19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU Proses pembuatan kecap manis ampas tahu terdiri dari 4 tahap, yaitu : 1). persiapan ampas tahu, 2). pembuatan dan fermentasi koji, 3). pembuatan dan fermentasi moromi, dan 4). pemasakan. 1. Persiapan Ampas Tahu Limbah padat tahu atau biasa dikenal dengan ampas tahu merupakan hasil samping dari pabrik tahu. Ampas tahu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ampas tahu segar yang mengandung kadar air yang tinggi yaitu sekitar 89,82% bb sehingga diperlukan tahapan pengepressan untuk mengurangi kadar air ampas tahu tersebut agar sesuai dengan kadar air untuk pembuatan koji yang berkisar antara 75-80% (Snyder (1987). Pada kisaran kadar air tersebut kerja dari kapang akan optimum karena sesuai dengan kondisi pertumbuhannya. Proses pengepressan dilakukan dengan cara tradisional yaitu menggunakan kain saring. Ampas tahu ini memiliki kandungan protein yang cukup tinggi yaitu 2,12 % bb atau 20,82 % bk sehingga berpotensi sebagai bahan baku pembuatan kecap. Hasil analisis proksimat ampas tahu segar dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Analisis Proksimat Ampas Tahu Komposisi Ampas Tahu Segar Air (% bb) Protein (% bb) Lemak (%) Abu (% bb) Karbohidrat by difference (%) 89,82 ± 0,00 2,12 ± 0,05 2,20 ± 0,06 0,38 ± 0,01 5,48 ± 0,01 Setelah proses pengepressan, ampas tahu dikukus dengan dua perlakuan waktu pengukusan yaitu 15 dan 30 menit. Proses pengukusan ampas tahu ini bertujuan untuk mematikan mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi ampas tahu selama proses pembuatan tahu, proses pengepressan dan lain-lain yang dapat menghambat proses pertumbuhan kapang pada proses fermentasi koji. Waktu pengukusan selama 15 menit merupakan waktu minimal yang cukup untuk mematikan mikroba yang tahan panas, karena sebelumnya ampas tahu telah mengalami proses pengukusan dan penggilingan dengan panas yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi yang dapat menghambat penyerapan gizi yang terkandung dalam kedelai dan enzim lipoksigenase yang dapat menyebabkan bau langu, sehingga proses pengukusan ampas tahu tidak bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi maupun enzim lipoksigenase melainkan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan kapang. 2. Pembuatan dan Fermentasi Koji Ampas tahu yang telah mengalami proses pengukusan akan mengalami peningkatan kadar air. Data kadar air ampas tahu yang telah mengalami pengepressan dan pengukusan dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan grafik, kadar air ampas tahu
24
Embed
A. PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU · berperan dalam menghasilkan flavor kecap pada fermentasi koji yaitu kompleks enzim protease yang memberikan meaty flavor ... memenuhi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PROSES PEMBUATAN KECAP MANIS AMPAS TAHU
Proses pembuatan kecap manis ampas tahu terdiri dari 4 tahap, yaitu : 1). persiapan
ampas tahu, 2). pembuatan dan fermentasi koji, 3). pembuatan dan fermentasi moromi, dan 4).
pemasakan.
1. Persiapan Ampas Tahu
Limbah padat tahu atau biasa dikenal dengan ampas tahu merupakan hasil samping
dari pabrik tahu. Ampas tahu yang digunakan dalam penelitian ini merupakan ampas tahu
segar yang mengandung kadar air yang tinggi yaitu sekitar 89,82% bb sehingga
diperlukan tahapan pengepressan untuk mengurangi kadar air ampas tahu tersebut agar
sesuai dengan kadar air untuk pembuatan koji yang berkisar antara 75-80% (Snyder
(1987). Pada kisaran kadar air tersebut kerja dari kapang akan optimum karena sesuai
dengan kondisi pertumbuhannya. Proses pengepressan dilakukan dengan cara tradisional
yaitu menggunakan kain saring. Ampas tahu ini memiliki kandungan protein yang cukup
tinggi yaitu 2,12 % bb atau 20,82 % bk sehingga berpotensi sebagai bahan baku
pembuatan kecap. Hasil analisis proksimat ampas tahu segar dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Analisis Proksimat Ampas Tahu
Komposisi Ampas Tahu Segar
Air (% bb)
Protein (% bb)
Lemak (%)
Abu (% bb)
Karbohidrat by difference (%)
89,82 ± 0,00
2,12 ± 0,05
2,20 ± 0,06
0,38 ± 0,01
5,48 ± 0,01
Setelah proses pengepressan, ampas tahu dikukus dengan dua perlakuan waktu
pengukusan yaitu 15 dan 30 menit. Proses pengukusan ampas tahu ini bertujuan untuk
mematikan mikroorganisme yang mungkin mengkontaminasi ampas tahu selama proses
pembuatan tahu, proses pengepressan dan lain-lain yang dapat menghambat proses
pertumbuhan kapang pada proses fermentasi koji. Waktu pengukusan selama 15 menit
merupakan waktu minimal yang cukup untuk mematikan mikroba yang tahan panas,
karena sebelumnya ampas tahu telah mengalami proses pengukusan dan penggilingan
dengan panas yang bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi yang dapat
menghambat penyerapan gizi yang terkandung dalam kedelai dan enzim lipoksigenase
yang dapat menyebabkan bau langu, sehingga proses pengukusan ampas tahu tidak
bertujuan untuk menginaktivasi enzim anti-nutrisi maupun enzim lipoksigenase
melainkan untuk membunuh mikroorganisme yang dapat menghambat pertumbuhan
kapang.
2. Pembuatan dan Fermentasi Koji
Ampas tahu yang telah mengalami proses pengukusan akan mengalami
peningkatan kadar air. Data kadar air ampas tahu yang telah mengalami pengepressan dan
pengukusan dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan grafik, kadar air ampas tahu
20
setelah proses pengepressan mengalami penurunan dari 89,82% menjadi 75,22%, namun
kembali mengalami peningkatan kadar air setelah proses pengukusan baik selama 15
menit maupun 30 menit. Kadar air ampas tahu setelah dikukus selama 15 menit yaitu
81,44% lebih rendah dibandingkan dengan kadar air ampas tahu yang dikukus selama 30
menit yaitu 87,34%. Hal ini dikarenakan semakin lama waktu pengukusan maka semakin
banyak air/uap air yang terserap oleh ampas tahu.
Gambar 2. Grafik Kadar Air Ampas Tahu pada Perlakuan Pengepressan dan Pengukusan.
Setelah dikukus, ampas tahu didinginkan hingga suam-suam kuku sebelum
dicampur dengan tepung tapioka. Tepung tapioka yang akan dicampur dengan ampas tahu
terlebih dahulu disangrai selama 10 menit hingga kuning kecoklatan. Pada proses
pembuatan kecap Jepang, penyangraian dilakukan terhadap tepung gandum yang
bertujuan untuk menggelatinisasi pati gandum sehingga lebih mudah untuk dihidrolisis
dan dimanfaatkan oleh kapang, mudah menguapkan air, dan mematikan mikroorganisme
pengganggu (Huang dan Teng, 2004). Proses pencampuran ampas tahu dengan tepung
tapioka dilakukan dengan dua perlakuan untuk masing-masing perlakuan pengukusan
ampas tahu yaitu penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dan 10% dalam basis 1 kg
ampas tahu kukus. Pemilihan jumlah pencampuran tersebut diperkirakan mampu
menghasilkan tekstur koji yang padat dan mengurangi kadar air bahan baku sehingga
membantu proses pertumbuhan kapang. Menurut Sentot Prasasto (2008) jumlah tepung
yang ditambahkan dalam pembuatan koji kecap berkisar antara 0-10%. Tujuan
penambahan tepung pada pembuatan kecap ampas tahu ini adalah untuk memadatkan
massa ampas tahu sehingga lebih kokoh dan mudah ditumbuhi kapang serta
menambahkan suplai karbohidrat bagi pertumbuhan kapang. Penambahan tepung juga
berfungsi meningkatkan cita rasa dan aroma yang dihasilkan oleh terbentuknya asam-
asam organik dan alkohol dan senyawa penyusun flavor yang lain (Astawan, 2009).
Campuran ampas tahu kukus dan tapioka yang telah disangrai kemudian ditaburi
laru tempe sebanyak 5 gr untuk 1 kg campuran ampas dan tepung tapioka, lalu diaduk-
aduk sampai rata. Setelah itu ampas yang telah ditaburi laru tempe diletakkan di atas
tampah setebal 2 cm yang telah dialasi daun pisang dan ditutup dengan daun pisang.
Tampah diletakkan di tempat yang terhindar dari serangga dan sinar matahari langsung
selama 3 hari pada suhu ruang sampai koji terbentuk. Koji yang telah jadi dapat dicirikan
dengan penampakan koji yang tertutup sempurna oleh miselium kapang yang kompak dan
tidak mudah hancur/kokoh serta mengeluarkan aroma khas tempe. Koji yang terbentuk
setelah 3 hari memiliki ciri-ciri miselia yang berwarna putih sehingga dapat diduga
89,82
75,22
81,44
87,34
sebelum press setelah press
tanpa kukus
setelah press
kukus 15
menit
setelah press
kukus 30
menit
Kadar air % bb
21
kapang yang tumbuh pada koji merupakan kapang R.oryzae dan R.oligosporus. Hal ini
dikarenakan kapang R.oryzae memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih. Ketika
dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abu-abu
kecoklatan. Hifa kapang R. oryzae tidak bersepta dan tidak berwarna (jernih/hialin). Hifa
kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk, yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium.
Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ke bawah). Sprorangiofor
aadalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa
pembentuk spora dan berbentuk bulat, Suhu pertumbuhan maksimun adalah 33-36°C dan
suhu perturnbuhan optimum adalah + 30°C.
Kapang R.oligoporus juga memiliki karakteristik miselia yang berwarna putih.
Ketika dewasa, maka miselia putih akan tertutup oleh soprangium yang berwarna abu-
abu. Hifa kapang R. oligoporus tidak bersepta dan tidak berwarna (jemih/hialin). Hifa
kapang terspesialisasi menjadi 3 bentuk yaitu rhizoid, sporangiofor, dan sprorangium.
Rhizoid merupakan bentuk hifa yang menyerupai akar (tumbuh ko bawah). Sprorangiofor
adalah hifa yang menyerupai batang (tumbuh ke atas). Sporangium adalah hifa
pembentuk spora dan berbentuk bulat. Suhu pertumbuhan maksimun adalah 36-40°C dan
suhu pertumbuhan optimum adalah ± 33°C. R.oligosporus mempunyai aktivitas protease
dan lipase yang kuat dan dikombinasikan dengan sedikit aktivitas amylase, sedangkan
R.oryzae mempunyai aktivitas amylase yang lebih kuat (Shurtleff dan Aoyagi, 1979).
Menurut Fardiaz (1989), kebanyakan kapang bersifat mesofilik, yaitu tumbuh baik pada
suhu kamar. Suhu optimum pertumbuhan untuk kebanyakan kapang adalah sekitar 25-30 oC, tetapi beberapa dapat tumbuh pada suhu 35-37
oC. Kapang dapat tumbuh pada kisaran
pH 3-9 dengan kelembaban 60-90%.
Fermentasi koji merupakan tahap awal fermentasi kecap sehingga proses ini
menentukan kualitas produk akhir kecap yang dihasilkan. Perubahan kimia besar yang
terjadi pada proses ini adalah degradasi protein dan karbohidrat yang disebabkan oleh
enzim pemecah yang dihasilkan koji. Menurut Flegel (1988), ada dua macam enzim yang
berperan dalam menghasilkan flavor kecap pada fermentasi koji yaitu kompleks enzim
protease yang memberikan meaty flavor (gurih) dan enzim karbohidrase seperti α-
amilase, amiloglukosidae dan maltase yang berperan pada rasa manis.
Waktu fermentasi juga merupakan faktor penting dalam fermentasi koji. Menurut
Andesta (1987), perlakuan lama inkubasi koji tiga hari menghasilkan kandungan asam
nitrogen dan total nitrogen terbesar. Asam nitrogen berperan penting sebagai komponen
pembentuk flavor khas kecap. Selama masa fermentasi koji, fermentasi bahan
memberikan kelunakan, kemanisan, dan bau apek (jamuran) dimana pertumbuhan kapang
memenuhi seluruh permukaan hamparan kedelai. Menurut Wood (1982), inkubasi yang
terlalu cepat akan mengakibatkan kurang sempurnanya hidrolisa protein, sedangkan
menurut Steinkraus (1983), enzim yang dihasilkan oleh kapang akan sedikit dan tidak
akan menghasilkan komponen-komponen yang akan membentuk cita rasa khas kecap bila
waktu inkubasi terlalu cepat. Begitu pula bila waktu inkubasi yang terlalu lama akan
mengakibatkan produksi ammonia berlebihan sehingga terjadi pembentukan flavor yang
tidak dapat diterima (Wood, 1982).
22
Gambar 3. Penampakan koji setelah inkubasi 3 hari
Menurut Yokotsuka dan sasaki (1998), kontaminan yang dapat tumbuh pada
fermentasi koji adalah Bacillus subtilis dan Rhizopus nigrificans. Bacillus subtilis muncul
ketika suhu dan kelembaban udara yang terlalu tinggi pada koji, sedangkan Rhizopus
nigrificans muncul ketika suhu pada koji terlalu rendah. Kontaminasi oleh Bacillus
subtilis yang terlalu banyak akan mengakibatkan pertumbuhan kapang pada koji terhenti
dan menyebabkan kenaikan total protease dan aktivitas protease alkali, tetapi menurunkan
daya cerna protein sebanyak 2-3%. Setelah inkubasi selama 3 hari, koji yang telah jadi
lalu dipotong kecil-kecil yang bertujuan untuk memudahkan proses pengeringan. Proses
pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven selama 4 jam pada suhu sekitar 50 –
60 oC. Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air dari koji yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba pada proses fermentasi moromi sekaligus untuk
mempermudah proses ekstraksi, karena koji tidak mudah hancur dan larut dalam filtrat.
Kadar air koji kering yang baik untuk dilanjutkan ke proses fermentasi moromi adalah
<12% bb (Tarwiyah, 2001). Koji yang telah dikeringkan dapat disebut sebagai koji
kering. Selama proses pengeringan terjadi penurunan kadar air koji secara drastis yaitu
menjadi 7,38% (Tabel 8) untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 5%
dan 7,19% untuk koji dengan penambahan tepung tapioka sebanyak 10%. Menurut
Junaedi (1987), faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses pembuatan koji
adalah kadar air bahan baku, kelembaban ruang, suhu aerasi dan waktu fermentasi.
Tabel 8. Kadar air koji kering
Perlakuan Koji Kadar Air (%b/b)
Koji kering Penambahan 5% tapioka
Koji kering Penambahan 10% tapioka
7,38 ± 0,01
7,19 ± 0,01
3. Pembuatan dan Fermentasi Moromi
Tahapan selanjutnya adalah fermentasi moromi. Tahapan fermentasi ini disebut
juga dengan fermentasi garam. Menurut Fukushima (2003), larutan garam yang
digunakan berkisar 20-23%. Pada fermentasi ini, koji yang telah mengalami proses
pengeringan dicampur dengan larutan garam 23%. Larutan garam ini berfungsi sebagai
media fermentasi, selektor mikroorganisme yang diharapkan tumbuh yaitu BAL dan
khamir yang dianggap dapat menimbulkan flavor dan aroma khas kecap, menghentikan
pertumbuhan kapang lebih lanjut karena akan menyebabkan perubahan yang tidak
diinginkan (perubahan warna) dan menghilangkan rasa pahit yang disebabkan adanya
pemecahan protein oleh enzim protease. Kadar garam yang terlalu tinggi menimbulkan
tekanan osmotik serta jumlah ion-ion garam yang tinggi pula. Kedua kondisi tersebut
dapat mengganggu pertumbuhan dan merusak sel-sel khamir. Tingkat kadar garam
23
berpengaruh secara signifikan terhadap populasi khamir selama tahap fermentasi garam.
Semakin tinggi kadar garam semakin drastis penurunan total khamir yang terjadi.
Koji yang telah kering direndam dalam larutan garam 23% dengan perbandingan
tiap 100 gram koji direndam dalam 1 liter larutan garam di wadah toples plastik hingga
terendan sempurna dan ditutup dengan kain saring untuk menciptakan suasana anaerob
fakultatif untuk lingkungan pertumbuhan mikroorganisme yang diinginkan untuk tumbuh.
Proses fermentasi ini berlangsung selama 1 dan 2 bulan. Menurut Suprapti (2005), lama
fermentasi moromi untuk pembuatan kecap ampas tahu dilakukan minimal 1-2 bulan
namun jangan lebih dari dua bulan. Perendaman dalam larutan garam selama 1 bulan
dipandang dari segi aktivitas proteolitiknya telah mencapai titik optimum dan
peningkatan jumlah total nitrogen cukup tinggi. Akan tetapi, semakin lama proses
perendaman maka semakin baik flavor yang dihasilkan karena makin terbentuk alkohol
dan senyawa-senyawa organik lainnya.
Fermentasi ini dilakukan dengan beberapa perlakuan selama proses fermentasi
berlangsung, diantaranya proses pengadukan, penjemuran di bawah sinar matahari dan
penambahan larutan garam pada waktu-waktu tertentu dengan konsentrasi yang lebih
rendah dibandingkan pada awal penambahan larutan garam untuk mencegah konsentrasi
garam yang terlalu tinggi sehingga dapat menyebabkan mikroorganisme halotoleran
inaktif. Proses pengadukan menurut Heseeltine dan Wang (1980) di dalam Steinkraus
(1983) bertujuan untuk memberikan aerasi yang cukup untuk pertumbuhan khamir,
mengontrol keseragaman suhu, mencegah tumbuhnya mikroorganisme anaerobik yang
tidak diinginkan dan untuk mengeluarkan karbondioksida. Selain itu, proses pengadukan
juga berfungsi untuk menghomogenkan larutan garam karena garam cenderung kembali
membentuk kristal. Pengadukan dilakukan dua kali sehari baik sebelum dijemur dan
sesudah dijemur dengan menggunakan pengaduk kayu. Pengadukan yang berlebihan
dapat menyebabkan koji menjadi hancur sehingga warna filtrat yang dihasilkan menjadi
lebih pekat. Selain itu, pengadukan yang berlebihan menyebabkan aroma filtrat hilang
karena terlalu banyak kontak dengan udara. Hal ini disebabkan karena filtrat
mengandung senyawa volatil dimana salah satu tahapan fermentasi yang terjadi adalah
fermentasi alkohol yang dilakukan oleh khamir. Proses penjemuran di bawah sinar
matahari dilakukan dengan membuka tutup toples yaitu kain saring agar sinar matahari
dapat masuk seluruhnya ke dalam toples. Penjemuran ini bertujuan untuk memanfaatkan
sinar UV untuk membunuh mikroorganisme pembusuk yang mungkin tumbuh pada
moromi. Sinar ultraviolet menyebabkan bakteri yang berada di udara atau yang berada
dilapisan permukaan suatu benda yang terpapar sinar ultraviolet akan mati. Sinar
ultraviolet memiliki kemampuan untuk mempengaruhi fungsi sel makhluk hidup dengan
mengubah material inti sel atau DNA, sehingga makhluk tersebut mati (Purwakusuma,
2007).
Selama fermentasi moromi, terdapat beberapa mikroorganisme yang berperan
penting, seperti Pediococcus halophilus, Zygosaccaromyces rouxii, dan Candida sp.
Pediococcus halophilus merupakan bakteri asam laktat yang berperan menghasilkan asam
laktat dan asam asetat dari gula sederhana hasil pemecahan enzim pada fermentasi koji
yang akan menurunkan pH larutan garam menjadi 4.8-5.0. Menurut Syaripuddin (1995),
terjadinya penurunan pH mencapai dibawah 5.5 memberikan isyarat yang tepat untuk
pengalihan fermentasi dari fermentasi asam laktat ke fermentasi alcohol oleh khamir.
Pada tahap ini enzim proteolitik dan glutaminase masih aktif. Setelah pH turun,
24
pertumbuhan Pediococcus halophilus akan digantikan oleh Zygosaccaromyces rouxii,
yaitu khamir osmofilik yang berperan dalam fermentasi alkoholik. Zygosaccaromyces
rouxii akan mengubah sisa gula sederhana menjadi etanol dan beberapa komponen flavor.
Pada tahap akhir fermentasi moromi, khamir halofilik Candida sp.akan tumbuh dan
menghasilkan senyawa fenolik seperti 4-etil-guaiacol yang penting untuk pembentukan
aroma (Fukushima, 2003).
Berdasarkan sumber mikroba yang berpengaruh dalam fermentasi, fermentasi
dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu fermentasi spontan dan fermentasi tidak
spontan. Fermentasi spontan terjadi pada makanan yang dalam pembuatannya tidak
ditambahkan mikroba dalam bentuk starter tetapi mikroba yang berperan aktif dalam
proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya yang
dibuat sesuai dengan pertumbuhannya (Fardiaz, 1992). Fermentasi moromi dalam
pembuatan kecap ini merupakan fermentasi spontan dimana kedua jenis mikroorganisme
tersebut tumbuh secara spontan karena kondisi lingkungan yang mendukung dan selektif.
Moromi pada tahap awal tidak memiliki aroma kecap yang terlalu banyak akan
tetapi masih memberikan aroma seperti koji (Nunomura dan sasaki, 1992). Fermentasi
moromi merupakan tahapan yang paling berkontribusi dalam pembantukan flavor kecap.
Komponen-komponen flavor terutama dibentuk selama fermentasi khamir. Aroma yang
menyenangkan dan flavor dari produk akhir kecap sebagian besar terbentuk dari aktivitas
khamir. Proses fermentasi moromi berperan dalam pembentukan prekursor flavor kecap
manis dengan cara mendegradasi koji menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana. Enzim
yang dikeluarkan oleh kapang masih bekerja terus sedangkan kapangnya sendiri mati
dalam larutan garam (Yong dan Wood, 1997).
4. Pemasakan
Moromi yang dihasilkan dari fermentasi garam selama 1 maupun 2 bulan
ditambahkan air dengan perbandingan 1,5 liter untuk setiap 1 liter moromi. Setelah itu
dilakukan pasteurisasi pada suhu sekitar 60-70 oC di atas kompor selama kurang lebih 15-
20 menit. Menurut Huang dan Teng (2004), proses pasteurisasi berguna untuk: 1).
mematangkan flavor kecap dengan menghilangkan flavor kecap yang tidak diinginkan
dan menginduksi flavor, misalnya aldehid dan asetal, 2). membunuh mikroorganisme
hidup dalam proses fermentasi untuk menjamin kualitas, 3). menginaktivasi seluruh
enzim yang terlarut dalam kecap, 4). meningkatkan intensitas warna dengan
meningkatkan melanin, dan 5). meningkatkan kecerahan dengan mengendapkan
koagulan. Setelah proses pasteurisasi selesai, cairan tersebut disaring dengan kain saring.
Cairan hasil penyaringan ini disebut dengan kecap mentah.
Cairan kecap mentah dipindahkan ke dalam panci, kemudian ditambahkan
campuran gula merah yaitu gula kelapa dan gula aren dengan perbandingan 1:1 sebanyak
1,5 kg untuk setiap 1 L kecap mentah, lalu dimasak hingga mendidih selama sekitar 45
menit. Rasio pemilihan campuran gula kelapa dengan gula aren dengan perbandingan 1:1
dikarenakan terdapat kelebihan dan kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing gula.
Gula aren memiliki warna yang lebih hitam dan sifat higroskopis yang rendah sehingga
tidak mudah menyerap air dan berubah menjadi cair, namun aroma dan rasa yang
dimilikinya sangat tajam dan kurang manis dibandingkan dengan gula kelapa. Sedangkan
gula kelapa memiliki cita rasa yang lebih baik dari gula aren, namun sifat higroskopisnya
lebih tinggi sehingga cepat mencair. Dengan pertimbangan tersebut maka diharapkan
25
dengan pencampuran kedua gula akan memberikan cita rasa yang enak dan warna kecap
yang lebih hitam. Selama proses pemasakan, ditambahkan bumbu yang telah disiapkan
dengan perbandingan bumbu dan kecap mentah sebesar 5 g campuran bumbu untuk setiap
1 liter kecap mentah. Proses pemasakan dilakukan dengan mengaduk kecap mentah
tersebut hingga mendidih, setelah kecap mendidih ditambahkan pengental yaitu 6 sendok
teh larutan maizena (8 gram pati jagung atau maizena yang dilarutkan dalam 50 ml air
matang) untuk setiap 1 liter kecap mentah.
Pati jagung atau yang lebih dikenal sebagai maizena adalah pati yang berasal dari
sari pati jagung dengan kandungan pati dan kandungan gluten yang tinggi (Direktorat
Gizi Departemen Kesehatan RI, 1990). Pati jagung pada umumnya mengandung 74 –
76% amilopektin dan 24–26 % amilosa. Beberapa sifat pati jagung adalah tidak larut pada
air dingin tetapi larut dalam air panas, dapat membentuk gel yang bersifat kental sehingga
dapat mengatur tekstur dan sifat gelnya. Granula pati jagung dapat menyerap air dan
membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap
dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi
perusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan
struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air,
sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah
gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air Oleh
karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Anonymous, 2004).
Diketahui kadar amilosa pada pati jagung sebesar 25-30% sedangkan amilopektin
50-75%. Selama proses pemasakan dilakukan proses pengadukan secara terus menerus
untuk menghindari terjadinya kerak dan over karamelisasi pada kecap yang berada di
dasar panci. Selain waktu pemasakan, indikator yang digunakan dalam penentuan kecap
tersebut telah masak adalah dengan melihat kekentalannya dengan cara mengambil satu
sendok kecap dan dimiringkan, apabila kecap jatuh secara lambat dan terus menerus maka
kecap telah masak dan proses pemasakan dihentikan. Proses pemasakan ini bertujuan
untuk mematikan mikroorganisme, menginaktivasi kerja enzim dan untuk meningkatkan
kualitas kecap terutama dari segi flavor dan warna kecap.
Proses pemasakan merupakan tahapan penting dalam menentukan warna dan
flavor kecap. Hal ini dikarenakan selama proses pemasakan terjadi dua reaksi penting
yaitu reaksi karamelisasi dan reaksi maillard. Kedua reaksi tersebut tidak hanya
menyebabkan peningkatan warna dari kecap tetapi juga meningkatkan flavor. Diketahu
bahwa total kandungan dari aldehid, diasetil, asetilpropionil, asetilbutiril dan komponen
bebas fenolik meningkat selama pemasakan. Pada proses pemasakan terjadi reaksi
karamelisasi yaitu saat pemasakan gula dan reaksi maillard antara gula dan kecap mentah.
Reaksi karamelisasi selain menentukan warna kecap yang dihasilkan juga mempengaruhi
rasa kecap. Hal ini dikarenakan selain menghasilkan pigmen karamel yang berwarna
coklat, reaksi karamelisasi juga berhubungan dengan pembentukan flavor. Senyawa 3-
deoksiosilosa yang merupakan senyawa intermediet yang dihasilkan dari tahap dehidrasi
pada reaksi karamelisasi, tidak hanya menyebabkan pembentukan warna coklat tetapi
juga berperan dalam menghasilkan senyawa volatil yang berkaitan dengan flavor karamel
(Eskin et al., 1971).
Saat reaksi karamelisasi terjadi reaksi pemecahan komponen gula kompleks
menjadi senyawa gula sederhana, senyawa gula tersebut akan berinteraksi dengan asam
amino yang berasal dari cairan hasil penyaringan moromi, dimana reaksi ini disebut
26
dengan reaksi maillard. Reaksi maillard menghasilkan komponen volatil yang akan
menentukan flavor kecap. Hal ini ditunjukkan dengan jenis komponen volatil yang
terbentuk di dalam kecap sebagian besar merupakan hasil reaksi maillard seperti furan,
pirazin, sebagian aldehid dan keton, pirol, piran dan tiazol (Wiratma, 1994). Selain
menghasilkan komponen volatil, reaksi maillard juga menghasilkan pigmen melanoidin
yang berwarna coklat yang menyebabkan kecap mempunyai warna coklat kehitaman.
Setelah proses pemasakan selama sekitar 40 menit, dilakukan penyaringan
menggunakan kain saring dalam kondisi yang masih panas. Penyaringan ini berfungsi
untuk memisahkan kotoran fisik yang terbawa oleh bahan baku gula merah dan bumbu
yang tidak larut. Kecap yang telah disaring didinginkan di wadah selama beberapa jam
setelah itu siap dibotolkan dan dianalisis lebih lanjut.
B. Analisis Sifat Fisik Kecap Manis Ampas Tahu
Parameter yang cukup penting dalam penentuan kualitas kecap manis adalah sifat
fisik yang meliputi total padatan terlarut dan viskositas.
a. Total Padatan Terlarut
Analisis total padatan terlarut dilakukan untuk mengamati padatan terlarut
yang dihasilkan selama proses fermentasi. Hal ini disebabkan karena selama proses
fermentasi moromi akan menghasilkan senyawa-senyawa sederhana yang larut
dalam filtrat, sehingga analisis total padatan terlarut ini perlu dilakukan. Total
padatan terlarut erat hubungannya dengan kadar gula produk, karena TPT diukur
berdasarkan persentase gula produk. Analisis total padatan terlarut dilakukan pada
kedelapan sampel kecap manis ampas tahu dimana setiap perlakuan terdapat tiga
kali ulangan percobaan dengan masing-masing pengukuran dilakukan secara simplo.
Dari hasil uji TPT dengan refraktometer diperoleh nilai total padatan terlarut
dari kedelapan perlakuan berkisar antara 71.33–76 obrix. Nilai total padatan terlarut
tertinggi didapatkan pada sampel kecap manis ampas tahu pada perlakuan lama
pengukusan 15 menit, penambahan tepung tapioka sebanyak 5% dengan lama
fermentasi selama 2 bulan sebesar 76.00 ± 0.71 obrix (Tabel 9). Hal-hal lain yang
dapat mempengaruhi total padatan terlarut pada kecap manis ampas tahu adalah
banyaknya gula yang digunakan, jenis gula, kadar garam, pengental, bumbu dan
lain-lain. Jenis gula yang digunakan pada pembuatan kecap manis ampas tahu
adalah gula kelapa dan gula aren yang berbeda karakteristiknya. Gula aren memiliki
kadar sukrosa paling tinggi yaitu 40,5% dibandingkan gula kelapa yaitu 38% namun
memiliki total gula yang lebih rendah yaitu 89,2% dibandingkan dengan gula kelapa
yang memiliki total gula sebesar 91,4% (Itoh et al., 1985).
Tabel 9. Total Padatan Terlarut (obrix) Kecap Manis Ampas Tahu