ACARA IKADAR AMILOSA SEREALIA, DAYA SERAP AIR, UJI GlLUTEN, UJI
BLEACHING TEPUNG TERIGU DAN SWELLING POWER BERAS
A. TujuanTujuan Praktikum Acara I Kadar Amilosa Serealia, Daya
Serap Air, Uji Gluten, Uji Bleaching Tepung Terigu, dan Swelling
Power Beras, yaitu:1. Mengetahui kadar amilosa tiap sampel yang
digunakan yaitu tepung ketan, tepung beras, tepung terigu, dan
tepung maizena.2. Mengetahui daya serap tepung terigu Gunung Bromo,
tepung terigu Segitiga Biru, tepung terigu Kunci Biru, dan tepung
terigu Cakra.3. Mengetahui kadar gluten tepung terigu Gunung Bromo,
tepung terigu Segitiga Biru, tepung terigu Kunci Biru, dan tepung
terigu Cakra.4. Mengetahui adanya proses bleaching atau tidak pada
tepung terigu Gunung Bromo, tepung terigu Segitiga Biru, tepung
terigu Kunci Biru, dan tepung terigu Cakra.5. Mengetahui sweeling
power beras merk Pandan Wangi, C4, beras jatah, beras rojo lele,
dan Beras Analog (Koro, kacang hijau, dan kacang merah).B. Tinjauan
PustakaPada tahap pembuatan Kurva Standar, amilosa murni ditimbang
sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar
kemudian didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera
dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing
sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml. Selanjutnya larutan tersebut juga ditambahkan larutan iod
sebanyak 2 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut
ditambahkan juga asam asetat 0,5 N sebanyak masing-masing 0,2; 0,4;
0,6; 0,8; dan 1 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda
tera dengan akuades dan dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit.
Larutan kemudian diukur intensitas warna dengan spektrofotometer.
Kurva standar menggambarkan hubungan antara konsentrasi amilosa dan
absorbansi. Peran amilopektin dalam sifat fungsional pati sangat
sulit untuk ditentukan karena amilopektin memiliki kecenderungan
untuk membentuk kumpulan tidak larut air. Oleh karena itu, amilosa
merupakan hal yang paling banyak diteliti dalam memperkirakan
karakter pati dari beras. Kadar amilosa mempengaruhi sifat
fisikokimia beras dan dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat
kepulenan nasi yang dihasilkan. Kandungan amilosa mempunyai
korelasi positif dengan jumlah penyerapan air dan pengembangan
volume nasi selama pemasakan. Dalam penelitian ini, pengukuran
kadar amilosa pada beras merah dilakukan berdasarkan prinsip iodine
binding (pengikatan iodin), dimana amilosa akan berikatan dengan
iodin pada pH rendah (4.5-4.8) dan pada panjang gelombang 620 nm
menghasilkan kompleks berbentuk heliks yang berwarna biru.
Intensitas warna biru ini kemudian diukur menggunakan
spektrofotometer. Semakin tinggi intensitas warna yang terukur,
maka kadar amilosa akan semakin tinggi. Metode ini terdiri dari dua
tahap yaitu tahap pembuatan kurva standar dan tahap penetapan
sampel. Pembuatan kurva standar dilakukan dengan menggunakan
amilosa murni dan diperoleh nilai hubungan antara konsentrasi
amilosa dan absorbansinya (Masniawati dkk, 2014).Pati adalah
polisakarida alami dengan bobot molekul tinggi yang terdiri dari
unit-unit glukosa. Umumnya pati mengandung dua tipe polimer
glukosa, yaitu amilosa dan amilopektin. Amilosa adalah polimer
rantai lurus mengandung lebih dari 6000 unit glukosa yang
dihubungkan dengan ikatan -1,4 glikosidik. Amilosa bersifat tidak
larut dalam air dingin tetapi menyerap sejumlah besar air dan
mengembang. Amilopektin memiliki struktur bercabang dimana
molekul-molekul glukosa dihubungkan dengan ikatan -1,6 glikosidik.
Amilopektin memiliki daya ikat yang baik, yang bisa memperlambat
disolusi zat aktif.Gambar 1.1 Struktur Kimia Amilosa
Gambar 1.2 Struktur Kimia Amilopektin(Lukman, 2011).Berdasarkan
kadar amilosa, beras diklasifikasikan menjadi ketan atau beras
beramilosa sangat rendah (< 10%), beras beramilosa rendah
(10-20%), beras beramilosa sedang (20- 24%), dan beras beramilosa
tinggi (> 25%). Beras yang berkadar amilosa rendah bila dimasak
menghasilkan nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan
tetap menggumpal setelah dingin. Beras yang berkadar amilosa tinggi
bila dimasak nasinya tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi
keras jika sudah dingin, sedangkan beras beramilosa sedang umumnya
mempunyai tekstur nasi pulen. Standardisasi amilosa dilakukan untuk
mendapatkan kurva standar yang menunjukkan hubungan antara nilai
penyerapan cahaya dengan konsentrasi amilosa (Aliawati,
2003).Amilopektin adalah fraksi pati yang tidak larut dalam air.
Selain tersusun dari rantai lurus D-glukosa yang berikatan -1-4
juga terdapat rantai cabang -1-6. Dengan larutan iodin berwarna
cokelat-violet. Berat molekul sekitar 500.000. amilosa adalah
fraksi pati yang larut dalam air, tetapi tidak larut di dalam
N-butanol atau pelarut organik polar lainnya. Tersusun dari rantai
lurus D-glukosa yang berikatan -1-4 dengan derajat polimerisasi
antara 100-400. Berwarna biru tua dengan iodin. Amilosa menyusun
sekitar 20% dari pati serealia, tetapi hanya 1% dalam jagung dan
sorgum (Makfoeld dkk, 2002).Pati adalah polisakarida alami dengan
bobot molekul tinggi yang terdiri dari unit-unit glukosa. Umumnya
pati mengandung dua tipe polimer glukosa, yaitu amilosa dan
amilopektin. Amilosa bersifat tidak larut dalam air dingin tetapi
menyerap sejumlah besar air dan mengembang. Amilopektin memiliki
daya ikat yang baik, yang bisa memperlambat disolusi zat aktif.
Penetapan kadar amilosa berdasarkan reaksi antara amilosa dengan
senyawa iod yang menghasilkan warna biru. Sebelumnya dilakukan
pembuatan kurva standar amilosa yang menunjukkan hubungan antara
nilai penyerapan cahaya dengan penyerapan amilosa (Lukman dkk,
2013).Amilosa merupakan komponen pati yang mempunyai rantai lurus
dan larut dalam air, sedangkan amilopektin mempunyai rantai cabang
dan tidak larut dalam air tetapi larut dalam n-butanol. Hal ini
dikarenakan amilosa tersusun dari rantai lurus D-glukosa yang
berikatan dengan -1,4. Selain itu juga dipengaruhi oleh ikatan
hidrogen yang terjadi antara gugus OH pada amilosa dengan gugus OH
atau H pada air. Ketika pati dipanaskan dalam air pada temperatur
gelatinisasi, energi panas menyebabkan ikatan hidrogen pati menjadi
melemah. Ikatan yang lemah memudahkan air masuk ke dalam granula
dan memungkinkan sedikit melarutnya dan terjadi pertukaran molekul
amilosa menuju ke air. Amilosa dan amilopektin dapat digunakan
dalam bidang farmasi karena amilosa mempunyai sifat alir dan daya
kompresibilitas yang baik, sehingga dalam formulasi tablet cetak
langsung dapat digunakan sebagai bahan pengisi, pelumas dan akan
memberikan waktu hancur yang lebih efektif. Amilopektin mempunyai
sifat alir dan daya kopresibilitasnya kurang baik, tetapi
amilopektin memiliki sifat granuler yang mengembang dan daya
pengikat yang baik. Oleh karena itu amilopektin sangat potensi
untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pengganti gelatin pada
pembuatan kapsul. Fraksi amilopektin merupakan fraksi yang tidak
larut dalam air tetapi larut dalam n-butanol. Hal ini dikarenakan
amilopektin tersusun dari rantai lurus D-glukosa yang berikatan
dengan -1,4 serta memilki rantai cabang -1,6, sehingga membuat
amilopektin bersifat lebih nonpolar dibandingkan amilosa.
Amilopektin yang memiliki sifat nonpolar akan lebih mudah larut
dalam pelarut n-butanol yang bersifat lebih nonpolar dibandingkan
air, sedangkan amilosa yang memiliki sifat polar akan lebih mudah
larut dalam air. Hal ini sesuai dengan prinsip like disolve like,
dimana senyawa yang polar akan lebih mudah larut dalam pelarut yang
polar dan senyawa yang nonpolar akan lebih cenderung larut dalam
pelarut nonpolar (Oktavia dkk, 2013).Pati yang berikatan dengan I2
akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk
menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul
iodin dan terbentuklah warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral
merenggang, molekul-molekul iodin terlepas sehingga warna biru
menghilang. Dari percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan
merefleksikan warna biru bila berupa polimer glukosa yang lebih
besar dari dua puluh, misalnya molekul-molekul amilosa. Bila
polimernya kurang dari dua puluh seperti amilopektin, maka akan
dapat dihasilkan warna merah. Sedang dekstrin dengan polimer 6,7
dan 8 membentuk warna coklat. Polimer yang lebih kecil dari lima
tidak memberikan warna dengan iodin. Polisakarida akan membentuk
reaksi dengan iodin dan memberikan warna spesifik tergantung jenis
karbohidratnya. Amilosa dan iodin berwarna biru, amilopektin merah
coklat, glikogen dan dextrin berwarna merah coklat (Septorini,
2008).Gluten merupakan protein utama dalam tepung terigu yang
terdiri dari gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). 30% asam
amino gluten adalah hidrofobik dan dapat menyebabkan protein
mengumpal. Ketika tepung terigu tercampur dengan air, bagian
protein yang mengembang melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi
pertukaran sulfydryl-disulfide yang menghasilkan ikatan seperti
polimer. Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya
melalui ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide
cross-linking untuk membentuk lembaran film (sheet-like film) dan
memiliki kemampuan mengikat gas yang terperangkap. Pada pemanasan
adonan, gluten memiliki kemampuan sebagai bahan yang dapat
membentuk adhesive (sifat lengket), cohesive mass (bahan-bahan
dapat menjadi padu), films, dan jaringan 3 dimensi. Penggunaan
gluten dalam industri roti untuk memberi kekuatan pada adonan,
mampu menyimpan gas, membentuk struktur, dan penyerapan air. Gluten
juga digunakan untuk tujuan formulasi, binder, dan bahan pengisi
(Fitasari, 2009).Gluten adalah senyawa tidak larut air yang
bersifat kenyal dan elastis. Sifat gluten yang kenyal dan elastis
diperlukan dalam pembuatan roti agar adonan dapat mengembang dengan
baik dan tidak mudah rusak pada saat pencetakan. Gluten berperan
dalam kekenyalan mie serta berperan dalam pembuatan kulit martabak
telur agar tidak mudah robek. Umumnya kandungan gluten menentukan
kadar protein tepung terigu, semakin tinggi kadar gluten, semakin
tinggi kadar protein tepung terigu tersebut. Kadar gluten pada
tepung terigu berpengaruh terhadap kualitas pembuatan suatu
makanan(Forwado, 2007).Terdapat 3 jenis tepung terigu, yaitu tepung
terigu protein rendah, sedang, dan tinggi. Pada tepung terigu
protein rendah atau kunci memiliki kadar protein 8-9% dihasilkan
dari penggilingan gandum jenis soft dan mempunyai sifat gluten yang
lemah. Pada tepung terigu protein sedang atau segitiga memiliki
kadar protein 10-11%, dihasilkan dari penggilingan gandum soft dan
hard yang mempunyai sifat gluten yang sedang. Pada tepung terigu
protein tinggi atau cakra, memiliki kadar protein 11-12% dihasilkan
dari penggilingan 100% gandum jenis hard dan mempunyai sifat gluten
yang kuat (Chendhawati, 2010).Gluten memiliki sifat penting ketika
ditambah air dan dengan kerja mekanik akan membentuk adonan
elastis. Hal ini dibentuk oleh ikatan antar molekul protein. Ikatan
tiga dimensi akan menghasilkan adonan yang kuat. Semakin lama
adonan diaduk, semakin banyak ikatan yang terbentuk. Dengan alasan
inilah mengapa adonan diremas-remas jika menginginkan struktur yang
kuat. Namun bagaimanapun juga lapisan gluten dapat pecah karena
gerakan mekanik yang berlebihan seperti pengadukan atau peremasan
yang berlebihan. Karakter dari adonan tergantung dari jenis tepung
yang digunakan. Tepung rendah protein mengandung gluten yang rendah
dan lapisannya mudah sobek (Mayashopha dkk, 2015).Swelling power
adalah rasio berat beras setelah pemasakan dengan berat beras
sebelum dimasak. Swelling power sangat dipengaruhi oleh ikatan
antarmolekul penyusun pati. Dengan masuknya air ke dalam molukul
pati, ikatan antarmolekul pati akan melemah sehingga nilai swelling
power pati lebih tinggi daripada pati alam. Semakin kecil
perbandingan pati dan air, maka semakin besar nilai swelling power.
Swelling power sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa
sebagai salah satu komponen penyusun pati. Semakin lama waktu
proses, maka semakin banyak amilosa yang tereduksi, sehingga
penurunan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan kenaikan swelling
power. Kandungan amilosa dan amilopektin juga akan berhubungan
dengan daya serap air. Pati dengan kadar amilosa tinggi, dapat
menyerap dan melepaskan air lebih cepat. Selain menyerap air lebih
banyak, pati dengan kadar amilosa yang tinggi memiliki daya kembang
yang lebih besar saat dimasak, sehingga sering digunakan untuk
produk ekstrusi(Kalsum dan Surfiana, 2013).Tepung gandum dan gluten
gandum penting digunakan dalam banyak aplikasi makanan dan
non-pangan. Pemisahan gluten basah dan pati dari tepung gandum
didasarkan pada perbedaan densitas dan ukuran partikel. Dalam
proses tradisional, pemisahanpati dan gluten dimulai dengan adonan
kaku atau adonan dengan perekat dikembangkan secara optimal dan
hasil dengan meremas dan atau penyaringan untuk granula pati
terpisah dari massa gluten. Dalam proses modern, pemisahan dimulai
dengan adonan air disperse dengan gluten, sebagian dikembangkan dan
hasil dengan sentrifugasi untuk granula pati terpisah dari jaringan
gluten (Sayaslan, 2010). Efek lipid pada swelling granula pati dan
pencucian amilosa dan amilopektin juga memiliki efek pada reologi
pasta pati. Pengecilan pati tepung beras membuat lebih elastis tapi
kurang lengket. Fenomena ini telah dijelaskan dalam hal kelarutan
peningkatan amilosa dan pembentukan gel meningkat. Bagaimanapun,
bahwa penghilangan dari dalam lemak pati tepung beras menghasilkan
elastisitas substansial peningkatan gel dan peningkatan kecil dalam
viskositas. Namun, kedua studi mengidentifikasi pasta pati
terkonsentrasi (di atas 20% b/b) dan penggunaan terbatas untuk
memprediksi efek dari pengecilan pada perilaku aliran formulasi
pati yang kelebihan air. Dalam kelebihan air, swelling granula pati
gelatinisasi tampaknya menjadi variabel yang dominan dalam
memprediksi terjadinya peningkatan viskositas dispersi pati (Kar et
al., 2010).Sifat dan tekstur nasi dapat dilihat dari pebandingan
antar kadar amilosa dan amilopektinnya. Berdasarkan kandungan
amilosanya beras digolongkan menjadi 3. Beras yan berkadar amilosa
rendah bila dimasak akan menghasilkan nasi yang lengket, mengkilap,
tidak mengembang, dan tetap menggumpal setelah dingin. Beras dengan
kadar amilosa tinggi akan bila dimasak nasinya tidak lengket, dapat
menembang, dan menjadi keras jika sudah dingin. Sedangkan beras
yang memiliki kadar amilosa sedang bila dimasak memiliki tekstur
nasi yang pulen (Aliawati, 2003).Beras (Oryza sativa, L.) merupakan
sumber utama karbohidrat, beras mengandung 90% padatan berupa pati.
Salah satu karakteristik khas pati adalah kemampuannya menyerap
air, demikian pula pati dalam biji beras ketika direndam dalam air.
Absorpsi air ke dalam biji beras selama proses pemasakan dapat
memprediksi kondisi pemasakan yang optimum. Absorpsi air ke dalam
biji beras antara lain dipengaruhi oleh kadar amilosa dan suhu
perendaman Berdasarkan kandungan amilosanya, beras (non waxy rice)
dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu beras dengan amilosa rendah
(< 20%), amilosa sedang (20-25%) dan amilosa tinggi (> 25%).
Pada suhu lebih dari 65 0C absorpsi air dan swelling akan meningkat
apabila kadar amilosa rendah. Hal ini disebabkan karena rigiditas
granula pati pada beras ditentukan oleh banyaknya amilosa. Meskipun
kecepatan absorpsi air pada beras amilosa rendah lebih kecil
daripada beras amilosa tinggi, namun kadar air jenuhnya lebih besar
pada beras dengan amilosa rendah. Mobilitas air juga ditentukan
oleh aktivitas air atau aw dalam bahan makanan. Pada bahan makanan
yang banyak mengandung pati, amilosa lebih mudah mengikat air
daripada amilopektin, sehingga mobilitasnya lebih rendah (Wariyah
dkk, 2007).Swelling power dan kelarutan adalah fenomena saat pati
dipanaskan dalam air berlebih, struktur kristal terganggu karena
kerusakan ikatan hidrogen, dan molekul air dihubungkan oleh ikatan
hidrogen pada gugus hidroksil karena amilosa dan amilopektin.
Protein dalam tepung beras memainkan peran penting dalam menentukan
sifat fungsional dari pati dan protein membawa efek penghambatan
pada pembengkakan granula pati beras. Peningkatan swelling power
bisa disebabkan karena meningkatnya suhu (Keawpeng, 2012).C.
Metodologi1. Alata. Labu takar 100 mLb. Pipet 1 mL c. Pipet 10 mLd.
Neraca analitike. Tabung reaksif. Kompor listrikg. Penangas airh.
Spektrofotometer dan kuveti. Buret dan statifj. Mangkokk. Pipet
ukurl. Gelas Bekerm. Kain saringn. Oveno. Stopwatchp. Baskom
plastikq. Rice cooker2. Bahana. Tepung ketanb. Tepung berasc.
Tepung terigud. Tepung maizenae. Etanol 95%f. Asam asetatg.
Petroleum eterh. Larutan NaOHi. Larutan Iodj. Tepung terigu Gunung
Bromok. Tepung terigu Segitiga Birul. Tepung terigu merk Kunci
Birum. Tepung terigu merk Cakran. Air mineralo. Beras Rojolelep.
Beras Pandan Wangiq. Beras C4r. Beras Jatahs. Beras Analog Korot.
Beras Analog Kacang Hijauu. Beras Analog Kacang Merahv. NaCl 1%w.
Aquades
3. Cara Kerjaa. Kadar Amilosa Serealia
Aquades Penggojokan dan pendiaman selama 20 menitPenambahan
hingga tanda teraPemipetan sebanyak 5 ml kedalam labu takar 100
mlAquadesPendinginan dan pemindahan kedalam labu takar 100 ml100 mg
amilosa murniPenimbangan dan pemasukan dalam tabung rekasi1 ml
etanol dan 9 ml NaOH 1 NPenambahan dan pemanasan dalam air mendidih
selama 5-10 menitPenambahan hingga tanda teraPenambahan 1 ml asam
asetat & 2 ml larutan iodPengukuran absorbansi dengan panjang
gelombang 625 nm
b. Daya Serap Air
50 gr Tepung TeriguPenambahkan air dengan buret sedikit demi
sedikitPengadukan sampai adonan tidak lengket ditanganPenghitungan
jumlah air (ml) yang dibutuhkan
c. Uji Gluten
10 gr Tepung TeriguPenimbangan sebagai gluten keringPengovenan
pada suhu 100 0C selama 30 menitPenimbangan adonan sebagai gluten
basahPenambahan 1ml larutan NaCl 1%Penguleninan sampai adonan
kalisPencucian dengan air mengalir sampai air cucian jernih
d. Uji Bleaching Tepung Terigu
1,4 gr Tepung TeriguPenambahan 5 ml petroleum etherPembiaran
hingga mengendap dan lihat warna pada supernatnya
e. Swelling Power Beras
10 gr Beras AnalogPenambahan 10 ml air hangatPengukusan selama
10 menitPengukuran volume beras analogPengadukanPengukuran volume
beras100 gr BerasPengukusan selama 10 menitPencucian sebanyak
3xPenanakan dengan Rice Cooker
D. Hasil dan Pembahasan Tabel 1.1 Kurva Standar Amilosaml
Amilosa(x) Konsentrasi(y) Absorbansi
10,40,099
20,80,187
31.20,241
41,60,356
52,00,468
Sumber: Laporan SementaraKurva standar amilosa merupakan sebuah
kurva menunjukkan hubungan antara konsentrasi amilosa dengan nilai
absorbansi. Tujuan dari pembuatan kurva standar untuk memperoleh
nilai hubungan antara konsentrasi amilosa dan absorbansi
(Masniawati dkk, 2014). Cara pembuatan kurva standar amilosa
menurut Masniawati (2014) adalah amilosa murni ditimbang sebanyak
40 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml dan
ditambahkan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Larutan standar
kemudian didiamkan selama 24 jam dan ditepatkan sampai tanda tera
dengan akuades. Selanjutnya larutan tersebut dipipet masing-masing
sebanyak 1, 2, 3, 4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar
100 ml. Selanjutnya larutan tersebut juga ditambahkan larutan iod
sebanyak 2 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut
ditambahkan juga asam asetat 0,5 N sebanyak masing-masing 0,2; 0,4;
0,6; 0,8; dan 1 ml. Setelah itu, larutan ditepatkan sampai tanda
tera dengan akuades dan dikocok, lalu didiamkan selama 20 menit.
Larutan kemudian diukur intensitas warna dengan spektrofotometer.
Informasi yang dapat diperoleh dari kurva standar adalah nilai
konsentrasi amilosa pada larutan amilosa murni pada volume
tertentu. Kurva standar nantinya digunakan untuk mencari nilai
konsentrasi amilosa dari sampel yang mengandung amilosa. Hubungan
antara absorbansi dengan konsentrasi amilosa adalah semakin tinggi
kadar amilosa pada larutan tersebut maka nilai absorbansinya juga
akan semakin tinggi. Hal ini sesuai dengan pernyataan Misnawati dkk
(2014), di mana semakin tinggi intensitas warna yang terukur, maka
kadar amilosa akan semakin tinggi. Amilosa pada sampel, akan
berikatan dengan iod yang akan menghasilkan warna biru, semakin
banyak kandungan amilosa pada sampel, maka warna biru yang
dihasilkan akan semakin pekat. Persamaan dari kurva standar
menggunakan persamaan regresi y= a + bx. Pada hasil praktikum kali
ini didapatkan nilai persamaan regresi y= 0,22675x 0,0019.Tabel 1.2
Hasil Uji Kadar Amilosa pada TepungKelShiftSampelAbs (y)Kadar
Amilosa (mg)FP% Amilosa
11Tepung Ketan0,0140,0701201,1687
2
3Tepung Maizena0,0500,2289204,3600
4
5Tepung Beras0,2981,32262022,4169
6
7Tepung Terigu0,1910,85072015,0569
8
1,22Tepung Terigu0,3351,482024,0650
3Tepung Beras0,0780,352206,1754
4,5Tepung Maizena-0,015-0,0575-0,2457
0,0080,0433,30,1223
0,0120,061320,1057
6Tepung Ketan-0,010-0,09655-0,4509
0,0200,09653,30,2976
0,0360,04420,0822
Sumber: Laporan SementaraAmilosa adalah polimer rantai lurus
mengandung lebih dari 6000 unit glukosa yang dihubungkan dengan
ikatan -1,4 glikosidik dan amilopektin adalah polimer rantai yang
memiliki struktur bercabang dimana molekul-molekul glukosa
dihubungkan dengan ikatan -1,6 glikosidik (Lukman, 2010). Amilosa
memiliki ciri-ciri tidak larut dalam air dingin tetapi menyerap
sejumlah besar air dan mengembang sedangkan amilopektin memiliki
daya ikat yang baik, sehingga dapat memperlambat disolusi zat
aktif. Menurut Oktavia dkk (2013), amilosa mempunyai sifat alir dan
daya kompresibilitas yang baik dan memiliki sifat polar yang akan
lebih mudah larut dalam air, sedangkan amilopektin mempunyai sifat
alir dan daya kopresibilitasnya kurang baik, tetapi amilopektin
memiliki sifat granuler yang mengembang dan daya pengikat yang
baik. Oleh karena itu amilopektin sangat potensi untuk dimanfaatkan
sebagai bahan baku pengganti gelatin pada pembuatan kapsul. Fraksi
amilopektin merupakan fraksi yang tidak larut dalam air tetapi
larut dalam n-butanol. Hal ini dikarenakan amilopektin tersusun
dari rantai lurus D-glukosa yang berikatan dengan -1,4 serta
memilki rantai cabang -1,6, sehingga membuat amilopektin bersifat
lebih nonpolar dibandingkan amilosa. Amilopektin yang memiliki
sifat nonpolar akan lebih mudah larut dalam pelarut n-butanol yang
bersifat lebih nonpolar dibandingkan air.Kegunaan dari uji amilosa
adalah untuk mengetahui kadar amilosa dari suatu sampel atau produk
yang ingin diketahui kadar amilosanya. Kadar amilosa dan
amilopektin pada suatu bahan dapat mempengaruhi sifat dan
karakteristik produk selama pengolahan. Masinawati dkk (2014)
menyebutkan bahwa kadar amilosa mempengaruhi sifat fisikokimia
beras dan dapat digunakan untuk mendeteksi tingkat kepulenan nasi
yang dihasilkan. Hal ini juga dijelaskan oleh Aliawati (2003),
bahwa beras yang berkadar amilosa rendah bila dimasak menghasilkan
nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan tetap
menggumpal setelah dingin. Beras yang berkadar amilosa tinggi bila
dimasak nasinya tidak lengket, dapat mengembang, dan menjadi keras
jika sudah dingin, sedangkan beras beramilosa sedang umumnya
mempunyai tekstur nasi pulen. Tujuan dilakukannya uji amilosa
adalah untuk mengetahui kadar amilosa pada suatu sampel atau
produk, sehingga dapat diidentifikasi karakteristiknya serta dapat
dilakukan pengolahan yang sesuai.Prinsip kerja dari uji amilosa
dengan menggunakan reagen iod adalah amilosa pada bahan akan
berikatan dengan iod pada pH rendah (4,5-4,8) dan pada panjang
gelombang 620 nm menghasilkan kompleks berbentuk heliks berwarna
biru (Masinawati dkk, 2014), sehingga warna biru yang terbentuk
dari ikatan antara amilosa dengan iod dapat diukur. Septiorini
(2008) menyebutkan bahwa pati yang berikatan dengan I2 akan
menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk
menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul
iodin dan terbentuklah warna biru.Pada uji penentuan kadar amilosa
digunakan beberapa larutan antara lain, etanol 96%, asam asetat,
NaOH dan reagen iod. Fungsi penambahan larutan etanol 96% adalah
melarutkan komponen lain yang ada pada sampel sepetti komponen
lipid maupun protein sehingga hasil yang didapat sesuai dengan
jumlah konsentrasi amilosa yang sebenarnya. Untuk fungsi penambahan
asam asetat adalah untuk membentuk suasana asam pada larutan
sampel, sehingga dapat terbentuk reaksi antara amilosa dengan iod
sehingga dapat menghasilkan warna biru. Menurut Masinawati dkk
(2014), amilosa pada bahan akan berikatan dengan iod pada pH rendah
yaitu sekitar 4,5-4,8. Sedangkan fungsi dari penambahan NaOH adalah
untuk memberi suasana basa pada larutan. Dan fungsi dari larutan
iod adalah agar berikatan dengan amilosa yang nantinya dapat
menghasilkan warna biru dan nilai absorbansi dapat
diukur.Faktor-faktor yang mempengaruhi uji amilosa adalah rasio
kandungan amilosa dan amilopektin bahan. Semakin tinggi kandungan
amilosa pada suatu bahan, maka nilai absorbansi pada sampel semakin
besar. Hal ini dikarenakan semakin banyak amilosa yang berikatan
denga iodin. Faktor yang selanjutnya adalah lama pemanasan.
Pemanasan yang dilakukan harus optimal, karena apabila pemanasan
yang dilakukan tidak optimal maka kandungan amilosa bahan tidak
dapat larut secara sempurna sehingga dapat menurunkan kadar amilosa
dari bahan. Faktor yang terakhir adalah kondisi larutan saat iod
dan amilosa berekasi. Saat amilosa dan iod berekasi, kondisi
larutan harus berada pada pH asam. Karena warna biru hanya dapat
muncul pada suasana asam.Berdasarkan praktikum yang telah
dilakukan, didapatkan beberapa hasil nilai konsentrasi amilosa dari
beberapa sampel yang digunakan. Sampel yang digunakan pada
praktikum kali ini adalah tepung terigu, tepung tapioka, tepung
beras dan tepung maizena. Pada sampel tepung ketan shift 1
didapatkan nilai % amilosa sebesar 1,1687% sedangkan pada shift 2
didapatkan nilai % amilosa sebesar -0,1169%, 0,2979%, dan 0,3124%.
Menurut Singgih & Harijono (2015), kadar amilosa pada tepung
beras ketan sebesar 0,8-1,7%. Dari teori yang telah disebutkan,
hanya sampel tepung beras ketan pada shift 1 saja yang sudah sesuai
dengan hasil teori. Untuk sampel tepung maizena, pada shift 1
didapatkan nilai kadar amilosa sebesar 4,3600% sedangkan pada shift
2 didapatkan nilai kadar amilosa sebesar -0,2490%, 0,1242% dan
0,1057%. Menurut Richana & Suarni (2012) nilai kadar amilosa
untuk tepung maizena adalah 24-26%. Dari hasil praktikum, data
semua shift tidak ada yang sesuai dengan teori yang ada. Untuk
sampel tepung beras kadar amilosa untuk shift 1 didapatkan nilai
sebesar 22,4169% dan untuk shift 2 didapatkan nilai kadar amilosa
sebesar 6,1818%. Menurut Yuwono dkk (2013), kandungan amilosa pada
tepung beras adalah sebesar 20-25%. Dari hasil praktikum yang
dilakukan hanya sampel yang dilakukan pada shift 1 yang sesuai
degan teori, dimana kadar amilosanya adalah sebesar 22,4169%. Untuk
sampel terakhir yaitu tepung terigu, pada shift 1 didapatkan nilai
kadar amilosa sebesar 15,0569% dan pada shift 2 sebesar 24,1589%.
Menurut Pratama & Nisa (2014), kadar amilosa tepung terigu
adalah sebesar 25%. Dari hasil praktikum yang dilakukan hanya
sampel shift 1 yang mendekati nilai dari literatur. Dari hasil
praktikum yang didapatkan, pada semua sampel dari shift 2 data
hasil kadar amilosa yang didapatkan semuanya tidak ada yang sesuai
dengan teori yang ada. Semua data kadar amilosa dari shift 2 berada
dibawah standar nilai dari literatur. Hal ini mungkin terjadi
dikarenakan proses pemanasan yang kurang maksimal sehingga amilosa
yang ada bahan belum terlarut seluruhnya. Pada hasil praktikum kali
ini banyak sekali penyimpangan yang terjadi terutama hasil dari
data shift 2. Penyimpangannya antara lain adalah semua data yang
dihasilkan tidak sesuai dengan literartur dan berada dibawah
literatur yang ada. Serta ada dua data yang didapatkan nilai minum
yang menandakan bahwa sampel yang diabsorbansi memiliki kejernihan
lebih jernih daripada blanko yang menunjukkan tidak adanya kadar
amilosa pada sampel yang diuji. Penyimpangan data yang ada ini
dimungkinkan karena adanya kesalahan pada waktu pengujian. Faktor
yang mungkin mempengaruhi adalah lama pemanasan sampel. Pemanasan
yang kurang maksimal akan membuat bahan yang dipanaskan belum
terlarut maksimal, sehingga kadar amilosa yang didapatkan sangat
rendah dan tidak sesuai dengan literatur yang ada.
Tabel 1.3 Hasil Uji Daya Serap Air Tepung TeriguKelSampelBerat
SampelVolume Air (ml)DSA (%)
1Tepung terigu Gunung Bromo502346
2Tepung terigu Segitiga Biru502958
3Tepung terigu Kunci Biru5025,450,8
4Tepung terigu Cakra502550
5Tepung terigu Gunung Bromo5027,555,6
6Tepung terigu Segitiga Biru502958
Sumber : Laporan SementaraPada praktikum uji daya serap air
tepung terigu digunakan 4 jenis tepung terigu yakni tepung terigu
merk Gunung Bromo, Segitiga Biru, Kunci Biru dan tepung terigu
Cakra. Pada uji daya serap dilakukan dengan cara menimbang 50 gr
tepung terigu. Kemudian sampel tepung terigu ditambahkan air dengan
menggunakan buret sedikit demi sedikit. Kemudian diaduk sampai
adonan tidak lengket ditangan.Menurut Safriani dkk (2013), daya
serap air (DSA) merupakan kemampuan produk untuk menyerap air
kembali setelah mengalami proses pengeringan. Daya serap air yang
tinggi karena terigu mengandung protein dalam bentuk gluten,
sehingga sifatnya mudah dicampur, daya serap airnya tinggi dan
elastis. Hal ini didukung dengan pernyataan Murtini dkk (2005) DSA
suatu tepung dipengaruhi oleh kadar protein tepung, semakin tinggi
protein didalam tepung maka DSA semakin tinggi. Pada umumnya daya
serap air sekitar 60 % telah dianggap baik, namun perlu diingat
bahwa sifat ini tidak mutlak digunakan untuk menilai mutu suatu
tepung terigu.Pada praktikum uji daya serap air dapat dilihat pada
Tabel 1.3 hasil yang didapatkan bervariasi. Berikut nilai daya
serap air dari tertinggi kerendah ada pada kelompok 2 dan 6
menggunakan tepung Segitiga Biru hasil yang didapat kadar DSA 58 %.
Kemudian tepung terigu Gunung Bromo kelompok 5 sebesar 55,6 %.
Tepung terigu Kunci Biru sebesar 50,8 %, tepung terigu Cakra
sebesar 50 %, tepung terigu Gunung Bromo kelompok 1 sebesar 46 %.
Pada uji tepung Gunung Bromo terjadi perbedaan, hal ini dikarenakan
perbedaan penambahan air pada saat pengadukan antara kelompok 1 dan
5.Tepung Kunci Biru dibuat dari gandum lunak yang kandungan
glutennya hanya 8%9%. Tepung ini memiliki daya serap terhadap air
yang rendah sehingga sulit ketika diuleni, tidak elastis, lengket
dan susah untuk mengembang. Untuk tepung Segitiga Biru dan Gunung
Bromo memiliki kandungan gluten 10% 11%. Tepung terigu ini terbuat
dari campuran terigu protein tinggi dan terigu protein rendah atau
biasa disebut tepung serba guna. Sedangkan tepung Cakra dibuat dari
gandum keras dan memiliki kandungan protein 11%13%.Tingginya kadar
protein pada terigu ini membuatnya mudah dicampur,difermentasi,
memiliki daya serap terhadap air yang tinggi, elastis dan mudah
digiling.Dari data diatas daya serap air dapat ditentukan dari
kandungan protein masing-masing sampel. Semakin tinggi kandungan
daya serapnya maka makin tinggi kandungan protein didalam tepung
terigu. Tabel 1.4 Uji Gluten Tepung TeriguKelSampelBerat (g)Kadar
Gluten (%)
BasahKering
1Tepung terigu Gunung Bromo2,3781,9853,93
2Tepung terigu Segitiga Biru2,72,3913,49
3Tepung terigu merk Kunci Biru2,52,1153,85
4Tepung terigu merk Cakra3,63,2123,88
5Tepung terigu Gunung Bromo2,553,3262,24
6Tepung terigu Segitiga Biru2,82,5092,91
Sumber: Laporan SementaraPada praktikum uji gluten tepung terigu
digunakan 4 jenis merk tepung terigu yang biasa dijual di pasaran,
yakni tepung terigu dengan merk Gunung Bromo, Segitiga Biru, Kunci
Biru, dan tepung terigu Cakra. Uji Gluten dilakukan dengan
menimbang 10 gram tepung terigu yang ditambahkan larutan NaCl 1%
sebanyk 5 ml. kemudian diuleni sampai terbentuk adonan yang
elastis. Adonan tersebut dicuci dengan air mengalir sampai air
cuciannya jernih. Adonan ditimbang sebagai gluten basah dan
dikeringkan dalam oven pada suhu 1000C selama 30 menit untuk
memperoleh gluten kering. Kemudian ditentukan persentase gluten
yang terkandung dalam setiap bahan.Menurut Fitasari (2009), gluten
merupakan protein utama dalam tepung terigu yang terdiri dari
gliadin (20-25 %) dan glutenin (35-40%). 30% asam amino gluten
bersifat hidrofobik dan dapat menyebabkan protein mengumpal. Ketika
tepung terigu tercampur dengan air, bagian protein yang mengembang
melakukan interaksi hidrofobik dan reaksi pertukaran
sulfydryl-disulfide yang menghasilkan ikatan seperti polimer.
Polimer-polimer ini berinteraksi dengan polimer lainnya melalui
ikatan hidrogen, ikatan hidrofobik, dan disulfide cross-linking
untuk membentuk lembaran film (sheet-like film) dan memiliki
kemampuan mengikat gas yang terperangkap. Forwado (2007)
menambahkan Gluten adalah suatu senyawa yang terdapat pada tepung
terigu yang bersifat kenyal dan elastis. Menurut Forwado (2007)
sifat gluten yang kenyal dan elastis diperlukan dalam pembuatan
roti agar adonan dapat mengembang dengan baik dan tidak mudah rusak
pada saat pencetakan. Gluten berperan dalam kekenyalan mie serta
berperan dalam pembuatan kulit martabak telur agar tidak mudah
robek. Fitasari (2009) menambahkan pada pemanasan adonan, gluten
memiliki kemampuan sebagai bahan yang dapat membentuk adhesive
(sifat lengket), cohesive mass (bahan-bahan dapat menjadi padu),
films, dan jaringan 3 dimensi. Penggunaan gluten dalam industri
roti untuk memberi kekuatan pada adonan, mampu menyimpan gas,
membentuk struktur, dan penyerapan air. Gluten juga digunakan untuk
tujuan formulasi, binder, dan bahan pengisi. Menurut Fitasari
(2009), gluten merupakan protein dalam tepung terigu yang bersifat
tidak larut air. Sehingga prinsip uji gluten pada tepung terigu
adalah mencuci adonan tepung dengan air sampai seluruh komponen
larut air hilang dan tertinggal gluten yang berupa komponen tidak
larut air didalam adonan. Gluten yang tertinggal kemudian
dihilangkan airnya dengan pengovenan.Pada praktikum uji gluten
dapat dilihat pada Tabel 1.4 didapatkan kadar gluten yang
bervariasi. Hasil gluten dari tinggi ke rendah sebagai berikut,
kadar gluten tertinggi adalah tepung terigu Gunung Bromo 3,93%,
kemudian tepung terigu Cakra 3,88%, tepung terigu Kunci Biru 3,85%,
tepung terigu Segitiga Biru 2,91% dan kadar gluten terendah pada
Gunung Bromo 2,24%. Pada percobaan didapatkan tepung terigu Gunung
Bromo memiliki hasil yang bertolak belakang. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh pencucian gluten yang kurang maksimal, selain itu
menurut Mayashopha dkk (2015) lapisan gluten dapat pecah karena
gerakan mekanik yang berlebihan seperti pengadukan atau peremasan
yang berlebihan. Pada percobaan gluten tepung terigu, didapatkan
hasil kadar gluten yang beragam. Perbedaan kadar gluten dipengaruhi
oleh penggunaan tepung yang berbeda Chendhawati (2010) mengatakan
bahwa terdapat 3 jenis tepung terigu, yaitu tepung terigu protein
rendah, sedang dan tinggi. Pada tepung terigu protein rendah atau
Kunci Biru memiliki kadar protein 8-9% dihasilkan dari penggilingan
gandum jenis soft dan mempunyai sifat gluten yang lemah. Pada
tepung terigu protein sedang atau segitiga biru memiliki kadar
protein 10-11%, dihasilkan dari penggilingan gandum soft dan hard
yang mempunyai sifat gluten yang sedang. Pada tepung terigu protein
tinggi atau Cakra, memiliki kadar protein 11-12% dihasilkan dari
penggilingan 100% gandum jenis hard dan mempunyai sifat gluten yang
kuat.Menurut Mayashopha dkk (2015) gluten memiliki sifat penting
ketika ditambah air dan dengan kerja mekanik akan membentuk adonan
elastis. Kadar gluten dipengaruhi oleh jenis tepung yang digunakan
serta proses pengolahan. Pada tepung terigu protein rendah
mengandung kadar gluten yang rendah serta memiliki lapisan yang
mudah sobek. Pada proses pengolahan terutama saat pencucian gluten,
dapat menyebabkan lapisan gluten pecah dan mempengaruhi kadar air.
Tabel 1.5 Uji Bleaching pada Tepung TeriguKelSampelKeterangan
1Tepung terigu Gunung Bromo++++
2Tepung terigu Segitiga Biru+++
3Tepung terigu merk Kunci Biru+++
4Tepung terigu merk Cakra+
5Tepung terigu Gunung Bromo++
6Tepung terigu Segitiga Biru++
Keterangan:+= Jernih++= Agak jernih+++= Agak keruh++++=
KeruhSumber: Laporan Sementara.Pada praktikum uji bleaching pada
tepung terigu digunakan 4 jenis tepung terigu yakni tepung terigu
merk Gunung Bromo, Segitiga Biru, Kunci Biru dan tepung terigu
Cakra. Pada uji bleaching dilakukan dengan cara menimbang 1,4 gram
sampel kemudian ditambahkan 5 ml petroleum ether (PE). Penambahan
pelarut ini dimaksudkan untuk melarutkan pigmen yang terdapat pada
tepung terigu yaitu karoten. Biarkan sampel mengendap dan lihat
hasil dari warna pada cairan supernatannya. Uji ini bertujuan untuk
mengetahui tepung terigu mengalami proses bleaching atau
tidak.Menurut Wijana dkk (2009) rendahnya derajat putih pada produk
disebabkan oleh warna cokelat. Warna menjadi pertimbangan bagi
konsumen dalam mengkonsumsi produk tepung. Salah satu cara untuk
menanggulanginya dengan menggunakan bleaching atau pemutihan pada
tepung. Hal ini dilakukan karena konsumen kurang menyukainya,
sehingga untuk memperoleh tepung terigu yang berwarna putih maka
dilakukan bleaching. Proses bleaching ini berhubungan dengan
oksidasi karoten yaitu pigmen yang terdapat pada tepung terigu.
Tepung terigu yang dibleaching tidak menghasilkan warna pada cairan
supernatannya.Menurut Munarso dkk (2004) derajat putih merupakan
salah satu sifat fisik yang mengalami perubahan akibat aplikasi
POCl3 pada tepung. Hasil pengamatan yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi POCl3 yang
ditambahkan, semakin putih tepung yang dihasilkan. Selain dapat
memutihkan POCl3 memiliki kekurangan yaitu kadar pati tepung beras
makin menurun akibat penggunaan dengan konsentrasi yang makin
tinggi. Akibat penurunan kadar pati ini, kadar komponen kimia lain,
seperti protein, lemak, serat, abu dan fosfor mengalami
peningkatan. Pada tepung beras terikat-silang juga diperoleh sifat
pasta yang meningkat baik pada viskositas puncak, viskositas pasta,
maupun viskositas balik.Pada praktikum uji bleaching pada Tabel 1.5
dapat diketahui pada kelompok 1 dan 5 yang sama-sama menggunakan
tepung terigu merk Gunung Bromo mengalami penyimpangan pada
kelompok 1 cairan supernatannya menghasilkan cairan yang keruh dan
berwarna kuning. Ini menunjukkan bahwa tepung terigu Gunung Bromo
tersebut tidak dibleaching karena masih terdapat karoten yang
ditunjukkan dengan adanya warna kuning. Sedangkan pada kelompok 5
dengan tepung yang sama menghasilkan cairan supernatannya yang agak
jernih dan berwarna putih. Ini menunjukkan warna putih pada
supernatannya menandakan bahwa tepung telah mengalami bleaching.
Hal ini disebabkan betakaroten yang merupakan zat warna alami yang
terdapat pada tepung terigu sudah dioksidasi atau sudah hilang.
Pada kelompok 2 dan 6 yang menggunakan tepung terigu Segitiga Biru
menghasilkan cairan supernatannya agak keruh dan agak jernih.
Kemudian kelompok 3 menggunakan tepung terigu Kunci Biru
menghasilkan cairan supernatnya yang agak keruh dan berwarna
kuning. Ini menunjukkan bahwa tepung terigu kunci biru tersebut
tidak dibleaching. Kemudian kelompok 4 menggunakan tepung terigu
Cakra menghasilkan cairan supernatannya yang jernih dan berwarna
putih. Menurut Akbar (2012) selain menggunakan bahan pelarut PE,
larutan seperti aceton, N-hexane dan petroleum benzene dapat
digunakan sebagai pelarut pada bleaching tepung terigu. Selain
penggunaan Zat-zat pemutih menurut sifatnya dibagi menjadi dua: zat
yang bersifat oksidator dan yang bersifat reduktor. Zat pemutih
oksidator berfungsi untuk mendegradasi dan menghilangkan zat
penyebab warna.
Tabel 1.6 Uji Swelling Power BerasShiftKelSampel
BerasAwalAkhirSwellingPower (%)
I1Beras Rojolele100 g146,6 gr31,79
2Beras Pandan Wangi100 g161,5 gr38,08
3Beras C4100 g164,1 gr39,06
4Beras Jatah100 g161,6 gr38,12
5Beras Analog Koro19 ml34,28 ml44,57
6Beras Analog Kacang Hijau17 ml25,71 ml33,87
7Beras Analog Kacang Merah15 ml19,29 ml22,24
8Beras Rojolele100 g116,2 gr13,94
II1Beras Pandan Wangi100 g168,205gr40,549
2Beras C4100 g191 gr47,644
3Beras Jatah100 g191,2 gr47,699
4Beras Analog Koro24,5 ml30 ml18,333
5Beras Analog Kacang Hijau16,5 ml25 ml34
6Beras Analog Kacang Merah13,5 ml30 ml42,333
Sumber : Laporan SementaraMenurut Kalsum dan Surfiana (2013),
prinsip pengujian swelling power adalah adanya molekul pati yang
menyerap air sehingga menyebabkan beras mengembang. Swelling power
sangat dipengaruhi oleh keberadaan gugus amilosa sebagai salah satu
komponen penyusun pati. Pati dengan kadar amilosa tinggi, dapat
menyerap dan melepaskan air lebih cepat. Selain itu memiliki daya
kembang yang lebih besar saat dimasak. Wariyah dkk (2007)
menambahkan absorpsi air ke dalam biji beras antara lain
dipengaruhi oleh kadar amilosa dan suhu perendaman. Pada suhu lebih
dari 65 0C absorpsi air dan swelling akan meningkat apabila kadar
amilosa rendah. Hal ini disebabkan karena rigiditas granula pati
pada beras ditentukan oleh banyaknya amilosa. Meskipun kecepatan
absorpsi air pada beras amilosa rendah lebih kecil daripada beras
amilosa tinggi, namun kadar air jenuhnya lebih besar pada beras
dengan amilosa rendah. Pada praktikum swelling power beras ini
menggunakan 4 jenis beras biasa yang berbeda, yaitu beras merk
Rojolele, beras merk Pandan Wangi, C4, dan Jatah. Masing-masing
sampel ditimbang sebanyak 100 gr yang kemudian dicuci 3 kali dan
ditanak dengan rice cooker. Pada penentuan swelling power beras ini
dilakukan dengan cara untuk membandingkan berat beras sebelum dan
sesudah beras dimasak dengan cara menimbang, kemudian ditimbang
berat nasi seluruhnya dan dihitung swelling powernya. Selain itu
juga digunakan 3 macam beras analog yaitu beras analog koro, beras
analog kacang hijau dan beras analog kacang merah. Masing-masing
sampel ditimbang 10 gram kemudian diukur volumenya. Setelah itu
ditambahkan 10 ml air hangat dan diaduk. Kemudian sampel dikukus
selama 10 menit. Penentuan swelling power dilakukan dengan
membandingkan selisih volume beras analog sebelum dan sesudah
dikukus dengan berat awal beras analog. Pada praktikum swelling
power beras biasa, dilakukan 2 shift dengan 4 sampel beras yaitu
beras merk Rojolele, beras merk Pandan Wangi, C4, dan Jatah. Pada
praktikum yang dilakukan didapatkan kadar swelling power beras
sebagai berikut, beras Rojolele 31,79% dan 13,94%, beras pandan
wangi 38,08% dan 40,549%; beras C4 39,06% dan 47,644%; serta beras
jatah 38,12% dan 47,699%. Dari hasil praktikum didapatkan swelling
power tebesar pada beras jatah dengan kadar 47,699%.dan swelling
power terkecil pada beras Rojolele dengan kadar 13,94%. Menurut
Wariyah dkk (2007). Berdasarkan kandungan amilosanya, beras (non
waxy rice) dapat dikelompokkan menjadi tiga golongan yaitu beras
dengan amilosa rendah (< 20%), amilosa sedang (20-25%) dan
amilosa tinggi (> 25%). Semakin lama waktu proses, maka semakin
banyak amilosa yang tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa
tersebut mengakibatkan kenaikan swelling power. Menurut Aliawati
(2003) Beras yang berkadar amilosa rendah bila dimasak akan
menghasilkan nasi yang lengket, mengkilap, tidak mengembang, dan
tetap menggumpal setelah dingin. Beras dengan kadar amilosa tinggi
akan bila dimasak nasinya tidak lengket, dapat mengembang, dan
menjadi keras jika sudah dingin. Sedangkan beras yang memiliki
kadar amilosa sedang bila dimasak memiliki tekstur nasi yang
pulen.Pada praktikum swelling power beras analog, dilakukan 2 shift
dengan 3 sampel beras yaitu beras analog koro, beras analog kacang
hijau dan beras analog kacang merah. Pada praktikum yang dilakukan
didapatkan hasil swelling power beras analog sebagai berikut, beras
analog koro 44,57% dan 18,333%; beras analog kacang hijau 33,87%
dan 34%serta beras analog kacang merah 22,24% dan 42,333%. Dari
hasil praktikum didapatkan swelling power terbesar pada beras
analog koro dengan kadar 44,57% dan swelling power terkecil pada
beras analog dengan kadar 18,333%. Menurut Kalsum dan Surfiana
(2013) semakin lama waktu proses, maka semakin banyak amilosa yang
tereduksi, sehingga penurunan jumlah amilosa tersebut mengakibatkan
kenaikan swelling power. Pati dengan kadar amilosa tinggi, dapat
menyerap dan melepaskan air lebih cepat. Selain itu memiliki daya
kembang yang lebih besar saat dimasak.Pada praktikum yang dilakukan
pada beras analog dan beras biasa, didapatkan swelling power
terbesar pada beras jatah dengan kadar 47,699% dan swelling power
terendah pada beras Rojolele dengan kadar 13,94%. Dari hasil
praktikum dapat dilihat bahwa swelling power beras analog dan beras
biasa relatif sama. Namun pada beras analog memiliki waktu
pemasakan yang lebih singkat, atau dapat dikatakan memiliki daya
serap dan daya kembang yang lebih besar atau cepat dibandingkan
dengan beras biasa.E. KesimpulanBerdasarkan praktikum Acara 1 Kadar
Amilosa Serealia, Daya Serap Air, Uji Gluten, Uji Bleaching Tepung
Terigu, dan Swelling Power Beras, didapatkan kesimpulan:1. Kadar
amilosa tertinggi terdapat pada sampel tepung terigu, yaitu sebesar
24,0650% dan kadar amilosa terendah terdapat pada sampel tepung
maizena, yaitu sebesar -0,2457%.2. Daya serap air tertinggi
terdapat pada sampel tepung terigu Segitiga Biru, yaitu sebesar 58%
dan daya serap air terendah terdapat pada sampel tepung terigu
Gunung Bromo, yaitu sebesar 46%.3. Kadar gluten tertinggi terdapat
pada sampel tepung terigu Gunung Bromo, yaitu sebesar 3,93% dan
kadar gluten terendah terdapat pada sampel tepung terigu Segitiga
Biru, yaitu sebesar 2,91%.4. Pada uji bleaching sampel yang paling
putih adalah tepung terigu merk Cakra dan yang paling keruh adalah
sampe tepung terigu Gunung Bromo.5. Swelling power tertinggi
terdapat pada sampel beras jatah, yaitu sebesar 47,699% dan
sweeling power terendah terdapat pada sampel beras Rojo Lele, yaitu
sebesar 13,94%.
DAFTAR PUSTAKA
Aliawati, Gusnimar. 2003. Teknik Analisis Kadar Amilosa dalam
Beras. Buletin Teknik Pertanian Vol. 8. Nomor 2: 82-84.Akbar,
Andhika. 2012. Optimasi Ekstraksi Spent Bleaching Earth Dalam
Recovery Minyak Sawit. Universitas Indonesia. Skripsi.Chendawati.
2010. Roti Modern. Gramedia. Jakarta.Fitasari, F. 2009. Pengaruh
Tingkat Penambahan Tepung Terigu terhadap Kadar Air, Kadar Protein,
Mikrostruktur, dan Mutu Organoleptik Keju Gouda Olahan. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Hasil Ternak, Agustus 2009, Hal 17-29Forwado, L.P.
dan Sari P. 2007. Meraup Untung dari Usaha Camilan. Transmedia.
Jakarta.Kalsum, Nurbani dan Surfiana. 2013. Karakteristik Dekstrin
dari Pati Ubi Kayu yang Diproduksi dengan Metode Pragelatinisasi
Parsial. Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 13 (1):
13-23.Kar, Aditi. et al. 2010. Influence of Lipid Extraction
Process on the Rheological Characteristics, Swelling Power, and
Granule Size of Rice Starches in Excess Water. Department of Food
Science. Ireland.Keawpeng. 2012. Physicochemical Properties Of
Organic and Inorganic Phatthalung Sungyod Rice. International Food
Research Journal 19 (3): 857-861.Lukman, Anita; D. Anggraini; N.
Rahmawati & N. Suhaeni. 2013. Pembuatan dan Uji Sifat
Fisiokimia Pati Beras Ketan Kampar yang Dipragelatinisasi. Jurnal
Penelitian Farmasi Indonesia 1 (2): 67-71.Lukman, Anita. 2011.
Pemanfaatan Pati Beras Ketan Pragelatinasi sebagai Matriks Tablet
Lepas Lambat Natrium Diklofenak dan Kaptopril. Program Studi
Farmasi Program Pasca Sarjana Universitas Andalas, Padang.
Makfoeld, Djarir; D. Wiseso Marserio; P. Hastuti; S. Anggrahini; S.
Raharjo; S. Sastrosuwignyo; Suhardi; S. Martoharsono; S. Hadiwiyoto
& Tranggono. 2002. Kamus Istilah Pangan dan Nutrisi. Kanisius.
Yogyakarta.Masniawati, A., Eva Johannes, Andi Ilham Latunra, &
Novita Paelongan. 2014. Karakterisasi Sifat Fisiokimia Beras Merah
Pada Beberapa Sentra Produksi Beras Di Sulawesi Selatan. Artikel
LITBANG No.10.Mayashopha, A. Y., Fitria H., dan Aji S. 2015.
Application of Transglutaminase Enzyme on Food Product: A Review.
Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 3 No 3 p.1145-1151Munarso,
Muchtadi dan Syarief. 2004. Perubahan Sifat Fisikokimia Dan
Fungsional Tepung Beras Akibat Proses Modifikasi Ikat-Silang.
J.Pascapanen 1(1) 2004: 22-28Murtini, Susanto dan Ratih. 2005.
Karakterisasi Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Tepung Gandum Lokal
Varietas Selayar, Nias dan Dewata. Jurnal Teknologi Pertanian, Vol.
6 No. 1 (April 2005) 57-65Oktavia, Astrid Devita; N. Idiawati &
L. Destianti. 2013. Studi Awal Pemisahan Amilosa dan Amil dan
Amilopektin Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas Lam) Dengan Variasi
Konsentrasi n-Butanol. JKK Vol 2 (3): 153-156.Pratama, Israzul Aji
& F. C. Nisa. 2014. Formulasi Mie Kering Dengan Substitusi
Tepung Kimpul (Xanthosoma sagittifolium) dan Penambahan Tepung
Kacang Hijau (Phaseolus radiatus L.). Jurnal Pangan dan
Agroindustri 2 (4): 101-112.Richana, Nur & Suarni. 2012.
Teknologi Pengolahan Jagung. Jurnal Penelitian dan Pengembangan 2
(1): 386- 409.Safriani, Moulana dan Ferizal. 2013. Pemanfaatan
Pasta Sukun (Artocarpus altilis) pada Pembuatan Mi Kering. Jurnal
Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia Vol. (5) No.2,
2013.Sayaslan, Abdulvahid. 2010. Properties of Starch and Vital
Gluten Isolated from Wheat Flour by Three Different Wet-Milling
Methods. Journal of Applied Biological Sciences 4 (2): 57-62, 2010
ISSN: 1307-1130, E-ISSN: 2146-0108.Septorini, Ragil. 2008.
Perbedaan Kadar Glukosa pada Onggok yang Dihidrolisis dengan Asam
Klorida, Asam Sulfat dan Asam Oksalat. Karya Tulis Ilmiah Program
Studi DIII Analisis Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Semarang.Singgih, Widian Dharma & Harijono. 2015. Pengaruh
Subtitusi Proporsi Tepung Beras Ketan dengan Kentang ada Pembuatan
Wingko Kentang. Jurnal Pangan dan Agroindustri 3 (4):
1573-1583.Wariyah, C., Chairil Anwar, Mary A., dan Supriyadi. 2007.
Kinetics of Water Absorption in Rice. AGRITECH, Vol. 27, No. 3
September 2007.Wijana, nurika dan Habibah. 2009. Analisis Kelayakan
Kualitas Tapioka Berbahan Baku Gaplek (Pengaruh Asal Gaplek dan
Kadar Kaporit yang Digunakan). Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 10
No. 2 (Agustus 2009) 97 105Yuwono, Sudarminto Setyo; K. Febianto
& N. S. Dewi. 2013. Pembuatan Beras Tiruan Berbasis Modified
Cassava Flour (MOCAF): Kajian Proporsi Mocaf : Tepung Beras dan
Penambahan Tepung Porang. Jurnal Teknologi Pertanian 14 (3):
175-182.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Kadar Amilosa y= 0,22675x 0,0091-0,0015= 0,22675x 0,0091x=
-0,0578 mg y= 0,22675x 0,00910,008= 0,22675x 0,0091x= 0,0437 mg y=
0,22675x 0,00910,012= 0,22675x 0,0091x= 0,0613 mg % Amilosa= = `=
-0,2490% % Amilosa= = `= -0,1242% % Amilosa= = `= -0,1057%2. Daya
Serap Air % = == 55.6 %3. Uji Gluten Tepung TeriguKadar Gluten (%)=
==2,24%
4. Swelling power BerasSwelling power=== 34%
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1.1.1 Pemasukan sampelGambar 1.1.2 Pemvortexan sampel
Gambar 1.1.3 Pendinginan sampelGambar 1.1.4 Sampel setelah
pengenceran
Gambar 1.2 Pengulenan AdonanGambar 1.3.1. Gluten Basah Tepung
Gunung Bromo
Gambar 1.4 Bleaching pada Tepung TeriguGambar 1.5 Beras Analog
Kacang Hijau