PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP POLA KONSUMSI ROKOK OLEH ANITA NURUL HUDA A14103513 PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS SOSIAL EKONOMI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008
PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP POLA KONSUMSI ROKOK
OLEH ANITA NURUL HUDA
A14103513
PROGRAM EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2008
PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN
TERHADAP POLA KONSUMSI ROKOK
OLEH:
ANITA NURUL HUDA
A14103513
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Dengan ini kami menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh:
Nama : Anita Nurul Huda
NRP : A1410513
Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis Pertanian
Judul : Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan Terhadap Pola
Konsumsi Rokok
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekstensi
Manajemen Agribisnis Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus, PhD
NIP. 132.158.758
Mengetahui,
Dekan Fakultas Pertanian
Prof Dr. Ir. Didy Sopandie, M. Agr
NIP. 131 124 019
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 21 Oktoer 1982. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Bapak Dayat, BA dan Ibu Iceu Nurhaida.
Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1988 di SDN Lampegan. Pada tahun 1994,
penulis melanjutkan pend idikan di SMP N 3 Sukaraja. Pada tahun 1997 penulis
melanjutkan pendidikan di SMU N 3 Tasikmalaya lulus tahun 2000. Pada tahun yang
sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Program Diploma III Analisis
Lingkungan, lulus pada tanggal 16 Agustus 2003. Pada ulan September penulis diterima
deprogram Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
Selama menjadi mahasiswa Sarjana, penulis magang di LSM Biodiversity
Conservation Indonesia kemudian bekerja di PT. Astra International, Tbk-Toyota dan
sekarang penulis bekerja di PT. OTO MULTIARTHA sebagai staf administrasi
collection.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skrispsi ini. Shalawat dan salam
kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa umatnya dari kegelapan ke alam
yang penuh pengetahuan.
Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan terhadap Pola
Konsumsi Rokok” merupakan salah satu syarat kelulusan untuk memperoleh ge lar
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pelabelan menjadi sangat penting terhadap suatu produk, supaya konsumen bisa
leih mengetahui kandungan dari produk yang dikonsumsi. Perusahaan juga harus lebih
detail dalam melakukan pelabelan terhadap suatu produk, supaya konsumen bisa lebih
mengetahui dampak dan manfaat yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk tersebut.
Penulis menyadari skripsi ini masih anyak kekurangan, sehingga saran dan kritik
dari semua pihak sangat berguna bagi penulis. Akhir kata terima kasih pada semua pihak
yang telah memberikan masukan sehingga skripsi ini selesai, dan semoga bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukan.
Bogor, 6 Juni 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah SWT berkat rahmat dan hidayah-Nya dan Shalawat
salam semoga senantiasa terlimpah pada Nabi Muhammad SAW, yang telah memberikan
pegangan dan kekuatan dalam menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini dengan
segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada
semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam
menyelesaikan skripi ini, yaitu:
1. Apa dan Mamah yang telah menunjukkan indahnya hidup didunia ini serta
atas semua kasih saying, do’a, kesabaran dan dorongan moril maupun material
yang diberikan pada penulis.
2. Bapak Muhammad Firdaus, PhD Selaku dosen pemimbing skripsi atas
bimbingan dan kesabarannya dalam mengarahkan penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Netti Tinaprilla, MM yang telah memberikan masukan selaku dosen
Evaluator.
4. Ibu dan Bapak yang telah memberikan semangat dan motivasi.
5. Suamiku yang memberikan semangat, dorongan serta bantuan. Terima kasih
selalu menemani saat suka dan duka.
6. Adik – adikku semua yang telah memberikan motivasi.
7. Semua teman – teman Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis.
RINGKASAN
ANITA NURUL HUDA. Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan Te rhadap Pola Konsumsi Rokok . Di Bawah Bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS
Konsumsi rokok di Indonesia termasuk lima tertinggi di dunia, konsumsi rokok Indonesia juga memiliki kecenderungan yang meningkat. Tentang bahaya rokok, hampir tidak ada orang yang tidak tahu, akan tetapi hal itu tidak menyurutkan niat orang untuk merokok dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolelir oleh masyarakat. Rokok merupakan tantangan kesehatan yang berbeda dari yang lain. Jika virus atau bakteri dihindari manusia, rokok justru dibutuhkan konsumennya. Perkembangan pasar produk rokok akhir – akhir ini cukup pesat. Tanda – tanda ini terlihat dari konsumen pemakainya yang semakin meluas dari kalangan dewasa sampai remaja, bahkan segmen pasarnya sudah menjalar ke setiap golongan dan kelompok umur, kalau dahulu mayoritas konsumennya adalah pria dewasa,tetapi sekarang konsumennya telah meluas melewati batas jender, dan meluas ke kelompok remaja dan wanita. Profil pelabelan produk pangan termasuk rokok, terpilih sebagai topik bahasan dalam penelitian ini menunjukkan adanya beberapa pelanggaran terhadap beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik Keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02240/B/SK/VIII/1991 tentang Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan, maupun Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan. Tujuan dari penelitian pengaruh pelabelan peringatan kesehatan terhadap pola konsumsi rokok, adalah: (1). Mendeskripsikan pola konsumsi dan kesadaran konsumen rokok terhadap pelabelan kesehatan. (2). Membandingkan karakteristik konsumen yang terpengaruh dan tidak terpengaruh oleh pelaelan kesehatan.
Secara keseluruhan responden memiliki umur kurang dari 40 tahun sebesar 60 % dan sisanya 40 % yang berumur lebih dari 40 tahun. berdasarkan jenis kelamin ternyata kaum laki- laki lebih dominan sebesar 78, 34 % sedangkan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 21,66 % . Presentase tigkat pendidikan terbesar responden adalah Diploma sebanyak 30 %, sedangkan untuk responden yang paling kecil yaitu pasca sarjana sebanyak 1,66 %.
Untuk pembelian rokok setiap hari paling banyak 1 bungkus sebanyak 36 orang (60%) responden dan untuk kurang dari 1 bungkus sebanyak 13 orang (21,67%) responden. sebagian besar responden akan menambah jumlah konsumsi rokok sebanyak 36 orang (60%) menyatakan akan menambah jumlah konsumsi rokok sedangkan responden yang mengurangi jumlah konsumsi rokok sebanyak 24 orang ( 40%) responden.
Karakteristik Konsumen yang Terpengaruh dan tidak Terpengaruh oleh pelabelan dianalisis dengan menggunakan uji Korelasi Spearman menyatakan bahwa Penelitian ini memperoleh faktor – faktor yang telah dianalisis dan memiliki hubungan yang signifikan yaitu jenis kelamin dan usia responden. Hubungan antara peubah jenis kelamin ialah berbanding lurus yang terlihat dari tanda korelasi spearman yang positif. Responden pria lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan dibandingkan dengan wanita. Sedangkan hubungan antara peubah usia ialah berbanding lurus yang terlihat dari tanda korelasi
spearman yang positif. Semakin tua usia seseorang maka lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan dibandingkan orang yang berusia muda.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL
PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP POLA
KONSUMSI ROKOK BENAR – BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA
SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA
SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Anita Nurul Huda
A14103513
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI………………………………………………………… i
DAFTAR TABEL…………………………………………………… iv
DAFTAR GAMBAR………………………………………………… v
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… vi
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang…………………………………………… 1
Perumusan Masalah……………………………………... 2
Tujuan Penelitian………………………………………… 5
Kegunaan Penelitian……………………………………... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA
Definisi Rokok…………………………………………... 6
Label……………………………………………………... 6
Fungsi Pelabelan…………………………………………. 7
Penelitian Terdahulu……………………………………… 8
III. KERANGKA PEMIKIRAN
Pengaruh Iklan Rokok di Televisi Terhadap Konsumen…. 10
Pelabelan Terhadap Produk Rokok………………………. 12
3.3. Kerangka Pemikiran Operasiona l………………………… 15
IV. METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian…………………………...... 17
Jenis dan Sumber Data…………………………………… 17
Cara Pengambilan dan pengumpulan data……………….. 17
Metode Analisis Data ……………………………………. 18
Analisis Deskriptif………………………………….. 18
ii
Uji Korelasi Spearman……..………..……………… 18
V. GAMBARAN UMUM RESPONDEN DAN KESADARAN
KONSUMEN PEROKOK TERHADAP PELABELAN
KESEHATAN
Karakteristik Responden………………………………… 20
Usia………………………………………….. 20
Jenis Kelamin…………………………………. 20
Tingkat Pendidikan…………………………… 21
Pekerjaan……………………………………… 21
Pendapatan…………………………………… 22
Pengeluaran dalam Konsumsi Rokok…………………… 23
Pengatahuan Produk Rokok Yang Dikonsumi………....... 23
VI. KARAKTERISTIK KONSUMEN PEROKOK YANG
TERPENGARUH DAN TIDAK TERPENGARUH OLEH
PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP POLA
KONSUMSI ROKOK
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan Terhadap
Pola Konsumsi Rokok......................................................... 26
Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan........................... 27
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan........... 28
Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan........... 29
Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan.......... 30
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan
Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan........... 31
Hubungan Antara Variabel Terpengaruh dan Tidak
Terpengaruh Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan
iii
Dengan Uji Korelasi Spearman.......................................... 32
6.7.1. Hubungan Antara Variabel Jenis Kelamin
Yang Terpengaruh Dan Tidak Terpengaruh
Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan.................. 32
6.7.2. Hubungan Antara Variabel Usia Yang
Terpengaruh Dan Tidak Terpengaruh
Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan................. 33
6.7.3. Analisis Variabel Yang Tidak Memiliki Pengaruh
Yang Signifikan Terhadap Pelabelan
Peringatan Kesehatan................................................. 33
VII. KESIMPULAN
7.1 Kesimpulan.......................................................................... 35
7.2. Saran……………………………………………………… 35
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
iv
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Kinerja Produksi Industri Rokok Nasional Tahun 2000-2005.............. 3
2. Sebaran Responden Menurut Usia........................................................ 20
3. Sebaran Responden Menurut jenis Kelamin.......................................... 21
4. Sebaran Responden Menurut pendidikan............................................... 21
5. Sebaran Responden Menurut Pekerjaan................................................. 22
6. Sebaran Responden Menurut Pendapatan.............................................. 22
7. Sebaran Responden Menurut Pengeluaran............................................. 23
8. Pengetahuan Produk Yang Dikonsumsi................................................. 23
9. Jenis Rokok Yang Dikonsumsi.............................................................. 24
10. Frekuensi Dalam Konsumsi Rokok..................................................... 24
11. Jumlah Konsumsi Rokok..................................................................... 24
12. Anggaran Dalam Pembelian Rokok Per Hari...................................... 25
13. Respon terhadap adanya Label Peringatan Kesehatan terhadap Rokok. 26
14. Penilaian Responden terhadap Perusahaan dalam Melakukan Pelabelan
terhadap Rokok................................................................................... 27
15. Tingkat Kepentingan Label Peringatan Kesehatan terhadap Rokok.... 27
16. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Terhadap Pengaruh
Pelabelan Peringatan Kesehatan............................................................ 28
17. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan............................................ 28
18. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan............................................ 29
19. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan............................ 31
20. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan............................................ 31
21. Hubungan Antara Variabel Terpengaruh dan Tidak Terpengaruh
Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan Dengan Uji Korelasi Spearman............................................................................................... 32
v
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional........................................... 18
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Teks Halaman
1. Keterangan Label Pangan dan Fungsinya............................................... 40
2. Tabel Peraturan Undang – Undang Yang Mengatur Ketentuan
Label Pangan........................................................................................... 43
3. Kuisioner Penelitian................................................................................. 45
4. Hasil Analisis menggunakan SPSS 15.................................................... 49
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Rokok merupakan tantangan kesehatan yang berbeda dari yang lain. Jika
virus atau bakteri dihindari manusia, rokok justru dibutuhkan konsumennya.
Tentang bahaya rokok, hampir tidak ada orang yang tidak tahu, akan tetapi hal itu
tidak menyurutkan niat orang untuk merokok dan tampaknya merupakan perilaku
yang masih dapat ditolelir oleh masyarakat. Konsumsi rokok di Indonesia
termasuk lima tertinggi di dunia, konsumsi rokok Indonesia juga memiliki
kecenderungan yang meningkat. Upaya – upaya untuk mengendalikan konsumsi
rokok telah dilakukan oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan, serta dilakukan
pula oleh WHO sebagai badan kesehatan dunia.
Individu yang menghisap rokok ditenggelami dengan iklan – iklan yang
begitu menarik dan mutu tambahan pada tembakau menjadikan mereka ketagihan.
Diperkirakan 2,5 juta manusia di seluruh dunia meninggal dalam tempo 1 tahun
akibat berbagai penyakit yang ada kaitan dengan tabiat merokok, sedangkan
perusahaan terus menerus mendapatkan keuntungan besar. Sakit jantung dan
stroke adalah penyakit yang seringkali menyebabkan kematian dikarenakan
menghisap rokok (www.wit.online.org).
Hak untuk diberitahukan kepada konsumen, termasuk juga mengelakkan
penipuan dan melindungi pengguna dari iklan – iklan yang menyeleweng,
pelabelan yang mengelirukan yang tidak beretika. Pelabelan menjadi begitu
penting dan berharga kepada pengguna dan kembali lagi kepada bagaimana
pengguna menggunakannya dan bagaimana tanggapan pengguna terhadap
pelabelan tersebut. Semua ini tergantung pada pelabelan tersebut dilakukan secara
benar dan tepat, dapat diterima, dapat dipahami dan nyata adanya
(www.geocities.com).
Bila melihat ragam iklan rokok yang ada dapat dikatakan segmen pasar
yang dituju sangat beragam. Mulai dari segmen remaja, mahasiswa, eksekutif
muda maupun wanita. Bahkan selain gencar beriklan melalui televisi, produsen
juga gencar berpromosi melalui cara lain yaitu dengan memasang spanduk di
2
pinggir jalan serta mensponsori berbagai kegiatan yang ditujukan bagi remaja
misalnya mengadakan kontes band, atau mensponsori acara musik dan tour di
berbagai kota, dan masih banyak kegiatan lainnya yang memang ditujukan untuk
segmen remaja.
Perkembangan periklanan cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya taraf perekonomian suatu negara. Pesatnya perkembangan sektor
industri berpengaruh sangat besar terhadap kemajuan dunia periklanan. Seiring
dengan perjalanannya waktu, situasi tersebut memunculkan suatu keadaan dimana
keterkaitan satu dengan yang lain, antara iklan dan industri, bersifat saling
membutuhkan. Industri membutuhkan iklan untuk dapat menjalankan dan
mengembangkan usahanya dan iklan butuh industri agar dapat hidup dan
berkembang.
Iklan dan promosi roduk tembakau serta pemberian sponsor pada kegiatan
olahraga dan kesenian bertujuan untuk menciptakan lingkungan dimana merokok
menjadi hal yang biasa dan dapat diterima. Ini akan mendorong anak – anak dan
remaja untuk mencoba merokok. Larangan parsial terhadap iklan produk
tembakau berdampak kecil atau bahkan sama sekali tidak mempunyai dampak
apapun, karena industri tembakau akan mencari cara lain untuk mengiklankan,
misalnya dengan cara yang lebih halus membayar iklan – iklan dalam film.Semua
perusahaan tembakau di Indonesia memberikan sponsor untuk kegiatan olahraga
dan kesenian. Iklan tembakau selalu mengaitkan merokok dengan citra
keberhasilan, sukses dan kebahagiaan, sehingga membuat konsumen perokok
merasa aman dalam mengkonsumsinya.
1.2. Perumusan Masalah
Konsumsi rokok di Indonesia dipenuhi oleh berbagai jenis produk. Mulai
dari rokok klembak kemenyan, klobot, kretek, hingga rokok putih. Masyarakat
pedesaan umumnya mengkonsumsi rokok klembek kemenyan sedangkan
masyarakat perkotaan biasanya mengkonsumsi rokok sigaret dan rokok putih.
Rokok merupakan salah satu barang konsumsi yang dikenai tarif cukai oleh
pemerintah, baik pemerintah Indonesia maupun pemerintah negara – negara
lainnya. Dalam UU Nomor 11 Tahun 1995 tentang cukai pada rokok adalah untuk
mengendalikan dan membatasi jumlah konsumsi rokok itu sendiri, dengan alasan
3
mengganggu kesehatan, baik kesehatan orang yang mengkonsumsi (perokok aktif)
maupun orang yang tidak mengkonsumsi (perokok pasif).
Tingkat produksi dan konsumsi rokok di Indonesia termasuk yang sangat
besar di dunia. Untuk tingkat konsumsi, Indonesia termasuk dalam urutan kelima.
Menurut data dari WHO tahun 2002 (Survey Kesehatan Rumah Tangga
Depkessos, dalam Indrajit, 2004), Indonesia setiap tahunnya mengkonsumsi 215
Miliar batang rokok, Cina mengkonsumsi 1.643 Miliar batang, Amerika Serikat
sebanyak 451 Miliar batang, Jepang 328 Miliar batang, dan Rusia 258 Miliar
batang. Indonesia memiliki kecenderungan konsumsi rokok yang terus meningkat.
Mengacu data departemen perindustrian dan perdagangan tahun 2005, produksi
dan konsumsi rokok memiliki kecenderungan meningkat. Data tersebut dapat
dilihat pada Tabel. 1.
Tabel 1. Kinerja Produksi Industri Rokok Nasional Tahun 2000-2005 Jenis
Rokok Produksi ( Miliar Batang)
2000 2001 2002 2003 2004 2005 Kretek 213,74 198,71 186,3 173,41 194,02 203,0 Non
Kretek 25,76 24,67 27,73 18,93 15,61 17
Total 239,50 223,38 214,03 192,34 209,63 220 Sumber : Departemen Perindustrian Dan Perdagangan Tahun 2005
Perkembangan pasar produk rokok akhir – akhir ini cukup pesat. Tanda –
tanda ini terlihat dari konsumen pemakainya yang semakin meluas dari kalangan
dewasa sampai remaja, bahkan segmen pasarnya sudah menjalar ke setiap
golongan dan kelompok umur, kalau dahulu mayoritas konsumennya adalah pria
dewasa, tetapi sekarang konsumennya telah meluas melewati batas jender, dan
meluas ke kelompok remaja dan wanita. Hal ini terlihat dari banyaknya
bermunculan produk rokok seperti Star Mild, Mild Sampoerna dan rokok rasa
Menthol.
Undang-undang yang ada di Indonesia mensyaratkan peringatan kesehatan
untuk rokok, tapi tidak pada produk tembakau lainnya. Tidak ada peraturan
tentang ukuran minimum tanda peringatan; dan hanya satu pesan saja yang
digunakan. Masyarakat begitu terbiasa melihat pesan yang sama di semua merk
sehingga pesan itu malah menjadi semacam iklan tembakau. Sebagian besar
penduduk Indonesia tidak menikmati pendidikan formal. Prevalensi merokok
4
tertinggi (73,3%) terdapat pada laki- laki tanpa pendidikan dan yang tidak lulus SD
(www.tobacco.org).
Tanda peringatan kesehatan pada bungkus dan iklan produk tembakau
membantu memberikan informasi kepada konsumen mengenai dampak negatif
penggunaan tembakau. Efektifitas peringatan kesehatan tergantung pada ukuran
pesan, warna dan jenis huruf, serta apakah pesan itu selalu sama atau berganti-
ganti.
Menurut dokumen Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Indonesia,
beberapa artikel pokok FCTC (Framework Convention on Tobacco Control) yang
harus diberlakukan di negara anggota adalah pengendalian harga dan pajak
termasuk cukai produk tembakau, larangan total iklan, pemberian sponsor, dan
promosi produk tembakau sesuai hukum di negara bersangkutan, dan pelabelan
peringatan bahaya merokok yang diisyaratkan minimal 30 persen dari area pajang
produk tembakau.
Tembakau mengandung nikotin, suatu zat yang sangat adiktif. Efektifitas
peringatan kesehatan tergantung pada ukuran pesan, warna, jenis huruf dan
gambar; serta apakah pesan tersebut selalu sama atau berganti – ganti. Pernyataan
yang menyesatkan, termasuk “light” dan “mild”, serta “rendah tar”. Pernyataan
tersebut bertujuan untuk menyamarkan bahaya kesehatan yang berkaitan dengan
tembakau. Menyebut rokok sebagai “light” dan “rendah tar” adalah suatu teknik
pemasaran yang bertujuan untuk meyakinkan perokok bahwa mereka merokok
produk yang kurang berbahaya. Saat ini metoda untuk mengukur kadar tar dan
nikotin didasarkan pada standar industri tembakau dan tidak mencerminkan
dampak kesehatannya (www.wit online.org.)
Profil pelabelan produk pangan termasuk rokok, terpilih sebagai topik
bahasan dalam penelitian ini menunjukkan adanya beberapa pelanggaran terhadap
beberapa ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, baik Keputusan Direktur
Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Nomor 02240/B/SK/VIII/1991 tentang
Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan, maupun
Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan.
5
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian pengaruh pelabelan peringatan kesehatan terhadap pola
konsumsi rokok, adalah:
1. Mendeskripsikan pola konsumsi dan kesadaran konsumen rokok terhadap
pelabelan peringatan kesehatan.
2. Membandingkan karakteristik konsumen yang terpengaruh dan tidak
terpengaruh oleh pelabelan peringatan kesehatan.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini ditujukan kepada pihak – pihak yang berkepentingan dalam
memproduksi iklan, perusahaan rokok dalam melakukan pelabelan rokok,
pemerintah yang berperan dalam menentukan kebijakan-kebijakan, dan
masyarakat konsumen serta pihak lainnya dalam memahami lebih banyak
mengenai bahaya merokok bagi kesehatan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Rokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau
bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman Nicotiana tobacum, Nicotiana rustica
dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau
tanpa bahan tambahan. Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirrolidin yang
terdapat dalam Nicotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies lainnya atau
sintesisnya yang bersifat adiktif dan dapat mengakibatkan ketergantungan.
Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik.
Pengamanan rokok merupakan setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan dalam
rangka mencegah dan atau menangani dampak penggunaan rokok baik langsung
maupun tidak langsung terhadap kesehatan.
Rokok merupakan suatu barang konsumsi yang sudah tidak asing lagi.
Rokok telah menjadi konsumsi rutin bagi para perokok, dimana mereka
mengkonsumsi setiap hari. Bagi para perokok, merokok adalah kebiasaan yang
sulit ditinggalkan.Pada kenyataannya kebiasaan merokok ini jarang diakui orang
sebagai suatu kebiasaan buruk. Rokok telah menjadi bagian dari budaya
masyarakat.
Peraturan pemerintah Nomor 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok
Bagi Kesehatan yang telah menetapkan bahwa batas kadar maksimum kandungan
nikotin dan tar pada setiap batang rokok yang beredar di wilayah Indonesia tidak
boleh melebihi kadar kandungan nikotin 1.5 mg dan kadar kandungan tar 20 mg.
2.2 Label
Secara umum label dapat diartikan sebagai suatu tanda dengan tulisan,
gambar, atau dengan cara lain pada suatu kemasan (Yeni Suryani, 2001). Menurut
PP No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan, serta UU Pangan No. 7/1996,
yang dimaksud dengan label pangan adalah setiap keterangan mengenai pangan
yang berbentuk gambar, tulisan, kombinasi keduanya, atau bentuk lain yang
disertakan pada pangan, dimasukkan ke dalam, ditempelkan pada, atau merupakan
bagian kemasan pangan.
7
Lebih lanjut dinyatakan di dalam PP No. 69/1999, bahwa suatu label
berisikan keterangan mengenai pangan yang bersangkutan, sekurang – kurangnya
memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih atau isi bersih,
nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia. Sementara itu pada lampiran Keputusan Dirjen POM No.
02240/B/SK/VII/1991, dinyatakan bahwa pada label makanan secara umum juga
harus terdapat nomor pendaftaran produk. Adapun untuk makanan tertentu, harus
dilakukan pencantuman kode produksi, tanggal kadaluwarsa, petunjuk atau cara
penyimpanan, petunjuk atau cara penggunaan, nilai gizi, serta tulisan atau
pernyataan khusus.
Selanjutnya dinyatakan bahwa pada label tidak boleh dicantumkan
kalimat, kata – kata, tanda, nama, lambang, gambar dan sebagainya yang
menyesatkan, mengacaukan atau ditafsirkan salah perihal asal, sifat, isi,
komposisi, mutu atau kegunaan makanan, baik secara langsung maupun tidak,
atau mengacaukan suatu produk dengan produk lain, sehingga dapat
membingungkan pembeli atau konsumen (Yani Suryani, 2001).
Pada label juga tidak boleh dicantumkan referensi, nasihat, peringatan atau
pernyataan dari siapapun, yang bertujuan untuk meningkatkan penjualan, baik
secara langsung atau tidak langsung.
2.3. Fungsi Pelabelan
Sebenarnya label dan iklan itu memiliki beberapa fungsi, antara lain:
1. Sebagai sumber informasi. Tentunya, produsen sangat mengharapkan
penjualan produknya meningkat sehingga selalu berusaha memasukkan unsur-
unsur yang dapat memikat atau membujuk konsumen untuk membelinya.Iklan
dan label tidak boleh hanya menginformasikan hal – hal yang hanya
menguntunkan dari sisi produsen saja. Informasi yang benar, jelas, dan jujur
harus disampaikan pada konsumen sesuai ketentuan pasal 4 UU No. 8 Tahun
1999 (UUPK).
2. Label data digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi konsumen untuk
menentukan pilihan. Masyarakat di Negara – Negara maju sudah terbiasa
membaca label dengan cermat dan teliti, serta selalu membandingkan dengan
produk lain dari segi posisi, berat bersih, serta harganya sebelum membeli.
8
3. Label dapat digunakan sebagai sarana mengikat transaksi. Dalam penjelasan
UUPK disebutkan bahwa iklan atau label harus bersifat mengikat. Artinya apa
yang diinformasikan dalam label dan dijanjikan dalam iklan, harus dapat
dibuktikan kebenarannya dan bersedia dituntut apabila ternyata tidak benar.
Keterangan tentang label dan fungsinya dapat dilihat pada Lampiran 1.
Standar yang digunakan untuk mengukur kadar tar dan nikotin saat ini
adalah berdasarkan standar industri tembakau yang tidak mencerminkan dampak
kesehatan.Saat ini penelitian tar, nikotin dan karbon monoksida pada rokok
ditentukan melalui tes mesin (standar ISO) yang dipromosikan oleh industri
tembakau.
Metode untuk menilai tar, nikotin dan karbon monoksida ini tidak
meramalkan masukan sebenarnya atau perilaku perokok yang dikaitkan dengan
kadar nikotin dari rokok. Rokok rendah tar mempunyai kadar nikotin yang rendah
pula. Namun karena orang merokok adalah untuk mencapai kadar nikotin tertentu
yang dapat memuaskan rasa ketagihannya, maka rokok yang menunjukkan kadar
"tar rendah" bahkan akan mengakibatkan isapan lebih dalam dan konsumsi rokok
yang lebih banyak lagi.
2.4. Penelitian Terdahulu
Taruli (2002) melakukan penelitian tentang Analisis Peluang Ekspor
Agribisnis Cengkeh Indonesia dengan menggunakan metode Timeseries,
informasi yang diperoleh dari penelitiannya bahwa perkembangan volume dan
nilai ekspor cengkeh Indonesia secara keseluruhan meningkat. Rata –rata pada
periode 1981 – 1990 adalah 32,72% dan 1991 – 2000 adalah 79,02%. Dilihat dari
pasar cengkeh domestik, pasar cengkeh internasional, sumberdaya Indonesia dan
perkembangan produk, ekspor cengkeh Indonesia mempunyai peluang yang
cukup baik.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Rigowo (1998) tentang Evaluasi
Pelaksanaan dan Strategi Pengembangan Kemitraan Perusahaan Rokok dengan
Petani Tembakau. Dalam penelitiannya diinformasikan bahwa evaluasi
pelaksanaan kesepakatan kemitraan DT2D di Kabupaten Bondowoso dilakukan
dengan menganalisis dampak kemitraan. Pendapatan pengusahaan tembakau
petani mitra sebelum kemitraan, berasal dari penjualan hasil usaha tani berupa
9
tembakau daun basah; sedangkan pada saat kemitraan berasal dari penjualan
tembakau krosok dau kering yang merupakan hasil pengolahan pasca panen
tembakau daun basah. Dengan asumsi bahwa petani mitra tetap menjual daun
basah pada saat kemitraan, maka penerimaan petani mitra saat kemitraan
meningkat sebesar 71,25% dari sebelum kemitraan.
Penelitian yang dilakukan oleh Wachizin (2006) Mengenai Preferensi
Konsumen Rokok Kretek dan Rokok non Kretek di Kota Bogor. Hasil penelitian
menjelaskan bahwa berdasarkan analisis terhadap pola konsumsi rokok, sebagian
besar sampel konsumen kretek mengkonsumsi rokok untuk mengusir kejenuhan,
memiliki anggaran untuk membeli rokok antara Rp. 5001 – Rp. 10000/ Hari
mengkonsumsi rokok 11 – 20 batang/hari sangat bergantung pada rokok (96,7 %).
Sementara itu sebagian besar sampel konsumen non kretek mengkonsumsi rokok
agar pikiran segar, menganggarkan dana Rp. 5001 – Rp. 10000/hari,
mengkonsumsi 11-20 batang/hari sangat bergantung pada rokok (91,7%).
Adapun alat analisis yang digunakan pada penelitian yang dilakukan oleh
Wachidin (2006) adalah dengan uji analisis Chi Square, hasilnya menunjukkan
bahwa, baik pada sampel konsumen kretek maupun sampel konsumen non kretek,
variabel umur, jenis kelamin, pendapatan, pekerjaan dan variabel jumlah anggota
keluarga tidak berpengaruh terhadap preferensi, hanya variabel pendidikan yang
berpengaruh negatif terhadap preferensi, baik pada sampel konsumen kretek,
maupun pada sampel konsumen non kretek.
Pada penelitian ini akan dibahas pelabelan terhadap rokok, yang
membedakan dengan penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh M. Indrajit Roy
(2005) yang meneliti tentang Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Rokok Kretek di Indonesia, tetapi tidak dibahas tentang pelabelannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Tribella Kembaren (2004), mengenai
Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Pola Makan Mahasiswa memperoleh
faktor – faktor yang telah dianalisis dan memiliki hubungan yang signifikan yaitu
jenis kelamin responden, asal suku bangsa, agama dan sosialisasi keluarga. Uji
yang digunakan adalah uji Korelasi Spearman, tetapi pada penelitian ini faktor –
faktor yang secara signifikan mempengaruhi pelabelan peringatan kesehatan
adalah jenis kelamin dan usia.
10
BAB III
KERANGKA PEMIKIRAN
Indonesia berada dalam urutan tertinggi kelima di antara negara-negara di
dunia dengan konsumsi rokok sebanyak 182 miliar batang pada tahun 2002. Hal
ini disampaikan Menteri Kesehatan, Achmad Sujudi, dalam sambutan
memperingati Hari Tanpa Tembakau Sedunia, Senin (31/5), di Gedung
Departemen Kesehatan, Jakarta(www.periklanan.co.id). Pada tahun 2004, nilai
impor rokok nasional mencapai US$.998.907 atau meningkat sebesar 467 persen
dari nilai impor rokok pada tahun 2003 sebesar US$.176.699 (Biro Pusat
Statistika, 2004).
3.1. Pengaruh Iklan Rokok di Televisi Terhadap Konsumen
Iklan semula diciptakan untuk merangsang pembelian atau konsumsi misal
akibat produksi yang dilakukan secara massal. Produksi masal tersebut dilakukan
untuk menghemat biaya satuan produksi, sehingga iklan memiliki fungsi
menginformasikan produk – produk yang diproduksi secara massal kepada
masyarakat (Dianasari 2005).
Fungsi iklan kemudian lambat laun berubah. Sebuah iklan, menurut White
(1981) dalam Dianasari 2005, tidak hanya menjual, tetapi juga menginformasikan,
membujuk, mengingatkan, mempengaruhi, merubah pendapat, serta mungkin
dapat merubah sikap dan perasaan. Iklan tidak hanya sekedar menjual barang
namun menginformasikan, membujuk, menawarkan status, membangun citra dan
bahkan menjual mimpi, iklan juga merekayasa kebutuhan dan menciptakan
ketergantungan psikologis.
Pilihan media dalam mengiklankan produk bagi pemasar juga kemudian
menjadi hal penting. Televisi dijadikan sebagai media utama pengiklan dalam
mengiklankan produknya karena keunggulan-keunggulan televisi yang
membedakannya dengan media komunikasi lainnya. Menurut Jeffers (1997),
manusia biasanya memerlukan lebih dari satu indera untuk mengerti sesuatu.
Televisi adalah media yang membua t orang menggunakan dua inderanya, yaitu
indera penglihatan dan pendengaran.
11
Apalagi saat ini, pertelevisian di Indonesia sudah menerima kembali
kehadiran tayangan iklan di layar kaca, termasuk stasiun televisi milik
pemerintah, Televisi Republik Indonesia (TVRI). Saat ini dunia pertelevisian
Indonesia diwarnai oleh 11 stasiun televisi swasta yang berlingkup nasional, yaitu
RCTI, SCTV, TPI, ANTEVE, Indosiar Visual Mandiri (IVM), Trans TV, Metro
TV, Global TV, TV 7, Lativi, serta satu stasiun TV milik pemerintah, TVRI yang
sejak tahun 1999 terbuka kembali untuk iklan komersial setelah sejak 1981
meniadakan iklan pada program siarannya.
Mengamati ratusan iklan yang menjajali televisi setiap hari, Iklan rokok
tampil sebagai anomali. Jika iklan lain tampil dengan begitu vulgar, pesan yang
sampai begitu jelas dan segar, iklan rokok justru tersembunyi, pesan lebih sebagai
penyiasatan. Ini memang ada kaitannya dengan peraturan pemerintah agar
pengiklan tak menampilkan rokok dalam bentuk aslinya dan jam tayang hanya
boleh diatas jam 9 malam. Akibatnya pesan datang dengan cara yang melingkar,
memainkan kekuatan gambar dan imaji. Tak heran dalam iklan rokok, kreativitas
mendapat ujian yang tinggi (www.periklanan.go.id).
Akar kreativitas iklan rokok sepertinya harus merujuk pada iklan
Marlboro. Marlboro menampilkan iklan rokok yang konsisten mengiklankan
dirinya dengan figur alam savana lengkap dengan koboi dan kudanya. Liar alam,
ruap kopi, pagi merah wortel, ringkik kuda, dan lemparan laso menjadi bagian
dari serial iklan ini: suasana ketika hening mencapai bening. Kemudian hari,
keliaran ala mini menjadi unsur vital, ketika imaji petualangan makin dijual
Marlboro: Gairah bertualang di gersang Padang, dingin es di Amerika Utara.
Barangkali tak ada iklan rokok yang lebih menyita perhatian penonton
selain kelucuan Gang Hijau yang mengiklankan Sampoerna Hijau. Iklan mereka
versi memancing, memukul bedug, minta Krisdayanti, kijang mogok, banjir
sampai yang terakhir nasi goreng sangat menghibur. Meskipun yang terakhir
mulai nampak tingkat penurunan kelucuan. Gang hijau yang dikontrak secara
eksklusif pun mengakui dalam beberapa roadshow mereka bahwa iklan “minta
Krisdayanti dong” yang membuat nama mereka meroket. Apalagi, iklan ini
mendapat citra pariwara. Idiom yang mereka ungkapkan, “Sampoerna hijau
enaknya rame – rame” menjadi sangat popular dan kena di benak penonton.
12
Puluhan iklan rokok lain pun menempuh cara yang sama. Tidak lagi orang
yang menyedot rokok dan menghembuskan asapnya kuat – kuat, dengan mimik
merasakan kenikmatan sempurna, seperti yang ditempuh iklan Dji Sam Soe tempo
Doeloe, kini rokok 234 pun memakai kebersamaan, petualangan, dan
pemandangan bromo dalam promosinya.
Citra iklan dimata Heiddeger sebagaimana tertulis dalam artikel “The Age
of The World Pic ture” kini telah mengubah diri menjadi cermin bagi manusia
untuk berkaca dan untuk mencari eksistensi diri. Kini seakan – akan televisi
melalui iklan misalnya, telah mengambil alih fungsi penglihatan kita, dan
membentuk realitas dengan bahasanya sendiri. Iklan mengikat manusia, dan
secara total akhirnya membuat manusia harus mengidentifikasikan dirinya dengan
citraan.
Dalam konteks yang demikianlah iklan rokok dapat lebih mudah “dibaca”.
Iklan bekerja lebih mengikuti logika. Susan Sontag dalam buku “On Photografi”
melalui kekuatan gambar, yang membuat pengamat bebas mendekatinya melalui
berbagai sudut tanpa harus ada pretense mencari makna. Iklan bukan lagi sekedar
teks atau komentar terhadap produk, tapi menifestasi dari ide besar terhadap
produk itu. Yang kemudian menjadi porsi terbesar dari iklan jenis ini adalah
kekuatan yang dampaknya pada penonton. Dampak inilah, yang bukan makna tapi
visualisasi yang bekerja didalam memori, yang menghubungkan keputusan
petanda – petanda tadi (www. Periklanan. Go. Id).
3.2. Pelabelan terhadap Produk Rokok
Penjual harus memberikan label pada produknya. Label bisa hanya berupa
tempelan sederhana pada produk atau gambar yang dirancang dengan rumit yang
merupakan satu kesatuan dengan kemasan. Label bisa hanya mencantumkan
merek atau bisa pula banyak informasi, bahkan jika penjual memilih label yang
sederhana saja, peraturan hukum mungkin mengharuskan adanya informasi
tambahan (Kotler, 1997).
Label memiliki beberapa fungsi. Label mengidentifikasi produk atau
merek, label juga menjelaskan produk, akhirnya label juga mempromosikan
produk melalui gambar yang menarik (Kotler, 1997).
13
Perkembangan produk yang pesat menyebabkan fungsi label menjadi
semakin penting, mengingat label merupakan sumber informasi bagi konsumen
tentang suatu produk pangan dan obat – obatan, karena konsumen tidak bisa
bertemu langsung dengan produsennya (Permono, 2000). Peranan label sangat
mutlak sebelum pembelian (pra-transaksi). Label memberikan informasi kepada
calon konsumen mengenai produk tersebut yaitu nama, mutu dan karakteristiknya,
asalnya, kegunaan dan kelemahannya serta status hukum produk untuk membantu
calon konsumen mengambil keputusan dalam pemilihan dan pembelian produk.
Karena untuk kepentingan pengambilan keputusan, informasi pada label harus
menceritakan kondisi produk dengan sebenar – benarnya, jujur, tidak bias
kepentingan dan berimbang antara keunggulan dan kelemahan produk serta
penyampaian informasi yang jelas dan sederhana dalam bahasa setempat yang
paling mudah dimengerti.
Label yang ada pada kemasan memang cukup membantu. Tetapi
informasi pada label tidak selalu dapat dimanfaatkan secara optimal oleh
konsumen. Hal tersebut bisa terjadi karena kurang jelasnya informasi pada label
atau kurangnya pengetahuan konsumen untuk dapat memahami informasi pada
label. Oleh karena itu konsumen memerlukan pendidikan dan informasi.
Dalam rangka mencapai efektivitas pelabelan, serta untuk mengendalikan
kualitas informasi pada label, pemerintah menetapkan suatu kebijakan yang
mengatur pelabelan pangan. Yani Suryani, 2001, menjelaskan bahwa peraturan
pelabelan akan berfungsi untuk:
1. Membantu konsumen secara langsung saat membeli. Peraturan pelabelan
yang baik akan memberikan informasi yang mendasar mengenai produk dan
meningkatkan jumlah informasi yang dapat diakses konsumen dalam
membuat keputusan.
2. Membantu konsumen dalam mengingat dan konsisten terhadap produk
tertentu. Pelabelan juga akan menentukan parameter dan evaluasi
periklanan.
3. Jaminan pengawasan dari pemerintah yang akan meyakinkan konsumen
bahwa ada yang mengawasi apa yang tertulis pada label produk. Konsumen
14
yakin bahwa produk pangan yang beredar di pasar adalah produk pangan
yang berkualitas.
4. Salah satu media pendidikan konsumen.
Ruangan yang terbatas untuk pelabelan pada produk tembakau dapat
digunakan untuk dua kepentingan yang saling bertolak belakang, yaitu :
peringatan kesehatan dan informasi bagi konsumen dan promosi merek.
Tanpa adanya peraturan pemerintah mengenai ukuran dan jenis peringatan
kesehatan, industri tembakau akan cenderung membuat peringatan kecil dengan
maksud menyediakan ruang lebih.
Ada beberapa hal supaya agar tanda peringatan di rokok lebih efektif berdasarkan
penjelasan dari WHO, dikutip dari www.periklanan.go.id.
1. Ukuran cukup besar
FCTC mensyaratkan agar sedikitnya 30 % (atau idealnya 50 %) dari
permukaan kemasan produk digunakan untuk tanda peringatan kesehatan.
2. Mudah Dibaca
Warna hitam dan putih sangat kontras dan mudah dibaca. Beberapa
Negara mensyaratkan jenis huruf dan ukuran peringatan kesehatan secara khusus.
3. Jelas kata – katanya
Kebanyakan perokok meremehkan resiko kesehatan yang berkaitan
dengan merokok. Pesan harus sederhana dan tegas.
4. Rotasi pesan
Pesan kesehatan harus diganti – ganti. Masyarakat menjadi terbiasa dengan pesan
yang tiap kali sama, sehingga pesan kehilangan dampaknya.
5. Disertai Gambar
Gambar lebih efektif daripada kata-kata khususnya untuk perokok dengan
tingkat pendidikan rendah. PP 19/2003 melarang pencantuman label yang
memberikan gambaran menyesatkan atau pernyataan yang menyamarkan dampak
negatif kesehatan. Ini mencakup kata, grafik atau gambar yang menciptakan kesan
palsu atau salah, atau menyamarkan bahaya kesehatan yang berkaitan dengan
tembakau (www.tobacco.org). Beberapa Undang – Undang yang mengatur
ketentuan label pangan disajikan pada lampiran 2.
15
3.3. Kerangka Pemikiran Operasional
Rokok merupakan tantangan kesehatan yag berbeda dari yang lain.
Kematian adalah salah satu akibat yang ditimbulkan oleh bahaya merokok.
Produsen – produsen rokok memproduksi bermacam – macam jenis rokok untuk
dipasarkan. Hak untuk diberitahukan kepada konsumen, termasuk juga
mengelakkan penipuan dan melindungi pengguna dari iklan – iklan yang
menyeleweng, pelabelan yang mengelirukan yang tidak beretika.
Pelabelan menjadi begitu penting dan berharga bagi pengguna dan kembali
lagi pada bagaimana pengguna menggunakannya dan bagaimana tanggapan
pengguna terhadap pelabelan tersebut. Oleh karena itu dilakukanlah analisis
mengenai karakteristik konsumen yang terpengaruh dan tidak terpengaruh oleh
pelabelan kesehatan dengan menggunakan Uji Korelasi Spearman.
Analisis mengenai kesadaran dan pola konsumsi rokok konsumen perokok
terhadap pelabelan kesehatan diukur dengan mengunakan analisis deskriptif,
dengan cara mentabulasi silang data yang diperoleh dari dari kuisioner dan dari
penelitian langsung terhadap label dari kemasan pembungkus rokok.
16
Skema kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada gambar 1.
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Operasional
Bahaya Merokok
Pelabelan
Peubah-peubah yang digunakan dalam model: 1. Pendapatan 2.Pendidikan 3. Pekerjaan
4. Usia 5. Jenis Kelamin
Kesadaran konsumen rokok
terhadap pelabelan
Analisis Krakteristik konsumen
rokok
Uji Korelasi Spearman
Analisis Deskriptif
17
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di wilayah Perumnas Bantarjati Bogor dan
lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor. Pemilihan lokasi di Kecamatan
Bogor Tengah dilakukan secara sengaja (purposive), mengingat letaknya yang
strategis dan penduduknya yang berkembang pesat dengan kelompok masyarakat
dari kelas bawah, menengah sampai kelas atas.
4.2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil pengamatan langsung di lapangan dan wawancara langsung
dengan responden yang dipilih secara sengaja dengan memberikan kuisioner
kepada responden. Kuisioner berisi pertanyaan tertutup dan terbuka. Pertanyaan
tertutup merupakan pertanyaan yang alternatif jawabannya telah disediakan,
sehingga responden hanya memilih salah satu alternatif jawaban yang paling
sesuai. Sedangkan pertanyaan terbuka adalah pertanyaan yang memberikan
kebebasan bagi responden untuk menjawab. Kuisioner penelitian dapat dilihat
pada lampiran 10. Data sekunder sebagai data pelengkap diperoleh dari kelurahan
Bantarjati, BPS, dan Lembaga Sumberdaya Informasi IPB Bogor.
4.3. Cara Pengambilan dan Pengumpulan Data
Pengambilan contoh dilaksanakan secara convenience sampling (sampling
kemudahan) berdasarkan ketersediaan elemen dan kemudahan untuk
mendapatkannya. Dengan kata lain, contoh diambil/terpilih karena berada pada
tempat dan waktu yang tepat. Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini
berjumlah 60 orang yang merupakan konsumen perokok. Pengambilan contoh
dilakukan dengan mendatangi rumah – rumah yang berada di komplek perumahan
Bantar jati Bogor, mahasiswa ekstensi IPB, pelajar SMU N 7 dan karyawan
perusahaan yang terletak dikecamatan Bogor Tengah dengan menanyakan
kesediaan anggota rumah tangga dan mahasiswa serta pelajar yang merokok untuk
menjadi responden. Penggunaan teknik convenience didasarkan atas tidak adanya
18
kerangka sampling (sampling frame) untuk konsumen perokok di Kota Bogor dan
sampel merupakan mereka yang dikategorikan konsumen perokok saat penelitian
berlangsung.
4.4. Metode Analisis Data
Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis
deskriptif, baik analisis kuantitatif maupun analisis kualitatif, serta analisis
Korelasi Spearman . Beberapa alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini
dipaparkan sebagai berikut:
4.4.1. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif digunakan untuk memperoleh gambaran secara
sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta – fakta, sifat – sifat serta hubungan
antar fenomena yang diselidiki. Untuk membantu memaparkan hasil ini maka
informasi yang digunakan adalah data – data dan informasi yang relevan dengan
tujuan penelitian.
Analisis mengenai kesadaran dan pola konsumsi konsumen perokok akan
pelabelan, diukur dengan mengunakan analisis deskriptif, baik kualitatif maupun
kuantitatif disajikan dengan cara mentabulasi silang data yang diperoleh dari dari
kuisioner dan dari penelitian langsung terhadap label dari kemasan pembungkus
rokok serta informasi dari Undang – Undang, Peraturan Pemerintah dan Peraturan
Direktorat Jendral Pengawas Obat dan Makanan.
4.4.2. Uji Korelasi Spearman
Korelasi spearman merupakan alat analisis statistika yang digunakan untuk
mencari hubungan 2 variabel berupa data ordinal. Data ordinal adalah data yang
bisa dikelompokan dan diurutkan contoh tingkat pendidikan.
Nilai korelasi berada diantara -1 sampai 1. tanda positif negative
menyatakan hubungan kedua variable seperti apa. Jika positif berarti hubungan
kedua variable tersebut berbanding lurus sedangkan negative menyatakan
hubungan kedua variabel tersebut berbanding terbalik.
19
Seberapa besar hubungan kedua variable tersebut dilihat secara subjektif.
Tapi biasanya banyak orang mengatakan bahwa jika nilai korelasi diatas 0.5 maka
kedua variable tersebut mempunyai hubungan yang kuat.
Rumus Korelasi Spearman yaang digunakan yaitu:
( )1
61
2
2
−−= ∑
nn
drs
Dimana: rs = Nilai Korelasi Spearman Rank
d2 = Selisih setiap pasangan rank
n = Jumlah pasangan rank untuk Spearman (5<n<30)
Hipotesis (secara umum):
H0: X dan Y saling bebas (tidak terdapat korelasi antara peubah X dan peubah Y)
H1: X dan Y tidak saling bebas (terdapat hubungan langsung atau berkebalikan
(korelasi) antara peubah X dan Y)
Keputusan:
1. nilai-p (sig.(2-tailed)) < alpha artinya tolak Ho yang menyatakan bahwa
kedua variable tersebut mempunyai hubungan
2. nilai-p (sig.(2-tailed)) > alpha artinya terima Ho yang menyatakan bahwa
kedua variable tersebut tidak mempunyai hubungan.
Untuk memudahkan pengolahan data, maka digunakan program komputer
statistik. Program komputer statistik yang dimaksud adalah SPSS (Statistical
Product and Solution Services) versi 15.
20
BAB V
GAMBARAN UMUM RESPONDEN DAN KESADARAN
KONSUMEN PEROKOK TERHADAP PELABELAN KESEHATAN
5.1. Karakteristik Responden
Sesuai dengan pembagian konsumen menjadi enam kategori kelas sosial
dari hasil penelitian dilapangan. Pada penelitian ini yang menjadi responden
mayoritas adalah pegawai swasta.
5.1.1. Usia
Secara umum rata-rata usia responden adalah 37, 83 tahun, secara
keseluruhan responden memiliki usia kurang dari 40 tahun sebesar 60 % dan
sisanya 40 % yang berumur lebih dari 40 tahun. Hal ini menunjukkan bahwa pada
usia tersebut tingkat kebutuhan akan kesehatan semakin meningkat, sehingga
menyurutkan niat konsumen untuk mengkonsumsi rokok lebih tinggi karena
semakin sadar akan resiko dan bahayanya terhadap kesehatan. Sebaran responden
menurut usia dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Sebaran Responden Menurut Usia
Usia N %(Persentase) < 40 Tahun 36 60,00 > 40 Tahun 24 40,00
Jumlah 60 100,00
5.1.2. Jenis Kelamin
Jumlah responden perokok berdasarkan jenis kelamin ternyata responden
laki- laki lebih dominan sebesar 78, 34 % sedangkan untuk jenis kelamin
perempuan sebanyak 21,66 % yang memiliki pekerjaan sebagai ibu rumah tangga,
pegawai swasta maupun pegawai negeri. Sampel laki – laki diambil lebih banyak
karena sesuai dengan target dalam penelitian ini dimana bisanya responden laki –
laki lebih memahami masalah – masalah yang berkaitan dengan merokok. Sebaran
responden menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel 3.
21
Tabel 3. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin Jenis Kelamin N %(Persentase)
Laki- laki 47 78,34 Perempuan 13 21,66
Jumlah 60 100,00
5.1.3. Tingkat Pendidikan
Jumlah responden untuk tingkat pendidikan sangat bervariasi dari tamat
sekolah dasar sampai dengan pasca sarjana. Persentase tigkat pendidikan terbesar
responden adalah Diploma sebanyak 30 %, sedangkan untuk responden yang
paling kecil yaitu pasca sarjana sebanyak 1,66 %. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin tinggi pengetahuan yang diperolehnya mengenai
dampak dan bahaya merokok terhadap kesehatan Sebaran responden menurut
tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Sebaran Responden Menurut Pendidikan
Tingkat Pendidikan N %(Persentase) SD 6 10,00 SMP 5 8,34 SMU 13 21,66 DIPLOMA 18 30,00 SARJANA 17 28,34 PASCA SARJANA 1 1,66
Jumlah 60 100,00
5.1.4. Pekerjaan
Bekerja adalah suatu kegiatan yang dilakukan secara teratur dan
berkesinambungan dalam jangka waktu tertentu dengan tujuan yang jelas yaitu
untuk menghasilkan atau mendapatkan sesuatu dalam bentuk uang, benda, jasa
maupun ide. Secara umum jenis pekerjaan akan membedakan tingkat pendapatan.
Konsumsi rokok akan dibatasi oleh pendapatan dan harga rokok.
Jenis pekerjaan responden akan membedakan tingkat pendapatan, karena
konsumsi rokok akan tergantung kepada pendapatan. Dengan beragamnya
pekerjaan dan tingkat pendapatan akan diketahui bagaimana pola konsumsi rokok
oleh responden. Pekerjaan responden untuk persentase terbesar yaitu pegawai
swasta sebanyak 36,67%, lain- lain 26,67%, pegawai negeri sipil 20,00%,
pelajar/mahasiswa 6,66% sedangkan pensiunan dan wiraswasta sebanyak 5 %.
22
Besarnya proporsi responden yang bekerja untuk semua kelas sosial, baik itu
wiraswasta, pegawai swasta maupun pegawai negeri, merupakan salah satu upaya
untuk menambah pendapatan keluarga. Sebaran responden menurut pekerjaan
dapat dilihat pada tabel 5.
Tabel 5. Sebaran Responden Menurut Pekerjaan
Pekerjaan N %(Persentase) Pelajar/ Mahasiswa 4 6,66 PNS 12 20,00 Swasta 22 36,67 Wiraswasta 3 5,00 Pensiunan 3 5,00 Lain- lain 16 26,67
Jumlah 60 100,00
5.1.5. Pendapatan
Responden sebagian besar memiliki pendapatan keluarga di bawah satu
juta lima ratus rupiah perbulan. Tingkat pendapatan suatu keluarga tergantung
pada kemampuan setiap anggota keluarga dalam memanfaatkan kesempatan kerja
dan menggunakan sumber-sumber yang mendatangkan hasil. Pendapatan yang
meningkat akan mempengaruhi individu untuk mengkonsumsi rokok. Sebaran
responden menurut pendapatan disajikan pada tabel 6.
Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Pendapatan
Jumlah Pendapatan N %(Persentase) < 1.500.000 26 43,34 1.500.000 – 2.500.000 12 20,00 > 2.500.000 22 36,67
Jumlah 60 100,00 Tingkat pendapatan rumah tangga tergantung pada kemampuan anggota
keluarga untuk memperoleh kesempatan kerja dan penghasilan cukup sesuai
kemampuan produktivitas. Pendapatan berpengaruh terhadap pola konsumsi
rokok. Pendapatan berpengaruh pula terhadap jenis/merek rokok yang
dikonsumsi, karena responden yang memiliki pendapatan > Rp. 1.500.000,- lebih
cenderung mengkonsumsi rokok merek terkenal seperti Surya Pro, A Mild,
Sampoerna Mild dan Capri dibandingkan dengan responden yang memiliki
pendapatan < Rp. 1.500.000,-.
23
5.2. Pengeluaran Dalam Konsumsi Rokok
Persentase jumlah pengeluaran dalam konsumsi rokok terbesar untuk
responden antara seratus ribu rupiah hingga lima ratus ribu rupiah yaitu 85 %
sedangkan untuk prosentase terendah yaitu diatas lima ratus ribu rupiah. Sebaran
responden menurut pengeluaran ditampilkan pada tabel 7.
Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Pengeluaran
Jumlah Pengeluaran N %(Persentase) < 100.000 5 8,33 100.000 – 500.000 51 85,00 > 500.000 4 6,67
Jumlah 60 100,00
Pengeluaran dalam konsusmsi rokok dipengaruhi oleh faktor pendapatan.
Dari data responden diperoleh hasil bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan
responden, semakin tinggi pula tingkat konsumsi rokok terutama untuk kategori
pegawai swasta dengan jenis kelamin laki – laki, konsumsi rata – rata perbulan
untuk rokok > Rp. 350.000,-. Jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan
responden untuk kategori pegawai negeri, wiraswasta, buruh dan ibu rumah
tangga.
5.3. Pengetahuan Produk Rokok Yang Dikonsumsi
Pengetahuan produk rokok yang dikonsumsi oleh responden adalah dari
orang lain yaitu sebanyak 43,30%, spanduk/ umbul-umbul 21,65 %, dan radio
9,28%. Sebaran responden menurut pengetahuan produk rokok yang dikonsumsi
dapat dilihat pada tabel 8.
Tabel 8. Sebaran Menurut Pengetahuan Produk Rokok Yang Dikonsumsi
Uraian N Persentase (%) Radio 9 9,28 Promosi dalam toko 8 8,25 Poster 8 8,25 Dari orang lain 42 43,30 Spanduk/umbul-umbul 21 21,65 Surat khabar 3 3,09 Tidak disengaja 1 1,03 Iklan TV 5 5,15
Jumlah 97 100
24
Dari hasil yang diperoleh, rata – rata responden yang memilih rokok
kretek adalah laki – laki diantaranya merek Gudang Garam filter, Djarum Super,
Capri Djarum Coklat dan Marlboro. Sedangkan rokok jenis non kretek lebih
banyak dikonsumsi wanita diantaranya merek Sampoerna, A Mild dan Star Mild.
Sebaran responden menurut jenis rokok yang dikonsumsi dapat dilihat pada tabel
9.
Tabel 9. Jenis Rokok Yang Dikonsumsi
Uraian N % (Persentase) Kretek 33 55 Non Kretek 27 45
Jumlah 97 100 Tabel 10. Frekuensi Dalam Konsumsi Rokok
Uraian N % (Persentase) Menambah 36 60 Mengurangi 24 40
Jumlah 60 100
Pada tabel 10 menunjukan bahwa frekuensi pembelian rokok setiap hari
paling banyak 1 bungkus sebanyak 36 orang (60%) responden dan untuk kurang
dari 1 bungkus sebanyak 13 orang (21,67%) responden. Sebaran responden
pembelian rokok dalam setiap hari dan tidak akan label peringatan kesehatan
rokok sangat penting dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11. Jumlah Konsumsi Rokok
Uraian N % (Persentase) >1 bungkus 13 21,67 1 bungkus 36 60,00 2 bungkus 7 11,67 <2 bungkus 4 6,67
Jumlah 60 100
Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden akan
menambah jumlah konsumsi rokok sebanyak 36 orang (60%) menyatakan akan
menambah jumlah konsumsi rokok sedangkan responden yang mengurangi
jumlah konsumsi rokok sebanyak 24 orang ( 40%) responden.
Dari data di bawah ini dapat dilihat bahwa tidak ada pengaruh pelabelan
peringatan keseha tan terhadap pola konsumsi rokok.
25
Tabel 12. Anggaran Dalam Pembelian Rokok Perhari Uraian N % (Persentase)
> 8.000 13 21,67 8.000 -10.000 35 58,33 <10.000 12 20,00
Jumlah 60 100
Pada tabel diatas digambarkan bahwa sebagian besar responden
menganggarkan akan menambah jumlah konsumsi rokok sebanyak 36 orang
(60%) menyatakan akan menambah jumlah konsumsi rokok sedangkan responden
yang mengurangi jumlah konsumsi rokok sebanyak 24 orang ( 40%) responden.
26
BAB VI
KARAKTERISTIK KONSUMEN PEROKOK YANG
TERPENGARUH DAN TIDAK TERPENGARUH OLEH
PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN TERHADAP
POLA KONSUMSI ROKOK
Pola konsumsi rokok tidak lepas dari beberapa faktor antara lain besarnya
pengeluaran yang dilakukan oleh seseorang dalam konsumsi rokok dipengaruhi
oleh selera dan tingkat kebutuhan. Selain itu tingkat konsumsi rokok juga
dipengaruhi oleh anggaran dalam pembelian rokok.
6.1. Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan Terhadap Pola Konsumsi
Rokok.
Adanya label peringatan kesehatan saat ini banyak terlihat pada setiap
kemasan rokok tetapi dikarenakan rokok itu memang sudah merupakan kebutuhan
pokok tetapi konsumsi rokok masih sangat tinggi ini dapat dilihat dari responden
setuju dan tidaknya adanya label peringatan kesehatan terhadap rokok yaitu 78,33
% sedangkan 21, 67 % tidak setuju akan adanya label kesehatan terhadap rokok.
Sebaran responden setuju dan tidak akan adanya label peringatan kesehatan dapat
dilihat pada tabel diawah ini.
Tabel 13. Respon Terhadap Adanya Label Peringatan Kesehatan Terhadap
Rokok. Uraian N % (Persentase)
Setuju 47 78,33 Tidak setuju 13 21,67
Jumlah 60 100
Berdasarkan tabel 14 menunjukan data tentang pendapat responden
mengenai apakah perusahaan sudah tepat dalam melakukan pelabelan terhadap
rokok. Pada umumnya mengatakan tidak sebanyak 36 orang ( 60%) responden
sedangkan yang menyebutkan sudah tepat sebanyak 24 orang (40%) responden .
Hal ini menunjukan bahwa perusahaan tidak tepat dalam melakukan pelabelan
terhadap rokok. Sebaran responden menurut penilaian terhadap perusahaan dalam
melakukan pelabelan terhadap rokok dapat dilihat pada tabel berikut ini.
27
Tabel 14. Penilaian Responden Terhadap Perusahaan Dalam Melakukan
Pelabelan Terhadap Rokok. Uraian N % (Persentase)
Ya 24 40 Tidak 36 60
Jumlah 60 100
Pada tabel dibawah ini sebagian besar responden sebanyak 40 orang (
66,67%) responden menyatakan tidak penting terhadap pelabelan peringataan
kesehatan. Sedangkan responden sebanyak 20 orang (33,34%) menyatakan ya
terhadap label peringatan kesehatan terhadap rokok sangat penting. Sebaran
responden ya dan tidak akan kepentingan label peringatan kesehatan dapat dilihat
pada tabel 15.
Tabel 15. Tingkat Kepentingan Label Peringatan Kesehatan Terhadap Rokok
Uraian N % (Persentase) Ya 20 33,34 Tidak 40 66,67
Jumlah 60 100
6.2.Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Terhadap Pengaruh
Pelabelan Peringatan Kesehatan
Umur sangat menentukan kematangan seseorang didalam mengambil
sebuah keputusan. Umur dianggap sebagai salah satu faktor yang akan
mempengaruhi pelabelan peringatan kesehatan.
Hal ini dapat terlihat pada tabel 16 dimana responden yang berada pada
kisaran umur kurang dari 40 tahun berjumlah 23 orang (38.33%)
28
Tabel 16. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan
Umur Pengaruh Label Peringatan Kesehatan Total Terpengaruh Tidak Terpengaruh Jumlah %(Persentase)
Jumlah %(Persentase) Jumlah %(Persentase) < 40 Tahun
9 15.0 23 38,33 32 53.3
> 40 Tahun
11 18,33 17 28.33 28 46.7
6.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan
Jenis kelamin kurang mempengaruhi dalam pengaruh peringatan kesehatan
baik laki- laki maupun perempuan ini dapat dilihat dalam tabel 17. Dari data
dibawah ini dapat disimpulkan bahwa untuk jenis kelamin laki – laki yang
terpengaruh adanya pelabelan sebanyak 19 orang sedangkan 28 orang tidak
terpengaruh adanya pelabelan. Sedangkan untuk responden perempuan, dari total
13 orang yang terpengaruh berjumlah 1 orang sedangkan 12 orang tidak
terpengaruh. Hal ini menunjukkan dari data kuisioner responden wanita lebih
dominan terpengaruh. Hal ini dikarenakan responden yang diambil data lebih
cenderung menikmati rokok sebagai gaya hidup dan memberikan cita rasa yang
khas serta sebaga i penghilang stres. Dari kecenderungan responden wanita yang
diwawancarai terutama ibu rumah tangga dan wanita karir dari rata – rata jumlah
responden yang tidak terpengaruh sebanyak 21.7 % menikmati rokok sebagai
media untuk melupakan segala masalah dan mengusir kejenuhan. Pada umumnya
responden wanita lebih cenderung mengkonsumsi rokok putih seperti A Mild
Sampoerna Mild dan Marlboro. Sedangkan untuk responden laki – laki lebih
cenderung mengkonsumsi rokok sebagai media untuk bersosialisasi, sebagai gaya
hidup, dan sebagai teman disaat beraktivitas.
Tabel 17. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan
Jenis Kelamin
Terpengaruh Persentase (%)
Tidak Terpengaruh
Persentase (%)
Laki – Laki 19 31.7 28 46.7 Perempuan 1 1.7 12 20.0 Jumlah 20 33.3 40 66.7
29
6.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan
Pekerjaan responden sangat mempengaruhi dalam konsumsi rokok tetapi
untuk pelabelan peringatan untuk kesehatan tidak terpengaruh dimana secara
umum jenis pekerjaan akan membedakan tingkat pendapatan. Konsumsi rokok
akan dibatasi oleh pendapatan dan harga rokok.
Tabel 18. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan Pekerjaan Terpengaruh Persentase(%) Tidak
Terpengaruh Persentase(%)
Pelajar/Mahasiswa
0 0.00 3 5.0
PNS 4 6.7 11 18.3 Swasta 12 20 14 23.4 Wiraswasta 0 0.00 5 8.3 Pensiunan 2 3.3 1 1.7 Buruh 2 3.3 3 5.0 Ibu Rumah taangga
0 0.00 3 5.0
Jumlah 20 33.3 40 66.7
Dari hasil analisis data diatas dapat diambil kesimpulan kecenderungan
responden yang diwawancarai tidak terpengaruh adanya pelabelan, seperti halnya
variabel jenis kelamin dan pendidikan. Dari tingkat pelajar/mahasiswa, PNS,
Swasta dan wiraswasta pola konsumsi rokok tidak dipengaruhi adanya pelabelan.
Demikian juga ditingkat buruh dan ibu rumah tangga yang didominasi oleh
responden yang tidak terpengaruh. Hal ini terlihat dari hasil jumlah hasil tabulasi
dimana responden pelajar berjumlah 3 orang yang terpengaruh, sedangkan PNS
dan swasta responden yang terpengaruh berjumlah 4 orang PNS dan 12 orang
swasta sedangkan yang tidak terpengaruh untuk PNS 11 orang dan swasta 14
orang.
Data diatas menunjukkan bahwa responden pensiunan yang memiliki
jumlah untuk yang terpengaruh pelabelan lebih besar, hal ini dikarenakan pada
umumnya responden pensiunan berumur < 60 tahun sehingga faktor umur dan
penyakit/dampak yang ditimbulkan berpengaruh terhadap kesehatan maka dari
tingkat konsumsi rata – rata mengurangi konsumsi rokok.
30
6.5. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan
Tingkat pendidikan sangat bervariasi dari SD hingga sarjana.
Bervariasinya tingkat pendidikan mulai dari lulusan SD sampai dengan pasca
sarjana, menunjukkan semakin bervariasi pula pola konsumsi rokok. Semakin
tinggi tingkat pendidikan responden seharusnya semakin tinggi pula pengetahuan
akan bahaya yang ditimbulkan dari merokok. Jumlah responden yang tidak
terpengaruh oleh adanya pelabelan peringatan kesehatan rokok adalah pada
responden yang memiliki tingkat pendidikan SMU. Hal ini dikarenakan responden
pada tingkat pendidikan tersebut belum cukup pengetahuan mengenai bahaya –
bahaya yang ditimbulkan dari merokok.
Dari hasil pengolahan data diatas untuk variabel pendidikan dapat
disimpulkan bahwa responden yang berpendidikan SD didominasi oleh yang tidak
terpengaruh sebanyak 5 orang, demikian juga untuk responden yang
berpendidikan SMP didominasi oleh responden yang tidak terpengaruh terhadap
adanya pelabelan.
Responden dengan tingkat pendidikan Diploma menunjukkan
perbandingan yang sama yaitu sebanyak 7 orang baik yang terpengaruh maupun
yang tidak terpengaruh terhadap adanya pelabelan. Responden dengan tingkat
pendidikan SMU dan Sarjana memiliki kecenderungan yang sama yaitu lebih
didominasi oleh responden yang tidak terpengaruh adanya pelabelan, untuk SMU
18 orang tidak terpengaruh dan 9 orang terpengaruh. Demikian pula sarjana
didominasi oleh responden yang tidak terpengaruh. Dari hasil pengolahan data
diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa tingkat pendidikan tidak mempengaruhi
responden terhadap adanya pelabelan untuk mengkonsumsi rokok.
31
Tabel 19. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan
Pendidikan Terpengaruh Persentase(%) Tidak Terpengaruh
Persentase(%)
SD 1 1.7 5 8.3 SMP 1 1.7 5 8.3 SMU 9 15.0 18 30 DIPLOMA 7 11.7 7 11.6 SARJANA 0 0.00 1 1.7 Jumlah 20 30.1 40 59.9
6.6. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Terhadap
Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan
Responden sebagian besar memiliki pendapatan antara 1 juta hingga 2,5
juta baik yang terpengaruh maupun yang tidak terpengaruh terhadap pelabelan
kesehatan dalam mengkonsumsi rokok. Persentase terbesar untuk yang tidak
terpengaruh yaitu di bawah satu juta (38.3%) sedangkan untuk terpengaruh
dengan penghasilan >1 juta sebesar 15% atau 9 orang.
Tingkat pendapatan responden dalam mengkonsumsi rokok tergantung pada
setiap responden apakah untuk kebutuhan atau hanya sekedar prestise.
Tabel 20. Karakteristik Responden Berdasarkan Pendapatan Terhadap Pengaruh Pelabelan Peringatan Kesehatan Pendapatan Pengaruh Label Peringatan Kesehatan
Terpengaruh Tidak Terpengaruh Jumlah %(persentase) Jumlah %(persentase)
>1 Juta 9 15 23 38,3 1 Juta – 2, 5 juta 3 3 13 21,6 < 2,5 juta 5 8,3 7 11,6
Jumlah 17 28,3 43 71,7
32
6.7. Hubungan Antara Variabel Terpengaruh Dan Tidak Terpengaruh
Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan Dengan Uji Korelasi
Spearman
Tabel 21. Hubungan Antara Variabel Terpengaruh Dan Tidak Terpengaruh Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan Dengan Uji Korelasi Spearman
Variabel rs (Korelasi Spearman) N P- Value Jenis Kelamin 0.276 60 0.033 Usia 0.493 60 0.000 Pendidikan 0.108 60 0.412 Pekerjaan -0.079 60 0.548 Pendapatan -0.092 60 0.486
6.7.1. Hubungan Antara Variabel Jenis Kelamin Yang Terpengaruh Dan
Tidak Terpengaruh Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan
Pengaruh variabel jenis kelamin terhadap pelabelan peringatan kesehatan
rokok menggunakan uji hubungan. Hasil analisis menunjukkan nilai P-Value
adalah 0.033 yang nilainya lebih besar dari 0.5 (a = 5%). Artinya terdapat
hubungan antara peubah jenis kelamin dengan pengaruh pelabelan pada taraf
nyata 5% yang terlihat dari nilai p-value yang kurang dari alpha. Hubungan antara
peubah tersebut ialah berbanding lurus yang terlihat dari tanda korelasi spearman
yang positif.
Responden pria lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan
dibandingkan dengan wanita. Pendugaan penelitian ini sebelumnya mengenai
responden perokok laki – laki lebih cenderung tidak terpengaruh oleh pelabelan
peringatan kesehatan. Sedangkan responden perokok perempuan sebaliknya.
Tetapi berdasarkan data yang diperoleh responden pria lebih cenderung
terpengaruh. Hal ini dikarenakan pada saat dilakukan penelitian beberapa
responden perokok laki – laki terutama perokok berat dan responden laki –laki
diatas usia 40 tahun cenderung mengeluhkan masalah kesehatan sehingga ketika
diwawancarai rata – rata responden tersebut mengurangi konsumsi rokok.
33
6.7.2. Hubungan Antara Variabel Usia Yang Terpengaruh Dan Tidak Terpengaruh Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan
Hasil analisis terhadap pola konsumsi rokok berdasarkan variabel umur
responden yang terpengaruh dan tidak terpengaruh pelabelan, menunjukkan nilai
P-Value adalah 0.000 artinya terdapat hubungan antara peubah usia dengan
pengaruh pelabelan pada taraf nyata 5% yang terlihat dari nilai p-value yang
kurang dari alpha. Hubungan antara peubah tersebut ialah berbanding lurus yang
terlihat dari tanda korelasi spearman yang positif. Semakin tua usia seseorang
maka lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan dibandingkan orang yang
berusia muda. Rata – rata untuk responden yang terpengaruh pada kisaran
kelompok umur 50.2 dan umur 37.2 untuk responden yang tidak terpengaruh hal
ini disebakan karena pada rata – rata kelompok umur 50 memiliki tingkat
kesadaran yang lebih tinggi, alasan lain karena kesadaran akan pentingnya
kesehatan akibat dampak dan bahaya yang ditimbulkan dari merokok sangat
berbahaya.
6.7.3. Analisis Variabel Yang Tidak Memiliki Pengaruh Yang Signifikan
Terhadap Pelabelan Peringatan Kesehatan
Berdasarkan analisis yang dilakukan, diketahui bahwa pada kondisi
tingkat pendidikan, hasil analisis menunjukkan nilai P-Value adalah 0.412, yang
nilainya lebih besar dari 0.5 (a = 5%). Tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara peubah pendidikan dengan pengaruh pelabelan yang terlihat dari nilai p-
value yang lebih besar dari alpha (5%).
Dari tidak adanya hubungan yang signifikan tersebut, dapat dianalisis
mengenai pengaruh tingkat pendidikan terhadap pelabelan peringatan kesehatan.
Jika melihat tabel 4 mengenai sebaran responden menurut pendidikan, sebagian
besar responden memiliki tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Artinya semakin
tinggi tingkat pendidikan seharusnya semakin sadar akan pentingnya pelabelan
peringatan kesehatan. Ternyata dalam hal pola konsumsi rokok tidak menjadikan
tingkat pendidikan itu berpengaruh terhadap pelabelan peringatan kesehatan.
Status sosial seseorang diukur dengan pekerjaan seseorang, yang
kemudian dihubungkan dengan pola konsumsi dan gaya hidupnya. Nilai P- Value
34
dari hasil uji Korelasi Spearman adalah 0.548, lebih besar dari 0.5 (a = 5%). Hal
ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara peubah pekerjaan dengan
pengaruh pelabelan yang terlihat dari nilai p-value yang lebih besar dari alpha
(5%). Tidak adanya hubungan yang nyata antara pelabelan peringatan kesehatan,
yang diukur dengan melihat pekerjaan responden dengan status social dan gaya
hidupnya sepertinya tidak berpengaruh secara nyata. Hal ini dapat dilihat dari
walaupun status social seseorang semakin tinggi, namun pengaruh pelabelan
peringatan kesehatan tidak mengikuti pekerjaan seseorang.
35
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Secara keseluruhan responden memiliki umur kurang dari 40 tahun sebesar
60 % dan sisanya 40 % yang berumur lebih dari 40 tahun. berdasarkan
jenis kelamin ternyata kaum laki- laki lebih dominan sebesar 78, 34 %
sedangkan untuk jenis kelamin perempuan sebanyak 21,66 % . Presentase
tigkat pendidikan terbesar responden adalah Diploma sebanyak 30 %,
sedangkan untuk responden yang paling kecil yaitu pasca sarjana sebanyak
1,66 %.
2. Untuk pembelian rokok setiap hari paling banyak 1 bungkus sebanyak 36
orang (60%) responden dan untuk kurang dari 1 bungkus sebanyak 13
orang (21,67%) responden. sebagian besar responden akan menambah
jumlah konsumsi rokok sebanyak 36 orang (60%) menyatakan akan
menambah jumlah konsumsi rokok sedangkan responden yang
mengurangi jumlah konsumsi rokok sebanyak 24 orang ( 40%) responden.
3. Penelitian ini memperoleh faktor – faktor yang telah dianalisis dan
memiliki hubungan yang signifikan yaitu jenis kelamin dan usia
responden. Hubungan antara peubah jenis kelamin ialah berbanding lurus
yang terlihat dari tanda korelasi spearman yang positif. Responden pria
lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan dibandingkan dengan
wanita. Sedangkan hubungan antara peubah usia ialah berbanding lurus
yang terlihat dari tanda korelasi spearman yang positif. Semakin tua usia
seseorang maka lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan
dibandingkan orang yang berusia muda.
7.2. Saran
Tingkat produksi dan konsumsi rokok di Indonesia termasuk yang
sangat besar di dunia. Untuk tingkat konsumsi, Indonesia termasuk dalam
urutan kelima. Menurut data dari WHO tahun 2002 (Survey Kesehatan
36
Rumah Tangga Depkessos, dalam Indrajit, 2004). Hasil dari penelitian ini
menunjukkan bahwa tingkat konsumsi terhadap rokok masih cukup tinggi.
Maka ada beberapa upaya yang bisa disarankan dari hasil penelitian ini:
1. Memberikan penyuluhan tentang bahaya merokok sejak dini terutama
pada kalangan remaja.
2. Pelabelan menjadi sangat penting terhadap suatu produk, supaya
konsumen bisa leih mengetahui kandungan dari produk yang
dikonsumsi.
3. Perusahaan harus lebih detail dalam melakukan pelabelan terhadap
suatu produk, supaya konsumn bisa lebih mengetahui dampak dan
manfaat yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk tersebut.
4. Pentingnya pengawasan yang lebih intensif dari Jendral Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) terhadap perusahaan dalam melakukan
pelabelan terhadap suatu produk.
37
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous, 2001. Kawasan Tanpa Rokok Perlu di Kampanyekan. www.kompas.com. , 2002 BPOM Temukan Rokok dengan Nikotin diatas Ambang Batas. www.suaramerdeka.com. , 2003. Konsumsi Rokok dan Analisis Pelabelan, www. Tobacco. Org. , 2003. Wanita Indonesia Tanpa Tembakau. www.wit online.org. Aditama, Yoga. 1992. Rokok dan Kesehatan. Universitas Indonesia. Jakarta.
Andi, K. 2004. Preferensi dan Persepsi Konsumen terhadap Minyak Goreng pada
Tingkat Rumah Tangga. Jurusan ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor.
Anggraini, D. 2004. Aspirasi dan Persepsi Pengunjung Agrowisata Kebun
Tanaman Obat (KTO) Karyasari, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Applied Nonparametric Statistics Second Edition, Wayne W. Daniel, Copyright ©
1990 PWS-KENT Publishing Company.
Dianasari, I. 1999. Preferensi Konsumen Terhadap Produk Tauco: Studi Kasus di
Produsen Tauco H. M Djajuli Putra, Cianjur. Skripsi Sarjana Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Dirjen POM. 1991. Keputusan Dirjen POM. No. 02240 B/SK/VII/91 tentang
Pedoman Persyaratan Mutu serta Label dan Periklanan Makanan. Dalam Kumpulan Peraturan Perundang – Undangan di Bidang Makanan Jilid II (1998). Direktorat Jenderal POM, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
, 1999. Peraturan Pemerintah RI No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan. Direktorat Jenderal POM, Departemen Kesehatan RI, Jakarta.
Engel, J. F,. R.D.Blackwell dan P.W. Miniard. 1994. Perilaku Konsumen (Jilid 1
dan 2). Binarupa Aksara. Jakarta. Farohah, Umi. 2004. Preferensi dan Persepsi Konsumen terhadap Margarin pada
Tingkat Rumah Tangga. Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
38
Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia. 2002. Industri Hasil Tembakau. GAPPRI. Jakarta. Kayam, U. 1985. Persepsi Masyarakat tentang Kebutuhan. PT Gramedia. Jakarta. Kotler, P.&G. Amstrong. 1998. Manajemen Pemasaran; Analisis, Perencanaan,
Implementasi dan Pengendalian (9 th ed) (T. Hendra dan A.R. Ronny, Penerjemah). Prentice Hall. New Jersey.
Limbong, W. H. & p. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu
– Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Martias, D. 1997. Analisis Preferensi Konsumen dan Perilaku Konsumsi Buah –
Buahan Pada Masyarakat Kelas Atas, Skripsi Sarjana Jurusan Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Negara, Satrya. 2004. Analisis Pengambilan Keputusan Strategi Bauran
Pemasaran Rokok Alami Spesial 2000 untuk Segmen Petani Di Kabupaten Trenggalek Propinsi Jawa Timur, Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Peraturan Pemerintah No. 69/1999 tentang Label dan Iklan Pangan Peraturan Pemerintah No. 81 Tahun 1999. Tentang Pengamanan Rokok Terhadap
Kesehatan. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2000. Tentang Pengamanan Rokok Terhadap
Kesehatan. Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2003. Tentang Pengamanan Rokok Terhadap
Kesehatan. Permono, W.A. 2000. Label Asal Tempel, Konsumen Bisa Ngomel. Majalah
Warta Konsumen, Juli, hlm 10 – 15. Rigowo, M. 1998. Evaluasi Pelaksanaan dan Strategi Pengembangan Kemitraan
Perusahaan Rokok dengan Petani Tembakau. Skripsi Sarjana Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Roy, M. 2005. Perilaku Konsumsi Rokok Kretek di Indonesia. Jurusan ilmu –
ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. IPB. Bogor. Sevilla, Ochare A dan Punsalon G, 1993. Pengantar Metode Penelitian. Tuwu A,
Penerjemah. Jakarta: UI Press. Terjemahan dari: An Introduction to Research Methods.
39
Sirajuddin, 2001. Perilaku Konsumsi Suplemen Pada Pria Dewasa di Kota Makasar. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Sulistyorini, D. 1995. Analisis Keunggulan Kompetitif dari Segi Atribut Fisik
Produk Apel Impor dan Apel Lokal (Aplikasi Test Organoleptik dan Analisis Koresponden di Daerah Kota Bogor). Skripsi Sarjana Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Suryani, Y. 2001. Profil Pelabelan dan Analisis Kebenaran Klaim Produk Pangan.
Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
Taruli, 2002. Analisis Peluang Ekspor Agribisnis Cengkeh Indonesia. Skripsi
Sarjana Departemen Ilmu – Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.
40
Lampiran 1. Keterangan Label Pangan dan Fungsinya.
No Jenis Pengertian Contoh Fungsi
1 Nama Produk
atau Merk
dagang
Tanda yang dipakai untuk
membedakan produk yang
diperniagakan oleh
seseorang atau badan dari
produk yang
diperdagangkan oleh
orang atau badan lain.
Gudang Garam Memudahkan
pengenalan
produk
2 Daftar bahan
yang
digunakan
Susunan dalam menyusun
dan/atau komponen yang
terdapat dalam makanan
Bahan
baku:tembakau
Lebih
memahami
produk
3 Berat bersih Berat produk diluar
kemasan. Produk yang
menggunakan/bercampur
media cair harus disertai
berat tuntas yaitu berat
pangan dikurangi media
cairnya.
Produk:
gudang garam
Tar: 30 mg
Nikotin 1.8 mg
Untu,
mengetahui
proporsi isi
terhadap
kemasan dan
media
4 Nama dan
alamat
produsen
Alamat lengkap yang
memproduksi atau
mengedarkan produk
pangan tersebut
PT. Gudang
Garam Tbk -
Kediri
Memudahkan
konsumen
melakukan
pengaduan
41
atau komplain
jika terjadi
sesuatu yang
merugikan.
5 Tanggal
Kadaluwarsa
Keterangan yang
mengindikasikan tanggal,
bulan dan tahun kapan
produk tersebut aman
dikonsumsi dari produksi
sampai diterima
konsumen.
030399 artinya
3 maret 1999,
batas waktu
makanan aman
dikonsumsi.
Antisipasi
keamanan dan
keselamatan
mengkonsumsi
suatu produk.
6 Kode produksi Keterangan berupa huruf
atau angka atau
perpaduannya yang
menunjukkan riwayat
barang diproduksi (hanya
diketahui produsen)
644225 Untuk
memudahkan
produsen
menarik
produknya dari
pasaran jika
terjadi sesuatu.
7 Nomor
pendaftaran
Kode dan nomor yang
diberikan departemen
kesehatan RI untuk
makanan yang telah
terdaftar
8998989
100120
Untuk
mengetahui
produk
tersebut telah
melalui
pemeriksaan
42
standar depkes
sehingga aman
dikonsumsi
Sumber: W.A. Permono, Warta Konsumen Juli 2000.
43
Lampiran 2. Tabel Peraturan Undang – Undang yang Mengatur Ketentuan
Label Pangan
UU No. 23 tahun
1992 tentang
kesehatan
UU No. 7 Tahun
1996 tentang
pangan
PP No. 69 Tahun
1999 tentang
label dan iklan
pangan
UU No. 8 Tahun
1999 tentang
perlindungan
konsumen
Pasal 21 ayat 2 Pasal 30 ayat 2 Pasal 3 ayat 2 Pasal 8 ayat 1
Produk yang
dikemas wajib
diberi tanda atau
label yang berisi:
a. bahan yang
dipakai
b. komposisi
setiap bahan
c. tanggal, bulan
dan tahun
kadaluwarsa
d. ketentuan
lainnya
Label harus
memuat sekurang
– kurangnya
keterangan
mengenai:
a. nama produk
b. daftar bahan
yang digunakan
c. berat bersih atau
isi bersih
d. nama dan
alamat pihak yang
memproduksi atau
memasukkan
produk kedalam
wilayah Indonesia
Keterangan yang
tercantum dalam
label sekurang –
kurangnya
meliputi:
1. nama produk
2. daftar bahan
yang digunakan
3. berat bersih
atau isi bersih
4. nama dan
alamat pihak yang
memproduksi atau
memasukkan
pangan kedalam
wilayah Indonesia
Pelaku usaha
dilarang
memproduksi
dan/atau
memperdagangkan
barang dan/atau
jasa yang tidak
mencantumkan
tanggal
kadaluwarsa atau
jangka waktu
penggunaan atau
pemanfaatan yang
paling baik atas
barang tertentu
tidak
44
e. keterangan
tentang halal
f. tanggal, bulan,
dan tahun
kadaluwarsa
5. tanggal, bulan,
dan tahun
kadaluwarsa
mencantumkan
label atau
membuat
penjelasan barang
yang memuat:
a. nama barang
b. ukuran
c. berat/isi bersih
atau netto
d. komposisi
e. aturan pakai
f. tanggal
pembuatan
g. akibat
sampingan
h. nama dan
alamat pelaku
usaha
i. keterangan lain
untuk penggunaan
yang menurut
ketentuan harus
dipasang/dibuat
Sumber: W.A. Permono, Warta Konsumen Juli 2000.
45
Lampiran 3. Kuisioner Penelitian
KUISIONER PENELITIAN PENGARUH PELABELAN PERINGATAN KESEHATAN
TERHADAP POLA KONSUMSI ROKOK I. Identitas Responden Perokok
1. No. Kuisioner :
2. Nama :
3. Alamat :
4. Jenis Kelamin :
5. Usia :
6. Pendidikan terakhir :
a. SD d DIPLOMA
b. SMP e SARJANA
c SMP f. Lainnya (sebutkan)........................
7. Pekerjaan
a. Pelajar/ mahasiswa d. Wiraswasta
b. Pegawai Negeri e. Pensiunan
c. Pegawai Swasta f. Lainnya (sebutkan)....................
8. Pendapatan Rata – rata per Bulan :...........................rupiah
9. Satus Pernikahan:
a. Lajang b. Menikah c. Duda/janda
10. Pengeluaran untuk konsumsi rokok per bulan:............................Rupiah
II. Pengetahuan Konsumen tentang rokok yang di konsumsi.
1. Sudah erapa laama anda merokok?........................................tahun
2. Darimana anda mengetahui produk rokok yang di konsumsi?
a. Radio d. Dari orang lain
b. Promosi dalam toko e. Spanduk/umbul – umbul iklan di jalanan)
c. Poster f. Lainnya, sebutkan ……………
3. Sumber mana yang paling mempengaruhi anda dalam memilih rokok?
46
a. Teman e Televisi/radio
b Koran/majalah f. Mencoba
c. Keluarga g. Lainnya,(sebutkan)..................
d Papan iklan
4. Rokok merek apa saja yang biasa anda hisap?
Sebutkan……………………………………………………………………..
…..…………………………………………………………………………...
5. Jenis dan merek rokok apa yang sekarang anda konsumsi?
a. Kretek
b. Non Kretek
Sebutkan........................................................................
6. Mengapa anda merokok?
a. Membuat diri menjadi aktif f. Untuk merasakan kenikmatan
b. Membuat pikiran menjadi segar g. Seagai kebanggan
c. Mengusir kejenuhan h. Sebagai gaaya hidup
d. Untuk bersosialisasi i Lainnya, (sebutkan)......
e. Untuk melupakan segala masalah
7. Bagaimana perasaan anda jika tidak mengkonsumsi rokok?
a. Merasa ada yang kurang
b. Biasa saja
c. Lainnya,(sebutkan).......................................
8. Apa yang menjadi pertimbangan utamaa saat aanda membeli rokok?
a. Merek terkenal e. Berfilter
b Harga Murah f. Kemudahan diperoleh
c. Aroma yang khas g. Ukuran atang pas
d. Awet dihisap h. Kemasannya menarik
9. Cara aanda memutuskan dalam membeli rokok?
a. Terencana (sudah direncanakan meski persediaan masih ada)
b. Tergantung situasi (membeli jika persediaan rokok sudah habis)
c. Mendadak (berniat membeli pada saat melihat rokok)
d. Lainnya, (sebutkan)........................................................
10. Jika anda akan membeli rokok, biasanya anda....................
47
a. Menyediakan waktu khusus
b. Bersamaan dengan belanja barang lain
11. Apakah anda merokok 1 jenis rokok?
a. Ya
b. Tidak
III. Pengaruh pelabelan Peringatan Kesehatan terhadap Pola Konsumsi
Rokok
1. Apakah anda setuju dengan adanya label peringatan kesehatan terhadap
rokok?
a. Setuju, mengapa......................................................
b. Tidak setuju, mengapa,..............................................
2. Menurut anda, apakah perusahaan sudah benar/tepat dalam melakukan
pelabelan terhadap rokok?
a. Ya. Mengapa....................................................
b. Tidak, mengapa................................................
3. Jika pelabelan rokok menurut anda itu sangat penting, apakah anda akan
menaikkan atau menurunkan konsumsi rokok?
a. Menaikkan
b. Menurunkan
4. Jika menaikkan/menurunkan berapa jumlah yang akan ditambah/dikurangi?
a. Menambah …………………….. bungkus
b. Mengurangi …………………… bungkus
5. Dalam ukuran apa biasanya anda memeli rokok?
a. Per bungkus
b. Per batang
6. Jika membeli per bungkus, berapa bungkus rokok yang anda beli setiap
hari?
a. > 1 bungkus c. 2 bungkus
b. 1 bungkus d. < 2 bungkus
7. Apakah anda memperhatikan terhadap label peringatan kesehatan yang ada
didalam kemasan rokok yang anda konsumsi?
a. Ya, mengapa?.............................................................
48
b. Tidak, mengapa.........................................................
8. Jika membeli perbungkus, isi kemasan rokok yaang biasa anda beli?
a. Isi 10 batang c. Isi 16 batang
b. Isi 12 batang d. Isi 20 batang
9. Anggaran yang anda sediakan untuk membeli rokok perhari?Rp..............
10. Berapa pengeluaraan anda dalam perbelian rokok perbulan?Rp..................
11. Jika harga rokok favorit anda mengalaami kenaikan, apa yang anda
lakukan?
a. Tetap membeli rokok dengan merek yang sama
b Beralih pada merek rokok lain
c. Sementara tidak merokok
d. Lainnya, (sebutkan).......................................................
12. Apakah anda puas dengan rokok yang biasa anda beli?
a. Puas, mengapa?.....................................................
b Tidak puas, mengapa?..........................................
13. Apakah anda kesulitan mendapatkan merek rokok favorit anda?
a. Ya, mengapa........................................................
b. Tidak, mengapa...................................................
14. Tindakan anda saat merek rokok favorit anda sulit diperoleh?
a. Mencari ketempat lain
b Membeli rokok merek lain
c. Sementara tidak merokok
d. Lainnya, (sebutkan)....................................................................
48
Lampiran 4. Hasil Analisis menggunakan SPSS 15 Correlations
jenis kelamin usia pendidikan pekerjaan pendapatan terpengaruh/tidak Spearman's rho jenis kelamin Correlation Coefficient 1.000 .435(**) -.018 .082 .007 .276(*) Sig. (2-tailed) . .001 .894 .534 .959 .033 N 60 60 60 60 60 60 usia Correlation Coefficient .435(**) 1.000 -.098 .143 -.112 .493(**) Sig. (2-tailed) .001 . .456 .276 .395 .000 N 60 60 60 60 60 60 pendidikan Correlation Coefficient -.018 -.098 1.000 -.587(**) .606(**) .108 Sig. (2-tailed) .894 .456 . .000 .000 .412 N 60 60 60 60 60 60 pekerjaan Correlation Coefficient .082 .143 -.587(**) 1.000 -.349(**) -.079 Sig. (2-tailed) .534 .276 .000 . .006 .548 N 60 60 60 60 60 60 pendapatan Correlation Coefficient .007 -.112 .606(**) -.349(**) 1.000 .092 Sig. (2-tailed) .959 .395 .000 .006 . .486 N 60 60 60 60 60 60 terpengaruh/tidak Correlation Coefficient .276(*) .493(**) .108 -.079 .092 1.000 Sig. (2-tailed) .033 .000 .412 .548 .486 . N 60 60 60 60 60 60
** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). * Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed). Korelasi antara variabel dan pengaruh pelabelan Hipotesis: H0: tidak terdapat hubungan antara peubah dan pengaruh pelabelan H1: terdapat hubungan antara peubah dan pengaruh pelabelan Ket: Terpengaruh : 1 Tidak terpengaruh : 0
49
Statistik uji: rs (korelasi spearman) = 0.276 p-value = 0.033 Kesimpulan: Terdapat hubungan antara peubah jenis kelamin dengan pengaruh pelabelan pada taraf nyata 5% yang terlihat dari nilai p-value yang kurang dari alpha. Hubungan antara peubah tersebut ialah berbanding lurus yang terlihat dari tanda korelasi spearman yang positif. Responden pria lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan dibandingkan dengan wanita Ket: 1=pria 0=wanita Korelasi antara usia dan pengaruh pelabelan Hipotesis: H0: tidak terdapat hubungan antara peubah usia dan pengaruh pelabelan H1: terdapat hubungan antara peubah usia dan pengaruh pelabelan Statistik uji: rs (korelasi spearman) = 0.493 p-value = 0.000 Kesimpulan: Terdapat hubungan antara peubah usia dengan pengaruh pelabelan pada taraf nyata 5% yang terlihat dari nilai p-value yang kurang dari alpha. Hubungan antara peubah tersebut ialah berbanding lurus yang terlihat dari tanda korelasi spearman yang positif. Semakin tua usia seseorang maka lebih cenderung terpengaruh terhadap pelabelan dibandingkan orang yang berusia muda. Korelasi antara pendidikan dan pengaruh pelabelan Hipotesis : H0: tidak terdapat hubungan antara peubah pendidikan dan pengaruh pelabelan
50
H1: terdapat hubungan antara peubah pendidikan dan pengaruh pelabelan Statistik uji: rs (korelasi spearman) = 0.108 p-value = 0.412 Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara peubah pendidikan dengan pengaruh pelabelan yang terlihat dari nilai p-value yang lebih besar dari alpha (5%). Korelasi antara pekerjaan dan pengaruh pelabelan Hipotesis: H0: tidak terdapat hubungan antara peubah pekerjaan dan pengaruh pelabelan H1: terdapat hubungan antara peubah pekerjaan dan pengaruh pelabelan Statistik uji: rs (korelasi spearman) = -0.079 p-value = 0.548 Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara peubah pekerjaan dengan pengaruh pelabelan yang terlihat dari nilai p-value yang lebih besar dari alpha (5%). Korelasi antara pekerjaan dan pengaruh pelabelan Hipotesis: H0: tidak terdapat hubungan antara peubah pekerjaan dan pengaruh pelabelan H1: terdapat hubungan antara peubah pekerjaan dan pengaruh pelabelan Statistik uji: rs (korelasi spearman) = -0.092
51
p-value = 0.486 Kesimpulan: Tidak terdapat hubungan antara peubah pekerjaan dengan pengaruh pelabelan yang terlihat dari nilai p-value yang lebih besar dari alpha (5%). Ket: Terpengaruh : 1 Tidak terpengaruh : 0