RINGKASAN DISERTASI MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN VEGETASI BERDASARKAN SEDIMEN BACKSHORE ESTUARI JENEBERANG MAKASSAR COASTAL MORPHODYNAMIC AND VEGETATION DISTRIBUTION PROSPECT BASED ON BACKSHORE SEDIMENT JENEBERANG ESTUARY MAKASSAR ROHAYA LANGKOKE PROGRAM PASCASARJANA
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
RINGKASAN DISERTASI
MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN
VEGETASI BERDASARKAN SEDIMEN BACKSHORE
ESTUARI JENEBERANG MAKASSAR
COASTAL MORPHODYNAMIC AND VEGETATION DISTRIBUTION
PROSPECT BASED ON BACKSHORE SEDIMENT
JENEBERANG ESTUARY MAKASSAR
ROHAYA LANGKOKE
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2011
PRAKATA
Bismillahirahmanirohim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Illahi Rabbi Allah SWT yang
atas kehendak-NYA hingga penulisan disertasi dapat diselesaikan dengan
baik. Judul penelitian adalah “Morfodinamika Pantai dan Prospek Sebaran
Vegetasi Berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang
Makassar”.
Gagasan yang melatari judul penelitian tersebut, didasarkan pada
kawasan pantai yang terus mengalami perubahan secara fisik, baik alami
maupun yang sporadik akibat aktivitas pembangunan di kawasan pantai.
Berdasarkan prinsip sedimentologi dengan konsep modern yang menyatakan
bahwa Present is the key to the Past dan selanjutnya mengajukan konsep
bagaimana melihat kedepan dengan menyatakan bahwa Present is the key to
the Future.
Penyusunan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik, atas arahan
dan bimbingan yang tulus ikhlas dari Tim Komisi Penasehat dan Penguji,
serta keterlibatan berbagai pihak yang telah ikut serta mendukung penulis.
Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menghaturkan
banyak terima kasih kepada:
- Prof.Dr.Ir. Muslimin Mustafa, M.Sc, sebagai Promotor, Prof. Dr.
D.A.Suriamihardja, M.Eng, sebagai Ko-Promotor, dan Dr.Ir.D. Agnes
Rampisela, M.Sc., sebagai Ko-Promotor, atas bimbingan dan arahan mulai
dari pembuatan proposal hingga penyusunan disertasi ini.
- Dr. Eng.Lukijanto, Prof.Dr.rer.nat Ir.A.M.Imran, Dr.Mahatma,S.T.,M.T, dan
Dr. Magdalena Litaay, sebagai tim penguji yang telah meluangkan waktu
dan memberikan arahan demi kesempurnaan penulisan disertasi ini.
- Ir.Budi Rochmanto,M.Sc, sebagai Ketua Tim Penelitian Pantai pada
Proyek LBE JICA dan Fakultas Teknik Unhas, yang telah memberikan
arahan dalam perencanaan survei geologi dan geolistrik di lapangan.
- Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementeriaan Pendidikan Nasional
yang telah membantu pembiayaan dana pendidikan BPPS selama
pendidikan.
3
- Direktur Pascasarjana berserta seluruh stafnya yang telah memberikan
bantuannya.
- Rektor Unhas dan Dekan Fakultas Teknik Unhas, yang telah memberikan
kesempatan untuk melanjutkan Pendidikan Program Doktor pada Program
Doktor (S3) Pascasarjana Universitas Hasanuddin.
- Prof. Ir.M.Saleh Ali, M.Sc.,Ph.D, sebagai Ketua Program Ilmu-Ilmu
Pertanian dan Bapak/Ibu Dosen atas bantuannya selama perkuliahan.
- Ketua Jurusan Teknik Geologi dan teman-tema dosen dan staf jurusan
atas bantuan, motivasi dan kerjasamanya.
- Rekan-rekan seangkatan tahun 2008 atas kerjasamanya melewati proses
perkuliahan.
- Ir.Zulfan Rahim, M.Si dan Ir. Sugianto yang telah memberikan dukungan
fasilitas peralatan dalam pelaksanaan survei.
- Orangtuaku tercinta; Let.Kol.Pol. Drs. H.Langkoke (almarhum) dan
Hj.Saleha Dg. Ngasseng (almarhumah) atas limpahan doa dan restu buat
ananda.
- Suamiku terkasih Budi Rochmanto dan anakku sayang Nilam Budi
Wulandari, terima kasih atas doa, kasih sayang, dan keikhlasannya.
- Terima kasih kepada Abdillah, Nirwani, Khaeriah Said sebagai tim kerja
Laboratorium geokomputasi yang setia mendampingi penulis dan kepada
semua pihak yang telah memberikan bantuan moriIl dan materiIl dalam
rangka melaksanakan penelitian hingga penyusunan disertasi.
Akhirnya semoga Allah meridhohi tulisan ini, memuliakan orang yang berilmu
dan bermanfaat untuk pengembangan ilmu, keselamatan bagi manusia, dan
khususnya menjadi berkah bagi penulis sendiri.
Makassar, 11 Juni 2011
Rohaya Langkoke
4
Telah tampak kerusakan di darat dan di lautdisebabkan oleh perbuatan tangan manusia,supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat)perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).(Q.S. Al-Rum (30) : 41)
5
Tim Komisi Penasehat
1. Prof. Dr. Ir. Muslimin Mustafa, M.Sc. Promotor2. Prof. Dr. D. A. Suriamihardja, M.Eng. Ko - Promotor3. Dr. Ir. D. Agnes Rampisela, M.Sc. Ko - Promotor
Tim Penguji
4. Dr. Eng. Lukijanto Eksternal - BPTT5. Prof. Dr.rer.nat. Ir. A.M. Imran Internal - UNHAS6. Dr. Mahatma, S.T., M.T. Internal - UNHAS7. Dr. Magdalena Litaay Internal - UNHAS
Seminar Proposal Disertasi : 29 September 2010
Seminar Hasil Disertasi : 11 Maret 2011
Ujian Pra-promosi : 13 April 2011
Promosi : Juni 2011
6
ABSTRAK
ROHAYA LANGKOKE. Morfodinamika Pantai Dan Prospek Sebaran Vegetasi Berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang (dibimbing oleh Muslimin Mustafa, D.A. Suriamiahardja, dan Agnes Rampisela).
Tujuan Penelitian adalah untuk 1) menentukan zona pemanfaatan lahan Pantai Estuari Jeneberang berdasarkan sedimen backshore, 2) menjelaskan proses-proses morfodinamika garis tepi dan hamparan Estuari Jeneberang, 3) menjelaskan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan air laut, dan menginterpretasikan perubahan vegetasi pantai (mangrove atau non-mangrove) serta keterdapatan air tanah.
Penelitian dilaksanakan di kawasan Pantai Estuari Jeneberang khususnya pada sedimen backshore, mulai dari Pantai Barombong di selatan, hingga Pantai Tanjung Bunga di utara. Pengumpulan data dilakukan dengan metoda eksplorasi geologi meliputi pemetaan garis pantai dan batimetri, hidrodinamika pantai, pemboran dangkal, dan geolistrik tahanan jenis 2D. Data sedimen yang diperoleh diolah berdasarkan geostatistik dan dianalisis dengan menggunakan konfigurasi program – program Arc-GIS versi 9.9, RES2DINV dan Google Earth-5, untuk menginterpretasi sedimen tekstur daerah penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan endapan sedimen marin, terbentuk di Pantai Barombong yang merupakan pantai sedimentasi, sedang sedimen fluvial deltaic terdapat di pantai bagian utara muara Sungai Jeneberang (Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga) dan merupakan pantai abrasi. Hasil pengamatan topografi dasar dalam 10 tahun telah terjadi penurunan dasar laut yang mencapai 2.5 m atau 25cm/tahun. Sedangkan jebakan air tanah dijumpai sebagai unconfined aquifer di Pantai Barombong dan Tanjung Bayang, dan confined aquifer di Pantai Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga. Korelasi tekstur sedimen, akifer, topografi dan hidrodinamika, maka prospek hamparan Estuari Jeneberang dibagi menjadi 4 zona geospasial yaitu; Zona Pantai Stabil di Pantai Barombong, Zona Pantai Stabil - Dinamis I Pantai Tanjung Bayang, Zona Pantai Stabil - Dinamis II di Pantai Tanjung Merdeka, dan Zona Pantai Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga.
7
ABSTRACT
ROHAYA LANGKOKE. Coastal Morphodynamic And Vegetation Distribution Prospects Based On Sediments Backshore Jeneberang Estuariy. (Supervised by Muslimin Mustafa,.D.A.Suriamihardja and Agnes Rampisela).
Objectives of the research are 1) to determine land use zone of Jeneberang estuarine coast based on backshore sediments, 2),to explain the processes of coastline morphodynamic of Jeneberang estuary coast, 3) to explains the process of the change of sea levels, and the changes of coastal vegetation (mangrove or non-mangrove ) as well as ground water trap.
The research is conducted at Jeneberang estuarine coast especially on the backshore sediments, from Barombong Beach in the south to the Tanjung Bunga coast in the north. Data are collected by the geological exploration methods including the coastline and bathymetry mapping, coastal hydrodynamics, shallow drilling, and geoelectric resistivity 2D. Sediment data are processed based on geostatistics and analyzed by using Arc-GIS version 9.9 programs, RES2DINV, and Google Earth-5, to interpret sediment terkstur research area.
The results showed marine sediment deposits formed on the Barombong Beach and is a sedimentation coast, while fluvial deltaic sediments found in the northern coastal of Jeneberang river mouth (Tanjung Bayang , Tanjung Merdeka and Tanjung Bunga Beachs) and the beach are abrasion coast . The basic topography observation in 10 years has been decline in sea floor that reached up to 2.5 m or 25 cm/yr. Whilethe aquifer found in Barombong Beach is unconfined ground water, and the confined aquifer on the coast of Tanjung Bunga and Tanjung Merdeka. Correlation of sediment texture, aquifer, topography and hydrodynamics, along the Estuary Jeneberang coast prospects divided into 4 zones, namely Barombong Beach Stable Zone, Stable- Dinamic I Zone in Tanjung Bayang Beach, Stable- Dinamic II Zone, in Tanjung Merdeka Beach, and Un-Stable Zone,
8
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pantai Makassar, merupakan kawasan pantai yang pembentukannya
dipengaruhi oleh sungai besar yang bermuara di kawasan pantai. Khususnya
pantai di bagian Barat terdapat Sungai Jeneberang sebagai salah satu sungai
besar yang bermuara ke perairan pantai ini. Pada muara Sungai Jeneberang
terbentuk delta, yang menyebabkan muara sungai ini terbagi dua yaitu muara
Utara dan muara Selatan. Diantara kedua muara ini terbentuklah pantai Estuari
Jeneberang. Kawasan pantai estuari ini terbentang dari bagian Selatan di
Pantai Barombong hingga pantai Tanjung Bunga di bagian Utara, sepanjang
kurang lebih 9 km. Sungai Jeneberang mengalirkan material sedimen dari
bagian hulunya dan mendistribusikan di perairan pantai hingga ke Selat
Makassar. Pantai Estuari Jeneberang merupakan pantai berpasir dengan
proses pantai yang dinamis. Kedinamikaan kawasan pantai berlangsung baik
secara alamiah maupun atas campur tangan manusia. Karena merupakan
salah satu sumber daya lahan dan permukaan bumi dengan ruang yang banyak
memberikan harapan bagi manusia untuk dimanfaatkan, sehingga kawasan ini
sangat rentan terhadap perubahan.
Menurut Dolan,1975, pemanfaatan lahan di kawasan pantai kebanyakan
hanya didasarkan pada bentuk morfometrinya saja, hal tersebut juga seperti
yang terjadi di pantai Estuari Jeneberang. Sehingga tidak jarang menimbulkan
permasalahan terhadap bangunan-bangunan di sepanjang pantai maupun di
hamparan delta. Rusaknya konstruksi bangunan di sepanjang pantai,
beberapa bagian bangunan telah mengalami penurunan pada lantai bangunan
(Gedung Celebes Convention Centre, Trans Studio) dan pembuatan jalan
penghubung di Spit Tanjung Bunga yang telah mengalami abrasi. Demikian
juga pada konstruksi bangunan teknik di sepanjang pantai (groin, jetties).
Sedangkan reklamasi pantai, dan penambangan pasir telah mengakibatkan
9
perubahan bentang lahan pantai seperti abrasi, sedimentasi, dan perubahan
pada garis pantai.
Perubahan kondisi fisik pantai secara alami dapat dicegah dengan
adanya vegetasi pantai, yang berfungsi sebagai peredam ombak, pencegah
abrasi, dan sebagai penghambat terjadinya intrusi air laut yang lebih jauh ke
arah daratan. Rusaknya vegetasi pantai khususnya tanaman mangrove
menyebabkan kondisi lingkungan biofisik mengalami perubahan, sehingga akan
terjadinya degradasi lahan (Nybakken, 1988).
Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka penelitian akan dilakukan
pada bagian pantai backshore. Dimaksudkan untuk mengungkapkan kondisi
geologi bawah permukaan, dengan menggunakan metode geologi dan
geofisika berdasarkan sedimen tekstur, struktur dan kandungan organiknya.
Kedinamikaan kawasan pantai dilakukan untuk mengetahui proses-proses
pantai yang pernah terjadi secara morfogenesis dan dikaitkan dengan waktu
atau secara kronologisnya. Proses-proses tersebut diinterpretasi dengan
konsep sedimentologi modern yang dimulai pada abad ke-18 dan ke-19 dengan
prinsip ‘Present is the key to the Past ‘ yang dikembangkan menjadi prinsip
‘Present Is the key to the Future’.
B. Rumusan Masalah
Telah terjadi pemanfaatan kawasan Estuari Jeneberang dalam berbagai
konsep yang secara langsung merubah biofisik lingkungan estuari. Perubahan
biofisik lingkungan telah berakibat pada instabilitas kawasan yang kurang
mendukung kegiatan pembangunan fisik serta terjadinya perubahan zonasi
vegetasi dalam kawasan pantai estuari, serta zona jebakan air tanah. Selain itu,
belum adanya dasar yang kuat untuk dijadikan acuan dalam pengelolaan dan
pengendalian pemanfaatan ruang di kawasan pantai Estuari Jeneberang, maka
untuk mengembangkan kawasan ini tidak semata-mata ditetapkan oleh
keinginan manusia saja, akan tetapi sangat tergantung pada proses tepian
pantai dan komponen penyusunnya, termasuk material sedimen, kondisi air
tanah dan sebaran vegetasinya, sehingga permasalahan pokok yang muncul
adalah:
10
1. Terjadinya pengikisan pantai oleh adanya proses-proses abrasi.
2. Terjadinya proses pengendapan sedimen pantai yang ditunjukkan oleh
variasi lapisan sedimen secara vertikal.
3. Morfodinamika pantai yang mempengaruhi sebaran vegetasi dan
keterdapatan jebakan air tanah.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan zonasi pemanfaatan
lahan pantai Estuari Jeneberang berdasarkan;
1. Menjelaskan proses-proses morfodinamika, garis tepi, dan hamparan pantai
Estuari Jeneberang
2. Menjelaskan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan dasar perairan
pantai.
3. Menunjukkan perubahan vegetasi pantai selama kurun waktu 100 tahun dan
keterdapatan jebakan air tanah.
D. Hipotesis
1. Jenis tekstur sedimen dapat menjadi indikator proses abrasi dan
sedimentasi
2. Model endapan sedimen dijadikan sebagai indikator perubahan garis pantai
dari waktu ke waktu.
3. Jenis tekstur sedimen dan model endapan sedimen pada seluruh arah
secara lateral dan vertikal, dapat menjadi indikator vegetasi pantai dan
jebakan air tanah pada kawasan estuari.
E. Kegunaan Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian pantai Estuari Jeneberang,
berdasarkan Sedimen Backshore, adalah sebagai berikut;
1. Bermanfaat sebagai acuan dalam mengeksploitasi/ mengelola kawasan
pantai Kota Makassar terutama dalam rekayasa teknik pantai berdasarkan
informasi geologi.
2. Sebagai acuan dalam mendiskripsi arah pengembangan data backshore,
dengan mempertimbangkan morfogenesa dan morfokrologinya.
11
3. Sebagai acuan dalam menentukan zona vegetasi pantai/marin berdasarkan
karakteristik sedimen dan proses-proses di Pantai Estuari Jeneberang.
4. Menentukan zonasi pemanfaatan lahan berdasarkan sedimen backshore
ASAL SEDIMEN
Kandungan Organik
Sifat Fisika
SEDIMEN BACKSHORE
Komposisi Mineral
Sifat Biologi
Sifat Kimia
Struktur
Tekstur
Komposisi
TUJUAN PENELITIAN
Menjelaskan proses -proses morfodinamika garis tepi dan hamparan pantai Estuari JeneberangMenjelasakan proses perubahan tinggi rendahnya permukaan dasar perairan pantai
Menunjukkan perubahan vegetasi pantai selama 100 tahundan keterdapatan jebakan air tanah.
keterdapatan jebakan air tanah
LATAR BELAKANG Kedinamikaan wilayah pesisir pantai dan delta Perubahan garis pantai yang cepat Perubahan fungsi lahan
RUMUSAN MASALAH
Pemanfaatan lahan pantai yang sangat intensif ( sifatnya morfometri) tanpa memperhatikan daya dukung lahan ( morfogenesa dan morfokronologi lahan) Kerusakan konstruksi bangunan
DARAT LAUT PANTAI
MORFODINAMIKA PANTAI
12
Gambar 1. Kerangka pikir penelitian Morfodinamika Pantai dan Prospek Sebaran Vegetasi berdasarkan Sedimen Backshore Estuari Jeneberang
13
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kondisi Daerah Penelitian
1. Dasar Penamaan
Pantai bagian Barat Kota Makassar terbentuk di antara 2 (dua) muara
Sungai Jeneberang. Daratan di antara 2 (dua) muara ini disebut Estuari, yang
dikenal sebagai Pantai Estuari Jeneberang. Pada awalnya kawasan pantai
estuari ini terbagi menjadi Pantai Panakukang, Bayang, dan Tanjung Alang.
Seiring dengan perkembangan pembangunan di area ini, maka pantai Tanjung
Alang terbagi menjadi 2 (dua) bagian; menjadi Pantai Tanjung Merdeka dan
Pantai Tanjung Bunga. Selanjutnya Pantai Panakukang berubah nama menjadi
pantai Barombong, sehingga sampai sekarang area pantai terbagi menjadi
Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka, dan
Pantai Tanjung Bunga. Seiring dengan perkembangan kawasan rekreasi pantai
di area ini, maka Pantai Tanjung Bunga dan Pantai Tanjung Merdeka lebih
dikenal dengan dinamakan Pantai Akkarena. Tempat tersebut, dijadikan
tempat rekreasi pantai dan dikelolah oleh swasta. Sedang Pantai Tanjung
Bayang dikelolah oleh masyarakat sebagai tempat rekreasi pantai.
Penamaan segmen pantai berdasarkan hasil penelitian sel sedimentasi
didasarkan pada stabilitas pantai di kawasan sekitar muara Sungai Jeneberang
(Langkoke, 2006), dibagi menjadi 4 (empat) sel/segmen. Segmen pantai yaitu;
Pantai Barombong di bagian Selatan, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung
Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga, di bagian Utara. Sedangkan penamaan
segmen pantai berdasarkan biofisik di kawasan pantai Estuari Jeneberang,
yang mengcakup wilayah administrasi Kecamatan Mariso dan Tamalate,
dikemukakan oleh Nurfaidah, 2009. Pantai Barombong, Pantai Tanjung
Bayang, Pantai Tanjung Merdeka termasuk wilayah Kecamatan Tamalate.
Pantai Tanjung Bunga termasuk dalam wilayah Kecamatan Mariso.
2. Kondisi Pantai Estuari Jeneberang
Mintakat pantai merupakan tempat berinteraksinya daratan,lautan dan
udara, menjadikan pantai merupakan suatu area yang sangat dinamik
(Triatmodjo,1990). Kedinamikaan pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang
14
telah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu. Hasil penelitian yang
dilakukan oleh de Klerk, 1983 vide Rochmanto,1996 telah menunjukkan
perubahan di kawasan estuari.
Sungai Jeneberang merupakan salah satu sungai besar di Sulawesi
Selatan yang mengalir dari Gunung Bawakaraeng (2760 m) hingga ke Selat
Makassar dan bermuara di perairan pantai. Menurut CTI Engineering
Co.Ltd,1978, hasil penelitian terhadap jumlah sedimen yang disuplai oleh
Sungai Jeneberang dan dimuntahkan ke perairan pantai melalui dua muara
sungai, yaitu muara Utara dan muara Selatan. Sekitar 60%, suplai sedimen
berjumlah 600.000 m3 dimuntahkan di muara Utara, sedangkan 40%, suplai
sedimen yang berjumlah 400.000 m3 dimuntahkan di muara Selatan. Sedimen
kemudian didistribusikan oleh ombak, dan arus susur pantai sehingga terbentuk
spit di bagian Utara yang dikenal sebagai Spit Tanjung Bunga.
Sejak penggenangan Dam Bili-Bil pada tahun 1999, yang berlokasi di
Bili-bili sekitar 20 Km dari muara Sungai Jeneberang, suplai sedimen dari
sungai ini menurun hingga 75% (CTI Enggineering Co.Ltd. vide Suriamihardja,
2005). Penggenangan Dam Bili-bili di ikuti dengan penutupan muara Utara
Sungai Jeneberang. Akibat penutupan ini menyebabkan suplai sedimen ke
bagian Utara spit berkurang yang menyebabkan terjadinya proses abrasi yang
besar di kawasan ini. Proses abrasi ini menyebabkan kerusakan bangunan
marcusuar di area ini dan berkurangnya luas lahan hingga 25,07 Ha/tahun
(Suriamihardja, 2005). Selanjutnya hingga awal abad ke - 21 ini pantai terus
mengalami perubahan dengan terjadinya abrasi di sepanjang pantai. Hasil
penelitian distribusi sedimen yang dikorelasikan dengan kelerengan pantai
memperlihatkan kondisi pantai abrasi terutama pantai di bagian Utara.
(Langkoke, 2006).
Kedinamikaan pantai yang sangat signifikan terjadi tiga tahun terakhir ini.
Kondisi tersebut dapat dilihat di pantai bagian Utara yang mengalami abrasi,
sementara di segmen pantai lainnya dilakukan penimbunan dan kegiatan
pembangunan fisik (pembuatan jalan, tanggul pantai). Jika pengelolaan
dilakukan tidak bijaksana akan menimbulkan perubahan-perubahan di
sepanjang pantai. Morfodinamika yang teramati secara visual seperti terjadi
15
abrasi, sedimentasi, perubahan garis pantai, perubahan alih fungsi lahan,
perubahan bentuk morfologi pantai, serta degradasi lahan, tentunya akan
berdampak pada kualitas lahan dan lingkungan biofisiknya.
3. Topografi Dasar Perairan Pantai
Perairan pantai di sekitar muara Sungai Jeneberang Makassar telah
diukur beberapa kali untuk mengetahui topografi dasarnya. Pengukuran
tersebut dilakukan untuk mengetahui dinamika topografinya. Pengukuran
topografi dasar perairan yang telah dilakukan di antaranya oleh Rochmanto et
al (1996). Hasil pengukuran pada tahun 1995 setelah pembuatan jettis di
muara Selatan, menunjukkan terbentuknya endapan sedimen di depan muara
Selatan yang terdistribusi ke arah Utara hingga di Pantai Tanjung Bayang.
Topografi dasar perairan landai hingga kedalaman 5 m. Pola kontur masih
memperlihatkan semburan material sedimen sungai yang dimuntahkan di
depan muara Selatan yang berarah Barat Laut. Semakin ke arah laut terlihat
pola kontur rapat, lurus dan relatif seragam pada kedalaman antara 5 - 10 m,
kemudian melandai pada kontur 10-15 m dan terdapat gumuk pasir (bar),
yang selanjutnya melandai hingga kedalaman 20 m. Sedangkan pola kontur
secara keseluruhan menunjukkan pola yang seragam, memiliki kontur rapat
dan lurus, hingga kedalaman 20 m dan semakin ke arah laut kontur terlihat
renggang dan kemiringan makin landai. Sedangkan hasil pengukuran tahun
2009 setelah penutupan muara Utara Sungai Jeneberang dan beroperasinya
Bendungan Serba Guna Bili – Bili, dan banyaknya konstruksi teknik di
sepanjang pantai, telah menunjukkan perubahan pada dasar perairannya,
dengan pola kontur umumnya mengikuti garis pantai. Topografi dasar di depan
muara Selatan menunjukkan pola kontur yang mengikuti semburan material
sedimen ke arah Barat Laut dan terbentuk endapan yang berteras dengan pola
dinamika sedimentasi ke arah Utara pada kedalaman hingga 10 m. Kontur di
sepanjang pantai relatif lebih rapat hingga mencapai kedalaman antara 2 m
hingga 5 m.Hingga pengukuran, Langkoke, Herman (2009) dengan
menggunakan GPS-Map Garmin Tipe 289 C Sounder, menghasilkan
perubahan topografi perairan yang sangat besar.
16
4. Morfodinamika Garis Pantai
Morfologi garis pantai selalu mengalami perubahan, baik secara alami,
maupun karena intervensi manusia. Perubahan tersebut terkait dengan bentuk
morfologi garis pantai. Demikian juga halnya dengan garis pantai di sekitar
muara Sungai Jeneberang. Bentuk morfologi garis pantai di kawasan ini terbagi
menjadi pantai Lurus, Cuspate, dan Spit.
Pantai Lurus, sejak awal pembentukan pantai menempati Pantai
Barombong dan Pantai Tanjung Merdeka. Pantai Cuspate awalnya menempati
daerah pantai Tanjung Bayang dan terus mengalami perubahan bentuk yang
cenderung menjadi lurus. Sedangkan bentuk Spit berkembang di depan muara
Sungai Jeneberang, membentuk pola endapan yang sejajar pantai. Hal tersebut
dikarenakan adanya longshore drift dari arah Selatan yang mengangkut
sedimen sejajar garis pantai (longshore sediment transport) yang dipengaruhi
oleh pola arus pasang surut. Kemudian membentuk endapan Spit di Pantai
Tanjung Bunga. Beberapa pengukuran garis pantai Estuari Jeneberang yang
pernah dilakukan telah menunjukkan perubahan bentuk morfologi pantai,
sehingg juga mengakibatkan perubahan pada panjang garis pantai.
Hasil penelitian yang dilakukan terhadap pengukuran garis pantai
dengan interval waktu tiga tahun oleh Langkoke, 2006, 2009, terlihat jelas
perubahan pada bentuk morfologi garis pantai di Pantai Tanjung Bayang di
Utara bagian kanan jetti dan Pantai Tanjung Bunga di bagian Utara. Pantai ini
mengalami proses abrasi yang cukup aktif. Selain diakibatkan penutupan
muara Utara Sungai Jeneberang, juga terdapatnya konstruksi bangunan teknik
di sepanjang garis pantai.
5. Geologi Kuarter Daerah Penelitian
Menurut Bahri dan Basri (1996) dalam Peta Geologi Kuarter Lembar
Sungguminasa Sulawesi Selatan, daerah penelitian (lihat Gambar 4) tersusun
atas : Endapan pasir pantai dan pematang pantai (B), Endapan pasir pantai dan
pematang pantai di atas endapan laut dangkal (BM), Endapan pasir pantai dan
pematang pantai di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai di atas
endapan laut dangkal (FBM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan
17
sungai (FC), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan sungai di atas
endapan laut dangkal (FCM), Endapan dataran limpah banjir di atas endapan
sungai di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai, di atas endapan
rawa bakau di atas endapan laut dangkal (FCM), Endapan dataran limpah
banjir di atas endapan laut dangkal (FM), Endapan dataran limpah banjir di atas
endapan kipas alluvial di atas endapan pasir pantai dan pematang pantai di
atas endapan laut dangkal (FVBM).
Gambar 2. Peta Geologi Kuarter daerah penelitian Lembar Sungguminasa Sulawesi Selatan pada kondisi topografi pantai tahun 1924. (Bahri dan Basri,1996).
18
6. Potensi Air Tanah
Potensi sumber daya air tanah bebas/dangkal berkisar pada kedudukan
dari 0 sampai 22 m dari permukaan laut. Muka air tanah berkisar dari 0,15 m
sampai 0,75 m dengan jenis lapisan akifer berupa pasir halus, pasir lempung.
Untuk porositas berkisar 30 % sampai 55 %. Ketersediaan air tanah setiap
tahunnya akan mengalami penurunan dengan semakin meningkatnya
pertumbuhan penduduk, sektor industri. Pada beberapa Kecamatan hampir
setiap tahunnya mengalami keterbatasan air.
Hasil pendugaan geolistrik di Pantai Barombong menunjukkan air tanah
dengan kualitas baik berada pada kedalaman antara 150 – 200 meter. Lapisan
pembawa air tanah tersebut adalah pasir. (Kanwil Deptamben, 2005). Menurut
Taufik, 2010 dengan uji klorida di Pantai Tanjung Bayang, didapatkan nilai 239
mg/l - 1719 mg/l atau 0.329 ppt – 1,719 ppt yang mengindikasikan intrusi
rendah – sedang. Hasil penelitian Bunga, 1996; uji klorida dengan nilai 200 mg/l
dekat pantai di kawasan pesisir pantai sudah menunjukkan indikasi intrusi air
laut. Sedangkan hasil penelitian berdasarkan electrical conductivity kawasan
pantai dikelompokkan kedalam zona tidak ada intrusi air laut. (Imran dkk, 2009).
B. Morfologi Pantai
Pantai adalah suatu wilayah yang selalu mengalami perubahan, baik
perubahan yang terjadi setiap hari, mingguan, bulanan, tahunan atau bahkan
perubahan yang terjadi jutaan tahun. Tidak semua perubahan yang terjadi di
wilayah pantai dapat dilihat secara langsung, tetapi hanya hasil dari proses
perubahan tersebut yang bisa diamati dan dirasakan oleh manusia. Perubahan
pada wilayah pantai sangat tergantung pada proses yang dominan yang terjadi
di wilayah pantai (Triatmodjo, 1999). Perubahan garis pantai terutama
disebabkan oleh angkutan sedimen sepanjang pantai, yang dapat mengangkut
sedimen sampai jauh (Triatmodjo,1999). Gelombang badai yang terjadi dalam
waktu singkat dapat menyebabkan terjadinya erosi pantai, selanjutnya
gelombang biasa yang terjadi sehari-hari akan membentuk kembali pantai
yang sebelumnya tererosi (pantai kembali stabil) (Komar, 1998,
Triatmodjo,1999).
19
Silvester dan Hsu (1993), mendefinisikan pesisir adalah zona di tepi pantai atau
daratan yang masih mendapat pengaruh dari laut seperti pasang surut dan
angin laut. Sedangkan berdasarkan penampang bagian-bagian pantai, maka
pantai adalah daerah ditepi perairan diantara pasang air laut tertinggi dan surut
terendah. Menurut Komar (1998), jika angkutan sedimen pada pantai oleh arus
susur pantai dan angkutan sedimennya sangat aktif, maka akan terbentuk
morfologi pantai antara lain: lidah pasir, laguna, endapan di depan teluk, dan
tombolo. Lidah pasir (spit) merupakan endapan pasir yang memanjang dan
sejajar garis pantai, dan biasanya menutupi teluk, sehingga membentuk laut
yang terkungkung yang disebut laguna (lagoon). Pada pantai - pantai yang
landai, sering dijumpai pulau-pulau di depan pantai yang sejajar dengan garis
pantai yang disebut pulau penghalang (barrier islands). Pulau-pulau ini akan
membentuk laguna yang airnya tenang, sehingga memungkinkan
terendapkannya material sedimen yang berbutir halus.
Pantai juga dapat dikatakan sebagai bagian dari daratan yang
dipengaruhi oleh fluktuasi pasang tertinggi dan surut terendah, dengan
kedinamikaannya oleh proses asal marin maupun asal kontinen/daratan dan
akan memberikan bentuk morfologi pantai yang khas dari suatu wilayah.
Kondisi wilayah pesisir pantai tersebut ditunjukkan oleh proses-proses geologi
yang berlangsung dalam pembentukannya, demikian juga terhadap kondisi
biofisik suatu kawasan pesisir pantai.
Kawasan pesisir pantai merupakan suatu sistem yang kompleks, tempat
terjadinya interaksi berbagai proses biofisik, sosial, budaya, ekonomi,
Gambar 3. Penampang pantai dan bagian-bagian pantai.
Sumber: Silvester and Hsu, 1993.
20
administrasi, dan pemerintahan. Faktor-faktor biofisik pada kawasan pesisir
pantai dicirikan oleh adanya perbedaan topografi, misalnya perbedaan
ketinggian, jenis air (asin-payau-tawar), tipe pasang surut, dan jenis litologi. Di
wilayah ini, khususnya pada pantai berpasir kadang ditemukan bukit pasir (sand
dunes) dan jenis tumbuhan asli (indigenous). Kebanyakan dari jenis-jenis
tumbuhan yang bersifat endemik (Sjaifuddin, 2007). Selain itu, kawasan pesisir
pantai juga mempunyai nilai penting terhadap aspek sosial ekonomi. Berbagai
aktivitas ekonomi penting seperti permukiman, industri, pertanian, dan
pariwisata yang terkonsentrasi di wilayah pesisir memberikan dampak pada
peningkatan kepadatan penduduk secara nyata (Tol et al.,1996; Joseph &
Balchand, 2000 dalam Nurfaidah, 2009).
C. Sedimen Pantai
Sedimen pantai adalah material sedimen yang diendapkan di pantai.
Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari daratan yang
dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke daerah pantai.
Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting didalam mempelajari proses erosi
dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut adalah ukuran partikel dan distribusi butir
sedimen, resistenitas atau ketahanan terhadap erosi, dan sebagainya. Di
antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah yang paling
penting. Berdasarkan ukuran butirnya, sedimen pantai dapat berkisar dari
sedimen berukuran butir lempung sampai gravel.
1. Sifat-sifat Sedimen Pantai
Sedimen pantai bisa berasal dari erosi garis pantai itu sendiri, dari
daratan yang dibawa oleh sungai, dan dari laut dalam yang terbawa arus ke
daerah pantai. Sifat-sifat sedimen adalah sangat penting didalam mempelajari
proses erosi dan sedimentasi. Sifat-sifat tersebut antara lain; ukuran partikel
dan distribusi butir sedimen, bentuk butir sedimen, tahanan terhadap erosi, dan
sebagainya. Di antara beberapa sifat tersebut, distribusi ukuran butir adalah
yang paling penting. Ukuran butir sedimen menurut Klasifikasi Went Worth,
1934 dalam Boggs, 2001. Berdasarkan pada sedimen penyusunnya juga
mencerminkan tingkat energi (gelombang dan atau arus) yang ada di
21
lingkungan pantai tersebut. Pantai gravel mencerminkan pantai dengan energi
tinggi, sedang pantai lumpur mencerminkan lingkungan berenergi rendah atau
sangat rendah. Pantai pasir menggambarkan kondisi energi menengah. Di
Pulau Jawa, pantai berenergi tinggi umumnya dijumpai di kawasan pantai
selatan yang menghadap ke Samudera Hindia, sedang pantai berenergi rendah
umumnya di kawasan pantai Utara yang menghadap ke Laut Jawa. Demikian
juga pantai Estuari Jeneberang di kawasan pantai barat Kota Makassar yang
berhadapan dengan Selat Makassar.
Pola sebaran sedimen ditentukan oleh faktor fluvial dan faktor marin.
Faktor fluvial meliputi debit sungai, arus sungai, konfigurasi dasar sungai, dan
sedimen sungai. Pola akumulasi sedimen delta yang didominasi oleh energi
pasang surut akan terbentuk gosong pasir yang menyebar di depan muara
sungai (Davis, 1984).
2. Angkutan Sedimen
Angkutan sedimen pantai adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang
disebabkan oleh gelombang dan arus yang dibangkitkannya, gerakan tersebut
disebabkan oleh proses abrasi dan erosi juga pengendapan lumpur di muara
sungai. Transport sedimen pantai dapat diklasifikasikan menjadi: Transport
sedimen menuju dan meninggalkan pantai (Cross-Shore sediment transport)
dan Transport sedimen sepanjang pantai (Long-Shore sediment transport).
Karakteristik sedimentasi di perairan pesisir terjadi perlahan dan
berlangsung menerus selama suplai muatan sedimen yang tinggi, terus
berlangsung. Perubahan laju sedimentasi dapat terjadi bila terjadi perubahan
kondisi lingkungan fisik di daerah aliran sungai. Terkait hal tersebut, seperti
pembukaan lahan yang akan meningkatkan erosi permukaan, dapat
meningkatkan laju sedimentasi. Proses sedimentasi yang berlangsung perlahan
dan terus menerus selama suplai muatan sedimen yang banyak dari daratan
masih terus terjadi. Sebaliknya proses sedimentasi berhenti atau berubah
menjadi erosi bila suplai sedimen berkurang karena pembangunan dam atau
pengalihan alur sungai, (Triantmodjo,1999).
D. Sedimen Backshore
22
Backshore merupakan bagian dari topografi pantai yang terletak diantara batas
pasang air laut tertinggi ke arah daratan hingga ke puncak pematang pantai
(berm crest) (Dillenburg, 2000, Saito,1997, Udo.K, 2010). Sedimentasi yang
membentuk endapan sedimen backshore terbentuk apabila terjadi kenaikan
muka air laut atau terjadi gelombang badai. Artinya lingkungan tepi pantai
bagian belakang (backshore) akan berubah jika terjadi gelombang badai
dengan enerji yang cukup tinggi. Endapan ini berdasarkan ururtan
pengendapannya terbentuk di atas endapan foreshore dengan kontak sedimen
yang bergradasi. Gradasi sedimen tersebut ditunjukkan oleh adanya perbedaan
ukuran butir yang tersusun secara berurutan dari bawah ke atas. Urutan
endapan sedimen tersebut dapat bergradasi menghalus atau mengkasar ke
arah atas, tergangtung oleh enerji oseanografi yang membentuknya.
Endapan sedimen backshore dicirikan oleh struktur laminasi sejajar, struktur
gelembur gelombang, sisa-sisa tumbuhan, dan konsentrasi mineral berat.
(Trenhaile,1996; Saito,1997). Pada endapan sedimen backshore juga dicirikan
oleh sisa-sisa tumbuhan seperti akar-akar tumbuhan. Hal tersebut
menunjukkan zona ini tidak selalu tergenang oleh air. Sedangkan ciri sedimen
backshore dijumpainya konsentrasi mineral berat.
Konsentrasi mineral berat ini juga menunjukkan adanya proses abrasi di pantai.
Proses pantai abrasi ini selalu mendapat perhatian serius karena akibat yang
ditimbulkannya lebih bersifat merugikan manusia di area tersebut. Meskipun
proses erosi sangat mudah diketahui, tetapi penyebab terjadinya proses ini
masih mengundang perdebatan. Tomazelli dan Villwock (1989) vide Dillenburg,
2000 mengatakan bahwa penyebab utama terjadinya erosi pantai adalah
kenaikan muka air laut. Tetapi kebanyakan orang menyatakan bahwa
penyebab terjadi proses erosi adalah adanya keseimbangan negatif pada
sedimen bajet.
E. Lingkungan Pengemdapan Fluvio-Deltaik
Sistem Fluvial, Fluvial merupakan hasil aktivitas aliran sungai. Terdapat
empat macam sungai yaitu straight, anastomosing, meandering dan braided.
23
Sungai anastomosing dipisahkan oleh pulau alluvial permanen, yang ditutupi
tumbuhan yang lebat yang distabilisasi oleh bank (tebing) sungai.
Braided stream (sungai teranyan) juga naik dengan cepat, fluktuasi cepat pada
pemberhentian sungai, kecepatan tinggi dari pasokan sedimen kasar, dan
mudah tererosi. Klasifikasi sistem fluvial seperti yang dikemukan oleh Makaske
(1998).
Sistem Delta, Delta merupakan garis pantai yang menjorok ke laut, terbentuk
oleh adanya sedimentasi sungai yang memasuki laut, danau atau laguna dan
pasokan sedimen lebih besar daripada kemampuan pendistribusian kembali
oleh proses yang ada pada cekungan pengendapan (Strom et al, 2005; Elliot,
1986 dalam Allen, 1997). Menurut Boggs (1987), delta diartikan sebagai suatu
endapan yang terbentuk oleh proses sedimentasi fluvial yang memasuki tubuh
air yang tenang. Dataran delta menunjukkandaerah di belakang garis pantai
dan dataran delta bagian atas didominasi oleh proses sungai dan dapat
dibedakan dengan dataran delta bagian bawah yang didominasi oleh pengaruh
laut, terutama penggenangan tidal. Delta terbentuk karena adanya suplai
material sedimentasi dari sistem fluvial. Ketika sungai-sungai pada sistem
fluvial tersebut bertemu dengan laut, perubahan arah arus yang menyebabkan
penyebaran air sungai dan akumulasi pengendapan yang cepat terhadap
material sedimen dari sungai mengakibatkan terbentuknya delta. Bersamaan
dengan pembentukan delta tersebut, terbentuk pula morfologi delta yang khas
dan dapat dikenali pada setiap sistem yang ada. Morfologi delta secara umum
terdiri dari; delta plain, delta front dan prodelta.(Strom et al, 2005)
F. Air Tanah di Dataran Aluvial Pantai
Air tanah adalah air yang terdapat dalam lapisan tanah atau bebatuan di bawah
permukaan tanah. Dataran aluvial merupakan dataran yang terbentuk akibat
proses-proses geomorfologi yang lebih didominasi oleh tenaga eksogen antara
lain iklim, curah hujan, angin, jenis batuan, topografi, suhu, yang semuanya
akan mempercepat proses pelapukan dan erosi. Hasil erosi diendapkan oleh air
ketempat yang lebih rendah atau mengikuti aliran sungai. Dataran aluvial
menempati daerah pantai, daerah antar gunung, dan dataran lembah sungai.
24
daerah alluvial ini tertutup oleh bahan hasil rombakan dari daerah sekitarnya,
daerah hulu ataupun dari daerah yang lebih tinggi letaknya.
Sedangkan potensi air tanah daerah ini ditentukan oleh jenis dan tekstur
batuan. Air tanah daerah dataran pantai selalu terdapat dalam sedimen kuarter
dan resen yang batuannya terdiri dari pasir, kerikil, dan berinteraksi dengan
lapisan lempung. Kondisi air tanah pada lapisan tersebut umumnya dalam
keadaan tertekan, mempunyai potensi yang umumnya besar, namun masih
bergantung pada luas dan penyebaran lapisan batuan dan selalu mendapat
ancaman interusi air laut, apabila pengambilan air tanah berlebihan. Air tanah
juga penting dalam kaitan dengan pertumbuhan dan sebaran vegetasi di pantai.
Kondisi ini terkait dengan sistem akuifer air tanah. Berdasarkan sifat dan
kedudukannya sistem akuifer dibedakan menjadi; air tanah dangkal/air tanah
bebas (unconfined aquifer) dan air tanah dalam/air tanah tertekan (confined
aquifer)(Allay, et al, 2007).
G. Vegetasi Pantai
Daerah dengan iklim tropis dibentuk oleh garis isotherm berdasarkan
kondisi temperatur udara rata rata tahunan 20ºC. Sedangkan wilayah khusus
”tropis lembab” secara kasar terbentuk antara garis lintang utara 150 dan garis
lintang selatan 150. Kekayaan vegetasi di daerah tropis lembab merupakan
fenomena alam yang luar biasa. Di daerah tropis lembab, kondisi vegetasi
konstan sepanjang masa dan dapat tumbuh di mana-mana. Di tepi pantai
bahkan di tepi laut pun dapat tumbuh tanaman, antara lain: Bakau (Rhizopora
spp; Bruguiera spp, Avicennia spp (Api-api).
Vegetasi pantai merupakan kelompok tumbuhan yang menempati
daerah intertidal mulai dari daerah pasang surut hingga daerah di bagian dalam
pulau atau daratan dimana masih terdapat pengaruh laut. Secara umum
kelompok tumbuhan darat yang tumbuh di daerah intertidal atau daerah dekat
laut yang memiliki salinitas cukup tinggi, dapat dibagi menjadi 3 (Noor et al,
1999): 1). Mangrove Sejati Jenis tumbuhan ini didominasi oleh genera
Melakukan interpretasi guna mendapatkan suatu hasil untuk pembahasan pada
PENYUSUNAN DISERTASE
Tabel 1. Alat dan Bahan yang digunakan
HASIL DAN PEMBAHASAN
MORFODINAMIKA PANTAI DAN PROSPEK SEBARAN VEGETASI PANTAI ESTUARI JENEBERANG
A. Morfodinamika Pantai Estuari Jeneberang
Proses kedinamikaan di kawasan pantai Estuari Jeneberang terus
berlangsung sejak pembentukannya dan telah merubah bentuk morfologi pantai.
Kedinamikaan pantai yang dicirikan dengan terjadinya proses abrasi dan
sedimentasi, dapat dijelaskan dengan hasil analisis kondisi topografi pantai,
batimetri, kondisi oseanografi dan distribusi sedimen pantainya.
1. Kondisi Topografi dan Batimetri
Survei topografi garis pantai menghasilkan peta yang disajikan dalam
bentuk digital, menggambarkan bentuk pantai lurus, pantai cuspate, dan
terbentuk pantai spit yang mengarah ke Utara. Perbedaan bentuk garis pantai
terjadi karena adanya perbedaan proses-proses hidrodinamika yang berlangsung di
sepanjang pantai. Sedangkan overlay peta hasil pengukuran garis pantai tahun 2009
dan tahun 2010, oleh Langkoke, menunjukkan garis pantai dalam interval waktu
setahun dapat dianggap tidak terjadi perubahan yang signifikan dari bentuk morfologi
pantai. Kecuali di pantai Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga, mengalami perubahan
karena adanya kegiatan reklamasi saat dilakukan penelitian.
Survei batimetri menggambarkan kondisi geologi dasar perairan pantai.
Interpretasi 2D, dari hasil pengukuran batimetri di perairan pantai menggambarkan
pola kontur yang mengikuti garis pantai, dan kedalaman yang berangsur cenderung
makin dalam ke arah laut lepas (ke Selat Makassar). Kedalaman yang terobservasi dan
terekam dari datum 0 m – 19 meter. Kerapatan kontur terjadi pada kondisi perairan
dengan kelerengan dasar perairan yang curam, sedang kontur yang lebih renggang
menunjukkan kondisi perairan yang relatif landai. Berdasarkan pola kontur dan
kedalaman dasar perairan dapat dibedakan menjadi 7 (tujuh) segmen, mulai dari A
sampai G.
Kondisi oseanografi berdasarkan pengukuran ombak, arus, dan pasang
surut dilakukan di 4 lokasi, yaitu di Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang,
Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga, menunjukkan adanya
adanya perbedaan kondisi batimetri di setiap segmen pantai. Diinterpretasikan
Arah Angin dari
Sudut Datang Ombak (α)
H rata-rata(cm)
T rata-rata (dtk)
E rata-rata (Joule)
Lokasi Pengukuran
Barat Daya N 245° E 23,12 0,55 673,31 Pantai BarombongBarat Laut N 305° E 14,37 3,12 316,86 Pantai Tj. BayangBarat Laut N 280° E 30,53 0,10 1176,12 Pantai Tj. MerdekaBarat Laut N 305° E 10,18 1,13 133,59 Pantai Tj. Bunga
Kecepatan Arus Pasang (m/dtk) ke Utara
Kecepatan Arus Surut(m/dtk) ke Selatan Lokasi Pengukuran
0.04 – 0.10 0.01 – 0.03 Pantai Barombong0.01 – 0.06 0.01 – 0.03 Pantai Tanjung Bayang0.04 – 0.11 0.01 – 0.09 Pantai Tanjung Merdeka0.01 – 0.06 0.04 – 0.10 Pantai Tanjung Bunga
Tabel 2. Hasil perhitungan Tinggi Ombak Ombak (H)rata-rata, Periode Ombak pantai Estuari Jeneberang.
Tabel 3. Hasil perhitungan kecepatan arus saat pasang dan kecepatan saat surut
-0.04
-0.03
-0.02
-0.01
0.00
0.01
0.02
0.03
0.04
0.05
0.06
7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kece
pata
n (m
/dtk
)
Waktu (Jam)
Pantai Barombong
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
0.10
0.12
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kece
pata
n(m
/dtk
Waktu (Jam)
Pantai Tanjung Bayang
-0.10
-0.05
0.00
0.05
0.10
0.15
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Kece
pata
n (m
/dtk
)
Waktu (Jam)
Pantai Tanjung Merdeka
-0.04
-0.02
0.00
0.02
0.04
0.06
0.08
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18Kece
pata
n (m
/dtk
Waktu (Jam)
Pantai Tanjung Bunga
Gambar 4. Kurva Kecepatan Arus vs Waktu pada 4 titik Pengamatan di Estuari Jeneberang (Langkoke, 2010)
dari hasil perhitungan ombak menunjukkan adanya perbedaan pola kontur
batimetri, sehingga berpengaruh terhadap energi gelombang yang ditimbulkan.
Sementara kecepatan arus saat pasang di Pantai Barombong dan Pantai
Tanjung Bayang relatif sama. Hal tersebut dikarenakan pada kedua pantai
mempunyai bentuk garis pantai yang sama yaitu Pantai Lurus. Sedangkan di
Pantai Tanjung Bayang dan Pantai Tanjung Bunga, juga mempunyai bentuk
pantai yang sama yaitu pantai Cuspate. Selain itu adanya perbedaan kondisi
batimetri dan bentuk topografi pantai, di setiap segmen pantai.
Sedangkan hasil pengukuran pasang surut, yang dilakukan diperoleh
nilai F = 1.29 samahasil perhitungan Jika dikategorikan berdasarkan energi 6
dan termasuk dalam tipe pasang surut campuran dominan ganda. Fluktuasi
pasang-surut ini akan memberikan gambaran interaksi antara ombak yang
datang ke garis pantai dan membentuk sudut arah datang ombak sehingga
membangkitkan arus, baik arus sejajar pantai maupun arus tolak pantai.
Kondisi tersebut akan terkait dengan distribusi ukuran butir sedimen.
2. Distribusi Tekstur Sedimen
Hasil analisis ukuran butir sedimen pantai Estuari Jeneberang,
didapatkan nilai parameter moment dan tekstur sedimen dalam satuan phi (ф)
dan nilai berat komponen tekstur dalam satuan persen, dan disajikan dalam
bentuk kurva sebaran distribusi sedimen pantai, peta sedimen dasar perairan
pantai, sedimen suspensi, dan peta-peta distribusi sedimen.
Distribusi Sedimen Pantai
Berdasarkan Mean rata-rata sedimen pantai, menghasilkan distribusi
sedimen pantai terdiri dari; pasir sedang (medium sand),pasir halus (fine sand)
dan pasir sangat halus (very fine sand). Sedangkan hasil perhitungan
persentase berat, berdasarkan kandungan antara pasir, lanau dan lempung,
(Holmes dan Intyre, 1984), didapatkan jenis sebaran sedimen pasir di pantai
terdiri dari sebaran pasir dan pasir lanauan.
Berdasarkan distribusi sedimen pasir di pantai Barombong (nilai mean antara
1.33 ф – 2.3 ф), selang seling pasir dan pasir lanauan di Pantai Tanjung Bayang
(nilai mean antara 1.3 ф – 3.4 ф), selang seling pasir dan pasir lanauan di
Pantai Tanjung Merdeka (nilai mean antara 2.3 ф – 2.8 ф). Selanjutnya terdapat
perubahan ukuran butir yang cenderung lebih kasar ke arah Spit Tanjung
Bunga (nilai mean antara 1.3 ф – 2.0 ф). Jika dihubungkan dengan pola
hidrodinamika long-shore drift dari Selatan dengan transport sedimen sejajar
pantai, dan kecepatan arus pasang ke Utara mempunyai nilai lebih tinggi, maka
distribusi sedimen di kawasan ini seharusnya mempunyai ukuran yang
menghalus ke arah Utara. Kondisi lapangan terlihat aktifitas manusia yang
Gambar 5. Interaksi Arah Ombak yang membangkit Arus pasang surut di Pantai Estuari Jeneberang (Rohaya,2010)
Kurva Hasil Perhitungan Persentasi Berat Tekstur Sedimen Dasar Perairan; Pasir, Lanau dan Lempung, Pantai Estuari Jeneberang.
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
0 10 20 30 40
Poorly Sorted
Very Fine Sand
0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00
Standard Deviation 0.00
0.20
0.40
0.60
0.80
1.00
1.20
1.40
1.60
0.00 1.00 2.00 3.00 4.00
Standard Deviation
Sebaran Sedimen Pantai Estuari Jeneberang yang terdiri dari pasir sedang, pasir halus dan pasir sangat halus, dengan Standar Deviation (σ) rata-rata termasuk moderately sorted.
-1
-1
-1
0
0
0
0
0
0
0
0
0 5 10 15 20 25 30 35 40
Skew
ness
Standard Deviation
Standard Deviation Vs Skewness
beach
river
turbidit
Kurva Standar Deviation (σ) vs Skewness(Sk1), distribusi sedimen asal pantai (beach)
1.07 ф terpilah baik, sedang sampai buruk (well sorted –moderately sorted-
poorly sorted), terdapat pada kedalaman 5-10 m pada basin atau cekungan di
Gambar 8. Hasil analisis tekstur sedimen dasar perairan pantai (Langkoke, 2010)
daeran bar di bagian tengah daerah penelitian. Pasir sangat halus (very fine
sand), nilai mean 3.23 ф - 3.66 ф, Standard Deviation 0.74 ф - 0.71 ф terpilah
baik sampai sedang (well sorted –moderately sorted), terdapat pada kedalaman
5-10 m pada basin atau cekungan di daerah bar di bagian tengah daerah
penelitian. Sedangkan hasil perhitungan persentase berat, berdasarkan
kandungan antara pasir, lanau dan lempung (Holmes dan Intyre,1984),
didapatkan jenis sebaran sedimen pasir di pantai terdiri dari sebaran pasir dan
pasir lanauan. Standar deviation vs Mean mengahsilkan sortasi sedang.
Sumber material sedimen berasal dari sungai, pantai dan turbidit.
Distribusi sedimen dasar perairan pantai terlihat pola disribusi sedimen
dari tepi pantai ke arah laut. Sebaran sedimen dari kontur batimetri -1 m hingga
-15 m ditutupi oleh sedimen berukuran pasir halus (nilai mean 2.02 ф – 3 ф). Di
antara kedalaman kontur batimetri tersebut terdapat cekungan-cekungan yang
tertutupi sedimen berukuran pasir sangat halus (nilai mean 3.23 ф - 3.66 ф).
Walaupun sebagian kecil segmen pantai tertutupi oleh sedimen yang berukuran
pasir sedang (nilai mean 2 ф). Hasil penelitian distribusi sebaran sedimen dasar
perairan menunjukkan kondisi batimetri dengan topografi dasar yang terbentuk
adanya trough bar didasar perairan, sebagai indikasi terjadinya proses abrasi
dan sedimentasi.
Distribusi Sedimen Suspensi
Berdasarkan analisis data, menunjukkan konsentrasi berat suspensi
dengan nilai yang relatif tinggi antara 1,5 – 2.1 gram per liter. Terkonsentrasi
Gambar 9. Grafik Distribusi Jumlah Berat Sedimen Suspensi Perairan Grafik ke atas saat pasang (ke Utara), grafik ke bawah saat surut (ke Selatan) (Langkoke, 2010).
pada titik-titik yang dekat dengan muara sungai atau kanal maupun pada alur-
alur atau channel dan tergantung pada kecepatan arus saat pasang surut.
Konsentrasi sedimen suspensi lebih besar pada saat saat arus pasang dengan
pola arus ke arah Utara, dan nilai teringgi terutama dipengaruhi oleh sumber
material sedimen. Hasil penelitian menunjukkan sebaran suspensi asal muara
Sungai Jeneberang, dengan material sedimen berukuran butir medium sand –
fine sand.
Gambar 10. Peta Distribusi Sedimen Suspensi Pantai Estuari Jeneberang. (Langkoke,2010)
Hasil penelitian topografi , batimetri, kondisi oseanografi dan distribusi
tekstur sedimen, maka kedinamikaan kawasan pantai estuari dipengaruhi oleh
adanya longshore drift dari Selatan ke Utara. Perbedan kondisi oseanografi di
akibatkan adanya perbedaan topografi dasar perairan dan berkorekasi dengan
bentuk topografi garis pantai. Diameter ukuran butir sedimen dari Selatan ke
Utara menunjukkan bahwa material sedimen terangkut secara angkutan
sedimen sejajar pantai (longshore sediment transport) oleh pengaruh arus
pasang surut. Material sedimen tersebut oleh arus susur pantai akan
distribusikan ke arah Utara. Menurut Komar,1998, pola angkutan sedimen
sejajar pantai dapat menyebabkan terjadinya proses abrasi. Hasil penelitian
terhadap proses kedinamikaan di kawasan pantai estuari oleh akibat terjadinya
proses abrasi dan sedimentasi, juga menyebabkan terjadinya perubahan pada
garis tepi pantai dan hamparan pantai Estuari Jeneberang.
3. Abrasi dan Sedimentasi
Proses pantai abrasi dan sedimentasi di setiap segmen pantai; Pantai
Barombong, Pantai Tanjung Bayang, Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai
Tanjung Bunga akan dijelaskan sebagai berikut;
Pantai Barombong, merupakan pantai dengan sebaran material
sedimen pasir dan pasir lanauan terdistribusi di muara Sungai Barombong dan
Muara Sungai Jeneberang. Ukuran butir sedimen mempunyai nilai Mean (Mz)
antara 1.33 ф – 2.7 ф, Berdasarkan distribusi ukuran butir rerata di pantai ini,
yang mempunyai nilai Mean (Mz) lebih kecil dari 2,4 ф, mengindikasikan proses
pantai sedimetasi. Diinterpretasikan distribusi material sedimen lebih
dipengaruhi oleh transport sedimen yang berasal dari pantai bagian Selatan
lokasi penelitian atau dari pantai Galesong Utara Kabupaten Takalar. Pantai
Tanjung Bayang, merupakan pantai dengan sebaran material sedimen terdiri
dari; pasir lanauan di Selatan dan selang seling antara pasir dan pasir lanauan
ke Utara. Distribusi ukuran butir sedimen mempunyai nilai Mean (Mz) antara
1.37 ф – 3.47 ф, Berdasarkan distribusi ukuran butir rerata di pantai ini, yang
mempunyai nilai Mean (Mz) lebih kecil dari 2,4 ф, mengindikasikan proses
pantai abrasi dan yang lebih besar dari 2.4 ф indikasi proses sedimentasi.
Berdasarkan distribusi ukuran butir, maka pantai diindikasikasikan adanya
proses abrasi sedimentasi Sedangkan kontur batimetri dan kelerengan pantai
dekat muara relatif terjal, sehingga diinterpretasikan terbentuknya selang seling
pengendapan sedimen di pantai. Kondisi di lapangan, terlihat adanya
penambangan pasir di muara sungai, menyebabkan runtuhnya Tugu Layar
akibat abrasi pantai. Pantai Tanjung Merdeka, merupakan pantai dengan
sebaran material sedimen secara lateral terdiri dari; selang seling antara pasir
lanauan, pasir dan pasir lanauan. Distribusi nilai Mean (Mz) antara 1.77 ф –
2.50 ф,. Berdasarkan distribusi ukuran butir, maka pantai diindikasikasikan
adanya proses abrasi dan sedimentasi. Kondisi di lapangan, terlihat adanya
groin yang dipasang tegak lurus pantai yang dampaknya terjadi abrasi dan
sedimentasi di pantai ini. Pantai Tanjung Bunga, merupakan pantai dengan
sebaran material sedimen terdiri dari; pasir. Distribusi nilai Mean (Mz) antara
2.4 ф – 1,7 ф,. Berdasarkan distribusi ukuran butir di pantai menunjukkan
adanya perubahan ukuran butir yang cenderung lebih kasar atau mempunyai
nilai Mean (Mz) rerata lebih kecil dari 2.4 ф. Sehingga pantai mengindikasikan
terjadinya proses sedimentasi. Tetapi kondisi ini tidak lazim untuk tipe pantai
dengan transport sedimen sejajar pantai, dan oleh arus susur pantai akan
memperlihatkan ukuran butir sedimen ke arah Utara semakin halus. Tetapi jika
dihubungkn dengan bentuk kontur batimetri, dan terbentuknya bar di perairan
dasar, maka pantai di kawasan ini menunjukkan proses abrasi. Kondisi di
lapangan, terlihat adanya reklamasi pantai di samping Trans Studio, dan di
Ujung Spit Tanjung Bunga. Berdasarkan hal tersebut, maka pantai dapat
dikatakan sebagai pantai abrasi, walaupun terkesan terjadi proses sedimentasi
karena adanya reklamasi pantai di kawasan ini. dan sedimentasi telah
mengakibatkan terjadinya perubahan pada garis pantai.
Pola hidrodinamika hamparan pantai Estuari Jeneberang berdasarkan
sedimen tersuspensi yang dikorelasikan dengan pola kontur batimetri, terlihat
semburan sedimen dengan pola ke arah Barat Laut dan diangkut oleh arus
susur pantai ke arah Utara. Kedinamikaan pantai oleh adanya proses abrasi
2000-2003 2003-2006 2006-2009 2009-2010
Abrasi 68966,56 113202,06 94922,9 57130
Sedimentasi 24609,32 66599,55 152955,74 168389
020000400006000080000
100000120000140000160000180000
Area
Per
ubah
an (
m³)
Grafik Perubahan Garis Pantai Tahun 2000 - 2010
Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada grafik dengan interval tahun 2000 -
2003, 2003 - 2006, telah terjadi kesetimbangan negatife. Artinya proses abrasi
terus berlangsung. Sedangkan interval waktu tahun 2006-2009, 2009-2010,
sebaliknya telah terjadi kesetimbangan positif. Artinya telah terjadi
kesetimbangan positif.
Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada grafik dengan interval tahun
2000 - 2003, 2003 - 2006, telah terjadi kesetimbangan negatif. Artinya proses
abrasi terus berlangsung. Sedangkan interval waktu tahun 2006-2009, 2009-
2010, sebaliknya telah terjadi kesetimbangan positif. Artinya telah terjadi
kesetimbangan posisif. Hasil overlay peta abrasi sedimentasi (Lampiran 10)
menunjukkan telah terjadi perubahan di pantai bagian Utara (Pantai Tanjung
Bunga). Hasil pengamatan lapangan menunjukkan adanya kegiatan reklamasi di
pantai bagian Utara.
4. Perubahan Garis Pantai
Pantai Estuari Jeneberang berdasarkan hasil pengukuran garis pantai
tahun 2010 oleh Langkoke mempunyai 3 (tiga) bentuk morfologi pantai yaitu,
Pantai Lurus (L), Pantai Cuspate (C) dan Pantai Spit (S). Bentuk morfologi
Gambar 53. Grafik jumlah sedimen yang terabrasi dan tersedimentasi di sepanjang Pantai Estuari Jeneberang (Langkoke,2010).
pantai juga terkait dengan berubahan ukuran butir sedimen pantai, ada
tidaknya konstruksi bangunan teknik di sepanjang pantai, aktifitas manusia di
kawasan pantai.
Hasil overlay peta garis pantai tahun 2000, 2003, 2006, 2009 dan 2010
perubahan dengan interval waktu satu tahun dan tiga tahun, memperlihatkan
perubahan terjadi pada posisi yang relatif tetap. Perubahan pada bentuk
morfologi Cuspate, di sekitar muara Sungai Jeneberang, di bagian Selatan
terutama di bagian kanan jetis di Pantai Tanjung Bayang, dicirikan dengan
adanya erosi yang aktif. Perubahan pada bentuk morfologi pantai Lurus di
Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, dan dicirikan dengan pantai erosi
sedimentasi antara segmennya. Perubahan pada bentuk morfologi pantai Spit
di bagian Utara di Pantai Tanjung Bunga, dicirikan dengan pantai sedimentasi.
Sedangkan di Pantai Barombong yang bentuk morfologi pantai Lurus, dicirikan
dengan pantai sedimentasi.
Perubahan garis pantai oleh proses-proses kedinamikaan yang
berlangsung menyebabkan terjadinya perubahan pada panjang garis tepi
pantai. Hasil pengukuran panjang garis pantai yang diukur dari muara Sungai
Barombong hingga Ujung Spit Tanjung Bunga di tahun 2000 sekitar 8.49 Km,
dan di tahun 2010, sekitar 8.92 Km. Artinya pantai mengalami penambahan
panjang garis pantai akibat proses abrasi sedimentasi maupun oleh akibat
aktifitas manusia. Perubahan bentuk morfologi pantai tersebut, selain yang
diakibatkan oleh proses-proses alami, tetapi juga terjadi oleh adanya akitifitas
manusia terutama pada pantai di bagian Utara
5. Karakteristik Pantai
Berdasarkan hasil analisis data-data yang telah dilakukan, maka dilakukan
peme Pemetaan karakteristik pantai dilakukan secara deskriptif kualitatif
dengan mengumpulkan data secara visual untuk memberikan gambaran
proses yang sedang terjadi di kawasan pantai Estuari Jeneberang. Kawasan
pantai daerah penelitian memanjang dari Selatan ke Utara dengan panjang garis
pantai sekitar 9 km. Topografi pantai berelief lebih tinggi dengan kelerengan
landai sampai curam di bagian Selatan, di bagian Utara topografinya relatif lebih
rendah hingga topografi pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.
Gambar 2. Penampang melintang Pembagian Tipe Pantai Estuari Jeneberang (Langkoke,2010)
Ketinggian topografi pantai dari sekitar 0.5 m hingga 4.75 m dari permukaan air
laut (dpl). Lereng pantai berkisar antara 5º hingga 85º, bentuk garis pantai Lurus
(L), Cuspate (C), dan Spit(S). Di beberapa bagian pantai dijumpai bangunan
teknik seperti groin, tanggul pantai, jetti. Sedangkan proses-proses pantai
ditemukan bagian pantai yang mengalami abrasi dan sedimnetasi. Abrasi
dicirikan rusaknya bangunan pantai seperti tanggul pantai, groin dan lain
sebagainya, dan sedimentasi dicirikan dengan pembentukan spit dan endapan-
endapan di depan muara atau kanal-kanal.taan karakteristik pantai yang
menghasilkan gambaran yang spesifik tentang kondisi pantai esturai secara
geologis dengan seluruh karakternya, yang selanjutnya akan digunakan dalam
pembagian zonasi. Interaksi aspek geologi dapat tergambar dari adanya
perubahan-perubahan pada morfologi pantai yang terlihat saat kini, baik yang
diakibatkan oleh proses alam itu sendiri maupun oleh proses perubahan oleh
aktifitas manusia. Dampak perubahan yang langsung dapat terlihat adanya
proses abrasi dan sedimentasi, yang memberi perubahan pada garis pantai.
Karakteristik pantai estuary Jeneberang dapat dibedakan menjadi 4 tipe
menurut sel sedimentasi yaitu : 1) Tipe-1 Pantai Barombong, 2) Tipe-2 Pantai
Tanjung Bayang, 3) Tipe-3 Pantai Tanjung Merdeka dan 4) Tipe-4 Pantai
Tanjung Bunga.
B. Tinggi Rendahnya Permukaan Dasar Perairan Pantai
Tipe-1 Tipe-2 Tipe-3 Tipe-4
Berdasarkan hasil analisis terhadap kedinamikaan dan proses-proses
pantai abrasi sedimentasi dan maju mundurnya garis pantai menyebabkan
terjadinya perubahan lingkungan di pantai Estuari Jeneberang. Kondisi
tersebut mempengaruhi kondisi permukaan dasar perairan pantai. Perubahan
ini dicirikan oleh dua peristiwa berupa permukaan dasar laut rendah atau
permukaan dasar laut menjadi tinggi. Perubahan tersebut dapat teramati dari
hasil analisis maju mundurnya garis pantai dan perubahan topografi dasar
perairan pantai.
Perubahan maju mundurnya garis pantai, Pantai Barombong,
dikategorikan sebagai pantai maju sejauh 20 meter dengan proses pantai
sedimentasi. Artinya terjadi perubahan lingkungan dari lingkungan
laut.menjadi darat. Pantai Tanjung bayang, Pantai Tanjung Merdeka, dan
Pantai Tanjung Bunga, dikategorikan sebagai pantai mundur masing-
masing sejauh 59 m, 24 m, dan 62 m, dengan proses pantai abrasi.
Artinya perubahan lingkungan yang terjadi dari darat menjadi laut.
Perubahan topografi dasar perairan, Perbedaan topografi dasar perairan
ditunjukkan dengan adanya perbedaan kelerengan dasar perairan.
Perbedaan derajat kelerengan di setiap segmen yang terukur akan
menunjukkan perubahan topografi dasar perairan. Perubahan tersebut
dikontrol oleh proses abrasi atau sedimen yang berlangsung pada setiap
segmen pantai.
Kenaikan permukaan dasar perairan, dicirikan dengan naiknya
permukaan dasar laut akibat terendapkannya material sedimen di atas
sedimen dasar pantai sebelumnya. Kondisi tersebut terlihat pada
penampang ST, QR, OP, MN,IJ (Lihat Lampiran 12). Proses pantai abrasi,
garis pantai mundur, terbentuk endapan bar, sehingga perbedaan
kelerengan dasar pantai dipengaruhi oleh adanya tidaknya endapan bar di
dasar perairan. Umumnya membentuk lereng yang landai.
Penurunan permukaan dasar perairan, dicirikan dengan turunnya
permukaan dasar laut akibat terangkutnya material sedimen di atas sedimen
dasar pantai sebelumnya. Kondisi tersebut terlihat pada penampang WX, UV,
GH, EF, CD, AB (Lihat Lampiran 12). Proses pantai sedimentasi, dan di pantai
Tanjung Bunga masih terlihat terbentuknya bar, sehingga menunjukkan masih
berlangsung proses abrasi. Garis pantai maju untuk proses sedimentasi dan
mundur untuk proses abrasi. kelerengan di dasar perairan umumnya
membentuk lereng yang curam.
Indikasi Penurunan Dasar Perairan Pantai Estuari Jeneberang.
Berdasarkan pengamatan pada titik koordinat Mercusuar, dilakukan
dengan mematok posisi saat kondisi masih di darat pada tahun 1991. Pada
tahun 2000 mercusuar mulai bergeser hingga pada tahun 2001 sudah berada
ditepi pantai dan dihitung sebagai titik nol pada posisi Lintang Selatan (5°
8'58.56"S) dan Bujur Timur (119°23'58.27"E). Selama kurun waktu sepuluh
tahun ternyata posisi koordinat tidak mengalami perubahan. Berdasarkan hasil
pengukuran batimetri pada bulan Mei tahun 2010 , menunjukkan titik koordinat
tersebut tidak mengalami perubahan, kecuali telah terjadi perubahan
kedalaman oleh adanya penurunan dasar perairan. Posisi pondasi mercuar,
sudah berada di kedalaman sekitar – 2.5 meter setelah 10 tahun sehingga
terjadi penurunan 25 cm per tahun. Perubahan tersebut juga terukur pada
perubahan garis pantai berdasarkan hasil pengukuran dan data historis dari
tahun 2000 hingga 2010, telah terjadi mundurnya garis pantai sejauh 125
meter.
B. Dinamika Sedimentasi Secara Vertikal
Dinamika sedimentasi secara vertikal dimaksudkan untuk menjelaskan
urutan sedimen secara vertikal, berdasarkan interpretasi sedimen tekstur
bawah permukaan. Data sedimen tekstur tersebut diperoleh dari analisis data
tespit (sumur uji) dan pemboran dangkal.
Tekstur Sedimen Bawah Permukaan
Tekstur sedimen bawah permukaan di peroleh dari analisis data dari
tespit (sumur uji), pemboran dangkal, dan Geolistrik. Pengumpulan data
dilakukan di 4 titik lokasi yaitu; Pantai Barombong, Pantai Tanjung Bayang,
Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Spit Tanjung Bunga. Analisis data
dilakukan dengan pengamatan langsung dan analisis laboratorium. Hasil
analisis diskripsi dan setiap metoda akan diuraikan sebagai berikut;
1. Interpretasi Tespit
Data sedimen tespit, dibuat dengan kedalaman antara 1 hingga 1.5
meter, kemudian dianalisis berdasarkan tekstur sedimen yang dicirikan dari
sifat fisik, komposisi kimia dan material organiknya. Hasil yang diperoleh dari
susunan sedimen bawah permukaan, terdiri dari; soil, pasir, selang seling pasir
dan pasir lanauan, serta lempung. Korelasi tespit di daerah penelitian
menggambarkan ciri endapan sedimen pantai, dan di beberapa tempat
tersingkap endapan sedimen darat. Dalam skala kecil terlihat posisi sedimen
pantai berada di atas sedimen darat yang diperkirakan sedimen rawa, atau
cekungan di belakang pantai. Melihat tekstur sedimennya dapat
diinterpretasikan kondisi air tanah di pantai Barombong lebih tawar dan
semakin ke Utara diinterpretasikan semakin payau yang terlihat dari adanya
sebaran endapan rawa. Endapan ini dicirikan oleh sedimen organik (sisa-sisa
tumbuhan) (Lihat Gambar 59). Terdapatnya endapan mineral berat dengan
struktur laminasi sejajar, plannar bedding, mengindikasikan terjadinya proses
abrasi di pantai (Trenhaile, 1996; Saito, 1997).
2. Analisis Pemboran Dangkal
Data tekstur sedimen pemboran dangkal dengan kedalaman antara 10
hingga 11 meter , diperoleh susunan sedimen bawah permukaan terdiri dari;
pasir, lanau, serta lempung (clay). Hasil pemboran didiskripsi secara
megaskopis kemudian dianalisis berdasarkan tekstur sedimen yang dicirikan
dari sifat fisik, komposisi kimia dan material organiknya. Susunan sedimen dari
bawah ke atas kemudian dikelompokkan berdasarkan llingkungan
pengendapan dan perubahan-perubahan yang terjadi selama waktu
pengendapan. Hal tersebut didasarkan pada tekstur sedimen yang
memperlihatkan perubahan mengkasar atau menghalus ke arah atas.
3. Model Endapan Sedimen
Model endapan sedimen berdasarkan prinsip sedimentologis di daerah
penelitian pada endapan alluvium, ditafsirkan berdasarkan hasil analisis data
pemboran dangkal, terdiri atas pasir, lanau, lempung, lempung berhumus, dan
pasir yang mengandung material organik. Hasil penelitian menunjukkan
endapan sedimen di Pantai Barombong dicirikan dengan model endapan
sedimen pada lingkungan marin, sedangkan di Pantai Tanjung Bayang,
Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga dicirikan model endapan sedimen pada
lingkungan delta-fluviatil.
Berdasarkan ciri litologinya endapan sedimen di daerah penelitian dapat
dibedakan menjadi endapan rawa (swamp), endapan alur sungai (channel),
endapan pasir pantai (beach sand) , endapan laut muka tepian (foreshore) dan
endapan laut dekat tepian (nearshore). Lingkungan pengendapan tersebut di
atas kondisinya sebagian sama dengan kondisi geografi sekarang tetapi
sebagian lagi telah mengalami perubahan oleh aktifitas manusia.
Endapan rawa (swamp), terdiri atas lempung dengan jumlah kandungan
pasir yang beragam; berwarna coklat muda hingga coklat, mengandung
unsur organik yang telah mengalami pembusukan dengan sisipan pasir dan
lempung dengan variasi ketebalan secara vertikal 1 cm hingga 3 cm. Ciri
lain dari endapan ini yaitu endapannya basah dan liat. Endapan tersebut
berkembang dan menyebar ke arah Utara. Endapan ini berasosiasi dan
terletak di bawah endapan alur sungai (titik bor 2,3,4).
Endapan alur sungai (channel), terdiri atas pasir berwarna abu – abu
hingga hitam, dengan ukuran butir yang bervariasi dari pasir sedang hingga
pasir halus. Hal tersebut menunjukkan ukuran butir endapan sedimen ini,
susunan butirannya yaitu mengkasar ke atas (coarsening upwards) pada
kedalaman 4m hingga 5 m pada titik bor Tanjung Bunga. Pada kedalaman
7-8 m ukuran butirannya menghalus ke atas (fining upward). Sebaran alur
sungai perkembang ke arah Utara lebih dominan (titik-titik bor 2,3,4).
Endapan dataran delta (delta plain), terdiri atas pasir kasar hingga sedang
dengan perselingan lempung dan lanau dengan ketebalan lapisan 10 cm
hingga 40 cm. Pada endapan ini dijumpai adanya kandungan pecahan
cangkang dalam jumlah sedikit. Pada endapan ini terjadi beberapa seri
perubahan pengendapan yaitu mengkasar ke atas dan menghalus ke atas.
Sebaran endapan ini dijumpai pada titik bor 2, 3, dan 4 dengan ketebalan
antara 4 m hingga 5 m.
Endapan dataran depan delta (delta front), endapan ini dicirikan oleh
endapan sedimen berwarna abu – abu sampai hitam dengan ukuran butir
pasir sedang hingga pasir kasar. Hal ini menunjukkan ukuran butirannya
yang mengkasar ke atas (coarsening upwards) dengan kandungan pecahan
cangkang sedikit. Endapan ini tersebar pada titik bor 2, 3, dan 4 dengan
ketebalan antara 3 m - 4 m.
Endapan pasir pantai (sand beach), terdiri dari pasir sedang sampai pasir
halus yang berwarna abu – abu sampai hitam. Pada endapan ini dijumpai
adanya kandungan organik, akar tumbuhan dan juga mengandung pecahan
cangkang. Terdapat struktur planar bedding. Ukuran butir endapan ini
menghalus ke atas (fining upwards). Endapan ini tersebar pada titik bor 2, 3,
dan 4, akan tetapi, pada titik bor 4 terbentuk endapan rawa yang tidak tebal
yang menandakan endapan alur sungai terhenti.
Endapan depan tepian (nearshore), terdiri dari pasir halus sampai
lempung dengan warna hitam sampai abu – abu. Lapisan ini terdapat pada
kedalaman 7-11 m, terdapat kandungan organik berupa sisa tumbuhan
yang mengalami pembusukan, humus dan kandungan pecahan cangkang
yang semakin berkurang ke arah atas. Selain itu, dijumpai cangkang
moluska dalam keadan utuh pada kedalaman 11 m yang semakin ke atas
ukuran pecahan cangkang semakin kecil. Dijumpai juga fosil Filum Moluska
Kelas Pelecypoda (Spondylus victoriae, Sowerby sp.), dan Julia corbula
sentata sp. yang berumur Plistosen) dan Filum Brachiopoda (Prasunata sp.)
yang kisaran hidupnya berumur Plistosen hingga Resen. Endapan ini
terbentuk pada titik bor 1 di daerah Barombong.
11.7 Ohm m
38.8 -129 Ohm m
64.9 Ohm m
129 -429 Ohm m
4.89 Ohm m
15.4.Ohm m
64.9- 274 Ohm m
44.4 Ohm m
3.64 Ohm m
134-402 Ohm m
44.4-134 Ohm m
791 Ohm m
30.1-154 Ohm m
30.1 Ohm m
791-2000 Ohm m
Gambar 61. Hasil korelasi penampang pemboran dan model endapan sedimen Pantai Estuari Jeneberang
Gambar 12. Endapan alluvium pantai Estuari Jeneberang, yang ditafsirkan berdasarkan hasil analisis data pemboran.
3. Dinamika Perubahan Lingkungan
Perkembangan proses sedimentasi di daerah penelitian dapat diuraikan
berdasarkan pada penampang pemboran secara berurutan dari bawah ke atas
dan korelasi antar titik-titik pengukuran dari Selatan ke Utara. Penampang
tersebut dapat menjelaskan peristiwa terjadinya perubahan lingkungan oleh
adanya fluktuasi permukaan dasar laut rendah dan permukaan dasar laut tinggi
yang terjadi selama kurun waktu Holosen.
Hasil interpretasi interval pengendapan yang disebandingkan dengan
Peta Geologi Kuarter ,1996, maka tahapan pembentukan dan proses-proses
pantai secara morfokronolgi dan morfogenesa dapat dijelaskan secara
berurutan dari bawah ke atas. Model endapan sedimen yang terbentuk
diinterpretasi berada di kisaran waktu dari tahun 1900 yang membentuk proses
progradasi dan degradasi delta, hingga pada tahun 2010. Morfodinamika
hamparan Delta Jeneberang selain dianalisis berdasarkan hasil interpretasi
tespit dan pemboran dangkal, selanjutnya akan dikorelasikan dengan analisis
interpretasi geolistrik.
C. Jebakan Air Tanah dan Sebaran Vegetasi
Hasil pengolahan yang tergambar pada penampang dua dimensi yang
terdiri dari model tahanan jenis hasil inversi. Di Pantai Barombong nilai
resistivitasnya mulai dari 4503 Ohm m hingga 19.000 Ohm m yang terdeteksi
hingga kedalaman 57,2 m. Sedangkan nilai resistivitasnya antara 2435 Ohm m
hingga 4673 Ohm m terdapat di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka
dan Tanjung Bunga. Data tersebut menunjukkan kawasan pantai terdiri dari
sedimen pasir dan material berukuran kasar (kerikil, kerakal), dan bersifat
basah, kecuali di Pantai Barombong terdapat bongkah-bongkah batuan beku
yang terdeteksi di kedalaman hingga 4 meter. Secara visual di lapangan
terdapat tembok maupun bekas pondasi pagar pembatas pantai.
1. Morfodinamika Hamparan Delta Jeneberang
Morfodinamika hamparan delta merupakan dataran pantai estuari yang
dapat menjelaskan material sedimen penyusunnya, stabilitas kawasan pantai
terhadap proses abrasi sedimentasi, maju mundurnya garis pantai, perubahan
lingkungan pengendapan dan perubahan bentuk morfologi pantai yang
ditimbulkannya. Morfodinamika tersebut dapat dijelaskan dengan melakukan
korelasi antara hasil analisis tekstur sedimen pantai, pemboran dangkal,
geolistrik dengan Peta Geologi Kuarter. vegetasi dan jenis akifer air tanah untuk
melihat prospek kedepan.
Perubahan lingkungan pengendapan yang terus berlangsung hingga
saat ini. Perubahan garis pantai dengan menggunakan data sejarah
pertumbuhan delta akan memperlihatkan perubahan garis pantai selama
interval waktu sekitar se-abad (tahun 1900-2000). Awalnya pantai berada
dalam tahapan pertumbuhan (progradasi) delta dan kemudian mengalami
penyusutan (degradasi) delta. Jika dibandingkan dengan data perubahan garis
pantai dari tahun 1849-1995 menurut Van der Klerk, vide Rochmanto,1996
(Lihat Gambar 63), delta mengalami pertumbuhan (progradasi) yang
berlangsung hingga tahun 1995. Selanjutnya mulai di tahun 1996, pantai mulai
mengalami penyusutan (degradasi) hingga tahun 2003. Mulai tahun tersebut
1849 1896 1900 1901 1924 1976 1979 1995
Gambar 63. Data historis perubahan garis pantai, Van der Klerk dan data pengukuran perubahan garis pantai (Langkoke, 2010)
terlihat pertumbuhan terjadi di bagian Utara. Perubahan dalam kurun waktu
yang panjang menyebabkan terjadinya perubahan pada lingkungan pantai di
daerah penelitian. Perubahan dalam kurun waktu yang panjang menyebabkan
terjadinya perubahan pada lingkungan pantai di daerah penelitian.
Penelitian berdasarkan data pengukuran garis pantai, proses abrasi dan
sedimensi menyebabkan terjadinya perubahan pada garis pantai. Proses
abrasi dan sedimentasi selalu diikuti dengan perubahan lingkungan.
Perubahan tersebut teramati dengan adanya perubahan tekstur sedimen yang
mengkasar atau menghalus ke arah atas. Berdasarkan prinsip sedimentologi
seperti yang diuraikan sebelumnya baik dari penafsiran pemboran dangkal,
maupun geolistrik, menunjukkan adanya korelasi, bahwa pantai secara alamiah
tidak terjadi lagi pertumbuhan (progradasi) pada Estuari Jeneberang,
melainkan telah terjadi penyusutan (degradasi). Sedangkan penafsiran tespit,
dalam jangka waktu pendek, perubahan lebih dipengaruhi iklim, musim dan
faktor pengendali adalah kondisi oseanografi perairan pantai Estuari
Jeneberang.
Hasil penelitian di kawasan pantai secara lateral, menunjukkan distribusi
ukuran butir lebih kasar di bagian Selatan dan menghalus ke arah Utara.
Secara vertikal, berdasarkan hasil analisis pemboran pada model endapan
sedimen maka pada segmen Pantai Barombong tersusun oleh tipe endapan
sedimen marin sedangkan di segmen Pantai Tanjung Bayang, Tanjung
Merdeka, dan Tanjung Bunga tersusun oleh tipe endapan sedimen fluvial
deltaik. Dengan demikian perbedaan susunan material sedimen secara lateral
dan vertikal tentunya akan mempengaruhi stabilitas pantai terhadap proses-
proses pantai, pada setiap segmen pantai di kawasan pantai estuari.
Pantai abrasi sedimentasi yang juga menyebabkan terjadinya perubahan
garis pantai tentunya menjadi penting dan berperan dalam perubahan bentuk
morfologi dan stabilitas pantai.
Stabilitas pantai Lurus, dicirikan dengan proses abrasi-sedimentasi, dengan
energi ombak besar, dan kondisi topografi dasar perairan (slope) relatif terjal.
Endapan sedimen terdiri dari endapan pantai dan pematang pantai di atas
endapan marin. Nilai resitivitas endapan tersebut berkisar antara 100 Ohm m
sampai di atas 4000 Ohm m. Di bagian ini terjadi perubahan maju dan
mundurnya garis pantai, sehingga pantai dalam kondisi stabil dinamis. Kondisi
pantai tersebut terdapat di Pantai Barombong dengan garis pantai saat ini maju
dan pantai relatif stabil. Sedangkan di Pantai Tanjung Bayang dan Tanjung
Merdeka dengan garis pantai mundur dan pantai dalam kondisi stabil dinamis.
Stabilitas Pantai Cuspate, dicirikan dengan proses pantai yang cenderung
mengalami abrasi, dengan energi gelombang lebih kecil, dan kondisi topografi
dasar perairan (slope) relatif curam ke arah laut. Endapan sedimen terdiri dari
endapan pantai dan endapan rawa. Berdasarkan hasil pengukuran geolistrik
pada kedalaman hingga 10 meter masih menunjukkan endapan pasir sedang,
sifatnya basah dan merupakan material yang tidak padu. Nilai resitivitas
endapan berkisar antara 100 Ohm m hingga lebih besar dari 300 Ohm m.
Perubahan garis pantai menunjukkan perubahan luasan lahan yang berubah
dari tahun ke tahun semakin sempit karena abrasi, sehingga garis pantai
semakin mundur ke arah daratan. Kondisi pantai tersebut terdapat di Pantai
Tanjung Bayang dan Tanjung Bunga (pantai tidak stabil). Kondisi pantai tersebut
mengalami perubahan garis pantai yang cepat, terutama di bagian kanan muara
Sungai Jeneberang. Hal tersebut ditunjukkan dengan terdapatnya Tugu Layar
sebagai titik BM (Bench Mark) yang posisinya berada di ketinggian 4.6 meter
(berdasarkan pengukuran garis pantai tahun 2006), dalam interval waktu
sepuluh tahun telah mengalami pergeseran dan saat ini sudah runtuh berada di
garis pantai.
Stabilitas Pantai Spit, dicirikan dengan proses pantai yang cenderung
mengalami sedimentasi yang terbentuk akibat angkutan susur pantai ke arah
Utara. Terdapat di Pantai Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Energi
ombak lebih kecil, dan kondisi topografi dasar perairan (slope) relatif landai
dan curam ke arah laut. Kondisi batimetri di Pantai Tanjung Merdeka
menunjukkan proses sedimentasi, sebaliknya di Pantai Tanjung Bunga
walaupun berdasarkan ukuran butir menunjukkan pantai sedimentasi tetapi
kondisi batimetri masih menunjukkan proses abrasi.
2. Jebakan Air Tanah
Hasil pengukuran seperti yang ditunjukkan dalam penampang
memperlihatkan bahwa pada lintasan pengukuran sepanjang 100 meter pada
empat titik pengukuran, dari Pantai Barombong di bagian Selatan hingga
Pantai Tanjung Bunga di bagian Utara (lihat Gambar 64), dapat dibedakan
dalam 3 jenis lapisan yaitu sebagai berikut:
Lapisan berwarna merah, merupakan lapisan yang mengandung air tawar, di
permukaan terdapat sebagai unconfined aquifer dan pada lapisan yang lebih
dalam terdapat sebagai confined aquifer. Lapisan ini disusun oleh material
lepas (unconsolidated) yang diinterpretasikan sebagai material sedimen
aluvium yang terdiri dari pasir, lanau, dan pasir lanauan, hingga material yang
berukuran kasar, kerikil, kerakal, dan kandungan organisme (cangkang atau
sisa-sisa tumbuhan) . Pada penampang terlihat bahwa di permukaan lapisan ini
berbentuk kantong-kantong, setempat dengan nilai resistivitas bervariasi dari 20
- 200 Ohm m. Kondisi ini terlihat di permukaan pada penampang di Pantai
Barombong, berupa bongkah bekas pondasi bangunan gedung dan tembok
pantai, kondisi ini sampai kedalaman 4 m. Kedalaman lapisan akifer terdeteksi
dari permukaan 0 - 15.4 meter, dengan kandungan air tawar yang cukup baik.
Lapisan berwarna Hijau Muda, merupakan lapisan yang mengandung air asin
sampai payau, terdapat sebagai confined aquifer pada lapisan yang
mengandung air payau. Lapisan ini disusun oleh material lanau, lempung dan
lumpur, dengan nilai resistivitas 0.011 - 10 Ohm m. Lapisan ini tersebar di Utara
terutama pada pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka, dan Tanjung Bunga.
Diinterpretasi bekas pool-pool atau basin pada pematang pantai atau basin
bekas rawa di delta.
Lapisan Berwarna Biru, terdapat sebagai lapisan akuitard, yang merupakan
lapisan yang jenuh/kedap air tapi masih dapat meluluskan air. Lapisan ini
disusun oleh lapisan material lepas (unconsolidated) yang diinterpretasikan
sebagai material sedimen aluvium yang terdiri dari pasir lanau, pasir
lempungan dan lumpur. Pada lapisan ini mempunyai nilai resistivitas lebih
besar dari 200 ohm m, terdapat di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka
dan Tanjung Bunga, yang merupakan area delta.
Sebaran Vegetasi
Sebaran vegetasi yang mengacu pada konsep The Present Is The Key
To The Past dianalisis berdasarkan korelasi antara tekstur sedimen bawah
permukaan (data pemboran dangkal, geolistrik dan tespit) dan endapan
sedimen kuarter 1924, dapat dijelaskan bahwa :
.
Susunan sedimen hamparan Delta Jeneberang, menggambarkan kedudukan
atau urutan vertikal sedimen pantai dan endapan delta front di atas endapan
sedimen laut dangkal. Berdasakan peta geologi kuarter termasuk dalam tipe B
dan tipe BM. Jika dikorelasikan dengan kondisi jebakan air tanahnya, maka
pada endapan sedimen tersebut dijumpai sebaran vegetasi non-mangrove dan
Gambar 64. Model penampang keterdapatan air tanah dan jenis air tanah di Estuari Jeneberang (Langkoke,2010).
vegetasi campuran (mangrove-nonmangrove). Korelasi ini jika dihubungkan
dengan waktu pengendapan pada saat ini (tahun 2010) maka sebaran vegetasi
tersebut terdapat di Pantai Barombong dan Pantai Tanjung Bayang. Sedangkan
endapan delta front di atas delta plain di atas endapan laut dangkal atau di atas
endapan tipe FC, dijumpai sebaran vegetasi mangrove dan vegetasi campuran
(mangrove-nonmangrove). Sebaran vegetasi tersebut dijumpai pada daerah
Pantai Tanjung Bunga dan Pantai Tanjung Merdeka. Untuk melihat perubahan
lahan baik degradasi maupun retrogradasi lahan, maka dilakukan analisis dari
data historis garis pantai (1900-1991), (1991-2000), dan (2000-2010). (Lihat
Lampiran 17), sehingga luas lahan yang mengalami perubahan oleh maju
mundurnya garis pantai dapat dihitung luasnya.
Dinamika vegetasi,
Dinamika vegetasi dapat diketahui berdasarkan tekstur sedimen bawah
permukaan dan kondisi air tanah (Lihat Lampiran 18 dan 19). Tekstur sedimen
secara horizontal dari Selatan ke Utara relatif terdiri dari pasir sampai pasir
lanauan, mempunyai nilai Mean (MZ) berukuran 2.6 Ф – 1.3 Ф. Sedangkan
tekstur sedimen secara vertikal, berdasarkan data sedimen bawah permukaan,
mulai dari kerakal sampai lumpur. Perubahan tekstur sedimen diikuti oleh
perubahan lingkungan pengendapan yang selanjutnya mempengaruhi kondisi
air tanah dan jenis vegetasi pantai. Hal ini terjadi akibat adanya perubahan
hidrodinamika yang mempengaruhi morfodinamika pantai secara keseluruhan.
Seperti diuraikan di atas, vegetasi pantai dikelompokkan ke dalam zona
mangrove, zona campuran dan zona non-mangrove. Korelasi hasil analisis
sedimen tekstur sedimen bawah permukaan dan kondisi air tanah seperti
terlihat pada Lampiran 11, dapat dijelaskan sebagai berikut;
Vegetasi non-mangrove, dapat tumbuh pada topografi tinggi dengan tekstur
sedimen lebih kasar (pasir kasar - pasir sedang). Sedangkan kondisi air
tanahnya termasuk dalam unconfined aquifer dalam zona tidak jenuh air
(unsaturated zone). Kondisi kawasan ini dicirikan dengan dijumpai tumbuhan
kelapa dan awal terlihatnya tumbuhan lontara. Hal ini disebabkan karena di
kawasan ini mempunyai kandungan air tanah tawar pada lapisan hingga
kedalam terukur. Kondisi ini dapat dilihat pada kawasan Pantai Barombong.
Vegetasi campuran (mangrove dan non-mangrove) dapat tumbuh pada
topografi yang dipengaruhi oleh pasang surut dengan tekstur sedimen yang
relatif kasar sampai halus (pasir kasar, pasir halus, lanau, lempung).
Sedangkan kondisi air tanahnya termasuk dalam confined aquifer pada zona
jenuh air (saturated zone). Kondisi ini mempunyai topografi yang tinggi
kerendah, dan beberapa tempat termasuk dalam daerah brackish water,
dengan salinitas 0.5-20 ppt. Kondisi ini dapat dilihat pada topografi tinggi pada
daerah Tanjung Bayang. Jenis mangrove yang dapat tumbuh termasuk dalam
Minor Mangrove (nipa, paku laut). Pada dataran tingginya dijumpai awal
tumbuhan kelapa, kayu jawa. Di area pantai yang topografinya rendah
ditumbuhi jenis rumput – rumputan (rumput angin-angin dan semak).
Vegetasi mangrove dapat tumbuh dengan baik pada topografi yang
dipengaruhi oleh pasang surut dengan tekstur sedimen yang relatif halus
(lempung, lanau, lumpur, pasir). Sedangkan kondisi air tanahnya termasuk
dalam confined aquifer pada zona jenuh air dengan salinitas air 20-35 ppt.
Kondisi ini dapat dilihat pada topografi rendah yang dipengaruhi oleh pasang
surut pada daerah Tanjung Bunga dan Tanjung Merdeka.
Sebaran vegetasi pada masa lampau dapat dilihat dari perubahan tekstur
sedimen secara vertikal. Vegetasi mangrove dapat tumbuh pada sedimen yang
berukuran halus. Dari analisis sedimen secara vertikal dapat diketahui bahwa
semakin ke Utara tekstur sedimen semakin halus sehingga dapat
diinterpretasikan mangrove tumbuh dengan subur ke arah Utara mulai dari
Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga. Sebaran tumbuhan ini
masih dapat terlihat pada Tanjung Merdeka dan Tanjung Bunga. Hal ini
disebabkan oleh perubahan hidrodnamika yang membentuk morfodinamika
pantai pada saat itu. Kondisi air tanah pada saat itu diinterpretasi termasuk
dalam confined aquifer pada saturated zone berdasarkan kondisi tekstur
sedimennya.
Sebaran vegetasi non-mangrove dapat tumbuh dengan baik pada sedimen
yang berukuran kasar dan termasuk dalam sedimen marin. Dari hasil analisis
sedimen secara vertikal berdasarkan pemboran dangkal (coring), diketahui
sebaran sedimen pasir semakin besar ke arah Selatan. Dengan dijumpai
adanya kandungan material organik (humus) pada coring-1 di Pantai
Barombong pada kedalaman 7 meter dan 9 meter dengan ketebalan yang
relatif tipis sehingga diinterpretasikan bahwa humus tersebut tidak insitu yang
terbawa oleh banjir pada saat itu. Tekstur sedimen secara vertikal yang
berukuran pasir semakin tebal ke arah Selatan sehingga dapat diinterpretasi
bahwa vegetasi non-mangrove tumbuh pada daerah Pantai Barombong, dan
sebagian menempati kawasan Pantai Tanjung Bayang. (Lihat Lampiran 17,18,
dan 19).
Jika dibandingkan dengan hasil penelitian mangrove di Jepara, menurut Faiz,
2011, pada sedimen pasir dan pasir lanauan mempunyai salinitas yang
berbeda pada jenis mangrove Rhizophora mucronata dengan salinitas 30 ‰.
Menurut Bernard, 2003, Kandungan air pada lapisan sedimen mempunyai
salinitas yang berbeda. Sedangkan menurut Kennis, 1994, salinitas air
tergantung pada lingkungannya dan estuari memiliki salinitas antara 0.5 – 20
ppt. Diinterpretasikan daerah penelitian memiliki salinitas untuk lingkungan
estuari antara 0.5 – 20 ppt.
Zonasi Geospasial
Zonasi geospasial dikelompokkan berdasarkan kondisi geologi
permukaan yang didiskripsi secara visual, dan kondisi geologi bawah
permukaan (Lihat Lampiran 21). Berdasakan hal tersebut setiap segmen pantai
mempunyai karakteristiknya sendiri. Resistenitas sedimen tergangtung pada
sedimen penyusunnya, yang dibentuk oleh proses-proses geologi dan
hidrodinamika pantai daerah penelitian. Endapan sedimen pantai tersebut
menyebabkan kondisi pantai antara segmen yang satu dengan lainnya berbeda
dan dicirikan dengan stabilitas pantainya yang dapat terlihat secara langsung.
Namun demikian kondisi bawah permukaan juga menjadi penting jika lahan
tersebut akan dikelolah.
Zonasi pantai estuari berdasarkan stabilitasnya, dibagi menjadi : Tipe-1
Zona Stabil di Pantai Barombong, Tipe-2 Zona Stabil-Dinamis I di Pantai
Tanjung Bayang, Tipe-3 Zona Stabil-Dinamis II di Pantai Tanjung Merdeka dan
Tipe- 4 Zona Tidak Stabil di Pantai Tanjung Bunga.
Tipe-1, Zona Pantai Stabil.
Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Barombong, dicirikan pantai lurus,
proses pantai sedimentasi dan pantai maju. Sedimen vertikal tersusun oleh
sedimen marin, resistivitas 0.2 – 20.000 Ohm m, nilai Mean (Mz) 1.3 Ф – 2.4 Ф
(pasir sedang – halus), proses pantai sedimentasi. Sedimen pantai lebih
resisten dan pantai lebih stabil, topografi lebih tinggi. Dijadikan kawasan hijau,
untuk mengurangi dampak terhadap proses-proses pantai sekitarnya.
Pertimbangan lain, karena pantai relatif stabil, topografi daratan tinggi, lapisan
pasir tebal, dapat menjebak air tawar atau sebagai reservoir air tanah, sehingga
lahan diperuntukkan vegetasi pantai dataran tinggi.
Tipe-2, Zona Pantai Stabil Dinamis I.
Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Bayang, dicirikan pantai
cuspate dan lurus, proses pantai erosi - sedimentasi, relatif stabil-dinamis,
sedimen vertikal tersusun oleh sedimen fluvial, resistivitas 0,09 - 429 Ohm m,
nilai Mean (Mz) 1,37 Ф - 3,4 Ф (pasir sedang – pasir sangat halus), Sedimen
pantai lebih resisten dan pantai stabil - dinamis, topografi sebagian daratan
tinggi dan ke Utara cenderung rendah. Lapisan pasir cukup tebal untuk
cebakan air tawar sehingga lahan cukup baik untuk pertanian, tambak atau
pembuatan kolam artifisial sebagai resapan, memelihara vegetasi pantai
(mangrove, non-mangrove) sebagai perlindungan terhadap iklim yang ekstrim
dan dilarang menambang pasir dikawasan ini.
Tipe-3, Zona Stabil Dinamis II.
Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Merdeka, dicirikan pantai lurus,
dengan topografi pantai rendah, sedimen vertikal tersusun oleh sedimen fluvial,
resistivitas 0.1 – 274 Ohm m, nilai Mean (Mz) 2,0 ф – 2.6 ф (pasir sedang –
kasar). Sedimen marin dan sedikit proses fluvial sungai, serta memperlihatkan
proses abrasi dan sedimentasi. Perlu dilakukan penanaman mangrove, yang
didesain sesuai bentuk groin di pantai hingga ke kawasan Trans Studio untuk
mengurangi abrasi.
Tipe-4, Zona Pantai Tidak Stabil.
Zona ini mencakup kawasan Di Pantai Tanjung Bunga, dicirikan pantai
spit berubah secara gradual, sedimen vertikal tersusun oleh sedimen pantai
tidak padu dan lapisan fluvial-deltaik yang cukup tebal, resistivitas 0,1 – 402
Ohm m, nilai 1.3 Ф – 2.4 Ф (pasir halus – sedang), Topografi pantai relatif
landai dan dipengaruhi oleh pasang surut. Proses pantai abrasi, walaupun
terkesan sedimentasi karena adanya reklamasi pantai.
G. Prospek Vegetasi
Mengacu pada konsep Present is The Key To The Past seperti yang
telah diuraikan di atas, maka dijadikan dasar untuk menginterpretasikan
dinamika vegetasi dengan konsep Present is The Key To The Future. Pantai
yang memiliki karakteristik pada setiap bagian pantai, memberikan rona
bentang alam pantai yang khas pula. Kondisi tersebut terbentuk semata-mata
bukan karena bentukan alam di permukaan saja namun juga dipengaruhi oleh
kondisi bawah permukaan. Bertalian dengan sebaran vegetasi tentunya kondisi
ini ditentukan oleh model sedimen bawah permukaan dan pengaruhnya
terhadap kondisi air tanah. Perubahan tekstur sedimen, baik yang berubah
secara mengkasar maupun menghalus kearah atas, menggambarkan
perubahan suatu kondisi lingkungan pengendapan. Tersingkapnya lapisan-
lapisan sedimen bawah permukaan, merupakan proses perubahan kondisi
hidrodinamika suatu kawasan pantai yang akan memberikan bentukan bentang
alam yang baru. Kondisi ini juga diikuti dengan perubahan topografi dasar
perairan yang menyebabkan perubahan tinggi rendahnya permukaan air laut.
Akibatnya juga memberikan efek terhadap perubahan garis pantai yang
ditunjukkan dengan maju mundurnya garis pantai. Hal tersebut
menggambarkan bahwa perubahan bentang alam menandakan kedinamikaan
kawasan pantai yang berlangsung secara terus menerus dari waktu ke waktu,
baik untuk jangka waktu pendek,menengah maupun panjang, dalam bentukan
morfodinamika pantai yang baru.
Pantai Estuari Jeneberang memperlihatkan morfodinamika kawasan yang
terungkap pada hasil interpretasi tekstur sedimen bawah permukaan. Kondisi
tersebut dikorelasikan dengan keterdapatan air tanah dan sedimen kuarter,
memberikan karakteristik daerah penelitian pada setiap bagian pantainya.
Berdasarkan karakteristinya, maka dilakukan pembagian Zonasi Akifer dan
Prospek Vegetasi Pantai, seperti yang terlihat pada Lampiran 21.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Hidrodinamika pantai yang berlangsung hingga saat ini, menunjukkan
bahwa pantai masih di bawah kendali longshore drift dari arah Selatan ke
Utara yang mempengaruhi lingkungan di sepanjang pantai estuari
Jeneberang. Angkutan sedimen dari selatan ke Utara disebabkan oleh
arus, baik yang dibangkitkan oleh ombak maupun oleh pasang surut.
Material yang terangkut ke arah Utara, terakumulasi membentuk spit yang
masih terlihat di depan muara Utara Sungai Jeneberang (yang sudah
ditutup). Pola endapan material sedimen ini selalu mengalami perubahan
sesuai iklim dan musim yang berlangsung.
2. Kondisi topografi pantai di permukaan akan selalu saling mempengaruhi
dengan kondisi topografi bawah permukaannya, Kondisi hidrodinamika yang
berlangsung dan proses yang berlanjut akan merubah bentuk garis pantai.
Adanya perubahan topografi dasar perairan pantai dan hidrodinamika akan
merubah bentang alam pantai. Perubahan pantai secara alami berlangsung
lebih lambat dibandingkan dengan perubahan yang diakibatkan oleh
aktivitas manusia maka perubahan secara gradual akan berlangsung sangat
cepat.
3. Perubahan topografi dasar perairan pantai akan diikuti dengan terjadinya
perubahan pada tinggi - rendahnya permukaan dasar laut. Pada
pengukuran titik lokasi mercusuar di Pantai Tanjung Bunga, menunjukkan
telah terjadi penurunan dasar perairan setinggi 2.5 meter dalam kurun waktu
10 tahun (tahun 2000 – 2010). Penurunan rata-rata pertahunnya adalah 25
cm. Berdasarkan data pemboran menunjukkan kondisi ini masih bisa
berlangsung hingga penurunan dasar perairan terjadi setinggi 20 meter.
Sedangkan kenaikan permukaan air laut secara global sesuai data dari
NOAA setinggi 1.8 mm per tahun.
4. Perubahan garis pantai berdasarkan perhitungan dari tahun 2006 hingga
tahun 2010 yang diukur pada titik pengukuran, telah terjadi perubahan di
Pantai Barombong yaitu garis pantai maju (sedimentasi) sejauh 19,5 m.
Sedangkan di pantai bagian utara adalah pantai mundur (abrasi), yaitu
pantai Tanjung Bayang mundur 60 m, Tanjung Merdeka mundur 24 m dan
Tanjung Bunga mundur 62 m. Berdasarkan tekstur sedimen bawah
permukaan dengan metode ekplorasi geologi dan geolistrik, dapat
dibedakan model endapan sedimen marin terdapat di Pantai Barombong,
sedangkan model endapan fluvial deltaic terdapat di bagian utara Muara
Sungai Jeneberang yaitu di Pantai Tanjung Bayang, Tanjung Merdeka dan
Pantai Tanjung Bunga.
Model endapan tersebut terdiri dari ; endapan dataran delta (delta plain),
endapan dataran depan delta (delta front), endapan pasir pantai (sand
beach), endapan tepian (fore shore).
5. Berdasarkan tekstur sedimen bawah permukaan dengan metode eksplorasi
geologi dan geolistrik, dapat dibedakan model endapan sedimen marin
terdapat di pantai Barombong sedangkan model endapan fluvial deltaik
terdapat di bagian Utara Muara Sungai Jeneberang yaitu di Pantai Tanjung
Bayang, Tanjung Merdeka dan Pantai Tanjung Bunga. Model endapan
tersebut terdiri dari endapan dataran delta (delta plain), endapan dataran
depan delta (delta front), endapan pasir pantai (sand beach), endapan
tepian (foreshore).
6. Berdasarkan eksplorasi geolistrik kondisi air tanah di daerah penelitian
terdapat sebagai unconfined aquifer di Pantai Barombong dan Pantai
Tanjung Bayang dan confined aquifer terdapat di Pantai Tanjung Merdeka
dan Pantai Tanjung Bunga. Sedangkan keterdapatan air tanah dan
kemudian dikorelasikan dengan vegetasi, sangat terkait dengan bentuk
topografinya. Pada dataran tinggi untuk vegetasi dataran tinggi seperti
kelapa dan sebagainya, topografi sedang, dengan vegetasi campuran
mangrove dan non mangrove, dan dataran rendah yang dipengaruhi pasang
surut dengan vegetasi mangrove.
7. Berdasarkan pembagian zonasi geospasial, maka daerah penelitian dapat
dimanfaatkan berdasarkan karakteristik setiap tipe pantainya.
Zona Stabil di Pantai Barombong, Stabil Dinamis-I di Pantai Tanjung
Bayang, Zona Stabil Dinamis-II di Pantai Tanjung Merdeka dan Zona Tidak
Stabil di Pantai Tanjung Bunga
8. Pantai abrasi (pantai mundur) dicirikan oleh kontur batimetri yang rapat
(terjal) dengan ukuran butir sedimen lebih besar 2.4 ф , sedangkan pantai
sedimentasi (pantai maju) dicirikan oleh kontur batimetri yang renggang
(landai) dengan ukuran butir sedimen lebih kecil dari 2.4 ф. Hal tersebut
dibandingkan dengan hasil penelitian Langkoke, 2006 berdasarkan pada
tekstur sedimen untuk penentuan segmen abrasi (sedimen kasar) atau
sedimentasi (sedimen halus).
9. Stabilitas pantai dikontrol oleh jenis material penyusunnya. Pantai yang
tersusun oleh sedimen fluvial di atas sedimen pantai, di atas sedimen
dangkal merupakan pantai yang tidak stabil. Pantai yang tersusun oleh
sedimen pantai di atas endapan fluvial, di atas sedimen laut dangkal
merupakan pantai yang stabil dinamik, sedangkan pantai yang tersusun
oleh sedimen laut dangkal merupakan pantai yang stabil.
10.Pohon Lontara (Borassus sudaica), dapat dijadikan penciri pantai yang
tersusun oleh sedimen marin/pantai di atas endapan laut dangkal. Kondisi
ini dapat terlihat pada sebaran pohon lontara yang tumbuh subur ke arah
Selatan Kabupaten Takalar.
11.Pohon Kelapa dapat dijadikan penciri pantai yang disusun oleh sedimen
fluvial di atas sedimen pantai di atas sedimen laut dangkal.
12.Jenis akuifer tak tertekan (unconfined aquifer) di kawasan pesisir pantai
dicirikan oleh sebaran pohon lontara yang luas sebagai perangkap air tawar
yang cukup dalam, pada sedimen pantai di atas endapan laut dangkal.
13.Hilangnya zonasi mangrove di daerah pantai mengindikasikan gejala
perubahan kondisi geologi di suatu kawasan pantai. Hal tersebut jika
dibandingkan dengan zonasi mengrove menurut Nybakken, 1988.
14.Penelitian karakteristik pantai secara visual menurut Dolan,1975 dan
penelitian pantai, di sekitar Muara Sungai Jeneberang oleh Langkoke, 2006,
dengan metode visual deskripsi menghasilkan karakteristik morfometri
pantai. Sedangkan penelitian yang dilakukan Langkoke, 2010, pada lokasi
yang sama tetapi dengan melakukan penelitian pada distribusi vertikal
sedimen bawah permukaan menghasilkan karakteristik pantai yang berbeda
pada setiap segmen pantai kawasan Estuari Jeneberang.
Saran
a. Saran untuk Penelitian
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Sedimen Kuarter di Pantai
Makassar.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai Hidrodinamika Perairan di
Pantai Makassar.
3. Perlu dilakukan kajian rekayasa untuk zona proteksi dan Konservasi
terhadap abrasi dan intrusi air laut dengan menggunakan vegetasi di
Kawasan Estuary Jeneberang.
4. Perlu dilakukan desain Danau Artifisial untuk meningkatkan kualitas air
tanah di kawasan estuari Jeneberang dalam rangka mengantisipasi
kerawanan cadangan air tawar. Mengingat perubahan morfodinamika
pantai dengan campur tangan manusia akan membuat kawasan mengalami
perubahan dengan cepat.
b. Saran untuk PEMKOT MAKASSAR
5. Pemanfaatan lahan pantai dianjurkan selalu memperhatikan kondisi geologi
bawah permukaan, yang cukup signifikan seperti morfogenesis pantai, untuk
dijadikan dasar dalam pengelolaan kawasan pantai.
6. Sedimen pantai merupakan material lepas dan tidak padu, menjadikan
kawasan ini labil, khususnya di pantai bagian utara muara Sungai
Jeneberang. Pantai saat ini sudah memperlihatkan indikasi adanya
penurunan dasar perairan yang akan menimbulkan permasalahan baru.
Disarankan untuk menjadi pertimbangan dasar dalam kebijakan Rencana
Tata Ruang Kawasan Metropolitan Mamminasata, yang termasuk Zona P3.
Serta menjaga stabilitas sedimen bawah permukaan agar tetap stabil.
7. Perlunya kajian mendalam tentang kondisi geologi bawah permukaan,
terutama di kawasan pantai Tanjung Bunga yang dalam perencanaan akan
dijadikan sebagai Centre Point Of Indonesia, mengingat endapan alluvium di
kawasan ini cukup tebal.
8. Jika pengembangan kawasan pantai dilakukan maka di kawasan ini perlu
direncanakan misalnya dengan membuat jalur hijau dan folder-folder
sebagai reservoir air tanah ataupun folder pengatur banjir sudah perlu
didesain dari sekarang, sebagai upaya antispitasi. Mengingat perubahan
morfodinamika pantai dengan campur tangan manusia akan membuat
kawasan akan mengalami perubahan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Allen, J.R. and N.P. Psuty, 1987. Morphodynamics of a single-barred beach with a rip channel, Fire Island, NY. Coastal Sediments ’87, ASCE: p 1964-1975.
Alley. W.M., Reilly. T.E dan Franke. O.L, 2007 Sustainability of Ground-Water Resources. General Facts And Concepts About Ground Water U.S. Geological Survey Circular 1186
Alomar M, Rodolfo Bolaños- Sánchez2, Agustín Sanchez-Arcilla1 and Abdel Sairouni3, 2011. Wave Growth Under Variable Wind Conditions. (https://journals.tdl.org/ICCE/article/view/1189/pdf_280, dikases 13 Maret 2011)
Awaluddin,M.Y, Susilo T.T, dan Nasima,D. 2005. Karakteristik Massa Air di Perairan Makassar Selama Pelayaran Riset INSTAN (International Nusantrara Stratification And Transport) Bulan Juli 2005. (Online). Journal Of Marine Science.
Bahri, S., and Basri, C. 1996. Peta Geologi Kwarter Lembar Sungguminasa Sulawesi Selatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Benumof, B., Storlazzi, C., Seymour, R. & Griggs, G. 2000 The relationship between incident wave energy and sea cliff erosion rates: San Diego County, California. Journal of Coastal Research 16, 1162–1178.
Berendsen, H.J.A. and Stouthamer, E. 2001. Palaeogeographic Development of the Rhine-Meuse delta, The Netherlands. Assen: Van Gorcum. 270 p.
Berger, A. R. 1997 Assessing rapid environmental change using geoindicators. Environmental Geology 32 (1), p 36–44.
Bernard,J,2003, Principles of Geophysical Methods for Groundwater, On Line 25 Maret 2011, USGS Ground-Water Hidrology.
Bird, E.C.F. 2008. Depositional Features In Estuaries And Lagoons On The South Coast Of New South J Wales, (online), Article first published online: 28 JUNI 2008, Journal Geographic Research, DOI: 10.1111/j.1467-8470. 1967. Tb 00760.x.
Boggs, S. 2001. Principle of Sedimentology and Stratigraphy, 3 ed., Prentice Hall, Inc. Uper Saddle River, New Jersey 07548.
Bunga AM., 1996. Evaluasi Intrusi Air Laut Bawah Tanah di Wilayah Kotamadya Ujung Pandang. Tesis - Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Ujung Pandang.
Bush, D. M., Neal, W. J., Young, R. & Pilkey, O. H. 1999 Utilization of geoindicators for rapid assessment of coastal-hazard risk and mitigation. Ocean & Coastal Management 42 (8), p 647–670.
Carter, RWG. 1988. Coastal Environmental, An Introduction to the physical, Ecological dan Cultural System of Coasts Lines. London: Academic Press.
Cowell, P. J., and B. G. Thom, 1994. Morphodynamics of coastal evolution. In: R.W. G. Carter and C. D. Woodroffe, editors. Coastal Evolution: Late Quaternary shoreline morphodynamics, Cambridge University Press, Cambridge UK, p. 33-86.
Craft, C. B., 2005. Natural and Constructed Wetlands. Encyclopedia of Hydrological Sciences. John Wiley & Sons, Ltd. p. 4 – 5.
Dale, V. H. & Beyeler, S. C. 2001 Challenges in the development and use of ecological indicators. Ecological Indicators 1, p 3–10.
Das C. Limura K and Tanaka N. 2011. Effects Of Coastal Vegetation Species And Ground Slope On Storm Surge Disaster Mitigation (https://journals.tdl.org/ICCE/article/view/1144/pdf_39, diakses 13 Maret 2011)
Daly C, Roelvink D. Ap van Dongeren ,Jaap van Thiel de Vries, and Robert McCall, 2011. Short Wave Breaking Effects On Low Frequency Waves. (Proceeding 20 ICCE-2010/1251_files/1251.html. diakses 13 Maret 2011)
Dolan, R.. 1975. Coatal Landform and Bathymetry. Online. Dalam: National Atlas of United States, Washinton DC, Defartment of Interior, p.78-79.
Dillenburg SR, Roy PS, Cowell PJ dan TomazelLI LJ. 2000. Influence of antecedent topography on coastal evolution as tested by the Shorface Translation-Barrier Model (STM). Journal Coast Research 16: 71-81.
Dillenburg SR, Tomazelli LJ, Hesp PA, Barboza EG, Clerot LCP and Silva DB. 2005. Stratigraphy and evolution of a prograded, transgressive dunefield barrier in southern Brazil. Journal Coast Res. SI 39
Efriyeldy, 1999 Sebaran Spasial Karakteristik Sedimen dan Kualitas Air Muara Sungai Bantan Tengah, Bengkalis Kaitannya Dengan Budidaya KJA . (Online) Jurnal Natur Indonesia I1 (1): 85 - 92
El-Sabh, M., Demers, S. & Lafontaine, D. 1998 Coastal management and sustainable development: From Stockholm to Rimouski. Ocean & Coastal management 39 (1-2), p 1–24.
Faiz. A.D.,2011. Studi Pengaruh Salinitas dan Jenis Sedimen terhadap Pertumbuhan Propagul Rhizophora mucronata. Kesemat Jurnal . Online. http://kesematindonesia.wordpress.com/kirim-artikel/
Galloway W.E, Patricia E. Curry G., Li Xiang and. Buffler R.T 2000.. Cenozoic Depositional History of the Gulf of Mexico Basin. AAPG Bulletin. 2000 ; 84: 1743-1774.
Gravens, M.B., 1999. Periodic shoreline morphology, Fire Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1613-1626.
Hantoro. 2010 Pengaruh Karakteristik laut dan pantai terhadap perkembangan kawasan kota pantai, (online), Proceeding: Kerugian pada Bangunan dan Kawasan Akibat Kenaikan Muka Air Laut pada Kota-Kota Pantai di Indonesia, (http://www.sim.nilim.go.jp/GE/SEMI3/PROSIDING/01-WAHYU.doc, diakses 2 November 2010).
Hart, B.S., Long, B.F. 1996. Forced Regressions and Lowstand Deltas: Holocene Examples,Canadian. Journal of Sedimentary Research. Volume 66. DOI:10.1306/D4268414-2B26-11D7-8648000102185D.
Hayashi, K., Hashimoto K, Yagisawa K, and Kobayashi N. 2010. Beach Morphologies At Notsukezaki Sand Spit, Japan. Paper No.32 (2010). (Journals.tdl.org/ICCE/article/viewArticle/1212). Diakses 14 Maret 2010.
Heath, R. C. 1983. Basic Ground-Water Hydrology. U.S. Geological Survey Water-Suply Paper 2220.
Headland, J.R., C. Rasmussen, L. Bocamazo, W.G. Smith, and M. Herrman, 1999. Tidal inlet stability at Fire Island, Moriches and Shinnecock Inlets, Long Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: 2249-2264.
Hodge, R. A. 1997 Toward a conceptual framework for assessing progress towards sustainability. Social Indicators Research 40, p 5–98.
Holman, R. 1986 Extreme value statistics for wave runup on a natural beach. Coastal Engineering 9 (6), p 527-544.
Holman, R. A. & Sallenger, A. H. 1985 Setup and swash on a natural beach. Journal of Geophysical Research 90 (c1), p 945–953.
Intergovernmental Panel on Climatic Change, 2001. IPCC Third Assessment Report: Climatic Change 2001. Cambridge University Press, UK.
Imran, A. M., Ramli., Rafiuddin, 2009, Analisis Zona Pengimbuhan Terhadap Air Tanah Kota Makassar. Laporan Penelitian Strategi Nasional, Lemlit Unhas, Makassar.
Jiménez, J. A., Sánchez-Arcilla, A., Valdemoro, H. I., Gracia, V. & F. Nieto 1997 Processes reshaping the Ebro delta. Marine Geology 144, p 59–79.
Judge, E. K., Overton, M. F. & Fisher, J. S. 2003 Vulnerability indicators for coastal dunes. Journal of Waterway Port Coastal and Ocean Engineering 129 (6), p270–278.
Kana, T.W., 1995. A mesoscale sediment budget for Long Island, New York. Marine Geology, 126: 87-110.
Kana, T.W., 1999. Long Island’s South Shore beaches: A century of dynamic sediment management. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1584-1596.
Kelley, J. T., W. R. Gehrels, and D. F. Belknap, 1995. Late Holocene relative sea-level rise and the geological development of tidal marshes at Wells, Maine. Journal of Coastal Research, 11: 136-153.
Kennish, M. J., 1994. Practical Handbook of Marine Science, 2nd Edition. Boca Raton, Florida, CRC Press, 1994. p. 105-106
Komar, PD., 1998. Beach Processes and Sedimentation, Second Edition, New Jersey: Prentice-Hall Inc, Englewood Cliffs.
Komar, PD. 1996. Coastal Geology. Processes & Morphology of Coasts and Beaches. Oregon State University, Corvallis, Oregon, USA.
Kraus, N. C., Larson, M. & Kriebel, D. L. 1991 Evaluation of beach erosion and accretion predictors. Coastal Sediments p. 572–587.
Langkoke, R. 2010a. Pengaruh Karakteristik Pantai Estuari Makassar Terhadap Perkembangan Kota Pantai. Prosiding Seminar Nasional: Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan 2010. ITS – Surabaya. ISSN: 1412 – 2332, 9 – 10 Des. 2010.
Langkoke, R. 2010b. Perubahan Pantai Delta Jeneberang Berdasarkan Sedimen Backsore. Seminar Nasional dan Workshop Perkembangan Teknik Pantai di Indonesia Menghadapi Perubahan Iklim. Legian – Kuta, Bali.
Langkoke, R. 2010c. Topografi Dasar Perairan Pantai Tanjung Bunga Pantai Tanjung Bunga Kota Makassar. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6.
Langkoke, R., Apriani. S, 2010d. Sebaran Mineral Berat Endapan Pasir Pantai Tanjung Bunga Kecamatan Mariso. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6.
Langkoke,R., Herman, 2008. Transpor Sedimen Suspensi Perairan Pantai Estuari Jeneberang Kota Makassar. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 02 Mei – Agust. 2008. Hal..109-216.
Langkoke, R., Rochmanto.B., 2008. The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei – Agust. 2008.
Langkoke, R. 2007. Taman Mangrove di Area Perencanaan. CPI. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 01 Jan – April 2007.
Langkoke, R. 2006. Coastal Sediment Cell On The Vicinity of the Jeneberang River Mouth,Makassar, South Sulawesi. Proocedings of IAGI 36th Joint convevtion Pekan Baru-Riau,Indonesia.
Larson, M. 1991. Equilibrium Profile of A Beach With Varying Grain Size. Proceeding of Coastal Sediment. Florida: American Society of Coastal Engineer, p 905 – 919.
Leatherman, S.P. and Allen, J.R., 1985. Geomorphic analysis of the south shore barriers of Long Island, New York, Technical Report, National Park Service,Boston, Massachusetts, 350 p.
Lewis, DW, Conchie, DM. 1994. Analytical Sedimentology . Chapman & Hall. One Pen Plaza New York. NY 10119,USA.
Makaske, A. 1998. Anastoming rivers - Forms, processes and sediments. Netherlands Geographical Studies 249, 287 p. KNAG/Faculteit Ruimtelijke Wetenschapen Universiteit Utrecht.
Miall, A.D. 1996. The geology of fluvial deposits. Berlin: Springer Verlag, 582 p.
Macintosh. D., 2008. Ecosystem Approaches to Coastal Resource Management: The Case for Investing in Mangrove Ecosystems. Bangkok, Thailand.
Mochtar, H. 2007. Evolusi pengendapan sedimen Kuarter di daerah utara Air Musi, Kota Palembang - Sumatera Selatan Indonesia, (online), Pusat Survei Geologi, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 2 No. 1 Maret 2007:(http://www.bgl.esdm.go.id/dmdocuments/jurnal20070101.pdf, diakses 27 Oktober 2010).
Morang, A., D.S. Rahoy, and W.G. Grosskopf, 1999. Regional geologic characteristics along the South Shore of Long Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: 1568-1583.
Monoarfa, M. 2001 Dampak Pembangunan Terhadap Kualitas Air Di Kawasan Pesisir Pantai Losari, Makassar. Online. Jurnal Pascasarjana Unhas. ISSN 1411- 4674.
Morgan, J. P. & Stone, G. W. 1985 A technique for quantifying the coastal morphology in Florida’s barrier islands and sandy beaches. Shore and Beach 53, p 19–26.
Morton, R. A. ,2002. Factors controlling storm impacts on coastal barriers and beaches a preliminary basis for real-time forecasting. Journal of Coastal Research 18 (4), p 838–838.
Noor YS, Khazali M, Suryadiputra INN. 2006. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International-Indonesia Programme.
Nordstrom, K.F., and J.M. McCluskey, 1985. The effects of houses and sand fences on the eolian sediment budget at Fire Island, NY. Journal of Coastal Research, 1: p 38-46.
Nurfaidah, 2009. Pengembangan Dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota Makassar Sebagai Waterfront City. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Nybakken, W.J.,1988. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis, http://journal.ui.ac.id/upload/artikel/04_Kandungan%2520Total_MS%2520Tarigan.PDF
Ongkosongo, OSR & Suyarso. 1989. Pasang Surut, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Pusat Penelitian & Pengembangan Oseanologi, Jakarta.
Psuty, N.P., 1986. Holocene sea level in New Jersey. Physical Geography. 7: l56-l67.
Psuty, N. P., 2004. The coastal foredune: A morphological basis for regional coastal dune development. In: M. L. Martínez, and N. P. Psuty, editors, Coastal Dunes, Ecology and Conservation. Springer-Verlag, Berlin, p. 11-27.
Rahimy, Z., 1998. Analisa Plume Pada Muara Sungai Jeneberang Kotamadya Ujung Pandang Propinsi Sulawesi Selatan. Ujung Pandang (Tidak dipublikasikan).
Rahimy, Z., 2006. Kalibrasi Model Numerik Dua Dimensi angkutan Sedimen Di Muara Sungai Jeneberang. (Tesis) Program Pascasarjana Bidang Ilmu Teknik Universitas Indonesia. Jakarta.
Rifardi. 2001. Karakteristik Sedimen Daerah Mangrove dan Pantai Perairan Selat Rupat, Pantai Timur Sumatera. Indonesian Journal of Marine Science.
Riverside. California 92502. The Echo. Western Society of Malacologists Annual Report, No. 6, 1974, p.37-44.
Rochmanto, B, Zulfan, R., dkk. 1996. The Change of Coastline in The Vicinity of The Jeneberang River Mouth, Makassar, South Sulawesi, Indonesia, Proceedings of IAGI XXV Annual Meeting, Bandung. Indonesia.
Sakka. 1996. Study on the Behavior of the Coastline of the Jeneberang Delta, Master’s thesis, Gadjah Mada University. Jogjakarta - Indonesia.
Schwab, W.C., E.R. Thieler, J.R. Allen, D.S. Foster, B.A. Swift, and J.F. Denny, 2000. Influence of inner-continental shelf geologic framework on the evolution and behavior of the barrier-island system between Fire Inland Inlet and Shinnecock Inlet, Long Island, New York. Journal of Coastal Research, 16: p 408-422.
Schwab, W.C., E.R. Thieler, J.R. Allen, D.S. Foster, B.A. Swift, J.F. Denny, and W.W. Danforth, 1999. Geologic maping of the nearshore area offshore Fire Island, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1552-1567.
Sherman, D. J., and B. O. Bauer, 1993. Dynamics of beach-dune systems. Progress in Physical Geography. 17: p 413-447.
Shore Protection Manual 1984 U.S. Corps of Engineers, 4th edn. U.S. Army Engineer Waterways Experiment, Station Washington, DC.
Simpson, R. 1971 A proposed scale for ranking hurricanes by intensity. Minutes of the Eighth NOAA, NWS Hurricane Conference, Miami.
Silvester, R and Hsu, JRC. 1993. Coastal Stabilization, Innovative Concepts, Prentice Hall, Inc., A. Simon & Schuster Company, Englewood Cliffs, New Jersey..
Siradjuddin, I. 2005. Profil Kota Makassar, Buku Saku, Pemerintah Kota Makassar.
Smith, D.G. 1983. Anastomosed fluvial deposits: modern examples from Western Canada, In: Collinson, J. and Lewin, J., Eds. Modern and ancient fluvial systems: Oxford: Blackwell (Special Publication of the International Association of Sedimentologists v. 6, p 155-168.
Smith, W.G., K. Watson, D. Rahoy, C. Rasmussen, and J.R. Headland, 1999. Historic geomorphology and dynamics of Fire Island, Moriches and Shinnecock Inlets, New York. Coastal Sediments ’99, ASCE: p 1597-1612.
Sorensen, R. 1997 Basic Coastal Engineering, 2nd edition. Chapman and Hall, New York.
Stockdon, H. F., Holman, R. A., Howd, P. A. & Sallenger, A. H. 2006 Empirical parameterization of setup, swash, and runup. Coastal Engineering 53 (7), p 573–588.
Szczepan J. Porebski and Ronald J. Steel 1990. Deltas and Sea-Level Change Porebski and Steel. Journal of Sedimentary Research.1990; 76: p 390-403.
Sukamto, R. dan N. Supriatna. 1982. Peta Geologi Lembar Ujung Pandang, Bantaeng dan Selayar. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. Direktorat Geologi Bandung.
Sukojo, B.M. 2003. Penggunaan Metode Analisa Ekologi dan Penginderaan Jauh untuk Pembangunan Sistem Informasi Geografis Ekosistem Pantai, (online), Makara ,Sains Vol.7,No.1,April 2003.
Suriamihardja, D.A, Hamzah,M.A, Sakka, Ramli, M, and Mulayadi,Y. 2001. The Dynamics of Jeneberang Delta Coast, Report of collaborative research between the Faculty of engineering, Hasanuddin University, and GMTDC, Makassar.
Suriamihardja, DA. 2005. Environment and Development in Sulawesi “Compromise Management” in the Jeneberang Delta and Losari Bay, Makassar, From Sky to Sea, Department of Geography, Publication Series Number 61 University of Waterloo.
Syaefudin. 2010. Karakteristik Pantai Kabupaten Brebes Dan Zonasi Peruntukannya, (online), Prosiding: Seminar Teknologi untuk Negeri 2003, Vol. IV, hal. 144 - 148 /HUMAS-BPT/ANY,
Sjaifuddin. 2007. Pengelolaan Lingkungan Wilayah Pesisir dan Laut Teluk
Banten Berkelanjutan [Disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Storms, J.E.A, Hoogendoorn, R.M., Dam, R.A.C., Hoitink, A.J.F., and Kroonenberg, S.B., 2005. Late-Holocene evolution of the Mahakam delta, East Kalimantan, Indonesia. Jurnal Sedimentary Geology, Volume 180, Issues 3-4, 15 October 2005, Pages 149-166.
Taufik, A. 2009. Uji Klorida Untuk Penentuan Sebaran Intrusi Air Laut Daerah Tanjung Bayang Kecamatan Tamalate, Makassar Skripsi- Geologi Universitas Hasanuddin Makassar. Tidak dipublikasikan
Triatmodjo, B, 1999, Teknik Pantai, Beta offset, Yogyakarta.
Tim Geolistrik, 1992. Penyelidikan AirTanah Secara Pendugaan Geolistrik. Kanwil Pertambangan Dinas ESDM Sul-Sel. Makassar.
Tim Geologi Pantai. 1994. Kumpulan Data Hasil Penyelidikan Geologi Pantai Dan Delta Jeneberang Kabupaten Gowa – Takalar. Kanwil Deptamben Dan Energi Propinsi Sulawesi Selatan. Ujung Pandang.
Tim Studi Kasus. 1993. Studi Lingkungan Pantai Takalar-Gowa Dan Sekitarnya Sulawesi Selatan. Kanwil Deptamben Prov. Sulselra. Ujung Pandang. Hal.
Udo K. and S. Yamawaki. 2007. Short-term Backshore Processes under Wave and Wind Actions. Journal of Coastal Research. ICS2007 (Proceedings). Australia
Valdéz V.C., Janette M. Jiménez M., Enrique H. Nava-Sánchez and Cuauhtémoc Turrent-Thompson. 2001. Dune and Beach Morphodynamics at Cabo Falso, Baja California Sur, Mexico: Response to Natural, Hurricane Juliette and Anthropogenic Influence. Journal of Coastal Research Volume 24, p.553 – 560.
Wright, L. D. & Short, A. 1983 Morphodynamics of beaches and surf zones in Australia. In: Komar PD (ed) CRC handbook of coastal processes and erosion. CRC Press, Boca Raton, FL p. 3564.
CURRICULUM VITAECURRICULUM VITAE
A.A. Data PribadiData Pribadi
1. Nama : Ir. Rohaya Langkoke, M.T.2. Tempat dan Tanggal Lahir : Ujung Pandang, 10 -12 - 19583. Agama : Islam 4. Alamat
Rumah : Jl.Sunu Kompleks Unhas Baraya No.BX.6 Makassar
5. Status Sipil Nama Suami : Ir. Budi Rochmanto. MSc Nama Anak : Nilam Budi Wulandari
B. Riwayat Pendidikan :
1971 Sekolah Dasar Katholik II Pare-Pare1974 Sekolah Menengah Umum Pertama PGRI Bersubsidi
Ujung Pandang.1977 Sekolah Menengah Atas I/151 Ujung Pandang.1983 Sarjana Muda Sains dan Teknologi, Konsentrasi Geologi UNHAS
Ujung Pandang.1985 Sarjana Teknik Geologi (S1) UNHAS Makassar2006 Magister Teknik (S2) bidang Teknik Geologi UNHAS Makassar
C. Pekerjaan dan Riwayat Pekerjaan :
1. Pekerjaan Utama : Dosen Tetap UNHAS. Makassar2. NIP : 19581210 198601 2 0023. Pangkat/Golongan : Pembina Tk.I, IV/b4. Jabatan Fungsional : Lektor Kepala5. Riwayat Pekerjaan
1986 - sekarang Dosen Tetap Fakultas Teknik UNHAS, Makassar 1986 - 1990 Anggota Senat Fakultas Teknik 1986 - 1990 Kepala Laboratorium Ilustrasi Teknik Geologi 1990 - 1998 Kepala Laboratorium Geologi Dinamik 1998 - sekarang Kepala Laboratorium Geokomputasi
1986: Seismic Stratigraphy, Indonesian Petrolium Association, Program Diklat Pengelolaan IWPL MIGAS – AAPG, Jakarta.
1987: Kursus Singkat Metode Numerik Dalam Rekayasa Geoteknik Pusat Antar Universitas (PAU) – Ilmu Rekayasa. Bandung.
1988: Structural Geology Model, Shlumberger- Indonesian Petrolium Association, Yogyakarta
1989: Pemodelan Air Tanah, Pusat Antar Universitas, Acheen University Jerman dan ITB Bandung.
1990: Lokakarya Rekonstruksi Kuliah AKTA V AA. Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang
Program Pencangkokan Aplikasi Komputer Dalam Analisis Uji Laboratorium Mekanika Tanah Geoteknik dan Aplikasi, ITB Bandung.
1992: Modern Carbonat System, British Petrolium, Ujung Pandang
Zeugnis der Grundstufe I Goethe Institut Jakarta
Aplikasi Geomorfologi Dalam Geoteknik, Indonesia Petrolium Association, Jurusan Teknik Geologi Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang.
Kursus Geofisika Terapan, Indonesia Petrolium Assosiation, dan UGM. Unjung Pandang.
1993: Modern Carbonat System, British Petrolium, Ujung Pandang
Kursus Geologi Teknik dan Terapannya Dalam Bidang Bangunan Teknik. Laboratorium Geologi Teknik & Tata Lingkungan FTM, ITB
1994: Pemodelan Air Tanah, Indonesia Petrolium Association, Jurusan Teknik Geologi UNHAS, Ujung Pandang.
2000: Sosialisasi Aspek Geologi Dan Sumber Daya Mineral di Prov.Sulsel
Dasar-Dasar Sistem Informasi Geografis, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Bandung dan Kanwil Dept. Pertambangan & Energi Sulawesi Selatan, Ujung Pandang.
2003: International Workshop “Potency of Hydrothermal Deposit In South Banda Sea and Sangihe Talaud Island, Indonesia.
2004: Workshop Riset Dosen Dalam Rangka Implementasi Sistem Perencanaan,Penyusunan Program dan Penganggaran (SP4) Ujung Pandang.
2005: Kursus Mitigasi Bencana Alam Geologi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Dept. Pertambangan dan Energi, Bandung.
E. Publikasi /Karya Ilmiah :
1. Langkoke, Djamaluddin, 1992, Distribusi Mineral Berat di Pantai Tanjung Bunga Ujung Pandang ,Sulawesi Selatan. Buku “Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan IAGI XIX”, Yogyakarta. Penerbit IAGI – Yogya.
2. Langkoke, 1997, Analysis of the Sea Bottom Sedimen in the Vicinity of the Jeneberang River Mouth Ujung Pandang” Buku “Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Tahunan”, IAGI XXVI,Jakarta
3. Multan, Rauf.M.,Rochmanto,B, Langkoke 1999, Analysis of Sedimentary Environment of Chromite Ore in Sawugi,Bungku
Barat,Poso, Central Sulawesi.
Buku “New Paradgm in Technology and Well-Managed Exploration/ Explotation of the Natural Resources. Proccedings of IAGI- Vol.II. ISBN-979-8126-13-0 The 28th Annual Convention,Jakarta,Indonesia.
4. Salbin B, Imran A.M, Langkoke, 2005, Analisis Sebaran Sedimen sebagai Kontrol Pendangkalan pada Lokasi Bangunan TPI Di Kecmatan Kajang, Kab. Bulukumba. Jurnal Penelitian (JPE) vol 10/3, 2005.
5. Langkoke,R, Rochmanto.B, 2006, Coastal Sediment Cell On The Vicinity of the Jeneberang River Mouth, Makassar, South Sulawesi. Proocedings of IAGI 36th Joint convevtion Pekan Baru-Riau,Indonesia.
6. Langkoke, R,2008.,The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei – Agust. 2008.
7. Langkoke,R. Herman, 2008. Transpor Sedimen Suspensi Perairan Pantai Estuari Jeneberang Kota Makassar. Journal Penelitian Geosains, ISSN: 1858-3636 Volume No.04. 02 Mei – Agust. 2008. Hal..109-216.
8. Langkoke, R, Rochmanto.B., 2008. The Relationship Between Coastal Slope and Grain Size Distribution On the Coastal Zone of The Jeneberang Estuari Makassar, ISSN: 1858-3636 Volume No.03. 02 Mei – Agust. 2008.
9. Langkoke, R., Apriani. S, 2010d. Sebaran Mineral Berat Endapan Pasir Pantai Tanjung Bunga Kecamatan Mariso. Prosiding Hasil Penelitian Fakultas Teknik Unhas. ISBN : 978-979-127255-0-6.