TINJAUAN PUSTAKA1. DefinisiAcute Coronary Syndrome (ACS) atau
yang lebih dikenal dengan sindrom koroner akut (SKA) merupakan
manifestasi klinis dari fase kritis pada penyakit arteri koroner.
Mekanisme yang mendasari penyakit ini adalah rupturnya plak atau
erosi karena serangkaian pembentukan trombus sehingga menyebabkan
penyumbatan parsial ataupun total pada pembuluh darah. Berdasarkan
pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) dan marker biokimia jantung,
maka Acute Coronary Syndrome (ACS) dibedakan menjadi ST-segment
elevation myocardial infarction (STEMI), Non ST-segment elevation
myocardial infarction (NSTEMI), serta unstable angina pectoris. 2.
PatofisiologiPembentukan plak aterosklerotika. Inisiasi proses
aterosklerosis: peran endotelAterosklerosis merupakan proses
pembentukan plak di tunika intima arteri besar dan arteri sedang.
Proses ini berlangsung terus selama hidup sampai akhirnya
bermanifestasi sebagai SKA. Proses aterosklerosis ini terjadi
melalui 4 tahap, yaitu kerusakan endotel, migrasi kolesterol LDL
(low-density lipoprotein) ke dalam tunika intima, respons
inflamatorik, dan pembentukan kapsul fibrosis.Beberapa faktor
risiko koroner turut berperan dalam proses aterosklerosis, antara
lain hipertensi, hiperkolesterolemia, diabetes, dan merokok. Faktor
risiko ini dapat menyebabkan kerusakan endotel dan selanjutnya
menyebabkan disfungsi endotel. Disfungsi endotel memegang peranan
penting dalam terjadinya proses aterosklerosis. Jejas endotel
mengaktifkan proses inflamasi, migrasi dan proliferasi sel,
kerusakan jaringan lalu terjadi perbaikan, dan akhirnya menyebabkan
pertumbuhan plak. b. Perkembangan proses aterosklerosis: peran
proses inflamasiJika endotel rusak, sel-sel inflamatorik, terutama
monosit, bermigrasi menuju ke lapisan subendotel dengan cara
berikatan dengan molekul adhesif endotel. Jika sudah berada pada
lapisan subendotel, sel-sel ini mengalami differensiasi menjadi
makrofag.Makrofag akan mencerna LDL teroksidasi dan juga
berpenetrasi ke dinding arteri, berubah menjadi sel foam dan
selanjutnya membentuk fatty streaks. Makrofag yang teraktivasi ini
melepaskan zat-zat kemoatraktan dan sitokin (misalnya monocyte
chemoattractant protein-1, tumor necrosis factor , IL-1, IL-6,
CD40, dan c-reactive protein) yang makin mengaktifkan proses ini
dengan merekrut lebih banyak makrofag, sel T, dan sel otot polos
pembuluh darah (yang mensintesis komponen matriks ekstraseluler)
pada tempat terjadinya plak.c. Disrupsi plak, trombosis, dan
SKABeberapa penelitian menunjukkan bahwa inti lipid yang besar,
kapsul fibrosa yang tipis, dan infl amasi dalam plak merupakan
predisposisi untuk terjadinya ruptur. Setelah terjadi ruptur plak
maupun erosi endotel, matriks subendotelial akan terpapar darah
yang ada di sirkulasi. Hal ini menyebabkan adhesi trombosit yang
diikuti aktivasi dan agregasi trombosit, selanjutnya terbentuk
trombus.3. Menifestasi klinisRiwayat perjalanan nyeri dada sangat
penting untuk membedakan ACS dengan sejumlah penyakit lainnya.
Gejalanya berupa gejala khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang
berlangsung selama 10 menit atau lebih yang terasa seperti
ditusuk-tusuk, ditekan, rasa terbakar, ditindih benda berat, rasa
diperas dan terpelintir. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan
istirahat atau obat nitrat serta dapat dicetus oleh serangkaian
faktor seperti latihan fisik, stress, emosi, udara dingin, dan
sesudah makan. Nyeri juga bisa terjadi pada daerah-daerah yang
independen dari nyeri dada. pasien dengan NSTE-ACS juga bisa timbul
dengan diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, atau sinkop.
Dyspnea saat aktivitas adalah yang paling umum saat angina
equivalent tanpa gejala nyeri. Faktor-faktor resiko lain yang harus
menjadi pertimbangan adalah probabilitas usia yang lebih tua, jenis
kelamin laki-laki, riwayat keluarga positif CAD, dan adanya
penyakit arteri perifer, diabetes mellitus, insufisiensi ginjal, MI
sebelumnya, dan revaskularisasi koroner sebelumnya. Meskipun pasien
yang lebih tua (75 tahun) dan perempuan biasanya hadir dengan
gejala khas ACS, namun frekuensi presentasi atipikal meningkat pada
kelompok-kelompok ini serta pada pasien dengan diabetes mellitus,
gangguan fungsi ginjal, dan demensia. Gejala atipikal, termasuk
nyeri epigastrium, gangguan pencernaan, nyeri pleuritik, dan
meningkatkan dyspnea dengan tidak adanya nyeri dada harus
meningkatkan kepedulian terhadap ACS. Gejala lain termasuk masalah
kejiwaan (misalnya, gangguan somatoform, serangan panik, gangguan
kecemasan).
Gambar 1. Patofisiologi terjadinya sindroma koroner akut
4. DiagnosisDiagnosis infark miokard akut didasarkan atas
sejumlah hal,dimulai dari anamnesa gejala klinis yang khas,
pemeriksaan Elektrokardiografi (EKG), serta pemeriksaan biomarker
jantung. Sebagian besar pasien ACS datang dengan keluhan nyeri
dada, rasa berat, atau rasa seperti ditekan, rasa seperti
dicengkram di belakang sternum bias menjalar ke rahang, bahu,
punggung atau lengan, nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 20
Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat nitrat.
Maka, nyeri dada tersebut dicurigai sebagai suatu nyeri dada pada
ACS. Selanjutnya segera lakukan pemeriksaan EKG, jika dijumpai
adanya ST elevasi atau adanya suatu LBBB (Left Bundle Branch Block)
baru, maka diagnosanya adalah STEMI, namun jika tidak dijumpai
adanya ST elevasi namun dijumpai adanya ST depresi, T inverted atau
gambaran EKG yang normal, maka selanjutnya dilakukan pemeriksaan
biomarker jantung, yaitu Troponin I atau Troponin T. Jika
terdapatnya peningkatan nilai biomarker tersebut maka diagnosanya
adalah NSTEMI, namun jika nilai biomarker normal, maka diagnosanya
menjadi Unstable Angina (UAP). Pada pemeriksaan laboratorium,
perbedaan antara angina pectoris tidak stabil dengan infark miokard
tanpa elevasi ST (NSTEMI) adalah pada beratnya iskemik. Pada
NSTEMI, iskemia yang terjadi cukup berat sehingga mengakibatkan
kerusakan miokard ditandai dengan peningkatan enzim petanda jantung
(CK-MB, troponin). Pada pasien yang datang dalam 4 jam setelah
awitan gejala, diagnosis APTS dan STEMI sulit dibedakan karena
peningkatan troponin T dan CK-MB baru terdeteksi 4-6 jam setelah
gejala.
Gambar2. EKG, Seorang pria berusia 54 tahun dengan dua jam nyeri
dada, tampak ST elevasi Lead V6 dan ST depresi di I, aVL, dan
V1-V4.(4)5. PenatalaksanaanSecara umum tatalaksana STEMI dan NSTEMI
hampir sama baik pra maupun saat di rumah sakit hanya berbeda dalam
strategi reperfusi terapi, dimana STEMI lebih ditekankan untuk
segera melakukan reperfusi baik dengan medikamentosa (trombolisis)
atau intervensi percutaneus coronary intervention (PCI).
Berdasarkan rekomendasi AHA/ACC tahun 2013, sangat ditekankan waktu
efektif reperfusi terapi. Tatalaksana ACS dibagi atas:1.
Prehospital Monitoring dan amankan ABC, persiapkan RJP dan
defibrilasi Berikan Aspirin dan pertimbangkan oksigen,
nitrogliserin dan morfin jika diperlukan Pemeriksaan EKG 12 sadapan
dan interpretasi Lakukan pemberitahuan ke Rumah sakit untuk
persiapan penerimaan pasien dengan STEMI2. Hospital Cek tanda
vital, evaluasi saturasi oksigen Pasang intravena Lakukan anamnesis
dan pemeriksaan fisik yang singkat dan terarah Lengkapi check list
fibrinolitik, cek kontraindikasi Lakukan pemeriksaan enzim jantung,
elektrolit dan pembekuan darah Pemeriksaan sinar X ( BJ I : di ICS
II garis parasternal dextra dan sinistraBunyi jantung tambahan dan
bising: tidak adaAbdomenInspeksi: Distensi (-)Palpasi: Soepel (+),
Nyeri tekan (-) Undulasi (-)Perkusi: Timpani (+), Shifting dullness
(-) undulasi (-)Auskultasi: Peristaltik usus kesan normalGenetalia:
tidak dilakukan pemeriksaanEkstremitas: udema (-), sianosis (-),
pucat (-), CTR < 3 detik4. Diagnosis Banding1. Infark miokard
akut dengan ST elevasi onset 1 hari killip 1 dan AV block grade 12.
Infark miokard akut tanpa ST elevasi3. Angina pektoris tidak
stabil4. Angina pektoris stabil.5. Pemeriksaan penunjang1.
Elektrokardiografi2. Lab darah rutin, troponin I dan CKMB3. Cor
angiografi4. Echocardiografi
a. Elektrokardiografi Elektrokardiografi tanggal 10-03-2015Jam
10.30 WIB
Interpretasi : Irama: aritmia Heart rate: 70 x/ menit Axis:
normoaxis Kelainan: elevasi segment ST di lead II dan III, aVF AV
blok grade 1 di lead II
Elektrokardiografi tanggal 11-03-2015
Interpretasi : Irama: aritmia Heart rate: 70 x/ menit Axis:
normoaxis Kelainan: elevasi segment ST di lead II dan III, aVF b.
Laboratorium Tanggal 10-03-2015Tanggal 09-3-2015Hemoglobin: 13,9
mg/dlKolesterol: 213 Hematokrit: 42 %Trigliserida: 146Eritrosit:
4,8HDL: 52Leukosit: 12,7LDL: 132Trombosit: 274SGOT:75,75Difftel: 0/
0/ 76/ 18/ 6SGPT: 82,57CT/BT: 7/ 2 detikTroponin I: 13,08CKMB:
256KGDS: 138 mg/dLUreum: 45Creatinin: 1,58Natrium: 143Kalium:
3,8Klorida: 105Pemeriksaan angiografi koroner
Kesimpulan: CAD 3 VD + LM disease dengan small vessel Telah
dilakukan PCI di RCA dengan 1 BMS, hasil baik6. Diagnosis
KlinisInfark miokard akut dengan ST elevasi onset 1 hari killip 1
TIMI risk 3/7 dan AV block grade I7. Penatalaksanaana.
Farmakoterapi H1: Bed rest O2 2 L/i NaCl 0,9% 20 gtt/ menit Inj.
Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dopamin 10 meq/kgBB/ menit Inj.
Ondansetron 1 amp/ 12j Inj. Omeprazole 1amp/12 j Aspilet 1x160 mg
Plavix 1x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Laxadyn
sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH 2: Bed rest O2 2 L/i NaCl
0,9% 20 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dopamin 10
meq/kgBB/ menit Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 j Inj. Omeprazole 1 vial/
12 j Aspilet 1x160 mg Plavix 2x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam
1x0,5 mg Laxadyn sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH3 : Bed
rest O2 2 L/i NaCl 0,9% 20 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip
dobutamin 250/50 5 meq/kgBB/ menit Drip cordaron 150/50 habis dalam
4 jam Drip intergrilin 8,0 cc/ jam Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 jam
Inj. Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet 1x160 mg Plavix 2x75 mg
Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Tyarid 3x1 Laxadyn sirup
3xCI Diet jantung Balance cairanH4: Bed rest O2 2 L/i NaCl 0,9% 20
gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dobutamin 250/50 5
meq/kgBB/ menit Drip cordaron 150/50 habis dalam 4 jam Drip
intergrilin 8,0 cc/ jam Inj. Ondansetron 1 amp/ 8 jam Inj.
Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet 1x160 mg Plavix 2x75 mg
Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg Tyarid 3x1 Laxadyn sirup
3xCI Diet jantung Balance cairanH5 : Bed rest O2 2 L/i (k/p) IVFD
NaCl 0,9% 10 gtt/ menit Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam Drip dobutamin
250/50 3 meq/kgBB/ menit Inj. Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet
1x160 mg Plavix 2x75 mg Simvastatin 1x40 mg Alprazolam 1x0,5 mg
Laxadyn sirup 3xCI Diet jantung Balance cairanH6 : Bed rest IVFD
NaCl 0,9% 10 gtt/ menit Inj. Omeprazole 1 vial/12 jam Aspilet 1x80
mg Plavix 1x75 mg Simvastatin 1x40 mg Diet jantung
PEMBAHASANPenegakan diagnosis berdasarkan anamnesis dan
pemeriksaan fisik serta penunjang. Diagnosis infark miokard akut
didasarkan dari anamnesa gejala klinis yang khas, pemeriksaan
elektrokardiografi (EKG), serta pemeriksaan biomarker jantung. Pada
pasien didapatkan keluhan nyeri dada berlangsung selama 1 jam.
Nyeri menjalar ke lengan kiri, nyeri seperti ditindih benda berat
tidak berkurang dengan istirahat. Pasien juga mengeluh mual, muntah
pusing dan badan lemas bersamaan dengan nyeri dada. Berdasarkan
teori bahwa sangat penting membedakan nyeri pada ACS dibandingkan
dengan penyakit lain. Nyeri klasik pada ACS adalah berupa gejala
khas angina, yaitu nyeri dada tipikal yang berlangsung selama 10
menit atau lebih yang terasa seperti ditusuk-tusuk, ditekan, rasa
terbakar, ditindih benda berat, rasa diperas dan terpelintir. Nyeri
menjalar dari dada, dada belakang, rahang, leher, sampai ke lengan
kiri. Nyeri tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat atau obat
nitrat. Pada pasien dengan NSTE-ACS juga bisa timbul dengan
diaphoresis, dyspnea, mual, sakit perut, ataupun sinkop. Dyspnea
saat aktivitas adalah yang paling umum saat angina equivalent tanpa
gejala nyeri. Pada pasien juga terdapat faktor resiko dari coronary
artery disease berupa kebiasaan merokok.(2) Pemeriksaan EKG
didapatkan Sinus aritme 50x/menit dengan normoaxis dan ditemukan
elevasi segment ST di Lead II, III, AVF, sebagai penanda infark
inferor, selain itu juga ditemukan kelainan AV blok grade 2.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan enzyme CKMB dan
Troponin I. Seluruh kriteria klinis adanya Infark miokard akut
telah terpenuhi. Sebagai panduan dalam penatalaksanaan dan
prognosis pasien dengan STEMI maka klasifikasi Killip dan TIMI risk
score diperlukan untuk mengidentifikasi resiko kematian. Pada
pemeriksaan fisik tidak didapatkan adanya tanda-tanda udem paru.
Adanya nyeri dada angina dan bukti adanya kelainan pada EKG berupa
ST Elevasi dan peningkatan enzim jantung menandakan TIMI risk score
pada pasien adalah 3. Diagnosa pasien adalah Akut STEMI inferior
late onset 1 hari Killip 1 TIMI Risk Score 3/7. Pasien dilakukan
pemeriksaan angiografi koroner. Pemeriksaan ini merupakan baku emas
dalam penilaian penyakit jantung koroner. Pada pasien ditemukan
stenosis 70-80% di LAD dan LCX, dan 80% stenosis di RCA. Pasien
juga telah dilakukan PCI di RCA. Penatalaksanaan yang diberikan
pada pasien adalah terapi non reperfusi dan reperfusi. Bed rest, O2
2 L/i, NaCl 0,9% 20 gtt/ menit, Inj. Lovenox 0,6/ 12 jam, drip
dopamin 10 meq/kgBB/ menit, Inj. Ondansetron 1 amp/ 12j, Inj.
Omeprazole 1amp/12 j, Aspilet 1x160 mg, Plavix 1x75 mg, Simvastatin
1x40 mg, Alprazolam 1x0,5 mg, Laxadyn sirup 3xCI, diet jantung,
balance cairan. Tatalaksana awal pada stemi adalah reperfusi jika
onset kurang 12 jam, namun ketika lebih dari 12 jam onset reperfusi
masih perlu dilakukan jika masih ada gejala berupa nyeri dada.
Reperfusi yang pertama dengan cara PCI, dan medikamentosa dengan
obat fibrinolitik. Direkomendasikan pemberian antitrombolitik
(antiplatelet dan antikoagulan) untuk mencegah terjadinya trombosis
baru dan embololisai dari plak arterosklerosis yang ruptur atau
erosi. Obat antihipertensi diberikan mengurangi beban jantung.
Statin diberikan untuk stabilisasi plak aterosklerosis, target
LDL