Page 1
AD-DAKHÎL DALAM TAFSIR AL-MÎZÂN
FÎ TAFSÎR AL-QUR`ÂN KARYA
HUSAIN ATH-THABÂTHABÂ’Î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-Ayat Imâmah)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (M.Ag) dalam Bidang
Ilmu Agama Islam
OLEH:
Siar Ni’mah
NIM. 215410626
KONSENTRASI ULUMUL QUR`AN DAN ULUMUL HADIS
PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN
JAKARTA
1438 H/2017 M
Page 2
AD-DAKHÎL DALAM TAFSIR AL-MÎZÂN
FÎ TAFSÎR AL-QUR`ÂN KARYA
HUSAIN ATH-THABÂTHABÂ’Î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-Ayat Imâmah)
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar
Magister Agama (M.Ag) dalam Bidang
Ilmu Agama Islam
OLEH:
Siar Ni’mah
NIM. 215410626
PEMBIMBING:
Prof. DR. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA
Hj. Ade Nailul Huda Abd. Fatah, Ph.D
KONSENTRASI ULUMUL QUR`AN DAN ULUMUL HADIS
PROGRAM STUDI ILMU AGAMA ISLAM
PASCASARJANA MAGISTER (S2)
INSTITUT ILMU AL-QUR`AN
JAKARTA
1438 H/2017 M
Page 3
ii
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Tesis dengan judul “Ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân
Karya Husain ath-Thabâthabâ’î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-ayat
Imâmah)” yang disusun oleh Siar Ni’mah dengan Nomor Induk Mahasiswa
215410626 telah diujikan di sidang munaqasyah Program Pascasarjana
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta pada tanggal 21 Agustus 2017. Tesis ini
telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Agama
(M.Ag) dalam bidang Ilmu Agama Islam.
Direktur Program Pascasarjana
Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)
Jakarta
DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA
Sidang Munaqasyah: tanda tangan: tanggal:
DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA __________ _______
Ketua Sidang
DR. H. Muhammad Azizan Fitriana, MA __________ _______
Sekretaris
Prof. DR. Abdul Wahab Abd. Muhaimin, Lc., MA __________ _______
Penguji I
DR. KH. Sahabuddin, MA __________ _______
Penguji II
Prof. DR. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA__________ _______
Pembimbing I
Hj. Ade Nailul Huda Abd. Fatah, Ph.D __________ _______
Pembimbing II
Page 4
iii
PERNYATAAN PENULIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Siar Ni’mah
NIM : 215410626
Tempat/Tanggal Lahir : Palacari, 04 Februari 1991
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis dengan judul “Ad-Dakhîl dalam
Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân Karya Husain ath-Thabâthabâ’î (Studi
Kritis Tafsir Esoterik Ayat-ayat Imâmah)” adalah benar-benar hasil karya
saya, kecuali kutipan-kutipan yang disebutkan sumbernya. Kesalahan dan
kekurangan di dalam karya ini, sepenuhnya menjadi tanggung jawab saya.
Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
2017 M 14 Agustus Jakarta:
21 Dzul Qa`dah 1438 H
Siar Ni’mah
Page 5
iv
بسم اهلل الرمحن الرحيمKATA PENGANTAR
Alhamdulillâh, syukur tak terhingga kepada Allah Swt. yang
senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya. Teriring salawat dan salam
kepada hamba pilihan Muhammad Saw., Rasul yang telah membawa cahaya
kepada umat yang jahil menjadi umat yang bermartabat.
Rasa syukur penulis yang tidak terhingga karena penelitian ini
sampai juga pada akhirnya. Meski diakui bahwa hasil karya ini masih jauh
dari kata sempurna. Semoga ketidaksempurnaan ini menjadi sebuah tangga
perbaikan. Kemudian, terima kasih penulis sampaikan kepada para pihak
yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Terima kasih dan
takzim penulis haturkan kepada:
1. Ibu Prof. DR. Hj. Khuzaimah Tahido Yanggo, MA selaku Rektor Institut
Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
2. Bapak DR. KH. Ahmad Munif Suratmaputra, MA selaku Direktur
Program Pascasarjana Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
3. Bapak Prof. DR. KH. Said Agil Husein al-Munawwar, MA selaku
Pembimbing Tesis I.
4. Ibu Hj. Ade Nailul Huda Abd. Fatah, Ph.D selaku Pembimbing Tesis II.
5. Bapak DR. H. Azizan Fitriana, MA selaku Ketua Jurusan Program Studi
Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Program Pascasarjana Magister (S2) Institut
Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
6. Segenap guru dan dosen yang telah mendidik, membimbing dan mengajar
penulis, terutama pada Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir Program
Pascasarjana Magister (S2) Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta.
7. Kedua orang tua tercinta, Bapak Ansar dan Ibu Syamsidar atas segala
kasih sayang, kesabaran, dan doa yang tiada henti. Allâhummaghfir lî wa li
wâlidayya warhamhumâ kamâ rabbayânî shaghîrâ. Amin. Tidak lupa
kepada kedua kakak saya, Kak Asdar dan kak Arham, juga untuk adik
saya, Asniar Khaerunnisa.
8. Pustakawan IIQ Jakarta, Perpustakaan Umum Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Islam Iman Jama, Pusat
Studi Al-Quran (PSQ), Perpustakaan Sekolah Pascasarjana (Sps) UIN
Syarif Hidayatullah, dan Perpustakaan Nasional (PN) di Salemba.
9. Teman-teman mahasiswa (i) Program Studi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir
Pascasarjana Magister (S2) Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta angkatan
2015.
Page 6
v
10. Teman-teman anggota Organisasi Daerah Persaudaraan Mahasiswa
Bugis-Makassar (PMBM) IPTIQ-IIQ Jakarta.
11. Keluarga besar yang bertempat tinggal di Kecamatan Ponre, Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan.
12. Para pejuang tesis, Atikah, Pipit, Misyka, Wahdah, Miskah, Teh Icha,
Bunda Cutra, dan Siti, kalian luar biasa. Sahabati Nduk Ridha, Iyah, dan
Kak Dzakirah, kalian terbaik. Zuhra dan Kak Irwani, sukses untuk
kalian. Zy, kawan satu iya satu kata, satu juang (tidak terlukiskan betapa
kuatnya kaki melangkah dari satu pustaka ke pustaka lain untuk
pemantapan materi berharap proposal diterima dengan baik, sungguh
perjuangan itu ada), satu nasib (hasil tidak pernah mendustai usaha.
Secara kasat mata, ungkapan ini nampaknya tidak berlaku untuk kami,
proposal ditolak. Secara tak kasat mata, kejadian ini mengajarkan arti
sabar, lapang dada, serta ikhlas). Semoga ini tahap menuju kematangan,
baik secara emosional maupun intelektual. Amin.
13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
Akhirnya, semoga penelitian ini dapat menjadi sebuah karya yang
bermanfaat. Amin.
2017 M 14 Agustus Jakarta:
21 Dzul Qa`dah 1438 H
Penulis
Page 7
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN TESIS ...................................................... ii
PERNYATAAN PENULIS ................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
DAFTAR ISI .......................................................................................... vi
PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................... x
ABSTRAK .............................................................................................. xiv
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Permasalahan ................................................................. 12
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 13
D. Kegunaan Penelitian ...................................................... 13
E. Tinjauan Pustaka ........................................................... 14
F. Metodologi Penelitian ................................................... 17
G. Sistematika Penulisan .................................................... 24
BAB II : TINJAUAN UMUM AD-DAKHÎL DAN TAFSIR
ESOTERIK ....................................................................... 25
A. Ad-Dakhîl dalam Tafsir ................................................. 25
1. Definisi ad-Dakhîl .................................................... 25
2. Sejarah Perkembangan ad-Dakhîl ............................ 28
a. Sejarah Kemunculan ............................................ 28
b. Perkembangan ad-Dakhîl dalam Tafsir ............... 30
c. Penyebab Munculnya ad-Dakhîl ......................... 32
d. Klasifikasi Bentuk ad-Dakhîl dalam Tafsir ......... 36
B. Tafsir Esoterik ............................................................... 38
1. Definisi Tafsir Esoterik ............................................ 38
2. Sejarah dan Perkembangan Tafsir Esoterik .............. 43
3. Landasan Hukum Penafsiran Esoterik ...................... 48
4. Syarat Penafsiran Esoterik ........................................ 50
Page 8
vii
BAB III : MENGENAL HUSAIN ATH-THABÂTHABÂ’Î DAN
TAFSIRNYA .................................................................... 53
A. Biografi Husain ath-Thabâthabâ’î ................................. 53
1. Masa Kecil dan Keluarganya .................................... 53
2. Latar Belakang Pendidikan ....................................... 55
3. Konteks Sosial-Politik di Masanya .......................... 61
4. Karya-karya Husain ath-Thabâthabâ’î ..................... 64
5. Komentar Tokoh terhadap Husain ath-Thabâthabâ’î 66
B. Biografi Kitab Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân ...... 67
1. Nama dan Motivasi Penulisan .................................. 67
2. Sumber dan Referensi Penafsiran ............................. 68
3. Metode Penafsiran .................................................... 73
4. Sistematika Penafsiran .............................................. 74
5. Karakteristik Penafsiran ........................................... 74
6. Corak Penafsiran ...................................................... 79
7. Kelebihan dan Kekurangan Tafsir ............................ 80
8. Komentar Ulama....................................................... 81
BAB IV : AD-DAKHÎL DALAM PENAFSIRAN ESOTERIK
AYAT-AYAT IMÂMAH HUSAIN ATH-
THABÂTHABÂ’Î ............................................................ 83
A. Kritik Sanad terhadap Riwayat Hadis dalam
Penafsiran Esoterik Ayat-Ayat Imâmah ........................ 85
1. Tafsir Esoterik Seputar ‘Alî ibn Abî Thâlib dan
Ke-wilâyah-annya ..................................................... 87
a. QS. Al-Fâtihah [1]: 6 ........................................... 87
b. QS. Al-Mâ’idah [5]: 55 ........................................ 90
c. QS. Al-Mu’minûn [23]: 71 .................................. 94
d. QS. An-Nahl [16]: 83 ........................................... 96
e. QS. At-Taubah [9]: 23 ......................................... 98
f. QS. Al-Wâqi’ah [56]: 10 ..................................... 100
g. QS. Maryam [19]: 96 ........................................... 103
h. QS. Ar-Ra’d [13]: 29 ........................................... 110
2. Tafsir Esoterik tentang Ahl al-Bait ........................... 112
a. QS. Al-Baqarah [2]: 35 ........................................ 112
b. QS. Al-Baqarah [2]: 37 ........................................ 116
c. QS. Ar-Rahmân [55]: 19 ...................................... 118
d. QS. Ibrâhîm [14]: 24 ............................................ 121
e. QS. Al-An’âm [6]: 55 .......................................... 124
f. QS. An-Nûr [24]: 35 ............................................. 124
Page 9
viii
g. QS. Al-Furqân [25]: 54 ........................................ 127
h. QS. Al-Baqarah [2]: 136 ...................................... 128
3. Tafsir Esoterik Seputar Imam Syi`ah dan
Keimanan terhadapnya ............................................. 130
a. QS. At-Taubah [9]: 36 ......................................... 130
b. QS. Al-Baqarah [2]: 121 ...................................... 131
c. QS. Al-A’râf [7]: 31 ............................................. 133
d. QS. Âli ‘Imrân [3]: 7 ............................................ 134
e. QS. Âli ‘Imrân [3]: 68 .......................................... 137
f. QS. An-Nahl [16]: 16 ........................................... 139
B. Analisis atas keberadaan Hadis-hadis Bermasalah (ad-
Dakhîl bi al-Ma’tsûr) dalam Penafsiran Esoterik
Imâmah ath-Thabâthabâ’î dan Pengaruhnya terhadap
Penafsiran ...................................................................... 148
BAB V : PENUTUP .......................................................................... 155
A. Kesimpulan .................................................................... 155
B. Saran .............................................................................. 155
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 157
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .............................................................. xviii
Page 11
x
PEDOMAN TRANSLITERASI
1. Konsonan
: a : th
: b : zh
: t : „
: ts : gh
: j : f
: h : q
: kh : k
: d : l
: dz : m
: r : n
: z : w
: s : h
: sy : ′
: sh : y
: dh
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal Panjang Vokal Rangkap
Fathah : a : â .َ.. : ai
Kasrah : i : î .َ.. : au
Page 12
xi
Dhammah : u : û
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lâm (ال) qamariyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lâm (ال) qamariyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh:
: al-Baqarah : al-Madînah
b. Kata sandang yang diikuti alif lâm (ال) syamsiyah
Kata sandang yang diikuti oleh alif lâm (ال) syamsiyah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan
sesuai dengan bunyinya.
Contoh:
: ar-Rajul : as-Sayyidah
: asy-Syams : ad-Dârimî
c. Syaddah (Tasydîd)
Syaddah (Tasydîd) dalam sistem aksara Arab digunakan lambang (ّى),
sedangkan untuk alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu
dengan cara menggandakan huruf yang bertanda tasydîd.Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydîd yang berada di tengah kata, di
akhir kata ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti
oleh huruf-huruf syamsiyah. Contoh:
: Âmanâ billâhi : Âmana as-Sufahâ’u
: Inna al-ladzîna : Wa ar-Rukka`i
d. Ta Marbûthah (ة)
Ta Marbûthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqf atau diikuti oleh kata
sifat (na‟at), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf “h”.
Contoh:
al-Af’idah : al-Jâmi’ah al-Islâmiyyah : ا
Sedangkan Ta Marbûthah (ة) yang diikuti atau disambungkan (di-
washal) dengan kata benda (ism), maka dialihaksarakan menjadi
huruf “t”. Contoh:
: ‘Âmilalatun Nâshibah : al-Âyat al-Kubrâ
e. Huruf Kapital
Sistem penulisan huruf arab tidak mengenal huruf kapital, akan tetapi
apabila telah dialihaksarakan, maka berlaku ketentuan ejaan yang
telah disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti penulisan awal
kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri dan lain-lain.
Page 13
xii
Ketentuan yang berlaku pada (EYD) berlaku pula dalam alih aksara
ini, seperti cetak miring (italic) dan cetak tebal (bold) dan ketentuan
lainnya. Adapun untuk nama diri yang diawali dengan kata sandang,
maka huruf yang ditulis kapital adalah awal nama diri, bukan kata
sandangnya. Contoh: „Alî Hasan al-„Âridh, al-„Asqallân al-Farmawî
dan seterusnya. Khusus untuk penulisan kata Al-Qur`an dan nama-
nama surahnya menggunakan huruf kapital. Contoh: Al-Qur`an, Al-
Baqarah, Al-Fâtihah dan seterusnya.
Page 15
xiv
ABSTRAK
Tesis ini berjudul ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-
Qur`ân Karya Husain ath-Thabâthabâ’î (Studi Kritis Tafsir Esoterik Ayat-
ayat Imâmah). Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk melacak
status hadis daripada penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah ath-Thabâthabâ’î,
kemudian menganalisa pengaruh atas keberadaan hadis-hadis tersebut
terhadap tafsir esoterik ayat-ayat imâmah.
Adapun sumber primer daripada penelitian ini adalah kitab tafsir
al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Husain ath-Thabâthabâ’î. Sementara
sumber sekunder yang digunakan adalah karya-karya lain ath-Thabâthabâ’î,
buku-buku dan atau hasil penelitian tentang beliau dan karya tafsirnya. Selain
itu, buku-buku terkait dengan ad-dakhîl dalam tafsir, buku-buku yang terkait
dengan penilaian baik buruk perawi (al-jarh wa at-ta’dîl), dan biografi
perawi hadis (târîkh ar-ruwah) juga menjadi sumber penting.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analitis. Metode
deskriptif digunakan untuk mencari dan mengurai riwayat-riwayat hadis yang
ada dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah, sedang penggunaan metode
analitis adalah sebagai upaya untuk menganalisa kedudukan daripada hadis-
hadis imâmah. Dengan demikian, pendekatan yang dinilai tepat untuk
menganalisa kedudukan hadis-hadis imâmah tersebut adalah dengan
menggunakan pendekatan kritik sanad hadis.
Penelitian yang penulis lakukan ini sesungguhnya melanjutkan
penelitian yang telah dilakukan oleh Rosihon Anwar, yakni perspektif ath-
Thabâthabâ’î terhadap tafsir esoterik Al-Qur`an yang objek utamanya
merujuk kepada tafsir al-Mîzân. Penulis menilai bahwa keabsahan tafsir
esoterik perlu dikaji mendalam dengan menggunakan analisa ad-dakhîl bi al-
ma’tsûr, terlebih lagi penafsiran esoterik ath-Thabâthabâ’î sarat dengan
persoalan imâmah. Hasilnya, penelitian ini menemukan bahwa terdapat 22
hadis bermasalah, yakni berstatus sebagai hadis dha’îf dan hadis maudhû’.
Dengan demikian, ath-Thabâthabâ’î dalam penafsirannya secara esoterik
telah melakukan penyimpangan penafsiran dari segi riwayat hadis (ad-dakhîl
bi al-ma’tsûr).
Fakta tersebut, menunjukkan bahwa ath-Thabâthabâ’î tidak bisa
lepas dari jerat ideologi, artinya penafsirannya secara esoterik diwarnai
dengan tendensi mazhab Syi`ahnya. Hal ini turut serta membenarkan
sekaligus menguatkan pernyataan Fahd ibn Sulaiman ar-Rûmî yang menilai
bahwa tafsir al-Mîzân merupakan karya tafsir paling penting pada abad ke-14
seandainya saja tidak terpengaruh oleh ajaran Syi`ah.
Page 16
xv
ABSTRACT
This thesis entitled ad-Dakhîl in Tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-
Qur`ân by Husain ath-Thabâthabâ’î (Critical Study on Esoteric Exegesis of
Imamah's Verses). The purpose of this study is to track the status of the
hadith rather than to track the esoteric interpretation of the verses of Imamah
in the opinion of ath-Thabâthabâ’î, and then to analyze the influence of the
existence of these traditions against the esoteric interpretation of the verses of
Imamate.
The primary source of this research is the book of exegesis of al-
Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân written by Husain ath-Thabâthabâ’î. While the
secondary sources used are other works of ath-Thabâthabâ’î, books and or
research results about him and his exegetical work. In addition, the books
related to ad-dakhîl in the tafseer, books related to the good judgment of the
narrators (al-jarh wa at-ta’dîl), and the biography of the hadith narrators
(târîkh ar-ruwah) are also to be important sources in this research.
This research uses analytical descriptive method. Descriptive
method is used to search and to decipher the narrations of hadith contained in
the esoteric interpretation of the verses of the Imamate, while the use of
analytical methods is an attempt to analyze the position of the hadiths of the
Imamate. Thus, the appropriate approach to analyze the position of Hadiths
of the Imamate is by using the criticism approach of sanad of hadith.
The research that the authors do is actually continuing the research
that has been done by Rosihon Anwar, by taking title “the ath-Thabâthabâ'î
perspective on the esoteric interpretation of the Qur'an” which its main object
refers to the al-Mîzân tafsir. The author considers that the validity of esoteric
interpretation needs to be studied in depth by using ad-dakhîl bi al-ma’tsûr
analysis, moreover the esoteric interpretation of ath-Thabâthabâ’î is full of
imam’s problems. As a result, this study found that there are 22 troubled
traditions, namely the status of hadith dha’îf and hadith maudhû’. Thus, ath-
Thabâthabâ’î in its esoteric interpretation has deviated the interpretation from
the side of the hadith narration (ad-dakhîl bi al-ma’tsûr).
The facts mentioned above show that ath-Thabâthabâ’î can not be
separated from ideological inclination, it means that the interpretation is
esoterically colored by the tendency of the Shi’i school. This also confirms
and reinforces Fahd ibn Sulaiman ar-Rûmî’s statement which considers that
the commentary of al-Mîzān was the most important interpretation work of
the 14th century had it not been influenced by Shi`i teachings.
Page 19
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan sumbernya,1 dikenal tiga jenis tafsir, yakni tafsîr bi
al-ma‟tsûr,2 tafsîr bi ar-ra‟yi,
3 dan tafsîr bi al-isyârî.
4 Ketiga jenis tersebut
melahirkan produk tafsir sesuai dengan kategorinya.5
Kekayaan karya tafsir ini mempertegas bahwa diskursus seputar
penafsiran Al-Qur`an menjadi sebuah diskursus yang tak pernah usai.
Penyebabnya bisa dilihat dari tiga hal, bahwa Al-Qur`an relevan bagi setiap
ruang dan waktu (shâlih li kulli zamân wa makân). Kedua, bahwa penafsiran
Al-Qur`an selalu menampilkan hal-hal inovatif pada setiap gaya penafsiran
1 Sumber otentik penafsiran terdiri dari; 1) Al-Qur`an, 2) Hadis Sahih, 3)
Pendapat sahabat dan tabi‟in yang benar, 4) Kaidah bahasa Arab yang disepakati mayoritas
ahli bahasa, 5) Ijtihad yang berdasar pada data, kaidah, teori, dan argumentasi yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Lihat Jamal Mushthafâ „Abd al-Hamîd „Abd al-
Wahhab an-Najjâr, Ushûl ad-Dakhîl fî Tafsîr Âyi at-Tanzîl, (Kairo: Jâmiah al-Azhar, 2009),
Cet. Ke-4, h. 28 2 Tafsir bi al-ma‟tsûr adalah tafsir yang berdasarkan pada penukilan riwayat-
riwayat, baik dari hadis, perkataan sahabat, maupun tabi‟in. Tafsir bi al-ma‟tsûr terdiri empat
komponen, yakni: 1) Menafsirkan lafaz atau ayat Al-Qur`an lainnya (tafsir Al-Qur`an
dengan Al-Qur`an) yang memiliki penjelasan dari hal-hal yang rinci, yang musykil, mubhâm,
dan lainnya. 2) Menafsirkan lafazh atau ayat Al-Qur`an dengan hadis. 3) Menfasirkan lafazh
atau ayat Al-Qur`an dengan perkataan sahabat. 4) Menfasirkan lafazh atau ayat Al-Qur`an
dengan perkataan tabi‟in, meskipun masih menjadi perdebatan di kalangan ulama tafsir,
apakah masuk dalam kategori ma‟tsûr ataukah tidak. Lihat Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir bi
al-Ma‟tsur, (Ciputat: Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, 2010), Cet. Ke-1, h. 28 3 Tafsir bi ar-ra‟yi adalah upaya untuk memahami nas Al-Qur`an melalui ijtihad
seorang mufasir yang memahami betul bahasa Arab dari segala sisinya, memahami lafaz-
lafaz dan dalâlah-nya, mengerti syair-syair Arab, memahami dengan baik asbâb an-nuzûl,
an-nâsikh dan al-mansûkh, serta menguasai ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh seorang
mufasir. Lihat Husain adz-Dzahabî, at-Tafsîr wa al-Mufassirûn, jilid 1, (Mesir: Dâr al-
Maktûb al-Hadîtsah, 1976), h. 183 4 Faizah Ali Syibromalisi, Tafsir bi al-Ma‟tsûr, h. 28
5 Dari segi ma‟tsûr, terdapat tafsir yang paling klasik semisal Jâmi‟ al-Bayân fî
Tafsîr Al-Qur`ân karya at-Thabarî, Tafsîr Al-Qurân al-„Azhîm karya Ibn Katsîr dan Ad-
Durru al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya as-Suyûthî (w. 911 H). Dari segi ra‟yi,
terdapat Mafâtîh al-Ghaib karya ar-Râzî (w. 606 H), Al-Bahr al-Muhîth karya Abû Hayyân
(w. 745 H), dan yang lebih kontemporer seperti Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Syaikh
Thanthâwî Jauharî (w. 1870-1940 M), dan Tafsîr al-Manâr karya Syaikh Muhammad Râsyid
Ridhâ (w. 1282-1354 H/1865-1935 M) dan Syaikh Muhammad „Abduh (w. 1849-1905 M).
Sementara dari segi isyârî terdapat Tafsîr as-Sullami karya As-Sullami (w. 412 H/1021 M),
Lathâ‟if al-Isyârât karya Al-Qusyairi (w. 465 H/1073 M) , dan Tafsîr Rûh al-Bayân karya
Isma‟il Haqqi (w. 1289-1365 H/1873-1946 M).
Page 20
2
yang berbeda dari penafsiran sebelumnya.6 Ketiga, bahwa proses dialetika
antara teks yang terbatas dan konteks yang tidak terbatas, memicu
perkembangan tafsir.7 Hal ini turut membenarkan ungkapan seorang
cendekiawan muslim kontemporer, Nasr Hamid Abu Zaid (1928-2010 M),
bahwa Al-Qur`an adalah laut, semakin dalam gelombang lautan diselami,
semakin banyak permata dan mutiara yang dapat diperoleh. Artinya, semakin
menyibukkan diri menjelajahi keagungan Al-Qur`an, semakin dekat dan
terlihat jelas makna yang dikandung olehnya.8
Upaya untuk menafsirkan Al-Qur`an telah berjalan sejak
Rasulullah Saw. masih hidup. Sejarah tafsir dimulai dari penafsiran yang
ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya, kemudian secara berturut-turut beralih
kepada sahabat Nabi. Kemudian berlanjut kepada generasi tâbi‟în, tâbi‟ at-
tâbi‟în, hingga sampai pada zaman modern ini.9
Produk tafsir yang dihasilkan tersebut sudah barang tentu memiliki
karakter dan coraknya masing-masing. Dalam perkembangan tafsir Al-
Qur`an dari waktu ke waktu hingga saat ini sebagaimana dijelaskan oleh
Quraish Shihab,10
terdapat enam corak tafsir yang dikenal luas. Corak-corak
tersebut yakni corak sastra bahasa, corak filsafat dan teologi, corak ilmiah,
corak fikih atau hukum, corak tasawuf, dan corak sosial kemasyarakatan.11
6 Sahiron Syamsuddin, dkk., Hermeneutika Al-Qur`an, (Yogyakarta: Penerbit
Islamika, 2003), Cet. Ke-1, h. xx 7 Musolli, Sunni-Syi`ah Studies; Membongkar Ideologisasi dalam Penafsiran Al-
Qur`an, (Jawa Timur: Yayasan Pondok Pesantren Nurud Dhalam Wringin Bondowoso,
2014), Cet. Ke-1, h. 1 8 Nasr Hamid Abu Zaid, Mafhûm an-Nash; Dirâsah fî Ulûm Al-Qur`ân
(Maroko: Al-Markaz ats-Tsaqâfîy al-„Arabiy, 2014), Cet. Ke-1, h. 277 9 Muhammad Chirzin, Permata Al-Qur`an, (Jogjakarta: Qirtas, 2003), Cet. Ke-1,
h. 75 10
Muhammad Quraish Shihab lahir pada 16 Februari 1944 di Rappang,
Sulawesi Selatan. Beliau adalah guru besar dalam bidang tafsir dan pernah menjabat sebagai
rektor di IAIN Alauddin Makassar juga di UIN Syarif Hidayatullah jakarta. Karya
monumentalnya di bidang tafsir adalah Tafsir al-Mishbah. Beliau merupakan mufasir
tersohor di Indonesia. Di luar dunia kampus, beliau juga pernah dipercaya untuk menduduki
kursi Ketua MUI Pusat, anggota Lajnah Pentashih Al-Qur`an Departemen Agama, anggota
Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional, dan Menteri Agama Kabinet Pembangunan VIII.
Lihat Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur`an, (Jogjakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008), h. 236-237 11
Yunan Yusuf, Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar; Sebuah Telaah atas
Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam, (Jakarta: Penamadani, 2004), Cet. Ke-3, h. xxxiii.
Lihat juga M Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, (Bandung: Mizan, 1992), h. 72.
Selanjutnya terkait dengan pembagian corak, Nashruddin Baidhan memiliki kategori sendiri,
beliau membagi tiga bentuk corak dalam tafsir, yakni corak umum, corak khusus, dan corak
kombinasi. Lihat Nashruddin Baidhan, Wawasan Baru Ilmu Tafsir, (Jogjakarta: Pustaka
Page 21
3
Harus diakui bahwa Al-Qur`an memang sangat terbuka untuk
ditafsirkan (multi interpretable). Munculnya berbagai macam corak dan
karakteristik penafsiran disebabkan oleh banyak faktor, antara lain adalah
disiplin ilmu yang ditekuni oleh seorang mufasir.12
Abdullah Saeed13
kemudian mempertegas bahwa arus intelektuallah yang memberi dampak
besar pada bagaimana seorang menafsirkan Al-Qur`an. Bahwa dalam sebuah
karya tafsir, seseorang akan dapat melihat dengan jelas bagaimana orientasi
religio-politik,14
teologis, mistis, dan orientasi fikih. Orientasi-orientasi ini
kemudian dapat mempengaruhi penafsiran mereka terhadap Al-Qur`an.15
Faktor-faktor ini oleh Abdul Mustaqim dikategorikan sebagai faktor eksternal
(al-„awâmil al-khârijiyyah).16
Faktor-faktor ini ditopang oleh keadaan Al-Qur`an sendiri
sebagaimana yang dikatakan oleh Abdullah Darraz (1894 M-1958 M)17
bahwa Al-Qur`an bagaikan intan yang setiap sudutnya memancarkan cahaya
Pelajar, 2005), Cet. Ke-1, h. 388. Muhammad Ulinnuha dalam disertasinya memaparkan
bahwa terdapat 12 nuansa/corak penafsiran yang sering ditemui, yakni corak lughâwi
(linguistik), adabî (sastra), sufi (sufistik), fikih (hukum), „ilmî (saintifik), ijtimâ‟i (sosial
kemasyarakatan), harâki (gerakan), tarbâwi (pendidikan), balâghi dan bayâni, falsâfi
(filsafat), nafsî (psikologi), dan thibbî (kedokteran). Lihat Muhammad Ulinnuha,
Rekonstruksi Metodologi Kritik Tafsir, (Jakarta: Azzamedia, 2015), Cet. Ke-1, h. 260 12
Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir, (Bandung: Tafakkur, 2007), Cet. Ke-1,
h. 47 13
Abdullah Saeed lahir di Maladewa. Ia meraih BA bidang Bahasa Arab di
Islamic University (Saudi Arabia), peraihan gelar MA dan PhD bdang Islamic Studies di
Melbourne University, Australia. Ia pun menguasai berbagai bahasa, seperti Maladewa,
Inggris, Arab, Urdu, Jerman hingga Indonesia. Salah satu buku terbarunya dalam bahasa
inggris antara lain adalah Reading the Qur`an in the Twenty-First Century: A Contextualist
Approach, terbit pada tahun 2013. Lihat Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj.
Shulkhah dan Sahiron Syamsuddin, (Jogjakarta: Baitul Hikmah Press, 2016), Cet. Ke-1 14
Hal ini sesuai dengan pernyataan Michel Foucault bahwa perkembangan ilmu
pengetahuan termasuk ilmu tafsir tidak bisa dipisahkan dari adanya relasi kekuasaan. Lihat
Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur`an Periode Klasik
hingga Kontemporer, (Jogjakarta: Nun Pustaka, 2003), h. 15 15
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron
Syamsuddin, (Yogyakarta: Baitul Hikmah Press, 2016), Cet. Ke-1, 28 16
Abdul Mustaqim, Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran Al-Qur`an
Periode Klasik hingga Kontemporer, h. 1-2 17
Abdullah Darrâz adalah seorang dosen pada fakultas Ushuluddin di
Universitas al-Azhar pada tahun 1930. Semasa menjadi dosen, ia diutus oleh pihak al-Azhar
untuk melanjutkan pendidikannya pada jenjang doktoral ke prancis. Pada tahun 1947, dua
makalahnya yang terkenal yakni at-Ta‟rîf bi Al-Qur`ân dan al-Akhlâq fî Al-Qur`ân
mengantarkannya kepada gelar doktor dengan predikat mumtâz. Setelah perjalanan
intelektualnya yang panjang, ia menghembuskan nafas terakhir di kota Lahore saat sedang
menghadiri acara muktamar. Lihat Abdullah Darraz, An-Nabâ‟ al-Azhîm Nazharât Jadîdah fî
Al-Qur`ân, (Doha: Dâr as-Tsaqâfah, 1985), h. 6
Page 22
4
yang berbeda dengan apa yang terpancar dari sudut-sudut yang lain, dan tidak
mustahil jika setiap orang memiliki interpretasinya masing-masing.18
Senada dengan Abdullah Darrâz (1894 M-1958 M), Muhammad
Arkhoun (1928 M-2010 M)19
juga menyampaikan pesan yang sama
sebagaimana dikutip oleh Quraish Shihab dalam bukunya Membumikan Al-
Qur`an, bahwa Al-Qur`an memberikan kemungkinan-kemungkinan
interpretasi yang tak terbatas. Oleh karena itu, setiap ayat tidak tertutup
hanya untuk interpretasi tunggal tetapi ia membuka kemungkinan
interpretasi-interpretasi lain yang baru.20
Secara historis, pada abad ke-3 H hingga abad ke-9 H sebagaimana
dijelaskan oleh Abdullah Saeed, menjadi era matangnya perbedaan mazhab
dalam pemikiran Islam. Meskipun pada dasarnya perbedaan ini telah muncul
pada abad ke-1 H, namun pada abad ke-3 H baru terlihat pergerakan
kelompok religio-politik seperti Sunni, Syi`ah, dan Khawarij dalam
menginterpretasi ayat-ayat Al-Qur`an terkait soal hukum dan teologi.21
Inilah
satu sudut pandang dari sekian banyak interpretasi-interpretasi terhadap Al-
Qur`an.
Ditinjau dari segi produktifitas, tafsir Sunni menjadi yang
dominan. Nuansa teologis yang ditampilkan dalam penafsiran Sunni lebih
cenderung pada upaya pemurnian posisi yang menjadi perdebatan teologi
yang sengit kala itu. Karakteristik utamanya menekankan kepada makna
eksoteris (zhâhir) Al-Qur`an dengan dukungan bukti linguistik, daripada
makna esoterik (bâthin). Hal ini kontras dengan tafsir Syi`ah yang cenderung
menekankan makna esoterik Al-Qur`an.22
Meskipun kedua pemilik ideologi
terbesar ini terkesan saling menjauh, namun dalam beberapa kesempatan
terlihat bersama. Hal ini ditunjukkan dengan perujukan silang pada karya
tafsir, khususnya dalam tafsir al-Mîzân karya Muhammad Husain at-
Thabâthabâ‟i (1903-1981 M).23
Salah satunya ia merujuk kitab tafsir Sunni,
18
Abdullah Darraz, An-Nabâ‟ al-Azhîm Nazharât Jadîdah fî Al-Qur`ân, h. 111 19
Ia lahir di Aljazair pada tahun 1928, secara kultur, ia adalah percampuran
antara Berber, Perancis, dan Arab. Gelar PhD nya didapatkan dari Sorbonne, Paris. Arkhoun
dikenal sebagai seorang sarjana perintis pemikiran Islam Kontemporer. Salah satu karya
utamanya ialah The Unthought in Contemporary Islamic Thought. Lihat Abdullah Saeed,
Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Shulkhah dan Sahiron Syamsuddin, h. 331 20
M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an, h. 72 21
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron
Syamsuddin, h. 284 22
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron
Syamsuddin, h. 284-285 23
Nama lengkap dan gelarnya adalah Al-„Allamah Sayyid Muhammad Husain
ibn Muhammad ibn Muhammad Husein „Ali Ashghar Syaikh al-Islam ibn Mirza Muhammad
Page 23
5
yakni ad-Durru al-Mantsûr fî at-Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya Jalaluddin as-
Suyuthi (849-911 H).24
Perujukan silang terhadap karya-karya Sunni inilah
yang memperlihatkan keterbukaan at-Thabâthabâ‟i terhadap gagasan-gagasan
di luar Syi`ah.25
Kebersamaan yang terlihat ini, tidak demikian bagi kelompok
Khawarij. Mereka menjadi bagian kecil dari umat islam, beberapa keturunan
Khawarij ini masih memepertahankan ideologi mereka hingga sekarang.
Ideologi yang terkesan sangat keras, seperti seorang muslim yang melakukan
dosa besar tidak lagi menjadi seorang muslim dan akan masuk neraka.
Kemungkinan ideologi inilah yang mendasari penafsiran mereka tidak
banyak diterima oleh orang yang menganut di luar ideologinya. Di samping
itu, karya tafsir kaum Khawarij tidak begitu terlihat di permukaan.26
Menanggapi beberapa penjelasan di atas, yakni ditinjau dari segi
sumber tafsir, corak maupun karakteristik tafsir, dapat ditarik sebuah
kesimpulan bahwa produk tafsir dari klasik hingga modern menggunakan dua
pendekatan. Pertama, pendekatan eksoterik, yakni tafsir yang
menitikberatkan kepada pemahaman lahiriah teks Al-Qur`an. Kedua,
pendekatan esoterik, yakni sebuah pendekatan nontekstual dengan
mengedepankan aspek isyarat atau pesan batin yang terkandung di balik
makna lahir teks Al-Qur`an.27
Taqi Qadhi ath-Thabâthabâ‟î. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga ulama di Tibrîz (Iran), ia
juga termasuk keturunan Nabi. Ia kemudian tumbuh dalam keluarga yang terkenal dengan
keutamaan dan wawasannya. Salah satu karya tafsir monumentalnya adalah Al-Mîzân fî
Tafsir Al-Qur`ân. Lihat Ath-Thabâthabâ‟î, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, juz 1, (Beirut:
Mu‟assasah al-A‟lâ li al-Mathbû‟ât, 1997), Cet. Ke-1, h. 1-2. Selanjutnya dalam tesis ini
namanya akan ditulis dengan ath-Thabâthabâ‟î saja. 24
Nama lengkapnya adalah Jalâluddîn Abu al-Fadhl Abdurrahmân bin Abû
Bakar bin Muhammad Suyûthî. Ia lahir pada bulan Rajab. Di usia 8 tahun ia telah
menamatkan hafalan Al-Qur`annya. Ia juga menghafal banyak matan hadis dan berguru
kepada banyak guru. Muridnya, Ad-Dawudi, menghitung jumlah gurunya yang mencapai 51
guru. Karyanya lebih dari 500 judul, salah satu karya tafsirnya, yakni Ad-Durru al-Mantsûr
fî Tafsîr al-Ma‟tsûr. Lihat Muhammad Husein adz-Dzahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz
1, h. 180 25
Fahd ibn „Abd ar-Rahmân ibn Sulaiman ar-Rûmî, Ushûl at-Tafsîr wa
Manâhijuh, (Riyadh: 1413), h. 151-152 26
Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Sulkhah dan Sahiron
Syamsuddin, h. 292-293 27
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, Disertasi,
(Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2003), h. 4. Lihat juga M Ulinnuha,
Khusnan, “Tafsir Esoterik; Sebuah Model Penafsiran “Elit” yang “Terlupakan”, dalam jurnal
Suhuf, Vol. 3, No. 1. 2010, h. 16
Page 24
6
Kedua penafsiran ini, eksoterik maupun esoterik, memiliki sisi
urgensitas yang sama. Abû Thâlib al-Makkî misalnya mengatakan bahwa
sesungguhnya ilmu lahir dan ilmu batin merupakan dua ilmu yang akan
mengantar seseorang kepada derajat keimanan dan keislaman. Hubungan
keduanya adalah bagaikan tubuh dan hati yang tak terpisahkan. Demikian
juga al-Ghazâli (450-505/1058-1111 M) menyebut barangsiapa yang
menganggap bahwa ilmu lahir bertentangan dengan ilmu batin, ia kafir.28
Bahkan bagi kalangan Syi`ah, kedua pendekatan ini saling terkait dan
mebutuhkan satu sama lain, eksoterik tanpa esoterik tidaklah berarti apa-apa,
begitupun sebaliknya.29
Karena urgensinya, para ulama tidak lupa memberikan persyaratan
khusus terhadap model penafsiran ini, di antaranya adalah adz-Dzahabi
(1915-1999 M) memberi syarat-syarat ketat. Berikut syarat-syaratnya; 1)
Tidak menafikan makna zahir ayat Al-Qur`an, 2) Penafsirannya diperkuat
dengan dalil syara‟ yang lain, 3) penafsirannya tidak bertentangan dengan
dalil syara‟ atau akal sehat, 4) Seorang mufasir tidak mengklaim bahwa
hanya penafsiran isyaratnyalah yang dikehendaki Allah, sedangkan
penafsiran zahirnya tidak.30
Bahkan oleh Alî ash-Shâbûnî menambah tiga
persyaratan lagi, yakni; 1) Makna esoterik tidak bertentangan dengan makna
eksoteriknya, 2) Penakwilannya tidak melampaui konteks kata, 3) Tidak
mengacaukan pemahaman orang awam.31
Karena berbagai persyaratan ini,
tidak berlebihan jika Muh. Ulinnuha mengatakan bahwa model penafsiran
yang demikian ini sangat ekslusif dan tidak sembarang orang yang mampu
melakukannya, dalam arti bahwa hanya orang-orang elit saja yang memiliki
kemampuan khusus dalam mengungkap makna batin Al-Qur`an.32
Perihal penafsiran esoterik Al-Qur`an, ulama terbagi menjadi tiga
kelompok utama. Pertama, kelompok yang menerima makna esoterik, yakni
ulama Syi`ah, Mu‟tazilah, dan kaum Sufi. Kedua, kelompok yang menolak
makna esoterik. Ketiga, kelompok yang hanya menerima sebagian bentuk
28
„Abdul Tawwâb „Abdul hâdi, Lambang-Lambang Sufi di dalam Al-Qur`an,
terj. Afif Muhammad, (Bandung: Pustaka, 1986), h. 7-8 29
Sayyed Huossein Nasr, Ideals and Realities of Islam, (London: George &
Unwin, 1979), h. 160 30
Muhammad Husein Adz-Zahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, (Kairo:
Maktabah Wahbah, 2000), Cet. Ke-7, h. 358 31
Ali ash-Shabuni, At-Tibyân fî „Ulûm Al-Qur`ân, (Pakistan: Maktabah al-
Busyrâ, 2011), Cet. Ke-4, h. 120-121 32
M. Ulinnuha, Khusnan, Tafsir Esoterik; Sebuah Model Penafsiran “Elit”
yang “Terlupakan”, dalam jurnal Suhuf, Vol. 3, No. 1. 2010, h. 23
Page 25
7
esoterik, yakni dalam hal ini ulama Sunni.33
Perbedaan pendapat ini tidak
lepas dari pemaknaan ar-râsikhûna fî al-„ilmi dalam QS. Âli Imrân [3]: 7.
Kontroversi terhadap pemaknaan esoterik Al-Qur`an di kalangan
ulama tafsir, tidak menghalangi kaum Syi`ah khususnya untuk melakukan
pemaknaan esoterik lebih mendalam. Disebutkan bahwa salah satu
karakteristik penafsiran Al-Qur`an di dunia Syi`ah adalah dengan
menggunakan penafsiran esoterik di samping pemaknaan eksoterik. Syi`ah
lebih lanjut memandang dimensi batin Al-Qur`an lebih kaya dari dimensi
lahirnya.34
Syi`ah Imâmiyah bahkan mengatakan bahwa Al-Qur`an memiliki
77 macam dimensi batin.35
Ja‟far as-Shadiq (700-765 H/1300-1363 M), juga
seorang ulama Syi`ah, menilai bahwa Al-Qur`an terbuka untuk ditafsirkan
dalam berbagai cara, oleh karena itu ia menerapkan penafsiran esoterik.36
Di antara tokoh Syi`ah yang menerapkan penafsiran esoterik dalam
karya tafsirnya adalah ath-Thabâthabâ‟i (1321-1401 H/1903-1981 M). Kitab
tafsir yang diberi nama Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân ini merupakan karya
masterpiece-nya. Menarik untuk mengetahui lebih lanjut karena sebagaimana
yang dikatakan oleh Sayyed Hossein Nasr, muridnya, ia memiliki kelebihan
sebagai seorang syaikh dalam ilmu-ilmu esoterik di samping syaikh di bidang
filsafat Islam.37
Pemaknaan esoterik di dalam al-Mîzân umumnya dirujuk dari
kitab-kitab tafsir yang ditulis oleh mufasir Syi`ah.38
Sementara itu, terdapat
beberapa kitab rujukan dari non Syi`ah, sepert ad-Durru al-Ma‟tsûr fî at-
Tafsîr bi al-Ma‟tsûr karya Jalâluddîn as-Suyûthi (849-911 H), Jâmi‟ al-
Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Ibn Jarîr at-Thabarî (224-310 H/839-925
M)39
, Anwâr at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta‟wîl karya Nâshir ad-Dîn „Abdullah ibn
33
Nasaruddin Umar, Konstruksi Takwil dalam Tafsir Sufi dan Syi`ah; Sebuah
Studi Perbandingan, dalam jurnal Studi Al-Qur`an, Vol. 2, no. 1, 2007, h. 39 34
Husain ath-Thabâthabâ‟i, Al-Qur`ân fî al-Islâm, (Beirut: Dâ al-Fikr, 1973), h.
59-60 35
Muhammad Husein Adz-Zahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, h. 50 36
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 7 37
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 14 38
Di antaranya adalah Tafsîr al-„Ayyâsyî karya Al-„Ayyâsyî (w. 340 H/951 M),
Tafsîr Al-Qummî karya Abû al-Hasân „Alî ibn Ibrahîm al-Qummî (w. 307 H/919 M), Ushûl
al-Kâfî karya Muhammad ibn Ya‟qub al-Qulainî (w. 329 H/940 M), Tafsîr al-Burhân karya
Sayyid Hasyim al-Bahrânî (w. 1107 H/1695 M), dan Majma‟ al-Bayân karya at-Thabrâsî (w.
835 H/1531 H). Lihat Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h.
285 39
Nama lengkapnya adalah Abû Ja‟far Muhammad bin Jarîr bin Yazîd bin
Katsîr bin Ghâlib at-Thabarî. Ia lahir di Amol, sebuah daerah di Thabaristan. Pendidikannya
dimulai dari keluarganya yang memang mementingkan pendidikan dan amat religius. Ia
mampu menghafal Al-Qur`an di usianya yang masih muda, yakni 7 tahun. bahkan telah
Page 26
8
Umar Muhammad ibn Ali al-Baidhâwî (w. 691 H/1191 M),40
Rûh al-Ma‟ânî
fî Tafsîr Al-Qur`an karya Syihâbuddin as-Sayyid Mahmûd al-Alûsî (w. 1270
H/1853 M),41
dan Al-Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Syaikh Thanthâwî
Jauharî (w. 1870-1940 M).42
Perujukan kitab Sunni ini sekali lagi
menunjukkan keterbukaan At-Thabâthabâ‟i.43
Secara umum, penafsiran esoterik dalam al-Mîzân didominasi oleh
persoalan imâmah.44
Kenyataan ini semakin mempertegas bahwa ajaran
imâmah dan penafsiran esoterik sangat terkait. Beberapa di antaranya juga
menjadi imam salat di usianya 8 tahun dan mulai menulis hadis ketika menginjak usia 9
tahun. at-Thabari merupakan sosok yang menguasai berbagai disiplin ilmu, baik di bidang
tafsir, sejarah, fikih, maupun hadis. di antaranya karya tafsirnya yang paling fenomenal ialah
Jâmi‟ al-Bayân „an Ta‟wîl Ay Al-Qur`ân atau dikenal dengan Tafsîr at-Thabarî. Lihat
Sayyid Muhammad Ali Iyâzî, Al-Mufassirûn; Hayâtuhum wa Manhajuhum, (Teheran:
Mu‟assasah at-Thabâ‟ah wa an-Nasyr Wazârat ats-Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmiy, 1373
H/1953 M), h. 400; lihat juga Muhammad Husein adz-Dzahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn,
h. 147; lihat lebih lanjut aizah Ali Syibromalisi dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab Tafsir
Klasik-Modern, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarid Hidayatullah, 2011), Cet. Ke-1, h.
1 40
Nama lengkapnya ialah Abdullah bin Umar bin Muhammad bin Ali asy-
Syairazi Abu Sa‟id al-Khairi Nashiruddin al-Baidhawi. Dilahirkan di sebuah desa bernama
Baidha, Persia, Iran. Beragam disiplini ilmu yang dikuasai antara lain adalah fikih, ushul
fikih, ilmu mantiq, bahasa Arab, dan tafsir. Ia juga dikenal mahir berdebat dan menguasai
etika berdiskusi. Lihat Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir Al-Qur`an, (Jogjakarta:
Pustaka Insan Madani, 2008), h. 86 41
Nama lengkapmya adalah Abu ats-Tsana Syihâbuddîn Sayyid Mahmûd
Effendi al-Alûsî. Ia lahir di desa Kurkh, Baghdad. Ia adalah syeikh para ulama di Irak dan
termasuk ulama langka. Di usia belia, yakni 13 tahun, ia sudah sibuk mengajar dan
mengarang. Ia sempat menjadi mufti di negaranya, namun mengundurkan diri untuk fokus
menulis tafsir sampai tuntas. Karya tersebut adalah Rûh al-Ma‟ânî. Lihat Muhammad Husein
Adz-Zahabi, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 1, h. 250-251 42
Ia dilahirkan pada tahun 1870 M di wilayah al-Ghar. Ia berasal dari keluarga
petani yang sederhana. Namun karena kegigihannya dan berkat orang tuanya ia tumbuh
menjadi seorang yang terpelajar. Tidak heran jika ia mampu menyelesaikan pendidikannya
di Universitas Al-Azhar dan Darul Ulum. Thantawi kemudian aktif mencermati
perkembangan ilmu pengetahuan, mulai dari membaca buku, menelaah artikel di media
massa, hingga menghadiri perlbagai seminar keilmuan. Dari sekian ilmu yang dipelajari, ia
sangat tertarik kepada ilmu tafsir dibanding lainnya. karya tafsirnya yang fenomenal ialah Al-
Jawâhir fî Tafsîr Al-Qur`ân. Lihat Saiful Amin Ghofur, Profil Para Mufasir AL-Qur`an, h.
8163-164 43
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 285 44
Imâmah dalam dalam perspektif Syi`ah merupakan jabatan ilâhi. Artinya,
Allah yang memilih para Imâm sebagaimana Allah memilih Nabi Muhammad Saw. dan
memerintahkannya untuk menunjukkan siapa penggantinya sebagai imam kaum muslimin.
Oleh karena itu, pengikut Syi`ah imamiyah percaya bahwa Allah telah memerintahkan
kepada Nabi Muhammad Saw. menunjuk Ali ibn Abi Thalib secara eksplisit. Lihat Budhy
Munawar Rachman, Ensiklopedi Nurcholis Madjid; Pemikiran Islam di Kanvas Peradaban,
(jakarta: Mizan, 2006), 1018
Page 27
9
terkait dengan doktrin taqiyyah dan ruj‟ah. Sementara penafsiran lainnya
yang lepas dari doktrin Syi`ah adalah persoalan tauhid.45
Hasil pemetaan tema oleh Rosihon Anwar di atas semakin
memperkuat pernyataan Ahmad as-Syirbâsî bahwa golongan dari Syi`ah
yang paling banyak menafsirkan ayat-ayat Al-Qur`an berdasarkan
kepentingan cara pandang mazhab dan cara pandang politik.46
Fakta ini juga
membuktikan bahwa tidak ada satupun karya tafsir Syi`ah yang lepas dari
doktrin imâmah baik Syi`ah ghulat maupun Syi`ah moderat. Perbedaannya
hanya terletak pada tingkat kefanatikan masing-masing tokoh terhadap
doktrin imâmah. Pada akhirnya doktrin imâmah memberikan bias yang
berpengaruh dalam karya tafsir Syi`ah, baik klasik maupun kontemporer.47
Terkait riwayat esoterik dalam al-Mîzân, secara garis besar terbagi
ke dalam dua bagian, yakni manqûl dan ghair manqûl. Tafsir esoterik manqûl
adalah berupa riwayat yang berasal dari imam. Sedangkan ghair manqûl
adalah tafsir esoterik yang berasal dari ath-Thabâthabâ‟î sendiri sebagaimana
penafsirannya pada salah satu ayat tauhid.48
Dalam memaparkan riwayat hadis pada sebuah penafsiran ayat,
masing-masing mufasir memiliki penyajian berbeda. Untuk memotret
keragaman metode penyajian ini, adz-Dzahabî (w. 1333-1397 H/1915-1999
M) memetakan menjadi enam penyajian riwayat. 1) Mufasir mengemukakan
riwayat lengkap dengan sanadnya, tetapi tidak disertai dengan komentar. 2)
Mufasir mengemukakan riwayat lengkap dengan sanadnya, sambil
menyertakan komentar dan penilaiannya. 3) Mufasir mengemukakan riwayat
tanpa sanad dan komentar penilaian. 4) Mufasir mengemukakan riwayat
tanpa sanad, tetapi terkadang memberikan penilaian. 5) Mufasir
mengemukakan riwayat tanpa sanad, tetapi tujuannya adalah untuk
memperlihatkan kebatilan riwayat. 6) Mufasir yang menempuh cara penyair,
yakni mendasarkan pasa mufasir terdahulu.49
Memotret metode yang dikemukakan ath-Thabâthabâ‟î ketika
memetakan riwayat tafsir esoterik dalam tafsirnya, dapat dilihat pada empat
ragam metode, yakni: 1) Menyebutkan sanadnya, tanpa disertai komentar; 2)
45
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 277 46
Ahmad as-Syirbâsî, Qishshat at-Tafsîr, (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994), h.
151 47
Devi Faizah Yuliana, Imâmah dalam Tradisi Tafsir Syi`ah, (Bandung: Pustaka
Aura Semesta, 1013), Cet. Ke-1, h. 9 48
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 226 49
Muhammad Husein adz-Dzahabi, Al-isrâ‟iliyyât fî at-Tafsîr wa al-Hadîts,
(Kairo: Maktabah Wahbah, 1990), h. 95-96
Page 28
10
Menyebutkan sanadnya disertai komentar. Penyebutan sanadnya pun
beragam, terkadang menyajikan secara lengkap, terkadang hanya
menyebutkan menyebutkan satu atau dua orang perawi saja, terakhir inilah
yang paling dominan; 3) tidak menyebutkan sanad dan komentar; 4) tidak
menyebutkan sanad tapi disertai komentar. Bagian ini lebih banyak dari
bagian ketiga.50
Adapun terhadap penukilan riwayat-riwayat esoterik dalam Al-
Mîzân umumnya berasal dari Ali ibn Abî Thâlib (w. 40 H/661 M), Abû
„Abdillah, Ali ibn al-Husain (w. 61 H/680 M), Al-Bâqir (w. 115 H/733 M),
Ja‟far as-Shâdiq (w. 148 H/765 M), Abû al-Hasan (w. 183 H/799 M), Abu
Ja‟far (w. 381 H), ar-Ridhâ (w. 203 H/818 M). Mereka adalah para imam
yang dalam keyakinannya memiliki otoritas di dalamnya. Sedangkan riwayat
lain yang juga dinukil olehnya adalah riwayat dari Ibn „Umar (w. 73 H/692
M)--meskipun hanya dinukil satu riwayat saja darinya--, Ibn Sîrîn (120
H/738 M), Ibn „Abbâs (w. 68 H/687 M), dan Jâbir (w. 99 H/718 M), mereka
adalah non Syi`ah. Pencantuman tokoh-tokoh di luar Syi`ah sekali lagi
membuktikan keterbukaan ath-Thabâthabâ‟î terhadap penulikan riwayat.
Meski kemudian keberadaan riwayat-riwayat di luar Syi`ah lebih sekedar
penguat terhadap riwayat yang disampaikan oleh imam ketimbang sebagai
landasan pokok.51
Di luar dari keterbukaan ath-Thabâthabâ‟î dalam menukil riwayat
non Syi`ah, Rosihon Anwar menilai bahwa ia tidak konsisten dalam
memunculkan riwayat tafsir esoterik. Hal ini didasarkan kepada fakta
penelitiannya yang menjelaskan bahwa terkadang ath-Thabâthabâ‟i
mengomentari panjang sebuah riwayat tafsir esoterik, tetapi meninggalkan
sebagian yang lainnya tanpa alasan, apalagi komentar terhadap kualitas hadis
tersebut. Meskipun pada akhirnya diketahui bahwa ath-Thabâthabâ‟î
melakukan hal tersebut dengan alasannya sendiri. Sikapnya yang tidak kritis
terhadap riwayat esoterik pada hakikatnya memiliki keterkaitan erat dengan
pandangannya tentang keistimewaan (gharîzah) yang mampu menerapkan
ayat pada objek-objek tertentu walaupun objek tersebut keluar dari konteks
asbâb an-nuzûl. Hal ini juga berkaitan dengan pandangannya tentang
kemaksuman imam.52
Non konsistensi yang dilakukan oleh ath-Thabâthbâ‟î dalam
memetakakan sebuah riwayat, sesungguhnya juga dilakukan oleh mufasir
lain seperti al-Qurthubî (w. 600-671 H/1204-1273 M). Sebelumnya pada kata
50
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 284 51
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 231-233 52
Rosihon Anwar, Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut Thabâthabâ‟i, h. 486-487
Page 29
11
pengantar tafsirnya, al-Qurthubî (w. 600-671 H/1204-1273 M) telah
memberikan persyaratan mengenai adanya penyandaran sebuah riwayat
kepada perawinya, namun pada kenyataannya ia tidak sepenuhnya konsisten
dalam menukil riwayat. Dampak dari tidak konsistensinya seorang mufasir
dalam hal ini akan menyebabkan terjadinya pengutipan hadis-hadis dha‟if
bahkan sampai pada derajat maudhu‟, dalam ilmu kritik tafsir dikategorikan
sebagai ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr. Selanjutnya Maryam Shofa membuktikan
dalam sebuah penelitiannya, yakni meneliti surat al-Baqarah, bahwa akibat
non konsistensi ini memberi dampak pada penafsiran al-Qurthubi, setidaknya
terdapat beberapa buah hadis yang dibuktikan sebagai hadis dha‟if bahkan
maudhu‟, sebagian lagi isra‟iliyyat yang bertentangan dengan nas. Pandangan
lain mengatakan bahwa adanya ad-dakhîl bi al-matsûr dalam penafsiran al-
Qurthubi karena ia kurang selektif dalam menukil hadis. Namun, terlepas dari
itu, al-Qurthubi (w. 600-671 H/1204-1273 M) adalah seorang ulama besar
dalam bidang tafsir.53
Persoalan-persoalan yang ditampilkan di atas, menjadi hal menarik
untuk diteliti lebih lanjut. Setidaknya terdapat beberapa alasan mendasar
mengapa penelitian ini dilakukan: Pertama, merujuk pada hasil pemetaan
tafsir esoterik Rosihon Anwar, penafsiran esoterik ini urgen untuk diteliti
lebih lanjut, yakni sebagian besar penafsiran esoteriknya berkaitan dengan
ayat-ayat imâmah yang disertai dengan argumentasi riwayat hadis. Hal ini
penting, karena tidak diragukan lagi at-Thabâthabâ‟i termasuk syaikh di
bidang tafsir esoterik. Kedua, dalam menjelaskan riwayat esoterik, Ath-
Thabâthabâ‟î cukup tidak konsisten dalam memaparkan riwayat. Misalnya,
seringkali ia tidak menyebutkan sanad dan komentar, tetapi pada kesempatan
lain ia berkomentar terhadap riwayat yang dilansirnya. Untuk itu, urgen
untuk melakukan sebuah pengkajian terhadap sanad hadisnya. Ketiga,
sepanjang pengetahuan penulis, belum ada yang melakukan kajian kritik ad-
dakhîl, khususnya kritik terhadap sanad hadis dalam penafsiran esoterik ayat-
ayat imâmah dalam tafsir Al-Mîzân, baik ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr, ad-dakhîl
bi ar-ra‟yi, maupun ad-dakhîl bi al-isyârî. Keempat, kritik ad-dakhîl terhadap
riwayat hadis perlu dilakukan untuk melihat sejauh mana konsistensi at-
Thabâthabâ‟i terhadap sumber penafsiran otentik dalam memaparkan sisi-sisi
esoterik dalam tafsirnya.
Karena beberapa alasan tersebut, melalui penelitian ini, penulis
ingin mengkaji riwayat-riwayat bi al-matsûr, khususnya yang terkait dengan
riwayat hadis dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah oleh ath-
53
Maryam Shofa, Ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Jamî‟ li Ahkâm Al-Qur`ân Karya
Al-Qurthubi; Analisis Surat Al-Baqarah, dalam jurnal Suhuf, Vol.6, No. 2, 2013, h. 288-290
Page 30
12
Thabâthabâ‟î. Selanjutnya penulis akan mencoba menganalisa riwayat-
riwayat esoterik tersebut dengan menggunakan perspektif kritik sanad.
B. Permasalahan
1. Identifikasi Masalah
Berangkat dari latar belakang di atas, maka identifikasi
masalahnya antara lain adalah:
a. Al-Qur`an adalah teks multi interpretable.
b. Dinamika perkembangan tafsir didukung oleh arus intelektual seorang
mufasir seperti religio-politik, teologis, mistis, dan fikih.
c. Tafsir memiliki dua pendekatan, eksoterik dan esoterik.
d. Kaum Syi`ah termasuk di antara golongan yang menggunakan
penafsiran esoterik, bahkan sebagian menolak makna eksoterik.
e. Husain ath-Thabâthabâ‟î merupakan salah satu mufasir Syi`ah yang
menerapkan penafsiran esoterik dalam tafsirnya.
f. Metodologi tafsir Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya Husain ath-
Thabâthabâ‟î.
g. Penafsiran esoterik Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam Al-Mîzân fî Tafsîr
Al-Qur`ân meliputi penafsiran tentang doktrin imâmah, taqiyyah,
raj‟ah, tauhid, dan beberapa lainnya yang tidak berkaitan dengan
doktrin Syi`ah.
h. Dominasi penafsiran esoterik imâmah di dalam Al-Mîzân.
i. Penelusuran terhadap periwayatan hadis dalam penafsiran esoterik
ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î.
j. Ad-Dakhîl bi al-ma‟tsûr dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah
ath-Thabâthabâ‟î dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.
k. Pengaruh ideologi Syi`ah ath-Thabâthabâ‟î terhadap karyanya al-
Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.
2. Pembatasan Masalah
Kajian penelitian ini bermaksud untuk mengkaji semua
pembahasan pada identifikasi masalah di atas, namun agar tidak terlampau
luas maka penelitian ini dibatasi pada beberapa poin, yakni poin h, i, dan j.
Untuk ulasan lebih lanjut, berikut dipaparkan ruang lingkup masalah yang
akan diteliti:
a. Penafsiran esoterik ath-Thabâthabâ‟î dalam tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-
Qur`ân didominasi oleh persoalan teologinya, yakni imâmah. Dengan
demikian, perlu untuk menelusuri lebih lanjut kedudukan hadis-hadis
yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat imâmah tersebut.
b. Keberadaan hadis-hadis dha‟îf dan maudhû‟ (ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr)
dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î
Page 31
13
secara tidak langsung memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
eksistensi tafsir al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, lebih khusus kepada
penafsiran esoteriknya.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan
masalahnya dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagaimana berikut:
a. Bagaimanakah status hadis penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah
Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân?
b. Bagaimanakah pengaruh penggunaan ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr terhadap
penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam
al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian latar belakang dan pokok-pokok permasalahan
seperti yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk melacak status hadis penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain
ath-Thabâthabâ‟î dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.
2. Untuk menganalisa pengaruh penggunaan ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr
terhadap penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î
dalam al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini dibedakan dalam dua bentuk yaitu:
1. Secara Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dalam khazanah tafsir.
b. Penelitian ini diharapkan berguna bagi pengembangan pengetahuan
ilmiah di bidang ilmu agama Islam dan tafsir.
c. Penelitian ini dapat dijadikan penelitian selanjutnya yang serupa, dan
sedikit banyak penelitian ini akan memberikan kontribusi bagi
pengembangan pengetahuan ilmiah di bidang ilmu agama Islam dan
tafsir.
2. Secara Praktis
a. Penelitian terhadap kitab tafsir Al-Mîzân memang sudah banyak
dilakukan, tetapi dengan penelitian baru yang mengangkat sisi berbeda
dari sebelumnya, diharapkan akan menambah wawasan baru pula
terhadap tafsir karya at-Thabâthabâ‟i ini, khususnya terkait penafsiran
secara esoterik.
Page 32
14
b. Dengan penelitian awal ini, diharapkan agar para peneliti lainnya dapat
merujuk hasil penelitian ini sebagai bahan tambahan dalam
pengkajiannya.
c. Dengan penelitian ini, diharapkan agar masyarakat khususnya pengkaji
ilmu semakin bijak dalam memandang setiap model ataupun
kecenderungan setiap karya tafsir.
E. Kajian Pustaka
Kajian kepustakaan pada dasarnya dilakukan untuk mendapatkan
gambaran tentang hubungan topik penelitian yang akan diajukan dengan
penelitian sejenis yang pernah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya,
sehingga dapat dipastikan tidak terjadi pengulangan dalam penelitian
selanjutnya. Selain itu, kajian pustaka ini perlu dilakukan untuk mencari
celah atau peluang dari suatu penelitian yang akan dilakukan.54
Terkait dengan penelitian yang akan penulis lakukan, yakni
penelitian tentang tafsir al-Mîzan karya ath-Thabâthabâ‟î ini memang telah
banyak dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Dalam penyusunan tesis ini,
penulis mendapatkan beberapa penelitian yang memiliki sisi kajian yang
sama, namun berbeda pada sisi yang lain, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan antara lain adalah:
Pertama, disertasi yang ditulis oleh Arsyad Abrar dengan judul
Memahami Tafsir Sufi; Sejarah, Sumber, dan Metode (Studi terhadap Tafsir
as-Sullamî dan al-Qusyairî), Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015. Pemilihan Tafsîr as-Sullamî dan
Tafsîr al-Qusyairî sebagai pokok kajian dalam disertasi ini adalah untuk
mengkaji problematika tafsir sufi. Kajian ini meliputi sejarah
perkembangannya, sumber tafsir yang digunakan, dan membahas metode
para sufi dalam menafsirkan Al-Qur`an. Hasilnya, penelitian ini memberi
sebuah kesimpulan bahwa tafsir sufi yang mengusung pendekatan isyâri atau
esoterik memiliki epistemologi sendiri dalam bidang tafsir. Di mana pada
dasarnya epistemologi tafsir sufi ini telah dibangun sejak zaman Rasul hingga
sahabat, masa setelahnya, hingga diwarisi secara turun temurun dengan
tradisi lisan. Penemuan penting juga dalam disertasi ini adalah bahwa tafsir
sufi bukanlah sebuah tafsir yang hanya berorientasi pada makna batin sebuah
ayat, tetapi tetap memperhatikan makna lahir sebuah ayat.
54
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: PT. Bahari Alam Ceria. Raja
Grafindo Persada, 2011), Cet. Ke-18, 183-184
Page 33
15
Kedua, Muhammad Zaenal Muttaqin dengan penelitian tesisnya
yang berjudul Validitas Tafsir Sufistik; Kajian atas Tafsir Rûh al-Bayân
Karya Ismail Haqqi, Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2015. Sebagaimana judulnya, penelitian ini
berusaha membedah kevalidan tafsir sufistik dengan menjadikan tafsir Rûh
al-Bayân sebagai objek kajian. Usaha ini dilakukan mengingat fakta
perdebatan para pakar tentang akseptabilitas tafsir sufi, yang menurut
sebagian pakar tafsir jenis ini jauh dari makna tekstual Al-Qur`an. Hasil akhir
penelitian ini mengungkapkan bahwa meski corak tafsir Rûh al-Bayân
termasuk dalam corak sufi isyâri atau faydi yang mengungkap makna batin
Al-Qur`an, Ismail Haqqi dalam tafsirnya tetap berpegang pada makna zahir,
bukan memalingkan dari posisi yang semestinya. Lebih lanjut, Muhammad
Zaenal Muttaqin berhasil membuktikan validitas tafsir sufistik ini dengan
melakukan standarisasi sebagaimana konstruk teori validitas tafsir yang
dikemukakan oleh adz-Dzahabi.
Ketiga, Habibi Al Amin dalam disertasinya yang berjudul Emosi
Sufistik dalam Tafsir Isyâri; Studi atas Tafsir Lathâ`if al-Isyârât Karya al-
Qusyairi. Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah, Jakarta, 2015. Pengkajian yang dilakukan oleh Habibi dalam
penelitian ini mematahkan argumen Ignaz Goldziher yang mengatakan
bahwa tafsir sufi didominasi oleh faktor ideologis daripada faktor lain.
Habibi berhasil membuktikan bahwa selain faktor ideologis, tafsir sufi juga
dipengaruhi oleh unsur emosi sufistik yang ikut berkontribusi dalam
metodologi tafsir melalui bahasa simbolis dan bahasa syair dalam penafsiran.
Emosi tersebut diekspresikan al-Qusyairi pada dua bentuk, yakni emosi cinta
penghambaan (al-mahabbah al-„ubûdiyyah) dan emosi cinta kasih (al-„isyq
al-muhibb). Bukti ini kemudian memperkuat pendapat Khalîd „Abdurrahmân
yang mengatakan bahwa tafsir sufi merupakan wujud keseriusan spiritual
yang bertumpu pada pengetahuan riyâdhah yang menghasilkan kehalusan
emosi.
Ketiga penelitian di atas, jika dilihat dari perspektif kajian
tafsirnya, sama-sama meneliti penafsiran esoterik terhadap ayat Al-Qur`an.
Kajian ini nampaknya ada persamaan dengan kajian yang akan penulis
lakukan, yakni ikut mengkaji penafsiran esoterik ath-Thabâthabâ‟î. Namun,
fokus penelitian utama bukan pada menguraikan metode penafsiran esoterik
mufasir, tetapi dalam hal ini penulis mencoba meneliti lebih lanjut riwayat-
riwayat hadis tafsir esoterik khususnya pada ayat-ayat imâmah.
Keempat, Maryam Shofa dengan judul ad-Dakhîl dalam Tafsir al-
Jâmi‟ li Ahkâm Al-Qur`ân Karya al-Qurthubi; Analisis Tafsir Surah al-
Page 34
16
Baqarah, Jurnal Suhuf, Vol. 6, No. 2, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh
Maryam Shofa mengindikasikan bahwa beberapa riwayat yang dikutip oleh
al-Qurthubi masuk dalam kategori ad-dakhîl. Beberapa riwayat tersebut
merupakan riwayat dha‟îf, sebagian lainnya adalah israiliyyat yang
bertentangan dengan nas.
Penelitian di atas, mengulas tentang penggunaan metode ad-dakhîl
dalam mengkaji sebuah karya tafsir. Hasilnya, ditemukan indikasi-indikasi
ad-dakhîl dari segi ma‟tsûr. Kajian yang dilakukan dalam penelitian ini,
memiliki persamaan dalam metode atau pendekatan yang digunakan, yakni
menggunakan kacamata ad-dakhîl dari segi ma‟tsûr. Perbedaannya terletak
pada objek kajian masing-masing, penulis sendiri memfokuskan kajian
kepada tafsir esoterik ayat-ayat imâmah yang dilakukan oleh ath-
Thabâthabâ‟î.
Kelima, Devi Faizah Yuliana dengan judul Imâmah dalam Tradisi
Tafsir Syi`ah; Studi terhadap Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Sebuah
buku yang diangkat dari penelitian tesis Sekolah Pascasarjana Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2013. Penelitian ini
membuktikan bahwa penafsiran Al-Qur`an tidak terlepas dari tarikan ideologi
mufasirnya. Salah satunya dibuktikan dengan penafsiran imâmah Syi`ah
dalam kitab Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân karya at-Thabarsî (w. 548
H/1153 M).
Keenam, Musolli dengan karyanya yang berjudul Sunni-Syi`ah
Studies; Membongkar Ideologisasi dalam Penafsiran Al-Qur`an. Sebuah
buku yang juga diangkat dari penelitian Disertasi, Sekolah Pascasarjana
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2014.
Sebagaimana judulnya, ia ingin membongkar adanya keterkaitan ideologi
sang mufasir terhadap karya tafsirnya, khususnya mufasir Sunni dan Syi`ah.
Alhasil, dengan bukti-bukti berupa data yang akurat, ia berhasil memperkuat
argumen awalnya bahwa penafsiran terhadap kitab suci Al-Qur`an pada
dasarnya adalah tidak lebih untuk memperkuat ideologi seorang mufasir.
Penelitian kelima dan keenam, sama-sama menyorot ideologi
mufasir dan pengaruhnya terhadap karya tafsir. Keduanya berhasil memotret
adanya pengaruh ideologi terhadap penafsirannya. Sebut misalnya terkait
penafsiran imâmah. Doktrin ini kental mewarnai penafsiran ath-Thabâthabâ‟î
dalam al-Mîzân. Di sisi lain, penulis mencoba menyelami lebih dalam dengan
melakukan pengembangan penelitian yakni dengan mengkaji sanad hadis
pada riwayat-riwayat esoterik ayat-ayat imâmah tersebut.
Page 35
17
F. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian55
yang diterapkan dalam tesis ini adalah
penelitian kepustakaan (library research),56
dalam arti bahwa data yang
menjadi objek penelitian merupakan bahan-bahan kepustakaan.57
Oleh
karena itu, penelitian ini lebih banyak mendasarkan pada bahan-bahan
tulisan, telaah naskah atau dokumen.58
Data yang akan dikaji dalam
penelitian ini adalah data-data terkait riwayat-riwayat hadis dalam
penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah oleh Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam
tafsirnya al-Mîzân.
Penelitian ini bersifat teoritis, oleh karena itu metode yang
digunakan adalah metode penelitian kualitatif.59
Secara umum, dapat juga
didefinisikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang, dan
perilaku yang dapat diamati.60
Selanjutnya, metode kualitatif ini dilakukan
untuk mengungkap dan memahami sesuatu di balik fenomena yang sedikit
pun belum diketahui. Dapat juga digunakan untuk mendapatkan wawasan
tentang sesuatu yang baru sedikit diketahui serta dapat juga memberi
55
Dikutip dari George Theodorson dan Achilles G. Theodorson oleh Atang
Abd. Hakim dan Jaih Mubarok bahwa Penelitian (research) adalah upaya sistematis dan
objektif untuk mempelajari suatu masalah dan menemukan prinsip-prinsip umum. Selain
itu, penelitian juga berarti upaya pengumpulan informasi yang bertujuan untuk
menambah pengetahuan. Lihat Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi
Islam, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), Cet. Ke-2, h. 55 56
Penelitian kepustakaan adalah serangkaian kegiatan yang berkenaan
dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan
penelitian. Lihat Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), edisi ke-2, Cet. ke-1, h. 3 57
Kaelan, Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner, (Yogyakarta:
Paradigma, 2010), h. 36 58
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental.
Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya adalah catatan harian, biografi, dan lainnya.
Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, h. 240. Adapun
penjelasan lebih lanjut \mengenai metode penelitian naskah dan dokumentasi dapat
dilihat dalam Nabilah Lubis, Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi, (Jakarta:
Yayasan Media Alo Indonesia, 2001), h. 30-43 59
Penelitian kualitatif yaitu metode penelitian yang digunakan untuk
meneliti pada kondisi objek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen
kunci. Lihat Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2009), Cet. ke-8, h. 1 60
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013), h. 4
Page 36
18
rincian yang kompleks tentang fenomena yang sulit diungkapkan oleh
metode kuantitatif.61
2. Pendekatan Penelitian
Dalam proses analisis data, penulis menggunakan dua
pendekatan, yakni pendekatan kritik ad-dakhîl dalam tafsir dan
pendekatan kritik hadis.
Penelitian ini adalah penelitian terhadap sebuah produk tafsir
yang objeknya adalah penafsiran ayat-ayat esoterik imâmah dalam al-
Mîzân. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana
ath-Thabâthabâ‟î konsisten terhadap sumber otentik dan kaidah penafsiran
yang telah ditetapkan oleh ulama. Oleh karena itu, pisau analisa yang
dilakukan adalah dengan menggunakan kritik ad-dakhîl.62
Ad-Dakhîl
sendiri terbagi menjadi dua jenis, yakni ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr dan ad-
dakhîl bi ar-ra‟yi al-fasîd.63
Pada prakteknya, kritik ad-dakhîl bi al-
ma‟tsûr adalah pendekatan utama yang dipilih dalam penelitian ini. Hal ini
sesuai dengan objek penelitian penulis, yakni objek berupa riwayat-
riwayat hadis.
Selanjutnya, karena objek dalam penelitian ini adalah hadis-
hadis yang terdapat dalam penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah. Maka,
pendekatan lain yang digunakan untuk menyelesaikan kinerja kritik ad-
dakhîl bi al-ma‟tsûr ialah dengan pendekatan ilmu-ilmu hadis. Dalam ilmu
hadis, dikenal dengan ilmu kritik hadis (naqd al-hadîts). Menurut
Musthafa A‟zami, ilmu kritik hadis ialah ilmu yang membahas dan
menetapkan adanya ke-tsiqah-an atau kecacatan pada diri periwayat,
61
Anselm Strauss dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif; Tata
Langkah dan Teknik-Teknik Teoritisasi Data, terj. Muhammad Shodiq dan Imam
Muttaqien, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), Cet. Ke-3, h. 5 62
Secara terminologi, ad-dakhîl merupakan bagian dari tafsir Al-Qur`an
yang tidak memiliki dasar yang jelas dari ajaran Islam, baik berupa tafsir yang
menggunakan riwayat-riwayat hadis lemah ataupun palsu, ataupun yang menggunakan
akal yang kurang sehat. Lihat Ibrâhim Khalîfah, Ad-Dakhîl fî at-Tafsîr, (Kairo:
Universitas al-Azhar, 1996), h. 15 63
Ad-Dakhîl bi al-ma‟tsûr meliputi tafsir Al-Qur`an dengan menggunakan
hadis-hadis lemah (dha‟îf) atau palsu (maudhû‟) dan tafsir yang menggunakan sumber
isrâ‟iliyyât yang bertentangan dengan ajaran Islam. Sementara ad-dakhîl bi ar-ra‟yi al-
fasîd yakni penafsiran yang berdasar kepada teori-teori dan kepentingan mufasir tanpa
menghiraukan syarat dan metode tafsîr bi ar-ra‟yi. Termasuk dalam hal ini adalah
penafasiran yang dilakukan oleh mereka yang tidak memenuhi syarat sebagai mujtahid.
Lihat „Abd al-Wahhâb „Abd al-Wahhâb Fâyed, Ad-dakhîl fî Tafsîr Al-Qur‟ân al-Karîm,
(Kairo: Universitas al-Azhar, t.th.), h. 13. Lihat juga Muhammad Ulinnuha, Rekonstruksi
Metodologi Kritik Tafsir,h. 85-86
Page 37
19
sehingga dengan demikian dapat dipisahkan antara hadis sahih dan hadis
dhaif.64
Adapun sasaran kritik hadis ini terbagi menjadi dua, yakni kritik
sanad (ilm jarh wa ta‟dîl) dan kritik matan (naqd al-matn).65
Dalam prakteknya, penulis hanya akan menggunakan kritik
sanad sebagai landasan dalam menilai hadis-hadis dalam penafsiran
esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î.
3. Sumber Data
Untuk mendapatkan data, maka penulis menggunakan sumber
data primer (primary resources) dan sekunder (secondary resources) yang
relevan dengan penulisan tesis ini.66
Untuk mendapatkan data primer,
maka teknik pengumpulan data yang dapat digunakan adalah teknik
pengumpulan data analisis isi (content analysis). Sementara untuk
mendapatkan data sekunder, maka penulis melakukan teknik pengumpulan
data di basis data.67
Secara praktis, sumber data primer yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kitab tafsir karya ath-Thabâthabâ‟î yang berjudul al-
Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Lebih khusus kepada hadis-hadis dalam
penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah. Sedangkan sumber lain yang
merupakan sumber data sekunder yang digunakan dalam penulisan tesis
ini adalah karya-karya lain ath-Thabâthabâ‟î, buku-buku dan atau hasil
penelitian tentang beliau dan karya tafsirnya. Selain itu, buku-buku terkait
dengan ad-dakhîl dalam tafsir, keilmuan dalam tafsir dan hadis, juga
menjadi bagian urgen dalam melakukan penelitian ini.
64
Muhammad Musthafa A‟zami, Manhaj an-Naqd „Inda al-Muhadditsîn
Nasy‟atuhû wa Târîkhuhû, (Riyadh: Syirkah at-Thibâ‟ah al-„Arabiyah as-Su‟udiyyah al-
mahdûdah, 1928), Cet. Ke-2, h. 5 65
Muhammad Musthafa Azami, Studies in Hadith Methodhology and
Literature, (India: Islamic Teaching Center Indiana Polis, t.th.), h. 52 66
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari
objek penelitian. Sementara data sekunder adalah data mengenai objek penelitian yang
didapat dari tangan kedua, yakni data yang diperoleh oleh peneliti lain kemudian
dipublikasi. Lihat Jujun S. Suriasumantri, Penelitian Ilmiah, Kefilsafatan, dan
Keagamaan; Mencari Paradigma Kebersamaan, dalam Tadisi Baru Penelitian Agama
Islam; Tinjauan Antardisiplin Ilmu, (Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2001), 78.
Sementara, definisi lain dalam artian yang sama mengatakan bahwa sumber primer
adalah tempat atau gudang penyimpanan yang orisinil dari data yang dibutuhkan, sumber
ini juga merupakan sumber dasar dalam sebuah penelitian. Kemudian sumber sekunder
adalah sumber kedua atau adanya catatan tentang sebuah peristiwa, ataupun catatan-
catatan yang jaraknya jauh dari sumber orisinil. Lihat Muhammad Ainin, Metodologi
Bahasa Arab, (Malang: Hilal Pustaka, 2007), h. 65-66 67
Jigiyanto, Metodologi Penelitian Sistem Informasi, (Yogyakarta: Andi,
2008), h. 121
Page 38
20
Penelitian ini meneliti hadis-hadis dengan menggunakan kritik
sanad hadis sebagai pisau analisanya. Oleh karena itu, buku-buku utama
yang digunakan adalah buku yang terkait dengan ilmu penilaian baik
buruk perawi (al-jarh wa at-ta‟dîl) dan buku tentang biografi perawi hadis
(târîkh ar-ruwah), seperti kitab Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ ar-Rijâl karya
al-Mizzî (w. 654-742 H/1256-1341 M), Tahdzîb at-Tahdzîb, Lisân al-
Mîzân, Mîzân al-I‟tidâl fî Naqd ar-Rijâl, al-Mughnî fî adh-Dhu‟afâ‟, dan
Siyar al-A‟lâm an-Nubalâ‟ karya Ibn Hajar al-„Atsqalânî (w. 773-852
H/1372-1448 M), Târîkh Dimasyq karya Ibn „Asâkir (w. 499-571 H/1105-
1176 M), ats-Tsiqât karya Ibn Hibbân (w. 354 H/965 M), adh-Dhu‟afâ wa
al-Matrûkûn karya an-Nasâ‟î (w. 303 H), Ibn al-Jauzi (w. 508-597
H/1116-1201 M), dan ad-Dâruquthnî (w. 306-385 H/918-995 M), serta
kitab lainnya.
4. Metode Pengumpulan Data
Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan, maka
pengumpulan data dilakukan dengan teknik dokumentasi.68
Teknik ini
biasanya dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai dokumen yang
berkaitan dengan penelitian melalui perpustakaan.69
Penelusuran kepustakaan penulis lakukan dengan sistem
manual70
maupun dengan sistem komputerisasi.71
Sistem manual yang
penulis maksud adalah dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber
di beberapa perpustakaan terkait dengan ath-Thabâthabâ‟î dan tafsirnya,
khususnya terkait dengan data tafsir esoterik ayat-ayat imâmah. Kemudian
penulis mengumpulkan hadis-hadis dalam penafsiran esoterik imâmah
tersebut, lalu memilih beberapa hadis yang nantinya akan diteliti dengan
metode kritik sanad hadis.
68
Dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dapat dilakukan
dengan observasi, interview (wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi, dan
triangulasi (gabungan keempatnya). Lihat Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan
R&D, h. 225 69
Bentuk dokumen ada yang berupa tulisan, gambar, atau karya-karya
monumental. Contoh dokumen berbentuk tulisan yakni catatn harian, sejarah kehidudpan,
cerita, biografi, dll. Lihat Sugiono, Metode Penelitian Kualitatif dan R&D, h. 240 70
Yang dimaksud dengan sistem penelusuran secara manual ialah
menemukan kembali informasi yang pernah ditulis oleh orang lain mengenai suatu topik
tertentu dengan menggunakan terbitan tercetak seperti majalah abstrak, indeks,
bibliografi, dan tinjauan kepustakaan. Lihat Jusni Djatin, Penelusuran literatur, (Jakarta:
Universitas Terbuka, 1996), h. 281 71
Cara penelusuran dengan komputer di antaranya meliputi; 1) Penelusuran
dengan akses langsung (online), 2) Penelusuran menggunakan CD-ROM (Compact Disk-
Read Onli Memory). Lihat Jusni Djatin, Penelusuran literatur, h. 316
Page 39
21
Adapun sistem komputerisasi yang dimaksud adalah penulis
mencari informasi terkait dari berbagai data di internet. Setelah
menemukan bahan, selanjutnya akan ditelaah secara intens sehingga dapat
membantu dalam memberi penjelasan terkait.
5. Metode Analisis Data
Secara singkat, analisis data ialah menata, menyusun, dan
memberi makna pada kumpulan data.72
Pada definisi lain dijelaskan
bahwa analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis
data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi. Cara yang ditempuh adalah dengan mengelompokkan data
ke dalam kategori, menjabarkan secara detil, melakukan sintesa,
menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting untuk dipelajari,
dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan
orang lain.73
Adapun untuk menganalisa data pada penelitian ini, penulis
menggunakan metode deskriptif-analitis, yaitu penelitian yang
menguraikan dan menganalisa data-data yang ada. Dengan demikian
penelitian ini tidak terbatas hanya pada pengumpulan data, namun juga
menganalisa dan menginterpretasi data guna memunculkan sebuah
gagasan baru.74
Penelitian deskriptif bertujuan untuk memperoleh data yang
kemudian diolah dan disajikan secara deskriptif. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif. Sementara penelitian analitis melanjutkan
penelitian deskriptif dengan studi analitik. Metode yang digunakan adalah
metode analitik kritis. Dalam studi analitik ini, biasanya dilakukan analisis
yang bersifat membandingkan, menghubungkan, dan mengembangkan
model.75
Secara praktis, data-data yang sudah penulis kumpulkan
kemudian dilakukan interpretasi serta analisa mendalam. Data tersebut
merupakan data yang komprehensif mengenai biografi ath-Thabâthabâ‟î
dan tafsirnya. Data yang paling utama pada penelitian ini adalah hadis-
hadis dalam penafsiran esoterik imâmah-nya ath-Thabâthabâ‟î. Data hadis
72
Boy. S. Sabarguna, Analisis Data pada Penelitian Kualitatif, (Jakarta: UI
Press, 2008), h. 31 73
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2014),
Cet. Ke-9, h. 89 74
Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia, 2008), edisi ke-2, Cet. ke-1, h. 7 75
Atang Abd. Hakim dan Jaih Mubarok, Metodologi Studi Islam, h. 78
Page 40
22
tersebut dikumpulkan, lalu penulis melakukan penyaringan hadis agar data
yang akan diteliti tidak terlalu banyak, dalam artian proporsional. Jumlah
hadis yang akan diteliti dengan menggunakan kritik sanad hadis adalah
sejumlah 22 hadis. Selanjutnya, setelah semua hadis diurai dengan
menggunakan kritik sanad, penulis melakukan upaya analisa terhadap
keberadaan hadis-hadis bermasalah dalam penafsiran esoterik, mengapa
dan sejauh mana kemudian hadis-hadis bermasalah (dakhîl) tersebut
digunakan oleh ath-Thabâthabâ‟î dalam tafsir esoteriknya.
Dalam penelitian ini, penting untuk menganalisa secara ilmiah
tentang isi pesan suatu komunikasi melalui metode analisis isi atau content
analysis.76
Dengan analysis content ini, akan dilakukan analisa mendalam
terhadap keberadaan hadis-hadis dalam tafsir esoterik ayat-ayat imâmah
Husain ath-Thabâthabâ‟i. Sehingga dengan demikian, akan memudahkan
untuk menemukan sebuah kesimpulan yang sesuai dengan data pada objek
penelitian.
6. Metode Validitas Data
Untuk membuktikan penelitian ini adalah sebuah karya ilmiah
yang baik, maka dalam penelitian ini penulis perlu untuk melakukan
validitasi data. Bahwa data yang ada dalam penelitian ini, meliputi data
biografi ath-Thabâthabâ‟î dan kitabnya, data pengenalan ad-dakhîl dan
tafsir esoterik, serta hadis-hadis pada penafsiran esoterik ayat-ayat
imâmah adalah hasil daripada penelusuran sendiri, atau dikenal dengan
istilah cross-check, yakni mengumpulkan dan mengecek data dengan
menggunakan beragam sumber, teknik, dan waktu.77
7. Langkah-Langkah Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan yang meneliti
kepada objek pustaka. Dalam hal ini, objek yang diangkat adalah
76
Penggunaan metode content analysis akan mampu menjadikan seorang
peneliti mahir dalam membuat prediksi yang benar-benar baik, dan melalui metode ini
juga lebih mampu manyajikan sebuah nuansa. Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi
Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Rakersorasin, 1996), h. 49 77
Beragam sumber digunakan lebih dari satu sumber untuk memastikan
apakah datanya benar atau tidak. Beragam teknik berarti penggunaan berbagai cara secara
bergantian untuk memastikan apakah datanya memang benar. Cara yang digunakan
adalah wawancara, pengamatan, dan analisis dokumen. Beragam waktu berarti
memeriksa keterangan dari sumber yang sama pada waktu yang berbeda, pagi, siang,
sore, atau malam. Lihat Suwartono, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, (Jogjakarta:
Andi, 2014), h. 76. Bandingkan dengan Nusa Putra, Penelitian Kualitatif; Proses dan
Aplikasi,(Jakarta: Indeks, 2011), h. 189
Page 41
23
penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah Husain ath-Thabâthabâ‟î dalam
tafsirnya al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Lebih khusus, kajian ini terfokus
kepada riwayat-riwayat hadis dalam penafsiran tersebut.
Tujuan daripada penelitian ini adalah untuk mengungkap status
hadis-hadis pada penafsiran esoterik ayat-ayat imâmah, serta melihat lebih
jauh kehati-hatian ath-Thabâthabâ‟î dalam melansir riwayat, apakah
kemudian riwayat hadis yang dilansirnya adalah sumber yang otentik
dalam menafsirkan Al-Qur`an ataukah bukan merupakan sumber otentik.
Oleh karena itu, pendekatan yang dianggap paling sesuai adalah dengan
menggunakan pendekatan kritik ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr, yakni melakukan
kritik sanad hadis terhadap riwayat-riwayat hadis. Kajian ini akan menjadi
bagian paling urgen dalam penelitian ini, yakni akan dipaparkan pada bab
empat.
Untuk mendukung tercapainya tujuan daripada penelitian ini,
pada bab kedua akan ditinjau secara umum mengenai ad-dakhîl dalam
tafsir dan tafsir esoterik. Kemudian pada bab ketiga akan dijelaskan secara
gamblang perihal biografi ath-Thabâthabâ‟î beserta tafsirnya. Ini penting
dilakukan untuk mengenal lebih jauh sosok dan pandangannya sebagai
tokoh mufasir serta mengetahui lebih dalam karya tafsirnya. Data-data
yang banyak ini tentu akan dikumpulan dengan melakukan penelusuran
secara manual dan komputerisasi, lalu diolah dengan melalukan analisis
isi.
Pada bab keempat, akan dikemukakan riwayat-riwayat hadis
sejumlah 22 hadis. Hadis tersebut kemudian akan diteliti satu persatu
dengan menggunakan metode kritik sanad hadis. Hasil daripada penelitian
ini akan mengungkap bagaimana ath-Thabâthabâ‟î dalam melansir sebuah
riwayat hadis. Lebih spesifik akan mengungkap penggunaan ad-dakhîl bi
al-ma‟tsûr dalam penafsirannya, dalam hal ini penggunaan hadis-hadis
yang tidak otentik.
Selanjutnya, setelah mengumpulkan data dan menganalisa
dengan kritis, sampailah kepada akhir dari penelitian, yakni kesimpulan
dan saran.
8. Teknik Penulisan
Teknik penulisan tesis ini mengacu pada buku Panduan
Penulisan Proposal, Tesis & Disertasi Programa Pascasarjana Institut Ilmu
Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017.
Page 42
24
G. Sistematika Penulisan
Untuk mendapatkan gambaran yang menyeluruh tentang apa yang
diuraikan dalam tesis ini dan agar pembahasan tesis ini lebih terarah dan
sistematis, maka secara keseluruhan penyajian tesis ini akan memuat lima
bab dengan perincian dan sistematika sebagai berikut:
Bab satu yang dimulai dengan pendahuluan memuat latar belakang
masalah, identifikasi, pembatasan, dan perumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, teknik dan
sistematika penulisan. Kesemua isi dari pendahuluan ini adalah titik awal
beserta gambaran secara umum untuk penulisan bab-bab selanjutnya.
Setelah dimulai oleh pendahuluan yang merupakan tolak dasar
dari penelitian ini, maka kemudian pada bab dua dilanjutkan dengan
pembahasan mengenai ad-dakhîl dalam tafsir esoterik. Uraian mengenai dua
hal ini sangat penting dilakukan sebagai pemahaman awal. Pembahasan ini
dinilai sangat penting terutama pada aspek pengenalan ad-dakhîl, hal ini
dilakukan untuk benar-benar memahami secara teori sebelum
mengaplikasikan pada objek yang telah ditentukan, yakni pada tafsir
esoterik. Tanpa pemahaman yang utuh pada kedua pembahasan ini akan sulit
untuk melakukan pengkajian dengan baik pada bab empat kemudian.
Melangkah kepada bab selanjutnya yakni bab ketiga, penulis akan
memaparkan secara gamblang mengenai biografi ath-Thabâthabâ‟î beserta
biografi karyanya yang berjudul al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân. Dengan
melakukan memaparan secara utuh mengenai tokoh dan karya tafsirnya akan
memudahkan penulis untuk menganalisa riwaya-riwayat tafsir esoterik pada
bab selanjutnya.
Bab selanjutnya yakni bab keempat. Bab ini merupakan bab inti
dari keseluruhan dimana penulis akan mencoba mengkaji riwayat hadis tafsir
esoterik ayat-ayat imâmah dengan melakukan pendekatan ad-dakhîl bi al-
ma‟tsûr, yakni dengan menggunakan kritik sanad hadis. Setelah
mendapatkan beberapa indikasi ad-dakhîl bi al-ma‟tsûr dalam penafsiran
esoteriknya, lalu penulis akan mencoba menganalisa keberadaan hadis
tersebut berikut dengan implikasinya terhadap eksistensi tafsir esoterik. Hal
ini merupakan tujuan akhir dari bab ini.
Bab lima memuat penutup yang berisi kesimpulan hasil penelitian
beserta saran-sarannya.
Page 43
155
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah melalui penjelasan dan analisa, maka kesimpulan
penelitian ini dapat dilihat pada dua hal berikut:
1. Hadis-hadis yang dijadikan dasar atas penafsiran esoterik ath-
Thabâthabâ’î pada ayat-ayat imâmah, memiliki perawi-perawi yang
dinilai al-jarh oleh ulama hadis, meskipun beberapa di antaranya
memiliki penilaian at-ta’dîl. Di antara perawi tersebut kebanyakan
merupakan perawi yang majhûl, kadzdzâb, matrûk al-hadîts, dan dhâ’îf
al-hadîts, mudallas dan bahkan ada yang dinilai wadhdhâ’ al-hadîts
(pemalsu hadis). Sehingga status ke 22 hadis tersebut adalah merupakan
hadis dha’îf dan maudhû’.
2. Keberadaan hadis-hadis bermasalah (ad-dakhîl) tersebut menghasilkan
sebuah pemahaman bahwa sebagian penafsiran dalam tafsir al-Mîzân,
khususnya pada penfasiran esoterik ayat-ayat imâmah, merupakan
sebuah penafsiran yang menyimpang, sehingga dengan demikian
kualitas penafsiran isyârî-nya (esoterik) bernilai rendah. Fakta ini juga
menunjukkan bahwa ath-Thabâthabâ’î dalam penafsiran esoteriknya
diwarnai dengan tendensi mazhab yang dianutnya, yakni Syi`ah.
B. Saran-Saran
Penelitian ini membahas tafsir al-Mîzân dengan fokus kepada
penilaian ad-dakhîl bi al-ma’tsûr dalam penafsiran esoterik ayat-ayat
imâmah Husain ath-Thabâthabâ’î. Adapun beberapa saran untuk penelitian
selanjutnya antara lain adalah:
1. Ad-Dakhîl dalam tafsir terbagi menjadi tiga jalur, yaitu jalur al-ma’tsûr,
jalur ar-ra’yi, dan jalur al-isyârah. Pada penelitian ini, penulis hanya
mengkaji dari satu jalur saja, yakni jalur al-ma’tsûr. Oleh karena itu,
penting untuk mengembangkan penelitian ini dengan menggunakan
perspektif ad-dakhîl dari sisi ar-ra’yi maupun ad-dakhîl dari sisi al-
isyârah.
2. Tafsir al-Mîzân merupakan tafsir yang memiliki corak multi-disiplin
keilmuan, seperti filsafat, ilmiah, sosiologi, dan lainnya. Sebagai upaya
pengembangan keilmuan dalam dunia tafsir, khususnya yang tertarik
meneliti tafsir al-Mîzân, disiplin keilmuan tersebut menarik untuk
dikaji lebih lanjut.
Page 45
157
DAFTAR PUSTAKA
Abd. Hakim, Atang, Drs., MA., dan Jaih Mubarok, DR., Metodologi Studi
Islam, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000, Cet. Ke-2
Abû Azîz, Sa‟ad Yusuf Mahmud, Al-Isrâ‟iliyyât wa al-Maudhû‟ât fî Kutub
at-Tafâsîr Qadîman wa Hadîtsan, Kairo: Maktabah at-
Taufiqiyyah, t.th.
Abu Zaid, Nasr Hamid, Mafhûm an-Nash; Dirâsah fî Ulûm Al-Qur`ân,
Maroko: Al-Markaz ats-Tsaqâfîy al-„Arabiy, 2014, Cet. Ke-1
Ainin, Muhammad, Prof., DR., M. Pd., Metodologi Bahasa Arab, Malang:
Hilal Pustaka, 2007
Akhtar, Ali Humayun, Philosophy, Religion, and Government in Andalusian
Spain; The Nexus of Greek-Arabic Philosophy and Islamic
Mysticism and the Evolution of Political Thought and Authorithy in
al-Andalus, disertasi New York University, 2012
Akk, Khâlid „Abd ar-Rahmân, Ushûl at-Tafsîr wa Qawâ‟iduh, Damaskus:
Dâr an-Nukhâ‟is, 1986, Cet. Ke-2
Ali Iyâzî, Sayyid Muhammad, Al-Mufassirûn; Hayâtuhum wa Manhajuhum,
Teheran: Mu‟assasah at-Thabâ‟ah wa an-Nasyr Wazârat ats-
Tsaqâfah wa al-Irsyâd al-Islâmiy, 1373 H/1953 M
Amin, Habibi, DR., Emosi Sufistik dalam Tafsir Isyari; Melacak Kejiwaan
Mufasir, Ponorogo: Pascasarjana Insuri Ponorogo Press, 2016
Anwar, Rosihon, Prof. DR., M. Ag., Tafsir Esoterik Al-Qur`an Menurut
Thabâthabâ‟i, Disertasi, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2003
Anwar, Hamdani, Prof., DR., MA., dalam jurnal Mimbar Agama, vol. XIX,
No. 2, 2002
Asâkir, Abû al-Qâsim ibn, Târîkh Dimasyq, jilid 54, t.tt.: Dâr al-Fikr li ath-
Thabâ‟ah wa an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 1995
Al-Asfahâni, Ar-Râghib, Mufradât Alfâzh Al-Qur`ân, Mesir: Dâr ats-
Tsaqâfah al-„Arabiyyah, 1996
Page 46
158
________, Ar-Râghib, Mufradât fî Gharîb Al-Qur`ân, Lebanon: Dâr al-
Ma‟rifah, t.th.
Al-Ashbahânî, Abû Nu‟aim, Adh-Dhu‟afâ‟, t.tt.: Dâr ats-Tsaqâfah, 1984, Cet.
Ke-1
Al-Asqalânî, Ibn Hajar, Lisân al-Mîzân, t.tt.: Dâr al-Basyâ‟ir al-Islâmiyyah,
2002, Cet. Ke-1
________, Tahdzîb at-Tahdzîb, India: Mathba‟ah Dâ‟irah al-Ma‟ârif an-
Nizhâmiyyah, 1326 H, Cet. Ke-1
Âsyûb, Ibn Syahr, Al-Manâqib Ibn Syahr Âsyûb, jilid 3, Qum: Mu‟assah
Isyârât, t.th.
Al-Ausî, Alî, At-Thabâthabâ‟î wa Manhajuh fî Tafsîrihî al-Mîzân, Iran:
Mu‟âwaniyah ar-Ri‟âsah li al-„Alâqât ad-Dauliyah, 1985, Cet. Ke-
1
Awâ, Âdil, Bâtin-Zhâhir, dalam al-Maushû‟ah al-Falsâfiyyah al-„Arabiyyah,
Saudi Arabia: Ma‟had al-Inmâ‟ al-„Arabiy, 1986
Al-Ayyâsyî, At-Tafsîr al-„Ayyâsy, jilid 1, Teheran: Al-Maktabah
al‟Alamiyyah al-Islamiyyah, t.th.
A‟zami, Muhammad Musthafa, Manhaj an-Naqd „Inda al-Muhadditsîn
Nasy‟atuhû wa Târîkhuhû, Riyadh: Syirkah at-Thibâ‟ah al-
„Arabiyah as-Su‟udiyyah al-mahdûdah, 1928, Cet. Ke-2
________, Studies in Hadith Methodhology and Literature, India: Islamic
Teaching Center Indiana Polis, t.th.
Badawî, Abdurrahmân, Madzâhib al-Islâmiyyîn al-Mu‟tazilah wa al-
„Asyâ‟irah wa al-Ismâ‟iliyahwa al-Qarâmithah wa an-nusairiyah,
Beirut: Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn, 1997
Al-Baghdâdî, Abd al-Qâhir Thâhir, al-Farq bain al-Firaq, Kairo: t.p., 1910
________, Tarîkh al-Baghdâdî, jilid 3, Beirut: Dâr al-Gharb al-Islâmîy, 2002
Al-Bahrânî, As-Sayyid Hasyim, Al-Burhân fî Tafsîr Al-Qur`ân, jilid 1,
Beirut: Mu‟assasah al-A‟lamî li al-Mathbû‟ât, 2006, Cet. Ke-2
Page 47
159
Baidhan, Nashruddin, Prof., DR., MA., Wawasan Baru Ilmu Tafsir,
Jogjakarta: Pustaka Pelajar, 2005, Cet. Ke-1
Baidhawi, Ahmad, Mengenal Thabâthabâ‟î dan Kontroversi Nâsikh
Mansûkh, Bandung: Nuansa, 2005
Bukhârî, Shahîh al-Bukhârî, Beirut: Dâr ibn Katsîr, 2002, Bâb ism al-farasi
wa al-himâri, no. 2854, Cet. Ke-1
Chirzin, Muhammad, Permata Al-Qur`an, Jogjakarta: Qirtas, 2003, Cet. Ke-1
Darraz, Abdullah, An-Nabâ‟ al-Azhîm Nazharât Jadîdah fî Al-Qur`ân, Doha:
Dâr as-Tsaqâfah, 1985
Ad-Dâruquthnî, al-Mu‟talif wa al-Mukhtalif, jilid 4, Beirut: Dâr al-Gharb al-
Islâmî, 1986
________, Sunan ad-Dâruquthnî, jilid 5, Beirut: Mu‟assasah ar-Risâlah,
2004, Cet. Ke-1
Ad-Dâwûdî, Thabaqât al-Mufassirîn li ad-Dâwûdî, jilid 1, Beirut: Dâr al-
Kutub al-„Alamiyyah, t.t.
Devi Faizah Yuliana, M. Ag., Imâmah dalam Tradisi Tafsir Syiah, Bandung:
Pustaka Aura Semesta, 1013, Cet. Ke-1
Dimasyq, Umar Kahâlah, Mu‟jam al-Mu‟allifîn, jilid 7, Beirut: Maktabah al-
Matsnâ, t.t.
Djatin, Jusni, Dra., Apth, Penelusuran Literatur, Jakarta: Universitas
Terbuka, 1996
Adz-Dzahabî, Syamsuddîn, al-Mughnî fî adh-Dhu‟afâ‟, jilid 1, Qatar: Idârah
Ihyâ‟ at-Turâts al-Islâmî, t.t.
________, Ar-Ruwât ats-Tsiqât al-Mutakallim Fîhim bimâ lâ Yûjab
Radduhum, Beirut: Dâr al-Basyâ‟ir al-Islâmiyyah, 1992
________, Mîzân al-I‟tidâl fî Naqd ar-Rijâl, jilid 4, Beirut: Dâr al-Ma‟rifah li
ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr, 1963, Cet. Ke.1
________, Siyar al-A‟lâm an-Nubalâ‟, jilid 4, t.tt.: Mu‟assasah ar-Risâlah,
1985, Cet. Ke-3
Page 48
160
________, Tadzkirat al-Huffâzh, jilid 3, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Alamiyyah,
1998, Cet. Ke-1
Adz-Dzahabî, Muhammad Husain, Al-Ittijâhât al-Munharifah fî Tafsîr Al-
Qur`ân al-Karîm; Dawâfi‟uhâ wa Daf‟uhâ, Kairo: Maktabah
Wahbah, 1986, Cet. Ke-3
________, Al-isrâ‟iliyyât fî at-Tafsîr wa al-Hadîts, Kairo: Maktabah
Wahbah, 1990
________, At-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 1,2, dan 3, Kairo: Maktabah
Wahbah, 2000, Cet. Ke-7
Fairûz Abâdî, Majd ad-Dîn Muhammad ibn Ya‟qûb ibn Muhammad ibn
Ibrâhîm ibn Umar asy-Syairâzi, al-Qâmûs al-Muhîth wa al-Qâbûs
al-Wasît al-Jâmi‟ li Mâ Dhahaba min Kalâm al-„Arab Shamâmît,
Beirut: Mu‟assasah ar-Risâlah, 1407 H
Al-Farmawi, Abd Hayy, Al-Bidâyah fî at-Tafsîr al-Maudhû‟i; Dirâsah
Manhajiyyah Maudhû‟iyyah, Mesir: Universitas al-Azhar, 1977,
Cet. Ke-2
Fâyed, Abd al-Wahhâb „Abd al-Wahhâb, Ad-Dakhîl fî Tafsîr Al-Qur`ân al-
Karîm, juz 1, Kairo: Universitas al-Azhar, 1398 H/1978 M, Cet.
Ke-1
Faza, Asrar mabrur, S. Th.I., DR., MA, Syi‟ah dalam Kitab Sunni;
Pandangan Sunni terhadap Rijâl Syi‟ah dalam Kitab Lisân al-
Mîzân, Langsa: Zawiyah Serambi Ilmu pengetahuan, 2015, Cet.
Ke-1
Fudhaili, Ahmad, DR., M. Ag., Perempuan di Lembaran Kitab Suci; Kritik
atas Hadis-Hadis Sahih, Jakarta: Trans Pustaka, 2013, Cet. Ke-1
Al-Ghazâli, Abû Hâmid, Fadhâ‟ih al-Bâthiniyyah, Kuwait: Mu‟assasah Dâr
al-Kutub ats-Tsaqâfiyyah, t.th.
Ghifari, Alî Akbar, Dirâsat fî „Ilm ad-Dirâyah, t.tt.: Jâmi‟ah Imam as-Shâdiq,
1369 H
Ghofur, Saiful Amin, Profil Para Mufasir Al-Qur`an, Jogjakarta: Pustaka
Insan Madani, 2008
Page 49
161
Al-Hajjâj, Abû Husain Muslim ibn, Shahîh Muslim, Muqaddimah, Bân fî al-
Isnâd min ad-Dîn
Hakim IMZI, A. Husnul, DR., Ensiklopedi Kitab-Kitab Tafsir, Depok:
Lingkar Studi Al-Qur`an, 2013, Cet. Ke-1
Heer, Nicholas, “Tafsir Esoterik Al-Qur`an Abu Hamid al-Ghazali,: dalam
Sayyid Hosein Nasr,” Warisan Sufi, terj. Gafna Raizha Wahyudi,
Jogjakarta: Pustaka Sufi, 2002
Hitti, Philip K., History of the Arabs, London: Mac Millan, 1970
Ibn, Irâqî, al-Mudallisîn, t.tt.: Dâr al-Wafâ‟, 1995
Ibn, al-Jauzî, Adh-Dhu‟afâ‟ wa al-Matrûkîn, jilid 1, Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Alamiyyah, 1406 H, Cet. Ke-1
Ibn, Hibbân, Shahîh ibn Hibbân, Beirut: Mu‟assasah ar-Risâlah, 1988, Cet.
Ke-1
________, Ats-Tsiqât, jilid 3, India: Dâ‟irah al-Ma‟ârif al-Utsmâniyyah,
1973, Cet. Ke-1
Ibn, Manzhûr, , Lisân al-„Arab, juz 11, Beirut: Dâr as-Shadr, 1956
Ibn, Mâkûlâ, al-Ikmâl fî Raf‟il Irtiyâb „an al-Mu‟talif wa al-Mukhtalif fî al-
Asmâ wa al-Kunnî wa al-Ansâb, jilid 1, Beirut: Dâr al-Kutub al-
„Ilmiyyah, 1990, Cet. Ke-1
________, Tahdzîb Mustamir al-Auhâm „alâ Dzawil Ma‟rifah wa Ulil
Afhâm, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Ilmiyyah, 1410 H, Cet. Ke-1
Isfahani, Muhammad Mahdi, Ahsan al-wadi‟ah, Najaf: al-Mathba‟ah al-
haydariyah, 1388
Ithr, Nuruddin, DR., „Ulûm Al-Qur`an al-Karîm, Damaskus: Mathba‟ah as-
Shibl, 1993, Cet. Ke-1
________, Manhaj an-Naqd fî „Ulûm al-hadîts, Damaskus: Dâr al-Fikr, 1991
Izzan, Ahmad, DR., M. Ag., Metodologi Ilmu Tafsir, Bandung: Tafakkur,
2007, Cet. Ke-1
Page 50
162
Ja‟far, Abdul Ghafur Musthafa, Al-Ashîl wa ad-Dakhîl fî Tafsîr Al-Qur`ân wa
Ta‟wilih; Riwâyatan wiratan, Kairo: Universitas Al-Azhar, 1995
Jafri, Syed Husain M., Sayyid, dalam John L. Esposito, Dunia Islam Modern,
Bandung: Mizan, 2002 Cet. Ke-2
Jigiyanto, Prof., HM., Akt., Ph. D., Metodologi Penelitian Sistem Informasi,
Yogyakarta: Andi, 2008
Jujun S. Suriasumantri, Prof., DR., Ir., M. Sc., Penelitian Ilmiah,
Kefilsafatan, dan Keagamaan; Mencari Paradigma Kebersamaan,
dalam Tadisi Baru Penelitian Agama Islam; Tinjauan
Antardisiplin Ilmu, Bandung: Yayasan Nuansa Cendekia, 2001
Al-Jurjânî, Yahya ibn al-Husain ibn Ismail ibn Zaid al-Husnî asy-Syajarî, al-
Kâmil fî Dhu‟afâ‟ ar-Rijâl, jilid 4, Beirut: al-Kutub al-„Alamiyyah,
1997, Cet. Ke-1
________, Tartîb al-Amâlî al-Khamîsiyyah li asy-Syajarî, jilid 1, Beirut: Dâr
al-Kutub al-„Alamiyyah, 2001
Kaelan, DR., M.S., Metode Penelitian Agama Kualitatif Interdisipliner,
Yogyakarta: Paradigma, 2010
Al-Kasyânî, Tafsîr ash-Shâfî, jilid 1, Teheran: Maktabah ash-Shadr, 1379 H,
Cet. Ke-3
Khalîfah, Ibrâhîm Abd ar-Rahmân Muhammad, Ad-dakhîl fî at-Tafsîr, jilid 1,
Kairo: Universitas al-Azhar, 1996
Khalîl, Ahmad, Dirâsât fî Al-Qur`ân, Mesir: Dâr al-Ma‟ârif, t.th.
Al-Khâtib, Muhammad Ajjâj, Ushûl al-Hadîts, Beirut: Dâr al-Fikr, 1989
Khon, Abdul Majid, DR., H., M. Ag, Ulumul Hadis, Jakarta: Amzah, 2010
Al-Kulainî, Muhammad ibn Ya‟qub, Ushûl al-Kâfî, Beirut: Dâr al-Murtadhâ,
2005
Labib, Muhsin, DR., Para Filosof, Jakarta: al-Huda, 2005
Longman Dictionary of Contemporary English, New York: Longman, 2001
Page 51
163
Lubis, Nabilah, Prof., DR., Naskah, Teks, dan Metode Penelitian Filologi,
Jakarta: Yayasan Media Alo Indonesia, 2001
Ma‟rifah, Muhammad Hâdî, At-Tamhîd fî „Ulûm Al-Qur`ân, jilid 3, Qum:
Mu‟assasah at-Tamhîd, 2007, Cet. Ke-2
Al-Maghâzilî, Ibn, Manâqib Amîr al-Mukminîn „Alî ibn Abî Thâlib, Shan‟â‟:
Dâr al-Âtsâr, 2003, no. 374
Al-Mishrî, Halimah Utsman, Ad-dakhîl fî Tafsîr al-Imâm Abî as-Sa‟ûd,
Kairo: Universitas al-Azhar, 1987
Al-Mizzî, Tahdzîb al-Kamâl fî Asmâ‟ ar-Rijâl, jilid 33, Beirut: Mu‟assasah
ar-Risâlah, 1980, Cet. Ke-1
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2013
Momen, Moojan, An Introduction to Shi‟i Islam; The History and Doctrines
of Twelver Shi‟ism
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, Yogyakarta:
Rakersorasin, 1996
Muslimî, Muhammad Mahdî dan Manshûr „Abdurrahmân, dkk., Mausû‟ah
Aqwâl Abî al-Hasan ad-Dâruquthnî fî Rijâl al-Hadîts wa „Ilalihî,
jilid 2, Beirut: „Âlim al-Kutub li an-Nasyr wa at-Tauzî‟, 2001
Musolli, DR., MA., Sunni-Syiah Studies; Membongkar Ideologisasi dalam
Penafsiran Al-Qur`an, Jawa Timur: Yayasan Pondok Pesantren
Nurud Dhalam Wringin Bondowoso, 2014, Cet. Ke-1
Mustaqim, Abdul, Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi Penafsiran Al-
Qur`an Periode Klasik hingga Kontemporer, Jogjakarta: Nun
Pustaka, 2003
Musthafa, Ibrahim, Al-Mu‟jam al-Wasîth, Istambul: Dâr ad-Da‟wah, 1990
Na‟nâ‟ah, Ramzi Muhammad Kamal, Al-Isrâ‟iliyyât wa Âtsaruhâ fî Kutub
at-Tafsîr, Kairo: Universitas al-Azhar, t.th.
An-Najjâr, Jamal Musthafa Abd al-Hamid Abd al-Wahhab, Ushûl ad-dakhîl
fî Tafsîr Âyi at-Tanzîl, Kairo: Jâmiah al-Azhar, 2009, Cet. Ke-4
Page 52
164
Nasr, Sayyed Hossein, Ideals and Realities of Islam, London: George &
Unwin, 1979
________, Islam dalam Cita dan fakta, terj. Abdurrahman Wahid dan hasyim
Wahid, Jakarta: Lappenas, 1983
________, Sang Alim dari Tabriz, dalam ath-Thabâthabâ‟î; Menyingkap
Rahasia Al-Qur`an, terj. A. Malik Madaniy dan Hamim Ilyas,
Bandung: Mizan, 1989
Nata, Abuddin, Prof., DR., Metodologi Studi Islam, Jakarta: PT. Bahari Alam
Ceria. Raja Grafindo Persada, 2011, Cet. Ke-18
Ndraha, Taliziduhu, Drs., Disain Riset dan Teknik Penyusunan Karya Tulis
Ilmiah, Jakarta: Bina Aksara, 1987
Neuman, W. Lawrence, Metodologi Penelitian Sosial; Pendekatan Kualitatif
dan Kuantitatif, terj. Edina T. Sofia, Jakarta: Indeks, 2013
Putra, Nusa, DR., S. Fil., M. Pd., Penelitian Kualitatif; Proses dan Aplikasi,
Jakarta: Indeks, 2011
Al-Qardhawi, Yusuf, DR., Kaifa Nata‟âmal ma‟a as-Sunnah an-
Nabawiyyah, Mesir: Dâr asy-Syurûq, 2002
Al-Qaththân, Mannâ‟, Mabâhits fî „Ulûm Al-Qur`ân, Kairo: Maktabah
Wahbah, 2000
Al-Qummî, Al-Hasan „Alî ibn Ibrâhîm, Tafsîr al-Qummî, jilid 1, Iran:
Mu‟assasah Dâr al-Kitab li ath-Thabâ‟ah wa an-Nasyr, t.th., Cet.
Ke-3
Rachman, Budhy Munawar, Ensiklopedi Nurcholis Madjid; Pemikiran Islam
di Kanvas Peradaban, Jakarta: Mizan, 2006
Ar-Razzâqî, Abû al-Qâsim, „Pengantar kepada Tafsir al-Mizan,” terj. Nurul
Agustina dalam Jurnal Hikmah, No.8, Bandung: Yayasan
Murtadha Muthahhari,1993
Reese, William L., Dictionary of Philosophy and Religion, Eastern and
Western Thought, New York: Humanities Press, 1996
Ar-Rûmî, Fahd „Abd ar-Rahmân ibn Sulaimân, Ittijâhât at-Tafsîr fî al-Qarn
ar-Râbi‟ „Asyar, Beirut:Mu‟assaah Risalah, 1414 H
Page 53
165
________, Ushûl at-Tafsîr wa Manâhijuh, Riyadh: 1413
Sabarguna, S. Boy., DR., dr., H., MARS,, Analisis Data pada Penelitian
Kualitatif, Jakarta: UI Press, 2008
Saeed, Abdullah, Pengantar Studi Al-Qur`an, terj. Shulkhah dan Sahiron
Syamsuddin, Jogjakarta: Baitul Hikmah Press, 2016, Cet. Ke-1
Salus, Ali Ahmad, Ensiklopedi Sunnah-Syiah; Studi Perbangingan Aqidah
dan Tafsir, juz 1, Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2001
As-Shâbûnî, Ali, At-Tibyân fî „Ulûm Al-Qur`ân, Pakistan: Maktabah al-
Busyrâ, 2011, Cet. Ke-4
As-Shadr, Muhammad Baqir, al-Ma‟âlim al-Jadîdah li al-Ushûl, Najaf:
Mathba‟ah an-Nu;man, 1385, jilid 1
Shihab, M. Quraish, Prof., DR., MA., Kaidah tafsir; Syarat, Ketentuan, dan
Aturan yang Patut Anda Ketahui dalam Memahami Al-Qur`an,
Ciputat: Lentera Hati, 2013, Cet. Ke-1
________, Membumikan Al-Qur`an, Bandung: Mizan, 1992
Shofa, Maryam, S. Th. I., Ad-Dakhîl dalam Tafsir al-Jamî‟ li Ahkâm Al-
Qur`ân Karya Al-Qurthubi; Analisis Surat Al-Baqarah, dalam
jurnal Suhuf, Vol.6, No. 2, 2013, h. 288-289
Strauss, Anselm dan Juliet Corbin, Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif; Tata
Langkah dan teknik-teknik Teoritisasi Data, terj. Muhammad
Shodiq dan Imam Muttaqien, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009,
Cet. Ke-3
Sugiyono, Prof., DR.,, Memahami Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta,
2014, Cet. Ke-9
________,Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta, 2009, Cet. ke-8
Suwartono, DR., M. Hum., Dasar-Dasar Metodologi Penelitian, Jogjakarta:
Andi, 2014
As-Suyûthî, Jalâl ad-Dîn, Ad-Durr al-Mantsûr, jilid 8, Beirut: Dâr al-Fikr, t.t.
________, Asmâ‟ al-Mudallisîn, Beirut: Dâr al-Jîl, t.t., Cet. Ke-1
Page 54
166
________, Husnul Muhâdharah fî Târîkh Mishr wa al-Qâhirah, Mesir: Dâr
al-Ihyâ‟ al-Kutub al-„Arabiyyah, 1967, jilid 1
________, Thabaqât al-Huffâzh, Beirut: Dâr al-Kutub al-„Alamiyyah, 1403
H, Cet. Ke-1
________, Al-Itqân fî „Ulûm Al-Qur`ân, jilid 2, Saudi Arabia: al-Amânah al-
„Âmmah, t.th.
Syâhîn, Ibn, Târîkh Asmâ‟ adh-Dhu‟afâ‟ wa al-Kâdzibîn, t.p.: t.tt., 1989, Cet.
Ke-1
Syamsuddin, Sahiron, DR., Phil., MA., dkk., Hermeneutika Al-Qur`an,
Yogyakarta: Penerbit Islamika, 2003, Cet. Ke-1
Asy-Syarqawî, „Iffat Muhammad, Ittijâhât at-Tafsîr Mishr wa al-„Ashr al-
Hadîts, Kairo: Mathba‟ah al-Ka‟lânî, 1972
Syibromalisi, Faizah Ali, DR., Lc., MA., dan Jauhar Azizy, Membahas Kitab
Tafsir Klasik-Modern, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarid
Hidayatullah, 2011, Cet. Ke-1
________, Tafsir bi al-ma‟tsur, Ciputat: Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ)
Jakarta, 2010, Cet. Ke-1
Asy-Syirbâsî, Ahmad, Qishshat at-Tafsîr, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994
Ath-Thabarsî, Majma‟ al-Bayân fî Tafsîr Al-Qur`ân, jilid 9, Beirut: Dâr al-
Murtadhâ, 2006, Cet. Ke-1
Ath-Thabâthabâ‟i, Muhammad Husain, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, Beirut:
Mu‟assasah al-A‟lâ li al-Mathbû‟ât, 1997, Cet. Ke-1
________, Al-Qur`ân fî al-Islâm, Beirut: Dâ al-Fikr, 1973
________, Islamic Teachings; an Overview, New York; Mostazafan
Foundation, 1989
________, Al-Mîzân fî Tafsîr Al-Qur`ân, juz 1, Beirut: Mu‟assasah al-A‟lâ li
al-Mathbû‟ât, 1997, Cet. Ke-1
________, Inilah Islam, terj. Ahsin Muhammad, Jakarta: Sadra Press, 2011,
Cet. Ke-1
Page 55
167
________, Shi‟a, Manila: Al-Hidaya, 1995
________, Islam Syi‟ah, terj. Djohan Effendi, Jakarta: Grafiti, 1989
Thahhân, Mahmud, Taisîr Mushthalah al-Hadîts, Iskandariyah: Markaz al-
Hudâ li ad-Dirâsât, 1415 H
Ulinnuha, Muhammad, DR., Lc., MA., Rekonstruksi Metodologi Kritik
Tafsir, Jakarta: Azzamedia, 2015, Cet. Ke-1
________, Tafsir Esoterik; Sebuah Model Penafsiran “Elit” yang
“Terlupakan”, dalam Jurnal Suhuf, Volume 3, no.1, 2010
Umar, Husain Muhammad Ibrâhîm Muhammad, Ad-Dakhil fî Tafsîr Al-
Qur`ân al-Karîm, Kairo: Universitas al-Azhar, t.th.
Umar, Nasaruddin, Prof., DR., MA., Konstruksi Ta‟wil dalam Tafsir Sufi dan
Syi‟ah, dalam Jurnal Studi Al-Qur`an, Vol. 2, No. 1, 2007
Wahid, Ramli Abdul dan Husnel Anwar Matondang, Kamus Lengkap Ilmu
Hadis, Medan: Perdana Publishing, 2011, Cet. Ke-1
Watt, W. Montgomery, Islamic Fundamentalism and Modernity, Routledge;
londdom, 1988
Wendry, Novizal, DR., Penafsiran Simbolik al-Qusyairi dalam Lathâ‟if al-
Isyârât, dalam Jurnal Studi Al-Qur`an, Vol. 2, No. 1, 2007
Yusuf, Yunan, Prof., DR., MA., Corak Pemikiran Kalam Tafsir al-Azhar;
Sebuah Telaah atas Pemikiran Hamka dalam Teologi Islam,
Jakarta: Penamadani, 2004, Cet. Ke-3
Az-Zamakhsyari, Asâs al-Balâghah, Beirut: Dâr as-Shadîr, t.th.
Az-Zarkalî, Khair ad-Dîn, Al-A‟lâm, jilid 6, t.tt.: Dâr al-„Ilm li al-Malâyîn,
2002, Cet. Ke-15
________, al-A‟lâm, jilid 2, t.tt.: Dâr al-A‟lâm li al-Malâyîn, 2002
Az-Zarkasyî, Badr ad-Dîn Muhammad, Al-Burhân fî „Ulûm Al-Qur`ân, jilid
2, Kairo: Dâr al-Hadîts, 2006
Az-Zarqânî, Muhammad Abd al-Azhîm, Manâhil al-„Irfân fî „Ulûm Al-
Qur`ân, juz 2, Beirut: Dâr al-Kitâb al-„Arabî, 1995, Cet. Ke-1
Page 56
168
Az-Zâwî, at-Thâhir Ahmad, Tartîb al-Qâmûs al-Muhîth, Riyadh: Dâr „Âlam
al-Kutub, 1996
Zed, Mestika, DR., MA., Metode Penelitian Kepustakaan, Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2008, edisi ke-2, Cet. ke-1