-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
Acute Febrile Illness
Susila Utama, Tuti Parwati Merati
Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi
Bagian/SMF Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana-RSUP Sanglah
Denpasar
PENDAHULUAN
Acute febrile illness (penyakit demam akut) terjadi sekitar
20-25% dari rawat inap di
Indonesia dan menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas.
Demam dapat
dikaitkan dengan penyakit menular. Namun di negara-negara
berkembang keadaan klinis
demam biasanya terkait dengan etiologi infeksi. Meskipun
beberapa penelitian telah
dilakukan untuk mempelajari penyebab spesifik agen penyakit
menular seperti demam
berdarah, diare, atau penyakit influenza. Penelitian skala besar
untuk mengidentifikasi
penyebab penyakit demam di Indonesia belum dilakukan. Untuk
mengidentifikasi etiologi
penyakit menular, ada beberapa pemeriksaan penunjang yang akan
diperlukan seperti
pemeriksaan mikroskopis, kultur bakteri dan virus, molekul,
antigen atau tes antibodi.
Dokter sering membuat diagnosa hanya pada keadaan klinis, dimana
diagnostik
laboratorium masih kurang. Hal ini dikarenakan biaya pemeriksaan
yang tinggi dalam
melakukan pengujian diagnostik khusus, atau ketidakmampuan
mayoritas pasien untuk
melakukan pemeriksaan tersebut. Hal ini dapat menyebabkan
manajemen klinis yang
tidak pantas dan penggunaan antibiotik yang tidak rasional, yang
dapat berkontribusi
untuk meningkatkan resistensi obat. Beberapa penelitian telah
dilakukan untuk
mengevaluasi penyakit demam dalam berbagai konteks di Indonesia.
Adapun tujuan dari
penelitian ini yaitu untuk mengetahui etiologi penyakit demam
akut dan menggambarkan
profil klinis penyakit demam akut. Tahun 1971-1972 oleh Anderson
et al, dilakukan
pengambilan spesimen untuk pemeriksaan serologis dari pasien
rawat inap dengan
penyakit demam yang belum jelas penyebabnya . Dari hasil
pemeriksaan tersebut infeksi
Salmonella dan arbovirus menjadi etiologi utama yang paling
banyak ditemukan,
sedangkan leptospira, rickettsia, brucella dan infeksi
toksoplasma ditemukan hanya pada
beberapa pasien. Pada tahun 1978 oleh Olson et al, dilakukan
Studi lain di Klaten, Jawa
Tengah dan ditemukan alphavirus dan flavivirus sebagai etiologi
demam. Pada tahun
1995, Suharti dkk menemukan bahwa dengue terdiri hanya 49% dari
total klinis dicurigai
kasus DBD di Semarang, Jawa Tengah. Etiologi lainnya termasuk
rickettsia, hantavirus,
leptospira, rubella, chikungunya, dan influenza. Pada tahun
2002-2003, Vollaard et al
ditemukan tingginya prevalensi SalmonelIa typhi dan infeksi
parathyphi (9% dan 3%) yang
dikonfirmasi dengan kultur bakteri, pada pasien demam rawat
jalan dan rawat inap di
Jakarta. Pada tahun 2005-2006, Gasem dkk. menekankan
pentingnya
mempertimbangkan leptospira dan rickettsia infeksi pada pasien
dengan demam akut di
pusat-pusat kesehatan primer dan rumah sakit di Semarang. Selama
periode yang sama
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
Suwandono et al, menegaskan bahwa dengue harus dipantau secara
hati-hati, karena
memberikan kontribusi 15% dari penyakit demam akut pada pasien
yang melakukan
perawatan di fasilitas kesehatan primer di Jakarta. Chikungunya
memiliki prevalensi yang
sama, tetapi tidak ada bukti dari endemisitas. Pada tahun
2000-2008 oleh Alisjahbana et
al, sebuah studi observasional yang dilakukan pada pasien
dewasa. Dalam studi tersebut
didapatkan hasil etiologi demam yang berbeda-beda, masing-masing
dengan proporsi:
dengue 12%, influenza 10%, chikungunya 8%, dan tifus 2,4%. Tidak
seperti di Jakarta,
kasus chikungunya di Bandung ditemukan sepanjang tahun.
Studi-studi ini dan surveilans
influenza nasional juga terdeteksi dan muncul agen infeksi
seperti virus zika di Klaten,
hantavirus di Semarang dan Bandung, dan influenza subtipe H5N1
di banyak daerah.
Meskipun sudah banyak studi yang telah dilakukan, namun sebagian
besar kasus masih
belum ditemukan etiologinya dengan pasti. Menurut Ellis et al.,
Leelarasamee et al, Brown
et al, etiologi yang paling sering ditemukan pada studi ini juga
merupakan etiologi atau
agen penting yang ditemukan di Thailand, Myanmar, perbatasan
Thailand dan Malaysia.
ACUTE FEBRILE ILLNESS
Demam adalah peninggian suhu tubuh dari variasi suhu normal
sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus
(Dinarello & Gelfand,
2005). Suhu tubuh normal berkisar antara 36,5-37,2°C. Derajat
suhu yang dapat
dikatakan demam adalah rectal temperature ≥38,0°C atau oral
temperature ≥37,5°C atau
axillary temperature ≥37,2°C (Kaneshiro & Zieve, 2010).
Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia.
Hiperpireksia
adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5°C yang dapat
terjadi pada pasien
dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada
pasien dengan perdarahan
sistem saraf pusat (Dinarello & Gelfand, 2005).
Demam adalah keluhan utama yang umum di negara berkembang.
Karena tinggi
prevalensi penyakit demam maka dibutuhkan diagnosa diferensial
untuk membedakan
penyakit demam akut (AFI). Penyakit demam akut didefinisikan
sebagai akut timbulnya
demam (demam lebih dari 38 derajat Celsius berlangsung selama
kurang dari 2 minggu)
dan tidak ada penyebab yang jelas berdasarkan riwayat penyakit
dan pemeriksaan
fisik(Kashinkunti MD et al,2010).
Penyakit demam akut adalah sindrom yang timbul dari berbagai
penyebab
diantaranya infeks saluran pernafasan atas, infeksi saluran
pernafasan bagian bawah,
diare, infeksi saluran kencing, influenza, thypoid,
leptospirosis, riketsia, malaria, dan
penyebeb lainnya.
Tahun 1971-1972 oleh Anderson et al, dilakukan pengambilan
spesimen untuk
pemeriksaan serologis dari pasien rawat inap dengan penyakit
demam yang belum jelas
penyebabnya . Dari hasil pemeriksaan tersebut infeksi Salmonella
dan arbovirus menjadi
etiologi utama yang paling banyak ditemukan, sedangkan
leptospira, rickettsia, brucella
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
dan infeksi toksoplasma ditemukan hanya pada beberapa pasien.
Pada tahun 1978 oleh
Olson et al, dilakukan Studi lain di Klaten, Jawa Tengah dan
ditemukan alphavirus dan
flavivirus sebagai etiologi demam. Pada tahun 1995, Suharti dkk
menemukan bahwa
dengue terdiri hanya 49% dari total klinis dicurigai kasus DBD
di Semarang, Jawa Tengah.
Etiologi lainnya termasuk rickettsia, hantavirus, leptospira,
rubella, chikungunya, dan
influenza.
Pada tahun 2002-2003, Vollaard et al ditemukan tingginya
prevalensi SalmonelIa
typhi dan infeksi parathyphi (9% dan 3%) yang dikonfirmasi
dengan kultur bakteri, pada
pasien demam rawat jalan dan rawat inap di Jakarta. Pada tahun
2005-2006, Gasem dkk.
menekankan pentingnya mempertimbangkan leptospira dan rickettsia
infeksi pada pasien
dengan demam akut di pusat-pusat kesehatan primer dan rumah
sakit di Semarang.
Selama periode yang sama Suwandono et al, menegaskan bahwa
dengue harus
dipantau secara hati-hati, karena memberikan kontribusi 15% dari
penyakit demam akut
pada pasien yang melakukan perawatan di fasilitas kesehatan
primer di Jakarta.
Chikungunya memiliki prevalensi yang sama, tetapi tidak ada
bukti dari endemisitas. Pada
tahun 2000-2008 oleh Alisjahbana et al, sebuah studi
observasional yang dilakukan pada
pasien dewasa. Dalam studi tersebut didapatkan hasil etiologi
demam yang berbeda-
beda, masing-masing dengan proporsi: dengue 12%, influenza 10%,
chikungunya 8%,
dan tifus 2,4%. Tidak seperti di Jakarta, kasus chikungunya di
Bandung ditemukan
sepanjang tahun. Studi-studi ini dan surveilans influenza
nasional juga terdeteksi dan
muncul agen infeksi seperti virus zika di Klaten, hantavirus di
Semarang dan Bandung,
dan influenza subtipe H5N1 di banyak daerah. Meskipun sudah
banyak studi yang telah
dilakukan, namun sebagian besar kasus masih belum ditemukan
etiologinya dengan pasti.
Menurut Ellis et al., Leelarasamee et al, Brown et al, etiologi
yang paling sering ditemukan
pada studi ini juga merupakan etiologi atau agen penting yang
ditemukan di Thailand,
Myanmar, perbatasaThailand dan Malaysia.
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non
infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus,
jamur, ataupun parasit. Infeksi
bakteri yang pada umumnya menimbulkan demam pada anak-anak
antara lain
pneumonia, bronkitis, osteomyelitis, appendisitis, tuberculosis,
bakteremia, sepsis,
bakterial gastroenteritis, meningitis, ensefalitis, selulitis,
otitis media, infeksi saluran kemih,
dan lain-lain (Graneto, 2010). Infeksi virus yang pada umumnya
menimbulkan demam
antara lain viral pneumonia, influenza, demam berdarah dengue,
demam chikungunya,
dan virus-virus umum seperti H1N1 (Davis, 2011). Infeksi jamur
yang pada umumnya
menimbulkan demam antara lain coccidioides imitis,
criptococcosis, dan lain-lain (Davis,
2011). Infeksi parasit yang pada umumnya menimbulkan demam
antara lain malaria,
toksoplasmosis, dan helmintiasis (Jenson & Baltimore,
2007).
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa
hal antara lain
faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu
tinggi, keadaan tumbuh
gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus
erythematosus, vaskulitis, dll),
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma nonhodgkin, leukemia, dll),
dan pemakaian obat-
obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin)
(Kaneshiro & Zieve, 2010). Selain itu
anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping
dari pemberian
imunisasi selama ±1-10 hari (Graneto, 2010). Hal lain yang juga
berperan sebagai faktor
non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat
seperti perdarahan
otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau
gangguan lainnya (Nelwan,
2009).
Pada tahun 2010 Kashinkunti MD et al, melakukan penelitian
observasional
prospektif selama satu tahun pada pasien dewasa (usia > 16
tahun) rawat inap di Rumah
Sakit tersier Karnataka dengan lama demam < 15 hari. Adapun
tujuan dari penelitian ini
yaitu untuk mengetahui etiologi penyakit demam akut dan
menggambarkan profil klinis
penyakit demam akut. Penelitian ini dilakukan pada 100 pasien
rawat inap. Data
dikumpulkan untuk mengidentifikasi jenis kelamin, rentang usia
dan lamanya demam.
Penegakkan diagnosis dilakukan dengan pendekatan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan
laboratorium. Pemeriksaan Kultur darah, parasit malaria dan
serologi demam dilakukan.
Adapun hasil yang ditemuakan dari penelitian ini adalah : scrub
typhus (33%), demam
berdarah (25%), demam enterik (14%), malaria (8,0%), melihat
demam rickettsiosis
(6,0%), H1N1 (5.0%), dan diagnosa tidak jelas (9,0%)
(Kashinkunti MD et al,2010).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Mesir menunjukkan bahwa
infeksi, seperti
salmonellosis (5%), demam tifoid (18%), dan brucellosis (11%),
adalah penyebab umum
dari AFI. Di Amerika Selatan, infeksi dengan Leptospira,
malaria, Rickettsia, virus dengue,
dan Venezuela kuda virus ensefalitis diidentifikasi sebagai
penyebab utama AFI. Di
beberapa daerah, seperti sub-Sahara Afrika dan Asia Tenggara,
penelitian rumah sakit
berbasis sanitasi telah dibentuk untuk mendapatkan data klinis
dan kesehatan masyarakat
tentang penyebab AFI sepanjang tahun dan untuk mengidentifikasi
pola kerentanan dan
prediktor klinis. Penyebab dengue tidak pasti, meskipun diyakini
sebagai penyebab
substansial seluruh daerah tropis. Kurangnya informasi tentang
etiologi spesifik yang
membentuk diagnosis demam berdarah memperlambat kemampuan kita
untuk membuat
diagnosis yang akurat, memberikan pengobatan yang efektif, dan
efektif menargetkan
langkah-langkah kesehatan masyarakat (Mali et al,2011)
Diagnosis penyakit menular, mirip dengan penyakit lain
didasarkan pada
anamnesis, pemeriksaan, dasar investigasi dan konfirmasi
diagnostik. Namun
perbedaannya dalam presentasi klinis berdasarkan evolusi agen
atau faktor host etiologi,
risiko eksposur untuk agen re-emerging atau muncul karena
kegiatan dan perjalanan
manusia sehingga menimbulkan tantangan besar pada penegakan
diagnosis tepat waktu
terhadap penyakit ini . Tumpang tindih yang signifikan dari
gejala, tanda dan parameter
laboratorium dasar penyakit tropis akan menambah tantangan dalam
menegakkan
diagnosis. Meskipun konfirmasi diagnostik wajib dalam menegakkan
diagnosis definitif
demam tropis, namun didalam penerapannya ditemukan
ketidaktersediaan atau tidak
terdapat aksesibilitas sehingga menyebabkan pendekatan berbasis
klinis untuk diagnosis
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
dugaan penyakit demam. Pendekatan tersebut dapat menyebabkan
tidak memadai
evaluasi klinis, keterlambatan dalam diagnosis, penggunaan
antibiotik yang tidak rasional,
serta meningkatnya morbiditas dan mortalitas (Premaratna
R,2013).
Tipe-tipe Demam
Jenis Demam Penjelasan
Demam septik
Demam hektik
Pada demam ini, suhu badan berangsur naik
ke tingkat yang tinggi sekali pada malam hari
dan turun kembali ke
Demam remiten
Pada demam ini, suhu badan dapat turun
setiap hari tetapi tidak pernah mencapai
suhu normal
Demam intermiten
Pada demam ini, suhu badan turun ke
tingkat yang normal selama beberapa jam
dalam satu hari
Demam Kontinyu
Pada demam ini, terdapat variasi suhu
sepanjang hari yang tidak berbeda lebih dari
satu derajat
Demam Siklik
Pada demam ini, kenaikan suhu badan
selama beberapa hari yang diikuti oleh
periode bebas demam untuk beberapa hari
yang kemudian diikuti oleh kenaikan suhu
seperti semula
(Sumber: Nelwan, Demam: Tipe dan Pendekatan, 2009)
Demam terjadi karena adanya suatu zat yang dikenal dengan nama
pirogen.
Pirogen adalah zat yang dapat menyebabkan demam. Pirogen terbagi
dua yaitu pirogen
eksogen adalah pirogen yang berasal dari luar tubuh pasien.
Contoh dari pirogen eksogen
adalah produk mikroorganisme seperti toksin atau mikroorganisme
seutuhnya. Salah satu
pirogen eksogen klasik adalah endotoksin lipopolisakarida yang
dihasilkan oleh bakteri
gram negatif. Jenis lain dari pirogen adalah pirogen endogen
yang merupakan pirogen
yang berasal dari dalam tubuh pasien. Contoh dari pirogen
endogen antara lain IL-1, IL-6,
TNF-α, dan IFN. Sumber dari pirogen endogen ini pada umumnya
adalah monosit,
neutrofil, dan limfosit walaupun sel lain juga dapat
mengeluarkan pirogen endogen jika
terstimulasi (Dinarello & Gelfand, 2005).
Proses terjadinya demam dimulai dari stimulasi sel-sel darah put
ih (monosit,
limfosit, dan neutrofil) oleh pirogen eksogen baik berupa
toksin, mediator inflamasi, atau
reaksi imun. Sel-sel darah putih tersebut akan mengeluarkan zat
kimia yang dikenal
dengan pirogen endogen (IL-1, IL-6, TNF-α, dan IFN). Pirogen
eksogen dan pirogen
endogen akan merangsang endotelium hipotalamus untuk membentuk
prostaglandin
(Dinarello & Gelfand, 2005). Prostaglandin yang terbentuk
kemudian akan meningkatkan
patokan termostat di pusat termoregulasi hipotalamus.
Hipotalamus akan menganggap
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
suhu sekarang lebih rendah dari suhu patokan yang baru sehingga
ini memicu
mekanisme-mekanisme untuk meningkatkan panas antara lain
menggigil, vasokonstriksi
kulit dan mekanisme volunter seperti memakai selimut. Sehingga
akan terjadi peningkatan
produksi panas dan penurunan pengurangan panas yang pada
akhirnya akan
menyebabkan suhu tubuh naik ke patokan yang baru tersebut
(Sherwood, 2001).
Demam memiliki tiga fase yaitu: fase kedinginan, fase demam, dan
fase
kemerahan. Fase pertama yaitu fase kedinginan merupakan fase
peningkatan suhu tubuh
yang ditandai dengan vasokonstriksi pembuluh darah dan
peningkatan aktivitas otot yang
berusaha untuk memproduksi panas sehingga tubuh akan merasa
kedinginan dan
menggigil. Fase kedua yaitu fase demam merupakan fase
keseimbangan antara produksi
panas dan kehilangan panas di titik patokan suhu yang sudah
meningkat. Fase ketiga
yaitu fase kemerahan merupakan fase penurunan suhu yang ditandai
dengan vasodilatasi
pembuluh darah dan berkeringat yang berusaha untuk menghilangkan
panas sehingga
tubuh akan berwarna kemerahan (Dalal & Zhukovsky, 2006).
AFIRE STUDY
Penelitian AFIRE adalah penelitian yang menggunakan metode
observasional
kohort yang dilakukan pada pasien demam yang dirawat inap.
Jumlah total sampel yang
dibutuhkan adalah 1600, yang terdiri dari 100 subjek dewasa dan
100 subjek anak
masing-masing disetiap site, dimana terdapat delapan site yang
bergabung dalam
penelitian ini. Populasi dari penelitian ini terdiri dari
laki-laki dan perempuan yang berusia
lebih atau sama dengan satu tahun. Periode perekrutan subjek
selama 1 tahun untuk
mengumpulkan data demografi, riwayat penyakit, tanda dan gejala,
hasil tes laboratorium,
klinis, pengobatan dan hasil. Tujuan utama dari penelitian ini
adalah untuk
mengidentifikasi etiologi kasus penyakit demam akut dan
mengevaluasi manifestasi klinis
dan hasil. Selain itu, tujuan sekunder penelitian ini untuk
menyediakan data klinis yang
penting untuk meningkatkan dan / atau mengembangkan manajemen
dan kesehatan
kebijakan klinis, untuk meningkatkan kapasitas penelitian dan
jaringan untuk penyakit
menular di Indonesia dengan meningkatkan kemampuan peneliti
klinis site dalam
melakukan penelitian yang relevan dengan kesehatan masyarakat,
dan untuk
membangun repositori spesimen biologi untuk studi di masa depan,
seperti menentukan
etiologi demam tidak terdiagnosis dan / atau patogenisitas dan
pentingnya kesehatan
publik.
Sampai dengan saat ini, total skrining dan enroll subjek
berdasarkan data nasional
masing-masing adalah 4036 subjek dan 1170 subjek. Total subjek
yang sudah dianalisa
adalah 826subjek yang terdiri dari hasil laboratorium yang
terkonfirmasi sejumlah 403
subjek (48,7%) dan yang tidak terkonfirmasi sejumlah 423 subjek
(51,3%).
Berdasarkan data lokal dari RSUP Sanglah (site 520), didapatkan
jumlah total
skrining subjek dari bulan Juli 2013 sampai dengan November 2015
adalah 1145 subjek
yang terdiri dari 748 subjek dewasa dan 397 subjek anak. Total
enroll subjek adalah 177
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
subjek yang terdiri dari 129 subjek dewasa dan 48 subjek anak.
Sedangkan data
diagnosis klinik yang didapatkan berdasarkan data laboratorium
dan pemeriksaan fisik
yang paling banyak adalah infeksi dengue (65), kemudian masing
diikuti oleh infeksi
saluran pernapasan(34), typhoid(30), infeksi saluran
pencernaan(22), dan malaria(1).Total
data laboratorium yang terkonfirmasi adalah 95 subjek (53%),
yang terdiri dari
pemeriksaan serologi 68 subjek (38%) (virus 39 subjek dan
bakteri 29 subjek),
pemeriksaan kultur 14 subjek (8%) (bakteri 11 subjek dan jamur 3
subjek), pemeriksaan
serologi dan kultur 5 subjek (3%) (bakeri 4 subjek, bakteri dan
virus 1 subjek),
pemeriksaan antigen 3 subjek (1%) (virus 2 subjek dan parasit 1
subjek), pemeriksaan
mikroskopis 5 subjek (3%) (amoeba 5 subjek). Sedangkan total
data laboratorium yang
tidak terkonfirmasi adalah 82 subjek (47%). Adapun hasil
pengaruh pemberian antibiotik
terhadap pemeriksaan kultur darah: pemberian antibiotik sebelum
kultur darah ditemukan
positif pada 4 subjek, sedangkan pemberian antibiotik setelah
kultur darah adalah positif
pada 9 subjek. Subjek yang tidak mendapat antibiotik sebelum dan
sesudah kultur darah,
ternyata hasil kultur yang positif lebih banyak (17 subjek).
KESIMPULAN
Demam akut adalah kasus yang sering ditemukan dalam praktek
klinis sehari hari
dimana etiologinya sangat bervariasi. Studi AFIRE bertujuan
mengetahui etiologi demam
akut yang memerlukan rawat inap di rumah sakit, melibatkan 1600
subjek dengan 8 site
masih berlangsung. Hasil sementara di site 520 (Denpasar)
didapatkan penyebab demam
akut terbanyak adalah infeksi dengue, infeksi saluran pernafasan
dan demam tifoid.
DAFTAR RUJUKAN
1. Graneto, J.W., 2010. Pediatric Fever. Chicago College of
Osteopathic Medicine of
Midwestern University. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/801598-overview. [Updated
20 May 2010]
2. http://www.ina-respond.com (Acute Febrile Illness Riquering
Hospitalization)
3. Jenson, H.B., and Baltimore, R.S., 2007. Infectious Disease:
Fever without a focus.
In: Kliegman, R.M., Marcdante, K.J., Jenson, H.B., and Behrman,
R.E., ed. Nelson
Essentials of Pediatrics. 5th ed. New York: Elsevier, 459-
461.
4. Kaneshiro, N.K., and Zieve, D. 2010. Fever. University of
Washington. Available
from:
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/000980.htm.
[Updated 29
January 2010]
5. Kashinkunti MD, Gundikeri SK, Dhananjaya M: Acute
undifferentiated febrile
illness- clinical spectrum and outcome from a tertiary care
teaching hospital
of north Karnataka. Int J Biol Med Res. 2013; 4(2) :3399-
3402
http://www.ina-respond.com/
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
6. Matthew R. Kasper,* Patrick J. Blair, Sok Touch, Buth Sokhal,
Chadwick Y.
Yasuda, Maya Williams,Allen L. Richards, Timothy H. Burgess,
Thomas F. Wierzba,
and Shannon D. Putnam: Infectious Etiologies of Acute Febrile
Illness among
Patients SeekingHealth Care in South-Central Cambodia. Am. J.
Trop. Med.
Hyg.,86(2), 2012, pp. 246–253doi:10.4269/ajtmh.2012.11-0409
7. Nelwan, R.H., 2009. Demam: Tipe dan Pendekatan. Dalam:
Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., dan Setiati, S., ed.
Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam Jilid III. Edisi 5. Jakarta: Interna Publishing,
2767-2768
8. Premaratna R: Dealing with Acute Febrile Illness in the
Resource Poor Tropics.
Faculty of Medicine, Department of Medicine, University of
Kelaniya, Sri LankaTrop
Med Surg2013, 1:1
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015
-
BIDS-7 dan BAMHOI-3, Widhya Sabha, Denpasar 21 November 2015