1 A. Judul Program Uji Efektifitas Ekstrak Daun Biduri (Calotropis gigantea) sebagai Antifertilitas pada Keong Emas (Pomacea canaliculata). B. Latar Belakang Masalah Peningkatan jumlah penduduk tiap tahun menjadi suatu pemikiran terkait dengan masalah pangan. Adanya beberapa hama pertanian dan perkebunan mempengaruhi produksi atau hasil panen tiap tahunnya. Fluktuasi hasil panen terkadang menjadi suatu kendala dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Kekurangan stok bahan ini diselesaikan dengan mengimpor dari luar negeri. Salah satu contoh hama yang meresahkan para petani adalah siput murbai/keong mas (Pomacea canaliculata). Hewan ini pertama kali diintroduksi dari Argentina ke Taiwan sebagai produk komersial pada tahun 1980 (Mochida 1991). Kemudian tersebar luas di Asia sebagai pakan ternak sumber protein yang murah (Matienzo 1984; Anderson 1993). Kurang adanya perhitungannya tentang kehidupan ekologisnya menjadikan hewan ini berkembang pesat sebagai hama pertanian, khususnya pada tanaman padi. Beberapa cara pengendalian telah diterapakan, baik berupa tindakan mekanis, pestisida, serta penggunaan tanaman varietas unggul dalam rangka menanggulangi serangan hama ini. Pemakaian agen pestisida yang bersifat toksik bisa saja mengurangi jumlah populasi dalam waktu sesaat. Namun ketika penerapan agen pestisida ini tidak dilakukan secara tepat, efek yang dihasilkan hanyalah sedikit bahkan bisa menimbulkan efek negatif terhadap komoditas pertanian yang akan dipanen. Konsep pengendalian hayati perlu diterapkan, yaitu dengan menekan perkembangbiakannya menggunakan agen antifertil sehingga populasinya di lahan tidak meningkat dengan cepat. Adanya senyawa produk alami dari bagian tubuh tanaman dapat dijadikan sebagai alternatif bahan biopestisida (Rice, 1984). Senyawa alami ini mudah terurai di alam, sehingga tidak bersifat sebagai bahan pencemar yang berbahaya bagi manusia dan ternak. Diketahui sifat biopestisida dapat dapat menghambat penetasan telur pada keong mas yang kerap menjadi hama tanaman padi. Selain
31
Embed
A. Judul Program · 2018-11-26 · 1 A. Judul Program Uji Efektifitas Ekstrak Daun Biduri (Calotropis gigantea) sebagai Antifertilitas pada Keong Emas (Pomacea canaliculata). B. Latar
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
A. Judul Program
Uji Efektifitas Ekstrak Daun Biduri (Calotropis gigantea) sebagai
Antifertilitas pada Keong Emas (Pomacea canaliculata).
B. Latar Belakang Masalah
Peningkatan jumlah penduduk tiap tahun menjadi suatu pemikiran terkait
dengan masalah pangan. Adanya beberapa hama pertanian dan perkebunan
mempengaruhi produksi atau hasil panen tiap tahunnya. Fluktuasi hasil panen
terkadang menjadi suatu kendala dalam pemenuhan kebutuhan pangan.
Kekurangan stok bahan ini diselesaikan dengan mengimpor dari luar negeri.
Salah satu contoh hama yang meresahkan para petani adalah siput
murbai/keong mas (Pomacea canaliculata). Hewan ini pertama kali diintroduksi
dari Argentina ke Taiwan sebagai produk komersial pada tahun 1980 (Mochida
1991). Kemudian tersebar luas di Asia sebagai pakan ternak sumber protein yang
murah (Matienzo 1984; Anderson 1993). Kurang adanya perhitungannya tentang
kehidupan ekologisnya menjadikan hewan ini berkembang pesat sebagai hama
pertanian, khususnya pada tanaman padi.
Beberapa cara pengendalian telah diterapakan, baik berupa tindakan
mekanis, pestisida, serta penggunaan tanaman varietas unggul dalam rangka
menanggulangi serangan hama ini. Pemakaian agen pestisida yang bersifat toksik
bisa saja mengurangi jumlah populasi dalam waktu sesaat. Namun ketika
penerapan agen pestisida ini tidak dilakukan secara tepat, efek yang dihasilkan
hanyalah sedikit bahkan bisa menimbulkan efek negatif terhadap komoditas
pertanian yang akan dipanen. Konsep pengendalian hayati perlu diterapkan, yaitu
dengan menekan perkembangbiakannya menggunakan agen antifertil sehingga
populasinya di lahan tidak meningkat dengan cepat.
Adanya senyawa produk alami dari bagian tubuh tanaman dapat dijadikan
sebagai alternatif bahan biopestisida (Rice, 1984). Senyawa alami ini mudah
terurai di alam, sehingga tidak bersifat sebagai bahan pencemar yang berbahaya
bagi manusia dan ternak. Diketahui sifat biopestisida dapat dapat menghambat
penetasan telur pada keong mas yang kerap menjadi hama tanaman padi. Selain
2
itu, penggunaan pestisida sintetis yang harganya lebih mahal, bisa membahayakan
tanaman serta kesehatan konsumen oleh adanya residu toksik (Arinefril, 2007).
Tumbuhan biduri (Calotropis gigantea) merupakan tanaman yang banyak
dimanfaatkan, baik dari bagian daun, batang, ataupun akarnya. Kandungan kimia
pada daun diantaranya flavonoid, polifenol, tanin, dan kalsium oksalat serta
saponin (Kongkow, 2007). Adanya senyawa tersebut sebagian mempunyai sifat
toksik pada sel atau jaringan, diduga juga bersifat teratogenik untuk beberapa
embrio hewan uji.
Dari uji ekstrak dari bahan Calotropis gigantea yang digunakan,
mempunyai LC50 = 86,00 mg/L mampu mematikan lebih 90 % keong mas
berdiameter 3-5 mm setelah inkubasi 72 jam. Ekstrak air Calotropis gigantea
terbukti bersifat lebih toksik untuk keong mas berukuran diameter operculum 20-
30 mm dibandingkan dengan ekstrak etanol Calotropis gigantea
(Chobchuenchum et al, 2004b).
Mengingat adanya potensi toksisitas dari ekstrak air Calotropis gigantea,
berupa aktifitas moluskisida pada keong mas, perlu adanya penelitian untuk
menguji sifat antifertilitas ekstrak air bahan pada hewan hama pertanian . Sifat
antifertilitas ini bisa diuji pada keong emas yang dianggap sebagai hama pertanian
untuk menekan pertumbuhan populasinya tinggi. Berdasarkan uraian tersebut
maka penelitian ini dilakukan untuk menguji sifat antifertilitas ekstrak air daun
biduri (Calotropis gigantea) dengan variasi konsentrasi ekstrak pada keong mas
(Pomacea canaliculata). Ekstrak daun ini dikenakan pada hewan uji dalam bentuk
LC50-72 jam, kemudian dilakukan pengamatan struktur histologis organ
reproduksinya untuk menentukan keberhasilan uji perlakuan.
C. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh ekstrak air daun biduri (C. gigantea) terhadap
fertilitas organ reproduksi keong mas (P. canaliculata)?
2. Berapakah besar konsentrasi efektif ekstrak air daun biduri (C. gigantea)
yang berpengaruh terhadap fertilitas organ reproduksi keong mas jantan
(P. canaliculata)?
3
D. Tujuan Program
1. Untuk mengetahui pengaruh ekstrak air daun biduri (C. gigantea) terhadap
fertilitas organ reproduksi keong mas (P. canaliculata)?
2. Untuk mengetahui besar konsentrasi efektif ekstrak air daun biduri (C.
gigantea) yang berpengaruh terhadap fertilitas organ reproduksi keong mas
jantan (P. canaliculata)?
E. Luaran yang Diharapkan
Adapun luaran yang diharapkan dari penelitian ini yaitu sebagai informasi
tentang bahan alternatif biopestisida yang mudah didapatkan dan dipergunakan
sebagai agen pengendali hama dalam betuk publikasi ilmiah atau seminar.
F. Kegunaan Program
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Menjadi informasi yang berguna bagi masyarakat yaitu tentang potensi
daun biduri (C. gigantea) untuk menanggulangi pertumbuhan populasi
hama Keong Mas (P. canaliculata).
2. Bermanfaat bagi peneliti, yaitu menambah pengetahuan dan pengalaman
dalam penanggulangan hama pertanian serta menjadi sumber motivasi
untuk melakukan penelitian lebih lanjut ataupun penelitian lain.
3. Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan acuan dalam melakukan
penelitian lebih lanjut dalam hal penggunaan daun biduri (C. gigantea)
sebagai biomoluskisida yang aman dan ramah lingkungan.
4. Mendorong masyarakat agar senang membudidayakan daun biduri (C.
gigantea) di lingkungan rumah atau dalam skala perkebunan.
4
G. Tinjauan Pustaka
1. Keong Mas
a. Klasifikasi
Phylum : Mollusca
Classis : Gastropoda
Subclass : Prosobranchia
Ordo : Megagastropoda
Familia : Ampullariidae
Genus : Pomacea
Species : Pomacea canaliculata L. (Cowie, 2006).
Pomacea canaliculata merupakan hewan asal Argentina yang
diintroduksi ke Asia (Mochida,1991 dalam Molluscan Research, 2004 ).
Hewan yang sering disebut sebagai keong mas ini dikenalkan di Indonesia
khususnya di daerah Yogyakarta sebagai hewan aquarium pada tahun
1981 (Wahyu, 1996 dalam Suharto, 2002).
b. Morfologi dan Anatomi
Hasil identifikasi dari Agricultural Development in American
Pacific Project (2003) menyebutkan bahwa keong emas mempunyai
bentuk cangkang yang bulat dan melingkar. Cangkangnya tidak
mengerucut dan berwarna cokelat keemasan dengan tubuh lunak berwarna
putih krem hingga coklat keemasan. Cangkang memiliki bagian suture
yang membentuk sudut 90° di ujung akhirannya. Whorl dihubungkan
dengan suture yang sangat dalam dan bagian ujung konde cangkang yang
tumpul (Ghesquiere,1998b). Bagian perut juga akan terjulur dari cangkang
yang digunakan sebagai alat gerak yang dikenal sebagai kaki perut
(gastropoda).
Bagian anterior tubuh terdapat mulut, tampak juga sepasang
tentakel kepala dan tentakel mulut. Sepasang mata terlihat dibelakang
tentakel yang dihubungkan dengan sistem syaraf (Ghesquire, 1998c).
Saluran pencernaan dengan bentuk mengikuti alur lingkaran cangkang,
mulut berhubungan langsung dengan esofagus menuju intestinum dan
berakhir pada kelenjar digestoria. Sistem ekskresi berupa ginjal yang
5
terbagi menjadi dua yaitu anterior dan posterior. Jantung terletak di
bagian anterior jantung ginjal posterior, sedang sisi anteriornya terdapat
palium (Pulmo) dan ctenidium (branchia) bagian dari sistem respirasinya.
Keong mas (Pomacea canaliculata) mengeluarkan telur dengan warna
merah jambu ini diketahui sebagai jenis yang berpotensi menjadi hama.
c. Reproduksi
Fox (1994) menyebutkan bahwa keong emas bersifat unisexual,
namun dari morfologi luarnya sulit dibedakan jenis kelaminnya. Menurut
Sabastian (2003), operculum pada individu jantan tampak cembung
dengan tepi mulut melengkung keluar dan yang betina tampak cekung
dengan tepi mulut melengkung kedalam.
Keong emas jantan mempunyai penis sebagai alat kopulasi, yang
terletak di bagian ujung kanan mantel (Andrews, 1964, dalam Riani,
1992). Sedangkan yang betina memiliki kantung kelenjar albumen tampak
membesar. Pada pernyataan Albrecht et al. (1996), peristiwa kopulasi
terjadi pada individu-individu dalam beberapa waktu, di dalam air. Waktu
yang dibutuhkan oleh beberapa pasangan yang sedang melakukan
kopulasi dapat mencapai 18 jam. Sekali mengeluarkan telur yang
dilaporkan Fujio et al. (1991), dapat mencapai 230 telur dalam
kelompokan telur.
Studi di Hawai pada spesies ini menyebutkan bahwa besarnya sex
rasionya 1:1 di lingkungan, tetapi populasi betina dapat tumbuh lebih
banyak dibanding populasi jantan (Cowie, 2006).
Dari sumber yang dilaporkan, spesies ini dapat berganti kelamin
yang terjadi selama periode aestivasi (Keawjam, 1987; Keawjam and
Upatham, 1990).
Keong mas dapat hidup hingga ± 3 tahun dengan siklus hidup ± 60
hari. Pada malam hari, telur diletakkan menempel pada tumbuhan, tepian
parit sawah dan benda-benda lain (ranting, bilah bambu, dan batu) diatas
permukaan air setelah telur dikeluarkan, dengan tujuan untuk menghindari
predator akuatik, atau sebagai respon dari rendahnya kadar oksigen di
habitat akuatiknya (Snyder and Snyder, 1971). Setelah inkubasi selama 7
6
– 14 hari telur menetas tumbuh menjadi keong muda setelah berumur 15-
25 hari. Umur 49 – 59 hari, keong telah dewasa dan telah siap untuk
menerima pasangan, dan menghasilkan keturunan dalam jumlah yang
relatif banyak. Waktu kawin terjadi siang hari dengan durasi 3 hingga 4
jam di tempat yang rimbun dan tergenang air sepanjang tahun.
Kemampuan reproduksinya yang tinggi, terlihat dari jumlah telur yang
dihasilkan mulai dari 1000-1200 perbulan (Sebastian, 2003).
Keong emas biasa hidup di kolam, sawah irigasi, rawa atau lahan
yang tergenang (Sebastian, 2003). Dalam penelitian Mochida (1991)
melaporkan bahwa hewan ini memiliki angka mortalitas tertinggi pada
suhu diatas 32° C. Pada suhu 0° C, keong ini mampu bertahan selama 15-
20 hari, suhu -3° C selama 2 hari, serta hanya bertahan 6 jam pada suhu -
6° C.
Faktor-faktor lingkungan seperti luasan habitat, variasi cuaca,
kondisi air, kepadatan populasi keong mempengaruhi kecepatan tumbuh
hewan ini (Cowie, 2006). Pada musim kemarau, keong emas mampu
mengubur diri dalam tanah lembab (aestivasi), bahkan dapat berdiapause
selama 6 bulan, dan aktif kembali pada tanah yang terairi saat musim
hujan lagi (Sebastian, 2003). Karena iklim di Asia Tenggara sangat
mendukung, ukuran keong dapat mencapai 65 mm (Schnorbach, 1995)
atau bahkan 90 mm (Heidenreigh et al., 1997).
d. Pengendalian
Setelah spesies ini diintroduksi secara non-alami di kawasan Asia
Tenggara menimbulkan kerusakan lahan pertanian (Halwart, 1994a;
Naylor, 1996). Pada lahan padi di Filipina, umumnya kepadatan populasi
(densitas) keong bisa mencapai 1-5 m2. Sedang di Jepang telah dilaporkan
dilaporkan 3-7 m2 (Okuma et al., 1994) dan 12-19 m2
(Litsinger and
Estano, 1993). Dalam sistem irigasi dengan jumlah air yang berlebih
mampu mempercepat periode kedewasaan hewan ini (Cowie, 2006).
Sehingga populasi keong mampu tumbuh dalam jumlah sangat besar,
menjadi hama yang merusak tanaman di lahan pertanian.
Pengendalian
7
Dalam Sebastian (2003) disebutkan bahwa pengendalian keong
dapat dilakukan pada saat pengolahan tanah, masa tanam, atau pasca
panen. Bentuk pengendalian bisa berupa perlakuan mekanis dan sistem
proteksi lapangan, penggunaan agen hayati sebagai pengendali populasi,
dan bahan herbal yang dapat mematikan keong atau yang bersifat
atraktan. Penggunaan bahan yang bersifat abortif dirasa belum pernah
dilakukan untuk pengendalian populasi hewan ini.
2. Tumbuhan Biduri (Calotropis gigantea)
a. Klasifikasi
Kingdom : Plantae
Divison : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Subclass : Asteridae
Ordo : Gentianales
Familia : Asclepiadaceae
Genus : Calotropis
Species : Calotropis gigantea (L.)
(Integrated Taxonomic Information System, 2007 ).
b. Deskkripsi
Tanaman Biduri merupakan semak tegak yang umumnya tumbuh
di musim kemarau pada lahan-lahan kering. Tanaman termasuk tumbuhan
tahunan dengan tinggi bisa mencapai 0,5 – 3 m. Helaian daun memiliki
bentuk bulat telur atau bulat panjang, yang pertulangan daunnya menyirip.
Permukaan atas daun berambut putih tersusun rapat ketika muda,
sedangkan permukaan bawah tetap berambut tebal putih. Daunnya bertipe
tunggal dengan tangkai pendek menempel langsung pada batang tersusun
berseling (decusatus). Bunga bertipe majemuk dalam anak payung yang
menempel pada di ujung batang atau ketiak daun. Corona berdaging padat
dan seukuran atau lebih lebar dibanding tabung stamen (Ahmed et all,
2005) . Bunga akan berkembang menjadi buah tipe bumbung berbentuk
bulat telur atau bulat panjang. Buah memiliki ukuran 9 – 10 cm dan
berwarna hijau. Biji di dalam buah berbentuk lonjong pipih dan berwarna
8
cokelat. Permukaan biji terdapat rambut pendek yang menyelimuti, umbai
rambut ini panjang dan tampak seperti sutera. Tubuh akan mengeluarkan
getah putih encer dan kelat. Getah ini beracun dan baunya sangat
menyengat. Kulit batang mengandung serat yang bisa dimanfaatkan untuk
membuat jala (Direktorat Jendral Perkebunan, 2006)
Biduri dapat tumbuh dari biji di lahan yang relatif kering seperti
padang rumput kering, lereng-lereng gunung yang rendah, dan pantai
berpasir. Tanaman perenial ini mempunyai persebaran di wilayah tropis
dan subtropis, di benua Asia dan Afrika (Ahmed et all, 2005). Tanaman ini
cukup adaptif di lingkungan yang ekstrim kering dan panas. Di India
terwakilli oleh 2 spesies, yaitu Calotropis gigantea dan Calotropis
procera. Di beberapa negara, seperti India, Sri Lanka, Singapore,
Malaysia, Filipina, Cina Selatan dan Thailand umumnya digunakan
sebagai obat tradisional.
c. Kegunaan
Secara konvensional sering dimanfaatkan untuk keperluan
pengobatan tradisional. Bagian kulit akar bermanfaat memacu kerja enzim
pencernaan, peluruh kencing (diuretik), peluruh keringat (diaforetik), dan
perangsang muntah (emetik). Kulit batang yang diolah dahulu berguna
untuk perangsang muntah, sedang bunganya berkhasiat tonik, serta
menambah nafsu makan (stomakik). Daunnya berkhasiat rubifisien dan
menghilangkan gatal. Getah yang disekresikan bersifat racun, namun
berkhasiat sebagai obat pencahar.
Organ tumbuhan tersebut mengandung beberapa senyawa aktif
yang bisa dimanfaatkan dalam pengobatan beberapa penyakit luar atau
penyakit dalam (Kongkow, 2007). Beberapa pengguna juga sudah
memanfaatkan bahan tanaman ini untuk kepentingan pengendalian hama,
sebagai insektisida, antinematoda, serta antirayap (Jayashankar et all,
2002). Sedang penelitian yang telah Chobchuenchum dkk (2004),
menggunakan ekstrak Calotropis gigantea dengan beberapa pelarut
sebagai agen biomoluskisida pada keong mas (Pomacea canaliculata).
9
d. Kandungan Bahan Aktif
Hampir semua organ tubuh tanaman mengandung senyawa-
senyawa kimia bermanfaat. Secara umum, akar mengandung saponin,
sapogenin, kalotropin, kalotoksin, uskarin, kalaktin, gigantin, dan harsa.
Organ daun mengandung bahan aktif seperti saponin, flavonoid, polifenol,
tanin, dan kalsium oksalat. Kandungan pada batang berupa tanin, saponin,
dan kalsium oksalat. Getah yang dihasilkan juga memuat senyawa racun
jantung yang menyerupai digitalis (Kongkow, 2007).
Bahan kimia khas yang terkandung yaitu calotropin dan
giganticine. Dari review yang dikemukakan oleh Ahmed et al (2005),
investigasi-investigasi telah menemukan senyawa dari kelompok
cardenolide dari getah dan daun. Kelompok cardiac glikoside yang telah
teridentifikasi yaitu calotropogenin, calotropin, uscharin, calotoxin, dan
calactin. Kelompok cardenolide glikoside meliputi coroglaucigenin,
frugoside dan 4’-o-beta-D-glukopyranosylfrugoside. Pada ekstrak alkohol
dari akar dan daun menghasilkan efek antikanker pada epidermal
carcinoma manusia serta kultur jaringan nasopharync. Dari uji coba
tertentu, campuran senyawa tersebut bersifat sitotoksik pada beberapa tipe
bentuk sel pada manusia dan mencit. Efek antiplasmodia juga dibuktikan
pada percobaan invitro menggunakan eritrosit. Adanya calotropin
menghambat spermatogenesis dan menimbulkan efek abortif pada tikus
dan kelinci. Getah campuran yang diramu khusus mengganggu siklus
uterus pada tikus. Lhinhatrakool dan Sutthivaiyakit (2006) mengemukakan
bahwa adanya kelompok senyawa cardenolids yang terkandung
memberikan efek sitotoksik pada siklus sel kanker.
e. Antifertilitas dan Toksisitas
Sifat antifertilitas bisa diartikan sebagai sifat penghambatan
kemampuan individu untuk menghasilkan keturunan/anakan (Jujena,
2001). Kegagalan menghasilkan keturunan tersebut ditimbulkan oleh
beberapa sebab, seperti kegagalan spermatogenesis & oogenesis serta
kematian embrio postzigotik. Senyawa seperti calotropin yang diisolasi
dari spesies lain mampu menghambat spermatogenesis dan efek abortif
10
pada tikus dan kelinci. Getah campuran yang diramu khusus juga
menimbulkan aktifitas spontan pada percobaan yaitu ketidak matangan
uterus tikus (Ahmed et al., 2005). Screening yang dilakukan
Chobchuenchum et al., (2004), menyebutkan C. gigantea salah satu bahan
ekstrak yang digunakan, mempunyai LC50 = 86,00 mg/L mampu
mematikan lebih 90 % hewan uji setelah inkubasi 72 jam. Ekstrak etanol
C. gigantea terbukti bersifat toksik kuat untuk keong mas berukuran
diameter operkulum 3 – 5 mm yang dibandingkan dengan ekstrak airnya
pada percobaan. Adanya senyawa-senyawa aktif tersebut diduga dapat
menimbulkan efek abortif pada hewan uji. Oleh karena itu potensi tersebut
bisa diujikan pada hama pertanian dengan pertumbuhan populasi yang
pesat.
H. METODE PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian di Sub Laboratorium Biologi dan Rumah Kaca (Green
House) Laboratorium Pusat MIPA Universitas Sebelas Maret selama 4 bulan.
2. Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
a. Bahan uji
1) Bahan ekstrak: daun biduri (Calotropis gigantea) dari tanaman2 di
waduk mulur ± 3 kg.
2) Hewan uji: keong mas (Pomacea canaliculata) dewasa berat 20-30g
(diameter 2-4 cm) berjumlah 6 keong x 6 perlakuan.
3) Bahan pakan keong mas
Daun kangkung secukupnya.
b. Bahan kimia
1) Inkubasi hewan uji: Air sumur
2) Larutan FAA
3) Kloroform ± 7 liter
11
4) CMC bubuk ± 10 ons
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: