BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salep Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep yang cocok (Dirjen POM, 1995). Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat kelompok yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Dirjen POM, 1995). Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Dirjen POM, 1995). Dasar salep serap dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air dalam minyak (Parrafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah larutan air tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai emolien (Dirjen POM, 1995).
21
Embed
repository.usu.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 50514... · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salep2015-09-21 · BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Salep Salep adalah sediaan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Salep
Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan
sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep
yang cocok (Dirjen POM, 1995).
Dasar salep yang digunakan sebagai pembawa dibagi dalam empat
kelompok yaitu dasar salep senyawa hidrokarbon, dasar salep serap, dasar salep
yang dapat dicuci dengan air, dasar salep larut dalam air. Setiap salep obat
menggunakan salah satu dasar salep tersebut (Dirjen POM, 1995).
Dasar salep hidrokarbon dikenal sebagai dasar salep berlemak antara lain
vaselin putih dan salep putih. Hanya sejumlah kecil komponen berair dapat
dicampurkan kedalamnya. Salep ini dimaksudkan untuk memperpanjang kontak
bahan obat dengan kulit dan bertindak sebagai pembalut penutup. Dasar salep
hidrokarbon digunakan terutama sebagai emolien, dan sukar dicuci. Tidak
mengering dan tidak tampak berubah dalam waktu lama (Dirjen POM, 1995).
Dasar salep serap dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama
terdiri atas dasar salep yang dapat bercampur dengan air membentuk emulsi air
dalam minyak (Parrafin hidrofilik dan Lanolin anhidrat), dan kelompok kedua
terdiri atas emulsi air dalam minyak yang dapat bercampur dengan sejumlah
larutan air tambahan (Lanolin). Dasar salep serap juga bermanfaat sebagai
emolien (Dirjen POM, 1995).
Dasar salep yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air
antara lain salep hidrofilik dan lebih tepat disebut “Krim”. Dasar ini dinyatakan
juga dapat dicuci dengan air karena mudah dicuci dari kulit dan dilap basah,
sehingga lebih dapat diterima untuk dasar kosmetik. Beberapa bahan obat dapat
menjadi lebih efektif menggunakan dasar salep ini daripada dasar salep
hidrokarbon. Keuntungan lain dari dasar salep ini adalah dapat diencerkan dengan
air dan mudah menyerap cairan yang terjadi pada kelainan termatologik (Dirjen
POM, 1995).
Dasar salep larut dalam air merupakan kelompok yang sering juga disebut
sebagai dasar salep tak berlemak dan terdiri dari konstituen larut air. Dasar salep
jenis ini memberikan banyak keuntungan seperti dasar salep yang dapat dicuci
dengan air dan tidak mengandung bahan tak larut dalam air seperti parafin, lanolin
anhidrat atau malam. Dasar salep ini lebih tepat disebut “gel” (Dirjen POM,
1995).
2.1.1 Penggolongan Salep
1. Menurut Konsistensinya salep dapat dibagi:
a. Unguenta adalah salep yang mempunyai konsistensinya seperti mentega,
tidak mencair pada suhu biasa, tetapi mudah dioleskan tanpa memakai
tenaga.
b. Cream (krim) adalah salep yang banyak mengandung air, mudah diserap
kulit, suatu tipe yang dapat dicuci dengan air.
c. Pasta adalah salep yang mengandung lebih dari 50% zat padat (serbuk),
suatu salep tebal karena merupakan penutup atau pelindung bagian kulit
yang diolesi.
d. Cerata adalah salep lemak yang mengandung presentase lilin (wax) yang
tinggi sehingga konsistensinya lebih keras (ceratum labiale).
e. Gelones/spumae/jelly adalah salep yang lebih halus, umumnya cair dan
sedikit mengandung atau tanpa mukosa, sebagai pelicin atau basis,
biasanya terdiri atas campuran sederhana dari minyak dan lemak dengan
titik lebur rendah. Contoh: starch jellies (10% amilum dengan air
mendidih).
2. Menurut sifat farmakologi/terapeutik dan penetrasinya, salep dapat dibagi:
a. Salep epidermis digunakan untuk melindungi kulit dan menghasilkan
efek lokal, tidak diabsorpsi, kadang-kadang ditambahkan antiseptik
anstrigensia untuk meredakan rangsangan atau anasteti lokal. Dasar salep
yang baik adalah dasar salep senyawa hidrokarbon.
b. Salep endodermis adalah salep yang bahan obatnya menembus ke dalam
kulit, tetapi tidak melalui kulit, terabsorpsi sebagian, digunakan untuk
melunakkan kulit atau selaput lendir. Dasar salep yang terbaik adalah
minyak lemak.
c. Salep diadermis adalah salep yang bahan obatnya menembus ke dalam
tubuh melalui kulit dan mencapai efek yang diinginkan, misalnya salep
yang mengandung senyawa merkuri iodida, beladona.
3. Menurut dasar salepnya. Salep dapat dibagi:
a. Salep hidrofobik yaitu salep yang tidak suka air atau salep dengan dasar
salep berlemak (greasy bases) tidak dapat dicuci dengan air misalnya
campuran lemak-lemak dan minyak lemak.
b. Salep hidrofilik yaitu salep yang suka air atau kuat menarik air, biasanya
dasar tipe M/A (Syamsuni, 2006).
2.1.2 Kualitas Dasar Salep
Kualitas dasar salep yang ideal adalah:
a. Satabil selama masih dipakai mengobati. Maka salep harus bebas dari
inkompatibilitas, stabil pada suhu kamar dan kelembapan yang ada dalam
kamar.
b. Lunak yaitu semua zat dalam keadaan halus dan seluruh produk menjadi
lunak dan homogen, sebab salep digunakan untuk kulit yang teriritasi,
inflamasi dan ekskoriasi.
c. Mudah dipakai, umumnya salep tipe emulsi adalah yang apling mudah
dipakai dan dihilangkan dari kulit
d. Dasar salep yang cocok yaitu dasar salep harus kompatibel secara fisika
dan kimia dengan obat yang dikandungnya. Dasar salep tidak boleh
merusak atau menghambat aksi terapi dari obat yang mampu melepas
obatnya pada daerah yang diobati.
e. Terdistribusi merata, obat harus terdistribusi merata melalui dasar salep
padat atau cair pada pengobatan
f. Lembut, mudah dioleskan serta mudah melepaskan zat aktif (Anief,
2007).
Pemilihan dasar salep tergantung pada beberapa faktor seperti khasiat yang
diinginkan, sifat obat yang dicampurkan, ketersediaan hayati, stabilitas dan
ketahanan sediaan jadi. Dalam beberapa hal perlu menggunakan dasar salep yang
kurang ideal untuk mendapatkan stabilitas yang diinginkan. Misalnya obat-obat
yang terhidrolisis, lebih stabil dalam dasar salep hidrokarbon dari pada dasar salep
yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam dasar
salep yang mengandung air, meskipun obat tersebut bekerja lebih efektif dalam
dasar salep yang mengandung air (Dirjen POM, 1995).
2.1.3 Persyaratan Salep
Berikut ini adalah persyaratan dari salep yang baik:
1. Pemerian: tidak boleh berbau tengik
2. Kadar: kecuali dinyatakan lain dan untuk salep yang mengandung obat
keras, kadar bahan obat adalah 10%.
3. Dasar salep (ds): kecuali dinyatakan lain, sebagai bahan dasar salep (basis
salep) digunakan vaselin putih (vaselin album). Tergantung dari sifat
bahan obat dan tujuan pemakaian salep.
4. Homogenitas: jika dioleskan pada sekeping kaca atau bahan transparan
lain yang cocok, harus menunjukkan susunan yang homogen.
5. Penandaan: pada etiket harus tertera “obat luar” (Syamsuni, 2006).
2.2 Antibiotika
Antibiotika adalah zat-zat kimia yang dihasilkan oleh fungi dan bakteri,
yang memiliki khasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman
sedangkan toksisitasnya bagi manusia relatif kecil. Turunan zat-zat ini yang
dibuat secara semi-sintetis, juga termasuk kelompok ini, begitu pula semua
senyawa sintetis dengan khasiat antibakteri (Tjay dan Rahardja, 2007).
Pada tahun 1920, ilmuwan Inggris Alexander Fleming menemukan enzim
lisozim pada air mata manusia. Enzim tersebut dapat melisis sel bakteri. Enzim
pada air mata manusia ini merupakan contoh agen antimikroba yang pertama kali
ditemukan pada manusia. Seperti, Pyocyanase, lisozim juga terbukti dapat
membunuh sel bakteri. Penemuan Fleming yang kedua terjadi secara tidak sengaja
pada tahun 1928, saat ia menemukan bahwa koloni Staphylococcus yang ia
tumbuhkan dengan metode streak (gores silang) pada media agar di cawan petri
mengalami lisis disekitar pertumbuhan koloni kapang tersebut merupakan
Penicilium sp (Pratiwi, 2008).
Antibiotika merupakan obat yang sangat penting dan dipakai untuk
memberantas berbagai penyakit infeksi, misalnya radang paru-paru, tifus, luka
yang berat dan sebagainya. Pemakaian antibiotika harus di bawah pengawasan
seorang dokter, karena obat ini dapat menimbulkan kerja ikutan yang tidak
dikehendaki dan dapat mendatangkan kerugian yang cukup besar bila
pemakaiannya tidak dikontrol dengan betul (Widjajanti, 1998).
Lazimnya antibiotika dibuat secara mikrobiologi, yaitu fungi dibiakkan
dalam tangki-tangki besar bersama zat-zat gizi khusus. Oksigen atau udara steril
disalurkan kedalam cairan pembiakkan guna mempercepat pertumbuhan fungi dan
meningkatkan produksi antibiotikumnya. Setelah diisolasi dari cairan kultur,
antibiotiukum dimurnikan dan aktivitasnya ditentukan (Tjay dan Rahardja, 2007).
Antibiotika digunakan untuk mengobati berbagai jenis infeksi akibat
kuman atau juga untuk prevensi infeksi, misalnya pada pembedahan besar. Secara
profilaktis juga diberikan pada pasien dengan sendi dan klep jantung buatan, juga
sebelum cabut gigi (Tjay dan Rahardja, 2007).
Pengujian terhadap antibiotik meliputi penguji secara kimia, biologi,
mikrobiologi, atau ketiga-tiganya. Pengujian harus dilakukan secara hati-hati dan
tidak boleh terjadi perubahan selama proses pengujiannya terhadap antibiotik
tersebut. Sampel harus diletakkan ditempat yang berudara kering, bebas dari debu,
kontaminasi bahan kimia dan mikroba yang ada diudara, dan pembukaan harus
sesedikit mungkin. Perhatian khusus harus diberikan pada pengujian potensi
bahan baku antibiotik (Lachman, dkk., 1994).
Antibiotik dapat diklasifikasikan berdasarkan spektrum atau kisaran kerja,
mekanisme aksi, strain penghasil, cara biosintesis maupun berdasarkan struktur
biokimianya. Berdasarkan spektrum atau kisaran kerjanya antibiotik dapat
dibedakan mennjadi 2 golongan yaitu:
a. Antibiotik dengan kegiatan sempit (Narrow spectrum)
Hanya mampu menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya
hanya mampu menghambat atau membunuh bakteri Gram negatif atau
Gram positif saja.
b. Antibiotik dengan kegiatan luas (Broad spectrum)
Dapat menghambat atau membunuh bakteri dari golongan Gram positif
dan Gram negatif (Pratiwi, 2008).
Berdasarkan mekanisme aksinya, antibiotik dibedakan menjadi lima, yaitu
antibiotik dengan mekanisme penghambatan sintesis dinding sel, perusakan
membran sel, penghambatan sintesis protein, penghambatan sintesis asam nukleat,
dan penghambatan sintesis metabolit esensial (Pratiwi, 2008).
2.2.1 Antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel
Antibiotik ini adalah antibiotik yang merusak lapisan peptidoglikan yang
menyusun dinding sel bakteri Gram positif maupun Gram negatif, contohnya
penisilin, monobaktam, sefalosporin, karbapenem, basitrasin, vankomisin, dan
isoniazid (INH) (Pratiwi, 2008).
2.2.2 Antibiotika yang merusak membran plasma
Membran plasma bersifat semipermiabel dan mengendalikan transpor
berbagai metabolit ke dalam dan ke luar sel. Adanya gangguan atau kerusakan
struktur pada membran plasma dapat menghambat atau merusak kemampuan
membran plasma sebagai penghalang (barrier) osmosis dan mengganggu
sejumlah proses biosintesisnya yang diperlukan dalam membran (Pratiwi, 2008).
Antibiotik yang bersifat merusak menbran plasma umum terdapat pada
antibiotik golongan polipeptida yang bekerja dengan mengubah permeabilitas
membran plasma sel bakteri. Contohnya adalah polimiksin B yang melekat pada
fosfolipid membran, amfoterisin B, mikonazol, dan ketokenazol yang ketiganya
merupakan antifungi yang bekerja dengan cara berkombinasi dengan sterol pada
membran plasma fungi (Pratiwi, 2008).
2.2.3 Antibiotik yang menghambat sintesis protein
Aminoglikosida merupakan kelompok antibiotik yang gula aminonya
tergabung dalam ikatan glikosida. Antibiotik ini memiliki spektrum luas dan
bersifat bakterisidal dengan mekanisme penghambatan pada sintesis protein
(Pratiwi, 2008).
Aminoglikosid merupakan kelompok antibiotika yang mempunyai
hubungan struktur kimia, kemampuan membunuh bakteri, mekanisme kerja, sifat-
sifat farmakologi dan farmakodinetik yang hampir sama. Struktur kimianya
mempunyai gugusan aminoglukosa yang membentuk rantai glikosid. Obat-oabt
ini punya peranan yang amat penting dalam pengobatan infeksi yang disebabkan
bakteri Gram negatif (Munaf, 1994).
Aminoglikosid adalah obat-obat utama untuk pengobatan infeksi Gram
negatif. Contoh antibiotik dari golongan aminoglikosid adalah gentamisin,
streptomisin, tobramisin, dan amikasin. Aminiglikosid bersifat bakterisid dengan
menghambat sintesis protein secara reversibel, namun demikian mekanisme kerja
sebenarnya dari obat ini tidak diketahui (Munaf, 1994).
Semua aminoglikosid larut dalam air, tidak diabsorpsi pada pemberian per
oral, penetrasi ke jaringan terbatas dan tidak mempunyai metabolisme khusus.
Aminoglikosid terutama dikeluarkan melalui filtrasi glomeruler dalam ginjal
(Munaf, 1994).
2.2.4 Antibiotik yang menghambat sintesis asam nukleat (DNA/RNA)
Penghambatan pada sintesa nukleat berupa penghambatan terhadap
transkripsi dan replikasi mikroorganisme. Yang termasuk antibiotik penghambat
sintesis asam nukleat ini adalah antibiotik golongan kuinolon seperti asam