: 7.

Kontroversi terhadap pemaknaan esoterik Al-Qur`an di kalangan

ulama tafsir, tidak menghalangi kaum Syi`ah khususnya untuk melakukan

pemaknaan esoterik lebih mendalam. Disebutkan bahwa salah satu

karakteristik penafsiran Al-Qur`an di dunia Syi`ah adalah dengan

menggunakan penafsiran esoterik di samping pemaknaan eksoterik. Syi`ah

lebih lanjut memandang dimensi batin Al-Qur`an lebih kaya dari dimensi

lahirnya.34

Syi`ah Imâmiyah bahkan mengatakan bahwa Al-Qur`an memiliki

77 macam dimensi batin.35

Ja‟far as-Shadiq (700-765 H/1300-1363 M), juga

seorang ulama Syi`ah, menilai bahwa Al-Qur`an terbuka untuk ditafsirkan

dalam berbagai cara, oleh karena itu ia menerapkan penafsiran esoterik.36

Di antara tokoh Syi`ah yang menerapkan penafsiran esoterik dalam

karya tafsirnya adalah ath-Thabâthabâ‟i (1321-1401 H/1903-1981 M). Kitab

tafsir yang diberi nama Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân ini merupakan karya

masterpiece-nya. Menarik untuk mengetahui lebih lanjut karena sebagaimana

yang dikatakan oleh Sayyed Hossein Nasr, muridnya, ia memiliki kelebihan

sebagai seorang syaikh dalam ilmu-ilmu esoterik di samping syaikh di bidang

filsafat Islam.37

Pemaknaan esoterik di dalam al-Mîzân umumnya dirujuk dari

kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh mufasir Syi`ah.38

Sementara itu, terdapat

beberapa kitab rujukan dari non Syi`ah, sepert ad-Durru al-Ma‟tsûr fî at-

Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya Jalâluddîn as-Suyûthi (849-911 H), Jâmi‟ al-

Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Ibn Jarîr at-Thabarî (224-310 H/839-925

M)39

, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta‟wîl karya Nâshir ad-Dîn „Abdullah ibn

33

Nasaruddin Umar, Konstruksi Takwil dalam Tafsir Sufi dan Syi`ah; Sebuah

Studi Perbandingan, dalam jurnal Studi Al-Qur`an, Vol. 2, no. 1, 2007, h. 39 34

Husain ath-Thabâthabâ‟i, Al-Qur`ân fî al-Islâm, (Beirut: Dâ al-Fikr, 1973), h.

59-60 35

Muhammad Husein Adz-Zahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 50 36

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 7 37

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 14 38

Di antaranya adalah Tafsîr al-„Ayyâsyî karya Al-„Ayyâsyî (w. 340 H/951 M),

Tafsîr Al-Qummî karya Abû al-Hasân „Alî ibn Ibrahîm al-Qummî (w. 307 H/919 M), Ushûl

al-Kâfî karya Muhammad ibn Ya‟qub al-Qulainî (w. 329 H/940 M), Tafsîr al-Burhân karya

Sayyid Hasyim al-Bahrânî (w. 1107 H/1695 M), dan Majma‟ al-Bayân karya at-Thabrâsî (w.

835 H/1531 H). Lihat Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h.

285 39

Nama lengkapnya adalah Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin

Katsîr bin Ghâlib at-Thabarî. Ia lahir di Amol, sebuah daerah di Thabaristan. Pendidikannya

dimulai dari keluarganya yang memang mementingkan pendidikan dan amat religius. Ia

mampu menghafal Al-Qur`an di usianya yang masih muda, yakni 7 tahun. bahkan telah

Page 26: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

8

Umar Muhammad ibn Ali al-Baidhâwî (w. 691 H/1191 M),40

Rûh al-Ma‟ânî

fî Tafsîr Al-Qur`an karya Syihâbuddin as-Sayyid Mahmûd al-Alûsî (w. 1270

H/1853 M),41

dan Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Syaikh Thanthâwî

Jauharî (w. 1870-1940 M).42

Perujukan kitab Sunni ini sekali lagi

menunjukkan keterbukaan At-Thabâthabâ‟i.43

Secara umum, penafsiran esoterik dalam al-Mîzân didominasi oleh

persoalan imâmah.44

Kenyataan ini semakin mempertegas bahwa ajaran

imâmah dan penafsiran esoterik sangat terkait. Beberapa di antaranya juga

menjadi imam salat di usianya 8 tahun dan mulai menulis hadis ketika menginjak usia 9

tahun. at-Thabari merupakan sosok yang menguasai berbagai disiplin ilmu, baik di bidang

tafsir, sejarah, fikih, maupun hadis. di antaranya karya tafsirnya yang paling fenomenal ialah

Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Ay Al-Qur`ân atau dikenal dengan Tafsîr at-Thabarî. Lihat

Sayyid Muhammad Ali Iyâzî, Al-Mufassirûn; Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Teheran:

Mu‟assasah at-Thabâ‟ah wa an-Nasyr Wazârat ats-Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmiy, 1373

H/1953 M), h. 400; lihat juga Muhammad Husein adz-Dzahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn,

h. 147; lihat lebih lanjut aizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir

Klasik-Modern, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarid Hidayatullah, 2011), Cet. Ke-1, h.

1 40

Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali asy-

Syairazi Abu Sa‟id al-Khairi Nashiruddin al-Baidhawi. Dilahirkan di sebuah desa bernama

Baidha, Persia, Iran. Beragam disiplini ilmu yang dikuasai antara lain adalah fikih, ushul

fikih, ilmu mantiq, bahasa Arab, dan tafsir. Ia juga dikenal mahir berdebat dan menguasai

etika berdiskusi. Lihat Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur`an, (Jogjakarta:

Pustaka Insan Madani, 2008), h. 86 41

Nama lengkapmya adalah Abu ats-Tsana Syihâbuddîn Sayyid Mahmûd

Effendi al-Alûsî. Ia lahir di desa Kurkh, Baghdad. Ia adalah syeikh para ulama di Irak dan

termasuk ulama langka. Di usia belia, yakni 13 tahun, ia sudah sibuk mengajar dan

mengarang. Ia sempat menjadi mufti di negaranya, namun mengundurkan diri untuk fokus

menulis tafsir sampai tuntas. Karya tersebut adalah Rûh al-Ma‟ânî. Lihat Muhammad Husein

Adz-Zahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 1, h. 250-251 42

Ia dilahirkan pada tahun 1870 M di wilayah al-Ghar. Ia berasal dari keluarga

petani yang sederhana. Namun karena kegigihannya dan berkat orang tuanya ia tumbuh

menjadi seorang yang terpelajar. Tidak heran jika ia mampu menyelesaikan pendidikannya

di Universitas Al-Azhar dan Darul Ulum. Thantawi kemudian aktif mencermati

perkembangan ilmu pengetahuan, mulai dari membaca buku, menelaah artikel di media

massa, hingga menghadiri perlbagai seminar keilmuan. Dari sekian ilmu yang dipelajari, ia

sangat tertarik kepada ilmu tafsir dibanding lainnya. karya tafsirnya yang fenomenal ialah Al-

Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân. Lihat Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir AL-Qur`an, h.

8163-164 43

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 285 44

Imâmah dalam dalam perspektif Syi`ah merupakan jabatan ilâhi. Artinya,

Allah yang memilih para Imâm sebagaimana Allah memilih Nabi Muhammad Saw. dan

memerintahkannya untuk menunjukkan siapa penggantinya sebagai imam kaum muslimin.

Oleh karena itu, pengikut Syi`ah imamiyah percaya bahwa Allah telah memerintahkan

kepada Nabi Muhammad Saw. menunjuk Ali ibn Abi Thalib secara eksplisit. Lihat Budhy

Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid; Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban,

(jakarta: Mizan, 2006), 1018

Page 27: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

9

terkait dengan doktrin taqiyyah dan ruj‟ah. Sementara penafsiran lainnya

yang lepas dari doktrin Syi`ah adalah persoalan tauhid.45

Hasil pemetaan tema oleh Rosihon Anwar di atas semakin

memperkuat pernyataan Ahmad as-Syirbâsî bahwa golongan dari Syi`ah

yang paling banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an berdasarkan

kepentingan cara pandang mazhab dan cara pandang politik.46

Fakta ini juga

membuktikan bahwa tidak ada satupun karya tafsir Syi`ah yang lepas dari

doktrin imâmah baik Syi`ah ghulat maupun Syi`ah moderat. Perbedaannya

hanya terletak pada tingkat kefanatikan masing-masing tokoh terhadap

doktrin imâmah. Pada akhirnya doktrin imâmah memberikan bias yang

berpengaruh dalam karya tafsir Syi`ah, baik klasik maupun kontemporer.47

Terkait riwayat esoterik dalam al-Mîzân, secara garis besar terbagi

ke dalam dua bagian, yakni manqûl dan ghair manqûl. Tafsir esoterik manqûl

adalah berupa riwayat yang berasal dari imam. Sedangkan ghair manqûl

adalah tafsir esoterik yang berasal dari ath-Thabâthabâ‟î sendiri sebagaimana

penafsirannya pada salah satu ayat tauhid.48

Dalam memaparkan riwayat hadis pada sebuah penafsiran ayat,

masing-masing mufasir memiliki penyajian berbeda. Untuk memotret

keragaman metode penyajian ini, adz-Dzahabî (w. 1333-1397 H/1915-1999

M) memetakan menjadi enam penyajian riwayat. 1) Mufasir mengemukakan

riwayat lengkap dengan sanadnya, tetapi tidak disertai dengan komentar. 2)

Mufasir mengemukakan riwayat lengkap dengan sanadnya, sambil

menyertakan komentar dan penilaiannya. 3) Mufasir mengemukakan riwayat

tanpa sanad dan komentar penilaian. 4) Mufasir mengemukakan riwayat

tanpa sanad, tetapi terkadang memberikan penilaian. 5) Mufasir

mengemukakan riwayat tanpa sanad, tetapi tujuannya adalah untuk

memperlihatkan kebatilan riwayat. 6) Mufasir yang menempuh cara penyair,

yakni mendasarkan pasa mufasir terdahulu.49

Memotret metode yang dikemukakan ath-Thabâthabâ‟î ketika

memetakan riwayat tafsir esoterik dalam tafsirnya, dapat dilihat pada empat

ragam metode, yakni: 1) Menyebutkan sanadnya, tanpa disertai komentar; 2)

45

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 277 46

Ahmad as-Syirbâsî, Qishshat at-Tafsîr, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h.

151 47

Devi Faizah Yuliana, Imâmah dalam Tradisi Tafsir Syi`ah, (Bandung: Pustaka

Aura Semesta, 1013), Cet. Ke-1, h. 9 48

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 226 49

Muhammad Husein adz-Dzahabi, Al-isrâ‟iliyyât fî at-Tafsîr wa al-Hadîts,

(Kairo: Maktabah Wahbah, 1990), h. 95-96

Page 28: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

10

Menyebutkan sanadnya disertai komentar. Penyebutan sanadnya pun

beragam, terkadang menyajikan secara lengkap, terkadang hanya

menyebutkan menyebutkan satu atau dua orang perawi saja, terakhir inilah

yang paling dominan; 3) tidak menyebutkan sanad dan komentar; 4) tidak

menyebutkan sanad tapi disertai komentar. Bagian ini lebih banyak dari

bagian ketiga.50

Adapun terhadap penukilan riwayat-riwayat esoterik dalam Al-

Mîzân umumnya berasal dari Ali ibn Abî Thâlib (w. 40 H/661 M), Abû

„Abdillah, Ali ibn al-Husain (w. 61 H/680 M), Al-Bâqir (w. 115 H/733 M),

Ja‟far as-Shâdiq (w. 148 H/765 M), Abû al-Hasan (w. 183 H/799 M), Abu

Ja‟far (w. 381 H), ar-Ridhâ (w. 203 H/818 M). Mereka adalah para imam

yang dalam keyakinannya memiliki otoritas di dalamnya. Sedangkan riwayat

lain yang juga dinukil olehnya adalah riwayat dari Ibn „Umar (w. 73 H/692

M)--meskipun hanya dinukil satu riwayat saja darinya--, Ibn Sîrîn (120

H/738 M), Ibn „Abbâs (w. 68 H/687 M), dan Jâbir (w. 99 H/718 M), mereka

adalah non Syi`ah. Pencantuman tokoh-tokoh di luar Syi`ah sekali lagi

membuktikan keterbukaan ath-Thabâthabâ‟î terhadap penulikan riwayat.

Meski kemudian keberadaan riwayat-riwayat di luar Syi`ah lebih sekedar

penguat terhadap riwayat yang disampaikan oleh imam ketimbang sebagai

landasan pokok.51

Di luar dari keterbukaan ath-Thabâthabâ‟î dalam menukil riwayat

non Syi`ah, Rosihon Anwar menilai bahwa ia tidak konsisten dalam

memunculkan riwayat tafsir esoterik. Hal ini didasarkan kepada fakta

penelitiannya yang menjelaskan bahwa terkadang ath-Thabâthabâ‟i

mengomentari panjang sebuah riwayat tafsir esoterik, tetapi meninggalkan

sebagian yang lainnya tanpa alasan, apalagi komentar terhadap kualitas hadis

tersebut. Meskipun pada akhirnya diketahui bahwa ath-Thabâthabâ‟î

melakukan hal tersebut dengan alasannya sendiri. Sikapnya yang tidak kritis

terhadap riwayat esoterik pada hakikatnya memiliki keterkaitan erat dengan

pandangannya tentang keistimewaan (gharîzah) yang mampu menerapkan

ayat pada objek-objek tertentu walaupun objek tersebut keluar dari konteks

asbâb an-nuzûl. Hal ini juga berkaitan dengan pandangannya tentang

kemaksuman imam.52

Non konsistensi yang dilakukan oleh ath-Thabâthbâ‟î dalam

memetakakan sebuah riwayat, sesungguhnya juga dilakukan oleh mufasir

lain seperti al-Qurthubî (w. 600-671 H/1204-1273 M). Sebelumnya pada kata

50

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 284 51

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 231-233 52

Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 486-487

Page 29: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

11

pengantar tafsirnya, al-Qurthubî (w. 600-671 H/1204-1273 M) telah

memberikan persyaratan mengenai adanya penyandaran sebuah riwayat

kepada perawinya, namun pada kenyataannya ia tidak sepenuhnya konsisten

dalam menukil riwayat. Dampak dari tidak konsistensinya seorang mufasir

dalam hal ini akan menyebabkan terjadinya pengutipan hadis-hadis dha‟if

bahkan sampai pada derajat maudhu‟, dalam ilmu kritik tafsir dikategorikan

sebagai ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr. Selanjutnya Maryam Shofa membuktikan

dalam sebuah penelitiannya, yakni meneliti surat al-Baqarah, bahwa akibat

non konsistensi ini memberi dampak pada penafsiran al-Qurthubi, setidaknya

terdapat beberapa buah hadis yang dibuktikan sebagai hadis dha‟if bahkan

maudhu‟, sebagian lagi isra‟iliyyat yang bertentangan dengan nas. Pandangan

lain mengatakan bahwa adanya ad-dakhîl bi al-matsûr dalam penafsiran al-

Qurthubi karena ia kurang selektif dalam menukil hadis. Namun, terlepas dari

itu, al-Qurthubi (w. 600-671 H/1204-1273 M) adalah seorang ulama besar

dalam bidang tafsir.53

Persoalan-persoalan yang ditampilkan di atas, menjadi hal menarik

untuk diteliti lebih lanjut. Setidaknya terdapat beberapa alasan mendasar

mengapa penelitian ini dilakukan: Pertama, merujuk pada hasil pemetaan

tafsir esoterik Rosihon Anwar, penafsiran esoterik ini urgen untuk diteliti

lebih lanjut, yakni sebagian besar penafsiran esoteriknya berkaitan dengan

ayat-ayat imâmah yang disertai dengan argumentasi riwayat hadis. Hal ini

penting, karena tidak diragukan lagi at-Thabâthabâ‟i termasuk syaikh di

bidang tafsir esoterik. Kedua, dalam menjelaskan riwayat esoterik, Ath-

Thabâthabâ‟î cukup tidak konsisten dalam memaparkan riwayat. Misalnya,

seringkali ia tidak menyebutkan sanad dan komentar, tetapi pada kesempatan

lain ia berkomentar terhadap riwayat yang dilansirnya. Untuk itu, urgen

untuk melakukan sebuah pengkajian terhadap sanad hadisnya. Ketiga,

sepanjang pengetahuan penulis, belum ada yang melakukan kajian kritik ad-

dakhîl, khususnya kritik terhadap sanad hadis dalam penafsiran esoterik ayat-

ayat imâmah dalam tafsir Al-Mîzân, baik ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr, ad-dakhîl

bi ar-ra‟yi, maupun ad-dakhîl bi al-isyârî. Keempat, kritik ad-dakhîl terhadap

riwayat hadis perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana konsistensi at-

Thabâthabâ‟i terhadap sumber penafsiran otentik dalam memaparkan sisi-sisi

esoterik dalam tafsirnya.

Karena beberapa alasan tersebut, melalui penelitian ini, penulis

ingin mengkaji riwayat-riwayat bi al-matsûr, khususnya yang terkait dengan

riwayat hadis dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah oleh ath-

53

Maryam Shofa, Ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur`ân Karya

Al-Qurthubi; Analisis Surat Al-Baqarah, dalam jurnal Suhuf, Vol.6, No. 2, 2013, h. 288-290

Page 30: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

12

Thabâthabâ‟î. Selanjutnya penulis akan mencoba menganalisa riwayat-

riwayat esoterik tersebut dengan menggunakan perspektif kritik sanad.

B. Permasalahan

1. Identifikasi Masalah

Berangkat dari latar belakang di atas, maka identifikasi

masalahnya antara lain adalah:

a. Al-Qur`an adalah teks multi interpretable.

b. Dinamika perkembangan tafsir didukung oleh arus intelektual seorang

mufasir seperti religio-politik, teologis, mistis, dan fikih.

c. Tafsir memiliki dua pendekatan, eksoterik dan esoterik.

d. Kaum Syi`ah termasuk di antara golongan yang menggunakan

penafsiran esoterik, bahkan sebagian menolak makna eksoterik.

e. Husain ath-Thabâthabâ‟î merupakan salah satu mufasir Syi`ah yang

menerapkan penafsiran esoterik dalam tafsirnya.

f. Metodologi tafsir Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Husain ath-

Thabâthabâ‟î.

g. Penafsiran esoterik Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam Al-Mîzân fî Tafsîr

Al-Qur`ân meliputi penafsiran tentang doktrin imâmah, taqiyyah,

raj‟ah, tauhid, dan beberapa lainnya yang tidak berkaitan dengan

doktrin Syi`ah.

h. Dominasi penafsiran esoterik imâmah di dalam Al-Mîzân.

i. Penelusuran terhadap periwayatan hadis dalam penafsiran esoterik

ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î.

j. Ad-Dakhîl bi al-ma‟tsûr dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah

ath-Thabâthabâ‟î dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.

k. Pengaruh ideologi Syi`ah ath-Thabâthabâ‟î terhadap karyanya al-

Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.

2. Pembatasan Masalah

Kajian penelitian ini bermaksud untuk mengkaji semua

pembahasan pada identifikasi masalah di atas, namun agar tidak terlampau

luas maka penelitian ini dibatasi pada beberapa poin, yakni poin h, i, dan j.

Untuk ulasan lebih lanjut, berikut dipaparkan ruang lingkup masalah yang

akan diteliti:

a. Penafsiran esoterik ath-Thabâthabâ‟î dalam tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-

Qur`ân didominasi oleh persoalan teologinya, yakni imâmah. Dengan

demikian, perlu untuk menelusuri lebih lanjut kedudukan hadis-hadis

yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat imâmah tersebut.

b. Keberadaan hadis-hadis dha‟îf dan maudhû‟ (ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr)

dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î

Page 31: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

13

secara tidak langsung memberikan pengaruh yang signifikan terhadap

eksistensi tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, lebih khusus kepada

penafsiran esoteriknya.

3. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan

masalahnya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagaimana berikut:

a. Bagaimanakah status hadis penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah

Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân?

b. Bagaimanakah pengaruh penggunaan ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr terhadap

penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam

al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok-pokok permasalahan

seperti yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Untuk melacak status hadis penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain

ath-Thabâthabâ‟î dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.

2. Untuk menganalisa pengaruh penggunaan ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr

terhadap penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î

dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.

D. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini dibedakan dalam dua bentuk yaitu:

1. Secara Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dalam khazanah tafsir.

b. Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan

ilmiah di bidang ilmu agama Islam dan tafsir.

c. Penelitian ini dapat dijadikan penelitian selanjutnya yang serupa, dan

sedikit banyak penelitian ini akan memberikan kontribusi bagi

pengembangan pengetahuan ilmiah di bidang ilmu agama Islam dan

tafsir.

2. Secara Praktis

a. Penelitian terhadap kitab tafsir Al-Mîzân memang sudah banyak

dilakukan, tetapi dengan penelitian baru yang mengangkat sisi berbeda

dari sebelumnya, diharapkan akan menambah wawasan baru pula

terhadap tafsir karya at-Thabâthabâ‟i ini, khususnya terkait penafsiran

secara esoterik.

Page 32: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

14

b. Dengan penelitian awal ini, diharapkan agar para peneliti lainnya dapat

merujuk hasil penelitian ini sebagai bahan tambahan dalam

pengkajiannya.

c. Dengan penelitian ini, diharapkan agar masyarakat khususnya pengkaji

ilmu semakin bijak dalam memandang setiap model ataupun

kecenderungan setiap karya tafsir.

E. Kajian Pustaka

Kajian kepustakaan pada dasarnya dilakukan untuk mendapatkan

gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan

penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya,

sehingga dapat dipastikan tidak terjadi pengulangan dalam penelitian

selanjutnya. Selain itu, kajian pustaka ini perlu dilakukan untuk mencari

celah atau peluang dari suatu penelitian yang akan dilakukan.54

Terkait dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yakni

penelitian tentang tafsir al-Mîzan karya ath-Thabâthabâ‟î ini memang telah

banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Dalam penyusunan tesis ini,

penulis mendapatkan beberapa penelitian yang memiliki sisi kajian yang

sama, namun berbeda pada sisi yang lain, baik secara langsung maupun tidak

langsung. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan antara lain adalah:

Pertama, disertasi yang ditulis oleh Arsyad Abrar dengan judul

Memahami Tafsir Sufi; Sejarah, Sumber, dan Metode (Studi terhadap Tafsir

as-Sullamî dan al-Qusyairî), Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri

(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015. Pemilihan Tafsîr as-Sullamî dan

Tafsîr al-Qusyairî sebagai pokok kajian dalam disertasi ini adalah untuk

mengkaji problematika tafsir sufi. Kajian ini meliputi sejarah

perkembangannya, sumber tafsir yang digunakan, dan membahas metode

para sufi dalam menafsirkan Al-Qur`an. Hasilnya, penelitian ini memberi

sebuah kesimpulan bahwa tafsir sufi yang mengusung pendekatan isyâri atau

esoterik memiliki epistemologi sendiri dalam bidang tafsir. Di mana pada

dasarnya epistemologi tafsir sufi ini telah dibangun sejak zaman Rasul hingga

sahabat, masa setelahnya, hingga diwarisi secara turun temurun dengan

tradisi lisan. Penemuan penting juga dalam disertasi ini adalah bahwa tafsir

sufi bukanlah sebuah tafsir yang hanya berorientasi pada makna batin sebuah

ayat, tetapi tetap memperhatikan makna lahir sebuah ayat.

54

Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Bahari Alam Ceria. Raja

Grafindo Persada, 2011), Cet. Ke-18, 183-184

Page 33: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

15

Kedua, Muhammad Zaenal Muttaqin dengan penelitian tesisnya

yang berjudul Validitas Tafsir Sufistik; Kajian atas Tafsir Rûh al-Bayân

Karya Ismail Haqqi, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015. Sebagaimana judulnya, penelitian ini

berusaha membedah kevalidan tafsir sufistik dengan menjadikan tafsir Rûh

al-Bayân sebagai objek kajian. Usaha ini dilakukan mengingat fakta

perdebatan para pakar tentang akseptabilitas tafsir sufi, yang menurut

sebagian pakar tafsir jenis ini jauh dari makna tekstual Al-Qur`an. Hasil akhir

penelitian ini mengungkapkan bahwa meski corak tafsir Rûh al-Bayân

termasuk dalam corak sufi isyâri atau faydi yang mengungkap makna batin

Al-Qur`an, Ismail Haqqi dalam tafsirnya tetap berpegang pada makna zahir,

bukan memalingkan dari posisi yang semestinya. Lebih lanjut, Muhammad

Zaenal Muttaqin berhasil membuktikan validitas tafsir sufistik ini dengan

melakukan standarisasi sebagaimana konstruk teori validitas tafsir yang

dikemukakan oleh adz-Dzahabi.

Ketiga, Habibi Al Amin dalam disertasinya yang berjudul Emosi

Sufistik dalam Tafsir Isyâri; Studi atas Tafsir Lathâ`if al-Isyârât Karya al-

Qusyairi. Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah, Jakarta, 2015. Pengkajian yang dilakukan oleh Habibi dalam

penelitian ini mematahkan argumen Ignaz Goldziher yang mengatakan

bahwa tafsir sufi didominasi oleh faktor ideologis daripada faktor lain.

Habibi berhasil membuktikan bahwa selain faktor ideologis, tafsir sufi juga

dipengaruhi oleh unsur emosi sufistik yang ikut berkontribusi dalam

metodologi tafsir melalui bahasa simbolis dan bahasa syair dalam penafsiran.

Emosi tersebut diekspresikan al-Qusyairi pada dua bentuk, yakni emosi cinta

penghambaan (al-mahabbah al-„ubûdiyyah) dan emosi cinta kasih (al-„isyq

al-muhibb). Bukti ini kemudian memperkuat pendapat Khalîd „Abdurrahmân

yang mengatakan bahwa tafsir sufi merupakan wujud keseriusan spiritual

yang bertumpu pada pengetahuan riyâdhah yang menghasilkan kehalusan

emosi.

Ketiga penelitian di atas, jika dilihat dari perspektif kajian

tafsirnya, sama-sama meneliti penafsiran esoterik terhadap ayat Al-Qur`an.

Kajian ini nampaknya ada persamaan dengan kajian yang akan penulis

lakukan, yakni ikut mengkaji penafsiran esoterik ath-Thabâthabâ‟î. Namun,

fokus penelitian utama bukan pada menguraikan metode penafsiran esoterik

mufasir, tetapi dalam hal ini penulis mencoba meneliti lebih lanjut riwayat-

riwayat hadis tafsir esoterik khususnya pada ayat-ayat imâmah.

Keempat, Maryam Shofa dengan judul ad-Dakhîl dalam Tafsir al-

Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân Karya al-Qurthubi; Analisis Tafsir Surah al-

Page 34: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

16

Baqarah, Jurnal Suhuf, Vol. 6, No. 2, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh

Maryam Shofa mengindikasikan bahwa beberapa riwayat yang dikutip oleh

al-Qurthubi masuk dalam kategori ad-dakhîl. Beberapa riwayat tersebut

merupakan riwayat dha‟îf, sebagian lainnya adalah israiliyyat yang

bertentangan dengan nas.

Penelitian di atas, mengulas tentang penggunaan metode ad-dakhîl

dalam mengkaji sebuah karya tafsir. Hasilnya, ditemukan indikasi-indikasi

ad-dakhîl dari segi ma‟tsûr. Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini,

memiliki persamaan dalam metode atau pendekatan yang digunakan, yakni

menggunakan kacamata ad-dakhîl dari segi ma‟tsûr. Perbedaannya terletak

pada objek kajian masing-masing, penulis sendiri memfokuskan kajian

kepada tafsir esoterik ayat-ayat imâmah yang dilakukan oleh ath-

Thabâthabâ‟î.

Kelima, Devi Faizah Yuliana dengan judul Imâmah dalam Tradisi

Tafsir Syi`ah; Studi terhadap Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Sebuah

buku yang diangkat dari penelitian tesis Sekolah Pascasarjana Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013. Penelitian ini

membuktikan bahwa penafsiran Al-Qur`an tidak terlepas dari tarikan ideologi

mufasirnya. Salah satunya dibuktikan dengan penafsiran imâmah Syi`ah

dalam kitab Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya at-Thabarsî (w. 548

H/1153 M).

Keenam, Musolli dengan karyanya yang berjudul Sunni-Syi`ah

Studies; Membongkar Ideologisasi dalam Penafsiran Al-Qur`an. Sebuah

buku yang juga diangkat dari penelitian Disertasi, Sekolah Pascasarjana

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.

Sebagaimana judulnya, ia ingin membongkar adanya keterkaitan ideologi

sang mufasir terhadap karya tafsirnya, khususnya mufasir Sunni dan Syi`ah.

Alhasil, dengan bukti-bukti berupa data yang akurat, ia berhasil memperkuat

argumen awalnya bahwa penafsiran terhadap kitab suci Al-Qur`an pada

dasarnya adalah tidak lebih untuk memperkuat ideologi seorang mufasir.

Penelitian kelima dan keenam, sama-sama menyorot ideologi

mufasir dan pengaruhnya terhadap karya tafsir. Keduanya berhasil memotret

adanya pengaruh ideologi terhadap penafsirannya. Sebut misalnya terkait

penafsiran imâmah. Doktrin ini kental mewarnai penafsiran ath-Thabâthabâ‟î

dalam al-Mîzân. Di sisi lain, penulis mencoba menyelami lebih dalam dengan

melakukan pengembangan penelitian yakni dengan mengkaji sanad hadis

pada riwayat-riwayat esoterik ayat-ayat imâmah tersebut.

Page 35: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

17

F. Metodologi Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian55

yang diterapkan dalam tesis ini adalah

penelitian kepustakaan (library research),56

dalam arti bahwa data yang

menjadi objek penelitian merupakan bahan-bahan kepustakaan.57

Oleh

karena itu, penelitian ini lebih banyak mendasarkan pada bahan-bahan

tulisan, telaah naskah atau dokumen.58

Data yang akan dikaji dalam

penelitian ini adalah data-data terkait riwayat-riwayat hadis dalam

penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah oleh Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam

tafsirnya al-Mîzân.

Penelitian ini bersifat teoritis, oleh karena itu metode yang

digunakan adalah metode penelitian kualitatif.59

Secara umum, dapat juga

didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data

deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, dan

perilaku yang dapat diamati.60

Selanjutnya, metode kualitatif ini dilakukan

untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit

pun belum diketahui. Dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan

tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui serta dapat juga memberi

55

Dikutip dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson oleh Atang

Abd. Hakim dan Jaih Mubarok bahwa Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan

objektif untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain

itu, penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk

menambah pengetahuan. Lihat Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi

Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-2, h. 55 56

Penelitian kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan

dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan

penelitian. Lihat Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008), edisi ke-2, Cet. ke-1, h. 3 57

Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta:

Paradigma, 2010), h. 36 58

Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental.

Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya adalah catatan harian, biografi, dan lainnya.

Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 240. Adapun

penjelasan lebih lanjut \mengenai metode penelitian naskah dan dokumentasi dapat

dilihat dalam Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta:

Yayasan Media Alo Indonesia, 2001), h. 30-43 59

Penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk

meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen

kunci. Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:

Alfabeta, 2009), Cet. ke-8, h. 1 60

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2013), h. 4

Page 36: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

18

rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh

metode kuantitatif.61

2. Pendekatan Penelitian

Dalam proses analisis data, penulis menggunakan dua

pendekatan, yakni pendekatan kritik ad-dakhîl dalam tafsir dan

pendekatan kritik hadis.

Penelitian ini adalah penelitian terhadap sebuah produk tafsir

yang objeknya adalah penafsiran ayat-ayat esoterik imâmah dalam al-

Mîzân. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana

ath-Thabâthabâ‟î konsisten terhadap sumber otentik dan kaidah penafsiran

yang telah ditetapkan oleh ulama. Oleh karena itu, pisau analisa yang

dilakukan adalah dengan menggunakan kritik ad-dakhîl.62

Ad-Dakhîl

sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr dan ad-

dakhîl bi ar-ra‟yi al-fasîd.63

Pada prakteknya, kritik ad-dakhîl bi al-

ma‟tsûr adalah pendekatan utama yang dipilih dalam penelitian ini. Hal ini

sesuai dengan objek penelitian penulis, yakni objek berupa riwayat-

riwayat hadis.

Selanjutnya, karena objek dalam penelitian ini adalah hadis-

hadis yang terdapat dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah. Maka,

pendekatan lain yang digunakan untuk menyelesaikan kinerja kritik ad-

dakhîl bi al-ma‟tsûr ialah dengan pendekatan ilmu-ilmu hadis. Dalam ilmu

hadis, dikenal dengan ilmu kritik hadis (naqd al-hadîts). Menurut

Musthafa A‟zami, ilmu kritik hadis ialah ilmu yang membahas dan

menetapkan adanya ke-tsiqah-an atau kecacatan pada diri periwayat,

61

Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif; Tata

Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data, terj. Muhammad Shodiq dan Imam

Muttaqien, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. Ke-3, h. 5 62

Secara terminologi, ad-dakhîl merupakan bagian dari tafsir Al-Qur`an

yang tidak memiliki dasar yang jelas dari ajaran Islam, baik berupa tafsir yang

menggunakan riwayat-riwayat hadis lemah ataupun palsu, ataupun yang menggunakan

akal yang kurang sehat. Lihat Ibrâhim Khalîfah, Ad-Dakhîl fî at-Tafsîr, (Kairo:

Universitas al-Azhar, 1996), h. 15 63

Ad-Dakhîl bi al-ma‟tsûr meliputi tafsir Al-Qur`an dengan menggunakan

hadis-hadis lemah (dha‟îf) atau palsu (maudhû‟) dan tafsir yang menggunakan sumber

isrâ‟iliyyât yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara ad-dakhîl bi ar-ra‟yi al-

fasîd yakni penafsiran yang berdasar kepada teori-teori dan kepentingan mufasir tanpa

menghiraukan syarat dan metode tafsîr bi ar-ra‟yi. Termasuk dalam hal ini adalah

penafasiran yang dilakukan oleh mereka yang tidak memenuhi syarat sebagai mujtahid.

Lihat „Abd al-Wahhâb „Abd al-Wahhâb Fâyed, Ad-dakhîl fî Tafsîr Al-Qur‟ân al-Karîm,

(Kairo: Universitas al-Azhar, t.th.), h. 13. Lihat juga Muhammad Ulinnuha, Rekonstruksi

Metodologi Kritik Tafsir,h. 85-86

Page 37: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

19

sehingga dengan demikian dapat dipisahkan antara hadis sahih dan hadis

dhaif.64

Adapun sasaran kritik hadis ini terbagi menjadi dua, yakni kritik

sanad (ilm jarh wa ta‟dîl) dan kritik matan (naqd al-matn).65

Dalam prakteknya, penulis hanya akan menggunakan kritik

sanad sebagai landasan dalam menilai hadis-hadis dalam penafsiran

esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î.

3. Sumber Data

Untuk mendapatkan data, maka penulis menggunakan sumber

data primer (primary resources) dan sekunder (secondary resources) yang

relevan dengan penulisan tesis ini.66

Untuk mendapatkan data primer,

maka teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik

pengumpulan data analisis isi (content analysis). Sementara untuk

mendapatkan data sekunder, maka penulis melakukan teknik pengumpulan

data di basis data.67

Secara praktis, sumber data primer yang digunakan dalam

penelitian ini adalah kitab tafsir karya ath-Thabâthabâ‟î yang berjudul al-

Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Lebih khusus kepada hadis-hadis dalam

penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah. Sedangkan sumber lain yang

merupakan sumber data sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis

ini adalah karya-karya lain ath-Thabâthabâ‟î, buku-buku dan atau hasil

penelitian tentang beliau dan karya tafsirnya. Selain itu, buku-buku terkait

dengan ad-dakhîl dalam tafsir, keilmuan dalam tafsir dan hadis, juga

menjadi bagian urgen dalam melakukan penelitian ini.

64

Muhammad Musthafa A‟zami, Manhaj an-Naqd „Inda al-Muhadditsîn

Nasy‟atuhû wa Târîkhuhû, (Riyadh: Syirkah at-Thibâ‟ah al-„Arabiyah as-Su‟udiyyah al-

mahdûdah, 1928), Cet. Ke-2, h. 5 65

Muhammad Musthafa Azami, Studies in Hadith Methodhology and

Literature, (India: Islamic Teaching Center Indiana Polis, t.th.), h. 52 66

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari

objek penelitian. Sementara data sekunder adalah data mengenai objek penelitian yang

didapat dari tangan kedua, yakni data yang diperoleh oleh peneliti lain kemudian

dipublikasi. Lihat Jujun S. Suriasumantri, Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan, dan

Keagamaan; Mencari Paradigma Kebersamaan, dalam Tadisi Baru Penelitian Agama

Islam; Tinjauan Antardisiplin Ilmu, (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2001), 78.

Sementara, definisi lain dalam artian yang sama mengatakan bahwa sumber primer

adalah tempat atau gudang penyimpanan yang orisinil dari data yang dibutuhkan, sumber

ini juga merupakan sumber dasar dalam sebuah penelitian. Kemudian sumber sekunder

adalah sumber kedua atau adanya catatan tentang sebuah peristiwa, ataupun catatan-

catatan yang jaraknya jauh dari sumber orisinil. Lihat Muhammad Ainin, Metodologi

Bahasa Arab, (Malang: Hilal Pustaka, 2007), h. 65-66 67

Jigiyanto, Metodologi Penelitian Sistem Informasi, (Yogyakarta: Andi,

2008), h. 121

Page 38: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

20

Penelitian ini meneliti hadis-hadis dengan menggunakan kritik

sanad hadis sebagai pisau analisanya. Oleh karena itu, buku-buku utama

yang digunakan adalah buku yang terkait dengan ilmu penilaian baik

buruk perawi (al-jarh wa at-ta‟dîl) dan buku tentang biografi perawi hadis

(târîkh ar-ruwah), seperti kitab Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâl karya

al-Mizzî (w. 654-742 H/1256-1341 M), Tahdzîb at-Tahdzîb, Lisân al-

Mîzân, Mîzân al-I‟tidâl fî Naqd ar-Rijâl, al-Mughnî fî adh-Dhu‟afâ‟, dan

Siyar al-A‟lâm an-Nubalâ‟ karya Ibn Hajar al-„Atsqalânî (w. 773-852

H/1372-1448 M), Târîkh Dimasyq karya Ibn „Asâkir (w. 499-571 H/1105-

1176 M), ats-Tsiqât karya Ibn Hibbân (w. 354 H/965 M), adh-Dhu‟afâ wa

al-Matrûkûn karya an-Nasâ‟î (w. 303 H), Ibn al-Jauzi (w. 508-597

H/1116-1201 M), dan ad-Dâruquthnî (w. 306-385 H/918-995 M), serta

kitab lainnya.

4. Metode Pengumpulan Data

Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, maka

pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi.68

Teknik ini

biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai dokumen yang

berkaitan dengan penelitian melalui perpustakaan.69

Penelusuran kepustakaan penulis lakukan dengan sistem

manual70

maupun dengan sistem komputerisasi.71

Sistem manual yang

penulis maksud adalah dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber

di beberapa perpustakaan terkait dengan ath-Thabâthabâ‟î dan tafsirnya,

khususnya terkait dengan data tafsir esoterik ayat-ayat imâmah. Kemudian

penulis mengumpulkan hadis-hadis dalam penafsiran esoterik imâmah

tersebut, lalu memilih beberapa hadis yang nantinya akan diteliti dengan

metode kritik sanad hadis.

68

Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan

dengan observasi, interview (wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi, dan

triangulasi (gabungan keempatnya). Lihat Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan

R&D, h. 225 69

Bentuk dokumen ada yang berupa tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental. Contoh dokumen berbentuk tulisan yakni catatn harian, sejarah kehidudpan,

cerita, biografi, dll. Lihat Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, h. 240 70

Yang dimaksud dengan sistem penelusuran secara manual ialah

menemukan kembali informasi yang pernah ditulis oleh orang lain mengenai suatu topik

tertentu dengan menggunakan terbitan tercetak seperti majalah abstrak, indeks,

bibliografi, dan tinjauan kepustakaan. Lihat Jusni Djatin, Penelusuran literatur, (Jakarta:

Universitas Terbuka, 1996), h. 281 71

Cara penelusuran dengan komputer di antaranya meliputi; 1) Penelusuran

dengan akses langsung (online), 2) Penelusuran menggunakan CD-ROM (Compact Disk-

Read Onli Memory). Lihat Jusni Djatin, Penelusuran literatur, h. 316

Page 39: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

21

Adapun sistem komputerisasi yang dimaksud adalah penulis

mencari informasi terkait dari berbagai data di internet. Setelah

menemukan bahan, selanjutnya akan ditelaah secara intens sehingga dapat

membantu dalam memberi penjelasan terkait.

5. Metode Analisis Data

Secara singkat, analisis data ialah menata, menyusun, dan

memberi makna pada kumpulan data.72

Pada definisi lain dijelaskan

bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis

data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi. Cara yang ditempuh adalah dengan mengelompokkan data

ke dalam kategori, menjabarkan secara detil, melakukan sintesa,

menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting untuk dipelajari,

dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan

orang lain.73

Adapun untuk menganalisa data pada penelitian ini, penulis

menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang

menguraikan dan menganalisa data-data yang ada. Dengan demikian

penelitian ini tidak terbatas hanya pada pengumpulan data, namun juga

menganalisa dan menginterpretasi data guna memunculkan sebuah

gagasan baru.74

Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh data yang

kemudian diolah dan disajikan secara deskriptif. Metode yang digunakan

adalah metode deskriptif. Sementara penelitian analitis melanjutkan

penelitian deskriptif dengan studi analitik. Metode yang digunakan adalah

metode analitik kritis. Dalam studi analitik ini, biasanya dilakukan analisis

yang bersifat membandingkan, menghubungkan, dan mengembangkan

model.75

Secara praktis, data-data yang sudah penulis kumpulkan

kemudian dilakukan interpretasi serta analisa mendalam. Data tersebut

merupakan data yang komprehensif mengenai biografi ath-Thabâthabâ‟î

dan tafsirnya. Data yang paling utama pada penelitian ini adalah hadis-

hadis dalam penafsiran esoterik imâmah-nya ath-Thabâthabâ‟î. Data hadis

72

Boy. S. Sabarguna, Analisis Data pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI

Press, 2008), h. 31 73

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014),

Cet. Ke-9, h. 89 74

Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia, 2008), edisi ke-2, Cet. ke-1, h. 7 75

Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, h. 78

Page 40: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

22

tersebut dikumpulkan, lalu penulis melakukan penyaringan hadis agar data

yang akan diteliti tidak terlalu banyak, dalam artian proporsional. Jumlah

hadis yang akan diteliti dengan menggunakan kritik sanad hadis adalah

sejumlah 22 hadis. Selanjutnya, setelah semua hadis diurai dengan

menggunakan kritik sanad, penulis melakukan upaya analisa terhadap

keberadaan hadis-hadis bermasalah dalam penafsiran esoterik, mengapa

dan sejauh mana kemudian hadis-hadis bermasalah (dakhîl) tersebut

digunakan oleh ath-Thabâthabâ‟î dalam tafsir esoteriknya.

Dalam penelitian ini, penting untuk menganalisa secara ilmiah

tentang isi pesan suatu komunikasi melalui metode analisis isi atau content

analysis.76

Dengan analysis content ini, akan dilakukan analisa mendalam

terhadap keberadaan hadis-hadis dalam tafsir esoterik ayat-ayat imâmah

Husain ath-Thabâthabâ‟i. Sehingga dengan demikian, akan memudahkan

untuk menemukan sebuah kesimpulan yang sesuai dengan data pada objek

penelitian.

6. Metode Validitas Data

Untuk membuktikan penelitian ini adalah sebuah karya ilmiah

yang baik, maka dalam penelitian ini penulis perlu untuk melakukan

validitasi data. Bahwa data yang ada dalam penelitian ini, meliputi data

biografi ath-Thabâthabâ‟î dan kitabnya, data pengenalan ad-dakhîl dan

tafsir esoterik, serta hadis-hadis pada penafsiran esoterik ayat-ayat

imâmah adalah hasil daripada penelusuran sendiri, atau dikenal dengan

istilah cross-check, yakni mengumpulkan dan mengecek data dengan

menggunakan beragam sumber, teknik, dan waktu.77

7. Langkah-Langkah Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang meneliti

kepada objek pustaka. Dalam hal ini, objek yang diangkat adalah

76

Penggunaan metode content analysis akan mampu menjadikan seorang

peneliti mahir dalam membuat prediksi yang benar-benar baik, dan melalui metode ini

juga lebih mampu manyajikan sebuah nuansa. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi

Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakersorasin, 1996), h. 49 77

Beragam sumber digunakan lebih dari satu sumber untuk memastikan

apakah datanya benar atau tidak. Beragam teknik berarti penggunaan berbagai cara secara

bergantian untuk memastikan apakah datanya memang benar. Cara yang digunakan

adalah wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen. Beragam waktu berarti

memeriksa keterangan dari sumber yang sama pada waktu yang berbeda, pagi, siang,

sore, atau malam. Lihat Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, (Jogjakarta:

Andi, 2014), h. 76. Bandingkan dengan Nusa Putra, Penelitian Kualitatif; Proses dan

Aplikasi,(Jakarta: Indeks, 2011), h. 189

Page 41: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

23

penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam

tafsirnya al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Lebih khusus, kajian ini terfokus

kepada riwayat-riwayat hadis dalam penafsiran tersebut.

Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengungkap status

hadis-hadis pada penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah, serta melihat lebih

jauh kehati-hatian ath-Thabâthabâ‟î dalam melansir riwayat, apakah

kemudian riwayat hadis yang dilansirnya adalah sumber yang otentik

dalam menafsirkan Al-Qur`an ataukah bukan merupakan sumber otentik.

Oleh karena itu, pendekatan yang dianggap paling sesuai adalah dengan

menggunakan pendekatan kritik ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr, yakni melakukan

kritik sanad hadis terhadap riwayat-riwayat hadis. Kajian ini akan menjadi

bagian paling urgen dalam penelitian ini, yakni akan dipaparkan pada bab

empat.

Untuk mendukung tercapainya tujuan daripada penelitian ini,

pada bab kedua akan ditinjau secara umum mengenai ad-dakhîl dalam

tafsir dan tafsir esoterik. Kemudian pada bab ketiga akan dijelaskan secara

gamblang perihal biografi ath-Thabâthabâ‟î beserta tafsirnya. Ini penting

dilakukan untuk mengenal lebih jauh sosok dan pandangannya sebagai

tokoh mufasir serta mengetahui lebih dalam karya tafsirnya. Data-data

yang banyak ini tentu akan dikumpulan dengan melakukan penelusuran

secara manual dan komputerisasi, lalu diolah dengan melalukan analisis

isi.

Pada bab keempat, akan dikemukakan riwayat-riwayat hadis

sejumlah 22 hadis. Hadis tersebut kemudian akan diteliti satu persatu

dengan menggunakan metode kritik sanad hadis. Hasil daripada penelitian

ini akan mengungkap bagaimana ath-Thabâthabâ‟î dalam melansir sebuah

riwayat hadis. Lebih spesifik akan mengungkap penggunaan ad-dakhîl bi

al-ma‟tsûr dalam penafsirannya, dalam hal ini penggunaan hadis-hadis

yang tidak otentik.

Selanjutnya, setelah mengumpulkan data dan menganalisa

dengan kritis, sampailah kepada akhir dari penelitian, yakni kesimpulan

dan saran.

8. Teknik Penulisan

Teknik penulisan tesis ini mengacu pada buku Panduan

Penulisan Proposal, Tesis & Disertasi Programa Pascasarjana Institut Ilmu

Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017.

Page 42: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

24

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang apa yang

diuraikan dalam tesis ini dan agar pembahasan tesis ini lebih terarah dan

sistematis, maka secara keseluruhan penyajian tesis ini akan memuat lima

bab dengan perincian dan sistematika sebagai berikut:

Bab satu yang dimulai dengan pendahuluan memuat latar belakang

masalah, identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah, tujuan dan

kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, teknik dan

sistematika penulisan. Kesemua isi dari pendahuluan ini adalah titik awal

beserta gambaran secara umum untuk penulisan bab-bab selanjutnya.

Setelah dimulai oleh pendahuluan yang merupakan tolak dasar

dari penelitian ini, maka kemudian pada bab dua dilanjutkan dengan

pembahasan mengenai ad-dakhîl dalam tafsir esoterik. Uraian mengenai dua

hal ini sangat penting dilakukan sebagai pemahaman awal. Pembahasan ini

dinilai sangat penting terutama pada aspek pengenalan ad-dakhîl, hal ini

dilakukan untuk benar-benar memahami secara teori sebelum

mengaplikasikan pada objek yang telah ditentukan, yakni pada tafsir

esoterik. Tanpa pemahaman yang utuh pada kedua pembahasan ini akan sulit

untuk melakukan pengkajian dengan baik pada bab empat kemudian.

Melangkah kepada bab selanjutnya yakni bab ketiga, penulis akan

memaparkan secara gamblang mengenai biografi ath-Thabâthabâ‟î beserta

biografi karyanya yang berjudul al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Dengan

melakukan memaparan secara utuh mengenai tokoh dan karya tafsirnya akan

memudahkan penulis untuk menganalisa riwaya-riwayat tafsir esoterik pada

bab selanjutnya.

Bab selanjutnya yakni bab keempat. Bab ini merupakan bab inti

dari keseluruhan dimana penulis akan mencoba mengkaji riwayat hadis tafsir

esoterik ayat-ayat imâmah dengan melakukan pendekatan ad-dakhîl bi al-

ma‟tsûr, yakni dengan menggunakan kritik sanad hadis. Setelah

mendapatkan beberapa indikasi ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr dalam penafsiran

esoteriknya, lalu penulis akan mencoba menganalisa keberadaan hadis

tersebut berikut dengan implikasinya terhadap eksistensi tafsir esoterik. Hal

ini merupakan tujuan akhir dari bab ini.

Bab lima memuat penutup yang berisi kesimpulan hasil penelitian

beserta saran-sarannya.

Page 43: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

155

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melalui penjelasan dan analisa, maka kesimpulan

penelitian ini dapat dilihat pada dua hal berikut:

1. Hadis-hadis yang dijadikan dasar atas penafsiran esoterik ath-

Thabâthabâ’î pada ayat-ayat imâmah, memiliki perawi-perawi yang

dinilai al-jarh oleh ulama hadis, meskipun beberapa di antaranya

memiliki penilaian at-ta’dîl. Di antara perawi tersebut kebanyakan

merupakan perawi yang majhûl, kadzdzâb, matrûk al-hadîts, dan dhâ’îf

al-hadîts, mudallas dan bahkan ada yang dinilai wadhdhâ’ al-hadîts

(pemalsu hadis). Sehingga status ke 22 hadis tersebut adalah merupakan

hadis dha’îf dan maudhû’.

2. Keberadaan hadis-hadis bermasalah (ad-dakhîl) tersebut menghasilkan

sebuah pemahaman bahwa sebagian penafsiran dalam tafsir al-Mîzân,

khususnya pada penfasiran esoterik ayat-ayat imâmah, merupakan

sebuah penafsiran yang menyimpang, sehingga dengan demikian

kualitas penafsiran isyârî-nya (esoterik) bernilai rendah. Fakta ini juga

menunjukkan bahwa ath-Thabâthabâ’î dalam penafsiran esoteriknya

diwarnai dengan tendensi mazhab yang dianutnya, yakni Syi`ah.

B. Saran-Saran

Penelitian ini membahas tafsir al-Mîzân dengan fokus kepada

penilaian ad-dakhîl bi al-ma’tsûr dalam penafsiran esoterik ayat-ayat

imâmah Husain ath-Thabâthabâ’î. Adapun beberapa saran untuk penelitian

selanjutnya antara lain adalah:

1. Ad-Dakhîl dalam tafsir terbagi menjadi tiga jalur, yaitu jalur al-ma’tsûr,

jalur ar-ra’yi, dan jalur al-isyârah. Pada penelitian ini, penulis hanya

mengkaji dari satu jalur saja, yakni jalur al-ma’tsûr. Oleh karena itu,

penting untuk mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan

perspektif ad-dakhîl dari sisi ar-ra’yi maupun ad-dakhîl dari sisi al-

isyârah.

2. Tafsir al-Mîzân merupakan tafsir yang memiliki corak multi-disiplin

keilmuan, seperti filsafat, ilmiah, sosiologi, dan lainnya. Sebagai upaya

pengembangan keilmuan dalam dunia tafsir, khususnya yang tertarik

meneliti tafsir al-Mîzân, disiplin keilmuan tersebut menarik untuk

dikaji lebih lanjut.

Page 44: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

156

Page 45: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

157

DAFTAR PUSTAKA

Abd. Hakim, Atang, Drs., MA., dan Jaih Mubarok, DR., Metodologi Studi

Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, Cet. Ke-2

Abû Azîz, Sa‟ad Yusuf Mahmud, Al-Isrâ‟iliyyât wa al-Maudhû‟ât fî Kutub

at-Tafâsîr Qadîman wa Hadîtsan, Kairo: Maktabah at-

Taufiqiyyah, t.th.

Abu Zaid, Nasr Hamid, Mafhûm an-Nash; Dirâsah fî Ulûm Al-Qur`ân,

Maroko: Al-Markaz ats-Tsaqâfîy al-„Arabiy, 2014, Cet. Ke-1

Ainin, Muhammad, Prof., DR., M. Pd., Metodologi Bahasa Arab, Malang:

Hilal Pustaka, 2007

Akhtar, Ali Humayun, Philosophy, Religion, and Government in Andalusian

Spain; The Nexus of Greek-Arabic Philosophy and Islamic

Mysticism and the Evolution of Political Thought and Authorithy in

al-Andalus, disertasi New York University, 2012

Akk, Khâlid „Abd ar-Rahmân, Ushûl at-Tafsîr wa Qawâ‟iduh, Damaskus:

Dâr an-Nukhâ‟is, 1986, Cet. Ke-2

Ali Iyâzî, Sayyid Muhammad, Al-Mufassirûn; Hayâtuhum wa Manhajuhum,

Teheran: Mu‟assasah at-Thabâ‟ah wa an-Nasyr Wazârat ats-

Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmiy, 1373 H/1953 M

Amin, Habibi, DR., Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyari; Melacak Kejiwaan

Mufasir, Ponorogo: Pascasarjana Insuri Ponorogo Press, 2016

Anwar, Rosihon, Prof. DR., M. Ag., Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut

Thabâthabâ‟i, Disertasi, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah, 2003

Anwar, Hamdani, Prof., DR., MA., dalam jurnal Mimbar Agama, vol. XIX,

No. 2, 2002

Asâkir, Abû al-Qâsim ibn, Târîkh Dimasyq, jilid 54, t.tt.: Dâr al-Fikr li ath-

Thabâ‟ah wa an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 1995

Al-Asfahâni, Ar-Râghib, Mufradât Alfâzh Al-Qur`ân, Mesir: Dâr ats-

Tsaqâfah al-„Arabiyyah, 1996

Page 46: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

158

________, Ar-Râghib, Mufradât fî Gharîb Al-Qur`ân, Lebanon: Dâr al-

Ma‟rifah, t.th.

Al-Ashbahânî, Abû Nu‟aim, Adh-Dhu‟afâ‟, t.tt.: Dâr ats-Tsaqâfah, 1984, Cet.

Ke-1

Al-Asqalânî, Ibn Hajar, Lisân al-Mîzân, t.tt.: Dâr al-Basyâ‟ir al-Islâmiyyah,

2002, Cet. Ke-1

________, Tahdzîb at-Tahdzîb, India: Mathba‟ah Dâ‟irah al-Ma‟ârif an-

Nizhâmiyyah, 1326 H, Cet. Ke-1

Âsyûb, Ibn Syahr, Al-Manâqib Ibn Syahr Âsyûb, jilid 3, Qum: Mu‟assah

Isyârât, t.th.

Al-Ausî, Alî, At-Thabâthabâ‟î wa Manhajuh fî Tafsîrihî al-Mîzân, Iran:

Mu‟âwaniyah ar-Ri‟âsah li al-„Alâqât ad-Dauliyah, 1985, Cet. Ke-

1

Awâ, Âdil, Bâtin-Zhâhir, dalam al-Maushû‟ah al-Falsâfiyyah al-„Arabiyyah,

Saudi Arabia: Ma‟had al-Inmâ‟ al-„Arabiy, 1986

Al-Ayyâsyî, At-Tafsîr al-„Ayyâsy, jilid 1, Teheran: Al-Maktabah

al‟Alamiyyah al-Islamiyyah, t.th.

A‟zami, Muhammad Musthafa, Manhaj an-Naqd „Inda al-Muhadditsîn

Nasy‟atuhû wa Târîkhuhû, Riyadh: Syirkah at-Thibâ‟ah al-

„Arabiyah as-Su‟udiyyah al-mahdûdah, 1928, Cet. Ke-2

________, Studies in Hadith Methodhology and Literature, India: Islamic

Teaching Center Indiana Polis, t.th.

Badawî, Abdurrahmân, Madzâhib al-Islâmiyyîn al-Mu‟tazilah wa al-

„Asyâ‟irah wa al-Ismâ‟iliyahwa al-Qarâmithah wa an-nusairiyah,

Beirut: Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn, 1997

Al-Baghdâdî, Abd al-Qâhir Thâhir, al-Farq bain al-Firaq, Kairo: t.p., 1910

________, Tarîkh al-Baghdâdî, jilid 3, Beirut: Dâr al-Gharb al-Islâmîy, 2002

Al-Bahrânî, As-Sayyid Hasyim, Al-Burhân fî Tafsîr Al-Qur`ân, jilid 1,

Beirut: Mu‟assasah al-A‟lamî li al-Mathbû‟ât, 2006, Cet. Ke-2

Page 47: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

159

Baidhan, Nashruddin, Prof., DR., MA., Wawasan Baru Ilmu Tafsir,

Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2005, Cet. Ke-1

Baidhawi, Ahmad, Mengenal Thabâthabâ‟î dan Kontroversi Nâsikh

Mansûkh, Bandung: Nuansa, 2005

Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, Beirut: Dâr ibn Katsîr, 2002, Bâb ism al-farasi

wa al-himâri, no. 2854, Cet. Ke-1

Chirzin, Muhammad, Permata Al-Qur`an, Jogjakarta: Qirtas, 2003, Cet. Ke-1

Darraz, Abdullah, An-Nabâ‟ al-Azhîm Nazharât Jadîdah fî Al-Qur`ân, Doha:

Dâr as-Tsaqâfah, 1985

Ad-Dâruquthnî, al-Mu‟talif wa al-Mukhtalif, jilid 4, Beirut: Dâr al-Gharb al-

Islâmî, 1986

________, Sunan ad-Dâruquthnî, jilid 5, Beirut: Mu‟assasah ar-Risâlah,

2004, Cet. Ke-1

Ad-Dâwûdî, Thabaqât al-Mufassirîn li ad-Dâwûdî, jilid 1, Beirut: Dâr al-

Kutub al-„Alamiyyah, t.t.

Devi Faizah Yuliana, M. Ag., Imâmah dalam Tradisi Tafsir Syiah, Bandung:

Pustaka Aura Semesta, 1013, Cet. Ke-1

Dimasyq, Umar Kahâlah, Mu‟jam al-Mu‟allifîn, jilid 7, Beirut: Maktabah al-

Matsnâ, t.t.

Djatin, Jusni, Dra., Apth, Penelusuran Literatur, Jakarta: Universitas

Terbuka, 1996

Adz-Dzahabî, Syamsuddîn, al-Mughnî fî adh-Dhu‟afâ‟, jilid 1, Qatar: Idârah

Ihyâ‟ at-Turâts al-Islâmî, t.t.

________, Ar-Ruwât ats-Tsiqât al-Mutakallim Fîhim bimâ lâ Yûjab

Radduhum, Beirut: Dâr al-Basyâ‟ir al-Islâmiyyah, 1992

________, Mîzân al-I‟tidâl fî Naqd ar-Rijâl, jilid 4, Beirut: Dâr al-Ma‟rifah li

ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr, 1963, Cet. Ke.1

________, Siyar al-A‟lâm an-Nubalâ‟, jilid 4, t.tt.: Mu‟assasah ar-Risâlah,

1985, Cet. Ke-3

Page 48: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

160

________, Tadzkirat al-Huffâzh, jilid 3, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Alamiyyah,

1998, Cet. Ke-1

Adz-Dzahabî, Muhammad Husain, Al-Ittijâhât al-Munharifah fî Tafsîr Al-

Qur`ân al-Karîm; Dawâfi‟uhâ wa Daf‟uhâ, Kairo: Maktabah

Wahbah, 1986, Cet. Ke-3

________, Al-isrâ‟iliyyât fî at-Tafsîr wa al-Hadîts, Kairo: Maktabah

Wahbah, 1990

________, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 1,2, dan 3, Kairo: Maktabah

Wahbah, 2000, Cet. Ke-7

Fairûz Abâdî, Majd ad-Dîn Muhammad ibn Ya‟qûb ibn Muhammad ibn

Ibrâhîm ibn Umar asy-Syairâzi, al-Qâmûs al-Muhîth wa al-Qâbûs

al-Wasît al-Jâmi‟ li Mâ Dhahaba min Kalâm al-„Arab Shamâmît,

Beirut: Mu‟assasah ar-Risâlah, 1407 H

Al-Farmawi, Abd Hayy, Al-Bidâyah fî at-Tafsîr al-Maudhû‟i; Dirâsah

Manhajiyyah Maudhû‟iyyah, Mesir: Universitas al-Azhar, 1977,

Cet. Ke-2

Fâyed, Abd al-Wahhâb „Abd al-Wahhâb, Ad-Dakhîl fî Tafsîr Al-Qur`ân al-

Karîm, juz 1, Kairo: Universitas al-Azhar, 1398 H/1978 M, Cet.

Ke-1

Faza, Asrar mabrur, S. Th.I., DR., MA, Syi‟ah dalam Kitab Sunni;

Pandangan Sunni terhadap Rijâl Syi‟ah dalam Kitab Lisân al-

Mîzân, Langsa: Zawiyah Serambi Ilmu pengetahuan, 2015, Cet.

Ke-1

Fudhaili, Ahmad, DR., M. Ag., Perempuan di Lembaran Kitab Suci; Kritik

atas Hadis-Hadis Sahih, Jakarta: Trans Pustaka, 2013, Cet. Ke-1

Al-Ghazâli, Abû Hâmid, Fadhâ‟ih al-Bâthiniyyah, Kuwait: Mu‟assasah Dâr

al-Kutub ats-Tsaqâfiyyah, t.th.

Ghifari, Alî Akbar, Dirâsat fî „Ilm ad-Dirâyah, t.tt.: Jâmi‟ah Imam as-Shâdiq,

1369 H

Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir Al-Qur`an, Jogjakarta: Pustaka

Insan Madani, 2008

Page 49: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

161

Al-Hajjâj, Abû Husain Muslim ibn, Shahîh Muslim, Muqaddimah, Bân fî al-

Isnâd min ad-Dîn

Hakim IMZI, A. Husnul, DR., Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, Depok:

Lingkar Studi Al-Qur`an, 2013, Cet. Ke-1

Heer, Nicholas, “Tafsir Esoterik Al-Qur`an Abu Hamid al-Ghazali,: dalam

Sayyid Hosein Nasr,” Warisan Sufi, terj. Gafna Raizha Wahyudi,

Jogjakarta: Pustaka Sufi, 2002

Hitti, Philip K., History of the Arabs, London: Mac Millan, 1970

Ibn, Irâqî, al-Mudallisîn, t.tt.: Dâr al-Wafâ‟, 1995

Ibn, al-Jauzî, Adh-Dhu‟afâ‟ wa al-Matrûkîn, jilid 1, Beirut: Dâr al-Kutub al-

„Alamiyyah, 1406 H, Cet. Ke-1

Ibn, Hibbân, Shahîh ibn Hibbân, Beirut: Mu‟assasah ar-Risâlah, 1988, Cet.

Ke-1

________, Ats-Tsiqât, jilid 3, India: Dâ‟irah al-Ma‟ârif al-Utsmâniyyah,

1973, Cet. Ke-1

Ibn, Manzhûr, , Lisân al-„Arab, juz 11, Beirut: Dâr as-Shadr, 1956

Ibn, Mâkûlâ, al-Ikmâl fî Raf‟il Irtiyâb „an al-Mu‟talif wa al-Mukhtalif fî al-

Asmâ wa al-Kunnî wa al-Ansâb, jilid 1, Beirut: Dâr al-Kutub al-

„Ilmiyyah, 1990, Cet. Ke-1

________, Tahdzîb Mustamir al-Auhâm „alâ Dzawil Ma‟rifah wa Ulil

Afhâm, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1410 H, Cet. Ke-1

Isfahani, Muhammad Mahdi, Ahsan al-wadi‟ah, Najaf: al-Mathba‟ah al-

haydariyah, 1388

Ithr, Nuruddin, DR., „Ulûm Al-Qur`an al-Karîm, Damaskus: Mathba‟ah as-

Shibl, 1993, Cet. Ke-1

________, Manhaj an-Naqd fî „Ulûm al-hadîts, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1991

Izzan, Ahmad, DR., M. Ag., Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakkur,

2007, Cet. Ke-1

Page 50: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

162

Ja‟far, Abdul Ghafur Musthafa, Al-Ashîl wa ad-Dakhîl fî Tafsîr Al-Qur`ân wa

Ta‟wilih; Riwâyatan wiratan, Kairo: Universitas Al-Azhar, 1995

Jafri, Syed Husain M., Sayyid, dalam John L. Esposito, Dunia Islam Modern,

Bandung: Mizan, 2002 Cet. Ke-2

Jigiyanto, Prof., HM., Akt., Ph. D., Metodologi Penelitian Sistem Informasi,

Yogyakarta: Andi, 2008

Jujun S. Suriasumantri, Prof., DR., Ir., M. Sc., Penelitian Ilmiah,

Kefilsafatan, dan Keagamaan; Mencari Paradigma Kebersamaan,

dalam Tadisi Baru Penelitian Agama Islam; Tinjauan

Antardisiplin Ilmu, Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2001

Al-Jurjânî, Yahya ibn al-Husain ibn Ismail ibn Zaid al-Husnî asy-Syajarî, al-

Kâmil fî Dhu‟afâ‟ ar-Rijâl, jilid 4, Beirut: al-Kutub al-„Alamiyyah,

1997, Cet. Ke-1

________, Tartîb al-Amâlî al-Khamîsiyyah li asy-Syajarî, jilid 1, Beirut: Dâr

al-Kutub al-„Alamiyyah, 2001

Kaelan, DR., M.S., Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner,

Yogyakarta: Paradigma, 2010

Al-Kasyânî, Tafsîr ash-Shâfî, jilid 1, Teheran: Maktabah ash-Shadr, 1379 H,

Cet. Ke-3

Khalîfah, Ibrâhîm Abd ar-Rahmân Muhammad, Ad-dakhîl fî at-Tafsîr, jilid 1,

Kairo: Universitas al-Azhar, 1996

Khalîl, Ahmad, Dirâsât fî Al-Qur`ân, Mesir: Dâr al-Ma‟ârif, t.th.

Al-Khâtib, Muhammad Ajjâj, Ushûl al-Hadîts, Beirut: Dâr al-Fikr, 1989

Khon, Abdul Majid, DR., H., M. Ag, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2010

Al-Kulainî, Muhammad ibn Ya‟qub, Ushûl al-Kâfî, Beirut: Dâr al-Murtadhâ,

2005

Labib, Muhsin, DR., Para Filosof, Jakarta: al-Huda, 2005

Longman Dictionary of Contemporary English, New York: Longman, 2001

Page 51: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

163

Lubis, Nabilah, Prof., DR., Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi,

Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia, 2001

Ma‟rifah, Muhammad Hâdî, At-Tamhîd fî „Ulûm Al-Qur`ân, jilid 3, Qum:

Mu‟assasah at-Tamhîd, 2007, Cet. Ke-2

Al-Maghâzilî, Ibn, Manâqib Amîr al-Mukminîn „Alî ibn Abî Thâlib, Shan‟â‟:

Dâr al-Âtsâr, 2003, no. 374

Al-Mishrî, Halimah Utsman, Ad-dakhîl fî Tafsîr al-Imâm Abî as-Sa‟ûd,

Kairo: Universitas al-Azhar, 1987

Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ ar-Rijâl, jilid 33, Beirut: Mu‟assasah

ar-Risâlah, 1980, Cet. Ke-1

Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja

Rosdakarya, 2013

Momen, Moojan, An Introduction to Shi‟i Islam; The History and Doctrines

of Twelver Shi‟ism

Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta:

Rakersorasin, 1996

Muslimî, Muhammad Mahdî dan Manshûr „Abdurrahmân, dkk., Mausû‟ah

Aqwâl Abî al-Hasan ad-Dâruquthnî fî Rijâl al-Hadîts wa „Ilalihî,

jilid 2, Beirut: „Âlim al-Kutub li an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 2001

Musolli, DR., MA., Sunni-Syiah Studies; Membongkar Ideologisasi dalam

Penafsiran Al-Qur`an, Jawa Timur: Yayasan Pondok Pesantren

Nurud Dhalam Wringin Bondowoso, 2014, Cet. Ke-1

Mustaqim, Abdul, Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran Al-

Qur`an Periode Klasik hingga Kontemporer, Jogjakarta: Nun

Pustaka, 2003

Musthafa, Ibrahim, Al-Mu‟jam al-Wasîth, Istambul: Dâr ad-Da‟wah, 1990

Na‟nâ‟ah, Ramzi Muhammad Kamal, Al-Isrâ‟iliyyât wa Âtsaruhâ fî Kutub

at-Tafsîr, Kairo: Universitas al-Azhar, t.th.

An-Najjâr, Jamal Musthafa Abd al-Hamid Abd al-Wahhab, Ushûl ad-dakhîl

fî Tafsîr Âyi at-Tanzîl, Kairo: Jâmiah al-Azhar, 2009, Cet. Ke-4

Page 52: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

164

Nasr, Sayyed Hossein, Ideals and Realities of Islam, London: George &

Unwin, 1979

________, Islam dalam Cita dan fakta, terj. Abdurrahman Wahid dan hasyim

Wahid, Jakarta: Lappenas, 1983

________, Sang Alim dari Tabriz, dalam ath-Thabâthabâ‟î; Menyingkap

Rahasia Al-Qur`an, terj. A. Malik Madaniy dan Hamim Ilyas,

Bandung: Mizan, 1989

Nata, Abuddin, Prof., DR., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Bahari Alam

Ceria. Raja Grafindo Persada, 2011, Cet. Ke-18

Ndraha, Taliziduhu, Drs., Disain Riset dan Teknik Penyusunan Karya Tulis

Ilmiah, Jakarta: Bina Aksara, 1987

Neuman, W. Lawrence, Metodologi Penelitian Sosial; Pendekatan Kualitatif

dan Kuantitatif, terj. Edina T. Sofia, Jakarta: Indeks, 2013

Putra, Nusa, DR., S. Fil., M. Pd., Penelitian Kualitatif; Proses dan Aplikasi,

Jakarta: Indeks, 2011

Al-Qardhawi, Yusuf, DR., Kaifa Nata‟âmal ma‟a as-Sunnah an-

Nabawiyyah, Mesir: Dâr asy-Syurûq, 2002

Al-Qaththân, Mannâ‟, Mabâhits fî „Ulûm Al-Qur`ân, Kairo: Maktabah

Wahbah, 2000

Al-Qummî, Al-Hasan „Alî ibn Ibrâhîm, Tafsîr al-Qummî, jilid 1, Iran:

Mu‟assasah Dâr al-Kitab li ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr, t.th., Cet.

Ke-3

Rachman, Budhy Munawar, Ensiklopedi Nurcholis Madjid; Pemikiran Islam

di Kanvas Peradaban, Jakarta: Mizan, 2006

Ar-Razzâqî, Abû al-Qâsim, „Pengantar kepada Tafsir al-Mizan,” terj. Nurul

Agustina dalam Jurnal Hikmah, No.8, Bandung: Yayasan

Murtadha Muthahhari,1993

Reese, William L., Dictionary of Philosophy and Religion, Eastern and

Western Thought, New York: Humanities Press, 1996

Ar-Rûmî, Fahd „Abd ar-Rahmân ibn Sulaimân, Ittijâhât at-Tafsîr fî al-Qarn

ar-Râbi‟ „Asyar, Beirut:Mu‟assaah Risalah, 1414 H

Page 53: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

165

________, Ushûl at-Tafsîr wa Manâhijuh, Riyadh: 1413

Sabarguna, S. Boy., DR., dr., H., MARS,, Analisis Data pada Penelitian

Kualitatif, Jakarta: UI Press, 2008

Saeed, Abdullah, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Shulkhah dan Sahiron

Syamsuddin, Jogjakarta: Baitul Hikmah Press, 2016, Cet. Ke-1

Salus, Ali Ahmad, Ensiklopedi Sunnah-Syiah; Studi Perbangingan Aqidah

dan Tafsir, juz 1, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001

As-Shâbûnî, Ali, At-Tibyân fî „Ulûm Al-Qur`ân, Pakistan: Maktabah al-

Busyrâ, 2011, Cet. Ke-4

As-Shadr, Muhammad Baqir, al-Ma‟âlim al-Jadîdah li al-Ushûl, Najaf:

Mathba‟ah an-Nu;man, 1385, jilid 1

Shihab, M. Quraish, Prof., DR., MA., Kaidah tafsir; Syarat, Ketentuan, dan

Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qur`an,

Ciputat: Lentera Hati, 2013, Cet. Ke-1

________, Membumikan Al-Qur`an, Bandung: Mizan, 1992

Shofa, Maryam, S. Th. I., Ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Jamî‟ li Ahkâm Al-

Qur`ân Karya Al-Qurthubi; Analisis Surat Al-Baqarah, dalam

jurnal Suhuf, Vol.6, No. 2, 2013, h. 288-289

Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif; Tata

Langkah dan teknik-teknik Teoritisasi Data, terj. Muhammad

Shodiq dan Imam Muttaqien, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009,

Cet. Ke-3

Sugiyono, Prof., DR.,, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta,

2014, Cet. Ke-9

________,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta, 2009, Cet. ke-8

Suwartono, DR., M. Hum., Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Jogjakarta:

Andi, 2014

As-Suyûthî, Jalâl ad-Dîn, Ad-Durr al-Mantsûr, jilid 8, Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.

________, Asmâ‟ al-Mudallisîn, Beirut: Dâr al-Jîl, t.t., Cet. Ke-1

Page 54: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

166

________, Husnul Muhâdharah fî Târîkh Mishr wa al-Qâhirah, Mesir: Dâr

al-Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, 1967, jilid 1

________, Thabaqât al-Huffâzh, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Alamiyyah, 1403

H, Cet. Ke-1

________, Al-Itqân fî „Ulûm Al-Qur`ân, jilid 2, Saudi Arabia: al-Amânah al-

„Âmmah, t.th.

Syâhîn, Ibn, Târîkh Asmâ‟ adh-Dhu‟afâ‟ wa al-Kâdzibîn, t.p.: t.tt., 1989, Cet.

Ke-1

Syamsuddin, Sahiron, DR., Phil., MA., dkk., Hermeneutika Al-Qur`an,

Yogyakarta: Penerbit Islamika, 2003, Cet. Ke-1

Asy-Syarqawî, „Iffat Muhammad, Ittijâhât at-Tafsîr Mishr wa al-„Ashr al-

Hadîts, Kairo: Mathba‟ah al-Ka‟lânî, 1972

Syibromalisi, Faizah Ali, DR., Lc., MA., dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab

Tafsir Klasik-Modern, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarid

Hidayatullah, 2011, Cet. Ke-1

________, Tafsir bi al-ma‟tsur, Ciputat: Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)

Jakarta, 2010, Cet. Ke-1

Asy-Syirbâsî, Ahmad, Qishshat at-Tafsîr, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994

Ath-Thabarsî, Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân, jilid 9, Beirut: Dâr al-

Murtadhâ, 2006, Cet. Ke-1

Ath-Thabâthabâ‟i, Muhammad Husain, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, Beirut:

Mu‟assasah al-A‟lâ li al-Mathbû‟ât, 1997, Cet. Ke-1

________, Al-Qur`ân fî al-Islâm, Beirut: Dâ al-Fikr, 1973

________, Islamic Teachings; an Overview, New York; Mostazafan

Foundation, 1989

________, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, juz 1, Beirut: Mu‟assasah al-A‟lâ li

al-Mathbû‟ât, 1997, Cet. Ke-1

________, Inilah Islam, terj. Ahsin Muhammad, Jakarta: Sadra Press, 2011,

Cet. Ke-1

Page 55: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

167

________, Shi‟a, Manila: Al-Hidaya, 1995

________, Islam Syi‟ah, terj. Djohan Effendi, Jakarta: Grafiti, 1989

Thahhân, Mahmud, Taisîr Mushthalah al-Hadîts, Iskandariyah: Markaz al-

Hudâ li ad-Dirâsât, 1415 H

Ulinnuha, Muhammad, DR., Lc., MA., Rekonstruksi Metodologi Kritik

Tafsir, Jakarta: Azzamedia, 2015, Cet. Ke-1

________, Tafsir Esoterik; Sebuah Model Penafsiran “Elit” yang

“Terlupakan”, dalam Jurnal Suhuf, Volume 3, no.1, 2010

Umar, Husain Muhammad Ibrâhîm Muhammad, Ad-Dakhil fî Tafsîr Al-

Qur`ân al-Karîm, Kairo: Universitas al-Azhar, t.th.

Umar, Nasaruddin, Prof., DR., MA., Konstruksi Ta‟wil dalam Tafsir Sufi dan

Syi‟ah, dalam Jurnal Studi Al-Qur`an, Vol. 2, No. 1, 2007

Wahid, Ramli Abdul dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu

Hadis, Medan: Perdana Publishing, 2011, Cet. Ke-1

Watt, W. Montgomery, Islamic Fundamentalism and Modernity, Routledge;

londdom, 1988

Wendry, Novizal, DR., Penafsiran Simbolik al-Qusyairi dalam Lathâ‟if al-

Isyârât, dalam Jurnal Studi Al-Qur`an, Vol. 2, No. 1, 2007

Yusuf, Yunan, Prof., DR., MA., Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar;

Sebuah Telaah atas Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam,

Jakarta: Penamadani, 2004, Cet. Ke-3

Az-Zamakhsyari, Asâs al-Balâghah, Beirut: Dâr as-Shadîr, t.th.

Az-Zarkalî, Khair ad-Dîn, Al-A‟lâm, jilid 6, t.tt.: Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn,

2002, Cet. Ke-15

________, al-A‟lâm, jilid 2, t.tt.: Dâr al-A‟lâm li al-Malâyîn, 2002

Az-Zarkasyî, Badr ad-Dîn Muhammad, Al-Burhân fî „Ulûm Al-Qur`ân, jilid

2, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2006

Az-Zarqânî, Muhammad Abd al-Azhîm, Manâhil al-„Irfân fî „Ulûm Al-

Qur`ân, juz 2, Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1995, Cet. Ke-1

Page 56: ad-dakhīl dalam tafsir al-mīzān fī tafsīr al-qur`ān - repository iiq

168

Az-Zâwî, at-Thâhir Ahmad, Tartîb al-Qâmûs al-Muhîth, Riyadh: Dâr „Âlam

al-Kutub, 1996

Zed, Mestika, DR., MA., Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia, 2008, edisi ke-2, Cet. ke-1