CERPEN MALIN KUNDANG 2000, MALIN KUNDANG PULANG KAMPUNG, DAN SI
LUGU DAN MALIN KUNDANG DALAM TINJAUAN INTERTEKSTUAL 15/11/2009
Oleh: Halimah Abstrak Tulisan ini mengkaji cerpen Malin Kundang
2000, Malin Kundang Pulang Kampung, dan Si Lugu dan Si Malin
Kundang secara intertekstual. Tujuan kajian intertekstual cerpen
ini adalah untuk memberikan makna secara lebih penuh terhadap karya
tersebut. Penulisan sebuah karya sering ada kaitannya dengan unsur
kesejarahannya sehingga pemberian makna akan lebih lengkap jika
dikaitkan dengan unsur kesejarahan tersebut. Metode intertekstual
dalam analisis ini dilakukan dengan cara membandingkan,
menjajarkan, dan mengontraskan teks-teks sastra yang
menstransformasi dari teks yang lain yang merupakan teks
hipogramnya. Dalam hal ini teks-teks cerpen mentransformasi teks
cerita Malin Kundang. Kata Kunci: analisis, teks sastra,
intertekstual, transformasi, hipogram.
Abstract This article studies about the short story of Malin
Kundang 2000, Malin Kundang Pulang Kampung, and Si Lugu dan Malin
Kundang in an intertextual manner. The aim of the study of
intertextual is to give the meaning in a manner more fully towards
this work. The writing of a work has connection with his historical
element. Therefore, giving meaning will be more complete if being
connected with this historical element. The method intertextual in
this analysis was carried out by comparing, lining up, and
contrasting with the texts of literature transforming from the
other text that will be the text hipogram. In this case the texts
of the short story transforms the story of Malin Kundang. Key word:
the analysis, the text of literature, intertextual, the
transformation, hipogram1. Pendahuluan Kehadiran suatu karya sastra
tidak dapat dipisahkan dari keberadaan karya-karya sastra
sebelumnya, yang pernah direspon oleh sastrawan. Pengarang tidak
semata-mata memproduksi karya, tetapi terlebih dahulu juga merespon
sebuah karya. Dari proses resepsi pengarang memiliki langkah pijak
untuk mereproduksi karya yang baru. Jadi, pengarang tidak berangkat
dari kekosongan. Melalui karya terdahulu, pengarang mempelajari
gagasan yang
tertuang dalam karya itu, memahami konvesi sastranya, konvensi
estetiknya, kemudian mentransformasikannya ke dalam suatu karya
sastra. Karya sastra kapan pun ditulis tidak mungkin lahir dari
situasi kekosongan budaya (Teeuw, 1983:63). Sebuah karya sastra,
baik puisi maupun prosa mempunyai hubungan sejarah antara karya
sezaman, yang mendahuluinya atau yang kemudian. Hubungan sejarah
ini berupa persamaan atau pertentangan. Dengan hal demikian ini,
sebaiknya membicarakan karya sastra itu dalam hubungannya dengan
karya sezaman, sebelum atau sesudahnya (Pradopo, 2003:167). Jadi,
dalam menciptakan karya sastra pengarang juga tidak dapat
melepaskan diri dari teks-teks sastra yang lain. Karya sastra akan
muncul pada masyarakat yang telah memiliki konvensi, tradisi,
pandangan tentang estetika, tujuan berseni, dan lain-lain yang
kesemuanya dapat dipandang sebagai wujud kebudayaan dan tidak
mustahil sastra merupakan rekaman terhadap pandangan masyarakat
tentang seni. Hal itu berarti bahwa sesungguhnya sastra merupakan
konvensi masyarakat karena masyarakat menginginkan adanya suatu
bentuk kesenian yang bernama sastra. Wujud konvensi budaya yang
telah ada di masyarakat secara konkret antara lain berupa
karya-karya yang ditulis yang diciptakan orang sebelumnya. Namun,
ia dapat juga berupa cerita-cerita rakyat yang berwujud cerita
lisan (folklore) yang mewaris secara turun-temurun (Nurgiyantoro,
1998:15). Julia Kristeva dalam Nurgiyantoro (1998:15) menjelaskan
bahwa tiap teks itu merupakan mosaik kutipan-kutipan dan merupakan
penyerapan (transformasi) teks-teks lain. Maksudnya, tiap teks itu
mengambil hal-hal menarik yang kemudian diolah kembali dalam
karyanya, atau ditulis setelah melihat, meresapi, menyerap hal yang
menarik, baik sadar maupun tidak sadar. Setelah menanggapi teks
lain dan menyerap konvensi sastra, konsep estetik, atau
pikiran-pikirannya, kemudian mentransformasikannya ke dalam karya
sendiri dengan gagasan dan konsep estetik sendiri sehingga terjadi
perpaduan yang baru. Konvensi dan gagasan yang diserap itu dapat
dikenali apabila kita membandingkan teks yang menjadi hipogramnya
dengan teks baru, yakni teks transformasi. Cerpen Malin Kundang
2000 karya Irwansyah Budiar Putra, Si Lugu dan Si Malin Kundang
karya Hamsad Rangkuti, dan Malin Kundang Pulang Kampung karya
Achmad Muchlis Amrin mengangkat tema tentang sifat durhaka yang
mengakibatkan kutukan. Teks-teks tersebut merupakan hipogram dari
cerita Malin Kundang.
Pada dasarnya penelitian ini dilakukan dengan mengacu pada
tataran penelitian diakronis, yang mencoba melakukan penelitian
terhadap karya-karya lama yang dihubungkan dengan karya baru.
Berkaitan dengan hal itu, teori yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teori intertekstual. 2. Kajian Pustaka 2. 1 Intertekstual
Karya Sastra Secara luas intertekstual diartikan sebagai jaringan
hubungan antara satu teks dan teks yang lain. Lebih dari itu teks
itu sendiri secara etimologis (textus, bahasa Latin) berarti
tenunan, anyaman, penggabungan, susunan, dan jalinan. Produksi
makna terjadi dalam interteks yaitu melalui proses proposisi,
permutasi, dan transformasi. Penelitian dilakukan dengan cara
mencari hubungan-hubungan bermakna di antara dua teks atau lebih.
Teks-teks yang dikerangkakan sebagai interteks tidak terbatas
sebagai persamaan genre, interteks memberikan kemungkinan yang
seluas-luasnya bagi peneliti untuk menemukan hipogram. Interteks
dapat dilakukan antara novel dan novel, novel dengan puisi, novel
dan mitos. Hubungan yang dimaksudkan tidak semata-mata sebagai
persamaan, tetapi juga sebaliknya pertentangan, baik sebagai parodi
maupun negasi (Ratna, 2004:173). Mengenai keberadaan suatu hypogram
dalam interteks, selanjutnya Riffaterre (Ratna, 2005:222)
mendefinisikan hipogram sebagai struktur prateks, generator teks
puitika lebih lanjut, Hutomo (Hartyanto, 2008, 2001:118) merumuskan
hipogram sebagai unsur cerita (berupa ide, kalimat, ungkapan,
peristiwa, dan lain-lain) yang terdapat dalam suatu teks sastra
pendahulu yang kemudian teks sastra yang dipengaruhinya. Teori
intertekstual memandang bahwa sebuah teks yang ditulis lebih
kemudian mendasarkan diri pada teks-teks lain yang telah ditulis
orang sebelumnya. Tidak ada sebuah teks pun yang sungguh-sungguh
mandiri, dalam arti penciptaannya dengan konsekuensi pembacanya
juga, dilakukan tanpa sama sekali berhubungan teks lain yang
dijadikan semacam contoh, teladan, kerangka, atau acuan (Teeuw,
2003: 145). 2.2 Tujuan Kajian Intertekstual Tujuan kajian
intertekstual itu sendiri adalah untuk memberikan makna secara
lebih penuh terhadap karya tersebut. Penulisan sebuah karya sering
ada kaitannya dengan unsur kesejarahannya sehingga pemberian makna
akan lebih lengkap jika dikaitkan dengan unsur kesejarahan tersebut
(Nurgiyantoro, 1998:15).
Frow (Hartyanto, 2008) mengemukakan interteks berdasarkan pada
asumsi kritis. Asumsi tersebut adalah: 1) konsep interteks menuntut
peneliti untuk memahami teks bukan hanya sebagai isi, melainkan
aspek perbedaan sejarah teks; 2) teks tidak hanya struktur yang
ada, tetapi satu sama lain juga saling memburu sehingga terjadi
perulangan atau transformasi teks; 3) ketidakhadiran struktur teks
dalam rentang teks yang lain, tetapi hadir juga dalam teks tertentu
yang ditentukan oleh proses waktu; 4) bentuk kehadiran struktur
teks merupakan rentangan dari yang eksplisit sampai implisit; 5)
hubungan teks satu dengan teks yang lain boleh dalam rentang waktu
lama, hubungan tersebut dapat secara abstrak dan juga sering
terdapat penghilangan-penghilangan bagian tertentu; 6) pengaruh
mediasi dalam interteks sering berpengaruh terhadap penghilangan
gaya maupun norma-norma sastra; 7) dalam melakukan identifikasi
interteks diperlukan proses interpretasi, dan pada pengaruh. 3.
Metode Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan
metode penelitian sastra yang disebut metode intertekstualitas
(Jabrohim, 2001:87). Langkah-langkah dalam penelitian ini mengikuti
metode kerja pendekatan intertekstual, yaitu dengan cara
membandingkan, menjajarkan, dan mengkontraskan sebuah teks sastra
dengan teks-teks lainnya. Aspek yang akan diteliti dalam teks
cerpen Malin Kundang 2000 karya Irwansyah Budiar Putra, Si Lugu dan
Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti, serta Malin Kundang Pulang
Kampung karya Achmad Muchlis Amrin dapat dilihat dalam tabel
berikut. No Aspek yang diteliti Teks sumber Sudut pandang analisis
Intertekstual Uraian/ analisis Hasil analisis
1
Alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar, dan tema
cerpen Malin Kundang 2000 karya
Gambaran perbandingan struktur cerpen
Persamaan dan perbedaan struktur cerpen
cerpen Malin Kundang 2000
Irwan-syah Budiar Putra
Malin Kundang 2000 dan teks legenda Malin Kundang.
Malin Kundang 2000dan teks legenda Malin Kundang.
2
Alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar, dan tema
cerpenSi Lugu dan Si Malin Kundang
cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang karya Hamsad Rangkuti
Intertekstual
Gambaran Persamaan perbandingan dan teks cerpen perbedaan Si
Lugu dan Si Malin Kundang dengan teks legenda struktur cerpenSi
Lugu dan Si Malin Kundang dengan teks legenda
Malin Kundang.
Malin Kundang.3 Alur dan pengaluran, tokoh dan penokohan, latar,
dan tema cerpen Malin Kundang Pulang Kampung Cerpen Malin Kundang
Pulang Kampung karya Achmad Muchlis Amrin Intertekstual Gambaran
perbandingan struktur cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dengan
teks legenda Persamaan dan perbedaan struktur cerpen Malin Kundang
Pulang Kampung dengan teks legenda Malin
Malin Kundang.
Kundang.
4. Tinjauan terhadap Cerita Malin Kundang Malin Kundang kita
kenal sebagai seorang anak yang durhaka kepada ibunya. Ia tidak
mengakui ibunya sehingga dikutuk menjadi batu. Cerita berawal dari
keadaan Malin dan keluarga yang memprihatinkan. Dilanjutkan oleh
keterangan bagaimana kehidupan Malin bersama ibunya sepeninggal
ayahnya. Karena melihat kondisi keluarganya yang serba kekurangan,
Malin tidak tega melihat ibunya banting tulang demi keluarganya
sehingga ia bertekad untuk pergi berlayar dan merantau meninggalkan
kampungnya. Malin Kundang bekerja di tengah lautan, ia dirampok
oleh kawanan bajak laut yang membuat Malin terdampar di sebuah desa
yang sangat subur karena ia satu-satunya orang yang selamat dari
perampokan tersebut. Setelah lama tinggal di desa tersebut, karena
keuletan dan kegigihannya, Malin menjadi orang yang kaya raya.
Karena telah memiliki harta yang melimpah, Malin dan istrinya ingin
berlayar mengarungi lautan sehingga tiba di kampung halamannya
dahulu. Kemudian diceritakan bagaimana penantian ibu Malin akan
kedatangan anaknya. Setelah menjadi saudagar kaya raya, Malin tak
mau mengakui sang ibunda yang miskin papa. Berbohong pula ia pada
istrinya, anak saudagar kaya nan terpandang, bahwa wanita tua tak
berpunya di hadapannya bukanlah ibu yang mengandung dan
mengasuhnya. Akhirnya, terkutuklah Malin menjadi batu beserta kapal
dagang kebanggaannya. Dingin dan membatu diterpa ombak lautan
sepanjang masa sebagai pelajaran bagi manusia. Sosok Malin Kundang
adalah sosok yang lupa diri akan asalnya. Ia tercerabut dari
akarnya dan menjadi sosok sombong setelah mengalami perubahan
status kelas sosial yang berbeda dengan sang Ibunda. Lupa diri si
Malin merupakan contoh hilangnya kesadaran identitas dalam diri
manusia. Kesadaran identitas adalah kesadaran individu yang utuh
akan atribut-atribut asal yang melekat pada dirinya. Bukan hanya
nama, agama, dan alamat seperti di KTP, tetapi lebih dalam seorang
individu sebagai manusia dan segala latar yang membentuk
kehidupannya. Juga bukan hanya siapa diri kita, melainkan berlanjut
ke pertanyaan apa dan bagaimana diri kita dengan segala
atribut-atribut tadi. Apa itu manusia, agama, suku bangsa, dan
negara, untuk apa eksistensinya
sebagai manusi beragama, bersuku bangsa, dan bernegara, kemudian
berlanjut hingga harus bagaimana manusia itu berperilaku sebagai
seorang yang beragama, bersuku bangsa, dan bernegara. 4.1 Interteks
Cerpen Malin Kundang 2000 dan Cerita Malin Kundang 4.1.1 Interteks
Alur Cerpen Malin Kundang 2000 dan Cerita Malin Kundang a)
Persamaan Cerpen Malin Kundang 2000 karya Irwansyah Budiar Putra
dan cerita Malin Kundang sama-sama mengungkap masalah-masalah
pertentangan adatistiadat berupa kutukan dan berkutat pada masalah
kedaerahan. Seperti pada kutipan berikut. Penduduk pantai Air Manis
tak henti-hentinya membicarakan batu yang selama ini mereka yakini
sebagai Malin Kundang, anak durhaka yang dikutuk ibunya (paragrap
4) Cerpen Malin Kundang 2000 ini merupakan respon dari cerita Malin
Kundang dengan kata lain pengarang mengambil ide untuk melanjutkan
cerita Malin Kundang setelah dikutuk jadi batu kemudian diceritakan
batu Malin Kundang hilang dan kembali menjadi manusia. Cerpen Malin
Kundang 2000 memiliki persamaan alur cerita yaitu sama-sama
menceritakan sikap Malin Kundang yang tetap angkuh, keras hati dan
tinggi hati, dalam cerpen Malin Kundang 2000 diceritakan batu Malin
Kundang hilang dan kembali menjadi manusia, namun sikapnya tetap
saja sama angkuhnya seperti pada cerita Malin Kundang. Malin tidak
menunjukkan rasa bersalah, bahkan mengelak dari
kesalahan-kesalahannya yang membuat ibunya sakit hati. Malin bahkan
memberikan alasan-alasan kepada wartawan pada waktu dia menggelar
jumpa pers, mengapa dia sampai tidak mengakui ibunya. Berikut
cuplikan cerita ketika Malin ditanya wartawan. Seingatku, ibuku
adalah perempuan muda yang berbadan kuat. Bukan nenek-nenek.
Bukankah umur manusia bertambah? ( paragraf 19) Keangkuhan Malin
dalam cerpen Malin Kundang 2000 tersebut, sama seperti dalam cerita
Malin Kundang, Malin tidak mau mengakui ibu kandungnya bahkan tega
menghina dan melukai hati ibunya. b) Perbedaan Cerpen Malin Kundang
2000 menyuguhkan sajian menarik atas cerita masa lampau, yang
dengan sendirinya menimbulkan kualitas estetis. Selain itu, karya
sastra ini merupakan arus kesinambungan sepanjang masa sebagai
struktur yang dinamik. Cerpen Malin Kundang 2000 memberi kejutan
bahwa batu Malin Kundang hilang. Masyarakat tak henti-hentinya
membicarakan batu Malin Kundang dan terkejut dengan berita Malin
Kundang yang kembali jadi manusia. berikut adalah kutipannya.
Lihat! Batu itu sudah tak ada seseorang menunjuk. Batu apa? Batu
Malin Kundang! Kemana hilangnya? Segerombolan orang kota pasti
sudah membawanya! (paragraf 3). Pada cerita Malin Kundang
dikisahkan kehidupan Malin Kundang yang durhaka pada ibunya dan
dikutuk menjadi batu. Jadi, cerita Malin Kundang adalah kisah
kutukan anak durhaka menjadi batu, sedangkan cerpen Malin Kundang
2000 dapat dikatakan sebagai respon kisah cerita Malin Kundang.
Dalam hal ini, respon yang ditunjukkan adalah cerita lanjutan atas
konsep cerita Malin Kundang. Pada cerita Malin Kundang berakhir
dengan kisah Malin Kundang dikutuk menjadi batu. Berikut kutipan
ceritanya. Kapal besar Malin Kundang dihantam gelombang laut dan
badai yang datang secara tiba-tiba. Ketika itu Malin Kundang sempat
memanggil ibunya, namun kebesaran Tuhan telah datang, Malin Kundang
si Anak Durhaka itu tenggelam bersama kapalnya dan terdampar di
tepi Pantai Air Manis. Konon karena kutukan ibunya, saat itu pula
Malin Kundang beserta istrinya berubah menjadi batu (paragraf:14).
4.1.2 Interteks Tokoh dan Perwatakan Cerpen Malin Kundang 2000 dan
Cerita Malin Kundang Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa
dalam cerita fiksi sehingga peristiwa itu mampu menjalin suatu
cerita. Adapun cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku itu
disebut dengan penokohan (Aminuddin, 1987: 79). Rahmanto dan
Hariyanto (1998:213) menyatakan bahwa tokoh adalah individu rekaan
yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai peristiwa
dalam cerita, sedangkan penokohan atau perwatakan ialah penyajian
watak tokoh dan penciptaan citra tokoh di dalam karya sastra.
Perbedaan tokoh pada cerpen Malin Kundang 2000 dan cerita Malin
Kundang dapat dilihat pada tabel berikut. No Cerita Malin Kundang
Cerpen Malin Kundang 2000
1 Malin Kundang Malin Kundang 2 Ibu Malin Kundang Seorang ibu 3
Istri Malin Wartawan 4 Bajak laut Masyarakat Pantai Air Manis 5
Ayah Malin 6 Masyarakat desa a) Tokoh Malin Kundang Malin Kundang
merupakan tokoh utama dalam cerpen Malin Kundang 2000, sama seperti
pada cerita Malin Kundang. Tokoh Malin sama memiliki watak yang
angkuh, keras hati, tinggi hati bahkan menjadi pendendam. Dia akan
menuntut ibunya kelak di hadapan Tuhan, karena ibunya tega
mengutuknya menjadi batu. Berikut kutipan ceritanya. tak ada yang
salah dengan peribahasa itu, nak jika peribahasa itu benar, tentu
ibuku tidak mengutuk ku, kan? sulit menjelaskannya, nak aku akan
menuntut ibuku ( paragraf 15). Pada cerita Malin Kundang jadi batu
tokoh yang ditampilkan hanya terdapat tiga tokoh yaitu, Malin
Kundang sebagai tokoh utama-antagonis, ibu Malin Kundang sebagai
tokoh utama-protagonis dan istri Malin Kundang sebagai tokoh
pendukung atau tambahan. Sedangkan dalam cerpen Malin Kundang 2000
tokoh yang ditampilkan lebih banyak, yaitu Malin Kundang sebagai
tokoh utama-antagonis, seorang ibu sebagai tokoh pendukung,
penduduk pantai air manis sebagai tokoh pendukung, dan para
wartawan sebagai tokoh tambahan. b) Tokoh Seorang Ibu Tokoh ibu
pada cerpen Malin Kundang 2000 merupakan seorang penduduk Pantai
Air Manis yang sering berdialog dengan Malin Kundang dan sering
menasihati anak-anaknya. Berikut kutipan ceritanya. Sang ibu
tersenyum, kutukan itu selalu tidak mengenakkan anakku mengapa
orang tua tega mengutuk anaknya karena si anak terlalu membuat
sakit hati(paragrap 7) Dengan demikian, berdasarkan kutipan-kutipan
di atas, seorang ibu merupakan tokoh pendukung yang menggambarkan
sebagian cerpen ini. Watak ibu yang keibuan membuat dia mampu
merawat anak-anaknya dengan baik dan selalu mengingatkan
anak-anaknya untuk tidak melawan orang tua. 4.1.3 Interteks Latar
Cerpen Malin Kundang 2000 dan Cerita Malin Kundang
Persamaan dan perbedaan latar yang terdapat pada Legenda Malin
Kundang dengan cerpen Malin Kundang 2000 dapat terlihat pada tabel
di bawah ini. No Cerita Malin Kundang Cerpen Malin Kundang 2000
Latar Tempat, Latar Waktu Latar Tempat Latar, Waktu 1 Pesisir
pantai wilayah Sumatra, Semingu Pantai Air Manis, Malam 2 Kapal,
dua minggu pinggir pantai, Pagi 3 Ruang kecil, sebulan 4 Tengah
laut, dua bulan Jumat 5 Pantai 1 tahun lebih tahun 2000 6 Desa kota
Padang, Sore Pulau pisang kecil, Di awal
Pada legenda aslinya, latar tempat yang mendominasi adalah
wilayah sekitar pesisir pantai. Perhatikan kutipan-kutipan berikut!
Pada suatu waktu, hiduplah sebuah keluarga nelayan di pesisir
pantai wilayah Sumatra. Keluarga tersebut terdiri dari ayah, ibu
dan seorang anak lakilaki yang diberi nama Malin Kundang . Karena
kondisi ekonomi keluarga memprihatinkan, sang ayah memutuskan untuk
mencari nafkah di negeri sebrang dengan mengarungi lautan yang
luas. (paragraf 1) Latar tempat pada cerpen Malin Kundang 2000
terdapat pada kutipan berikut. Penduduk Pantai Air Manis tak
henti-hentinya membicarakan batu yang selama ini mereka yakini
sebagai Malin Kundang, anak yang durhaka yang dikutuk ibunya.
(paragrap 4) Akan tetapi Malin Kundang sudah melenggang pergi dan
tinggal di Pulau Pisang Kecil yang letaknya tidak jauh dari Pantai
Air Manis,(paragrap:17) Latar waktu cerpen Malin Kundang 2000
terdapat pada kutipan berikut. Malam, angin puting beliung
menyiutkan nyali. Halilintar menggelegar membuat badan
menggigil(paragraf:1)
Selesai shalat Jumat di suatu hari di awal tahun 2000, bersama
sepuluh orang lelaki berbadan gempal yang membantunya membuat
kapal. Malin Kundang berlayar meninggalkan Pantai Air
Manis(paragrap:18) 4.1.4 Interteks Tema Cerpen Malin Kundang 2000
dan Cerita Malin Kundang Tema yang diusung pada cerpen Malin
Kundang 2000 yaitu batu Malin Kundang yang dianggap sebagai Malin
Kundang anak durhaka, hidup kembali menjadi manusia. Dia berusaha
menjelaskan alasan-alasan atau pembelaan diri atas
anggapan-anggapan semua orang tentang dia selama ini yaitu dianggap
sebagai anak durhaka. Selain itu, di balik kesombongan dan
keangkuhan Malin Kundang ada hal-hal yang patut ditiru, yaitu
kegigihan dalam bekerja, ulet, dan pantang menyerah. 4.2 Interteks
cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dan cerita Malin Kundang 4.2.1
Interteks alur cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dan cerita Malin
Kundang 1) Persamaan Cerpen Malin Kundang Pulang Kampung
menceritakan keahlian atau kehidupan Malin sebagai seorang pelaut.
Hal tersebut tergambar dalam cuplikan berikut. Ia melecut temali
sampan yang ditumpanginya itu, namun tatapannya tetap terpagut pada
istrinya yang berdiri di atas bukit pasir. (paragraf 12) Begitu
pula dalam legenda Malin Kundang diceritakan tentang Malin yang
menjadi seorang pelaut. Berikut cuplikan ceritanya. Selama berada
di kapal, Malin Kundang banyak belajar tentang ilmu pelayaran pada
anak buah kapal yang sudah berpengalaman (paragraf 4). Hal yang
merupakan persamaan dalam cerpen Malin Kundang Pulang Kampung
dengan cerita Malin Kundang yaitu sama-sama berakhir dengan kutukan
menjadi batu. Pada cerpen Malin Kundang Pulang Kampung ibu Malin
dikutuk jadi batu, sebagaimana tampak pada cuplikan berikut. Tapi
bila ibu berbohong, berbohong pada janji ayah, semoga sang Hyang
Widhi Yasa menjadikan ibu batu hitam yang keras di sini, di pantai
ini, kutuknya. uga tergambar pada cuplikan berikut: Kini ibu Malin
sudah membeku, sudah mengeras menjadi batu karena kutuk sumpah
serapah yang dilanggarnya, karena ia melalaikan janjinya pada
kata-katanya sendiri. (paragraf 19)
2)
Perbedaan Jalan cerita legenda Malin Kundang cukup kompleks,
mulai dari tahap pengenalan, konflik, klimaks, antiklimaks, hingga
penyelesaian sedangkan pada cerpen Malin Kundang Pulang Kampung,
cerita disajikan secara langsung dengan pemunculan konflik batin
dan diakhiri dengan penyelesaian. Secara keseluruhan isi cerita
cerpen Malin Kundang Pulang Kampung berbeda dengan cerita Malin
Kundang atau disebut juga cerita kebalikan dari legenda Malin
Kundang. Cerpen Malin Kundang Pulang Kampung karya Achmad Muchlis
Amrin dicipta dengan versi lain. Dalam cerpen ini justru yang
durhaka dan menjadi batu (terkena kutukan) adalah ibu Malin
Kundang. Ibu Malin terkena kutukan bukan karena tidak mengakui
Malin sebagai anaknya melainkan ia dikutuk menjadi batu karena
terkena sumpah serapah Malin akibat ia telah membohongi anaknya,
Malin, dan almarhum suaminya seperti pada kutipan berikut. Tapi
bila ibu berbohong, berbohong pada janji ayah, semoga sang Hyang
Widhi Yasa menjadikan ibu batu hitam yang keras di sini, di pantai
ini, kutuknya. uga tergambar pada cuplikan berikut: Kini ibu Malin
sudah membeku, sudah mengeras menjadi batu karena kutuk sumpah
serapah yang dilanggarnya, karena ia melalaikan janjinya pada
kata-katanya sendiri. (paragraf 20) 4.2.2 Interteks Tokoh dan
Perwatakan Cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dan Cerita Malin
Kundang Perbedaan tokoh cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dan
cerita Malin Kundang dapat dilihat dalam bagan berikut. No Cerita
Malin Kundang Cerpen Malin Kundang Pulang Kampung 1 Malin Kundang
Malin Kundang 2 Ibu Malin Kundang Ibu Malin Kundang 3 Istri Malin
Istri Malin 4 Bajak laut matahari 5 Ayah Malin 6 Masyarakat desa a)
Tokoh Malin Kundang 1) Persamaan Sekelompok orang penyembah
Pada cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dari awal hingga akhir
cerita, tokoh Malin Kundang memiliki watak yang relatif tetap atau
statis, yaitu sayang dan hormat kepada ibunya. Berikut cuplikannya.
Angin laut mengantarku pulang Menemui ibuku tersayang Kangen
menderu ke ambang( paragraf 11) Malin Kundang adalah seorang anak
yang berbakti kepada orang tuanya. Dia rela merantau dan jauh
dengan orang tuanya demi meringankan beban orang tuanya. Setelah
beranjak dewasa, Malin Kundang merasa kasihan dengan ibunya yang
banting tulang mencari nafkah untuk membesarkan dirinya. Ia
berpikir untuk mencari nafkah di negeri seberang dengan harapan
nantinya ketika kembali ke kampung halaman, ia sudah menjadi
seorang yang kaya raya (paragraf:3) 2) Perbedaan Malin adalah
seorang anak yang kuat, memiliki keyakinan dan keteguhan hati yang
kuat dan bersifat pemberani. Namun, beranjak dewasa ia berubah. Ia
telah menjadi seorang pemuda yang ambisius dan rela melakukan apa
saja demi pencapaian ambisinya tersebut, ia pun tipe seorang
bawahan yang patuh kepada tuannya dan seorang suami yang sangat
mencintai dan menyayangi istrinya. Akibat dari terlalu ambisiusnya
seorang Malin, ia menjadi orang yang sombong dan durhaka kepada
ibunya sendiri meskipun hati kecilnya sangat berat berlaku seperti
itu hingga akhirnya ibunya mengutuknya menjadi batu. Wanita itu
ibumu?, Tanya istri Malin Kundang. Tidak, ia hanya seorang pengemis
yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapatkan harta ku,
sahut Malin kepada istrinya(paragraf10) Pada cerpen Malin Kundang
Pulang Kampung karakter tokoh Malin Kundang digambarkan sebagai
anak yang sayang kepada ibunya dan selalu merindukan ibunya. Angin
laut mengantarku pulang Menemui ibuku tersayang Kangen menderu ke
ambang (paragraf 11) Hal di atas tentu saja sangat berbeda dengan
legenda Malin Kundang. Tokoh Malin Kundang diceritakan sebagai
orang yang kaya raya, tetapi sombong, angkuh, dan durhaka karena
tidak mau mengakui ibunya.
Wanita itu ibumu?, Tanya istri Malin Kundang. Tidak, ia hanya
seorang pengemis yang pura-pura mengaku sebagai ibuku agar mendapat
hartaku, sahut Malin kepada istrinya (paragraf 10). b) Tokoh Ibu 1)
Persamaan Tokoh ibu di cerpen Malin Kundang Pulang Kampung memiliki
watak sayang kepada Malin. Ibu Malin mengakui kalau pemuda yang
datang itu adalah Malin, anaknya. Walaupun dia berprilaku kurang
bermoral dalam berbusana, dia mau mengakui anaknya, hal tersebut
berarti ibu Malin sayang kepada anaknya. Berikut ini cuplikan
ceritanya. Kau Malin, kan? Diam. Tatapannya seolah menusukkan anak
panah di jantung Malin. Kau?Kau? terhenti lagi. Malin tak kuasa
melanjutkan kata-katanya. Namun perempuan itu terus mendekatinya.
Air matanya tumpah ruah di pipinya. Kau anakku, Malin (paragraf
17). 2) Perbedaan Pada cerpen Malin Kundang Pulang Kampung tokoh
ibu digambarkan sebagai ibu yang suka berbohong dan kurang bermoral
jika dilihat dari adat ketimuran dalam menutupi aurat wanita
seperti tampak pada kutipan berikut. Byaarrr!! Degup jantung Malin
menghentak seketika, sorot matanya tertuju pada perempuan itu, ya,
perempuan yang dikelilingi oleh beberapa lelaki. Kutang warna
jingga dan kain tipis berwarna kelabu membalut tubuhnya. Sorot mata
Malin makin tajam. Dan sesekali tercengang melihat perempuan itu.
(Paragraf 15). Hal di atas berbeda dengan watak tokoh ibu pada
cerita Malin Kundang. Tokoh ibu pada cerita Malin Kundang jujur,
hal tersebut didasarkan pada paragraf 8 bahwa ibu Malin mengaku
sebagai ibu dari Malin ketika dia melihat bekas luka di lengan
kanan Malin. Dia jujur tidak berbohong mengaku-ngaku sebagai ibu
Malin Kundang, berikut cuplikan cerita legenda Malin Kundang Malin
Kundang pun turun dari kapal. Ia disambut ibunya. Setelah cukup
dekat, ibunya melihat bekas luka di lengan kanan orang tersebut,
semakin yakinlah ibunya bahwa yang ia dekati adalah Malin Kundang.(
paragraf 21) c) Tokoh Istri Malin Kundang Cerpen Malin Kundang
Pulang Kampung tokoh istri Malin berwatak sayang kepada suami dan
hormat pada orang tua dalam hal ini mertuanya yaitu ibu Malin.
seolah-olah istrinya berkata padanya Malin, Sampaikan salamku
pada ibu, bila sudah saatnya, kuharap kau segera pulang. Aku
menunggumu (paragraf 10). Pada cerita Malin Kundang karakteristik
tokoh istri kurang begitu jelas. Namun, ada pesan moral yang
tersirat, yaitu seorang istri seharusnya mampu meredam atau bisa
memperingatkan suami dalam tingkah laku, yaitu ketika Malin Kundang
dipeluk ibunya lalu Malin mendorongnya dengan kasar, dan memakimaki
ibunya, seharusnya seorang istri mampu memperingatkan suami untuk
tidak bersikap sombong kepada orang lain, apalagi kepada ibu
sendiri. 4.2.3 Interteks Latar Cerpen Malin Kundang Pulang Kampung
dan Cerita Malin Kundang Perbedaan latar cerpen Malin Kundang
Pulang Kampung dan cerita Malin Kundang dapat dilihat pada tabel
berikut. No Cerita Malin Kundang Cerpen Malin Kundang Pulang
Kampung Latar Tempat, Latar Waktu Latar Tempat, Latar Waktu 1
Pesisir pantai wilayah Sumatra, Semingu Pantai, Sore 2 Kapal, Dua
minggu Atas karang, Dua hari 3 Ruang kecil, Sebulan Gubuk, Siang 4
Tengah laut, Dua bulan Bukit pasir 5 Pantai, 1 tahun lebih Dapur 6
Desa Sampan 7 Balik pohon 8 Kampung kelahiran Malin Gambaran latar
dalam cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dapat diperhatikan
melalui kutipan-kutipan cerpen berikut. Malin segera keluar dari
gubuknya, ia menggendong buntalan sarung dan di tangannya sebuah
pisang dan dua buah kelapa muda, ia melangkah pelan ke pantai,
melewati bukit pasir pesisir (paragraf 10) Pelan-pelan Malin
mendayung sampan yang ditumpanginya itu, namun tatapannya tetap
terpagut pada istri yang mematung di atas bukit pasir. Dadanya
sesak digasak sekian kangen dan kerinduan pada Ibunya, juga istri
yang ditinggalkannya (paragraf 12) 3) Perbedaan Pada cerpen Malin
Kundang Pulang Kampung hanya terdapat dua latar, yakni kampung
halaman Malin dan ibunya serta kampung halaman Malin dan
istrinya. Dari segi latar waktu transformasi terjadi dengan
pengurangan beberapa latar waktu. Pada cerita Malin Kundang
terdapat beberapa latar waktu yang kompleks, sedangkan pada cerpen
Malin Kundang Pulang Kampung hanya terdapat waktu yang sedang
terjadi dan yang akan terjadi. Dari segi latar sosial transformasi
terjadi pada keadaan sosial masyarakat tempat ibu Malin tinggal.
Pada cerita Malin Kundang latar sosial masyarakat tempat ibu Malin
tinggal tidak mengalami perubahan, sedangkan pada cerpen Malin
Kundang Pulang Kampung latar sosial tersebut berubah menjadi tidak
baik. 4.2.4 Interteks Tema Cerpen Malin Kundang Pulang Kampung dan
Cerita Malin Kundang Tema cerita Malin Kundang berbeda dengan tema
cerpen Malin Kundang Pulang Kampung. Tema cerita Malin Kundang
adalah tentang akibat durhaka kepada orang tua khususnya ibu
sendiri. Sementara, tema cerpen Malin Kundang Pulang Kampung adalah
terkutuknya ibu Malin Kundang karena sumpah serapahnya sendiri. Dia
telah berbohong, durhaka kepada anak dan almarhum suaminya, dia
menghianati janji sang suami dan anaknya. 4.3 Interteks Cerpen Si
Lugu dan Si Malin Kundang dengan Cerita Malin Kundang Cerpen Si
Lugu dan Si Malin Kundang mengangkat permasalahan yang berkenaan
dengan problematika sosial yang berada di masyarakat. Dalam cerpen
ini diceritakan keraguan sekuriti dan polisi kepada orang tua yang
hendak bertemu anaknya, karena alasan yang cukup sederhana, yaitu
orang tua tersebut datang dari kampung. Dilema yang cukup mengiris
hati, tidak adil rasanya menilai seseorang hanya melihat dari latar
belakangnya. Apakah salah jika seseorang yang berasal dari kampung
memiliki anak orang yang sukses di kota? Terkadang orang hanya
melihat sebelah mata dan terkesan meremehkan. Oleh karena itu,
cerpen ini mengajarkan kepada pembaca bagaimana memandang dan
menghargai orang lain. Selain itu, tersisipkan di dalam cerpen ini
bahwa kasih sayang orang tua terhadap darah dagingnya sendiri
sangatlah besar. Walaupun pedih, segala rintangan akan ditempuh
untuk sekadar bersua dengan anaknya. 4.3.1 Interteks Alur Cerpen Si
Lugu dan Si Malin Kundang dengan Cerita Malin Kundang a) Persamaan
Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang menceritakan seorang ayah yang
miskin pergi menemui anaknya yang kaya raya di sebuah kompleks
perumahan mewah. Namun, ketika mau memasuki gerbang kompleks mewah
itu, dia
dihadang oleh securiti kompleks dan polisi lalu lintas. Tokoh
ayah kemudian mengutuk tokoh polisi lalu lintas menjadi batu. Jadi,
cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang sebetulnya tidak ada kaitannya
secara langsung dengan tokoh Malin Kundang. Pada cerpen Si Lugu dan
Si Malin Kundang ada beberapa alur cerita yang sama dengan cerita
Malin Kundang. Seorang ayah pada cerpen Si Lugu dan Si Malin
Kundang menerima perlakuan yang sama dengan tokoh ibu pada cerita
Malin Kundang, yaitu dihina dan dianiaya. Berikut cuplikan cerpen
Si Lugu dan Si Malin Kundang. Maaf Pak. Ayam ini harus dimusnahkan.
Satu butir peluru, dia mulai menimbang-nimbang, sayang juga. Dia
balikkan arah pistol. Moncong pistol dia pegang. Dia sangat
berbakat dalam hal tak berperasaan. Dia tetak kepala ayam itu
dengan gagang pistol. Ayam menggelupur dalam anyaman daun kelapa.
Dia menoleh ke sekuriti, Bawa ke sana. Gali lubang. Bakar!(
paragraf 5). Persamaan lain dari cerpen Si Lugu dan Si Malin
Kundang dengan cerita Malin Kundang yaitu tokoh yang dianiaya
mengutuk tokoh yang menganiaya menjadi batu. Berikut cuplikannya.
Jadi Engkau tidak percaya kalau aku adalah orangtua salah seorang
penghuni rumah mewah yang kalian katakan itu? Kalian adalah
masyarakat Malin Kundang. Engkau mewakili masyarakat itu! Engkau
akan menjadi batu. Orang tua itu menunjuk ke polisi lalu lintas
itu. Polisi lalu lintas itu terkejut (paragraf 11). b) Perbedaan
Pada cerita Malin Kundang kutukan ibu Malin terhadap Malin Kundang
menjadi kenyataan. Beberapa saat setelah ibu Malin mengutuk Malin
Kundang menjadi batu, datanglah badai dahsyat menghancurkan kapal
Malin Kundang dan perlahan tubuh Malin Kundang menjadi batu karang.
Berikut cuplikannya. Tidak berapa lama kemudian Malin Kundang
kembali pergi berlayar dan di tengah perjalanan datang badai
dahsyat menghancurkan kapal Malin Kundang. Setelah itu tubuh Malin
Kundang perlahan menjadi kaku dan lama-kelamaan akhirnya berbentuk
menjadi sebuah batu karang (paragraf 10). Pengarang pada cerpen Si
Lugu dan Si Malin Kundang menampilkan cerita lain dari cerita Malin
Kundang. Kutukan tokoh ayah terhadap polisi lalu lintas tidak
terjadi. Tokoh ayah merasa kutukannya terjadi, padahal hanya dugaan
dia saja. Sebenarnya yang dia lihat waktu itu adalah patung polisi
yang sengaja dibuat untuk ditempatkan di beberapa tempat, bukan
polisi yang dikutuk jadi batu. Berikut cuplikannya.
Patung-patung polisi lalu lintas itu belum semua terpasang di
tempattempat strategis di jalan-jalan kota (paragraf 21). Dalam
cerita Malin Kundang tokoh yang menjadi batu adalah Malin Kundang
akibat durhaka kepada ibu kandungnya, sedangkan dalam cerpen Si
Lugu dan Si Malin Kundang tokoh yang menjadi batu itu seorang
polisi akibat tidak mempercayai orang tua (ayah Malin Kundang).
Berikut kutipan cerpennya. Oh Tuhan, kalau dia anakku, aku sumpahi
dia menjadi sebuah batu. Setelah sumpah itu diucapkan oleh ibu
malin kundang, hanya selang waktu yang tidak lama kemudian tubuh
malin kundang perlahan menjadi kaku dan kelamaan akhirnya berbentuk
menjadi batu. Setelah membandingkan cerpen Si Lugu dan Si Malin
Kundang dengan cerita Malin Kundang dapat dicermati adanya
perbedaan cerita dalam kedua teks tersebut. Dari kilasan peristiwa
di atas dapat disimpulkan bahwa cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang
mentransformasi legenda zaman dahulu dengan menampilkan tokoh
polisi yang hidup di zaman modern. 4.3.2 Interteks Tokoh dan
Perwatakan Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang dan Cerita Malin
Kundang Perbedaan tokoh cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang dan
cerita Malin Kundang dapat dilihat dalam bagan berikut. No Cerita
Malin Kundang Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang 1 Malin Kundang
Sekuriti kompleks 2 Ibu Malin Kundang Polisi 3 Istri Malin Orang
tua (ayah dari laki-laki pemilik rumah di kompleks) 4 Bajak laut
Suami 5 Ayah Malin Istri 6 Masyarakat desa Dilihat dari
perbandingan di atas, keduanya sangat berbeda. Semua tokoh cerita
asli hilang dan muncul tokoh-tokoh yang baru. Ada beberapa tokoh
yang ada dalam cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang sehingga alur
cerita menjadi jelas dan menarik, yaitu tokoh ayah, sekuriti
kompleks, polisi lalu lintas, anak dan menantu. Tokoh ayah memiliki
watak yang teguh pendirian. Hal itu terbukti saat orang tua itu
bersikeras akan menemui anaknya yang kaya raya. Berikut cuplikan
ceritanya.
O, begitu. Tapi itu tidak mungkin. Tidak masuk akal kami. Kami
tidak yakin Bapak adalah ayah dari salah seorang penghuni rumah
mewah ini. (paragraf 7). Tokoh polisi lalu lintas berwatak arogan,
ikut campur urusan orang lain, dan suka melecehkan orang. Hal itu
terlihat pada cuplikan berikut. Di sini tinggal orang-orang kaya.
Tidak mungkin dan tidak masuk akal, ayah dari salah seorang
penghuni rumah mewah ini adalah Bapak. Pakaian Bapak adalah pakaian
orang yang tak berpunya. Hampir sama dengan pakaian fakir miskin.
Apa lagi ini. (paragraf 10) 4.3.3 Interteks Latar Cerpen Si Lugu
dan Si Malin Kundang dan Cerita Malin Kundang Perbedaan latar
cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang dan cerita Malin Kundang dapat
dilihat dalam tabel berikut. NO. Cerita Malin Kundang Latar Tempat
1 Pesisir pantai wilayah Sumatra Kapal Ruang kecil Tengah laut
Pantai Desa Latar Waktu Semingu Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundan
Latar Tempat kompleks perumahan mewah markas kepolisian ruang
markas kamar kecil gudang mobil mewah perempatan Latar Waktu -
2 3 4 5 6 7
dua minggu sebulan dua bulan 1 tahun lebih -
-
Perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini. Sekuriti kompleks
perumahan mewah menghambat masuk orang tua dengan beban sepikul
hasil bumi. Pintu gerbang tidak dia buka. Orang tua itu mengatakan
dia berjalan dari stasiun kereta api mencari kompleks perumahan itu
(paragaf:1) Lelaki yang didatangi ayahnya itu ingin membawa ayahnya
berjalanjalan melihat-lihat kota. Kali ini lelaki itu membawa
langsung mobil mewahnya bersama istrinya yang duduk di sampingnya.
Dia puas bisa menyenang-
nyenangkan ayahnya. Waktu itu hujan lebat. Lampu lalu lintas
tiba-tiba berwarna merah waktu mobil itu sampai di perempatan.
Mobil dia hentikan. Setelah menunggu agak lama, si istri berpaling
ke kiri dan ke kanan, lalu berkata (paragraf 22) 4.3.4 Interteks
Tema Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang dan Cerita Malin Kundang
Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang mengangkat permasalahan yang
berkenaan dengan problematika sosial yang berada di masyarakat.
Kita dapat melihat bagaimana keraguan sekuriti dan polisi kepada
orang tua yang hendak bertemu anaknya karena alasan yang cukup
sederhana, yaitu orang tua tersebut datang dari kampung. Dilema
yang cukup mengiris hati, tidak adil rasanya menilai seseorang
hanya melihat dari latar belakangnya. Apakah suatu kesalahan jika
seseorang dari kampung memiliki anak orang yang sukses di kota?
Terkadang orang hanya melihat sebelah mata saja dan malah terkesan
meremehkan. Oleh karena itu, cerpen ini mengajarkan kita bagaimana
kita memandang dan menghargai orang lain. 5. Simpulan a) Cerpen
Malin Kundang 2000, Si Lugu dan Si Malin Kundang, dan Malin Kundang
Pulang Kampung merupakan bentuk transformasi dari cerita Malin
Kundang. b) Alur cerpen Malin Kundang 2000 mengisahkan batu Malin
Kundang yang menjadi manusia kembali. Dapat dikatakan cerpen itu
merupakan kelanjutan atau perluasan dari cerita Malin Kundang.
Cerpen Si Lugu dan Si Malin Kundang mengisahkan orang tua yang
dihadang sekuriti dan polisi di sebuah kompleks perumahan mewah
ketika menemui anaknya. Kemudian, orang tua itu mengutuk polisi
menjadi batu. Cerpen Malin Kundang Pulang Kampung merupakan
kebalikan dari cerita Malin Kundang yang terkena kutukan dalam
cerpen ini adalah ibu Malin Kundang karena telah menghianati
almarhum ayah Malin dan berbohong kepada Malin. c) Tokoh cerita
Malin Kundang berbeda dengan cerpen Malin Kundang 2000, Si Lugu dan
Si Malin Kundang, dan Malin Kundang Pulang Kampung. Tokoh-tokoh
pada cerita Malin Kundang adalah Malin Kundang, ibu Malin Kundang,
istri Malin, bajak laut, ayah Malin, dan masyarakat desa.
Tokohtokoh cerpenMalin Kundang 2000adalah Malin Kundang, seorang
ibu, wartawan, dan masyarakat Pantai Air Manis. Tokoh-tokoh cerpen
Si Lugu dan Si Malin Kundang adalah sekuriti kompleks, polisi lalu
lintas, orang tua, suami,
dan istri. Tokoh-tokoh cerpen Malin Kundang Pulang Kampung
adalah Malin Kundang, ibu Malin Kundang, istri Malin, sekelompok
orang penyembah matahari d) Latar cerpen Malin Kundang 2000
diperluas dari cerita Malin Kundang. Latar cerpen Si Lugu dan Si
Malin Kundang sungguh sangat berbeda dengan cerita Malin Kundang.
Latar cerpen Malin Kundang Pulang Kampung secara keseluruhan hampir
sama dengan cerita Malin Kundang, hanya ada beberapa tambahan. e)
Tema yang diusung pada cerpen Malin Kundang 2000, Si Lugu dan Si
Malin Kundang, dan Malin Kundang Pulang Kampung, dan cerita Malin
Kundang mengetengahkan permasalahan hubungan anak dengan orang tua
dan masalah kutukan. Namun, pengemasan setiap cerita masing-masing
sangat berbeda. Daftar Pustaka Culler, J. 1981. The Pursuit of
Signs: Semiotics, Literarure, Deconstruction. Ithaca, New York:
Cornell University Press. Hartyanto, R.A. 2008. Keperempuanan Tokoh
Matsumi dalam Novel Perempuan Kembang Jepun Karya Lan Fang dan
Tokoh Srintil dalam Novel Ronggeng Dukuh paruk Karya Ahmad Tohari:
Kajian Intertekstual. Diunduh dari
http://kunthink.blogspot.com/2008/03/intertekstualperempuan-kembang-jepun.html.
[15 Juli 2008]. Jabrohim, dkk. 2001. Metodologi Penelitian Sastra.
Yogyakarta: Hanindita Graha Widia. Luxemburg, B. M., Westeinjn.
1984. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT Gramedia. Muchlish, Ahmad
AR . 2007. Malin Kundang Pulang Kampung. [Online]. Tersedia:
http://www.sriti.com/story_view.php?key=2612 [8 Maret 2008].
Nurgiyantoro, B. 1998. Transformasi Unsur Pewayangan dalam Fiksi
Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada Universitas Press. Nurgiyantoro,
B. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
Universitas Press. Pradopo, Rahmat Djoko. 2003. Beberapa Teori
Sastra, Metode Kritik, dan Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar. Rangkuti, Hamsad. 2007. Si Lugu dan Si Malin Kundang.
[Online]. Tersedia: http://www.sriti.com/story_view.php?key=2597.
[10 Maret 2008].
Ratna, Nyoman Kutha. 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian
Sastra: dari Strukturalisme hingga Postrukturalisme Perspektif
Wacana Naratif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Teeuw, A. 1983.
Membaca dan Menilai Sastra.Jakarta: Gramedia. Teeuw, A. 2003.
Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.