28 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hakekat Pembiasaan. 1. Pengertian Pembiasaan. Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidika berupa “proses penanaman kebiasaan”. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan itu sendiri adalah cara - cara bertindak yang persistent uniform, dan hampir-hampir otomatis 1 Melalui pembiasaan yang baik anak akan tumbuh dan berkembang menjadi manusia yang matang, yang sanggup dan mampu mengubah dirinya sendiri, mandiri, tidak tergantung kepada orang lain. Bahkan tidak menimbulkan masalah bagi keluarga, kelompok dan masyarakatnya, sehingga mampu menjalani kehidupan dunia dan akhiratnya dengan baik. Pembiasaan akan membentuk karakter seseorang. Cara Mengaplikasikan metode pembiasaan yang baik adalah; 1) Mulailah pembiasaan sejak dini. 2) Pembiasaan dilakukan secara kontinyu, teratur dan terprogram. 3). Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas. 4) Pembiasaan yang awalnya bersifat mekanistis hendaknya berangsur-angsur menjadi kebutuhan. Metode pembiasaan dan pengulangan yang digunakan Allah dalam mengajar Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya langsung tertanam dengan kuat dalam hati. Inti pembiasaan sebenarnya adalah pengulangan terhadap segala sesuatu yang dilaksanakan atau yang diucapkan. 1 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003), h 184.
51
Embed
A. Hakekat Pembiasaan.repository.uinbanten.ac.id/3625/4/BAB II.pdfA. Hakekat Pembiasaan. 1. Pengertian Pembiasaan. Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidika berupa “proses
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
28
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Hakekat Pembiasaan.
1. Pengertian Pembiasaan.
Pembiasaan merupakan sebuah metode dalam pendidika berupa “proses
penanaman kebiasaan”. Sedangkan yang dimaksud kebiasaan itu sendiri adalah cara-
cara bertindak yang persistent uniform, dan hampir-hampir otomatis 1
Melalui pembiasaan yang baik anak akan tumbuh dan berkembang menjadi
manusia yang matang, yang sanggup dan mampu mengubah dirinya sendiri, mandiri,
tidak tergantung kepada orang lain. Bahkan tidak menimbulkan masalah bagi
keluarga, kelompok dan masyarakatnya, sehingga mampu menjalani kehidupan dunia
dan akhiratnya dengan baik. Pembiasaan akan membentuk karakter seseorang. Cara
Mengaplikasikan metode pembiasaan yang baik adalah; 1) Mulailah pembiasaan
sejak dini. 2) Pembiasaan dilakukan secara kontinyu, teratur dan terprogram. 3).
Pembiasaan hendaknya diawasi secara ketat, konsisten dan tegas. 4) Pembiasaan yang
awalnya bersifat mekanistis hendaknya berangsur-angsur menjadi kebutuhan.
Metode pembiasaan dan pengulangan yang digunakan Allah dalam mengajar
Rasul-Nya amat efektif sehingga apa yang disampaikan kepadanya langsung tertanam
dengan kuat dalam hati. Inti pembiasaan sebenarnya adalah pengulangan terhadap
segala sesuatu yang dilaksanakan atau yang diucapkan.
1 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003), h 184.
29
Upaya pendidikan dalam menjadikan manusia sebagai pribadi muslim yang
utuh tidak hanya sebatas mengajarkan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
ditinggalkan dalam satu waktu, tempat, dan keadaan saja, tetapi yang dinamakan
pendidikan adalah upaya membiasakan manusia untuk selalu mengamalkan apa yang
diajarkan dalam kehidupan sehari-hari.
2. Pembiasaan Sebagai Metode Pembelajaran
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pembiasaan adalah aktivitas yang
dilakukan secara terus menerus sehingga tercapai hasil yang diinginkan, maka dalam
pendidikan pembiasaan adalah sebagai metode. Metode Pembiasaan diyakini sebagai
metode paling efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran, karena dengan
pembiasaan siswa dibiaskan untuk berfikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan
tuntutan Islam. Penerapan metode pembiasaan sangat efektif diterapkan dalam
mencapai tujuan pembelajaran terutama pada siswa tingkat sekolah dasar dan sekolah
menengah, k hal ini karena anak pada usia-usia ini memiliki “rekaman” ingatan yang
kuat dan kondisi kepribadian yang belum matang, sehingga mereka mudah terlarut
dengan kebiasaan-kebiasaan yang mereka lakukan sehari-hari.2
Pembiasaan apabila dikaitkan dengan pembelajaran dapat diartikan sebagai
sebuah metode dalam pendidikan berupa proses penanaman kebiasaan3. Sehingga
pembiasaan tidak selalu dengan pengetahuan bersifat kognitif semata, namun bias
berupa keterampilan yang dierikan, atau bahkan sikap dan kepribadian guru akan
2 Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam,(Jakarta:Ciputat Press,
2002), h. 110 3 Hery Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 2003), h.184
30
dianggap suatu pembelajaran pembiasaan, karena pada hakikatnya pembiasaan adalah
pengulangan, atau perbuatan yang dilakukan berulang-ulang. Bahkan jika guru setiap
masuk kelas mengucapkan salam, itu telah dapat diartikan sebagai usaha
membiasakan.4
Hasil dari pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan seorang guru terhadap
siswa adalah terciptanya suatu kebiasaan yang melekat dan akan menjadi sebuah
budaya dalam hidup siswa. Seorang siswa yang terbiasa mengamalkan nilai-nilai
ajaran Islam lebih dapat diharapkan dalam kehidupannya nanti akan menjadi seorang
muslim yang saleh yang akan berguna bagi dirinya dan orang lain. Pembiasaan yang
dilakukan sejak dini akan membawa kegemaran dan kebiasaan tersebut akan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari kepribadiannya. Karena sesungguhnya anak adalah
amanah Allah untuk para orang tuanya, hatinya yang bersih adalah permata berharga
nan murni, yang kosong dari setiap tulisan dan gambar.
Hati itu siap menerima setiap tulisan dan cenderung pada setiap yang ia
inginkan. Oleh karena itu, jika dibiasakan mengerjakan yang baik, lalu tumbuh di atas
kebaikan itu maka bahagialah ia didunia dan akhirat, orang tuanya pun mendapat
pahala bersama. Karena pembiasaan berintikan pengulangan, maka metode
pembiasaan juga dapat diterapkan dalam membaca (Membaca) Alqur‟an, karena
melalui metode ini siswa tidak hanya sekedar Membaca akan tetapi juga akan
mengalami proses internalisasi nilai-nilai karakter kedalam diri mereka.
4 Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan Islam dalam Prspektif Islam, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2010), h.144.
31
Karakteristik utama dari metode pembiasaan adalah kegiatan yang berupa
pengualangan yang berkali-kali dari suatu hal yang sama. Pengulangan ini sengaja
dilakukan berkali-kali supaya asosiasi antara srimulus dengan respon menjadi sangat
kuat. Dengan demikian, terbentuklah pengetahuan siap atau ketrampilan siap yang
setiap saat siap untuk dipergunakan oleh yang bersangkutan maupun dimanfaatka
oleh orang lain. Jadi pembiasaan membaca Al-Qur‟an terutama juz „amma yang
dilakukan di sekolah merupakan teknis dan aktivitas pendidik dalam menumbuhkan
dan meningkatkan sikap yang sesuai dengan ajaran Islam.
Dalam pelaksanaan pembiasaan Membaca Al-Quran juz „amma yang
dilakukan pada awal pembelajan di sekolah diharapkan siswa dapat mempunyai
karakter positif, terutama nilai karakter disiplin, karakter ingin tahu, dan karakter
gemar Membaca.
3. Dasar dan Tujuan Metode Pembiasaan.
Pembiasaan meruapakan salah satu metode pendidikan yang sangat penting,
terutama bagi anak-anak sekolah dasar dan menengah. Dalam masa-masa ini anak
belum mempunyai kewajiban-kewajiban yang harus dikerjakan seperti orang dewasa.
Sehingga metode ini dapat dilakukan dalam mengembangkan tingkah laku,
ketrampilan, kecakapan dan pola berfikir tertentu. Seseorang yang telah mempnyai
kebiasaan tertentu akan dapat melaknakannya dengan mudah dan senang hati.
Bahkan, segala sesuatu yang telah menjadi kebiasaan dalam usia muda sulit untuk
dirubah dan tetap berlangsung sampai hari tua. Maka dalam pendidikan Islam
snantiasa mengingatkan agar anak-anak segera dibiasakan dengan sesuatu yang
32
diharapkan menjadi kebiasaan yang baik sebelum terlanjur mempunyai kebiasaan lain
yang berlawanan dengannya.
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau
perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Belajar kebiasaan, selain
menggunakan perintah, suri tauladan dan pengalaman khusus juga menggunakan
hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan
kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positf dalam arti selaras
dengan kebutuhan ruang dan waktu (kontekstual). Hal ini selaras dengan norma dan
tata nilai moral yang berlaku baik yang bersifat religious maupun tradisional dan
kultural.5
Pelaksanaan Metode Pembiasaan Pembiasaan pada pendidikan anak
sangatlah penting, khususnya dalam pembentukan pribadi dan karakter. Pembiasaan
keagamaan seperti halnya pembiasaan membaca juz „amma akan memasukkan unsur-
unsur positif pada kepribadian anak. Semakin banyak pengalaman keagamaan yang
didapat anak melalu pembiasaan, maka semakin banyak unsur agama dalam
kepribadiannya dan semakin mudahlah ia memahami ajaran agama.6 Jika
pembiasaan sudah ditanamkan, maka anak tidak akan merasa berat lagi untuk
beribadah, bahkan ibadah akan menjadi bingkai amal dan sumber kenikmatan dalam
hidupnya karena bisa berkomunikasi langsung dengan Allah dan sesama manusia.
5 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan , (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000), h. 123
6 Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), h.64.
33
Misalnya agar anak dapat melaksanakan shalat secara benar dan rutin mereka perlu
dibiasakan shalat sejak masih kecil, dari waktu ke waktu.
Setiap orang tua mempunyai kewajiban untuk mendidik anaknya agar
menjadi orang yang soleh. Dahulu mendidik menjadi tugas murni dari orang tua
tetapi kini tugas mendidik telah menjadi tanggungjawab guru sebagai pendidik di
sekolah. Dalam proses yang berjalan tidak akan terlepas dari dua faktor yaitu internal
dan eksternal. Oleh karena itu diperlukan komunikasi yang baik antara orang tua,
guru dan anak, komunikasi yang baik akan membuat aktivitas menjadi
menyenangkan.7
Hal tersebut relevan dengan sebuah teori perkembangan siswa yang dikenal
dengan teori konvergensi yang menyatakan bahwa pribadi dapat dibentuk oleh faktor
lingkungan dan dengan mengembangkan potensi dasar yang ada padanya atau faktor
potensi dari dalam diri siswa. Potensi dasar yang ada pada anak merupakan potensi
alamiah yang di bawa anak sejak lahir atau bisa dikatakan potensi pembawaan. Oleh
karena itulah, potensi dasar harus selalu diarahkan agar tujuan dalam mendidik anak
dapat tercapai dengan baik. Pengarahan guru kepada siswa dalam lingkungan sekolah
sebagai faktor eksternal salah satunya dapat dilakukan dengan metode pembiasaan,
yaitu berupa menanamkan kebiasaan yang baik kepada anak. Oleh karena pembiasaan
yang baik akan membentuk sosok manusia yang berkepribadian baik pula.
Sebaliknya pembiasaan yang buruk akan membentuk seseorang berkepribadian buruk
Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional.
Pasal I Undang -Undang Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa diantara tujuan
pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki
kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia. Amanah Undang-Undang Sisdiknas tahun
2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang
cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir
generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai
luhur bangsa serta agama. Adapun prinsip-prinsip penerapan pendidikan karakter
(Character Education Quality Standards) dalam Megawangi28
merekomendaikan
sebelas prinsip untuk mewujudkan pendidikan karakter yang efektif, sebagai berikut:
1) Mempromosikan nilai-nilai dasar etika sebagai basis karakter.
2) Mengidentifikasikan karakter secara komprehensif supaya mencakup pemikiran,
perasaan dan perilaku.
3) Mengguanakan pendekatan yang tajam, proaktif dan efektif untuk membangun
karakter.
4) Menciptakan komunitas sekolah yang memiliki kepedulian.
5) Memberi kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan perilaku yang baik.
27
Kemendiknas, Pusat Pengembangan dan Pendidikan Budaya & Karakter Bangsa:
Pedoman Sekolah, (Jakarta: Puskur kemendiknas, 2010), h. 9-10. 28
Megawangi, Ratna, Pendidikan Karakter, (Jakarta: Indonesia Heritage
Fondation,2004),h.27
54
6) Memiliki cakupan terhadap kurikulum yang bermakna dan menantang yang
menghargai semua siswa, membangun karakter mereka dan membantu mereka
untuk sukses.
7) Mengusahakan tumbuhnya motivasi diri para siswa.
8) Memfungsikan seluruh staf sekolah sebagai komunitas moral yang berbagi
tanggung jawab untuk pendidikan karakter.
9) Adanya pembagian kepimpinan moral dan dukungan luas dalam membangun
inisiatif pendidikan karakter.
10) Memfungsikan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam usaha
membangun karakter.
11) Mengevaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai guru-guru karakter,
dan manifestasi karakter positif dalam kehidupan siswa
Sesuai tujuan pendidikan nasional yang menekankan pada pembentukan
karakter bangsa sehingga Badan penelitian dan pengembangan kurikulum kementrian
pendidikan Nasional berusaha mengembangkan kurikulum pendidikan karakter
bangsa dengan mengembangkan 18 nilai karakter yang telah disebutkan seblumnya.
Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), acting, menuju
kebiasaan (habit).
Pembiasaan yang dilakukan harus dilandasi dengan pengetahuan tentang
nilai karakter bangsa. Hal ini berarti, karakter tidak sebatas pada pengetahuan,
karakter lebih dalam lagi, menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan
demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (component of good
55
character) yaitu moral knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau
perasaan tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral.
2. Prinsip dan Nilai Nilai Pendidikan Karakter Bangsa.
Dalam Pedoman Sekolah tentang Pengembangan Pendidikan Budaya dan
Karakter bangsa29
dinyatakan bahwa prinsip-prinsip yang digunakan dalam
pendidikan budaya dan karakter bangsa adalah:
a. Berkelanjutan; mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-nilai
pendidikan karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang, dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan. Sejatinya,
proses tersebut dimulai dari kelas 1 SD atau tahun pertama dan berlangsung
paling tidak sampai kelas 9 atau kelas akhir SMP. Pendidikan budaya dan
karakter bangsa di SMA adalah kelanjutan dari proses selama 9 tahun.
b. Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya sekolah;
mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai pendidikan karakter
bangsa dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan
kurikuler dan ekstrakurikuler.
c. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan; mengandung makna bahwa materi nilai
budaya dan karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa; artinya, nilai-nilai itu
tidak dijadikan pokok bahasan yang dikemukakan seperti halnya ketika
mengajarkan suatu konsep, teori, prosedur, ataupun fakta seperti dalam mata
29
Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa – Pedoman Sekolah, (Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan,2010), h.11
56
pelajaran agama, bahasa Indonesia, PKn, IPA, IPS, matematika, pendidikan
jasmani dan kesehatan, seni, dan ketrampilan.
d. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan;
prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan nilai dilakukan oleh peserta
didik bukan oleh guru. Guru menerapkan prinsip ”tut wuri handayani” dalam
setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip ini juga menyatakan
bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana belajar yang menimbulkan
rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Sementara nilai-nilai pendidikan karakter yang disusun oleh TIM
pengembangan kurikulum kementerian pendidikan Nasional Republik Indonesia tahu
2010, adalah sebagai beriku:
1) Religius, yaitu sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan
hidup rukun dengan pemeluk agama lain.
2) Jujur, yaitu prilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai
orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3) Toleransi, yaitu sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,
etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.
4) Disiplin, yaitu tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada
berbagai ketentuan dan peraturan.
57
5) Kerja Keras, yaitu prilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam
mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas
dengan sebaik-baiknya.
6) Kreatif, yaitu berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau
hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.
7) Mandiri, yaitu sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.
8) Demokratis, yaitu cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama
hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.
9) Rasa Ingin Tahu, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.
10) Semangat Kebangsaan, yaitu cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang
menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan
kelompoknya.
11) Cinta Tanah Air, yaitu cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.
12) Menghargai Prestasi, yaitu sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta
menghormati keberhasilan orang lain.
58
13) Bersahabat/Komuniktif, yaitu tindakan yang memperlihatkan rasa senang
berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
14) Cinta Damai, berupa sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.
15) Gemar Membaca, yaitu kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca
berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.
16) Peduli Lingkungan, yaitu sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-
upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.
17) Peduli Sosial, yaitu sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.
18) Tanggung-jawab, yaitu sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas
dan kewajibannya, yang seharusnya dilakukan, terhadap diri sendiri,
masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan YME..
Sementara Ratna Megawangi pencetus karakter di Indonesia menyebutkan
nilai-nilai karakter yang harus dikuasai siswa adalah : 1) Cinta Tuhan dan kebenaran,
2) Tanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian, 3) Amanah, 4) Hormat dan
santun, 5) Kasih sayang, kepedulian, dan kerja sama, 6) Percaya diri, kreatif, dan
pantang menyerah, 7) Keadilan dan kepemimpinan, 8) Baik dan rendah hati, 9)
Toleransi dan cinta damai30
30
Megawangi, Pendidikan Karakter, (Jakarta : Indonesia Heritage Foundation, 2004), h.7
59
Semetara dalam penelitian ini nilai-nilai karakter yang penulis identifikasi
adalah karakter disiplin, karakter rasa ingin tau, karakter tanggung jawab, dan
karakter gemar membaca.
a. Karakter Religius
Pendidikan karakter dilaksanakan dengan menanamkan nilai-nilai karakter
pada setiap mata pelajaran termasuk mata pelajaran pendidikan agama Islam yang
diajarkan oleh guru di semua instansi pendidikan. Salah satu nilai karakter yang
sangat penting ditanamkan kepada siswa adalah karakter religius.
Religius adalah sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun dengan pemeluk agama lain.31
Pembentukan karakter religious terhadap anak
tentu dapat dilakukan jika seluruh komponen “stake holders” pendidikan dapat
berpatisipasi dan berperan serta, termasuk orang tua dari siswa itu sendiri.
Proses internalisasi nilai-nilai agama ini akan terwujud jika sekolah
melaksanakan sebuah pembiasaan yang dilakukan oleh warga sekolah. Hal ini
dilakukan dalam rangka meminimalisir semakin merosotnya nilai-nilai religi yang
tercermin dalam semakin menurunnya akhlak siswa. Menurut Zakiah Darajat
kemrosotan akhlak disebabkan oleh kurangnya tertanamnya jiwa agama pada
seseorang dan tidak terlaksananya pendidikan agama sebagaimana mestinya di
keluarga, sekolah dan masyarakat, sedangkan saat ini tugas dan pendidikan agama,
31
Suparlan, Menjadi Guru Efektif, (Yogjakarta: Hikayat, 2005),h.43.
60
keluarga dan masyarakat, cenderung mempercayakan sebagian tanggung jawabnya
kepada guru pendidikan agama Islam.32
Pendidikan agama menjadi faktor penting dalam perkembangan karakter
siswa untuk tidak saling merusak dan bermusuhan, Dalam surat An-Nahl ayat 90:
ٱإن لل مر ة ٱو ىػدل ٱيأ حس ىلرب ٱوإيخاي ذي ل ه غ هر ٱو ىفحشاء ٱوي ي ٱو ل لغ
رون حذن ىػيك يػظك
Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran (An-Nahl: 90).33
Religius biasa diartikan dengan kata agama. Agama menurut Frezer,
sebagaimana dikutip Chusnul Chotimah, adalah sistem kepercayaan yang senantiasa
mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan tingkat kognisi seseorang.34
Dengan demikian karakter religius adalah karakter yang berkaitan dengan kenyakinan
agama seseorang, dimana seseorang yang patuh pada agamanya agama mengalami
perubahan sikap dan prilaku yang sesuai dengan aturan agama yang anutnya.
Karakter religius adalah karakter manusia yang selalu menyandarkan segala
aspek kehidupannya kepada agama. Ia menjadikan agama sebagai penuntun dan
panutan dalam setiap tutur kata, sikap, dan perbuatannya, taat menjalankan perintah
tuhannya dan menjauhi larangannya. Karakter religius sangat penting dan vital, kalau
32
Zakiah Darajad, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: Bulan Bintang, 2010), h.56 33 Departemen pendidikan dan kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 2007),h. 34 Chusnul Chotimah, Komplemen Manajemen Pendidikan Islam: Konsep Integratif
Manajemen Pendidikan Islam (Yokyakarta: Teras, 2014), h. 338
61
kita rujukan pada pancasila, jelas menyatakan bahwa manusia indonesia harus
menyakini adanya Tuhan Yang Maha Esa dengan konsekuensi melaksanakan segala
ajaran agamanya.bagi Karena pada akhirnya dalam ajaran Islam seluruh aspek
kehidupan harus berlandaskan dan bersesuaian dengan ajaran Islam.35
Hal ini karena
Islam adalah agama rahmatan lil „alamin dan agama paling benar sesuai dengan
ajarannya.
Karakter religius adalah sikap dan prilaku yang patuh dalam melaksanakan
agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup
rukun terhadap agama lain.36
Dari pendapat ini dapat dijelaskan bahwa karakter
religius yang harus disampaikan pada setiap siswa dalam proses pembelajaran adalah
menumbuhkan sikap yang patuh dan taat pada ajaran agamanya sendiri, dan
mempunyai rasa toleransi dalam artan saling hormat menghormati dengan penganut
agama lain. Tidak saling membenci dan bermusuhan, namun harus saling hidup
rukun berdampingan walaupun berbeda dalam kenyakinan.
Glok dan Stark dalam Agus37
membagi aspek religius dalam lima dimensi
sebagai berikut:
1) Religious belief (aspek keyakinan), yaitu adanya keyakinan terhadap Tuhan dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia gaib serta menerima hal-hal
35 Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Karakter Perspektif Islam, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2012), h. 11. 36 Amirulloh Syarbini, Buku pintar pendidikan karakter, (Jakarta: Asa Prima Pustaka, 2012),
h. 26 37
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa