Top Banner
RINGKASAN DISERTASI MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN VEGETASI BERDASARKAN SEDIMEN BACKSHORE ESTUARI JENEBERANG MAKASSAR COASTAL MORPHODYNAMIC AND VEGETATION DISTRIBUTION PROSPECT BASED ON BACKSHORE SEDIMENT JENEBERANG ESTUARY MAKASSAR ROHAYA LANGKOKE PROGRAM PASCASARJANA
106
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Abstak

RINGKASAN DISERTASI

MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN

VEGETASI BERDASARKAN SEDIMEN BACKSHORE

ESTUARI JENEBERANG MAKASSAR

COASTAL MORPHODYNAMIC AND VEGETATION DISTRIBUTION

PROSPECT BASED ON BACKSHORE SEDIMENT

JENEBERANG ESTUARY MAKASSAR

ROHAYA LANGKOKE

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2011

PRAKATA

Page 2: Abstak

Bismillahirahmanirohim

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi Allah SWT yang

atas kehendak-NYA hingga penulisan disertasi dapat diselesaikan dengan

baik. Judul penelitian adalah “Morfodinamika Pantai dan Prospek Sebaran

Vegetasi Berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang

Makassar”.

Gagasan yang melatari judul penelitian tersebut, didasarkan pada

kawasan pantai yang terus mengalami perubahan secara fisik, baik alami

maupun yang sporadik akibat aktivitas pembangunan di kawasan pantai.

Berdasarkan prinsip sedimentologi dengan konsep modern yang menyatakan

bahwa Present is the key to the Past dan selanjutnya mengajukan konsep

bagaimana melihat kedepan dengan menyatakan bahwa Present is the key to

the Future.

Penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik, atas arahan

dan bimbingan yang tulus ikhlas dari Tim Komisi Penasehat dan Penguji,

serta keterlibatan berbagai pihak yang telah ikut serta mendukung penulis.

Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan

banyak terima kasih kepada:

- Prof.Dr.Ir. Muslimin Mustafa, M.Sc, sebagai Promotor, Prof. Dr.

D.A.Suriamihardja, M.Eng, sebagai Ko-Promotor, dan Dr.Ir.D. Agnes

Rampisela, M.Sc., sebagai Ko-Promotor, atas bimbingan dan arahan mulai

dari pembuatan proposal hingga penyusunan disertasi ini.

- Dr. Eng.Lukijanto, Prof.Dr.rer.nat Ir.A.M.Imran, Dr.Mahatma,S.T.,M.T, dan

Dr. Magdalena Litaay, sebagai tim penguji yang telah meluangkan waktu

dan memberikan arahan demi kesempurnaan penulisan disertasi ini.

- Ir.Budi Rochmanto,M.Sc, sebagai Ketua Tim Penelitian Pantai pada

Proyek LBE JICA dan Fakultas Teknik Unhas, yang telah memberikan

arahan dalam perencanaan survei geologi dan geolistrik di lapangan.

- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementeriaan Pendidikan Nasional

yang telah membantu pembiayaan dana pendidikan BPPS selama

pendidikan.

Page 3: Abstak

3

- Direktur Pascasarjana berserta seluruh stafnya yang telah memberikan

bantuannya.

- Rektor Unhas dan Dekan Fakultas Teknik Unhas, yang telah memberikan

kesempatan untuk melanjutkan Pendidikan Program Doktor pada Program

Doktor (S3) Pascasarjana Universitas Hasanuddin.

- Prof. Ir.M.Saleh Ali, M.Sc.,Ph.D, sebagai Ketua Program Ilmu-Ilmu

Pertanian dan Bapak/Ibu Dosen atas bantuannya selama perkuliahan.

- Ketua Jurusan Teknik Geologi dan teman-tema dosen dan staf jurusan

atas bantuan, motivasi dan kerjasamanya.

- Rekan-rekan seangkatan tahun 2008 atas kerjasamanya melewati proses

perkuliahan.

- Ir.Zulfan Rahim, M.Si dan Ir. Sugianto yang telah memberikan dukungan

fasilitas peralatan dalam pelaksanaan survei.

- Orangtuaku tercinta; Let.Kol.Pol. Drs. H.Langkoke (almarhum) dan

Hj.Saleha Dg. Ngasseng (almarhumah) atas limpahan doa dan restu buat

ananda.

- Suamiku terkasih Budi Rochmanto dan anakku sayang Nilam Budi

Wulandari, terima kasih atas doa, kasih sayang, dan keikhlasannya.

- Terima kasih kepada Abdillah, Nirwani, Khaeriah Said sebagai tim kerja

Laboratorium geokomputasi yang setia mendampingi penulis dan kepada

semua pihak yang telah memberikan bantuan moriIl dan materiIl dalam

rangka melaksanakan penelitian hingga penyusunan disertasi.

Akhirnya semoga Allah meridhohi tulisan ini, memuliakan orang yang berilmu

dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu, keselamatan bagi manusia, dan

khususnya menjadi berkah bagi penulis sendiri.

Makassar, 11 Juni 2011

Rohaya Langkoke

Page 4: Abstak

4

Telah tampak kerusakan di darat dan di lautdisebabkan oleh perbuatan tangan manusia,supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(Q.S. Al-Rum (30) : 41)

Page 5: Abstak

5

Tim Komisi Penasehat

1. Prof. Dr. Ir. Muslimin Mustafa, M.Sc. Promotor2. Prof. Dr. D. A. Suriamihardja, M.Eng. Ko - Promotor3. Dr. Ir. D. Agnes Rampisela, M.Sc. Ko - Promotor

Tim Penguji

4. Dr. Eng. Lukijanto Eksternal - BPTT5. Prof. Dr.rer.nat. Ir. A.M. Imran Internal - UNHAS6. Dr. Mahatma, S.T., M.T. Internal - UNHAS7. Dr. Magdalena Litaay Internal - UNHAS

Seminar Proposal Disertasi : 29 September 2010

Seminar Hasil Disertasi : 11 Maret 2011

Ujian Pra-promosi : 13 April 2011

Promosi : Juni 2011

Page 6: Abstak

6

ABSTRAK

ROHAYA LANGKOKE. Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi Berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang (dibimbing oleh Muslimin Mustafa, D.A. Suriamiahardja, dan Agnes Rampisela).

Tujuan Penelitian adalah untuk 1) menentukan zona pemanfaatan lahan Pantai Estuari Jeneberang berdasarkan sedimen backshore, 2) menjelaskan proses-proses morfodinamika garis tepi dan hamparan Estuari Jeneberang, 3) menjelaskan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan air laut, dan menginterpretasikan perubahan vegetasi pantai (mangrove atau non-mangrove) serta keterdapatan air tanah.

Penelitian dilaksanakan di kawasan Pantai Estuari Jeneberang khususnya pada sedimen backshore, mulai dari Pantai Barombong di selatan, hingga Pantai Tanjung Bunga di utara. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda eksplorasi geologi meliputi pemetaan garis pantai dan batimetri, hidrodinamika pantai, pemboran dangkal, dan geolistrik tahanan jenis 2D. Data sedimen yang diperoleh diolah berdasarkan geostatistik dan dianalisis dengan menggunakan konfigurasi program – program Arc-GIS versi 9.9, RES2DINV dan Google Earth-5, untuk menginterpretasi sedimen tekstur daerah penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan endapan sedimen marin, terbentuk di Pantai Barombong yang merupakan pantai sedimentasi, sedang sedimen fluvial deltaic terdapat di pantai bagian utara muara Sungai Jeneberang (Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga) dan merupakan pantai abrasi. Hasil pengamatan topografi dasar dalam 10 tahun telah terjadi penurunan dasar laut yang mencapai 2.5 m atau 25cm/tahun. Sedangkan jebakan air tanah dijumpai sebagai unconfined aquifer di Pantai Barombong dan Tanjung Bayang, dan confined aquifer di Pantai Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga. Korelasi tekstur sedimen, akifer, topografi dan hidrodinamika, maka prospek hamparan Estuari Jeneberang dibagi menjadi 4 zona geospasial yaitu; Zona Pantai Stabil di Pantai Barombong, Zona Pantai Stabil - Dinamis I Pantai Tanjung Bayang, Zona Pantai Stabil - Dinamis II di Pantai Tanjung Merdeka, dan Zona Pantai Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga.

Page 7: Abstak

7

ABSTRACT

ROHAYA LANGKOKE. Coastal Morphodynamic And Vegetation Distribution Prospects Based On Sediments Backshore Jeneberang Estuariy. (Supervised by Muslimin Mustafa,.D.A.Suriamihardja and Agnes Rampisela).

Objectives of the research are 1) to determine land use zone of Jeneberang estuarine coast based on backshore sediments, 2),to explain the processes of coastline morphodynamic of Jeneberang estuary coast, 3) to explains the process of the change of sea levels, and the changes of coastal vegetation (mangrove or non-mangrove ) as well as ground water trap.

The research is conducted at Jeneberang estuarine coast especially on the backshore sediments, from Barombong Beach in the south to the Tanjung Bunga coast in the north. Data are collected by the geological exploration methods including the coastline and bathymetry mapping, coastal hydrodynamics, shallow drilling, and geoelectric resistivity 2D. Sediment data are processed based on geostatistics and analyzed by using Arc-GIS version 9.9 programs, RES2DINV, and Google Earth-5, to interpret sediment terkstur research area.

The results showed marine sediment deposits formed on the Barombong Beach and is a sedimentation coast, while fluvial deltaic sediments found in the northern coastal of Jeneberang river mouth (Tanjung Bayang , Tanjung Merdeka and Tanjung Bunga Beachs) and the beach are abrasion coast . The basic topography observation in 10 years has been decline in sea floor that reached up to 2.5 m or 25 cm/yr. Whilethe aquifer found in Barombong Beach is unconfined ground water, and the confined aquifer on the coast of Tanjung Bunga and Tanjung Merdeka. Correlation of sediment texture, aquifer, topography and hydrodynamics, along the Estuary Jeneberang coast prospects divided into 4 zones, namely Barombong Beach Stable Zone, Stable- Dinamic I Zone in Tanjung Bayang Beach, Stable- Dinamic II Zone, in Tanjung Merdeka Beach, and Un-Stable Zone,

Page 8: Abstak

8

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pantai Makassar, merupakan kawasan pantai yang pembentukannya

dipengaruhi oleh sungai besar yang bermuara di kawasan pantai. Khususnya

pantai di bagian Barat terdapat Sungai Jeneberang sebagai salah satu sungai

besar yang bermuara ke perairan pantai ini. Pada muara Sungai Jeneberang

terbentuk delta, yang menyebabkan muara sungai ini terbagi dua yaitu muara

Utara dan muara Selatan. Diantara kedua muara ini terbentuklah pantai Estuari

Jeneberang. Kawasan pantai estuari ini terbentang dari bagian Selatan di

Pantai Barombong hingga pantai Tanjung Bunga di bagian Utara, sepanjang

kurang lebih 9 km. Sungai Jeneberang mengalirkan material sedimen dari

bagian hulunya dan mendistribusikan di perairan pantai hingga ke Selat

Makassar. Pantai Estuari Jeneberang merupakan pantai berpasir dengan

proses pantai yang dinamis. Kedinamikaan kawasan pantai berlangsung baik

secara alamiah maupun atas campur tangan manusia. Karena merupakan

salah satu sumber daya lahan dan permukaan bumi dengan ruang yang banyak

memberikan harapan bagi manusia untuk dimanfaatkan, sehingga kawasan ini

sangat rentan terhadap perubahan.

Menurut Dolan,1975, pemanfaatan lahan di kawasan pantai kebanyakan

hanya didasarkan pada bentuk morfometrinya saja, hal tersebut juga seperti

yang terjadi di pantai Estuari Jeneberang. Sehingga tidak jarang menimbulkan

permasalahan terhadap bangunan-bangunan di sepanjang pantai maupun di

hamparan delta. Rusaknya konstruksi bangunan di sepanjang pantai,

beberapa bagian bangunan telah mengalami penurunan pada lantai bangunan

(Gedung Celebes Convention Centre, Trans Studio) dan pembuatan jalan

penghubung di Spit Tanjung Bunga yang telah mengalami abrasi. Demikian

juga pada konstruksi bangunan teknik di sepanjang pantai (groin, jetties).

Sedangkan reklamasi pantai, dan penambangan pasir telah mengakibatkan

Page 9: Abstak

9

perubahan bentang lahan pantai seperti abrasi, sedimentasi, dan perubahan

pada garis pantai.

Perubahan kondisi fisik pantai secara alami dapat dicegah dengan

adanya vegetasi pantai, yang berfungsi sebagai peredam ombak, pencegah

abrasi, dan sebagai penghambat terjadinya intrusi air laut yang lebih jauh ke

arah daratan. Rusaknya vegetasi pantai khususnya tanaman mangrove

menyebabkan kondisi lingkungan biofisik mengalami perubahan, sehingga akan

terjadinya degradasi lahan (Nybakken, 1988).

Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka penelitian akan dilakukan

pada bagian pantai backshore. Dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi

geologi bawah permukaan, dengan menggunakan metode geologi dan

geofisika berdasarkan sedimen tekstur, struktur dan kandungan organiknya.

Kedinamikaan kawasan pantai dilakukan untuk mengetahui proses-proses

pantai yang pernah terjadi secara morfogenesis dan dikaitkan dengan waktu

atau secara kronologisnya. Proses-proses tersebut diinterpretasi dengan

konsep sedimentologi modern yang dimulai pada abad ke-18 dan ke-19 dengan

prinsip ‘Present is the key to the Past ‘ yang dikembangkan menjadi prinsip

‘Present Is the key to the Future’.

B. Rumusan Masalah

Telah terjadi pemanfaatan kawasan Estuari Jeneberang dalam berbagai

konsep yang secara langsung merubah biofisik lingkungan estuari. Perubahan

biofisik lingkungan telah berakibat pada instabilitas kawasan yang kurang

mendukung kegiatan pembangunan fisik serta terjadinya perubahan zonasi

vegetasi dalam kawasan pantai estuari, serta zona jebakan air tanah. Selain itu,

belum adanya dasar yang kuat untuk dijadikan acuan dalam pengelolaan dan

pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pantai Estuari Jeneberang, maka

untuk mengembangkan kawasan ini tidak semata-mata ditetapkan oleh

keinginan manusia saja, akan tetapi sangat tergantung pada proses tepian

pantai dan komponen penyusunnya, termasuk material sedimen, kondisi air

tanah dan sebaran vegetasinya, sehingga permasalahan pokok yang muncul

adalah:

Page 10: Abstak

10

1. Terjadinya pengikisan pantai oleh adanya proses-proses abrasi.

2. Terjadinya proses pengendapan sedimen pantai yang ditunjukkan oleh

variasi lapisan sedimen secara vertikal.

3. Morfodinamika pantai yang mempengaruhi sebaran vegetasi dan

keterdapatan jebakan air tanah.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan zonasi pemanfaatan

lahan pantai Estuari Jeneberang berdasarkan;

1. Menjelaskan proses-proses morfodinamika, garis tepi, dan hamparan pantai

Estuari Jeneberang

2. Menjelaskan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan dasar perairan

pantai.

3. Menunjukkan perubahan vegetasi pantai selama kurun waktu 100 tahun dan

keterdapatan jebakan air tanah.

D. Hipotesis

1. Jenis tekstur sedimen dapat menjadi indikator proses abrasi dan

sedimentasi

2. Model endapan sedimen dijadikan sebagai indikator perubahan garis pantai

dari waktu ke waktu.

3. Jenis tekstur sedimen dan model endapan sedimen pada seluruh arah

secara lateral dan vertikal, dapat menjadi indikator vegetasi pantai dan

jebakan air tanah pada kawasan estuari.

E. Kegunaan Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian pantai Estuari Jeneberang,

berdasarkan Sedimen Backshore, adalah sebagai berikut;

1. Bermanfaat sebagai acuan dalam mengeksploitasi/ mengelola kawasan

pantai Kota Makassar terutama dalam rekayasa teknik pantai berdasarkan

informasi geologi.

2. Sebagai acuan dalam mendiskripsi arah pengembangan data backshore,

dengan mempertimbangkan morfogenesa dan morfokrologinya.

Page 11: Abstak

11

3. Sebagai acuan dalam menentukan zona vegetasi pantai/marin berdasarkan

karakteristik sedimen dan proses-proses di Pantai Estuari Jeneberang.

4. Menentukan zonasi pemanfaatan lahan berdasarkan sedimen backshore

Page 12: Abstak

ASAL SEDIMEN

Kandungan Organik

Sifat Fisika

SEDIMEN BACKSHORE

Komposisi Mineral

Sifat Biologi

Sifat Kimia

Struktur

Tekstur

Komposisi

TUJUAN PENELITIAN

Menjelaskan proses -proses morfodinamika garis tepi dan hamparan pantai Estuari JeneberangMenjelasakan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan dasar perairan pantai

Menunjukkan perubahan vegetasi pantai selama 100 tahundan keterdapatan jebakan air tanah.

keterdapatan jebakan air tanah

LATAR BELAKANG Kedinamikaan wilayah pesisir pantai dan delta Perubahan garis pantai yang cepat Perubahan fungsi lahan

RUMUSAN MASALAH

Pemanfaatan lahan pantai yang sangat intensif ( sifatnya morfometri) tanpa memperhatikan daya dukung lahan ( morfogenesa dan morfokronologi lahan) Kerusakan konstruksi bangunan

DARAT LAUT PANTAI

MORFODINAMIKA PANTAI

12

Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Morfodinamika Pantai dan Prospek Sebaran Vegetasi berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang

Page 13: Abstak

13

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kondisi Daerah Penelitian

1. Dasar Penamaan

Pantai bagian Barat Kota Makassar terbentuk di antara 2 (dua) muara

Sungai Jeneberang. Daratan di antara 2 (dua) muara ini disebut Estuari, yang

dikenal sebagai Pantai Estuari Jeneberang. Pada awalnya kawasan pantai

estuari ini terbagi menjadi Pantai Panakukang, Bayang, dan Tanjung Alang.

Seiring dengan perkembangan pembangunan di area ini, maka pantai Tanjung

Alang terbagi menjadi 2 (dua) bagian; menjadi Pantai Tanjung Merdeka dan

Pantai Tanjung Bunga. Selanjutnya Pantai Panakukang berubah nama menjadi

pantai Barombong, sehingga sampai sekarang area pantai terbagi menjadi

Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka, dan

Pantai Tanjung Bunga. Seiring dengan perkembangan kawasan rekreasi pantai

di area ini, maka Pantai Tanjung Bunga dan Pantai Tanjung Merdeka lebih

dikenal dengan dinamakan Pantai Akkarena. Tempat tersebut, dijadikan

tempat rekreasi pantai dan dikelolah oleh swasta. Sedang Pantai Tanjung

Bayang dikelolah oleh masyarakat sebagai tempat rekreasi pantai.

Penamaan segmen pantai berdasarkan hasil penelitian sel sedimentasi

didasarkan pada stabilitas pantai di kawasan sekitar muara Sungai Jeneberang

(Langkoke, 2006), dibagi menjadi 4 (empat) sel/segmen. Segmen pantai yaitu;

Pantai Barombong di bagian Selatan, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung

Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga, di bagian Utara. Sedangkan penamaan

segmen pantai berdasarkan biofisik di kawasan pantai Estuari Jeneberang,

yang mengcakup wilayah administrasi Kecamatan Mariso dan Tamalate,

dikemukakan oleh Nurfaidah, 2009. Pantai Barombong, Pantai Tanjung

Bayang, Pantai Tanjung Merdeka termasuk wilayah Kecamatan Tamalate.

Pantai Tanjung Bunga termasuk dalam wilayah Kecamatan Mariso.

2. Kondisi Pantai Estuari Jeneberang

Mintakat pantai merupakan tempat berinteraksinya daratan,lautan dan

udara, menjadikan pantai merupakan suatu area yang sangat dinamik

(Triatmodjo,1990). Kedinamikaan pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang

Page 14: Abstak

14

telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Hasil penelitian yang

dilakukan oleh de Klerk, 1983 vide Rochmanto,1996 telah menunjukkan

perubahan di kawasan estuari.

Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar di Sulawesi

Selatan yang mengalir dari Gunung Bawakaraeng (2760 m) hingga ke Selat

Makassar dan bermuara di perairan pantai. Menurut CTI Engineering

Co.Ltd,1978, hasil penelitian terhadap jumlah sedimen yang disuplai oleh

Sungai Jeneberang dan dimuntahkan ke perairan pantai melalui dua muara

sungai, yaitu muara Utara dan muara Selatan. Sekitar 60%, suplai sedimen

berjumlah 600.000 m3 dimuntahkan di muara Utara, sedangkan 40%, suplai

sedimen yang berjumlah 400.000 m3 dimuntahkan di muara Selatan. Sedimen

kemudian didistribusikan oleh ombak, dan arus susur pantai sehingga terbentuk

spit di bagian Utara yang dikenal sebagai Spit Tanjung Bunga.

Sejak penggenangan Dam Bili-Bil pada tahun 1999, yang berlokasi di

Bili-bili sekitar 20 Km dari muara Sungai Jeneberang, suplai sedimen dari

sungai ini menurun hingga 75% (CTI Enggineering Co.Ltd. vide Suriamihardja,

2005). Penggenangan Dam Bili-bili di ikuti dengan penutupan muara Utara

Sungai Jeneberang. Akibat penutupan ini menyebabkan suplai sedimen ke

bagian Utara spit berkurang yang menyebabkan terjadinya proses abrasi yang

besar di kawasan ini. Proses abrasi ini menyebabkan kerusakan bangunan

marcusuar di area ini dan berkurangnya luas lahan hingga 25,07 Ha/tahun

(Suriamihardja, 2005). Selanjutnya hingga awal abad ke - 21 ini pantai terus

mengalami perubahan dengan terjadinya abrasi di sepanjang pantai. Hasil

penelitian distribusi sedimen yang dikorelasikan dengan kelerengan pantai

memperlihatkan kondisi pantai abrasi terutama pantai di bagian Utara.

(Langkoke, 2006).

Kedinamikaan pantai yang sangat signifikan terjadi tiga tahun terakhir ini.

Kondisi tersebut dapat dilihat di pantai bagian Utara yang mengalami abrasi,

sementara di segmen pantai lainnya dilakukan penimbunan dan kegiatan

pembangunan fisik (pembuatan jalan, tanggul pantai). Jika pengelolaan

dilakukan tidak bijaksana akan menimbulkan perubahan-perubahan di

sepanjang pantai. Morfodinamika yang teramati secara visual seperti terjadi

Page 15: Abstak

15

abrasi, sedimentasi, perubahan garis pantai, perubahan alih fungsi lahan,

perubahan bentuk morfologi pantai, serta degradasi lahan, tentunya akan

berdampak pada kualitas lahan dan lingkungan biofisiknya.

3. Topografi Dasar Perairan Pantai

Perairan pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang Makassar telah

diukur beberapa kali untuk mengetahui topografi dasarnya. Pengukuran

tersebut dilakukan untuk mengetahui dinamika topografinya. Pengukuran

topografi dasar perairan yang telah dilakukan di antaranya oleh Rochmanto et

al (1996). Hasil pengukuran pada tahun 1995 setelah pembuatan jettis di

muara Selatan, menunjukkan terbentuknya endapan sedimen di depan muara

Selatan yang terdistribusi ke arah Utara hingga di Pantai Tanjung Bayang.

Topografi dasar perairan landai hingga kedalaman 5 m. Pola kontur masih

memperlihatkan semburan material sedimen sungai yang dimuntahkan di

depan muara Selatan yang berarah Barat Laut. Semakin ke arah laut terlihat

pola kontur rapat, lurus dan relatif seragam pada kedalaman antara 5 - 10 m,

kemudian melandai pada kontur 10-15 m dan terdapat gumuk pasir (bar),

yang selanjutnya melandai hingga kedalaman 20 m. Sedangkan pola kontur

secara keseluruhan menunjukkan pola yang seragam, memiliki kontur rapat

dan lurus, hingga kedalaman 20 m dan semakin ke arah laut kontur terlihat

renggang dan kemiringan makin landai. Sedangkan hasil pengukuran tahun

2009 setelah penutupan muara Utara Sungai Jeneberang dan beroperasinya

Bendungan Serba Guna Bili – Bili, dan banyaknya konstruksi teknik di

sepanjang pantai, telah menunjukkan perubahan pada dasar perairannya,

dengan pola kontur umumnya mengikuti garis pantai. Topografi dasar di depan

muara Selatan menunjukkan pola kontur yang mengikuti semburan material

sedimen ke arah Barat Laut dan terbentuk endapan yang berteras dengan pola

dinamika sedimentasi ke arah Utara pada kedalaman hingga 10 m. Kontur di

sepanjang pantai relatif lebih rapat hingga mencapai kedalaman antara 2 m

hingga 5 m.Hingga pengukuran, Langkoke, Herman (2009) dengan

menggunakan GPS-Map Garmin Tipe 289 C Sounder, menghasilkan

perubahan topografi perairan yang sangat besar.

Page 16: Abstak

16

4. Morfodinamika Garis Pantai

Morfologi garis pantai selalu mengalami perubahan, baik secara alami,

maupun karena intervensi manusia. Perubahan tersebut terkait dengan bentuk

morfologi garis pantai. Demikian juga halnya dengan garis pantai di sekitar

muara Sungai Jeneberang. Bentuk morfologi garis pantai di kawasan ini terbagi

menjadi pantai Lurus, Cuspate, dan Spit.

Pantai Lurus, sejak awal pembentukan pantai menempati Pantai

Barombong dan Pantai Tanjung Merdeka. Pantai Cuspate awalnya menempati

daerah pantai Tanjung Bayang dan terus mengalami perubahan bentuk yang

cenderung menjadi lurus. Sedangkan bentuk Spit berkembang di depan muara

Sungai Jeneberang, membentuk pola endapan yang sejajar pantai. Hal tersebut

dikarenakan adanya longshore drift dari arah Selatan yang mengangkut

sedimen sejajar garis pantai (longshore sediment transport) yang dipengaruhi

oleh pola arus pasang surut. Kemudian membentuk endapan Spit di Pantai

Tanjung Bunga. Beberapa pengukuran garis pantai Estuari Jeneberang yang

pernah dilakukan telah menunjukkan perubahan bentuk morfologi pantai,

sehingg juga mengakibatkan perubahan pada panjang garis pantai.

Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pengukuran garis pantai

dengan interval waktu tiga tahun oleh Langkoke, 2006, 2009, terlihat jelas

perubahan pada bentuk morfologi garis pantai di Pantai Tanjung Bayang di

Utara bagian kanan jetti dan Pantai Tanjung Bunga di bagian Utara. Pantai ini

mengalami proses abrasi yang cukup aktif. Selain diakibatkan penutupan

muara Utara Sungai Jeneberang, juga terdapatnya konstruksi bangunan teknik

di sepanjang garis pantai.

5. Geologi Kuarter Daerah Penelitian

Menurut Bahri dan Basri (1996) dalam Peta Geologi Kuarter Lembar

Sungguminasa Sulawesi Selatan, daerah penelitian (lihat Gambar 4) tersusun

atas : Endapan pasir pantai dan pematang pantai (B), Endapan pasir pantai dan

pematang pantai di atas endapan laut dangkal (BM), Endapan pasir pantai dan

pematang pantai di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai di atas

endapan laut dangkal (FBM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan

Page 17: Abstak

17

sungai (FC), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan sungai di atas

endapan laut dangkal (FCM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan

sungai di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai, di atas endapan

rawa bakau di atas endapan laut dangkal (FCM), Endapan dataran limpah

banjir di atas endapan laut dangkal (FM), Endapan dataran limpah banjir di atas

endapan kipas alluvial di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai di

atas endapan laut dangkal (FVBM).

Gambar 2. Peta Geologi Kuarter daerah penelitian Lembar Sungguminasa Sulawesi Selatan pada kondisi topografi pantai tahun 1924. (Bahri dan Basri,1996).

Page 18: Abstak

18

6. Potensi Air Tanah

Potensi sumber daya air tanah bebas/dangkal berkisar pada kedudukan

dari 0 sampai 22 m dari permukaan laut. Muka air tanah berkisar dari 0,15 m

sampai 0,75 m dengan jenis lapisan akifer berupa pasir halus, pasir lempung.

Untuk porositas berkisar 30 % sampai 55 %. Ketersediaan air tanah setiap

tahunnya akan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya

pertumbuhan penduduk, sektor industri. Pada beberapa Kecamatan hampir

setiap tahunnya mengalami keterbatasan air.

Hasil pendugaan geolistrik di Pantai Barombong menunjukkan air tanah

dengan kualitas baik berada pada kedalaman antara 150 – 200 meter. Lapisan

pembawa air tanah tersebut adalah pasir. (Kanwil Deptamben, 2005). Menurut

Taufik, 2010 dengan uji klorida di Pantai Tanjung Bayang, didapatkan nilai 239

mg/l - 1719 mg/l atau 0.329 ppt – 1,719 ppt yang mengindikasikan intrusi

rendah – sedang. Hasil penelitian Bunga, 1996; uji klorida dengan nilai 200 mg/l

dekat pantai di kawasan pesisir pantai sudah menunjukkan indikasi intrusi air

laut. Sedangkan hasil penelitian berdasarkan electrical conductivity kawasan

pantai dikelompokkan kedalam zona tidak ada intrusi air laut. (Imran dkk, 2009).

B. Morfologi Pantai

Pantai adalah suatu wilayah yang selalu mengalami perubahan, baik

perubahan yang terjadi setiap hari, mingguan, bulanan, tahunan atau bahkan

perubahan yang terjadi jutaan tahun. Tidak semua perubahan yang terjadi di

wilayah pantai dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya hasil dari proses

perubahan tersebut yang bisa diamati dan dirasakan oleh manusia. Perubahan

pada wilayah pantai sangat tergantung pada proses yang dominan yang terjadi

di wilayah pantai (Triatmodjo, 1999). Perubahan garis pantai terutama

disebabkan oleh angkutan sedimen sepanjang pantai, yang dapat mengangkut

sedimen sampai jauh (Triatmodjo,1999). Gelombang badai yang terjadi dalam

waktu singkat dapat menyebabkan terjadinya erosi pantai, selanjutnya

gelombang biasa yang terjadi sehari-hari akan membentuk kembali pantai

yang sebelumnya tererosi (pantai kembali stabil) (Komar, 1998,

Triatmodjo,1999).

Page 19: Abstak

19

Silvester dan Hsu (1993), mendefinisikan pesisir adalah zona di tepi pantai atau

daratan yang masih mendapat pengaruh dari laut seperti pasang surut dan

angin laut. Sedangkan berdasarkan penampang bagian-bagian pantai, maka

pantai adalah daerah ditepi perairan diantara pasang air laut tertinggi dan surut

terendah. Menurut Komar (1998), jika angkutan sedimen pada pantai oleh arus

susur pantai dan angkutan sedimennya sangat aktif, maka akan terbentuk

morfologi pantai antara lain: lidah pasir, laguna, endapan di depan teluk, dan

tombolo. Lidah pasir (spit) merupakan endapan pasir yang memanjang dan

sejajar garis pantai, dan biasanya menutupi teluk, sehingga membentuk laut

yang terkungkung yang disebut laguna (lagoon). Pada pantai - pantai yang

landai, sering dijumpai pulau-pulau di depan pantai yang sejajar dengan garis

pantai yang disebut pulau penghalang (barrier islands). Pulau-pulau ini akan

membentuk laguna yang airnya tenang, sehingga memungkinkan

terendapkannya material sedimen yang berbutir halus.

Pantai juga dapat dikatakan sebagai bagian dari daratan yang

dipengaruhi oleh fluktuasi pasang tertinggi dan surut terendah, dengan

kedinamikaannya oleh proses asal marin maupun asal kontinen/daratan dan

akan memberikan bentuk morfologi pantai yang khas dari suatu wilayah.

Kondisi wilayah pesisir pantai tersebut ditunjukkan oleh proses-proses geologi

yang berlangsung dalam pembentukannya, demikian juga terhadap kondisi

biofisik suatu kawasan pesisir pantai.

Kawasan pesisir pantai merupakan suatu sistem yang kompleks, tempat

terjadinya interaksi berbagai proses biofisik, sosial, budaya, ekonomi,

Gambar 3. Penampang pantai dan bagian-bagian pantai.

Sumber: Silvester and Hsu, 1993.

Page 20: Abstak

20

administrasi, dan pemerintahan. Faktor-faktor biofisik pada kawasan pesisir

pantai dicirikan oleh adanya perbedaan topografi, misalnya perbedaan

ketinggian, jenis air (asin-payau-tawar), tipe pasang surut, dan jenis litologi. Di

wilayah ini, khususnya pada pantai berpasir kadang ditemukan bukit pasir (sand

dunes) dan jenis tumbuhan asli (indigenous). Kebanyakan dari jenis-jenis

tumbuhan yang bersifat endemik (Sjaifuddin, 2007). Selain itu, kawasan pesisir

pantai juga mempunyai nilai penting terhadap aspek sosial ekonomi. Berbagai

aktivitas ekonomi penting seperti permukiman, industri, pertanian, dan

pariwisata yang terkonsentrasi di wilayah pesisir memberikan dampak pada

peningkatan kepadatan penduduk secara nyata (Tol et al.,1996; Joseph &

Balchand, 2000 dalam Nurfaidah, 2009).

C. Sedimen Pantai

Sedimen pantai adalah material sedimen yang diendapkan di pantai.

Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang

dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai.

Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting didalam mempelajari proses erosi

dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir

sedimen, resistenitas atau ketahanan terhadap erosi, dan sebagainya. Di

antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling

penting. Berdasarkan ukuran butirnya, sedimen pantai dapat berkisar dari

sedimen berukuran butir lempung sampai gravel.

1. Sifat-sifat Sedimen Pantai

Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari

daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke

daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting didalam mempelajari

proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut antara lain; ukuran partikel

dan distribusi butir sedimen, bentuk butir sedimen, tahanan terhadap erosi, dan

sebagainya. Di antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah

yang paling penting. Ukuran butir sedimen menurut Klasifikasi Went Worth,

1934 dalam Boggs, 2001. Berdasarkan pada sedimen penyusunnya juga

mencerminkan tingkat energi (gelombang dan atau arus) yang ada di

Page 21: Abstak

21

lingkungan pantai tersebut. Pantai gravel mencerminkan pantai dengan energi

tinggi, sedang pantai lumpur mencerminkan lingkungan berenergi rendah atau

sangat rendah. Pantai pasir menggambarkan kondisi energi menengah. Di

Pulau Jawa, pantai berenergi tinggi umumnya dijumpai di kawasan pantai

selatan yang menghadap ke Samudera Hindia, sedang pantai berenergi rendah

umumnya di kawasan pantai Utara yang menghadap ke Laut Jawa. Demikian

juga pantai Estuari Jeneberang di kawasan pantai barat Kota Makassar yang

berhadapan dengan Selat Makassar.

Pola sebaran sedimen ditentukan oleh faktor fluvial dan faktor marin.

Faktor fluvial meliputi debit sungai, arus sungai, konfigurasi dasar sungai, dan

sedimen sungai. Pola akumulasi sedimen delta yang didominasi oleh energi

pasang surut akan terbentuk gosong pasir yang menyebar di depan muara

sungai (Davis, 1984).

2. Angkutan Sedimen

Angkutan sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang

disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya, gerakan tersebut

disebabkan oleh proses abrasi dan erosi juga pengendapan lumpur di muara

sungai. Transport sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi: Transport

sedimen menuju dan meninggalkan pantai (Cross-Shore sediment transport)

dan Transport sedimen sepanjang pantai (Long-Shore sediment transport).

Karakteristik sedimentasi di perairan pesisir terjadi perlahan dan

berlangsung menerus selama suplai muatan sedimen yang tinggi, terus

berlangsung. Perubahan laju sedimentasi dapat terjadi bila terjadi perubahan

kondisi lingkungan fisik di daerah aliran sungai. Terkait hal tersebut, seperti

pembukaan lahan yang akan meningkatkan erosi permukaan, dapat

meningkatkan laju sedimentasi. Proses sedimentasi yang berlangsung perlahan

dan terus menerus selama suplai muatan sedimen yang banyak dari daratan

masih terus terjadi. Sebaliknya proses sedimentasi berhenti atau berubah

menjadi erosi bila suplai sedimen berkurang karena pembangunan dam atau

pengalihan alur sungai, (Triantmodjo,1999).

D. Sedimen Backshore

Page 22: Abstak

22

Backshore merupakan bagian dari topografi pantai yang terletak diantara batas

pasang air laut tertinggi ke arah daratan hingga ke puncak pematang pantai

(berm crest) (Dillenburg, 2000, Saito,1997, Udo.K, 2010). Sedimentasi yang

membentuk endapan sedimen backshore terbentuk apabila terjadi kenaikan

muka air laut atau terjadi gelombang badai. Artinya lingkungan tepi pantai

bagian belakang (backshore) akan berubah jika terjadi gelombang badai

dengan enerji yang cukup tinggi. Endapan ini berdasarkan ururtan

pengendapannya terbentuk di atas endapan foreshore dengan kontak sedimen

yang bergradasi. Gradasi sedimen tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan

ukuran butir yang tersusun secara berurutan dari bawah ke atas. Urutan

endapan sedimen tersebut dapat bergradasi menghalus atau mengkasar ke

arah atas, tergangtung oleh enerji oseanografi yang membentuknya.

Endapan sedimen backshore dicirikan oleh struktur laminasi sejajar, struktur

gelembur gelombang, sisa-sisa tumbuhan, dan konsentrasi mineral berat.

(Trenhaile,1996; Saito,1997). Pada endapan sedimen backshore juga dicirikan

oleh sisa-sisa tumbuhan seperti akar-akar tumbuhan. Hal tersebut

menunjukkan zona ini tidak selalu tergenang oleh air. Sedangkan ciri sedimen

backshore dijumpainya konsentrasi mineral berat.

Konsentrasi mineral berat ini juga menunjukkan adanya proses abrasi di pantai.

Proses pantai abrasi ini selalu mendapat perhatian serius karena akibat yang

ditimbulkannya lebih bersifat merugikan manusia di area tersebut. Meskipun

proses erosi sangat mudah diketahui, tetapi penyebab terjadinya proses ini

masih mengundang perdebatan. Tomazelli dan Villwock (1989) vide Dillenburg,

2000 mengatakan bahwa penyebab utama terjadinya erosi pantai adalah

kenaikan muka air laut. Tetapi kebanyakan orang menyatakan bahwa

penyebab terjadi proses erosi adalah adanya keseimbangan negatif pada

sedimen bajet.

E. Lingkungan Pengemdapan Fluvio-Deltaik

Sistem Fluvial, Fluvial merupakan hasil aktivitas aliran sungai. Terdapat

empat macam sungai yaitu straight, anastomosing, meandering dan braided.

Page 23: Abstak

23

Sungai anastomosing dipisahkan oleh pulau alluvial permanen, yang ditutupi

tumbuhan yang lebat yang distabilisasi oleh bank (tebing) sungai. 

Braided stream (sungai teranyan) juga naik dengan cepat, fluktuasi cepat pada

pemberhentian sungai, kecepatan tinggi dari pasokan sedimen kasar, dan

mudah tererosi. Klasifikasi sistem fluvial seperti yang dikemukan oleh Makaske

(1998).

Sistem Delta, Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk

oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan

pasokan sedimen lebih besar daripada kemampuan pendistribusian kembali

oleh proses yang ada pada cekungan pengendapan (Strom et al, 2005; Elliot,

1986 dalam Allen, 1997). Menurut Boggs (1987), delta diartikan sebagai suatu

endapan yang terbentuk oleh proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh

air yang tenang. Dataran delta menunjukkandaerah di belakang garis pantai

dan dataran delta bagian atas didominasi oleh proses sungai dan dapat

dibedakan dengan dataran delta bagian bawah yang didominasi oleh pengaruh

laut, terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai

material sedimentasi dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem

fluvial tersebut bertemu dengan laut, perubahan arah arus yang menyebabkan

penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan yang cepat terhadap

material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan

dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas

dan dapat dikenali pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum

terdiri dari; delta plain, delta front dan prodelta.(Strom et al, 2005)

F. Air Tanah di Dataran Aluvial Pantai

Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah

permukaan tanah. Dataran aluvial merupakan dataran yang terbentuk akibat

proses-proses geomorfologi yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara

lain iklim, curah hujan, angin, jenis batuan, topografi, suhu, yang semuanya

akan mempercepat proses pelapukan dan erosi. Hasil erosi diendapkan oleh air

ketempat yang lebih rendah atau mengikuti aliran sungai. Dataran aluvial

menempati daerah pantai, daerah antar gunung, dan dataran lembah sungai.

Page 24: Abstak

24

daerah alluvial ini tertutup oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya,

daerah hulu ataupun dari daerah yang lebih tinggi letaknya.

Sedangkan potensi air tanah daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur

batuan. Air tanah daerah dataran pantai selalu terdapat dalam sedimen kuarter

dan resen yang batuannya terdiri dari pasir, kerikil, dan berinteraksi dengan

lapisan lempung. Kondisi air tanah pada lapisan tersebut umumnya dalam

keadaan tertekan, mempunyai potensi yang umumnya besar, namun masih

bergantung pada luas dan penyebaran lapisan batuan dan selalu mendapat

ancaman interusi air laut, apabila pengambilan air tanah berlebihan. Air tanah

juga penting dalam kaitan dengan pertumbuhan dan sebaran vegetasi di pantai.

Kondisi ini terkait dengan sistem akuifer air tanah. Berdasarkan sifat dan

kedudukannya sistem akuifer dibedakan menjadi; air tanah dangkal/air tanah

bebas (unconfined aquifer) dan air tanah dalam/air tanah tertekan (confined

aquifer)(Allay, et al, 2007).

G. Vegetasi Pantai

Daerah dengan iklim tropis dibentuk oleh garis isotherm berdasarkan

kondisi temperatur udara rata rata tahunan 20ºC. Sedangkan wilayah khusus

”tropis lembab” secara kasar terbentuk antara garis lintang utara 150 dan garis

lintang selatan 150. Kekayaan vegetasi di daerah tropis lembab merupakan

fenomena alam yang luar biasa. Di daerah tropis lembab, kondisi vegetasi

konstan sepanjang masa dan dapat tumbuh di mana-mana. Di tepi pantai

bahkan di tepi laut pun dapat tumbuh tanaman, antara lain: Bakau (Rhizopora

spp; Bruguiera spp, Avicennia spp (Api-api).

Vegetasi pantai merupakan kelompok tumbuhan yang menempati

daerah intertidal mulai dari daerah pasang surut hingga daerah di bagian dalam

pulau atau daratan dimana masih terdapat pengaruh laut. Secara umum

kelompok tumbuhan darat yang tumbuh di daerah intertidal atau daerah dekat

laut yang memiliki salinitas cukup tinggi, dapat dibagi menjadi 3 (Noor et al,

1999): 1). Mangrove Sejati Jenis tumbuhan ini didominasi oleh genera

Rhizophora, Avicenia, Brugueira, Sonneratia. 2). Mangrove Ikutan (Associated

Mangrove). Jenis tumbuhan yang tergolong mangrove ikutan misalnya:

Thespesia popularea (waru laut), Pandanus Ketorius (pandan), Terminadia

Page 25: Abstak

25

Catappa (ketapang), Acanthus ilicifolius L. (jeruju) dan lain-lain. 3). Vegetasi

pantai bukan Mangrove (Non Mangrove). Jenis vegetasi pantai non mangrove

umumnya terdiri dari: Ipomoea pes-carrae.sweet (tapak kambing), Spinifex

LITTOREUS (rumput angin), Cantigi pemphisacidula JRG Forst (santigi),

TERMINALIA catappa L. (ketapang), CASURINA EQUISETIFOLIA (cemara

laut) dan Cocos nucifera (kelapa).  

Tumbuhan ini membentuk zonasi yang khas di kawasan pantai dan tidak

terlepas dari pengaruh salinitas estuari. Salinitas di estuari dipengaruhi oleh

musim, topografi estuari, pasang surut, dan jumlah air tawar. Pada saat

pasang-naik, air laut menjauhi hulu estuari dan menggeser isohaline ke hulu.

Pada saat pasang-turun, menggeser isohaline ke hilir. Kondisi tersebut

menyebabkan adanya daerah yang salinitasnya berubah sesuai dengan

pasang surut dan memiliki fluktuasi salinitas yang maksimum (Nybakken,

1988). Menurut Kennish,1994, secara historis salinitas yang dinyatakan dalam

bagian per seribu. Pada tahun 1978, ahli kelautan mendefinisikan salinitas

dalam Salinitas Praktis Unit (psu): rasio konduktivitas sampel air laut ke dalam

larutan standar Klorida Kalium. Air yang bercampur di muara disebut air payau

(brackish) karena tidak murni tawar dan memiliki kandungan garam. Tetapi juga

tidak termasuk air garam karena memiliki tingkat salinitas yang lebih rendah

dari air laut. Air tawar (freshwater) memiliki salinitas kurang dari 0,5 ppt (bagian

per seribu) dimana air garam memiliki tingkat salinitas antara 30 sampai 50 ppt.

Salinitas di atas 50 ppt dianggap air garam (brine) dan umumnya ekosistem

laut tidak dapat hidup (seperti laut mati). Air payau (brakish) ditemukan di

muara-muara sungai di seluruh dunia biasanya memiliki tingkat salinitas antara

0.5 sampai 30 ppt. Estuari memiliki tingkat salinitas antara 10 ppt – 20 ppt.

METODE PENELITIAN

Page 26: Abstak

26

A. Pendekatan dan Jenis data

Metoda penelitian meliputi : 1) metode geologi, survei garis pantai, survei

batimetri, deskriptif geologi (karakteristik pantai dan sampling sedimen), test pit,

pemboran inti, pengamatan oseanografi (pasang surut, gelombang dan arus),

2) metoda geofisika, dengan geolistrik tahanan jenis. Pendekatan penelitian

dilakukan secara kualitatif dan jenis data berupa pengamatan langsung di

lapangan sebagai data primer dan data pendukung penelitian digunakan pula

data sekunder.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian (lihat gambar 2) terletak di kawasan pantai estuari Jeneberang

Kota Makassar. Panjang garis pantai saat ini sekitar 10 Km, memanjang dari

Pantai Barombong di selatan hingga Pantai Tanjung Bunga di utara. Secara

geografis terletak pada koordinat 5º 08’ 40” - 5º 12’ 40” (LS) dan 119º 22’ 40” -

119º 25’ 20” (BT).

C. Alat dan Bahan

Pelaksanaan penelitian ditunjang dengan peralatan yang tersedia maupun yang

dirakit atau modifikasi sendiri dan disesuaikan dengan persyaratan peralatan

standar penelitian. Adapun peralatan dan bahan yang digunakan dalam

penelitian ini sesuai dengan jenis kegiatan, seperti pada tabel di bawah ini.

Page 27: Abstak

Jenis Kegiatan Alat dan Bahan Kegunaan

I.Survey Geologi

1.Pemetaan Garis Pantai

2.Pemetaan Batimetri

3.Oceanografi

4.Sampling Sedimen - sedimen pantai, - sed. dasar perairan - sedimen melayang

5. Test Pit

6. Pemboran Inti

- Peta Citra satelit (google earth 5,19-5-2009), Peta Geologi 1982 , sekala 1: 50000- GPS-Geodetik Trimble,

- GPS-Map CX-76, Batteray,- Echo Sounder GPS-Map

298,GARMIN,bateray- Perahu Motor,bensin - Pelampung Arus,- Theodolit, Bak Ukur.

- Kantong sampel- Sedimen Trap- Botol sampel

- Sekop, meteran

- Peralatan Bor Inti, Split core, meteran,

Peta Dasar

Membuat Peta Garis PantaiMenentukan posisi

Membuat peta batimetriSarana transportasi

Menentukan Arah dan Kecept. Arus,Mengukur tinggi pasut dan gelombang

Tempat SampelPerangkap sedimen dasarMengambil sampel air

Membuat sumur uji untuk Pengamatan tekstur,struktur,dan komposisi bawah permukaan dan mengambil sampel coring sedimen hingga kedalam 10 dan 11 meter.

II.Survey Geolistrik

7.Tahanan Jenis - Restivity Meter Multi Channel -16 elektroda, kabel, palu geologi,rol meter, Laptop, Software Res2Divn

Merekam data bawah permukaan bumi dengan injeksi arus

III. Analisis Laboratorium 8.Lab.Sedimentologi

*Sieve Analyses *Analisa Mineral Berat *Analisa data bor

-Rotary Tube Mesin- Neraca Digital Ayakan,kuas,kertas saring, labu ukur-Lar. Bromf. 2.67

Pemisahan Ukuran butir Pemisahan Mineral beratPenentuan proses-proses pantai

IV. Pengolahan Data

9.Lab.Geokomputasi

Kompilasi data-data lapangan dan analisis laboratorium

Intel Core 2 Duo LapTop

Software :ArcGis Ver.9.8, R-Mapper V.80 , CoralDRAW graphic X4, Microsoft Office 2007

Melakukan interpretasi guna mendapatkan suatu hasil untuk pembahasan pada

PENYUSUNAN DISERTASE

Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan

Page 28: Abstak

HASIL DAN PEMBAHASAN

MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN VEGETASI PANTAI ESTUARI JENEBERANG

A. Morfodinamika Pantai Estuari Jeneberang

Proses kedinamikaan di kawasan pantai Estuari Jeneberang terus

berlangsung sejak pembentukannya dan telah merubah bentuk morfologi pantai.

Kedinamikaan pantai yang dicirikan dengan terjadinya proses abrasi dan

sedimentasi, dapat dijelaskan dengan hasil analisis kondisi topografi pantai,

batimetri, kondisi oseanografi dan distribusi sedimen pantainya.

1. Kondisi Topografi dan Batimetri

Survei topografi garis pantai menghasilkan peta yang disajikan dalam

bentuk digital, menggambarkan bentuk pantai lurus, pantai cuspate, dan

terbentuk pantai spit yang mengarah ke Utara. Perbedaan bentuk garis pantai

terjadi karena adanya perbedaan proses-proses hidrodinamika yang berlangsung di

sepanjang pantai. Sedangkan overlay peta hasil pengukuran garis pantai tahun 2009

dan tahun 2010, oleh Langkoke, menunjukkan garis pantai dalam interval waktu

setahun dapat dianggap tidak terjadi perubahan yang signifikan dari bentuk morfologi

pantai. Kecuali di pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga, mengalami perubahan

karena adanya kegiatan reklamasi saat dilakukan penelitian.

Survei batimetri menggambarkan kondisi geologi dasar perairan pantai.

Interpretasi 2D, dari hasil pengukuran batimetri di perairan pantai menggambarkan

pola kontur yang mengikuti garis pantai, dan kedalaman yang berangsur cenderung

makin dalam ke arah laut lepas (ke Selat Makassar). Kedalaman yang terobservasi dan

terekam dari datum 0 m – 19 meter. Kerapatan kontur terjadi pada kondisi perairan

dengan kelerengan dasar perairan yang curam, sedang kontur yang lebih renggang

menunjukkan kondisi perairan yang relatif landai. Berdasarkan pola kontur dan

kedalaman dasar perairan dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh) segmen, mulai dari A

sampai G.

Kondisi oseanografi berdasarkan pengukuran ombak, arus, dan pasang

surut dilakukan di 4 lokasi, yaitu di Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang,

Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga, menunjukkan adanya

adanya perbedaan kondisi batimetri di setiap segmen pantai. Diinterpretasikan

Page 29: Abstak

Arah Angin dari

Sudut Datang Ombak (α)

H rata-rata(cm)

T rata-rata (dtk)

E rata-rata (Joule)

Lokasi Pengukuran

Barat Daya N 245° E 23,12 0,55 673,31 Pantai BarombongBarat Laut N 305° E 14,37 3,12 316,86 Pantai Tj. BayangBarat Laut N 280° E 30,53 0,10 1176,12 Pantai Tj. MerdekaBarat Laut N 305° E 10,18 1,13 133,59 Pantai Tj. Bunga

Kecepatan Arus Pasang (m/dtk) ke Utara

Kecepatan Arus Surut(m/dtk) ke Selatan Lokasi Pengukuran

0.04 – 0.10 0.01 – 0.03 Pantai Barombong0.01 – 0.06 0.01 – 0.03 Pantai Tanjung Bayang0.04 – 0.11 0.01 – 0.09 Pantai Tanjung Merdeka0.01 – 0.06 0.04 – 0.10 Pantai Tanjung Bunga

Tabel 2. Hasil perhitungan Tinggi Ombak Ombak (H)rata-rata, Periode Ombak pantai Estuari Jeneberang.

Tabel 3. Hasil perhitungan kecepatan arus saat pasang dan kecepatan saat surut

-0.04

-0.03

-0.02

-0.01

0.00

0.01

0.02

0.03

0.04

0.05

0.06

7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19

Kece

pata

n (m

/dtk

)

Waktu (Jam)

Pantai Barombong

-0.04

-0.02

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

0.10

0.12

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Kece

pata

n(m

/dtk

Waktu (Jam)

Pantai Tanjung Bayang

-0.10

-0.05

0.00

0.05

0.10

0.15

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Kece

pata

n (m

/dtk

)

Waktu (Jam)

Pantai Tanjung Merdeka

-0.04

-0.02

0.00

0.02

0.04

0.06

0.08

6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18Kece

pata

n (m

/dtk

Waktu (Jam)

Pantai Tanjung Bunga

Gambar 4. Kurva Kecepatan Arus vs Waktu pada 4 titik Pengamatan di Estuari Jeneberang (Langkoke, 2010)

Page 30: Abstak

dari hasil perhitungan ombak menunjukkan adanya perbedaan pola kontur

batimetri, sehingga berpengaruh terhadap energi gelombang yang ditimbulkan.

Sementara kecepatan arus saat pasang di Pantai Barombong dan Pantai

Tanjung Bayang relatif sama. Hal tersebut dikarenakan pada kedua pantai

mempunyai bentuk garis pantai yang sama yaitu Pantai Lurus. Sedangkan di

Pantai Tanjung Bayang dan Pantai Tanjung Bunga, juga mempunyai bentuk

pantai yang sama yaitu pantai Cuspate. Selain itu adanya perbedaan kondisi

batimetri dan bentuk topografi pantai, di setiap segmen pantai.

Sedangkan hasil pengukuran pasang surut, yang dilakukan diperoleh

nilai F = 1.29 samahasil perhitungan Jika dikategorikan berdasarkan energi 6

dan termasuk dalam tipe pasang surut campuran dominan ganda. Fluktuasi

pasang-surut ini akan memberikan gambaran interaksi antara ombak yang

datang ke garis pantai dan membentuk sudut arah datang ombak sehingga

membangkitkan arus, baik arus sejajar pantai maupun arus tolak pantai.

Kondisi tersebut akan terkait dengan distribusi ukuran butir sedimen.

2. Distribusi Tekstur Sedimen

Hasil analisis ukuran butir sedimen pantai Estuari Jeneberang,

didapatkan nilai parameter moment dan tekstur sedimen dalam satuan phi (ф)

dan nilai berat komponen tekstur dalam satuan persen, dan disajikan dalam

bentuk kurva sebaran distribusi sedimen pantai, peta sedimen dasar perairan

pantai, sedimen suspensi, dan peta-peta distribusi sedimen.

Distribusi Sedimen Pantai

Berdasarkan Mean rata-rata sedimen pantai, menghasilkan distribusi

sedimen pantai terdiri dari; pasir sedang (medium sand),pasir halus (fine sand)

dan pasir sangat halus (very fine sand). Sedangkan hasil perhitungan

persentase berat, berdasarkan kandungan antara pasir, lanau dan lempung,

(Holmes dan Intyre, 1984), didapatkan jenis sebaran sedimen pasir di pantai

terdiri dari sebaran pasir dan pasir lanauan.

Berdasarkan distribusi sedimen pasir di pantai Barombong (nilai mean antara

1.33 ф – 2.3 ф), selang seling pasir dan pasir lanauan di Pantai Tanjung Bayang

Page 31: Abstak

(nilai mean antara 1.3 ф – 3.4 ф), selang seling pasir dan pasir lanauan di

Pantai Tanjung Merdeka (nilai mean antara 2.3 ф – 2.8 ф). Selanjutnya terdapat

perubahan ukuran butir yang cenderung lebih kasar ke arah Spit Tanjung

Bunga (nilai mean antara 1.3 ф – 2.0 ф). Jika dihubungkan dengan pola

hidrodinamika long-shore drift dari Selatan dengan transport sedimen sejajar

pantai, dan kecepatan arus pasang ke Utara mempunyai nilai lebih tinggi, maka

distribusi sedimen di kawasan ini seharusnya mempunyai ukuran yang

menghalus ke arah Utara. Kondisi lapangan terlihat aktifitas manusia yang

Gambar 5. Interaksi Arah Ombak yang membangkit Arus pasang surut di Pantai Estuari Jeneberang (Rohaya,2010)

Page 32: Abstak

0%

50%

100%

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Weight (%)

Station No.

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32

Clay 0.2 0.1 0.0 0.0 0.1 0.0 0.2 0.1 0.8 0.4 0.4 0.1 0.4 0.1 0.3 0.1 4.4 0.8 0.8 0.4 1.0 0.1 0.2 0.4 0.3 0.3 0.0 0.2 0.3 0.2 0.0 0.2

Silt 25. 18. 12. 9.5 6.9 7.2 13. 25. 29. 22. 22. 9.0 29. 10. 22. 12. 30. 25. 21. 17. 35. 14. 16. 25. 16. 17. 1.7 15. 18. 13. 10. 15.

Sand 74. 81. 87. 90. 92. 92. 86. 74. 69. 76. 77. 90. 70. 89. 77. 87. 65. 73. 77. 82. 63. 85. 83. 74. 83. 82. 98. 84. 81. 85. 89. 84.

Sedimen Texture of Sand, Silt, and Clay

Kurva Hasil Perhitungan Persentasi Berat Tekstur Sedimen; Pasir, Lanau dan Lempung, Pantai Estuari Jeneberang.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

0 10 20 30 40

Poorly Sorted

Very Fine Sand

Sebaran Sedimen Pantai Estuari Jeneberang yang terdiri dari pasir sedang, pasir halus dan pasir sangat halus, dengan Standar Deviation

(σ) rata-rata termasuk moderately sorted.

-0.60

-0.40

-0.20

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

0.00 0.20 0.40 0.60 0.80 1.00 1.20 1.40 1.60

Skewness

Standard Deviation

Skewness (Sk1) Vs Standard Deviation (σ)

river

beach

turbidite

Kurva Standar Deviation (σ) vs Skewness(Sk1), distribusisedimen asal pantai (beach), sungai (river) dan laut (turbidite)

cukup tinggi. Hasil penelitian distribusi sedimen pantai menunjukkan perubahan

ukuran butir sedimen secara lateral menunjukkan berlangsungnya proses

pantai abrasi dan sedimentasi.

Gambar 6. Hasil analisis tekstur sedimen pantai (Langkoke, 2010)

Page 33: Abstak

Tekstur Sedimen Dasar Perairan Pantai

Analisis distribusi sedimen dasar perairan pantai, menghasilkan sebaran

sedimen pasir kasar, pasir sedang, pasir halus, dan pasir sangat halus. Pasir

kasar (coarse sand), nilai mean 0.09 ф - 1ф, Standard Deviation 1.46 ф terpilah

buruk (poorly sorted) terdapat pada kedalaman 15-20 m pada lereng curam di

depan longshore bar ke arah laut. Pasir sedang (medium sand), nilai Mean 2

ф, Standard Deviation 0.92 ф -1.46 ф terpilah buruk (poorly sorted) terdapat

pada kedalaman 15-20 m pada lereng curam di depan trough bar ke arah laut.

Pasir halus (fine sand), nilai mean 2.02 ф – 3 ф, Standard Deviation 1.43 ф -

Gambar 7. Peta Distribusi Tekstur Sedimen Dasar Pantai Estuari

Page 34: Abstak

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

Clay 18 1. 11 12 15 36 0. 14 0. 14 12 0. 7. 6. 8. 0. 0. 0. 0. 1. 0. 0. 6. 0. 15 9. 13 24 26 30 3. 11 1. 30 4.

Silt 62 26 62 53 62 38 30 57 26 76 70 47 21 45 16 16 0. 10 7. 2. 22 7. 26 9. 48 60 55 45 48 47 31 36 23 49 33

Sand 18 71 26 33 21 24 68 28 72 9. 17 51 70 47 75 82 98 89 92 96 76 91 67 90 36 30 31 30 25 22 64 52 74 20 61

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Wei

ght

(%)

No. Sampel

Sediment Texture of Sand, Silt, and Clay

Kurva Hasil Perhitungan Persentasi Berat Tekstur Sedimen Dasar Perairan; Pasir, Lanau dan Lempung, Pantai Estuari Jeneberang.

0

0.2

0.4

0.6

0.8

1

1.2

1.4

1.6

0 10 20 30 40

Poorly Sorted

Very Fine Sand

0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00

Standard Deviation 0.00

0.20

0.40

0.60

0.80

1.00

1.20

1.40

1.60

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00

Standard Deviation

Sebaran Sedimen Pantai Estuari Jeneberang yang terdiri dari pasir sedang, pasir halus dan pasir sangat halus, dengan Standar Deviation (σ) rata-rata termasuk moderately sorted.

-1

-1

-1

0

0

0

0

0

0

0

0

0 5 10 15 20 25 30 35 40

Skew

ness

Standard Deviation

Standard Deviation Vs Skewness

beach

river

turbidit

Kurva Standar Deviation (σ) vs Skewness(Sk1), distribusi sedimen asal pantai (beach)

1.07 ф terpilah baik, sedang sampai buruk (well sorted –moderately sorted-

poorly sorted), terdapat pada kedalaman 5-10 m pada basin atau cekungan di

Gambar 8. Hasil analisis tekstur sedimen dasar perairan pantai (Langkoke, 2010)

Page 35: Abstak

daeran bar di bagian tengah daerah penelitian. Pasir sangat halus (very fine

sand), nilai mean 3.23 ф - 3.66 ф, Standard Deviation 0.74 ф - 0.71 ф terpilah

baik sampai sedang (well sorted –moderately sorted), terdapat pada kedalaman

5-10 m pada basin atau cekungan di daerah bar di bagian tengah daerah

penelitian. Sedangkan hasil perhitungan persentase berat, berdasarkan

kandungan antara pasir, lanau dan lempung (Holmes dan Intyre,1984),

didapatkan jenis sebaran sedimen pasir di pantai terdiri dari sebaran pasir dan

pasir lanauan. Standar deviation vs Mean mengahsilkan sortasi sedang.

Sumber material sedimen berasal dari sungai, pantai dan turbidit.

Distribusi sedimen dasar perairan pantai terlihat pola disribusi sedimen

dari tepi pantai ke arah laut. Sebaran sedimen dari kontur batimetri -1 m hingga

-15 m ditutupi oleh sedimen berukuran pasir halus (nilai mean 2.02 ф – 3 ф). Di

antara kedalaman kontur batimetri tersebut terdapat cekungan-cekungan yang

tertutupi sedimen berukuran pasir sangat halus (nilai mean 3.23 ф - 3.66 ф).

Walaupun sebagian kecil segmen pantai tertutupi oleh sedimen yang berukuran

pasir sedang (nilai mean 2 ф). Hasil penelitian distribusi sebaran sedimen dasar

perairan menunjukkan kondisi batimetri dengan topografi dasar yang terbentuk

adanya trough bar didasar perairan, sebagai indikasi terjadinya proses abrasi

dan sedimentasi.

Distribusi Sedimen Suspensi

Berdasarkan analisis data, menunjukkan konsentrasi berat suspensi

dengan nilai yang relatif tinggi antara 1,5 – 2.1 gram per liter. Terkonsentrasi

-3

-2

-1

0

1

2

3

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 41 43 45 47 49 51 53 55 57 59 61 63 65

Konv

ersi

Aru

s Pa

sng

Suru

t

No.Sampel

Konversi Suspensi (gr/ltr) Arus Pasang Surut

Gambar 9. Grafik Distribusi Jumlah Berat Sedimen Suspensi Perairan Grafik ke atas saat pasang (ke Utara), grafik ke bawah saat surut (ke Selatan) (Langkoke, 2010).

Page 36: Abstak

pada titik-titik yang dekat dengan muara sungai atau kanal maupun pada alur-

alur atau channel dan tergantung pada kecepatan arus saat pasang surut.

Konsentrasi sedimen suspensi lebih besar pada saat saat arus pasang dengan

pola arus ke arah Utara, dan nilai teringgi terutama dipengaruhi oleh sumber

material sedimen. Hasil penelitian menunjukkan sebaran suspensi asal muara

Sungai Jeneberang, dengan material sedimen berukuran butir medium sand –

fine sand.

Gambar 10. Peta Distribusi Sedimen Suspensi Pantai Estuari Jeneberang. (Langkoke,2010)

Page 37: Abstak

Hasil penelitian topografi , batimetri, kondisi oseanografi dan distribusi

tekstur sedimen, maka kedinamikaan kawasan pantai estuari dipengaruhi oleh

adanya longshore drift dari Selatan ke Utara. Perbedan kondisi oseanografi di

akibatkan adanya perbedaan topografi dasar perairan dan berkorekasi dengan

bentuk topografi garis pantai. Diameter ukuran butir sedimen dari Selatan ke

Utara menunjukkan bahwa material sedimen terangkut secara angkutan

sedimen sejajar pantai (longshore sediment transport) oleh pengaruh arus

pasang surut. Material sedimen tersebut oleh arus susur pantai akan

distribusikan ke arah Utara. Menurut Komar,1998, pola angkutan sedimen

sejajar pantai dapat menyebabkan terjadinya proses abrasi. Hasil penelitian

terhadap proses kedinamikaan di kawasan pantai estuari oleh akibat terjadinya

proses abrasi dan sedimentasi, juga menyebabkan terjadinya perubahan pada

garis tepi pantai dan hamparan pantai Estuari Jeneberang.

3. Abrasi dan Sedimentasi

Proses pantai abrasi dan sedimentasi di setiap segmen pantai; Pantai

Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai

Tanjung Bunga akan dijelaskan sebagai berikut;

Pantai Barombong, merupakan pantai dengan sebaran material

sedimen pasir dan pasir lanauan terdistribusi di muara Sungai Barombong dan

Muara Sungai Jeneberang. Ukuran butir sedimen mempunyai nilai Mean (Mz)

antara 1.33 ф – 2.7 ф, Berdasarkan distribusi ukuran butir rerata di pantai ini,

yang mempunyai nilai Mean (Mz) lebih kecil dari 2,4 ф, mengindikasikan proses

pantai sedimetasi. Diinterpretasikan distribusi material sedimen lebih

dipengaruhi oleh transport sedimen yang berasal dari pantai bagian Selatan

lokasi penelitian atau dari pantai Galesong Utara Kabupaten Takalar. Pantai

Tanjung Bayang, merupakan pantai dengan sebaran material sedimen terdiri

dari; pasir lanauan di Selatan dan selang seling antara pasir dan pasir lanauan

ke Utara. Distribusi ukuran butir sedimen mempunyai nilai Mean (Mz) antara

1.37 ф – 3.47 ф, Berdasarkan distribusi ukuran butir rerata di pantai ini, yang

Page 38: Abstak

mempunyai nilai Mean (Mz) lebih kecil dari 2,4 ф, mengindikasikan proses

pantai abrasi dan yang lebih besar dari 2.4 ф indikasi proses sedimentasi.

Berdasarkan distribusi ukuran butir, maka pantai diindikasikasikan adanya

proses abrasi sedimentasi Sedangkan kontur batimetri dan kelerengan pantai

dekat muara relatif terjal, sehingga diinterpretasikan terbentuknya selang seling

pengendapan sedimen di pantai. Kondisi di lapangan, terlihat adanya

penambangan pasir di muara sungai, menyebabkan runtuhnya Tugu Layar

akibat abrasi pantai. Pantai Tanjung Merdeka, merupakan pantai dengan

sebaran material sedimen secara lateral terdiri dari; selang seling antara pasir

lanauan, pasir dan pasir lanauan. Distribusi nilai Mean (Mz) antara 1.77 ф –

2.50 ф,. Berdasarkan distribusi ukuran butir, maka pantai diindikasikasikan

adanya proses abrasi dan sedimentasi. Kondisi di lapangan, terlihat adanya

groin yang dipasang tegak lurus pantai yang dampaknya terjadi abrasi dan

sedimentasi di pantai ini. Pantai Tanjung Bunga, merupakan pantai dengan

sebaran material sedimen terdiri dari; pasir. Distribusi nilai Mean (Mz) antara

2.4 ф – 1,7 ф,. Berdasarkan distribusi ukuran butir di pantai menunjukkan

adanya perubahan ukuran butir yang cenderung lebih kasar atau mempunyai

nilai Mean (Mz) rerata lebih kecil dari 2.4 ф. Sehingga pantai mengindikasikan

terjadinya proses sedimentasi. Tetapi kondisi ini tidak lazim untuk tipe pantai

dengan transport sedimen sejajar pantai, dan oleh arus susur pantai akan

memperlihatkan ukuran butir sedimen ke arah Utara semakin halus. Tetapi jika

dihubungkn dengan bentuk kontur batimetri, dan terbentuknya bar di perairan

dasar, maka pantai di kawasan ini menunjukkan proses abrasi. Kondisi di

lapangan, terlihat adanya reklamasi pantai di samping Trans Studio, dan di

Ujung Spit Tanjung Bunga. Berdasarkan hal tersebut, maka pantai dapat

dikatakan sebagai pantai abrasi, walaupun terkesan terjadi proses sedimentasi

karena adanya reklamasi pantai di kawasan ini. dan sedimentasi telah

mengakibatkan terjadinya perubahan pada garis pantai.

Pola hidrodinamika hamparan pantai Estuari Jeneberang berdasarkan

sedimen tersuspensi yang dikorelasikan dengan pola kontur batimetri, terlihat

semburan sedimen dengan pola ke arah Barat Laut dan diangkut oleh arus

susur pantai ke arah Utara. Kedinamikaan pantai oleh adanya proses abrasi

Page 39: Abstak

2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2010

Abrasi 68966,56 113202,06 94922,9 57130

Sedimentasi 24609,32 66599,55 152955,74 168389

020000400006000080000

100000120000140000160000180000

Area

Per

ubah

an (

m³)

Grafik Perubahan Garis Pantai Tahun 2000 - 2010

Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada grafik dengan interval tahun 2000 -

2003, 2003 - 2006, telah terjadi kesetimbangan negatife. Artinya proses abrasi

terus berlangsung. Sedangkan interval waktu tahun 2006-2009, 2009-2010,

sebaliknya telah terjadi kesetimbangan positif. Artinya telah terjadi

kesetimbangan positif.

Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada grafik dengan interval tahun

2000 - 2003, 2003 - 2006, telah terjadi kesetimbangan negatif. Artinya proses

abrasi terus berlangsung. Sedangkan interval waktu tahun 2006-2009, 2009-

2010, sebaliknya telah terjadi kesetimbangan positif. Artinya telah terjadi

kesetimbangan posisif. Hasil overlay peta abrasi sedimentasi (Lampiran 10)

menunjukkan telah terjadi perubahan di pantai bagian Utara (Pantai Tanjung

Bunga). Hasil pengamatan lapangan menunjukkan adanya kegiatan reklamasi di

pantai bagian Utara.

4. Perubahan Garis Pantai

Pantai Estuari Jeneberang berdasarkan hasil pengukuran garis pantai

tahun 2010 oleh Langkoke mempunyai 3 (tiga) bentuk morfologi pantai yaitu,

Pantai Lurus (L), Pantai Cuspate (C) dan Pantai Spit (S). Bentuk morfologi

Gambar 53. Grafik jumlah sedimen yang terabrasi dan tersedimentasi di sepanjang Pantai Estuari Jeneberang (Langkoke,2010).

Page 40: Abstak

pantai juga terkait dengan berubahan ukuran butir sedimen pantai, ada

tidaknya konstruksi bangunan teknik di sepanjang pantai, aktifitas manusia di

kawasan pantai.

Hasil overlay peta garis pantai tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2010

perubahan dengan interval waktu satu tahun dan tiga tahun, memperlihatkan

perubahan terjadi pada posisi yang relatif tetap. Perubahan pada bentuk

morfologi Cuspate, di sekitar muara Sungai Jeneberang, di bagian Selatan

terutama di bagian kanan jetis di Pantai Tanjung Bayang, dicirikan dengan

adanya erosi yang aktif. Perubahan pada bentuk morfologi pantai Lurus di

Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, dan dicirikan dengan pantai erosi

sedimentasi antara segmennya. Perubahan pada bentuk morfologi pantai Spit

di bagian Utara di Pantai Tanjung Bunga, dicirikan dengan pantai sedimentasi.

Sedangkan di Pantai Barombong yang bentuk morfologi pantai Lurus, dicirikan

dengan pantai sedimentasi.

Perubahan garis pantai oleh proses-proses kedinamikaan yang

berlangsung menyebabkan terjadinya perubahan pada panjang garis tepi

pantai. Hasil pengukuran panjang garis pantai yang diukur dari muara Sungai

Barombong hingga Ujung Spit Tanjung Bunga di tahun 2000 sekitar 8.49 Km,

dan di tahun 2010, sekitar 8.92 Km. Artinya pantai mengalami penambahan

panjang garis pantai akibat proses abrasi sedimentasi maupun oleh akibat

aktifitas manusia. Perubahan bentuk morfologi pantai tersebut, selain yang

diakibatkan oleh proses-proses alami, tetapi juga terjadi oleh adanya akitifitas

manusia terutama pada pantai di bagian Utara

5. Karakteristik Pantai

Berdasarkan hasil analisis data-data yang telah dilakukan, maka dilakukan

peme Pemetaan karakteristik pantai dilakukan secara deskriptif kualitatif

dengan mengumpulkan data secara visual untuk memberikan gambaran

proses yang sedang terjadi di kawasan pantai Estuari Jeneberang. Kawasan

pantai daerah penelitian memanjang dari Selatan ke Utara dengan panjang garis

pantai sekitar 9 km. Topografi pantai berelief lebih tinggi dengan kelerengan

landai sampai curam di bagian Selatan, di bagian Utara topografinya relatif lebih

rendah hingga topografi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Page 41: Abstak

Gambar 2. Penampang melintang Pembagian Tipe Pantai Estuari Jeneberang (Langkoke,2010)

Ketinggian topografi pantai dari sekitar 0.5 m hingga 4.75 m dari permukaan air

laut (dpl). Lereng pantai berkisar antara 5º hingga 85º, bentuk garis pantai Lurus

(L), Cuspate (C), dan Spit(S). Di beberapa bagian pantai dijumpai bangunan

teknik seperti groin, tanggul pantai, jetti. Sedangkan proses-proses pantai

ditemukan bagian pantai yang mengalami abrasi dan sedimnetasi. Abrasi

dicirikan rusaknya bangunan pantai seperti tanggul pantai, groin dan lain

sebagainya, dan sedimentasi dicirikan dengan pembentukan spit dan endapan-

endapan di depan muara atau kanal-kanal.taan karakteristik pantai yang

menghasilkan gambaran yang spesifik tentang kondisi pantai esturai secara

geologis dengan seluruh karakternya, yang selanjutnya akan digunakan dalam

pembagian zonasi. Interaksi aspek geologi dapat tergambar dari adanya

perubahan-perubahan pada morfologi pantai yang terlihat saat kini, baik yang

diakibatkan oleh proses alam itu sendiri maupun oleh proses perubahan oleh

aktifitas manusia. Dampak perubahan yang langsung dapat terlihat adanya

proses abrasi dan sedimentasi, yang memberi perubahan pada garis pantai.

Karakteristik pantai estuary Jeneberang dapat dibedakan menjadi 4 tipe

menurut sel sedimentasi yaitu : 1) Tipe-1 Pantai Barombong, 2) Tipe-2 Pantai

Tanjung Bayang, 3) Tipe-3 Pantai Tanjung Merdeka dan 4) Tipe-4 Pantai

Tanjung Bunga.

B. Tinggi Rendahnya Permukaan Dasar Perairan Pantai

Tipe-1 Tipe-2 Tipe-3 Tipe-4

Page 42: Abstak

Berdasarkan hasil analisis terhadap kedinamikaan dan proses-proses

pantai abrasi sedimentasi dan maju mundurnya garis pantai menyebabkan

terjadinya perubahan lingkungan di pantai Estuari Jeneberang. Kondisi

tersebut mempengaruhi kondisi permukaan dasar perairan pantai. Perubahan

ini dicirikan oleh dua peristiwa berupa permukaan dasar laut rendah atau

permukaan dasar laut menjadi tinggi. Perubahan tersebut dapat teramati dari

hasil analisis maju mundurnya garis pantai dan perubahan topografi dasar

perairan pantai.

Perubahan maju mundurnya garis pantai, Pantai Barombong,

dikategorikan sebagai pantai maju sejauh 20 meter dengan proses pantai

sedimentasi. Artinya terjadi perubahan lingkungan dari lingkungan

laut.menjadi darat. Pantai Tanjung bayang, Pantai Tanjung Merdeka, dan

Pantai Tanjung Bunga, dikategorikan sebagai pantai mundur masing-

masing sejauh 59 m, 24 m, dan 62 m, dengan proses pantai abrasi.

Artinya perubahan lingkungan yang terjadi dari darat menjadi laut.

Perubahan topografi dasar perairan, Perbedaan topografi dasar perairan

ditunjukkan dengan adanya perbedaan kelerengan dasar perairan.

Perbedaan derajat kelerengan di setiap segmen yang terukur akan

menunjukkan perubahan topografi dasar perairan. Perubahan tersebut

dikontrol oleh proses abrasi atau sedimen yang berlangsung pada setiap

segmen pantai.

Kenaikan permukaan dasar perairan, dicirikan dengan naiknya

permukaan dasar laut akibat terendapkannya material sedimen di atas

sedimen dasar pantai sebelumnya. Kondisi tersebut terlihat pada

penampang ST, QR, OP, MN,IJ (Lihat Lampiran 12). Proses pantai abrasi,

garis pantai mundur, terbentuk endapan bar, sehingga perbedaan

kelerengan dasar pantai dipengaruhi oleh adanya tidaknya endapan bar di

dasar perairan. Umumnya membentuk lereng yang landai.

Penurunan permukaan dasar perairan, dicirikan dengan turunnya

permukaan dasar laut akibat terangkutnya material sedimen di atas sedimen

dasar pantai sebelumnya. Kondisi tersebut terlihat pada penampang WX, UV,

GH, EF, CD, AB (Lihat Lampiran 12). Proses pantai sedimentasi, dan di pantai

Page 43: Abstak

Tanjung Bunga masih terlihat terbentuknya bar, sehingga menunjukkan masih

berlangsung proses abrasi. Garis pantai maju untuk proses sedimentasi dan

mundur untuk proses abrasi. kelerengan di dasar perairan umumnya

membentuk lereng yang curam.

Indikasi Penurunan Dasar Perairan Pantai Estuari Jeneberang.

Berdasarkan pengamatan pada titik koordinat Mercusuar, dilakukan

dengan mematok posisi saat kondisi masih di darat pada tahun 1991. Pada

tahun 2000 mercusuar mulai bergeser hingga pada tahun 2001 sudah berada

ditepi pantai dan dihitung sebagai titik nol pada posisi Lintang Selatan (5°

8'58.56"S) dan Bujur Timur (119°23'58.27"E). Selama kurun waktu sepuluh

tahun ternyata posisi koordinat tidak mengalami perubahan. Berdasarkan hasil

pengukuran batimetri pada bulan Mei tahun 2010 , menunjukkan titik koordinat

tersebut tidak mengalami perubahan, kecuali telah terjadi perubahan

kedalaman oleh adanya penurunan dasar perairan. Posisi pondasi mercuar,

sudah berada di kedalaman sekitar – 2.5 meter setelah 10 tahun sehingga

terjadi penurunan 25 cm per tahun. Perubahan tersebut juga terukur pada

perubahan garis pantai berdasarkan hasil pengukuran dan data historis dari

tahun 2000 hingga 2010, telah terjadi mundurnya garis pantai sejauh 125

meter.

B. Dinamika Sedimentasi Secara Vertikal

Dinamika sedimentasi secara vertikal dimaksudkan untuk menjelaskan

urutan sedimen secara vertikal, berdasarkan interpretasi sedimen tekstur

bawah permukaan. Data sedimen tekstur tersebut diperoleh dari analisis data

tespit (sumur uji) dan pemboran dangkal.

Tekstur Sedimen Bawah Permukaan

Tekstur sedimen bawah permukaan di peroleh dari analisis data dari

tespit (sumur uji), pemboran dangkal, dan Geolistrik. Pengumpulan data

dilakukan di 4 titik lokasi yaitu; Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang,

Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Spit Tanjung Bunga. Analisis data

dilakukan dengan pengamatan langsung dan analisis laboratorium. Hasil

analisis diskripsi dan setiap metoda akan diuraikan sebagai berikut;

Page 44: Abstak

1. Interpretasi Tespit

Data sedimen tespit, dibuat dengan kedalaman antara 1 hingga 1.5

meter, kemudian dianalisis berdasarkan tekstur sedimen yang dicirikan dari

sifat fisik, komposisi kimia dan material organiknya. Hasil yang diperoleh dari

susunan sedimen bawah permukaan, terdiri dari; soil, pasir, selang seling pasir

dan pasir lanauan, serta lempung. Korelasi tespit di daerah penelitian

menggambarkan ciri endapan sedimen pantai, dan di beberapa tempat

tersingkap endapan sedimen darat. Dalam skala kecil terlihat posisi sedimen

pantai berada di atas sedimen darat yang diperkirakan sedimen rawa, atau

cekungan di belakang pantai. Melihat tekstur sedimennya dapat

diinterpretasikan kondisi air tanah di pantai Barombong lebih tawar dan

semakin ke Utara diinterpretasikan semakin payau yang terlihat dari adanya

sebaran endapan rawa. Endapan ini dicirikan oleh sedimen organik (sisa-sisa

tumbuhan) (Lihat Gambar 59). Terdapatnya endapan mineral berat dengan

struktur laminasi sejajar, plannar bedding, mengindikasikan terjadinya proses

abrasi di pantai (Trenhaile, 1996; Saito, 1997).

2. Analisis Pemboran Dangkal

Data tekstur sedimen pemboran dangkal dengan kedalaman antara 10

hingga 11 meter , diperoleh susunan sedimen bawah permukaan terdiri dari;

pasir, lanau, serta lempung (clay). Hasil pemboran didiskripsi secara

megaskopis kemudian dianalisis berdasarkan tekstur sedimen yang dicirikan

dari sifat fisik, komposisi kimia dan material organiknya. Susunan sedimen dari

bawah ke atas kemudian dikelompokkan berdasarkan llingkungan

pengendapan dan perubahan-perubahan yang terjadi selama waktu

pengendapan. Hal tersebut didasarkan pada tekstur sedimen yang

memperlihatkan perubahan mengkasar atau menghalus ke arah atas.

3. Model Endapan Sedimen

Page 45: Abstak

Model endapan sedimen berdasarkan prinsip sedimentologis di daerah

penelitian pada endapan alluvium, ditafsirkan berdasarkan hasil analisis data

pemboran dangkal, terdiri atas pasir, lanau, lempung, lempung berhumus, dan

pasir yang mengandung material organik. Hasil penelitian menunjukkan

endapan sedimen di Pantai Barombong dicirikan dengan model endapan

sedimen pada lingkungan marin, sedangkan di Pantai Tanjung Bayang,

Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga dicirikan model endapan sedimen pada

lingkungan delta-fluviatil.

Berdasarkan ciri litologinya endapan sedimen di daerah penelitian dapat

dibedakan menjadi endapan rawa (swamp), endapan alur sungai (channel),

endapan dataran delta (delta plain), endapan dataran depan delta (delta front),

endapan pasir pantai (beach sand) , endapan laut muka tepian (foreshore) dan

endapan laut dekat tepian (nearshore). Lingkungan pengendapan tersebut di

atas kondisinya sebagian sama dengan kondisi geografi sekarang tetapi

sebagian lagi telah mengalami perubahan oleh aktifitas manusia.

Endapan rawa (swamp), terdiri atas lempung dengan jumlah kandungan

pasir yang beragam; berwarna coklat muda hingga coklat, mengandung

unsur organik yang telah mengalami pembusukan dengan sisipan pasir dan

lempung dengan variasi ketebalan secara vertikal 1 cm hingga 3 cm. Ciri

lain dari endapan ini yaitu endapannya basah dan liat. Endapan tersebut

berkembang dan menyebar ke arah Utara. Endapan ini berasosiasi dan

terletak di bawah endapan alur sungai (titik bor 2,3,4).

Endapan alur sungai (channel), terdiri atas pasir berwarna abu – abu

hingga hitam, dengan ukuran butir yang bervariasi dari pasir sedang hingga

pasir halus. Hal tersebut menunjukkan ukuran butir endapan sedimen ini,

susunan butirannya yaitu mengkasar ke atas (coarsening upwards) pada

kedalaman 4m hingga 5 m pada titik bor Tanjung Bunga. Pada kedalaman

7-8 m ukuran butirannya menghalus ke atas (fining upward). Sebaran alur

sungai perkembang ke arah Utara lebih dominan (titik-titik bor 2,3,4).

Endapan dataran delta (delta plain), terdiri atas pasir kasar hingga sedang

dengan perselingan lempung dan lanau dengan ketebalan lapisan 10 cm

Page 46: Abstak

hingga 40 cm. Pada endapan ini dijumpai adanya kandungan pecahan

cangkang dalam jumlah sedikit. Pada endapan ini terjadi beberapa seri

perubahan pengendapan yaitu mengkasar ke atas dan menghalus ke atas.

Sebaran endapan ini dijumpai pada titik bor 2, 3, dan 4 dengan ketebalan

antara 4 m hingga 5 m.

Endapan dataran depan delta (delta front), endapan ini dicirikan oleh

endapan sedimen berwarna abu – abu sampai hitam dengan ukuran butir

pasir sedang hingga pasir kasar. Hal ini menunjukkan ukuran butirannya

yang mengkasar ke atas (coarsening upwards) dengan kandungan pecahan

cangkang sedikit. Endapan ini tersebar pada titik bor 2, 3, dan 4 dengan

ketebalan antara 3 m - 4 m.

Endapan pasir pantai (sand beach), terdiri dari pasir sedang sampai pasir

halus yang berwarna abu – abu sampai hitam. Pada endapan ini dijumpai

adanya kandungan organik, akar tumbuhan dan juga mengandung pecahan

cangkang. Terdapat struktur planar bedding. Ukuran butir endapan ini

menghalus ke atas (fining upwards). Endapan ini tersebar pada titik bor 2, 3,

dan 4, akan tetapi, pada titik bor 4 terbentuk endapan rawa yang tidak tebal

yang menandakan endapan alur sungai terhenti.

Endapan depan tepian (nearshore), terdiri dari pasir halus sampai

lempung dengan warna hitam sampai abu – abu. Lapisan ini terdapat pada

kedalaman 7-11 m, terdapat kandungan organik berupa sisa tumbuhan

yang mengalami pembusukan, humus dan kandungan pecahan cangkang

yang semakin berkurang ke arah atas. Selain itu, dijumpai cangkang

moluska dalam keadan utuh pada kedalaman 11 m yang semakin ke atas

ukuran pecahan cangkang semakin kecil. Dijumpai juga fosil Filum Moluska

Kelas Pelecypoda (Spondylus victoriae, Sowerby sp.), dan Julia corbula

sentata sp. yang berumur Plistosen) dan Filum Brachiopoda (Prasunata sp.)

yang kisaran hidupnya berumur Plistosen hingga Resen. Endapan ini

terbentuk pada titik bor 1 di daerah Barombong.

Page 47: Abstak
Page 48: Abstak

11.7 Ohm m

38.8 -129 Ohm m

64.9 Ohm m

129 -429 Ohm m

4.89 Ohm m

15.4.Ohm m

64.9- 274 Ohm m

44.4 Ohm m

3.64 Ohm m

134-402 Ohm m

44.4-134 Ohm m

791 Ohm m

30.1-154 Ohm m

30.1 Ohm m

791-2000 Ohm m

Gambar 61. Hasil korelasi penampang pemboran dan model endapan sedimen Pantai Estuari Jeneberang

Gambar 12. Endapan alluvium pantai Estuari Jeneberang, yang ditafsirkan berdasarkan hasil analisis data pemboran.

Page 49: Abstak

3. Dinamika Perubahan Lingkungan

Perkembangan proses sedimentasi di daerah penelitian dapat diuraikan

berdasarkan pada penampang pemboran secara berurutan dari bawah ke atas

dan korelasi antar titik-titik pengukuran dari Selatan ke Utara. Penampang

tersebut dapat menjelaskan peristiwa terjadinya perubahan lingkungan oleh

adanya fluktuasi permukaan dasar laut rendah dan permukaan dasar laut tinggi

yang terjadi selama kurun waktu Holosen.

Hasil interpretasi interval pengendapan yang disebandingkan dengan

Peta Geologi Kuarter ,1996, maka tahapan pembentukan dan proses-proses

pantai secara morfokronolgi dan morfogenesa dapat dijelaskan secara

berurutan dari bawah ke atas. Model endapan sedimen yang terbentuk

diinterpretasi berada di kisaran waktu dari tahun 1900 yang membentuk proses

progradasi dan degradasi delta, hingga pada tahun 2010. Morfodinamika

hamparan Delta Jeneberang selain dianalisis berdasarkan hasil interpretasi

tespit dan pemboran dangkal, selanjutnya akan dikorelasikan dengan analisis

interpretasi geolistrik.

C. Jebakan Air Tanah dan Sebaran Vegetasi

Hasil pengolahan yang tergambar pada penampang dua dimensi yang

terdiri dari model tahanan jenis hasil inversi. Di Pantai Barombong nilai

resistivitasnya mulai dari 4503 Ohm m hingga 19.000 Ohm m yang terdeteksi

hingga kedalaman 57,2 m. Sedangkan nilai resistivitasnya antara 2435 Ohm m

hingga 4673 Ohm m terdapat di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka

dan Tanjung Bunga. Data tersebut menunjukkan kawasan pantai terdiri dari

sedimen pasir dan material berukuran kasar (kerikil, kerakal), dan bersifat

basah, kecuali di Pantai Barombong terdapat bongkah-bongkah batuan beku

yang terdeteksi di kedalaman hingga 4 meter. Secara visual di lapangan

terdapat tembok maupun bekas pondasi pagar pembatas pantai.

Page 50: Abstak

1. Morfodinamika Hamparan Delta Jeneberang

Morfodinamika hamparan delta merupakan dataran pantai estuari yang

dapat menjelaskan material sedimen penyusunnya, stabilitas kawasan pantai

terhadap proses abrasi sedimentasi, maju mundurnya garis pantai, perubahan

lingkungan pengendapan dan perubahan bentuk morfologi pantai yang

ditimbulkannya. Morfodinamika tersebut dapat dijelaskan dengan melakukan

korelasi antara hasil analisis tekstur sedimen pantai, pemboran dangkal,

geolistrik dengan Peta Geologi Kuarter. vegetasi dan jenis akifer air tanah untuk

melihat prospek kedepan.

Perubahan lingkungan pengendapan yang terus berlangsung hingga

saat ini. Perubahan garis pantai dengan menggunakan data sejarah

pertumbuhan delta akan memperlihatkan perubahan garis pantai selama

interval waktu sekitar se-abad (tahun 1900-2000). Awalnya pantai berada

dalam tahapan pertumbuhan (progradasi) delta dan kemudian mengalami

penyusutan (degradasi) delta. Jika dibandingkan dengan data perubahan garis

pantai dari tahun 1849-1995 menurut Van der Klerk, vide Rochmanto,1996

(Lihat Gambar 63), delta mengalami pertumbuhan (progradasi) yang

berlangsung hingga tahun 1995. Selanjutnya mulai di tahun 1996, pantai mulai

mengalami penyusutan (degradasi) hingga tahun 2003. Mulai tahun tersebut

1849 1896 1900 1901 1924 1976 1979 1995

Gambar 63. Data historis perubahan garis pantai, Van der Klerk dan data pengukuran perubahan garis pantai (Langkoke, 2010)

Page 51: Abstak

terlihat pertumbuhan terjadi di bagian Utara. Perubahan dalam kurun waktu

yang panjang menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan pantai di

daerah penelitian. Perubahan dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan

terjadinya perubahan pada lingkungan pantai di daerah penelitian.

Penelitian berdasarkan data pengukuran garis pantai, proses abrasi dan

sedimensi menyebabkan terjadinya perubahan pada garis pantai. Proses

abrasi dan sedimentasi selalu diikuti dengan perubahan lingkungan.

Perubahan tersebut teramati dengan adanya perubahan tekstur sedimen yang

mengkasar atau menghalus ke arah atas. Berdasarkan prinsip sedimentologi

seperti yang diuraikan sebelumnya baik dari penafsiran pemboran dangkal,

maupun geolistrik, menunjukkan adanya korelasi, bahwa pantai secara alamiah

tidak terjadi lagi pertumbuhan (progradasi) pada Estuari Jeneberang,

melainkan telah terjadi penyusutan (degradasi). Sedangkan penafsiran tespit,

dalam jangka waktu pendek, perubahan lebih dipengaruhi iklim, musim dan

faktor pengendali adalah kondisi oseanografi perairan pantai Estuari

Jeneberang.

Hasil penelitian di kawasan pantai secara lateral, menunjukkan distribusi

ukuran butir lebih kasar di bagian Selatan dan menghalus ke arah Utara.

Secara vertikal, berdasarkan hasil analisis pemboran pada model endapan

sedimen maka pada segmen Pantai Barombong tersusun oleh tipe endapan

sedimen marin sedangkan di segmen Pantai Tanjung Bayang, Tanjung

Merdeka, dan Tanjung Bunga tersusun oleh tipe endapan sedimen fluvial

deltaik. Dengan demikian perbedaan susunan material sedimen secara lateral

dan vertikal tentunya akan mempengaruhi stabilitas pantai terhadap proses-

proses pantai, pada setiap segmen pantai di kawasan pantai estuari.

Pantai abrasi sedimentasi yang juga menyebabkan terjadinya perubahan

garis pantai tentunya menjadi penting dan berperan dalam perubahan bentuk

morfologi dan stabilitas pantai.

Page 52: Abstak

Stabilitas pantai Lurus, dicirikan dengan proses abrasi-sedimentasi, dengan

energi ombak besar, dan kondisi topografi dasar perairan (slope) relatif terjal.

Endapan sedimen terdiri dari endapan pantai dan pematang pantai di atas

endapan marin. Nilai resitivitas endapan tersebut berkisar antara 100 Ohm m

sampai di atas 4000 Ohm m. Di bagian ini terjadi perubahan maju dan

mundurnya garis pantai, sehingga pantai dalam kondisi stabil dinamis. Kondisi

pantai tersebut terdapat di Pantai Barombong dengan garis pantai saat ini maju

dan pantai relatif stabil. Sedangkan di Pantai Tanjung Bayang dan Tanjung

Merdeka dengan garis pantai mundur dan pantai dalam kondisi stabil dinamis.

Stabilitas Pantai Cuspate, dicirikan dengan proses pantai yang cenderung

mengalami abrasi, dengan energi gelombang lebih kecil, dan kondisi topografi

dasar perairan (slope) relatif curam ke arah laut. Endapan sedimen terdiri dari

endapan pantai dan endapan rawa. Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik

pada kedalaman hingga 10 meter masih menunjukkan endapan pasir sedang,

sifatnya basah dan merupakan material yang tidak padu. Nilai resitivitas

endapan berkisar antara 100 Ohm m hingga lebih besar dari 300 Ohm m.

Perubahan garis pantai menunjukkan perubahan luasan lahan yang berubah

dari tahun ke tahun semakin sempit karena abrasi, sehingga garis pantai

semakin mundur ke arah daratan. Kondisi pantai tersebut terdapat di Pantai

Tanjung Bayang dan Tanjung Bunga (pantai tidak stabil). Kondisi pantai tersebut

mengalami perubahan garis pantai yang cepat, terutama di bagian kanan muara

Sungai Jeneberang. Hal tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya Tugu Layar

sebagai titik BM (Bench Mark) yang posisinya berada di ketinggian 4.6 meter

(berdasarkan pengukuran garis pantai tahun 2006), dalam interval waktu

sepuluh tahun telah mengalami pergeseran dan saat ini sudah runtuh berada di

garis pantai.

Stabilitas Pantai Spit, dicirikan dengan proses pantai yang cenderung

mengalami sedimentasi yang terbentuk akibat angkutan susur pantai ke arah

Utara. Terdapat di Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Energi

ombak lebih kecil, dan kondisi topografi dasar perairan (slope) relatif landai

dan curam ke arah laut. Kondisi batimetri di Pantai Tanjung Merdeka

menunjukkan proses sedimentasi, sebaliknya di Pantai Tanjung Bunga

Page 53: Abstak

walaupun berdasarkan ukuran butir menunjukkan pantai sedimentasi tetapi

kondisi batimetri masih menunjukkan proses abrasi.

2. Jebakan Air Tanah

Hasil pengukuran seperti yang ditunjukkan dalam penampang

memperlihatkan bahwa pada lintasan pengukuran sepanjang 100 meter pada

empat titik pengukuran, dari Pantai Barombong di bagian Selatan hingga

Pantai Tanjung Bunga di bagian Utara (lihat Gambar 64), dapat dibedakan

dalam 3 jenis lapisan yaitu sebagai berikut:

Lapisan berwarna merah, merupakan lapisan yang mengandung air tawar, di

permukaan terdapat sebagai unconfined aquifer dan pada lapisan yang lebih

dalam terdapat sebagai confined aquifer. Lapisan ini disusun oleh material

lepas (unconsolidated) yang diinterpretasikan sebagai material sedimen

aluvium yang terdiri dari pasir, lanau, dan pasir lanauan, hingga material yang

berukuran kasar, kerikil, kerakal, dan kandungan organisme (cangkang atau

sisa-sisa tumbuhan) . Pada penampang terlihat bahwa di permukaan lapisan ini

berbentuk kantong-kantong, setempat dengan nilai resistivitas bervariasi dari 20

- 200 Ohm m. Kondisi ini terlihat di permukaan pada penampang di Pantai

Barombong, berupa bongkah bekas pondasi bangunan gedung dan tembok

pantai, kondisi ini sampai kedalaman 4 m. Kedalaman lapisan akifer terdeteksi

dari permukaan 0 - 15.4 meter, dengan kandungan air tawar yang cukup baik.

Lapisan berwarna Hijau Muda, merupakan lapisan yang mengandung air asin

sampai payau, terdapat sebagai confined aquifer pada lapisan yang

mengandung air payau. Lapisan ini disusun oleh material lanau, lempung dan

lumpur, dengan nilai resistivitas 0.011 - 10 Ohm m. Lapisan ini tersebar di Utara

terutama pada pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga.

Diinterpretasi bekas pool-pool atau basin pada pematang pantai atau basin

bekas rawa di delta.

Lapisan Berwarna Biru, terdapat sebagai lapisan akuitard, yang merupakan

lapisan yang jenuh/kedap air tapi masih dapat meluluskan air. Lapisan ini

disusun oleh lapisan material lepas (unconsolidated) yang diinterpretasikan

sebagai material sedimen aluvium yang terdiri dari pasir lanau, pasir

Page 54: Abstak

lempungan dan lumpur. Pada lapisan ini mempunyai nilai resistivitas lebih

besar dari 200 ohm m, terdapat di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka

dan Tanjung Bunga, yang merupakan area delta.

Sebaran Vegetasi

Sebaran vegetasi yang mengacu pada konsep The Present Is The Key

To The Past dianalisis berdasarkan korelasi antara tekstur sedimen bawah

permukaan (data pemboran dangkal, geolistrik dan tespit) dan endapan

sedimen kuarter 1924, dapat dijelaskan bahwa :

.

Susunan sedimen hamparan Delta Jeneberang, menggambarkan kedudukan

atau urutan vertikal sedimen pantai dan endapan delta front di atas endapan

sedimen laut dangkal. Berdasakan peta geologi kuarter termasuk dalam tipe B

dan tipe BM. Jika dikorelasikan dengan kondisi jebakan air tanahnya, maka

pada endapan sedimen tersebut dijumpai sebaran vegetasi non-mangrove dan

Gambar 64. Model penampang keterdapatan air tanah dan jenis air tanah di Estuari Jeneberang (Langkoke,2010).

Page 55: Abstak

vegetasi campuran (mangrove-nonmangrove). Korelasi ini jika dihubungkan

dengan waktu pengendapan pada saat ini (tahun 2010) maka sebaran vegetasi

tersebut terdapat di Pantai Barombong dan Pantai Tanjung Bayang. Sedangkan

endapan delta front di atas delta plain di atas endapan laut dangkal atau di atas

endapan tipe FC, dijumpai sebaran vegetasi mangrove dan vegetasi campuran

(mangrove-nonmangrove). Sebaran vegetasi tersebut dijumpai pada daerah

Pantai Tanjung Bunga dan Pantai Tanjung Merdeka. Untuk melihat perubahan

lahan baik degradasi maupun retrogradasi lahan, maka dilakukan analisis dari

data historis garis pantai (1900-1991), (1991-2000), dan (2000-2010). (Lihat

Lampiran 17), sehingga luas lahan yang mengalami perubahan oleh maju

mundurnya garis pantai dapat dihitung luasnya.

Dinamika vegetasi,

Dinamika vegetasi dapat diketahui berdasarkan tekstur sedimen bawah

permukaan dan kondisi air tanah (Lihat Lampiran 18 dan 19). Tekstur sedimen

secara horizontal dari Selatan ke Utara relatif terdiri dari pasir sampai pasir

lanauan, mempunyai nilai Mean (MZ) berukuran 2.6 Ф – 1.3 Ф. Sedangkan

tekstur sedimen secara vertikal, berdasarkan data sedimen bawah permukaan,

mulai dari kerakal sampai lumpur. Perubahan tekstur sedimen diikuti oleh

perubahan lingkungan pengendapan yang selanjutnya mempengaruhi kondisi

air tanah dan jenis vegetasi pantai. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan

hidrodinamika yang mempengaruhi morfodinamika pantai secara keseluruhan.

Seperti diuraikan di atas, vegetasi pantai dikelompokkan ke dalam zona

mangrove, zona campuran dan zona non-mangrove. Korelasi hasil analisis

sedimen tekstur sedimen bawah permukaan dan kondisi air tanah seperti

terlihat pada Lampiran 11, dapat dijelaskan sebagai berikut;

Vegetasi non-mangrove, dapat tumbuh pada topografi tinggi dengan tekstur

sedimen lebih kasar (pasir kasar - pasir sedang). Sedangkan kondisi air

tanahnya termasuk dalam unconfined aquifer dalam zona tidak jenuh air

(unsaturated zone). Kondisi kawasan ini dicirikan dengan dijumpai tumbuhan

kelapa dan awal terlihatnya tumbuhan lontara. Hal ini disebabkan karena di

Page 56: Abstak

kawasan ini mempunyai kandungan air tanah tawar pada lapisan hingga

kedalam terukur. Kondisi ini dapat dilihat pada kawasan Pantai Barombong.

Vegetasi campuran (mangrove dan non-mangrove) dapat tumbuh pada

topografi yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan tekstur sedimen yang

relatif kasar sampai halus (pasir kasar, pasir halus, lanau, lempung).

Sedangkan kondisi air tanahnya termasuk dalam confined aquifer pada zona

jenuh air (saturated zone). Kondisi ini mempunyai topografi yang tinggi

kerendah, dan beberapa tempat termasuk dalam daerah brackish water,

dengan salinitas 0.5-20 ppt. Kondisi ini dapat dilihat pada topografi tinggi pada

daerah Tanjung Bayang. Jenis mangrove yang dapat tumbuh termasuk dalam

Minor Mangrove (nipa, paku laut). Pada dataran tingginya dijumpai awal

tumbuhan kelapa, kayu jawa. Di area pantai yang topografinya rendah

ditumbuhi jenis rumput – rumputan (rumput angin-angin dan semak).

Vegetasi mangrove dapat tumbuh dengan baik pada topografi yang

dipengaruhi oleh pasang surut dengan tekstur sedimen yang relatif halus

(lempung, lanau, lumpur, pasir). Sedangkan kondisi air tanahnya termasuk

dalam confined aquifer pada zona jenuh air dengan salinitas air 20-35 ppt.

Kondisi ini dapat dilihat pada topografi rendah yang dipengaruhi oleh pasang

surut pada daerah Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka.

Sebaran vegetasi pada masa lampau dapat dilihat dari perubahan tekstur

sedimen secara vertikal. Vegetasi mangrove dapat tumbuh pada sedimen yang

berukuran halus. Dari analisis sedimen secara vertikal dapat diketahui bahwa

semakin ke Utara tekstur sedimen semakin halus sehingga dapat

diinterpretasikan mangrove tumbuh dengan subur ke arah Utara mulai dari

Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga. Sebaran tumbuhan ini

masih dapat terlihat pada Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga. Hal ini

disebabkan oleh perubahan hidrodnamika yang membentuk morfodinamika

pantai pada saat itu. Kondisi air tanah pada saat itu diinterpretasi termasuk

dalam confined aquifer pada saturated zone berdasarkan kondisi tekstur

sedimennya.

Sebaran vegetasi non-mangrove dapat tumbuh dengan baik pada sedimen

yang berukuran kasar dan termasuk dalam sedimen marin. Dari hasil analisis

Page 57: Abstak

sedimen secara vertikal berdasarkan pemboran dangkal (coring), diketahui

sebaran sedimen pasir semakin besar ke arah Selatan. Dengan dijumpai

adanya kandungan material organik (humus) pada coring-1 di Pantai

Barombong pada kedalaman 7 meter dan 9 meter dengan ketebalan yang

relatif tipis sehingga diinterpretasikan bahwa humus tersebut tidak insitu yang

terbawa oleh banjir pada saat itu. Tekstur sedimen secara vertikal yang

berukuran pasir semakin tebal ke arah Selatan sehingga dapat diinterpretasi

bahwa vegetasi non-mangrove tumbuh pada daerah Pantai Barombong, dan

sebagian menempati kawasan Pantai Tanjung Bayang. (Lihat Lampiran 17,18,

dan 19).

Jika dibandingkan dengan hasil penelitian mangrove di Jepara, menurut Faiz,

2011, pada sedimen pasir dan pasir lanauan mempunyai salinitas yang

berbeda pada jenis mangrove Rhizophora mucronata dengan salinitas 30 ‰.

Menurut Bernard, 2003, Kandungan air pada lapisan sedimen mempunyai

salinitas yang berbeda. Sedangkan menurut Kennis, 1994, salinitas air

tergantung pada lingkungannya dan estuari memiliki salinitas antara 0.5 – 20

ppt. Diinterpretasikan daerah penelitian memiliki salinitas untuk lingkungan

estuari antara 0.5 – 20 ppt.

Zonasi Geospasial

Zonasi geospasial dikelompokkan berdasarkan kondisi geologi

permukaan yang didiskripsi secara visual, dan kondisi geologi bawah

permukaan (Lihat Lampiran 21). Berdasakan hal tersebut setiap segmen pantai

mempunyai karakteristiknya sendiri. Resistenitas sedimen tergangtung pada

sedimen penyusunnya, yang dibentuk oleh proses-proses geologi dan

hidrodinamika pantai daerah penelitian. Endapan sedimen pantai tersebut

menyebabkan kondisi pantai antara segmen yang satu dengan lainnya berbeda

dan dicirikan dengan stabilitas pantainya yang dapat terlihat secara langsung.

Namun demikian kondisi bawah permukaan juga menjadi penting jika lahan

tersebut akan dikelolah.

Zonasi pantai estuari berdasarkan stabilitasnya, dibagi menjadi : Tipe-1

Zona Stabil di Pantai Barombong, Tipe-2 Zona Stabil-Dinamis I di Pantai

Page 58: Abstak

Tanjung Bayang, Tipe-3 Zona Stabil-Dinamis II di Pantai Tanjung Merdeka dan

Tipe- 4 Zona Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga.

Tipe-1, Zona Pantai Stabil.

Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Barombong, dicirikan pantai lurus,

proses pantai sedimentasi dan pantai maju. Sedimen vertikal tersusun oleh

sedimen marin, resistivitas 0.2 – 20.000 Ohm m, nilai Mean (Mz) 1.3 Ф – 2.4 Ф

(pasir sedang – halus), proses pantai sedimentasi. Sedimen pantai lebih

resisten dan pantai lebih stabil, topografi lebih tinggi. Dijadikan kawasan hijau,

untuk mengurangi dampak terhadap proses-proses pantai sekitarnya.

Pertimbangan lain, karena pantai relatif stabil, topografi daratan tinggi, lapisan

pasir tebal, dapat menjebak air tawar atau sebagai reservoir air tanah, sehingga

lahan diperuntukkan vegetasi pantai dataran tinggi.

Tipe-2, Zona Pantai Stabil Dinamis I.

Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Bayang, dicirikan pantai

cuspate dan lurus, proses pantai erosi - sedimentasi, relatif stabil-dinamis,

sedimen vertikal tersusun oleh sedimen fluvial, resistivitas 0,09 - 429 Ohm m,

nilai Mean (Mz) 1,37 Ф - 3,4 Ф (pasir sedang – pasir sangat halus), Sedimen

pantai lebih resisten dan pantai stabil - dinamis, topografi sebagian daratan

tinggi dan ke Utara cenderung rendah. Lapisan pasir cukup tebal untuk

cebakan air tawar sehingga lahan cukup baik untuk pertanian, tambak atau

pembuatan kolam artifisial sebagai resapan, memelihara vegetasi pantai

(mangrove, non-mangrove) sebagai perlindungan terhadap iklim yang ekstrim

dan dilarang menambang pasir dikawasan ini.

Tipe-3, Zona Stabil Dinamis II.

Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Merdeka, dicirikan pantai lurus,

dengan topografi pantai rendah, sedimen vertikal tersusun oleh sedimen fluvial,

resistivitas 0.1 – 274 Ohm m, nilai Mean (Mz) 2,0 ф – 2.6 ф (pasir sedang –

kasar). Sedimen marin dan sedikit proses fluvial sungai, serta memperlihatkan

proses abrasi dan sedimentasi. Perlu dilakukan penanaman mangrove, yang

Page 59: Abstak

didesain sesuai bentuk groin di pantai hingga ke kawasan Trans Studio untuk

mengurangi abrasi.

Tipe-4, Zona Pantai Tidak Stabil.

Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Bunga, dicirikan pantai

spit berubah secara gradual, sedimen vertikal tersusun oleh sedimen pantai

tidak padu dan lapisan fluvial-deltaik yang cukup tebal, resistivitas 0,1 – 402

Ohm m, nilai 1.3 Ф – 2.4 Ф (pasir halus – sedang), Topografi pantai relatif

landai dan dipengaruhi oleh pasang surut. Proses pantai abrasi, walaupun

terkesan sedimentasi karena adanya reklamasi pantai.

G. Prospek Vegetasi

Mengacu pada konsep Present is The Key To The Past seperti yang

telah diuraikan di atas, maka dijadikan dasar untuk menginterpretasikan

dinamika vegetasi dengan konsep Present is The Key To The Future. Pantai

yang memiliki karakteristik pada setiap bagian pantai, memberikan rona

bentang alam pantai yang khas pula. Kondisi tersebut terbentuk semata-mata

bukan karena bentukan alam di permukaan saja namun juga dipengaruhi oleh

kondisi bawah permukaan. Bertalian dengan sebaran vegetasi tentunya kondisi

ini ditentukan oleh model sedimen bawah permukaan dan pengaruhnya

terhadap kondisi air tanah. Perubahan tekstur sedimen, baik yang berubah

secara mengkasar maupun menghalus kearah atas, menggambarkan

perubahan suatu kondisi lingkungan pengendapan. Tersingkapnya lapisan-

lapisan sedimen bawah permukaan, merupakan proses perubahan kondisi

hidrodinamika suatu kawasan pantai yang akan memberikan bentukan bentang

alam yang baru. Kondisi ini juga diikuti dengan perubahan topografi dasar

perairan yang menyebabkan perubahan tinggi rendahnya permukaan air laut.

Akibatnya juga memberikan efek terhadap perubahan garis pantai yang

ditunjukkan dengan maju mundurnya garis pantai. Hal tersebut

menggambarkan bahwa perubahan bentang alam menandakan kedinamikaan

kawasan pantai yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu,

baik untuk jangka waktu pendek,menengah maupun panjang, dalam bentukan

morfodinamika pantai yang baru.

Page 60: Abstak

Pantai Estuari Jeneberang memperlihatkan morfodinamika kawasan yang

terungkap pada hasil interpretasi tekstur sedimen bawah permukaan. Kondisi

tersebut dikorelasikan dengan keterdapatan air tanah dan sedimen kuarter,

memberikan karakteristik daerah penelitian pada setiap bagian pantainya.

Berdasarkan karakteristinya, maka dilakukan pembagian Zonasi Akifer dan

Prospek Vegetasi Pantai, seperti yang terlihat pada Lampiran 21.

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Hidrodinamika pantai yang berlangsung hingga saat ini, menunjukkan

bahwa pantai masih di bawah kendali longshore drift dari arah Selatan ke

Utara yang mempengaruhi lingkungan di sepanjang pantai estuari

Jeneberang. Angkutan sedimen dari selatan ke Utara disebabkan oleh

arus, baik yang dibangkitkan oleh ombak maupun oleh pasang surut.

Material yang terangkut ke arah Utara, terakumulasi membentuk spit yang

masih terlihat di depan muara Utara Sungai Jeneberang (yang sudah

ditutup). Pola endapan material sedimen ini selalu mengalami perubahan

sesuai iklim dan musim yang berlangsung.

2. Kondisi topografi pantai di permukaan akan selalu saling mempengaruhi

dengan kondisi topografi bawah permukaannya, Kondisi hidrodinamika yang

berlangsung dan proses yang berlanjut akan merubah bentuk garis pantai.

Adanya perubahan topografi dasar perairan pantai dan hidrodinamika akan

merubah bentang alam pantai. Perubahan pantai secara alami berlangsung

lebih lambat dibandingkan dengan perubahan yang diakibatkan oleh

aktivitas manusia maka perubahan secara gradual akan berlangsung sangat

cepat.

3. Perubahan topografi dasar perairan pantai akan diikuti dengan terjadinya

perubahan pada tinggi - rendahnya permukaan dasar laut. Pada

pengukuran titik lokasi mercusuar di Pantai Tanjung Bunga, menunjukkan

Page 61: Abstak

telah terjadi penurunan dasar perairan setinggi 2.5 meter dalam kurun waktu

10 tahun (tahun 2000 – 2010). Penurunan rata-rata pertahunnya adalah 25

cm. Berdasarkan data pemboran menunjukkan kondisi ini masih bisa

berlangsung hingga penurunan dasar perairan terjadi setinggi 20 meter.

Sedangkan kenaikan permukaan air laut secara global sesuai data dari

NOAA setinggi 1.8 mm per tahun.

4. Perubahan garis pantai berdasarkan perhitungan dari tahun 2006 hingga

tahun 2010 yang diukur pada titik pengukuran, telah terjadi perubahan di

Pantai Barombong yaitu garis pantai maju (sedimentasi) sejauh 19,5 m.

Sedangkan di pantai bagian utara adalah pantai mundur (abrasi), yaitu

pantai Tanjung Bayang mundur 60 m, Tanjung Merdeka mundur 24 m dan

Tanjung Bunga mundur 62 m. Berdasarkan tekstur sedimen bawah

permukaan dengan metode ekplorasi geologi dan geolistrik, dapat

dibedakan model endapan sedimen marin terdapat di Pantai Barombong,

sedangkan model endapan fluvial deltaic terdapat di bagian utara Muara

Sungai Jeneberang yaitu di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan

Pantai Tanjung Bunga.

Model endapan tersebut terdiri dari ; endapan dataran delta (delta plain),

endapan dataran depan delta (delta front), endapan pasir pantai (sand

beach), endapan tepian (fore shore).

5. Berdasarkan tekstur sedimen bawah permukaan dengan metode eksplorasi

geologi dan geolistrik, dapat dibedakan model endapan sedimen marin

terdapat di pantai Barombong sedangkan model endapan fluvial deltaik

terdapat di bagian Utara Muara Sungai Jeneberang yaitu di Pantai Tanjung

Bayang, Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Model endapan

tersebut terdiri dari endapan dataran delta (delta plain), endapan dataran

depan delta (delta front), endapan pasir pantai (sand beach), endapan

tepian (foreshore).

6. Berdasarkan eksplorasi geolistrik kondisi air tanah di daerah penelitian

terdapat sebagai unconfined aquifer di Pantai Barombong dan Pantai

Tanjung Bayang dan confined aquifer terdapat di Pantai Tanjung Merdeka

dan Pantai Tanjung Bunga. Sedangkan keterdapatan air tanah dan

Page 62: Abstak

kemudian dikorelasikan dengan vegetasi, sangat terkait dengan bentuk

topografinya. Pada dataran tinggi untuk vegetasi dataran tinggi seperti

kelapa dan sebagainya, topografi sedang, dengan vegetasi campuran

mangrove dan non mangrove, dan dataran rendah yang dipengaruhi pasang

surut dengan vegetasi mangrove.

7. Berdasarkan pembagian zonasi geospasial, maka daerah penelitian dapat

dimanfaatkan berdasarkan karakteristik setiap tipe pantainya.

Zona Stabil di Pantai Barombong, Stabil Dinamis-I di Pantai Tanjung

Bayang, Zona Stabil Dinamis-II di Pantai Tanjung Merdeka dan Zona Tidak

Stabil di Pantai Tanjung Bunga

8. Pantai abrasi (pantai mundur) dicirikan oleh kontur batimetri yang rapat

(terjal) dengan ukuran butir sedimen lebih besar 2.4 ф , sedangkan pantai

sedimentasi (pantai maju) dicirikan oleh kontur batimetri yang renggang

(landai) dengan ukuran butir sedimen lebih kecil dari 2.4 ф. Hal tersebut

dibandingkan dengan hasil penelitian Langkoke, 2006 berdasarkan pada

tekstur sedimen untuk penentuan segmen abrasi (sedimen kasar) atau

sedimentasi (sedimen halus).

9. Stabilitas pantai dikontrol oleh jenis material penyusunnya. Pantai yang

tersusun oleh sedimen fluvial di atas sedimen pantai, di atas sedimen

dangkal merupakan pantai yang tidak stabil. Pantai yang tersusun oleh

sedimen pantai di atas endapan fluvial, di atas sedimen laut dangkal

merupakan pantai yang stabil dinamik, sedangkan pantai yang tersusun

oleh sedimen laut dangkal merupakan pantai yang stabil.

10.Pohon Lontara (Borassus sudaica), dapat dijadikan penciri pantai yang

tersusun oleh sedimen marin/pantai di atas endapan laut dangkal. Kondisi

ini dapat terlihat pada sebaran pohon lontara yang tumbuh subur ke arah

Selatan Kabupaten Takalar.

11.Pohon Kelapa dapat dijadikan penciri pantai yang disusun oleh sedimen

fluvial di atas sedimen pantai di atas sedimen laut dangkal.

12.Jenis akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) di kawasan pesisir pantai

dicirikan oleh sebaran pohon lontara yang luas sebagai perangkap air tawar

yang cukup dalam, pada sedimen pantai di atas endapan laut dangkal.

Page 63: Abstak

13.Hilangnya zonasi mangrove di daerah pantai mengindikasikan gejala

perubahan kondisi geologi di suatu kawasan pantai. Hal tersebut jika

dibandingkan dengan zonasi mengrove menurut Nybakken, 1988.

14.Penelitian karakteristik pantai secara visual menurut Dolan,1975 dan

penelitian pantai, di sekitar Muara Sungai Jeneberang oleh Langkoke, 2006,

dengan metode visual deskripsi menghasilkan karakteristik morfometri

pantai. Sedangkan penelitian yang dilakukan Langkoke, 2010, pada lokasi

yang sama tetapi dengan melakukan penelitian pada distribusi vertikal

sedimen bawah permukaan menghasilkan karakteristik pantai yang berbeda

pada setiap segmen pantai kawasan Estuari Jeneberang.

Saran

a. Saran untuk Penelitian

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Sedimen Kuarter di Pantai

Makassar.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Hidrodinamika Perairan di

Pantai Makassar.

3. Perlu dilakukan kajian rekayasa untuk zona proteksi dan Konservasi

terhadap abrasi dan intrusi air laut dengan menggunakan vegetasi di

Kawasan Estuary Jeneberang.

4. Perlu dilakukan desain Danau Artifisial untuk meningkatkan kualitas air

tanah di kawasan estuari Jeneberang dalam rangka mengantisipasi

kerawanan cadangan air tawar. Mengingat perubahan morfodinamika

pantai dengan campur tangan manusia akan membuat kawasan mengalami

perubahan dengan cepat.

b. Saran untuk PEMKOT MAKASSAR

5. Pemanfaatan lahan pantai dianjurkan selalu memperhatikan kondisi geologi

bawah permukaan, yang cukup signifikan seperti morfogenesis pantai, untuk

dijadikan dasar dalam pengelolaan kawasan pantai.

6. Sedimen pantai merupakan material lepas dan tidak padu, menjadikan

kawasan ini labil, khususnya di pantai bagian utara muara Sungai

Jeneberang. Pantai saat ini sudah memperlihatkan indikasi adanya

Page 64: Abstak

penurunan dasar perairan yang akan menimbulkan permasalahan baru.

Disarankan untuk menjadi pertimbangan dasar dalam kebijakan Rencana

Tata Ruang Kawasan Metropolitan Mamminasata, yang termasuk Zona P3.

Serta menjaga stabilitas sedimen bawah permukaan agar tetap stabil.

7. Perlunya kajian mendalam tentang kondisi geologi bawah permukaan,

terutama di kawasan pantai Tanjung Bunga yang dalam perencanaan akan

dijadikan sebagai Centre Point Of Indonesia, mengingat endapan alluvium di

kawasan ini cukup tebal.

8. Jika pengembangan kawasan pantai dilakukan maka di kawasan ini perlu

direncanakan misalnya dengan membuat jalur hijau dan folder-folder

sebagai reservoir air tanah ataupun folder pengatur banjir sudah perlu

didesain dari sekarang, sebagai upaya antispitasi. Mengingat perubahan

morfodinamika pantai dengan campur tangan manusia akan membuat

kawasan akan mengalami perubahan dengan cepat.

Page 65: Abstak

DAFTAR PUSTAKA

Allen, J.R. and N.P. Psuty, 1987. Morphodynamics of a single-barred beach with a rip channel, Fire Island, NY. Coastal Sediments ’87, ASCE: p 1964-1975.

Alley. W.M., Reilly. T.E dan Franke. O.L, 2007 Sustainability of Ground-Water Resources. General Facts And Concepts About Ground Water U.S. Geological Survey Circular 1186

Alomar M, Rodolfo Bolaños- Sánchez2, Agustín Sanchez-Arcilla1 and Abdel Sairouni3, 2011. Wave Growth Under Variable Wind Conditions. (https://journals.tdl.org/ICCE/article/view/1189/pdf_280, dikases 13 Maret 2011)

Awaluddin,M.Y, Susilo T.T, dan Nasima,D. 2005. Karakteristik Massa Air di Perairan Makassar Selama Pelayaran Riset INSTAN (International Nusantrara Stratification And Transport) Bulan Juli 2005. (Online). Journal Of Marine Science.

Bahri, S., and Basri, C. 1996. Peta Geologi Kwarter Lembar Sungguminasa Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.

Benumof, B., Storlazzi, C., Seymour, R. & Griggs, G. 2000 The relationship between incident wave energy and sea cliff erosion rates: San Diego County, California. Journal of Coastal Research 16, 1162–1178.

Berendsen, H.J.A. and Stouthamer, E. 2001. Palaeogeographic Development of the Rhine-Meuse delta, The Netherlands. Assen: Van Gorcum. 270 p.

Berger, A. R. 1997 Assessing rapid environmental change using geoindicators. Environmental Geology 32 (1), p 36–44.

Bernard,J,2003, Principles of Geophysical Methods for Groundwater, On Line 25 Maret 2011, USGS Ground-Water Hidrology.

Bird, E.C.F. 2008. Depositional Features In Estuaries And Lagoons On The South Coast Of New South J Wales, (online), Article first published online: 28 JUNI 2008, Journal Geographic Research, DOI: 10.1111/j.1467-8470. 1967. Tb 00760.x.

Boggs, S. 2001. Principle of Sedimentology and Stratigraphy, 3 ed., Prentice Hall, Inc. Uper Saddle River, New Jersey 07548.

Bunga AM., 1996. Evaluasi Intrusi Air Laut Bawah Tanah di Wilayah Kotamadya Ujung Pandang. Tesis - Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.

Page 66: Abstak

Bush, D. M., Neal, W. J., Young, R. & Pilkey, O. H. 1999 Utilization of geoindicators for rapid assessment of coastal-hazard risk and mitigation. Ocean & Coastal Management 42 (8), p 647–670.

Carter, RWG. 1988. Coastal Environmental, An Introduction to the physical, Ecological dan Cultural System of Coasts Lines. London: Academic Press.

Cowell, P. J., and B. G. Thom, 1994. Morphodynamics of coastal evolution. In: R.W. G. Carter and C. D. Woodroffe, editors. Coastal Evolution: Late Quaternary shoreline morphodynamics, Cambridge University Press, Cambridge UK, p. 33-86.

Craft, C. B., 2005. Natural and Constructed Wetlands. Encyclopedia of Hydrological Sciences. John Wiley & Sons, Ltd. p. 4 – 5.

Dale, V. H. & Beyeler, S. C. 2001 Challenges in the development and use of ecological indicators. Ecological Indicators 1, p 3–10.

Das C. Limura K and Tanaka N. 2011. Effects Of Coastal Vegetation Species And Ground Slope On Storm Surge Disaster Mitigation (https://journals.tdl.org/ICCE/article/view/1144/pdf_39, diakses 13 Maret 2011)

Daly C, Roelvink D. Ap van Dongeren ,Jaap van Thiel de Vries, and Robert McCall, 2011. Short Wave Breaking Effects On Low Frequency Waves. (Proceeding 20 ICCE-2010/1251_files/1251.html. diakses 13 Maret 2011)

Dolan, R.. 1975. Coatal Landform and Bathymetry. Online. Dalam: National Atlas of United States, Washinton DC, Defartment of Interior, p.78-79.

Dillenburg SR, Roy PS, Cowell PJ dan TomazelLI LJ. 2000. Influence of antecedent topography on coastal evolution as tested by the Shorface Translation-Barrier Model (STM). Journal Coast Research 16: 71-81.     

Dillenburg SR, Tomazelli LJ, Hesp PA, Barboza EG, Clerot LCP and Silva DB. 2005. Stratigraphy and evolution of a prograded, transgressive dunefield barrier in southern Brazil. Journal Coast Res. SI 39

Efriyeldy, 1999 Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara Sungai Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya Dengan Budidaya KJA . (Online) Jurnal Natur Indonesia I1 (1): 85 - 92

El-Sabh, M., Demers, S. & Lafontaine, D. 1998 Coastal management and sustainable development: From Stockholm to Rimouski. Ocean & Coastal management 39 (1-2), p 1–24.

Faiz. A.D.,2011. Studi Pengaruh Salinitas dan Jenis Sedimen terhadap Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata. Kesemat Jurnal . Online. http://kesematindonesia.wordpress.com/kirim-artikel/

Galloway W.E, Patricia E. Curry G., Li Xiang and. Buffler R.T 2000.. Cenozoic Depositional History of the Gulf of Mexico Basin. AAPG Bulletin. 2000 ; 84: 1743-1774.

Page 67: Abstak

Gravens, M.B., 1999. Periodic shoreline morphology, Fire Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1613-1626.

Hantoro. 2010 Pengaruh Karakteristik laut dan pantai terhadap perkembangan kawasan kota pantai, (online), Proceeding: Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia, (http://www.sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc, diakses 2 November 2010).

Hart, B.S., Long, B.F. 1996. Forced Regressions and Lowstand Deltas: Holocene Examples,Canadian. Journal of Sedimentary Research. Volume 66. DOI:10.1306/D4268414-2B26-11D7-8648000102185D.

Hayashi, K., Hashimoto K, Yagisawa K, and Kobayashi N. 2010. Beach Morphologies At Notsukezaki Sand Spit, Japan. Paper No.32 (2010). (Journals.tdl.org/ICCE/article/viewArticle/1212). Diakses 14 Maret 2010.

Heath, R. C. 1983. Basic Ground-Water Hydrology. U.S. Geological Survey Water-Suply Paper 2220.

Headland, J.R., C. Rasmussen, L. Bocamazo, W.G. Smith, and M. Herrman, 1999. Tidal inlet stability at Fire Island, Moriches and Shinnecock Inlets, Long Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: 2249-2264.

Hodge, R. A. 1997 Toward a conceptual framework for assessing progress towards sustainability. Social Indicators Research 40, p 5–98.

Holman, R. 1986 Extreme value statistics for wave runup on a natural beach. Coastal Engineering 9 (6), p 527-544.

Holman, R. A. & Sallenger, A. H. 1985 Setup and swash on a natural beach. Journal of Geophysical Research 90 (c1), p 945–953.

Intergovernmental Panel on Climatic Change, 2001. IPCC Third Assessment Report: Climatic Change 2001. Cambridge University Press, UK.

Imran, A. M., Ramli., Rafiuddin, 2009, Analisis Zona Pengimbuhan Terhadap Air Tanah Kota Makassar. Laporan Penelitian Strategi Nasional, Lemlit Unhas, Makassar.

Jiménez, J. A., Sánchez-Arcilla, A., Valdemoro, H. I., Gracia, V. & F. Nieto 1997 Processes reshaping the Ebro delta. Marine Geology 144, p 59–79.

Judge, E. K., Overton, M. F. & Fisher, J. S. 2003 Vulnerability indicators for coastal dunes. Journal of Waterway Port Coastal and Ocean Engineering 129 (6), p270–278.

Kana, T.W., 1995. A mesoscale sediment budget for Long Island, New York. Marine Geology, 126: 87-110.

Kana, T.W., 1999. Long Island’s South Shore beaches: A century of dynamic sediment management. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1584-1596.

Kelley, J. T., W. R. Gehrels, and D. F. Belknap, 1995. Late Holocene relative sea-level rise and the geological development of tidal marshes at Wells, Maine. Journal of Coastal Research, 11: 136-153.

Page 68: Abstak

Kennish, M. J., 1994. Practical Handbook of Marine Science, 2nd Edition. Boca Raton, Florida, CRC Press, 1994. p. 105-106

Komar, PD., 1998. Beach Processes and Sedimentation, Second Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs.

Komar, PD. 1996. Coastal Geology. Processes & Morphology of Coasts and Beaches. Oregon State University, Corvallis, Oregon, USA.

Kraus, N. C., Larson, M. & Kriebel, D. L. 1991 Evaluation of beach erosion and accretion predictors. Coastal Sediments p. 572–587.

Langkoke, R. 2010a. Pengaruh Karakteristik Pantai Estuari Makassar Terhadap Perkembangan Kota Pantai. Prosiding Seminar Nasional: Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan 2010. ITS – Surabaya. ISSN: 1412 – 2332, 9 – 10 Des. 2010.

Langkoke, R. 2010b. Perubahan Pantai Delta Jeneberang Berdasarkan Sedimen Backsore. Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Teknik Pantai di Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Legian – Kuta, Bali.

Langkoke, R. 2010c. Topografi Dasar Perairan Pantai Tanjung Bunga Pantai Tanjung Bunga Kota Makassar. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6.

Langkoke, R., Apriani. S, 2010d. Sebaran Mineral Berat Endapan Pasir Pantai Tanjung Bunga Kecamatan Mariso. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6.

Langkoke,R., Herman, 2008. Transpor Sedimen Suspensi Perairan Pantai Estuari Jeneberang Kota Makassar. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 02 Mei – Agust. 2008. Hal..109-216.

Langkoke, R., Rochmanto.B., 2008. The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei – Agust. 2008.

Langkoke, R. 2007. Taman Mangrove di Area Perencanaan. CPI. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 01 Jan – April 2007.

Langkoke, R. 2006. Coastal Sediment Cell On The Vicinity of the Jeneberang River Mouth,Makassar, South Sulawesi. Proocedings of IAGI 36th Joint convevtion Pekan Baru-Riau,Indonesia.

Larson, M. 1991. Equilibrium Profile of A Beach With Varying Grain Size. Proceeding of Coastal Sediment. Florida: American Society of Coastal Engineer, p 905 – 919.

Leatherman, S.P. and Allen, J.R., 1985. Geomorphic analysis of the south shore barriers of Long Island, New York, Technical Report, National Park Service,Boston, Massachusetts, 350 p.

Page 69: Abstak

Lewis, DW, Conchie, DM. 1994. Analytical Sedimentology . Chapman & Hall. One Pen Plaza New York. NY 10119,USA.

Makaske, A. 1998. Anastoming rivers - Forms, processes and sediments. Netherlands Geographical Studies 249, 287 p. KNAG/Faculteit Ruimtelijke Wetenschapen Universiteit Utrecht.

Miall, A.D. 1996. The geology of fluvial deposits. Berlin: Springer Verlag, 582 p.

Macintosh. D., 2008. Ecosystem Approaches to Coastal Resource Management: The Case for Investing in Mangrove Ecosystems. Bangkok, Thailand.

Mochtar, H. 2007. Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan Indonesia, (online), Pusat Survei Geologi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007:(http://www.bgl.esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20070101.pdf, diakses 27 Oktober 2010).

Morang, A., D.S. Rahoy, and W.G. Grosskopf, 1999. Regional geologic characteristics along the South Shore of Long Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: 1568-1583.

Monoarfa, M. 2001 Dampak Pembangunan Terhadap Kualitas Air Di Kawasan Pesisir Pantai Losari, Makassar. Online. Jurnal Pascasarjana Unhas. ISSN 1411- 4674.

Morgan, J. P. & Stone, G. W. 1985 A technique for quantifying the coastal morphology in Florida’s barrier islands and sandy beaches. Shore and Beach 53, p 19–26.

Morton, R. A. ,2002. Factors controlling storm impacts on coastal barriers and beaches a preliminary basis for real-time forecasting. Journal of Coastal Research 18 (4), p 838–838.

Noor YS, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.

Nordstrom, K.F., and J.M. McCluskey, 1985. The effects of houses and sand fences on the eolian sediment budget at Fire Island, NY. Journal of Coastal Research, 1: p 38-46.

Nurfaidah, 2009. Pengembangan Dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar Sebagai Waterfront City. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Nybakken, W.J.,1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/04_Kandungan%2520Total_MS%2520Tarigan.PDF

Ongkosongo, OSR & Suyarso. 1989. Pasang Surut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian & Pengembangan Oseanologi, Jakarta.

Psuty, N.P., 1986. Holocene sea level in New Jersey. Physical Geography. 7: l56-l67.

Page 70: Abstak

Psuty, N. P., 2004. The coastal foredune: A morphological basis for regional coastal dune development. In: M. L. Martínez, and N. P. Psuty, editors, Coastal Dunes, Ecology and Conservation. Springer-Verlag, Berlin, p. 11-27.

Rahimy, Z., 1998. Analisa Plume Pada Muara Sungai Jeneberang Kotamadya Ujung Pandang Propinsi Sulawesi Selatan. Ujung Pandang (Tidak dipublikasikan).

Rahimy, Z., 2006. Kalibrasi Model Numerik Dua Dimensi angkutan Sedimen Di Muara Sungai Jeneberang. (Tesis) Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik Universitas Indonesia. Jakarta.

Redwood, Jason.  2010. Pump / Recharge Rate Affect Saltwater Intrusion. Groundwater Management, Monitoring and Conservation Keep Intrusion Undercontrol, (online), (http://www.solinst.com, diakses 2 November 2010).

Rifardi. 2001. Karakteristik Sedimen Daerah Mangrove dan Pantai Perairan Selat Rupat, Pantai Timur Sumatera. Indonesian Journal of Marine Science.

Riverside. California 92502. The Echo. Western Society of Malacologists Annual Report, No. 6, 1974, p.37-44.

Rochmanto, B, Zulfan, R., dkk. 1996. The Change of Coastline in The Vicinity of The Jeneberang River Mouth, Makassar, South Sulawesi, Indonesia, Proceedings of IAGI XXV Annual Meeting, Bandung. Indonesia.

Sakka. 1996. Study on the Behavior of the Coastline of the Jeneberang Delta, Master’s thesis, Gadjah Mada University. Jogjakarta - Indonesia.

Schwab, W.C., E.R. Thieler, J.R. Allen, D.S. Foster, B.A. Swift, and J.F. Denny, 2000. Influence of inner-continental shelf geologic framework on the evolution and behavior of the barrier-island system between Fire Inland Inlet and Shinnecock Inlet, Long Island, New York. Journal of Coastal Research, 16: p 408-422.

Schwab, W.C., E.R. Thieler, J.R. Allen, D.S. Foster, B.A. Swift, J.F. Denny, and W.W. Danforth, 1999. Geologic maping of the nearshore area offshore Fire Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1552-1567.

Sherman, D. J., and B. O. Bauer, 1993. Dynamics of beach-dune systems. Progress in Physical Geography. 17: p 413-447.

Shore Protection Manual 1984 U.S. Corps of Engineers, 4th edn. U.S. Army Engineer Waterways Experiment, Station Washington, DC.

Simpson, R. 1971 A proposed scale for ranking hurricanes by intensity. Minutes of the Eighth NOAA, NWS Hurricane Conference, Miami.

Silvester, R and Hsu, JRC. 1993. Coastal Stabilization, Innovative Concepts, Prentice Hall, Inc., A. Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey..

Page 71: Abstak

Siradjuddin, I. 2005. Profil Kota Makassar, Buku Saku, Pemerintah Kota Makassar.

Smith, D.G. 1983. Anastomosed fluvial deposits: modern examples from Western Canada, In: Collinson, J. and Lewin, J., Eds. Modern and ancient fluvial systems: Oxford: Blackwell (Special Publication of the International Association of Sedimentologists v. 6, p 155-168.

Smith, W.G., K. Watson, D. Rahoy, C. Rasmussen, and J.R. Headland, 1999. Historic geomorphology and dynamics of Fire Island, Moriches and Shinnecock Inlets, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1597-1612.

Sorensen, R. 1997 Basic Coastal Engineering, 2nd edition. Chapman and Hall, New York.

Stockdon, H. F., Holman, R. A., Howd, P. A. & Sallenger, A. H. 2006 Empirical parameterization of setup, swash, and runup. Coastal Engineering 53 (7), p 573–588.

Szczepan J. Porebski and Ronald J. Steel 1990. Deltas and Sea-Level Change Porebski and Steel. Journal of Sedimentary Research.1990; 76: p 390-403.

Sukamto, R. dan N. Supriatna. 1982. Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Bantaeng dan Selayar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Direktorat Geologi Bandung.

Sukojo, B.M. 2003. Penggunaan Metode Analisa Ekologi dan Penginderaan Jauh untuk Pembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai, (online), Makara ,Sains Vol.7,No.1,April 2003.

Suriamihardja, D.A, Hamzah,M.A, Sakka, Ramli, M, and Mulayadi,Y. 2001. The Dynamics of Jeneberang Delta Coast, Report of collaborative research between the Faculty of engineering, Hasanuddin University, and GMTDC, Makassar.

Suriamihardja, DA. 2005. Environment and Development in Sulawesi “Compromise Management” in the Jeneberang Delta and Losari Bay, Makassar, From Sky to Sea, Department of Geography, Publication Series Number 61 University of Waterloo.

Syaefudin. 2010. Karakteristik Pantai Kabupaten Brebes Dan Zonasi Peruntukannya, (online), Prosiding: Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. IV, hal. 144 - 148 /HUMAS-BPT/ANY,

Sjaifuddin. 2007. Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk

Banten Berkelanjutan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Storms, J.E.A, Hoogendoorn, R.M., Dam, R.A.C., Hoitink, A.J.F., and Kroonenberg, S.B., 2005. Late-Holocene evolution of the Mahakam delta, East Kalimantan, Indonesia. Jurnal Sedimentary Geology, Volume 180, Issues 3-4, 15 October 2005, Pages 149-166.

Page 72: Abstak

Taufik, A. 2009. Uji Klorida Untuk Penentuan Sebaran Intrusi Air Laut Daerah Tanjung Bayang Kecamatan Tamalate, Makassar Skripsi- Geologi Universitas Hasanuddin Makassar. Tidak dipublikasikan

Triatmodjo, B, 1999, Teknik Pantai, Beta offset, Yogyakarta.

Tim Geolistrik, 1992. Penyelidikan AirTanah Secara Pendugaan Geolistrik. Kanwil Pertambangan Dinas ESDM Sul-Sel. Makassar.

Tim Geologi Pantai. 1994. Kumpulan Data Hasil Penyelidikan Geologi Pantai Dan Delta Jeneberang Kabupaten Gowa – Takalar. Kanwil Deptamben Dan Energi Propinsi Sulawesi Selatan. Ujung Pandang.

Tim Studi Kasus. 1993. Studi Lingkungan Pantai Takalar-Gowa Dan Sekitarnya Sulawesi Selatan. Kanwil Deptamben Prov. Sulselra. Ujung Pandang. Hal.

Udo K. and S. Yamawaki. 2007. Short-term Backshore Processes under Wave and Wind Actions. Journal of Coastal Research. ICS2007 (Proceedings). Australia

Valdéz V.C., Janette M. Jiménez M., Enrique H. Nava-Sánchez and Cuauhtémoc Turrent-Thompson. 2001. Dune and Beach Morphodynamics at Cabo Falso, Baja California Sur, Mexico: Response to Natural, Hurricane Juliette and Anthropogenic Influence. Journal of Coastal Research Volume 24, p.553 – 560.

Wright, L. D. & Short, A. 1983 Morphodynamics of beaches and surf zones in Australia. In: Komar PD (ed) CRC handbook of coastal processes and erosion. CRC Press, Boca Raton, FL p. 3564.

Page 73: Abstak

CURRICULUM VITAECURRICULUM VITAE

A.A. Data PribadiData Pribadi

1. Nama : Ir. Rohaya Langkoke, M.T.2. Tempat dan Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 10 -12 - 19583. Agama : Islam 4. Alamat

Rumah : Jl.Sunu Kompleks Unhas Baraya No.BX.6 Makassar

Telp : 0411-434653 Email : [email protected]

5. Status Sipil Nama Suami : Ir. Budi Rochmanto. MSc Nama Anak : Nilam Budi Wulandari

B. Riwayat Pendidikan :

1971 Sekolah Dasar Katholik II Pare-Pare1974 Sekolah Menengah Umum Pertama PGRI Bersubsidi

Ujung Pandang.1977 Sekolah Menengah Atas I/151 Ujung Pandang.1983 Sarjana Muda Sains dan Teknologi, Konsentrasi Geologi UNHAS

Ujung Pandang.1985 Sarjana Teknik Geologi (S1) UNHAS Makassar2006 Magister Teknik (S2) bidang Teknik Geologi UNHAS Makassar

C. Pekerjaan dan Riwayat Pekerjaan :

1. Pekerjaan Utama : Dosen Tetap UNHAS. Makassar2. NIP : 19581210 198601 2 0023. Pangkat/Golongan : Pembina Tk.I, IV/b4. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala5. Riwayat Pekerjaan

1986 - sekarang Dosen Tetap Fakultas Teknik UNHAS, Makassar 1986 - 1990 Anggota Senat Fakultas Teknik 1986 - 1990 Kepala Laboratorium Ilustrasi Teknik Geologi 1990 - 1998 Kepala Laboratorium Geologi Dinamik 1998 - sekarang Kepala Laboratorium Geokomputasi

D. Kegiatan Ilmiah/Training :

Page 74: Abstak

1986: Seismic Stratigraphy, Indonesian Petrolium Association, Program Diklat Pengelolaan IWPL MIGAS – AAPG, Jakarta.

1987: Kursus Singkat Metode Numerik Dalam Rekayasa Geoteknik Pusat Antar Universitas (PAU) – Ilmu Rekayasa. Bandung.

1988: Structural Geology Model, Shlumberger- Indonesian Petrolium Association, Yogyakarta

1989: Pemodelan Air Tanah, Pusat Antar Universitas, Acheen University Jerman dan ITB Bandung.

1990: Lokakarya Rekonstruksi Kuliah AKTA V AA. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang

Program Pencangkokan Aplikasi Komputer Dalam Analisis Uji Laboratorium Mekanika Tanah Geoteknik dan Aplikasi, ITB Bandung.

1992: Modern Carbonat System, British Petrolium, Ujung Pandang

Zeugnis der Grundstufe I Goethe Institut Jakarta

Aplikasi Geomorfologi Dalam Geoteknik, Indonesia Petrolium Association, Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.

Kursus Geofisika Terapan, Indonesia Petrolium Assosiation, dan UGM. Unjung Pandang.

1993: Modern Carbonat System, British Petrolium, Ujung Pandang

Kursus Geologi Teknik dan Terapannya Dalam Bidang Bangunan Teknik. Laboratorium Geologi Teknik & Tata Lingkungan FTM, ITB

1994: Pemodelan Air Tanah, Indonesia Petrolium Association, Jurusan Teknik Geologi UNHAS, Ujung Pandang.

2000: Sosialisasi Aspek Geologi Dan Sumber Daya Mineral di Prov.Sulsel

Dasar-Dasar Sistem Informasi Geografis, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung dan Kanwil Dept. Pertambangan & Energi Sulawesi Selatan, Ujung Pandang.

2003: International Workshop “Potency of Hydrothermal Deposit In South Banda Sea and Sangihe Talaud Island, Indonesia.

2004: Workshop Riset Dosen Dalam Rangka Implementasi Sistem Perencanaan,Penyusunan Program dan Penganggaran (SP4) Ujung Pandang.

2005: Kursus Mitigasi Bencana Alam Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Dept. Pertambangan dan Energi, Bandung.

E. Publikasi /Karya Ilmiah :

Page 75: Abstak

1. Langkoke, Djamaluddin, 1992, Distribusi Mineral Berat di Pantai Tanjung Bunga Ujung Pandang ,Sulawesi Selatan. Buku “Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI XIX”, Yogyakarta. Penerbit IAGI – Yogya.

2. Langkoke, 1997, Analysis of the Sea Bottom Sedimen in the Vicinity of the Jeneberang River Mouth Ujung Pandang” Buku “Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan”, IAGI XXVI,Jakarta

3. Multan, Rauf.M.,Rochmanto,B, Langkoke 1999, Analysis of Sedimentary Environment of Chromite Ore in Sawugi,Bungku

Barat,Poso, Central Sulawesi.

Buku “New Paradgm in Technology and Well-Managed Exploration/ Explotation of the Natural Resources. Proccedings of IAGI- Vol.II. ISBN-979-8126-13-0 The 28th Annual Convention,Jakarta,Indonesia.

4. Salbin B, Imran A.M, Langkoke, 2005, Analisis Sebaran Sedimen sebagai Kontrol Pendangkalan pada Lokasi Bangunan TPI Di Kecmatan Kajang, Kab. Bulukumba. Jurnal Penelitian (JPE) vol 10/3, 2005.

5. Langkoke,R, Rochmanto.B, 2006, Coastal Sediment Cell On The Vicinity of the Jeneberang River Mouth, Makassar, South Sulawesi. Proocedings of IAGI 36th Joint convevtion Pekan Baru-Riau,Indonesia.

6. Langkoke, R,2008.,The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei – Agust. 2008.

7. Langkoke,R. Herman, 2008. Transpor Sedimen Suspensi Perairan Pantai Estuari Jeneberang Kota Makassar. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 02 Mei – Agust. 2008. Hal..109-216.

8. Langkoke, R, Rochmanto.B., 2008. The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei – Agust. 2008.

9. Langkoke, R., Apriani. S, 2010d. Sebaran Mineral Berat Endapan Pasir Pantai Tanjung Bunga Kecamatan Mariso. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6.

10.