10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Perineum a. Pengertian perineum Perineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan anus. 17 Jaringan yang utama menopang perineum adalah diafragma pelvis dan urogenitale. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan muskulus koksigeus di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot lebar yang berorigo dari permukaan posterior ramus pubis superior, dari permukaan dalam spina iskiadika, dan dari fasia obturatoria yang terletak di antara keduanya. 3 Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini : di sekitar vagina dan rectum untuk membentuk sfingter yang efisien bagi keduanya; pada persatuan garis tengah antara vagina dan rectum; pada persatuan garis tengan di bawah rektum; dan pada os koksigis. 3 Diafragma urogenitale terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di daerah segitiga antara tuberositas iskii dan simfisis pubis. Diafragma urogenitale terdiri dari muskulus perinealis transversalis profunda, muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna. 3 Sfingter ani eksternum dan internum, amat penting karena dapat sobek atau terpotong sekalipun pada persalinan normal. Hubungan antara sfingter eksternus dan internus sangat dekat. Kerusakan salah satu sfingter
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Perineum
a. Pengertian perineum
Perineum adalah otot, kulit, dan jaringan yang ada diantara kelamin dan
anus.17
Jaringan yang utama menopang perineum adalah diafragma pelvis
dan urogenitale. Diafragma pelvis terdiri dari muskulus levator ani dan
muskulus koksigeus di bagian posterior serta selubung fasia dari otot-otot
ini. Muskulus levator ani membentuk sabuk otot lebar yang berorigo dari
permukaan posterior ramus pubis superior, dari permukaan dalam spina
iskiadika, dan dari fasia obturatoria yang terletak di antara keduanya.3
Serabut otot berinsersi pada tempat-tempat berikut ini : di sekitar vagina
dan rectum untuk membentuk sfingter yang efisien bagi keduanya; pada
persatuan garis tengah antara vagina dan rectum; pada persatuan garis
tengan di bawah rektum; dan pada os koksigis.3
Diafragma urogenitale terletak di sebelah luar diafragma pelvis, yaitu di
daerah segitiga antara tuberositas iskii dan simfisis pubis. Diafragma
urogenitale terdiri dari muskulus perinealis transversalis profunda,
muskulus konstriktor uretra dan selubung fasia interna dan eksterna. 3
Sfingter ani eksternum dan internum, amat penting karena dapat sobek
atau terpotong sekalipun pada persalinan normal. Hubungan antara sfingter
eksternus dan internus sangat dekat. Kerusakan salah satu sfingter
11
meningkatkan kemungkinan inkontinensia rekti setelah persalinan per
vaginam.3
b. Robekan perineum
Robekan perineum adalah luka pada perineum sering terjadi saat proses
persalinan.17
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan
pertama dan tidak jarang juga pada persalinan berikutnya. Hal ini karena
desakan kepala atau bagian tubuh janin secara tiba-tiba, sehingga kulit dan
jaringan perineum robek.17
Namun hal ini dapat dihindarkan atau dikurangi
dengan jalan menjaga jangan sampai dasar panggul dilalui oleh kepala janin
dengan cepat.18
Robekan perineum, dibagi berdasarkan tingkat keparahan luka. Adapun
pembagiannya terdiri dari empat derajat, yakni :
1) Derajat pertama : kerusakan terhadap fourchette dan otot di bawahnya
terbuka.
2) Derajat kedua : dinding vagina posterior dan otot-otot perineum robek,
tetapi sfingter ani intak.
3) Derajat ketiga : sfingter ani robek, tetapi mukosa rektum intak.
4) Derajat keempat : kanalis ani terbuka, dan robekan meluas ke rektum.8
c. Penanganan robekan perineum
Terjadinya robekan atau laserasi pada perineum perlu segera ditangani
dengan hati-hati dan benar, kalau tidak segera ditangani akan sangat
membehayakan kondisi ibu karena kemungkinan terjadi infeksi pada luka
robekan yang sangat besar, karena pada saat jarum masuk jaringan tubuh
12
juga akan terjadi luka. Pada proses penjahitan robekan perlu diperhatikan
bahwa saat menjahit laserasi atau episiotomi harus digunakan benang yang
panjang dan diusahakan sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan
pendekatan dan hemostatis.18
Robekan derajat pertama mudah diperbaiki, hanya memerlukan satu
atau dua jahitan saja. Robekan derajat kedua atau ketiga memerlukan lebih
banyak perawatan dan perbaikan. Perbaikan derajat keempat memerlukan
keterampilan tinggi dan bagian ujung dari robekan sangat penting
diamankan karena dapat menimbulkan fistula rektovagina. Sfingter ani
mengalami retraksi kalau putus, karena itu perlu dicari ujung-ujungnya
untuk disatukan kembali dengan jahitan.8
Luka pada jalan lahir menimbulkan rasa nyeri yang bertahan selama
beberapa minggu setelah melahirkan. Pasien dapat pula mengeluhkan nyeri
ketika berhubungan intim.17
2. Nyeri
a. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan yang aktual dan potensial.
Menurut Smeltzer&Bare (2002), Nyeri adalah alasan utama seseorang untuk
mencari bantuan perawatan kesehatan.19
International Association for the
study of Pain (IASP) mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subyektif
dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan
13
kerusakan jaringan aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam
kejadian-kejadian di mana terjadi kerusakan.20
b. Proses Fisiologik
Suatu rangkaian proses elektrofisiologis terjadi antara kerusakan
jaringan sebagai sumber rangsang nyeri sampai dirasakan sebagai nyeri
yang secara kolektif disebut nosiseptif. Terdapat empat proses yang terjadi
pada suatu nosiseptif, yaitu sebagai berikut :
1). Proses Transduksi
Proses transduksi merupakan proses di mana suatu stimuli nyeri
(noxious stimuli) diubah menjadi suatu aktivitas listrik yang akan
diterima ujung-ujung saraf (nerve ending). Stimuli ini dapat berupa
stimuli fisik (tekanan), suhu (panas), atau kimia (substansi nyeri).21
2). Proses Transmisi
Transmisi melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat
transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula spinalis
dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula spinalis ke
otak.22
3). Proses Modulasi
Proses modulasi adalah proses dari mekanisme nyeri dimana terjadi
interaksi antara sistem analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh
kita dengan input nyeri yang masuk ke kornu posterior medula spinalis.
Jadi, proses ini merupakan proses desenden yang dikontrol oleh otak.21
14
Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin,
serotonin, dan noradrenalin; memiliki efek yang dapat menekan impuls
nyeri pada kornu posterior medula spinalis. Kornu posterior dapat
diibaratkan sebagai pintu yang dapat tertutup atau terbuka yang
dipengaruhi oleh sistem analgesik endogen tersebut di atas. Proses
medulasi ini juga memengaruhi subjektivitas dan derajat nyeri yang
dirasakan seseorang.21
4). Persepsi
Hasil dari proses interaksi yang kompleks dan unik yang dimulai
dari proses transduksi dan transmisi pada gilirannya menghasilkan suatu
perasaan subjektif yang dikenal sebagai persepsi nyeri. Faktor-faktor
psikologis dan kognitif akan bereaksi dengan faktor-faktor
neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri.21
c. Reseptor Nyeri
Kapasitas jaringan untuk menimbulkan nyeri apabila jaringan tersebut
mendapat rangsangan yang mengganggu bergantung pada keberadaan
nosiseptor. Nosiseptor adalah saraf aferen primer untuk menerima dan
menyalurkan rangsangan nyeri. Ujung-ujung saraf bebas nosiseptor
berfungsi sebagai reseptor yang peka terhadap rangsangan mekanis, suhu,
listrik, atau kimiawi yang menimbulkan nyeri.22
Berdasarkan letaknya, nosiseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagian tubuh yaitu pada kulit (kutaneus), somatic dalam (deep somatic), dan
pada daerah visceral. Oleh karena perbedaan letak nosireseptor inilah
15
menyebabkan nyeri yang timbul memiliki sensasi yang berbeda. Nosiseptor
kutenus berasal dari kulit dan subkutan.21
Reseptor jaringan kulit (kuteneus) terbagi dalam dua kelompok :
1) Serabut delta A
Serabut nyeri aferen cepat dengan kecepatan transmisi 6-30 m/detik.
Serabut ini memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang
apabila penyebab nyeri dihilangkan.21
Nyeri yang dihasilkan memiliki
lokalisasi yang jelas dengan kualitas menusuk, tajam, atau elektris. Nyeri
cepat timbul sebagai respon terhadap rangsangan mekanis atau suhu di
permukaan kulit tetapi tidak dirasakan di jaringan tubuh sebelah dalam.22
2). Serabut delta C
Serabut nyeri aferen lambat dengan kecepatan transmisi 0,5-2
m/detik.21
Nyeri yang dihasilkan memiliki lokalisasi yang kurang jelas
dengan kualitas seperti terbakar, berdenyut, atau pegal. Nyeri ini dapat
dipicu oleh rangsangan mekanis, suhu, atau kimiawi di kulit atau
sebagian besar jaringan atau organ dalam dan biasanya disertai kerusakan
jaringan.22
Beberapa zat kimia yang merangsang jenis nyeri kimiawi adalah
bradikinin, histamin, ion kalium, asam, asetilkolin, dan enzim proteolitik.
Selain itu, prostaglandin dan substansi P meningkatkan sensitivitas
ujung-ujung serabut nyeri tetapi tidak secara langsung merangsangnya.21
Substansi P adalah suatu neuropeptida yang menyebabkan vasodilatasi,
peningkatan aliran darah, edema disertai pembebasan lebih lanjut
16
bradikinin, pembebasan serotonin dari trombosit, dan pengeluaran
histamin dan sel mast.22
d. Teori Nyeri
Teori Kontrol Gerbang (Gate-Control)
Teori kontrol gerbang berusaha menjelaskan variasi persepsi nyeri
terhadap stimulasi yang identik. Teori ini dikemukakan oleh Melzack dan
Wall (1965), dimana mengkombinasikan fakta-fakta yang ada dari literatur
klinis dan dari neurofisiologi untuk menopang teori mereka.22
Teori ini
mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Menurut Clancy
dam Mc Vicar (1992), mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel
gelatinosa substansia di dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus,
dan sistem limbik.20
Prinsip dasar pada teori kontrol gerbang adalah :
1) Baik serat sensorik bermielin besar (L) yang membawa informasi
mengenai rasa raba dan propriosepsi dari perifer (serat A-α dan A-β)
maupun serat kecil (S) yang membawa informasi mengenai nyeri
menyatu di kornu dorsalis medula spinalis.22
2) Transmisi impuls saraf dari serat-serat aferen ke sel-sel transmisi (T)
medula spinalis di kornu dorsalis dimodifikasi oleh suatu mekanisme
gerbang di sel-sel substansia gelatinosa. Apabila gerbang tertutup,
impuls nyeri tidak dapat diteruskan. Apabila gerbang terbuka, impuls
nyeri merangsang sel T di kornu dorsalis dan kemudian naik melalui
17
medula spinalis ke otak, tempat impuls tersebut dirasakan sebagai
nyeri.22
3) Mekanisme gerbang spinal dipengaruhi oleh jumlah relatif aktivitas di
serat aferen primer berdiameter besar (L) dan berdiameter kecil (s).
aktivitas di serat besar cenderung menghambat transmisi nyeri
(menutup gerbang), sedangkan aktivitas di serat kecil cenderung