BAB I PENDAHULUAN Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari 20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan. Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi medik 1 . Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus. Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun yang penting diketahui adalah sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami abortus inkomplit 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Sampai saat ini janin yang terkecil yang
dilaporkan dapat hidup diluar kandungan, mempunyai berat badan 297 gram
waktu lahir. Akan tetapi karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan berat
badan dibawah 500 gram dapat hidup terus, maka abortus ditentukan sebagai
pengakhiran kehamilan sebelum janin mencapai berat 500 gram atau kurang dari
20 minggu. Abortus yang berlangsung tanpa tindakan disebut abortus spontan.
Abortus buatan adalah pengakhiran kehamilan sebelum 20 minggu akibat
tindakan. Abortus terapeutik ialah abortus buatan yang dilakukan atas indikasi
medik1.
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dengan masih ada sisa tertinggal dalam uterus.
Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan
maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis. Insiden abortus inkompit sendiri belum diketahui secara pasti namun
yang penting diketahui adalah sekitar 60% dari wanita hamil yang mengalami
abortus inkomplit memerlukan perawatan rumah sakit akibat perdarahan yang
terjadi2,3,4.
Reproduksi manusia relatif tidak efisien, dan abortus adalah komplikasi
tersering pada kehamilan, dengan kejadian keseluruhan sekitar 15% dari
kehamilan yang ditemukan.3,4 Namun angka kejadian abortus sangat tergantung
pada riwayat obstetri terdahulu, dimana kejadiannya lebih tinggi pada wanita yang
sebelumnya mengalami keguguran daripada pada wanita yang hamil dan berakhir
dengan kelahiran hidup.4
Prevalensi abortus juga meningkat dengan bertambahnya usia, dimana
pada wanita berusia 20 tahun sebesar 12%, dan pada wanita diatas 45 tahun
sebesar 50%.4 Delapan puluh persen abortus terjadi pada 12 minggu pertama
1
kehamilan.3
Abortus inkomplit memiliki komplikasi yang dapat mengancam
keselamatan ibu karena adanya perdarahan yang masif yang bisa menimbulkan
kematian akibat adanya syok hipovolemik apabila keadaan ini tidak mendapatkan
penanganan yang cepat dan tepat. Seorang ibu hamil yang mengalami abortus
inkomplit dapat mengalami guncangan psikis, tidak hanya pada ibu namun juga
pada keluarganya, terutama pada keluarga yang sangat menginginkan anak.
Mengenal lebih dekat tentang abortus inkomplit, menjadi penting bagi
para pelayan kesehatan agar mampu menegakkan diagnosis kemudian
memberikan penatalaksanaan yang sesuai dan akurat, serta mencegah terjadinya
komplikasi.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Istilah abortus dipakai untuk menunjukkan pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan. Abortus adalah berakhirnya kehamilan
sebelum viabel, disertai atau tanpa pengeluaran hasil konsepsi. Sampai saat ini
janin yang terkecil dilaporkan dapat hidup diluar rahim, mempunyai berat badan
297 gram waktu lahir. Akan tetapi, karena jarangnya janin yang dilahirkan dengan
berat badan dibawah 500 gram dapat hidup terus maka abortus dapat ditentukan
sebagai pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat mencapai berat 500 gram
atau kurang dari 20 minggu.1
Menurut World Health Organization (WHO), abortus didefinisikan
sebagai penghentian kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar kandungan atau
berat janin kurang dari 500 gram.
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi pada
kehamilan sebelum 20 minggu dan masih ada sisa yang tertinggal di dalam uterus.
Abortus inkomplit sendiri merupakan salah satu bentuk klinis dari abortus spontan
maupun sebagai komplikasi dari abortus provokatus kriminalis ataupun
medisinalis1.
2.2 Epidemiologi
Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun sekitar 60% dari
wanita hamil dirawat di rumah sakit dengan perdarahan akibat mengalami abortus
inkomplit. Abortus adalah komplikasi tersering pada kehamilan, dengan kejadian
keseluruhan sekitar 15% dari kehamilan yang ditemukan.3,4 Angka-angka tersebut
berasal dari data-data dengan sekurang-kurangnya ada dua hal yang selalu
berubah, kegagalan untuk menyertakan abortus dini yang tidak diketahui, dan
pengikutsertaan abortus yang ditimbulkan secara ilegal serta dinyatakan sebagai
3
abortus spontan5.
Lebih dari 80% abortus terjadi dalam 12 minggu pertama kehamilan dan
angka tersebut kemudian menurun secara cepat pada umur kehamilan selanjutnya.
Anomali kromosom menyebabkan sekurang-kurangnya separuh dari abortus pada
trimester pertama, kemudian menurun menjadi 20-30% pada trimester kedua dan
5-10 % pada trimester ketiga5.
Resiko abortus spontan semakin meningkat dengan bertambahnya paritas
di samping dengan semakin lanjutnya usia ibu serta ayah. Frekuensi abortus yang
dikenali secara klinis bertambah dari 12% pada wanita yang berusia kurang dari
20 tahun, menjadi 26% pada wanita yang berumur di atas 40 tahun dan pada
wanita diatas 45 tahun adalah 50%. Untuk usia paternal yang sama, kenaikannya
adalah dari 12% menjadi 20%. Insiden abortus bertambah pada kehamilan yang
belum melebihi umur 3 bulan4,5,6.
2.3 Etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Pada beberapa bulan pertama kehamilan, ekspulsi hasil konsepsi
yang terjadi secara spontan hampir selalu didahului kematian embrio atau janin,
namun pada kehamilan beberapa bulan berikutnya, sering janin sebelum ekspulsi
masih hidup dalam uterus.
Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau zigot
atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh penyakit dari ayahnya5.
2.3.1 Perkembangan Zigot yang Abnormal
Abnormalitas kromosom merupakan penyebab dari abortus spontan. Sebuah
penelitian meta-analisis menemukan kasus abnormalitas kromosom sekitar 49%
dari abortus spontan. Trisomi autosomal merupakan anomali yang paling sering
ditemukan (52%), kemudian diikuti oleh poliploidi (21%) dan monosomi X
(13%)7'8 .
4
Gambar 1. Kromosom trisomi2
2.3.2 Faktor Maternal
Biasanya penyakit maternal berkaitan dengan abortus euploidi. Peristiwa abortus
tersebut mencapai puncaknya pada kehamilan 13 minggu, dan karena saat
terjadinya abortus lebih belakangan, pada sebagian kasus dapat ditentukan etiologi
abortus yang dapat dikoreksi. Sejumlah penyakit, kondisi kejiwaan dan kelainan
perkembangan pernah terlibat dalam peristiwa abortus euploidi5.
a. Infeksi
Organisme seperti Treponema pallidum, Chlamydia trachomatis, Neisseria
VT : Flx (+), fl (-), pØ (+), jaringan (+), perdarahan aktif (-),
corpus uteri antefleksi b/c ~ 10~12 mgg, cavum douglasi
dalam batas normal.
3.4 Diagnosis Kerja
- Abortus inkomplit
3.5 Pemeriksaan Penunjang
Darah Lengkap (5/9/2013)
WBC : 12.0 K/Ul
RBC : 4.53 M/uL
HGB :13.2 g/dL
HCT : 38.4 %
PLT : 250 K/uL
BT : 1’57”
CT : 8’45”
3.6 Penatalaksanaan
Tx:
Kuretase
Cefadroxil 3x 500 mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Methyl Ergometrin 3 x 0.125mg
SF 2 x 200mg
Mx:
o Observasi 2 jam post kuretase
o Keluhan
o Vital Sign
o Setelah observasi selama 2 jam, dan tampak keadaan pasien baik pasien
boleh pulang.
18
KIE :
o Pasien dan Keluarga
o Kontrol ke poli kebidanan
19
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Diagnosis
Seorang pasien wanita 17 tahun, Hindu, Bali datang dengan keluhan perdarahan
pervaginam sejak satu hari sebelum masuk rumah sakit (04/09/13) dan dikatakan
bahwa perdarahan awalnya berupa flek-flek yang warnanya merah kecoklatan,
kemudian bertambah berat sejak tadi sore (05/09/2013) pukul 16.00 sebelum
masuk rumah sakit dan keluar darah berupa gumpalan. Pasien juga mengeluh
nyeri pada perut bagian bawah. Nyeri dirasakan bertambah keras setelah keluar
flek. Tes kehamilan pada urin positif sebulan yang lalu dilakukan di bidan.
Riwayat trauma dan panas badan disangkal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan status present dan general normal,
pemeriksaan abdomen fundus uteri tidak teraba, nyeri tekan tidak ada, tanda
cairan bebas tidak ada, massa tidak ada. Dari pemeriksaan dalam didapatkan,
terdapat fluxus, pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan tampak jaringan.
Pada pasien tersebut, dari anamnesis jelas didapatkan adanya keluhan telat
haid (hari pertama haid terakhir 15/07/2013) yang mendukung bahwa pasien
sedang hamil. Disamping itu telah dilakukan tes kencing di bidan dengan hasil
positif hamil. Selain adanya keluhan perdarahan pervaginam yang banyak berupa
gumpalan, serta keluhan nyeri perut bagian bawah dan tidak ada riwayat trauma
fisik. Berdasarkan data anamnesis tersebut, maka dapat dipikirkan adanya
kecurigaan terhadap gejala abortus, terlebih lagi pasien sedang dalam masa
reproduksi. Pada kasus ini, setelah dilakukan pemeriksaan dalam ternyata
didapatkan adanya pembukaan ostium uteri eksternum (OUE) dan teraba
massa/jaringan besar dan konsistensi uterus sesuai dengan usia kehamilam 8-9
minggu.
Berdasarkan gambaran klinis yang jelas inilah kemudian dapat ditegakkan
diagnosanya menjadi abortus inkomplit.
20
Walaupun demikian jika hanya dari anamnesa saja mungkin cukup sulit
untuk dapat yakin bahwa itu merupakan suatu abortus inkomplit oleh karena
adanya keluhan perdarahan pervaginam pada kehamilan muda, selain abortus
inkomplit perlu juga dipikirkan kemungkinan lain seperti: kehamilan ektopik,
mola hidatidosa, dan kehamilan dengan kelainan pada pelvis. Untuk abortus itu
sendiri, masih harus dipikirkan berdasarkan mekanismenya apakah abortus
spontan atau abortus provokatus oleh karena penatalaksanaannya yang berbeda.
Kemungkinan lainnya yang harus disingkirkan adalah kehamilan ektopik,
namun pada kehamilan ektopik, nyeri merupakan keluhan utamanya. Apalagi jika
sudah terjadi kehamilan ektopik terganggu. Perdarahan pervaginam merupakan
tanda penting kedua yang dapat menandakan kematian janin, dimana perdarahan
tidak banyak dan berwarna coklat tua. Meskipun gejala klinisnya dapat bervariasi
dari perdarahan yang banyak dan tiba-tiba dalam rongga perut sampai gejala yang
tidak jelas, ada trias klasik yang sering didapatkan yaitu, amenore, perdarahan dan
nyeri abdomen.
Sedangkan kemungkinan yang paling jauh yang dapat dipikirkan adalah
adanya suatu mola hidatidosa. Yang dimaksud dengan mola hidatidosa adalah
kehamilan yang berkembang tidak wajar, dimana tidak ditemukan janin dan
hampir seluruh vili korealis mengalami perubahan hidrotik. Pada mola perdarahan
merupakan gejala utama, dimana sifat perdarahannya bisa intermitten, sedikit-
sedikit atau sekaligus banyak yang dapat menyebabkan syok. Pada kasus dengan
perdarahan yang banyak sering disertai dengan pengeluaran gelembung dari
jaringan mola. Pada pemeriksaan fisik, besar uterus tidak sesuai dengan usia
kehamilan (50% kasus menunjukkan besar uterus lebih dari usia kehamilan
sesungguhnya), tidak ditemukan balottement dan denyut jantung janin. Selain itu
pada permulaan kehamilan biasanya pasien mengalami hiperemesis gravidarum,
mual, muntah pusing dengan derajat keluhan yang lebih berat. Perkembangan
kehamilan adalah lebih pesat sehingga pada umumnya didapatkan uterus lebih
besar dari umur kehamilan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan antara lain adalah
pemeriksaan laboratorium berupa darah lengkap dan tes kehamilan, dan
21
ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan darah lengkap, dapat ditemukan Hb yang
rendah akibat dari perdarahan yang bermakna, tapi pada kasus ini kadar Hb
penderita masih berada pada batas normal. Hitung sel darah putih dan laju endap
darah meningkat bahkan tanpa adanya infeksi. Menurunnya atau kadar plasma
yang rendah dari β-hCG adalah penanda kehamilan abnormal, baik blighted ovum,
abotus spontan, ataupun kehamilan ektopik.2
Pemeriksaan ultrasonografi (USG) transvaginal berguna untuk
mendokumentasikan kehamilan intrauterin. Pada abortus inkomplit, sakus
gestasional biasanya terlihat gepeng dan ireguler, material ekogenik yang
mewakili jaringan plasenta terlihat dalam kavum uteri.2 Akan tetapi pada kasus ini
tidak dikerjakan.
Berdasarkan uraian diatas maka diagnosis cenderung mengarah ke abortus
inkomplit, karena dari anamnesis dan pemeriksaan fisik ginekologi jelas
didapatkan gejala klinis yang sesuai dengan abortus inkomplit. Adanya diagnosis
banding yaitu abortus iminens, kehamilan ektopik dan mola dapat disingkirkan.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan hematologi
rutin yaitu untuk mencari terutama kadar hemoglobin yang bertujuan dengan
mengetahui adanya kadar hemoglobin dibawah normal berarti pasien dalam
keadaan anemia yang salah satunya dapat disebabkan oleh adanya perdarahan
banyak. Pada kasus ini hasil dari laboratorium darah rutin didapatkan dalam batas
normal, sehingga tidak perlu ditakutkan adanya keadaan anemia. Pemeriksaan
penunjang lainnya, USG dapat pula menyingkirkan adanya kehamilan ektopik
atau suatu mola hidatidosa. Dengan pemeriksaan USG pada trimester awal
kehamilan, dapat diketahui kehamilan tersebut intra atau ekstra uteri. Sedangkan
pada kasus mola, dengan pemeriksaan USG, menunjukkan gambaran yang khas
yaitu berupa badai salju (snow flake pattern). Pada kasus ini ditemukan
pemeriksaan USG berupa gambaran hypo/hyperdense intrauterine. Bahwa massa
intrauterine berbentuk tidak beraturan.
22
4.2 Faktor predisposisi atau etiologi
Mekanisme pasti yang bertanggungjawab atas peristiwa abortus tidak selalu
tampak jelas. Kematian janin sering disebabkan oleh abnormalitas pada ovum atau
zigot atau oleh penyakit sistemik pada ibu, dan kadang-kadang mungkin juga
disebabkan oleh faktor paternal seperti translokasi kromosom.
Berdasarkan anamnesis kejadian abortus ini adalah kejadian yang pertama
kalinya. Penyebab terjadinya abortus inkomplit pada pasien ini belum dapat
dipastikan. Penyebab lain yang dapat dipertimbangkan adalah faktor nutrisi,
faktor paternal, serta paparan obat-obatan dan toksin lingkungan.
Pada kasus abortus inkomplit ini mungkin dapat lebih diperdalam lagi
sehingga dapat diketahui etiologinya (eksplorasi kausa). Disamping itu, faktor-
faktor lainnya juga harus ditelusuri seperti ada tidaknya kelainan pada plasenta
(end arteritis vili korealis yang dapat dipicu oleh karena hipertensi menahun) serta
adanya penyakit pada ibu antara lain pneumoni, tifus abdominalis, malaria dan
anemia berat, yang juga dapat menyebabkan abortus. Ini sangatlah perlu untuk
memahami faktor-faktor resiko tersebut sehingga dapat membantu memberikan
konseling kepada pasien. Komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) kepada
pasien merupakan komponen penting untuk memberikan penjelasan yang benar
dan dapat dipahami oleh pasien tentang apa yang ia alami. Oleh karena itu dapat
dianjurkan kepada pasien untuk dilakukannya eksplorasi kausa. Secara garis
besar, terjadinya suatu abortus dapat disebabkan oleh keadaan dari hasil konsepsi
itu sendiri (zygote), adanya penyakit kronis dan infeksi yang diderita oleh ibu,
pengaruh lingkungan misalnya lingkungan fisik (paparan radiasi tertentu, infeksi
oleh toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/CMV dan herpes simplex (TORCH) atau
adanya riwayat penggunaan obat-obat tertentu yang bersifat teratogenik dan
adanya trauma fisik. Selain itu adanya gangguan hormonal/endokrin juga
dikatakan sebagai salah satu faktor yang berpengaruh.
Disamping itu juga perlu dipikirkan kemungkinan adanya gangguan pada
uterus berupa kelainan hormonal yang mempengaruhi endometrium, kelainan oleh
karena factor mekanik (adanya mioma submukus) serta kelainan anatomis (serviks
23
inkompeten, uterus bikornu, uterus arkuatus, dan lain-lain).
Jika ada kecurigaan bahwa kausanya adalah kelainan pada zigot dimana
defeknya bersifat genetikal maka usaha eksplorasinya bisa berupa pemeriksaan
kromosom (kariotype) karena mungkin saja kelainan genetik pada zigot ternyata
berasal dari gen-gen mutasi baik dari ibu ataupun ayah. Tetapi tentunya
pemeriksaan ini belum berkembang di Indonesia dan biayanya cukup tinggi.
Selain itu pemeriksaan patologi anatomi jaringan yang diklaim akan mengetahui
apakah ada tidaknya suatu keganasan. Namun pada kasus abortus inkomplit ini
tidak dilakukan pemeriksaan PA.
Adanya penyakit infeksi akut (pneumonia, malaria) atau penyakit kronis
(diabetes mellitus, Hipertensi kronis, penyakit liver/ginjal kronis) dapat diketahui
lebih mendalam melalui anamnesa yang baik dan terperinci. Penting juga
diketahui bagaimana perjalanan penyakitnya jika memang pernah menderita
infeksi berat, seperti apakah telah diterapi dengan tepat dan adekuat. Hal ini
penting sebagai data dasar untuk nantinya dapat membantu dalam
menghubungkan dengan kejadian riwayat obsetri buruk (ROB). Ketidakjelasan
secara klinis adanya diabetes melitus atau gangguan kronis pada hepar atau ginjal
dapat dibantu dengan pemeriksaan gula darah acak/ 2 jam pp, tes fungsi hati/ LFT
(AST/ALT) maupun tes fungsi ginjal/ RFT (BUN/SC). Untuk eksplorasi kausa,
pemeriksaan-pemeriksaan diatas dapat dikerjakan.
Jika ingin mengetahui pengaruh faktor lingkungan, maka perlu ditanyakan
tentang lingkungan tempat tinggal ibu, mungkin ada tidaknya riwayat
menjalankan radioterapi, maupun lingkungan kerjanya. Ada tidaknya binatang
seperti kucing yang dianggap sebagai vektor penularan TORCH, penting juga
diketahui. Oleh karena itu boleh disarankan pemeriksaan serologis TORCH untuk
mengetahui titer antibodi terhadap virus ini.
Demikian juga penggunaan obat–obatan tertentu yang dianggap
teratogenik harus dicari dari anamnesa karena jika ada mungkin hal ini merupakan
salah satu faktor yang berperan.
Adanya kelainan anatomis pada uterus misalnya serviks inkompeten
(mudah berdilatasi) atau kelainan bentuk uterus (bikornus) dapat diketahui dari
24
pemeriksaan USG, HSG (histerosalfingografi), histeroskopi, dan laparoskopi
(prosedur diagnostik).
Pemeriksaan yang dapat dianjurkan kepada pasien ini adalah pemeriksaan
TORCH, laboratorium terhadap penyakit kelamin, USG. Pemeriksaan TORCH
dapat dilakukan untuk mengetahui infeksi dari virus-virus tersebut karena dapat
menyebabkan terjadinya abortus maka diperlukan pengobatan terlebih dahulu.
Infeksi dari kelamin juga dapat menyebabkan abortus karena kebanyakan infeksi
kelamin pada wanita bersifat asimtomatik sehingga memerlukan eksplorasi yang
lebih lanjut. Dari pemeriksaan USG sekaligus juga dapat mengetahui adanya suatu
mioma terutama jenis submukosa. Mioma submukosa merupakan salah satu faktor
mekanik yang dapat mengganggu implantasi hasil konsepsi. Jika terbukti adanya
mioma pada pasien ini maka perlu dieksplorasi lebih jauh mengenai keluhan dan
harus dipastikan apakah mioma ini berhubungan langsung dengan adanya riwayat
obstetri buruk pada pasien ini. Hal ini penting karena mioma yang mengganggu
mutlak dilakukan operasi.
Uraian diatas penting disampaikan kepada pasien agar ia dapat memahami
apa kira-kira yang melatarbelakangi penyakitnya. Pilihan lain yang dapat
disarankan adalah mengenai adopsi anak. Maka dari itu, konseling pada pasien ini
perlu melibatkan pihak lain, khususnya suaminya untuk ikut memberi dukungan
kepada pasien.
4.3 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus tersebut berupa kuretase sebagai terapi pilihan. Mengingat
komplikasi tindakan ini cukup banyak, maka perlu dilakukan dengan prosedur
yang benar dan hati-hati untuk mengurangi resiko tersebut seminimal mungkin.
Adapun penanganan kasus ini adalah dengan:
Kuretase
Cefadroxil 3x 500 mg
Asam Mefenamat 3x500mg
Methyl Ergometrin 3 x 0.125mg
SF 2 x 200mg
25
KIE
Keadaan pasien stabil dan diberikan pengobatan cefadroxil untuk terapi
karena tindakan yang invasif pada kuretase dapat menyebabkan infeksi, Asam
mefenamat untuk mengurangi nyeri dan metergin untuk mempertahankan
kontraksi uterus yang mana berperan dalam mengurangi perdarahan. Setelah
diakukan kuretase, penderita diobservasi untuk dua jam dan jika keadaan
penderita baik, maka dipulangkan.
4.4 Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah mengarah ke baik, dubius ad bonam karena
dengan kuretase berhasil mengeluarkan semua sisa jaringan sehingga resiko
perdarahan menjadi sangat minimal, setlah observasi dua jam pasca kuretase tidak
didapatkan keluhan dan keadaan umum pasien stabil. Selain itu, pada pasien ini
tidak didapatkan adanya penyulit atau komplikasi yang berbahaya misalnya
perdarahan, perforasi, infeksi dan syok.
26
BAB V
KESIMPULAN
Telah diuraikan kasus wanita 17 tahun, hamil muda 8-9 minggu yang mengalami
perdarahan pervaginam. Dari hasil pemeriksaan klinis didiagnosa dengan abortus
inkomplit. Setelah dilakukan kuretase dan post kuretase keadaan penderita baik
dan dipulangkan 2 jam setelah observasi post kuretase. Penderita diberikan obat
oral yaitu Cefadroxil 2x500 mg, metyl ergometrin 3x0.125mg, asam mefenamat
3x500mg, SF 2x200mg. Penderita disarankan untuk kontrol ke poliklinik satu
minggu kemudian untuk mengetahui perkembangan penderita.
Abortus inkomplit adalah berakhirnya kehamilan sebelum viable disertai
dengan pengeluaran sebagian hasil konsepsi dan sebagian lagi masih tertinggal
dalam uterus pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang
dari 500 gram. Insiden abortus inkomplit belum diketahui secara pasti, namun
demikian disebutkan sekitar 60 persen dari wanita hamil dirawat dirumah sakit
dengan perdarahan akibat mengalami abortus inkomplit Insiden abortus spontan
secara umum disebutkan sebesar 10% dari seluruh kehamilan.
Secara garis besar penyebab terjadinya abortus dapat dibagi menjadi faktor
fetal, maternal dan paternal. Patogenesis terjadinya abortus inkomplit, berawal
terjadinya perdarahan dalam desidua basalis yang diikuti nekrosis jaringan
sekitamya. Pada umur kehamilan 8 sampai 14 minggu vili korealis telah
menembus desidua terlalu dalam, sehingga sebagian keluar dan sebagian lagi akan
tertinggal, maka terjadilah abortus inkomplit. Sisa abortus yang tertahan di dalam
rahim mengganggu kontraksinya sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan.
Penatalaksanaan awal pada kasus abortus adalah melakukan penilaian
secara cepat mengenai keadaan umum pasien dan selanjutnya diperiksa apkah ada
tanda-tanda syok. Untuk mengurangi resiko perdarahan dan komplikasi lain yang
mungkin timbul, maka pada kasus abortus inkomplit ini dilakukan pengeluaran
sisa jaringan dengan kuretase, kemudian diberikan medikamentosa seperti
golongan uterotonika, antibiotika dan analgetik. Abortus inkomplit yang di
evakuasi lebih dini tanpa disertai infeksi memberikan prognosis yang baik.
27
DAFTAR PUSTAKA
1. Wibowo B. Wiknjosastro GH. Kelainan dalam Lamanya Kehamilan. Dalam : Wiknjosastro GH, Saifuddin AB, Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo ; 2002 : hal. 302 - 312.
2. Ministry of Health Republic of Indonesia. Indonesia Reproductive Health Profile 2003. 2003.Available at: http:/w3.whosea.org/LinkFiles/Reproduc-tive_Health__Profile_RHP-Indonesia.pdf. Accessed November 17,2007.
3. Pedoman Diagnosis – Terapi Dan Bagian Alir Pelayanan Pasien, Lab/SMF Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RS Sanglah Denpasar. 2003.
4. Abortion. In : Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Bilstrap LC, Wenstrom KD, editors. William Obsetrics. 22nd ed. USA : The McGraw-Hills Companies, Inc ; 2005 : p. 231-247.
5. Abortion. In: Leveno KJ, et all. Williams Manual of Obstetrics. USA: McGraw-Hill Companies, 2003 : p. 45 – 55.
6. Stovall TG. Early Pregnancy Loss and Ectopic Pregnancy. In : Berek JS, et all. Novak's Gynaecology. 13th ed. Philadelphia; 2002 : p. 507 – 9 :// www.emedicine.com/med/topic.
7. Griebel CP, Vorsen JH, Golemon TB, Day AA. Management of Spontaneus Abortion. AAFP Home Page>New & Publications>Joumals>American Family Physician. October 012005;72;1.
8. Rand SE. Recurrent spontaneous abortion: evaluation and management. In: American Family Physician. December 1993. http://www/findarticles.com/p/ articles/mi_m3255/is_n8_v48/ai_14674724/pg_1.
9. Disorder of Early Pregnancy (ectopic, miscarriage, GTI) In : Campbell S, Monga A, editors. Gynaecology. London : Arnold, 2000 ; p. 102-6.
10. Lindsey.J.L.Missed Abortion. Available from htpp last update : Juli 18, 2005
11. Saifudin AB, Wiknjosastro GH, Affandi B, Waspodo D. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, 2002.
12. Wiknjosastro GH, Saifflidin AB, Rachimadhi T. Ilmu Bedah Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirorahardjo, 2000.
13. Valley.V.T. Abortion Incomplete. In: Emedicine. http://www.emedicine.com/ emerg/obs-tetrics_and_gynecology.htm : last updated: 30 Mei 2006.