I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris artinya pertanian memegang peranan penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian. Oleh karena itu pembangunan bangsa dititik beratkan pada sektor pertanian. Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan. Pembangunan sektor pertanian ini sangat penting karena menyangkut hajat hidup lebih dari setengah penduduk Indonesia yang menguntungkan perekonomian keluarga pada sektor ini. Sehingga wajar pemerintah memprioritaskan pembangunan pada sektor pertanian yang didukung oleh sektor-sektor lainnya. Sejalan dengan tujuan utama pembangunan nasional yaitu untuk meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan UNIVERSITAS HASANUDDIN 1
164
Embed
repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 4921... · Web view repository.unhas.ac.idDari table diatas diketahui hampir semua masyarakat di Desa Mattirowalie
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara agraris artinya pertanian
memegang peranan penting dari seluruh perekonomian nasional. Hal ini
dapat ditunjukkan banyaknya penduduk yang hidup dan bekerja pada
sektor pertanian atau dari produk nasional yang berasal dari pertanian.
Oleh karena itu pembangunan bangsa dititik beratkan pada sektor
pertanian.
Pembangunan sektor pertanian merupakan bagian yang tak
terpisahkan dari pembangunan nasional secara keseluruhan.
Pembangunan sektor pertanian ini sangat penting karena menyangkut
hajat hidup lebih dari setengah penduduk Indonesia yang menguntungkan
perekonomian keluarga pada sektor ini. Sehingga wajar pemerintah
memprioritaskan pembangunan pada sektor pertanian yang didukung oleh
sektor-sektor lainnya.
Sejalan dengan tujuan utama pembangunan nasional yaitu untuk
meningkatkan taraf hidup, kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat.
Maka dalam pembangunan pertanian kesejahteraan petani perlu
mendapat perhatian dan tingkat pendapatan yang meningkat bisa
dijadikan salah satu indikator kesejahteraan petani.
Salah satu sub-sektor di sektor pertanian adalah sub-sektor
perkebunan. Sub-sektor ini memberikan sumbangan yang cukup besar
UNIVERSITAS HASANUDDIN 1
bagi perekonomian nasional dan menjadi makin penting, mengingat makin
terbatasnya peranan minyak bumi yang selama ini merupakan sumber
devisa utama bagi Indonesia. Keunggulan komparatif dari sub-sektor
perkebunan dibandingkan dengan sektor non-migas lainnya disebabkan
antara lain oleh adanya lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal
dan berada di kawasan dengan iklim yang menunjang serta adanya
tenaga kerja yang cukup tersedia dan melimpah sehingga bisa secara
kompetitif dimanfaatkan. Kondisi tersebut merupakan suatu hal yang
dapat memperkuat daya saing harga produk- produk perkebunan
Indonesia di pasaran dunia.
Komoditas bidang pertanian di pasaran internasional yang
peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional adalah tanaman
kakao (Theobroma cacao L.). Kakao atau cokelat diberi nama Theobroma
cacao yang dalam bahasa Yunani Theos berarti dewa sedangkan Broma
berarti santapan. Jadi, Theobroma berarti santapan para dewa. Tanaman
kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut diperkirakan
berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan yang dibawa
masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa Spanyol sekitar
tahun 1560. Namun sejak kapan mulai dibudidayakan masih belum begitu
jelas.
Kakao (Theobroma cacao L) merupakan salah satu komoditas
andalan nasional dan berperan penting bagi perekonomian Indonesia,
terutama dalam penyediaan lapangnan kerja, sumber pendapatan petani
UNIVERSITAS HASANUDDIN 2
dan sumber devisa bagi negara disamping mendorong berkembangnya
agrobisnis kakao dan agroindustri. Oleh karenanya tidak mengherankan
bahwa sejak awal tahun 1980-an, perkembangan kakao di Indonesia
sangat pesat. Keadaan iklim dan kondisi lahan yang sesuai untuk
pertumbuhan kakao akan mendorong pengembangan pembangunan
perkebunan kakao Indonesia (PPKKI, 2004 : v).
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang
berperan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2010
Indonesia menjadi produsen kakao terbesar ke-2 di dunia dengan
produksi 844.630 ton, dibawah negara Pantai Gading dengan produksi
1,38 juta ton. Volume ekspor kakao Indonesia tahun 2009 sebesar
535.240 ton dengan nilai Rp. 1.413.535.000 dan volume impor sebesar
46.356 ton senilai 119,32 ribu US$ (Ditjenbun1, 2010).
Selain berperan cukup penting bagi perekonomian nasional, kakao
juga berperan dalam menyediakan lapangan pekerjaan, sebagai sumber
pendapatan dan devisa negara, serta mendorong pengembangan wilayah
dan pengembangan agroindustri.
Produksi biji kakao Indonesia secara signifikan memang terus
meningkat tetapi tidak demikian dengan kualitas biji kakao tersebut. Mutu
yang dihasilkan mengalami penurunan dan beragam, antara lain kurang
terfermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kulit
tinggi, keasaman tinggi, cita rasa sangat beragam, dan tidak konsisten.
Akibatnya harga biji kakao Indonesia relatif rendah dan dikenakan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 3
potongan harga dibandingkan dengan harga biji kakao dari negara
produsen lain.
Menurut Zulhefi, ketua Asosiasi Kakao Indonesia (ASKINDO), bahwa
biji kakao Indonesia mulai ditinggalkan pembeli asing menyusul makin
merosotnya kualitas produknya. Negara pengimpor biji kakao antara lain
Singapura dan Malaysia telah mengalihkan pembelian kakao ke Pantai
Gading dan Papua Nugini. Kualitas biji kakao Indonesia di mata
internasional telah dianggap sangat rendah karena ketika diekspor tidak
difermentasi terlebih dahulu. Akibatnya, aroma yang dihasilkan tidak baik
dan kandungan lemaknya rendah. Selain itu, biji kakao Indonesia
kandungan kotorannya di atas empat persen. Sesuai standar
internasional, kandungan kotoran maksimal dua persen. Rendahnya
kualitas biji kakao tersebut antara lain karena umur tanaman kakao di
Indonesia sudah berusia lebih 17 tahun sehingga produktivitas menurun.
Selain itu, hama penggerek buah kakao sejak tahun 1995 sampai saat ini
belum dapat diberantas. Hal tersebut dikarenakan umur tanaman sangat
mempengaruhi jumlah buah yang dapat dihasilkan tanaman. Pada umur
8-18 tahun, produksinya stabil. Tetapi memasuki umur ke 20 maka
produksi yang dihasilkan akan mulai menurun.
Sulawesi Selatan termasuk salah satu sentra produksi kakao di
Indonesia. Propinsi ini memberikan kontribusi dalam hal pengeksporan
kakao. Hal ini didukung oleh luasnya areal perkebunan kakao yang
kemudian berimbas pada tingkat produksi yang tinggi. Hal ini menjadi
UNIVERSITAS HASANUDDIN 4
suatu tantangan sekaligus peluang bagi para investor untuk
mengembangkan usaha dan meraih nilai tambah yang lebih besar dari
agribisnis kakao (Ditjenbun, 2010).
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) adalah salah satu komoditas
perkebunan yang memiliki peranan penting dalam pembangunan di
Sulawesi Selatan, karena memiliki areal yang cukup luas dan menyebar di
seluruh kabupaten yang ada di Sulawesi Selatan, serta memberikan
kontribusi yang cukup besar bagi propinsi Sulawesi Selatan. Disamping
itu, sampai saat ini kakao masih memiliki prospek pasar yang cukup baik
dibanding komoditas perkebunan lainnya (Salahuddin, S, 2007).
Salah satu wilayah di Sulawesi selatan yang memiliki kondis alam
dan keadaan geogrfasis yang mendukungdalam pembudidayaan komoditi
kakao adalah Kabupaten Bulukumba tepatnya di Desa Mattirowalie.
Saat ini Desa Mattirowalie merupakan Desa yang sebagian besar
masyarakatnya berprofesi sebagai petani kakao. Komoditi kakao yang
berasal dari Desa ini tergolong dalam kualitas yang baik. Meskipun
tergolong kakao yang baik namun masih terdapat kendala yang dihadapi
oleh petani kakao di Desa tersebut.
Berbagai usaha telah dilaksanakan untuk pengembangan komoditi
kakao. Perbaikan teknik budidaya pada akhirnya akan membawa manfaat
besar. Teknik pembibitan yang efisien, usaha mendapatkan bahan tanam
unggul, metode pemangkasan untuk membentuk habitat yang baik,
pengaturan jarak tanam maupun usaha perlindungan terhadap hama dan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 5
penyakit ditujukan kepada ditemukannya suatu periode penanaman dan
pemeliharaan kakao yang efisien dengan sasaran produksi baik dari segi
jumlah maupun mutu (Siregar dkk, 1997)
Walaupun ada banyak masalah potensial, namun kakao
merupakan komoditi yang ideal untuk dibudidayakan para petani rakyat
karena dapat dibudidayakan dengan produktivitas yang sama pada skala
kecil ataupun skala besar. Kakao secara mudah dibudidayakan dan
dipungut hasil panennya serta tidak memerlukan banyak modal untuk alat
mesin berat dalam pengolahannya. Oleh karena itu, kakao mudah terpadu
dengan sistem pertanian tradisional (Spillane, J, 1995 : 163).
Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan
penelitian mengenai Strategi Dalam Peningkatan Mutu Kakao (Suatu
Studi Antropologi Ekonomi Terhadap Pertanian Kakao di Desa
Mattirowalie, Kecamatan Kindang, Kabupaten Bulukumba.)
B. Rumusan Masalah
Desa Mattirowali memiliki lahan yang produktif. Lahan yang
produktif harusnya bisa dimanfaatkan dengan menanam atau
mengembangbiakkan tanaman yang bermanfaat dan menguntungkan dari
segi ekonomi. Oleh sebab itu, penulis merumuskan pertanyaan penelitian
sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem pengetahuan petani Desa Mattirowalie
mengenai pertanian kakao?
UNIVERSITAS HASANUDDIN 6
2. Bagaimana pola pertanian yang diterapkan selama ini dalam
rangka meningkatkan kuantitas dan kualitas produksinya?
3. Bagaimana strategi pengolahan hasil panen yang diterapkan dalam
rangka menjaga kualitas biji kakaonya?
C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan dari penelitian ini yakni:
a. Memahami sistem pengetahuan petani Desa Mattirowalie
mengenai pertanian kakao
b. Mendeskripsikan bagaimana praktek/pola pertanian kakao dalam
rangka meningkatkan kuantitas san kualitas hasil produksinya.
c. Mendeskripsikan strategi petani dalam proses pengolahan hasil
panen dalam rangka menjaga kualitas biji kakaonya.
2. Manfaat penelitian:
a. Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi
baru atau data ilmiah sebagai masukan kepada ilmu pengetahuan,
khususnya dalam ilmu antropolgi.
b. Manfaat praktis
Diharapkan dapat bermanfaat bagi Dinas Pertanian dan
perkebunan dan Dinas Pendidikan dan instansi terkait untuk
perbaikan maupun implementasi program-program kedepannya.
Penelitian ini diharapkan dapat memperkaya wawasan dan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 7
pengetahuan penulis dan sebagai salah satu cara untuk
mengaplikasikan ilmu dan teori yang diperoleh di bangku kuliah.
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi masyarakat
dalam mengambil langkah yang lebih efisien dalam hal
peningkatan mutu kakao
D. Tinjauan Konseptual
a. Sistem pengetahuan pertanian
Sistem pengetahuan adalah salah satu dari tujuh unsur
kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia dengan belajar (Koentjoroningrat, 1990: 180).
Kebudayaan merupakan pengetahuan manusia sebagai makhluk
sosial, yang isinya adalah perangkat-perangkat model pengetahuan, yang
secara selektif digunakan oleh para pendukung atau pelakunya untuk
menginterpretasikan dan memahami lingkungan yang dihadapi, dan
digunakan sebagai referen atau pedoman untuk bertindak (dalam bentuk
kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan lingkungan yang
dihadapi.(Suparlan, 1986:106).
Menurut Sanjaya (2011) Kebudayaan pada dasarnya adalah
keseluruhan pengetahuan yang dimiliki secara bersama oleh warga suatu
masyarakat. Pengetahuan yang telah diakui sebagai kebenaran sehingga
fungsional sebagai pedoman. Satuan-satuan pengetahuan itu terumuskan
dalam wujud kata-kata, kalimat-kalimat, ungkapan-ungkapan, pepatah-
UNIVERSITAS HASANUDDIN 8
petitih, peribahasa, wacana-wacana, dalil-dalil, rumusan-rumusan, bahkan
teori-teori. Keseluruhannya digunakan secara selektif dan kontekstual
sesuai dengan kebutuhan atau persoalan yang dihadapi. Penggunaan
pengetahuan oleh orang per orang atau kelompok orang atau masyarakat,
menggambarkan bahwa sejatinya pengetahuan dimaksud telah dipahami,
diresapi, dan diyakini berkat adanya suatu proses pendidikan panjang
(dari sejak kecil sampai dewasa) dalam bentuk internalisasi dan
sosialisasi.
Pengetahuan sebagai salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang
bersifat universal menurut Koentjaraningrat tidak dapat dilepaskan dari
kehidupan manusia. Pengetahuan juga adalah salah satu aspek yang
membedakan manusia dengan makhluk lainnya.
Pengetahuan yang lebih menekankan pengamatan dan
pengalaman inderawi dikenal sebagai pengetahuan empiris. Pengetahuan
ini bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan dan observasi yang
dilakukan secara empiris dan rasional. Pengetahuan empiris tersebut juga
dapat berkembang menjadi pengetahuan deskriptif bila seseorang dapat
melukiskan dan menggambarkan segala ciri, sifat, dan gejala yang ada
pada objek empiris tersebut. Pengetahuan empiris juga bisa didapatkan
melalui pengalaman pribadi manusia yang terjadi berulangkali. Misalnya,
seseorang yang sering dipilih untuk memimpin organisasi dengan
sendirinya akan mendapatkan pengetahuan tentang manajemen
organisasi.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 9
Selain pengetahuan empiris, ada pula pengetahuan yang didapatkan
melalui akal budi yang kemudian dikenal sebagai rasionalisme.
Rasionalisme lebih menekankan pengetahuan yang bersifat apriori; tidak
menekankan pada pengalaman. Misalnya pengetahuan tentang
matematika. Dalam matematika, hasil 1 + 1 = 2 bukan didapatkan melalui
pengalaman atau pengamatan empiris, melainkan melalui sebuah
pemikiran logis akal budi.
Pengetahuan tentang keadaan sehat dan sakit adalah pengalaman
seseorang tentang keadaan sehat dan sakitnya seseorang yang
menyebabkan seseorang tersebut bertindak untuk mengatasi masalah
sakitnya dan bertindak untuk mempertahankan kesehatannya atau
bahkan meningkatkan status kesehatannya. Rasa sakit akan
menyebabkan seseorang bertindak pasif dan atau aktif dengan tahapan-
tahapannya.
Sistem pengetahuan tersebut dikelompokkan menjadi:
pengetahuan tentang alam, pengetahuan tentang tumbuh-tumbuhan dan
hewan di sekitarnya, pengetahuan tentang tubuh manusia, pengetahuan
tentang sifat dan tingkah laku sesama manusia, pengetahuan tentang
ruang dan waktu. Masing-masing kelompok tersebut juga masing-masing
memiliki ruang lingkup sendiri yang lebih luas lagi karena pengetahuan
tersebut meliputi banyak dimensi yang nantinya ketika manusia
menemukan metode-menode yang sistematis dan terstruktur dalam
mengkaji pengetahuan itu, akan berkembang menjadi ilmu pengetahuan.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 10
Dalam bahasa Inggris, budaya disebut "culture" dan pertanian
diartikan "agriculture". Walau tidak bisa dikatakan sama, namun kata
"culture" yang memakna kata budaya dan pertanian, tentu saja bakal
memiliki korelasi. Sejarah pertanian adalah bagian dari sejarah
kebudayaan manusia. Pertanian muncul ketika suatu masyarakat mampu
untuk menjaga ketersediaan pangan bagi dirinya sendiri. Pertanian
memaksa suatu kelompok orang untuk menetap dan dengan demikian
mendorong kemunculan peradaban. Terjadi perubahan dalam sistem
kepercayaan, pengembangan alat-alat pendukung kehidupan, dan juga
kesenian akibat diadopsinya teknologi pertanian. Kebudayaan masyarakat
yang tergantung pada aspek pertanian diistilahkan sebagai kebudayaan
agraris.
Sebagai bagian dari kebudayaan manusia, pertanian telah
membawa revolusi yang besar dalam kehidupan manusia sebelum
revolusi industri. Bahkan dapat dikatakan, revolusi pertanian adalah
revolusi kebudayaan pertama yang dialami manusia.
Pengetahuan dalam bidang pertanian sangat dibutuhkan untuk
menghasilkan hasil pertanian yang baik. Petani adalah aktor utama dalam
kegiatan pertanian, baik tidaknya hasil pertanian tersebut tergantung
bagaimana pengetahuan petani tersebut. Pengetahuan petani terhadap
satu atau beberapa hal berbeda dengan orang lain. hal tersebut
dipengaruhi oleh beberapa hal, baik dari intern manusia itu sendiri,
interaksional dan visual yang menggambarkan momen rutin dan ystematic,
serta maknanya dalam kehidupan individual dan kolektif (Denzin and
Lincoln, 2009).
Dengan menggunakan metode kualitatif maka tipe penelitian ini
lebih menekankan pada tipe deskriptif. Alasan menggunkan metode
kualitatif dengan tipe deskriftif karena, permasalahan belum jelas, holistic,
kompleks, dinamis dan penuh makna. Selain itu peneliti bermaksud
memahami situasi social secara mendalam untuk memperoleh data yang
relevan dengan tema penelitian.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 48
B. Teknik Pemilihan Lokasi Penelitian
Tempat yang menjadi fokus penelitian ini adalah Desa
Mattirowalie, Kec. Kindang, Kab. Bulukumba. Penulis memilih lokasi ini
karena beberapa pertimbangan yaitu:
1. Daerah ini merupakan daerah penghasil kakao, dan pertanian kakao
sangat dominan di desa ini. Di mana sebagian besar kebutuhan
masyarakatnya disandarkan pada ystem pertanian ini.
2. Lokasi ini mudah dijangkau sehingga penulis dapat memperoleh
informasi mengenai fokus yang dibahas dalam penelitian nantinya.
3. Merupakan daerah kelahiran penulis jadi secara umum penulis sangat
akrab dengan kondisi lingkungan sosial budayanya yang
memungkinkan untuk studi mendalam dan perolehan data atau
informasi akurat.
C. Teknik Pemilihan Informan
Pemilihan informan dalam penelitian ini ditentukan secara sengaja
(purposive). Penentuan informan bersifat sementara dan akan
berkembang setelah peneliti di lapangan. Informan pada tahap awal
memasuki lapangan dipilih orang yang memiliki power dan otoritas pada
situasi ystem atau objek yang diteliti, sehingga mampu membuka pintu
kemana saja peneliti akan melakukan pengumpulan data yaitu kepala
dinas atau instansi, kepala desa atau kelurahan dan lain-lain. Setlah itu
informan yang dipilih adalah mereka yang menguasai atau memahami
masalah penelitian, dan mereka yang tergolong masih sedang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 49
berkecimpung atau terlibat pada kegiatan yang tengah diteliti, Informan
dipilih berdasarkan kebutuhan data dan informasi yang dibutuhkan.
(Sugiyono, 2008 ; 292-293)
D. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian, pengumpulan data dalam mengungkapkan
permasalahan yang dianggap praktis yakni :
1. Studi pustaka (library research), yaitu teknik penelitian yang
menggunakan berbagai macam kepustakaan dengan mengumpulkan
data-data sekunder melalui literature yang telah ada guna membantu
memahami secara umum.
2. Penelitian Lapangan (Field Research) yaitu penelitian yang dilakukan
di lapangan dengan menggunakan teknik pengumpulan data sbb ;
- Pengamatan (Observasi)
Observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi
partisipan yang bertujuan untuk menjaring perilaku individu yang terjadi
dalam kenyataan sebenarnya. Observasi ini juga untuk mendiskripkan
kehidupan ystem yang sebenarnya. Kegiatan yang dilakukan dalam
observasi ini adalah mengamati kondisi dan keadaan informan yang
menjadi objek penelitian ini dan mengamati kegiatan yang dilakukan
petani kakao dalam hal ystem pengelolaanya.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 50
- Wawancara (Interview)
Wawancara dilakukan pada informan yang dipilih dan dianggap
dapat memberikan informasi tentang yste masalah penelitian. Untuk
melakukan wawancara terlebih dahulu dipersiapkan pedoman wawancara
namun pada situasi tertentu, wawancara dapat dilakukan secara spontan,
seperti dalam pembicaraan sehari-hari tetapi tetap terfokus pada masalah
penelitian.
E. Teknik Analisis Data
Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, untuk
itu maka perlu dicatat secara teliti dan rinci. Analisis yang digunkan dalam
penelitian ini adalah analisis data kualitatif. Analisis data kualitatif menurut
Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2008 ; 246-253) dilakukan secara
interaktif melalui proses data reduction, data display, dan conclusion
drawing/verification. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal
yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari pola dan
temanya. Setelah data direduksi selanjutnya adalah mendisplaykan data
atau penyajian data, penyajian data dilakukan dalm bentuk teks yang
bersifat naratif. Langkah ketiga yaitu penarikan kesimpulan dan verifikasi,
dimana kesimpulan ini disajikan dalam bentuk deskripsi atau gambaran.
F. Sistematika Penulisan
Tulisan ini disusun secara sistematis ke dalam beberapa bab, dan
setiap bab terdiri sub-sub bab, adapun sistematika penulisan disusun
sebagai berikut :
UNIVERSITAS HASANUDDIN 51
Bab I : Memuat pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah,
rumusan masalah, kerangka konseptual, tujuan dan kegunaan
penelitian,
Bab II : Ialah studi pustaka untuk seleksi kensep-konsep yang
relevan dan untuk menjawab pertanyaan penelitian
Bab III : memuat metode penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab IV : Memuat tentang gambaran umum lokasi penelitian yang
mencakup lokasi penelitian, keadaan geografi, luas wilayah dan
penggunaan lahan, iklim, keadaan penduduk, pendidikan, dan
mata pencaharian hidup.
Bab V : Mencakup data khusus tentang pertanian kakao di Bulukumba,
bagaimana ystem pengetahuan masyarakat tentang kakao,
bagaiamana pola bertani tanaman kakao, dan bagai mana upaya
peningkatan mutu kakao, di Desa Mattirowalie Kecamatan
Kindang Kabupaten Bulukumba.
Bab VI : Merupakan bab penutup yang berisi kesimpulan dan sara
UNIVERSITAS HASANUDDIN 52
IV. Gambaran Umum Lokasi
A. Letak Lokasi
Desa Mattirowalie merupakan salah satu desa dari delapan (8)
desa dan satu (1 ) kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang Kabupaten
Bulukumba. Desa mattirowalie terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun
Uluparang, Cilibbu, Tujuang, Tujuang Raya, Bonto Rita, Kampung
Tanggah dan Sopa. Desa Mattirowalie adalah Desa yang sumber utama
penghasilan penduduknya dari sector pertanian dan perkebunan
Adapun batas-batas wilayahnya
- Sebelah Timur : Bukit Harapan
- Sebelah Utara : Benteng Palioi
- Sebelah Barat : Anrihua
- Sebelah Selatan : Balibo
Gambar 1Peta Desa Mattirowalie
UNIVERSITAS HASANUDDIN 53
Sumber : Kantor Desa Mattirowalie
B. Keadaan Iklim dan Topografi
Faktor iklim dan topografi memiliki pengaruh yang sangat besar
terhadap pengelolaan lahan pertanian pada suatu daerah. Ditinjau dari
segi pengelolaan air, faktor topografi menjadi penting karena dapat
menjadi kendala dalam pengaturan air.
Desa Mattirowalie terletak pada ketinggian 15 km dari permukaan
air laut, dengan keadaan topografi kecamatan Kindang bervariasi dari
daerah latar, bergelombang, dan berbukit. Sedangkan Desa Mattirowalie
sebagai lokasi penelitian keadaan topografi datar.
Adapun jarak Desa Mattirowalie dengan ibukota kecamatan adalah
7 km dan jarak dari ibukota kabupaten adalah 20 km. Pada umumnya
keadaan iklim dan curah hujan merupakan unsur-unsur yang juga
mempengaruhi keberhasilan petani dalam berusahatani pada umumnya
dan khususnya usahatani kakao. Keadaan iklim dan penyebaran curah
hujan wilayah Kecamatan Kindang secara umum sangat dipengaruhi oleh
letak geografis dan bentuk wilayahnya. Keadaan iklim di Desa
Mattirowalie sebagaimana desa-desa di wilayah Indonesia lainnya beriklim
tropis dengan dua musim yaitu musim kemarau dan musim hujan
C. Sejarah Desa
UNIVERSITAS HASANUDDIN 54
Desa Mattirowalie berasal dari bahasa Bugis yang berasal dari kata
Mattiro artinya memandang atau melihat, dan kata Wali-wali artinya kedua
sisi.berarti bisa memandang kesegala arah karena berada di tempat yang
tinggi. Mengignat desa Mattirowalie sejak terbentuknya mempunyai
wilayah yang luas maka penduduk yang terdiam diwilayah ibu kota
Mattirowalie. Istilah Mattirowalie menggunakan kata Bugis mengingat
pengaruh dari kerajaan Bonme yang dikenal dengan suku Bugis.
Desa Mattirowalie merupakan salah satu desa dari delapan (8)
desa dan satu (1 ) kelurahan yang ada di Kecamatan Kindang Kabupaten
Bulukumba. Desa mattirowalie terdiri atas tujuh dusun yaitu Dusun
Uluparang, Cilibbu, Tujuang, Tujuang Raya, Bonto Rita, Kampung
Tanggah dan Sopa. Desa Mattirowalie adalah Desa yang sumber utama
penghasilan penduduknya dari sector pertanian dan perkebunan. Berikut
gambaran tentang sejarah perkembangan Desa Mattirowalie.
Desa Mattirowalie pada awalnya terdiri dari tiga wilayah yaitu:
- Toddo Palioi
- Totoa Tujuang
- Gallarang Borong
Sebelum terbentuk menjadi sebuah desa, mattirowalie pernah dipimpin
oleh tiga yang kedudukannya sama dengan kepala desa yaitu :
1. Totoa Tujuang
2. Toddo Palioi
3. Galla Borong
UNIVERSITAS HASANUDDIN 55
Pada tahun 1976 terbentuklah Desa Mattirowalie yaitu meliputi tiga
wilayah yakni Tujuang, Pallioi dan Borong yang berpusat di pertngahan
wilayah yaitu Tujuang yang dipimpin Oleh kepala desa pertama yaitu Andi
Patanrai. Desa Mattirowalie sejak terbentuknya telah beberapa kali
mengalami pergantian kepemimpinan yaitu :
1. Andi Patanrai (1976-1979)
2. Andi Gandis (1979-1983)
3. Salahudin (1983-1987)
4. Andi Abdul Pattah (1987-1997)
5. Andi Abdul kahar (1999-2008)
6. Abri S.Pd (2008-sekarang)
Demikianlah sejarah singkat tentang Desa Mattirowalie dari awal
terbentuknya hingga sekarang.
D. Luas dan Penggunaan Lahan
Luas Desa Mattirowalie sekitar 13 Km2 . sebagai salah satu Desa di
Kabupaten Bulukumba, Desa Mattirowalie punya potensi besar dalam
pengelolaan lahan pertanian, perkebunan dan kehutanan karena sebagian
besar wilayahnya adalah lahan pertanian dan perkebunan.
Desa Mattirowalie pada umumnya memiliki potensi sumber daya
alam yang cukup besar dengan penggunaan lahan. Hampir separuh dari
jenis tanah yang terdapat di Desa Mattirowalie terdiri dari bebatuan dan
berlumpur, tetpi dapat dikatakan daerah ini sangat subur. Terbukti dari
banyaknya tanaman yang tumbuh subur, begitu pula dengan tanaman
UNIVERSITAS HASANUDDIN 56
pertaniannya terutama tanaman coklat. Oleh karena itu, sebagian besar
lahan yang dimiliki digunakan untuk pertanian kakao.
Secara terperinci, penggunaan lahan di Desa Mattirowalie dapat dilihat
pada table berikut ini.
Table 1 : Luas Wilayah menurut Penggunaan lahan di Desa Mattirowalie, Kecamatan Kindang Kabupaten BulukumbaNo Penggunaan Luas lahan (Ha/m2)
1 Pemukiman 13 Ha/m2
2 Persawahan 438,02 Ha/m2
3 Perkebunan 483,05 Ha/m2
4 Kuburan 1,25 Ha/m2
5 Lapangan 12.056 Ha/m2
6 Taman -
7 Perkantoran 13,08 Ha/m2
8 Prasarana umum lainnya 5 Ha/m2
Jumlah 13000 Ha/m2
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas memberikan keterangan bahwa masyarakat di Desa
Mattirowalie sudah mulai menggunakan lahannya dengan baik dan
menepatkannya sesuai dengan fungsinya. Dari data di atas diperoleh
bahwa penggunaan lahan perkebunan merupakan yang sangat dominan
yaitu 483,02 Ha/m2. Pada lahan perkebunan ini yang dimiliki warga ini,
sebagaian dikembang biakkan tanaman seperti cengkeh, durian, kakao,
rambutan.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 57
UNIVERSITAS HASANUDDIN 58
E. Kondisi Sosial
1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin adalah kelas atau kelompok yang terbentuk dalam
suatu spesies sebagai sarana atau sebagai akibat digunakannya proses
reproduksi seksual untuk mempertahankan keberlangsungan spesies itu.
Jenis kelamin ini merupakan salah satu factor yang dapat mempengaruhi
kemampuan kerja dan jug sangat menentukan dalamkualifikasi
pembagian kerja. Penduduk Desa mattirowalie terdiri atas 1059 KK
dengan total jumlah jiwa 3928 orang. Berikut jumlah perbandingan jumlah
perempuan dengan laki-laki.
Table 2: Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Laki-laki Perempuan Jumlah
1979 1949 3928
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Pada table diatas terlihat bahwa jumlah penduduk antara laki-laki
dengan perempuan terdapat perbedaan yang tidak terlalu signifikan yaitu
sebanya30 jiwa. Dimana jumlah penduduk laki-laki sedikit lebih banyak
1979 jiwa dibandingkan dengan jumlah penduduk wanita yaitu sebanyak
1949
2. Mata Pencaharian
Mata pencaharian adalah segala kegiatan yang dilakukan untuk
menghasilkan pendapatan guna memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Desa Matiirowalie terletak sekitar 25 km dari kaki gunung Lompo Battang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 59
yang sebagian besar wilayahnya adalah tanah pertanian, umunya
penduduk berprofesi sebagai petani, naik itu sector persawahan maupun
sector perkebunan, karena sekitar 95% penduduknya adalah petani dan
hanya sebagian kecil penduduk bekerja di sector lain, misalnya PNS,
wiraswasta dan lain-lain.
Table 3 ; Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Mata Pencaharian Persentase
Petani 95%
Nelayan -
Peternak 1,2%
Wiraswasta 2%
PNS 0,3%
Karyawan 0,5%
Pengrajin 1%
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas diketahui hampir semua masyarakat di Desa
Mattirowalie berproesi sebagai petani dengan persentase 95%, peternak
1,2%, wiraswasta 2%, PNS 0,3%, karyawan 0,3% dan pengrajin 1%.
Petani yang ada di Desa Mattirowalie umumnya mengembang biakkan
tanaman kakao.
3. Pendidikan
Umumnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh para petani
merupakan factor yang berpengaruh terhadap pengelolaan usaha taninya.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 60
Walaupun seseorang memiliki kemampuan fisik yang memadai tetapi
tidak ditunjang dengan pengetahuan, maka usaha yang dikelola tidak
akan mengalami peningkatan. Pendidikan dan pengalaman pada
umumnya akan mempengaruhi cara berfikir petani. Pendidikan petani
yang relative tinggi menyebabkan petani akan lebih dinamis mengikuti
perkembangan teknologi. Dengan adanya pendidikan yang relative lebih
tinggi yang dimiliki etani akan memudahkan petugas penyuluhan untuk
menyampaikan konsep yang akan dibawakan. Karena petani akan lebih
mudah mengerti dan emahami apa yang disampaikan oleh penyuluh.
Tingkat pendidikan pada suatu daerah pasti memiliki tingkat yang
berbeda-beda. Berikut mengenai tingkat pendidikan yang ada di Desa
Mattirowalie menurut data sekunder yang telah diperoleh.
Table 4 ; Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
No Tingkatan Pendidikan Pria Wanita
1 Belum sekolah 47 99
2 Tidak lulus SD 737 650
3 Lulus SD 120 590
4 Tidak lulus SLTP 200 160
5 Lulus SLTP 200 118
6 Tidak lulus SLTA 173 184
7 Lulus SLTA 50 50
8 Lulus D1/sederajat 0 1
9 Lulus D2/sederajat 11 21
UNIVERSITAS HASANUDDIN 61
10 Lulus D3/ sederajat 0 16
11 Sedang/lulus S1 330 453
Jumlah 1864 1889
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Pada table diatas diketahui bahwa tingkat pendidikan masyarakat
Desa Mattirowalie kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba masih
rendah, warga yang tidak melanjutkan sekolah ataupun tidak sekolah lebih
memilih mengolah lahan untuk pertanian, khusunya tanaman kakao.
kakao tanaman kakao merupakan tanaman yang mudah untuk
dikembangbiakkan sehingga warga yang sekolah maupun tidak sekolah,
tua ataupun muda bisa mengembang biakkan tanaman kakao. Lahan
yang dikelola baik itu lahan milik sendiri maupun lahan milik orang lain.
Saat ini sudah ada masyrakat yang sedang atau telah lulus sarjana. Hal
ini tentu akan memberikan harapan terhadap perkembangan atau
peningkatan pendidikan di desa tersebut.
4. Sarana dan Prasarana Desa
Sarana pendidikan, keagamaan, dan transportasi mempunyai
peranan penting dalam menunjang pembangunan daerah di segala
bidang. Selain itu, sarana pendidikan, keagamaan dan transportasi dapat
meningkatkan kesejahtraan masyarakat. Untuk mengetahui secara rinci
mengenai sarana pendidikan, keagamaan, dan transportasi di Desa
Mattirowalie dapat dilihat pada table. Berikut gambaran sarana dan
prasarana yang ada di Desa Mattirowalie
UNIVERSITAS HASANUDDIN 62
Table 5 : Sarana Pendidikan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Sarana Jumlah
TK 2 buah
SD 2 buah
SMP/sederajat 2 buah
SMA/sederajat -
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas dapat diketahui bahwa sarana pendidikan yang
terdapat di Desa Mattiro walie masih sangat minimhal ini terlihat dari
jumlah sekolah yang masih sangat sedikit. SD dan SMP masing-masing
berjumlah 2 buah, sedangkan untuk SMA sederajat tidak ada
Table 6 : Sarana Keagamaan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Sarana Jumlah
Masjid 7 buah
Mushalah 2 buah
Gereja -
Pura -
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas dapat diketahui sarana keagamaan yang ada di
Desa Mattirowalie cukup memadai dengan fasilitas masjid sebanyak 7
buah dan musolah sebanyak 2 buah, semua warga desa Mattirowalie
memeluk agama islam. Hal ini menunjukkan bahwa warga sadar akan
pentingnya agama untuk mendekatkan diri kepada sang Pencipta.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 63
5. Prasarana Transportasi
Prasarana transportasi mempunyai peranan penting dalam
menunjang pembangunan khususnya kelancaran bertansportasi. Untuk itu
lebih jelasnya mengenai sarana transportasi yang ada di Desa
Mattirowalie dapat dilihat pada table berikut.
Tabel 7 : Kwalitas Jalan di Desa Mattirowalie Kecamatan Kindang Kabupaten Bulukumba
Jalan Panjang
Aspal 7 km
Sirtu 6 km
Tanah 15 km
Setapak 12 km
Sumber; Data profil Desa Mattirowalie, 2011
Dari table diatas dapat diketahui bahwa keberadaan sarana dan
prasarana transportasi yang ada di Desa Mattirowalie masih berupa tanah
dan jalan setapak. Hanya sebagian yang telah diaspal. Lokasi penelitian
ini dapat dijangkau dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun
roda empat. Arus transportasi ke desa ini tergolong cukup lancar meski
kondisi jalan yang kurang begitu rata. Angkutan umum hanya melewati
jalan kabupaten sepanjang 4 km.
Sarana dan prasarana inilah yang sering dimanfaatkan oleh
penduduk Desa Mattirowalie untuk memperlancar kegiatan mereka,
utamanya dalam hal pengangkutan dan pengadaan faktor-faktor produksi
usahatani kakao.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 64
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Tanaman Kakao
Tanaman kakao bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman tersebut
diperkirakan berasal dari lembah hulu sungai Amazon, Amerika Selatan
yang dibawa masuk ke Indonesia melalui Sulawesi Utara oleh Bangsa
Spanyol sekitar tahun 1560. Namun sejak kapan mulai dibudidayakan
masih belum begitu jelas. Ada yang berpendapat pembudidayaannya
bersamaan dengan pembudidayaan kopi tahun 1820, tetapi pendapat lain
mengatakan lebih awal lagi yaitu tahun 1780 di Minahasa.
Pembudidayaan kakao di Daerah Minahasa tersebut tidak berlangsung
lama karena sejak tahun 1845 terjadi serangan hama penggerek buah
kakao (PBK). Akibatnya kebun tidak terpelihara dan menjadi rusak.
B. Sistem Pengetahuan Petani Desa Mattirowalie
Sistem pengetahuan bertani merupakan suatu hal yang sangat
penting dalam pertanian. Mampu tidaknya petani mendapatkan hasil
pertanian yang baik tergantung bagamana pengetahuan petani tersebut
untuk mengolah tanaman mereka.
Dalam sistem pengetahuannya, pertanian Desa Mattirowalie telah
menjadi lebih maju dengan teknologi baru yang dipakai oleh para petani
yang didapatkan melalui pembelajaran dari luar maupun teknologi
sederhana yang ditemukan sendiri oleh petani Desa Mattirowalie.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 65
Teknologi tersebut adalah teknologi dalam meningkatkan produktifitas
tanaman kakao yang telah berumur tua dengan melakukan teknik
tempelan.
Desa Mattirowalie merupakan Desa yang sebagian besar
penduduknya berprofesi sebagai petani, desa tersebut mempunyai tanah
yang produktif terbukti dengan banyaknya jenis tanaman yang tumbuh
subur dibudidayakan oleh petani di Desa tersebut. Lahan yang mereka
miliki digunakan untuk perkebunan dan pertanian. Tanaman yang sering
merekab tanam seperti cengkeh, durian, langsat, dll.
Spillane, J, (1995) mengemukakan bahwa pada umumnya
pertimbangan petani dalam memilih usahatani dipengaruhi oleh faktor
intern, ekstern dan motif keuntungan. Faktor intern adalah faktor-faktor
yang bersumber dari diri petani atau keluarganya, misalnya faktor
kemampuan, keahlian atau keadaan keluarga untuk dapat melaksanakan
suatu jenis usahatani. Faktor ekstern meliputi faktor intensitas
penyuluhan, iklim, dan jenis tanah. Berbicara mengenai motif keuntungan
tentunya tidak lepas dari pendapatan. Pada umumnya tujuan petani
melakukan kegiatan usahatani ialah untuk memperoleh keuntungan, baik
itu keuntungan secara subsisten ataupun keuntungan secara komersial.
Awal tanaman kakao di Desa Mattirowalie tidak begitu jelas.
Awalnya, tanaman kakao hanya cerita dan lama-kelamaan sudah ada
masyarakat yang menanam secara kecil-kecilan hingga saat ini. Asal dan
jenis bibit kakao yang dikembangkan tidak jelas karena ada yang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 66
berwarna hijau dan ada yang berwarna cokelat dan tumbuh secara
bersama-sama dalam kebun dan kelihatan tidak ada perbedaan yang
menonjol, baik batang maupun produksi.
Sebelum tahun 2006, petani di desa tersebut belum terlalu tertarik
untuk membudidayakan tanaman kakao. Mereka menganggap tanaman
kakao hasilnya panennya sedikit dan pengetahuan petani mengenai
budidaya tanaman kakao masih sangat kurang pada saat itu. Adapun
tanaman kakao yag ada saat itu merupakan tanaman kakao yang sudah
berumur tua yaitu berumur diatas 15 tahun, sehingga produktifitas
tanaman kakao tersebut mulai menurun. Panen terhadap tanaman kakao
tersebut juga sangat jarang dilakukan, ketika terdapat buah yang mulai
matang dan siap untuk panen, buah tersebut tidak dipetik namun
dibiarkan membusuk diatas pohon.
Pohon kakao mencapai tingkat produksi yang matang sesudah
enam atau tujuh tahun, dan mulai berbuah sesudah tiga tahun. Ada
banyak varietas hibrida yang berbuah dan mencapai tingkat kematangan
lebih cepat dibandingkan dengan vareitas tradisonal. Pohon terus
menerus berbuah selama beberapa tahun, kadang mencapai 50 – 60
tahun, tetapi pada umumnya hasil mulai turun sesudah pohon berusia
kira-kira 15 – 25 tahun atau lebih awal kalau pohon tidak dipelihara
dengan baik atau mengalami penyakit yang serius (Spillane, J, 1995 :
192).
UNIVERSITAS HASANUDDIN 67
Tanaman yang banyak dibudidayakan saat itu adalah cengkeh,
langsat, durian. Tanaman tesebut merupakan tanaman yang dipanen
secara musiman artinya dalam satu tahun hanya dapat dipanen satu atau
dua kali. Ini membuat rentan waktu yang panjang antara masa panen
sampai menunggu waktu panen berikutnya. Hal ini membuat kejenuhan
terhadap para petani. Terlebih lagi petani petani merasa sejahtera atau
merasa terpenuhi kebutuhannya ketika masa panen telah tiba, namun
ketika masa panen telah usai membuat para petani kembali merasa tidak
memiliki uang untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Tanaman kakao mulai digemari oleh petani untuk dibudidayakan
ketika melihat keberhasilan salah seorang petani yang berhasil
meningkatkan produktifitas tanaman kakao miliknya. Salah seorang warga
yang juga menjadi ketua salah satu kelompok tani di Desa Mattirowalie
bernama Abri (45 tahun) melakukan rehabilitasi terhadap tanaman kakao
miliknya. Pada tahun 2006, Beliau melakukan rehabilitasi terhadap
tanaman kakao miliknya yang berumur sudah tua dan tidak produktif lagi.
Menurutnya kakao yang sudah tidak produktif itu cepat atau lambat pasti
akan ia tebang kemudian akan digantikan dengan tanaman baru. Dari
situlah kemudian bapak Abri berinisiatif melakukan rehabilitasi terhadap
tanaman kakaonya, jika rehabilitasi itu berhasil menghasilkan buah kakao
yang baik, maka tanaman kakao itu akan tetap dibiarkan tumbuh, namun
jika rehabilitasi itu gagal maka tanaman kakao itu akan ditebang untuk
ditanami tanaman yang baru. Bpk. Abri mengatakan :
UNIVERSITAS HASANUDDIN 68
“Tanaman kakao yang ada di Desa ini hampir semua itu sudah tua, jadi tidak banyakmi buahnya kalau panen. Baru warga disini malasmi panenki kalau ta’sedikitji didapat… nanti baru saya rehabilitasi ini pohon kakao yang saya punya baru ada yang ikuti saya punya cara ini, karna kembali banyak buahnya kalau panenki.”(wawancara pada tanggal 17 januari 2013)
Rehabilitasi yang dilakukan yaitu dengan cara memangkas habis
tanaman kakao yang Ia miliki sehingga yang tesisa hanya batang utama
bagian bawahnya. Kemudian batang bawah yang tesisa itu disayat lalu
disambungkan dengan entres yang telah disiapakan. Oleh bapak Abri
cara disebut dengan teknik tempelan, melalui teknik ini diharapan agar
batang bawah hasil pemangkasan tadi dapat menghasilkan buah kakao
yang bermutu baik setelah disambungkan/ditempel dengan entres baru.
Enters baru yang telah disiapkan itu berasal dari pohon yang memiliki
buah produktif dan tahan hama, milik seorang warga bernama Jaelani (50
tahun). Teknik tempelan yang dilakukan oleh Bapak Abri Tersebut
didapatkan melalui pengalamannya bertani (pengetahuan empiris). Hal ini
seperti yang diceritakansebagai berikut :
“saya memang dari dulu senang berkebun, dulu waktu saya pangkas habis semua ini pohon, banyak orang bilangika gila… dia kataika sinting, karna ini kebun warisannya saya punya bapak, terus ini pohon kakao juga lama sekalimi. Pemikirannya orang masa ini pohon mau ditebang na itu pohon bisa hasikan uang.”(wawancara pada tanggal 17 januari 2013)
Beliau melakukan tempelan terhadap tanaman kakaonya secara
bertahap dari total luas kebun yang ia miliki ± 2 Ha. Kebun yang ia miliki
tersebut dikembangbiakkan berbagai tanaman seperti cengkeh, pisang,
langsat dan durian. Namun ketika tanaman kakao hasil tempelan tadi
UNIVERSITAS HASANUDDIN 69
mulai berbuah dengan hasil yang baik, tanaman kakao yang tadinya tidak
dilakukan tempelan kini dilakukan tempelan, kebun yang tadinya terdapat
banyak jenis tanaman kini didominasi tanaman kakao. Hasil dari tempelan
itu terlihat ketika berumur 9 bulan. Tanaman kakao mulai kembali
produktif, dan jenis tanaman kakao yang dihasilkan lebih besar
dibandingkan tanaman kakao sebelum dilakukakan tempelan. Hal ini
dikarenakan entres yang disambungkan tadi berasal dari pohon induk
yang produktif dan tahan hama sehingga menghasilkan buah yang lebih
besar dan banyak. Sebagian warga/petani yang tadinya tidak berminat
untuk membudidayakan tanaman kakao, mulai ikut melakukan apa yang
dilakukan oleh Bapak Abri.
Klon yang digunakan berasal dari tanaman kakao induk milik
warga bernama Jaelani (50 Tahun). Kakao tersebut terbukti
menghasilkan buah kakao dengan kualitas yang baik. Karena dianggap
bermutu baik, Pada pertengahan tahun 2012 lalu, kakao tersebut
mendapat juara II pada perlombaan uji kualitas tanaman kakao unggul.
Dan dari situ kemudian kakao tersebut diberi nama untuk dipatenkan.
Nama kakao tersebut adalah “Jakumba”. Jakumba sendiri merupakan
singkatan dari “Jaelani dari Bulukumba”.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa Desa Mattirowalie
merupakan desa yang memiliki tanah yang sangat subur. Pada pertanian
kakao juga banyak kendala yang ditemui oleh petani salah satunya adalah
musim yang saat ini berubah-ubah, hal ini sesuai dengan pandangan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 70
Muljana (2001) terdapat beberapa kendala bagi pertumbuhan dan
produksi tanaman kakao. Diantaranya musim dan jenis tanah yang harus
diperhatikan untuk mengembangbiakkan tanaman kakao.
1. Pengetahuan Tentang Musim
Untuk hasil pertanian yang baik, petani menggantungkan
sepenuhnya pada keadaan alam, semua jenis pertanian akan selalu
bergantung pada alam. Hal inilah yang dirasakan oleh para petani di Desa
Mattirowalie ketika menghadapi cuaca yang tidak menentu. Cuaca yang
tidak menentu akan mempengaruhi kualitas tanaman kakao.
Tohir (1991:88) mengemukakan alam mempunyai arti yang sangat
luas ia terdiri dari banyak unsur. Unsur alam yang banyak hubungannya
dengan pengelolaan usaha tani Indonesia ialah iklim atau mangsa, dan
tanah. Iklim bagi usaha tani keluarga meliputi unsur hujan dan air, suhu
panas dan sinar matahari, angin, kelembaban atau kelangesan udara.
Di Desa Mattirowalie dikenal dua musim yakni musim hujan dan
musim kemarau. Musim hujan dimulai pada bulan Desember sampai
dengan bulan Maret, Dengan curah hujan diatas 2000mm/tahun sangat
cocok untuk pertanian kakao. Dengan suhu rata-rata berkisar antara 24°C
– 28°C dan curah hujan diatas 2000mm/tahun merupakan daerah yang
memiliki hujan banyak dan lembab. Adanya banyak hujan lebat (keras)
yang berlangsung lama menyebabkan bunga tanah dan unsur-unsur
bahan makanan tanaman yang berada di lapisan atas dari tanah hanyut
dan atau meresap ke lapisan-lapisan tanah yang lebih dalam letaknya.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 71
Patani di Desa Mattirowalie mengetahui bahwa kondisi alam yang mereka
miliki sangat cocok untuk segala jenis pertanian. Maka tanaman kakao
merupakan tanaman yang sangat cocok untuk dibudidayakan di Desa
tersebut.
2. Pengetahuan Tentang Jenis Tanah
Tanah merupakan hal yang sangat mutlak dalam pertanian. Pada
budidaya tanaman kakao, jenis tanah harus sangat diperhatikan agar
proses pertumbuhan tanaman kakao bisa maksimal. Tanaman Kakao
dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asalkan persyaratan fisik dan
kimia yang berperan terhadap pertumbuhan dan produksi kakao terpenuhi
Desa mattirowalie memiliki tanah yang subur dimana letak dari desa
tersebut berada pada dataran yang yang cukup tinggi sehingga membuat
tanaman kakao dapat tumbuh subur. Selain itu suhu untuk pertumbuhan
tanaman kakao di desa tersebut juga sangat menunjang yaitu 180c-300c.
3. Pengetauan Tentang Jenis Kakao
Tanaman kakao (Theobroma cacao L) termasuk tanaman tropis.
Dan mulai dibudidayakan secara luas di Indonesia sejak tahun 1970.
Tanaman kakao yang paling banyak ditanam ada 3 (tiga) jenis, yaitu jenis
Criollo buahnya berwarna merah, jenis Forastero buahnya berwarna hijau,
dan jenis Trinitario merupakan hibrida dari jenis Criollo dan jenis Forastero
secara alami, buahnya berwarna merah atau hijau. Kakao di Indonesia
yang ditanam sesudah tahun 1970 sebagian besar adalah jenis Trinitario
varietas lindak (Spillane, J, 1995 : 15).
UNIVERSITAS HASANUDDIN 72
Para petani di Desa Mattirowalie tidak begitu mengetahui dari
jenis/varietas kakao apa yang mereka budidayakan di Desa mereka,
mereka lebih mengenal istilah klon terhadap tanaman kakao mereka.
Namun dari penelitian ini dapat diketahui bahwa kakao yang mereka
budidayakan itu temasuk kedalam jenis/varietas kakao Criollo, hal ini
dapat diketahui dari warna kakao Criollo ini berwarna merah.
Terdapat perbedaan antara klon dengan varietas. Varietas adalah
kelompok tanaman dalam satu jenis (species) yang diperbanyak secara
generative (perkembang biakan tanaman secara alami) dengan sifat
berbeda, seragam dan stabil atau biasa disebut juga kultivar. Sedangkan
klon adalah kelompok tanaman dalam satu jenis (species) yang
diperbanyak secara vegetatif (perkembang biakan tanaman secara
buatan) dengan sifat berbeda, seragam dan stabil. Generative merupakan
perkembang biakan tanaman secara alami sedangkan vegetative
merupakan perkembang biakan secara buatan, seperti cangkok, stek
kultur jaringan dan lain-lain. hal inilah yang dikatakan oleh salah seorang
petani bernama Bpk. Abri (45 tahun)
“kita disini bukan varietas namanya, tapi klon. Klonnya juga ini diambil dari pohonnya pak Jaelani namanya.” (wawancara pada tanggal 15 januari 2013)
4. Pengetahuan Tentang Klon
Di Desa Mattirowalie petani mengembang biakkan kakao yang
menurut petani di Desa tersebut berasal dari klon unggul. Klon ini awalnya
di kembang biakkan oleh seorang petani bernama Jaelani (50 tahun). Klon
UNIVERSITAS HASANUDDIN 73
tersebut dianggap klon yang tahan terhadap hama yang dapat
mengganggu pertumbuhan buah kakao. Pada saat panen, buah yang
yang dihasilkan besar, sehingga biji dalam buahnya juga banyak. Dalam
satu buah kakao terdapat lebih dari 45 biji kakao. peani di Desa
Mattirowalie menilai semakin banyak biji di dalam buah kakao erarti
semakin bagus kualitasnya dan semakin tinggi harga jualnya.
Awalnya klon tersebut di beri nama klon unggul lokal, namun
setelah mendapatkan juara ke-2 pada perlombaan klon kakao unggul
tingkat nasional pertengahan tahun 2012 lalu, klon kakao tersebut
kemudian dipatenkan dan diberi nama klon Jakumba yang merupakan
singkatan dari Jaelani dari Bulukumba
Kakao jakumba saat ini telah di budidayakan oleh hampir seluruh
petani di Desa Mattirowaliea, alasannya karena kakao tersebut mampu
bertaha dari serangan hama dan mengasilkan buah yang baik. Adapun
cirri-ciri dari kakao jakumba hampir sama dengan bentuk fisik kakao dari
klon unggul.
5. Pengetahuan Tentang Bentuk Kakao Jakumba
Warna dari kakao jakumba tersebut adalah merah kecoklatan dan
akan berubah menjadi lebih terang ketika siap untuk dipanen. Secara
sekilas memang sulit untuk membedakan kakao yang belum siap panen
dengan kakao yang telah siap panen. Namun bagi petani di Desa
Mattirowalie cara untuk membedakannya adalah dengan melihat
perubahan warna pada kakao tersebut. Selain itu ketika buah kakao
UNIVERSITAS HASANUDDIN 74
digoyang kan maka akan terdengar bunyi biji kakao yang ada didalam
buah kakao tesebut. Ini menandakan bahwa biji kakao yang ada dilam
telah siap untuk dipanen. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Bapak
Jamuluddin (45 tahun)
“…….Tinggal kita liat saja disini warnanya, kalau tambah terang warnanya itu berarti sudah masak, tinggal kita peti baru kasi keluar bijinya……”(wawancara pada tanggal 17 januari 2013)
Saat ini petani kakao telah mampu megembangkan usaha taninya
untuk memperoleh kualitas kakao yang baik, petani kakao mengalami
perkembangan kemampuan berusaha tani secara komersial. Hal ini
didasari dengan kemampuan komunikasi petani untuk memperoleh
informasi yang berkaitan usaha taninya dan upaya-upaya bertani kakao
yang ditekuninya
6. Pengetahuan Tentang Kualitas Kakao Jakumba
Kakao jakumba yang dikembang biakkan oleh petani Di Desa
Mattirowalie memiliki kaulitas yang baik. Ini dikarenakan jumlah biji kakao
jakumba lebih dari 45 biji dalam setiap 1 buah kakao. petani menilai
bahwa kualitas kakao yang baik adalah kakao yang berukuran besar dan
mempunyai banyak biji ketika dipenen. Saat panen dalam satu pohon
terdapat kurang lebih 10 buah kakao, setiap kakao tedapat lebih dari 45
biji. Berarti dalam setiap panen untuk satu pohon dapat menghasilkan
kurang lebih 450 biji kakao atau sekitar 3-5 kg.
C. Praktek/pola Pertanian yang Diterapkan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 75
Pertanian yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula. Pola
pertanian sangat menentukan hasil kedepannya. Petani di Desa
Mattirowalie sangat mengutamakan cara bertani kakao yang baik. Hal ini
sesuai dengan pandangan Tohir, (1991:52 ) pengelolaan usaha tani,
dimana saja dan kapan saja, pada hakekatnya dipengaruhi oleh perilaku
petani yang mengusahakan. Perilaku orang itu nyata tergantung dari
banyak faktor, di antaranya dari watak, suku dan kebangsaan, dari petani
itu sendiri, serta tingkat kebudayaan bangsa dan masyarakatnya.
Menurut Mubyarto (1989) juga menambahkan produksi pertanian
adalah hasil yang diperoleh akibat bekerjanya beberapa faktor sekaligus
yaitu lahan, tenaga kerja, dan modal.
1. Faktor Lahan
Salah satu modal utama dalam usaha pengembangan pertanian
adalah tersedianya lahan yang cukup memadai dan jenis-jenis lahan yang
cocok dengan karakteristik tanaman yang akan dikembangkan, serta
tersedianya sumber daya manusia yang handal.
Koens dan Boeke dalam Tohir (1991:376) berpendapat, bahwa
tanah dalam usahatani keluarga Indonesia belum perlu dianggap sebagai
modal; petani pada umumnya masih menganggap tanah sebagai alat
untuk memproduktifkan tenaga sendiri dan tenaga dari anggota-anggota
keluarganya. Atau dengan kata lain, tanah masih dianggap sebagai
pangkal kerja dan belum sebagai modal untuk mendatangkan rentabilitas.
Lahan yang dimiliki petani kakao di Desa mattirowalie diperoleh
UNIVERSITAS HASANUDDIN 76
secara turun temurun melalui warisan dari orang tua mereka, namun ada
juga yang memperolehnya dengan membeli lahan milik orang lain. Luas
Lahan berpengaruh terhadap hasil produksi dan pendapatan yang
diterima petani. Semakin luas lahan yang digarap oleh petani, maka hasil
produksi yang diperoleh juga akan semakin besar. Selain itu
Tjodronegoro dan Wiradi (1984), juga berpendapat fungsi sosial dari tanah
tidak hanya sebagai tempat tinggal untuk memenuhi kebutuhan papan
dan sumber-sumber pendapatan sebagai sandaran hidup petani, tetapi
juga terdapat fungsi-fungsi sosial yang memungkinkan mereka melakukan
interaksi dan berkembang.
Pada pertanian kakao yang harus diperhatikan adalah lahan untuk
mengembang biakkan tanaman kakao tersebut. Lahan yang dimiliki oleh
petani di Desa Mattirowalie ini telah ditanami tanaman cengkeh,
rambutan, durian dll. sehingga penempatan untuk tanaman kakao yang
baru akan di tanam harus di perhatikan. Penanam terhadap tanaman baru
harus menjaga jarak dengan tanaman sebelumnya, jarak tanaman
minimal 3x3 m. ini bertujuan untuk pembagian terhadap nutrisi dalam
tanah, serta perkembangan akar di dalam tanah dapat mendapatkan
nutrisi dengan baik pula. Sedangkan pada tanaman kakao yang telah ada
sebelumnya para petani melakukan teknik tempelan/sambung samping.
Tanaman selain kakao juga dibiarkan tumbuh,tanaman tersebut selain
dapat menghasilkan uang saat panen juga dapat berfungsi sebagai
tanaman penaung.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 77
Luas lahan usahatani menentukan pula taraf hidup dan
kesejahteraan rumah tangga. Luas lahan adalah salah satu faktor
produksi yang penting dan apabila dimanfaatkan secara optimal dapat
meningkatkan produksi usahatani yang dengan sendirinya akan
meningkatkan pendapatan usahatani. Luas Lahan yang dimiliki petani
kakao di Desa Mattirowalie cukup bervariasi. Lahan terluas yang dimiliki
oleh petani di Desa Mattirowalie berkisar 3Ha sedangkan yang paling kecil
sekiar 1 Ha.
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa bukan Cuma kakao
yang dikembang biakkan oleh petani di Desa Mattirowalie, selain kakao
juga terdapat tanaman seperti cengkeh, durian, langsat, rambutan dan
lain-lain. Tanaman ini juga menjadi penghasilan bagi petani di desa
tersebut.
Dalam hal pengelolaan lahan ini, para petani yang memiliki lahan
yang sangat luas, memilih untuk mempekerjakan orang untuk dijadikan
buruh tani. Buruh tani ini bekerja merawat tanaman kakao yang telah
ditanam oleh petani. Saat ini didaerah penelitian produksi kakao mulai
meningkat sehingga perawatan tanaman kakao harus lebih sering
dilakukan. Saat inilah peran dan fungsi buruh tani sangat membantu
meringankan pekerjaan petani.
2. Faktor Tenaga Kerja
Setiap usaha pertanian yang dilakukan sudah barang tentu
memerlukan tenaga kerja. Tenaga kerja sendiri adalah semua orang yang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 78
bersedia dan sanggup bekerja untuk diri sendiri dan anggota keluarga
yang tidak menerima upah bayaran (berupa uang), serta mereka yang
bekerja untuk mendapatkan upah dan gaji (Hernanto, 1996)
Tanaman kakao dalam menggunakan tenaga tidak sama dengan
tanaman cengkeh, tidak memerlukan tenaga yang banyak dan
keterampilan yang khusus karena pekerjaan yang tidak bisa diselesaikan
pada suatu saat boleh dilanjutkan pada waktu yang lain tanpa mengurangi
kualitas kakao. Dalam hal penggunaan tenaga, wanita maupun anak-anak
bisa mengambil bagian baik pada proses pemeliharaan maupun pada
proses produksi.
Sejalan dengan aktivitas petani kakao, dibutuhkan saling
ketergantungan antara individu-individu. Pada tingkat antarpribadi, hal ini
terlihat bahwa peran-peran individu saling melengkapi satu sama lain,
kurang lebih bersifat harmonis. Saling ketergantungan secara harmonis ini
merupakan hasil dari orientasi nilai yang dianut bersama oleh pihak-pihak
yang berinteraksi, dan dari kenyataan bahwa penyesuaian diri dengan
harapan-harapan petani dengan buruh tani untuk memenuhi kebutuhan
masing-masing pihak. Salah satu cara untuk mengarahkan tenaga
tambahan untuk pekerjaan bercocok tanam secara tradisional terhadap
petani di pedesaan adalah sistem saling bantu membantu yang dikenal
dengan gotong royong. Sekarang, cara ini sudah tidak efektif lagi dan
cenderung dirasakan merugikan para petani dilihat dari pemanfaatan
waktu kerja. Hal ini menyebabkan dalam proses bercocok tanam, terjadi
UNIVERSITAS HASANUDDIN 79
proses pergeseran dari cara pengarahan tenaga bantuan di luar rumah
tangga dengan saling bantu membantu ke cara pengarahan tenaga
dengan menyewa buruh.
Dari hasil penelitian ini, diketahui sebagian petani melakukan
perawatan terhadap tanaman kakao mereka dengan mempekerjakan
warga tempat mereka tinggal yang mana warga tersebut tidak memiliki
pekerjaan (pengangguran). Bapak Jamaluddin mengatakan :
“hitung saja itu, luas lahanya petani disini itu paling kecil 1,5 hektar. Tidak mungkin kalau kita mau urus sendiri baru begitu luasnya. Belum kalau mau dipangkas, belum kalau mau dipupuk. Jadi kita pekerjakan orang yang mau urusi kebun.” (wawancara dengan pada tanggal 17 januari 2013)
Hubungan mereka tidak hanya sekedar hubungan produksi. Di satu
pihak petani/pemilik lahan berlaku sebagai patron dan dilain pihak buruh
penggarap sebagai klien. Hubungan yang sudah dirintis semenjak lama
ini. Menjadikan adanya hubungan emosional yang erat. Petani/Pemilik
lahan percaya bahwa buruh tani mengembang tanggung jawab sebagai
pengelola lahan yang jujur dan memiliki itikad baik. Sementara buruh tani
memiliki kepercayaan adanya jaminan kehidupan yang akan diberikan
oleh patron kepada dirinya.
Melihat berbagai strategi yang diterapakan oleh rumahtangga
petani menunjukkan bahwa modal social merupakan katub penyelamat
bagi keberlangsungan kehidupan petani. Arti pentingnya modal social
tidak kemudian mengecilkan arti pentingnya aspek lainnya seperti : modal
alami, modal financial, modal sumberdaya manusia, modal fisik, dan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 80
lainnya : akan tetapi persoalan modal-modal tersebut bisa diakses petani
melalui seberapa kuat modal social yang mereka miliki.
Fenomena sosial ini sesuai dengan pandangan Scott, J. (1981),
yang menyebutkan bahwa masyarakat pedesaan yang harmonis yang
memberikan jaminan sosial bagi kelangsungan hidup warganya, yang
tampil sebagai benteng yang melindungi warganya dari ancaman hidup di
bawah garis subsistensi. Bahwa tata ekonomi pedesaan diikat oleh sistem
moral pedesaan, agar beban kerja dan rejeki terbagi secara merata
sehingga tidak ada satu warga desa pun yang sampai mengalami
kelaparan. Scott juga percaya bahwa perilaku ekonomi masyarakat
pedesaan dilangsungkan berdasar prinsip mendahulukan keselamatan. Di
bawah tekanan kemiskinan dan ekosistem yang sering banyak ulah,
pedesaan terpaksa mengembangkan prinsip ekonomi mendahulukan
keselamatan hidup dari pada mengeluarkan energi untuk melakukan
perbaikan nasib.
Di Desa Mattirowalie sendiri masih ada warga yang tidak memiliki
pekerjaan dikarenakan putus sekolah, dan keterampilan yang mereka
miliki juga sangat kurang. Dengan menjadi buruh tani mereka bisa
mendapatkan upah. Hal ini tentu membuat para pengangguran di Desa
Mattirowalie terbantu dengan memiliki pekerjaan tentu akan menghasilkan
uang. Seorang buruh tani bisa bekerja pada lebih dari satu lahan milik
petani. Dan lahan yang mereka kelola bukan hanya kakao, sebab mereka
juga terkadang merwat tanaman cengkeh, padi dll. Jumlah upah yang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 81
diterima buruh tani tergantung kesepakatan antara petani/pemilik kebun
dengan buruh tani. Menurut pengakuan salah seorang buruh tani bernama
Udin (25 tahun) mengatakan :
“tidak ada dikerja dirumah, jadi saya bantu saja petani disini untuk urus kebunnya. Tergantung yang mana mau dirawat kebunnya.” (wawancara pada tanggal 18 januari 2013)
Namun ada juga petani yang petani yang memilih utnuk
mempekerjakan anggota keluarga mereka tanpa diupah, petani dengan
mempekerjakan kelurga biasanya tergolong petani dengan modal kecil.
Sehingga petani dengan modal kecil tidak perlu mengeluarkan biaya untuk
memberikan upah kepada keluarganya.
3. Faktor Modal
Dalam suatu usaha tani tentu membutuhkan modal. Pada pertanian
kakao di Desa mattirowalie ini, petani kakao merasa sangat terbantu oleh
karena adanya bantuan yang di berikan pemerintah melalui program
Gernas. Bantuan yang di berikan berupa pupuk dan klon yang berasal dari
bibit unggul. Rentan waktu antara proses tempelan/sambunga samping
hingga panen kurang lebih 9 bulan, sehingga di butuhkan biaya
perawatan. Sebagian petani yang tidak memiliki modal yang banyak, lebih
memilih untuk meminjam uang (utang) pada kerabat, bank, ataupun petani
yang memiliki modal yang banyak. Kemudian pinjaman itu akan
dikembalikan setelah panen. Saat ini Utang piutang petani kakao di Desa
Mattirowalie sudah sangat jarang terjadi, hal ini disebabkan pemeliharaan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 82
kakao yang mudah dan tidak perlu menunggu masa panen untuk
memanen kakao. seperti yang diungkapkan oleh bapak Abri (45 tahun)
“…duluji itu biasa ma’ pinjam uang, tapi sekarang jarangmi juga kan gampangmi ini kita pelihara kakao. dipupuknya juga gamapang, kalau saya 2-3 kali satu tahun……” (wawancara pada tanggal 17 januari 2013)
Dalam pertanian kakao ini tedapat kendala yang dialami oleh petani
kakao di lokasi penelitian. Walaupun ada banyak masalah potensial,
namun kakao merupakan komoditi yang ideal untuk dibudidayakan para
petani rakyat karena dapat dibudidayakan dengan produktivitas yang
sama pada skala kecil ataupun skala besar. Kakao secara mudah
dibudidayakan dan dipungut hasil panennya serta tidak memerlukan
banyak modal untuk alat mesin berat dalam pengolahannya. Oleh karena
itu, kakao mudah dibudidayakan dengan sistem pertanian tradisional.
Para petani mengakui bahwa tanaman kakao lebih menguntungkan
jika dibandingkan tanaman yang lainnya karena pemeliharaannya tidak
terlalu sulit, tidak membutuhkan modal yang banyak, tidak memerlukan
lahan baru dan tidak memerlukan keterampilan khusus, tenaga laki-laki,
perempuan, orang tua maupun anak-anak bisa mengambil bagian dari
pengelolaan tanaman kakao,. Di samping itu buah kakao dapat dipanen
setiap saat. Sangat berbeda jika dibandingkan dengan tanaman
sebelumnya yang hanya berbuah 1-2 kali dalam setahun. Oleh karenanya
saat ini petani di lokasi penelitian semakin intens mengembangbiakkan
kakao.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 83
Dengan meningkatnya penghasilan petani kakao, maka berdampak
kepada taraf hidupnya. Pola hidup sudah berubah, baik cara makan, cara
berpakaian, pola interaksi, dan mobilitas sosial. Dari segi rumah tangga,
jika dahulu rata-rata rumah dengan atap nipa, sekarang sudah berubah
menjadi atap seng, bahkan sudah banyak yang memiliki rumah permanen
yang terbuat dari batu. Perabot rumah dengan beberapa stel kursi tamu
dan beberapa buah lemari sudah dimiliki. Bahkan hampir semua rumah
sudah memiliki televisi. Pemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua
maupun roda empat, sudah tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa.
Untuk alat komunikasi, orangtua maupun anak-anak rata-rata sudah
memiliki handphone. Hal ini mengindikasikan bahwa tanaman kakao lebih
baik dibandingkan dari pada tanaman lainnya
Selain faktor tadi yaitu lahan, tenaga kerja serta modal, faktor alat
produksi/teknologi juga menjadi syarat dalam memudahkan dalam usaha
tani.
4. Faktor Alat Produksi/teknologi
Alat teknologi yang digunakan dalam pertanian kakao adalah pisau
sayat yang tajam, cangkul, parang, karung, keranjang. Adapun fungsi dari
alat-alat tersebut adalah
- Pisau sayat ang tajam digunakan untuk melakukan teknologi samping.
Pisau sayat harus tajam dan bersih agar entris bisa disambng dengan
baik dan terbebas dari kuman yang dapat mengganggu pertumbuhan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 84
tanaman kakao. selain itu pisau juga dapat digunaka untuk membelah
buah kakao yang telah dipanen untuk dipisahkan daging dan kulitnya.
- Cangkul digunakan untuk membersihkan tanaman yang mengganggu
disekitar pohon kakao (parasit).
- Parang digunakan untuk memangkas ranting pohon kakao yang lebat.
Pemangkasan dimaksudkan agar tanaman kakao tersebut
mendapatkan sinar matahari secara merata.
- Keranjang ini berfungsi untuk menampung semua tanaman kakao
yang telah dipanen dan dilepas dari cangkangnya. Tanaman kakao
yang telah dimasukkan ke dalam karun siap untuk dibawa pulang
untuk langsung dijemur atau terlebih dahulu difermentasi.
Petani di Desa Mattirowalie mulai intens mengembangbiakkan
buah kakao ketika mereka mulai mengetahui cara penanaman dan
pemeliharaan buah kakao melalui usaha salah seorang petani yang
mencoba meningkatkan produktifitas tanaman kakao miliknya dengan
cara tempelan. Ketika cara ini berhasil, petani lain juga mengikuti cara
tempelan tersebut sehingga produktifitas tanaman kakao di Desa Mattiro
walie ini semakin meningkat.
Menurut penyuluh dari dinas perkebunan dan kehutanan
Kabupaten Bulukumba, teknik tempelan yang dilakukan oleh petani di
Desa Mattirowalie secara swadaya tersebut sama dengan melakukan
teknik sambung samping. Sambung samping merupakan program dari
UNIVERSITAS HASANUDDIN 85
Gernas untuk merehabilitasi tanaman kakao yang sudah tidak produktif.
Hal ini dikemukakan oleh Sdri. Nini (24 tahun) :
“…..jadi cara yang digunakan petani Desa Mattirowalie itu sama dengan cara yang kita sosialisasikan digernas. Kalau di Mattirowalie dibilang btempelan tapi kalau di Gernas itu dibilang Sambung Samping….”(wawancara pada tanggal 15 januari 2013)
Selanjutnya dalam pertanian kakao yang harus diperhatikan juga
adalah perawatan atau pemeliharan tanaman kakao yang ada.
Pemeliharaan/perawatan kebun kakao merupakan kegiatan yang terus
dilakukan agar memperoleh produksi biji kakao yang tinggi dan terus
berkelanjutan. Perawatan yang diprioritaskan di Desa Mattirowalie, untuk
tujuan seperti memperbaiki kondisi vegetatif tanaman kakao,
meningkatkan produktivitas dan kesinambungan produksi dan menjaga
kelestarian tanah dan lingkungannya, adalah pemupukan dan
pengendalian hama dan penyakit. Petani di lokasi penelitian melakukan
perawatan terhadap kakao yang dilakukan peremajaan melalui dua fase,
yaitu perawatan dalam fase tanaman belum menghasilkan (TBM) dan
fase tanaman menghasilkan (TM) Perawatan dalam fase TBM adalah
pembersihan gulma secara manual pada piringan tanaman, pemupukan,
pemangkasan penaung tetap dan penaung sementara, pemangkasan
bentuk tanaman kakao, dan pengendaliah hama maupun penyakit.
Pengendalian gulma pada fase TBM dilakukan pada piringan
tanaman kakao atau pada jalur tanaman, dilakukan dengan menggunakan
sabit atau cangkul. Pada fase ini pengendalian gulma secara kimiawi
dapat mengganggu pertumbuhan tanaman kakao karena sebagian
UNIVERSITAS HASANUDDIN 86
herbisidanya dapat mengenai daun kakao TBM. Pemangkasan bentuk
dilakukan setelah tanaman membentuk jorket yang dimaksudkan untuk
membentuk kerangka percabangan yang kuat dan seimbang. Dari 4-5
cabang primer yang terbentuk dipilih 3 buah cabang primer yang masing-
masing tersebar merata membentuk sudut 120 derajat, sedangkan
cabang primer lainnya dipangkas. Cabang-cabang sekunder sampai
dengan 60 cm dari pusat percabangan dipangkas. Umunya petani di Desa
mattirowalie melakukan pemupukan pada fase TBM dilakukan 3-4 kali
setahun sesuai dengan dosis anjuran dengan menggunakan pupuk
buatan (anorganik) baik pupuk tunggal maupun majemuk dan dengan
pupuk organik yang berfungsi memperbaiki kondisi tanaman dan
memperpendek masa TBM.
Memasuki fase TM (tanaman menghasilkan), kegiatan perawatan
yang dilakukan oleh petani adalah pemangkasan tanaman kakao dan
pelindungnya, pemupukan, dan konservasi tanah, pengendalian hama
dan penyakit.
Pemangkasan pada fase TM yang dilakukan petani kakao di Desa
Mattirowalie meliputi pemangkasan, pemeliharaan dan produksi, seperti
membuang bagian tanaman yang tidak dikehendaki, seperti tunas air,
cabang sakit, patah, menggantung dan cabang balik. Hal ini berguna
untuk memacu tanaman agar menumbuhkan daun baru yang potensial
sebagai produsen asimilat, menekan resiko terjadinya serangan hama dan
penyakit, menjaga agar tinggi tajuk tanaman terus terkontrol pendek guna
UNIVERSITAS HASANUDDIN 87
mempermudah panen dan pengendalian hama/penyakit, meningkatkan
produksi buah. pemangkasan pemeliharaan dilakukan 3-4 kali per tahun.
Sedangkan pemangkasan produksi identik dengan pemangkasan berat
yang dilakukan 2 x setahun (bulan oktober/november dan april).
Pemupukan tanaman kakao sendiri dibagi dua, yaitu melalui tanah
dan daun. Pemberian pupuk organik melalui tanah dilakukan dengan
meletakkan pupuk pada parit (alur) yang dibuat melingkar di sekeliling
pohon dan kemudian ditutup kembali. Penutupan itu sendiri dimaksudkan
untuk mengurangi penguapan pupuk dan erosi. Cara ini terbukti
meningkatkan efisiensinya. Pemupukan melalui daun hanya dilakukan
sebagai pelengkap agar unsur hara yang diberikan dapat segera
dipergunakan oleh tanaman. Dilakukan apabila telah tampak gejala
kekurangan atau hanya dilakukan pada pemupukan. Pemberian pupuk
anorganik dilakukan 2 kali setahun, yaitu awal musim hujan (oktober-
november) dan akhir musim hujan (maret-april), dan jika memungkinkan
pemupukan dapat dilakukan lebih dari dua kali setahun (3-4 kali setahun).
Makin sering dipupuk, makin tinggi produksinya meskipun jumlah pupuk
yang diberikan dalam setahun tetap sama.
Pupuk organik dapat ditaburkan di sekeliling pohon atau diletakkan
pada parit pada salah satu pohon, dengan kedalaman parit 30 cm dan
pupuk tersebut kemudian ditimbun dengan tanah setebal 5 cm. Dosis
aplikasi pupuk organik yang baik adalah 25 kg/ha/pohon/tahun. Untuk
pengendalian, yang difokuskan pada organisme pengganggu tanaman
UNIVERSITAS HASANUDDIN 88
(OPT) meliputi hama, penyakit, dan gulma. Dalam budidaya tanaman
kakao, pencegahan meluasnya serangan OPT melalui penerapan teknik
budidaya yang baik (Good agricultural practices/GAP) sangat penting,
dengan demikian dapat dihindari eksploitasi hama dan penyakit yang
dapat menyebabkan timbulnya kerugian besar.
Pada pertumbuhan tanaman kakao terdapat kendala yan harus
diwaspadai yaitu hama dan penyakit yang menyerang tanaman kakao
tersebut. Hama utama kakao, yaitu
- Penggerek buah kakao (PBK)= serangan hama penggerek buah
kakao termasuk golongan ngengat atau sejenis serangga. Serangga
ini melakukan perkembangbiakan dengan meletakkan telurnya pada
buah kakao yang memiliki alur paling banyak pada permukaannya
dengan ukuran panjang yang lebih dari 5 cm. Apabila telah menetas
berbentuk larva, larva tersebut langsung melakukan penetrasi kedalam
buah, dan apabila telah mencapai biji, larva akan menggerek dan
makan permukaan dalam kulit buah, daging buah, dan terkadang juga
memakan bagian kulit biji kakao yang sedang berkembang. Akbiat dari
serangan larva ini akan membuat biji lengket satu sama lain, larva ini
juga membuat ukuran biji menjadi kecil karna tidak lagi berkembang
dengan demikian akan mengakibatkan penurunan kuantitas dan
kualitas biji. Pengendalan hama yang dilakukan oleh petani di Desa
Mattirowalie yaitu dengan melakukan pemangkasan. Dengan
pemangkasan yang baik maka cahaya matahari akan masuk ke bagian
UNIVERSITAS HASANUDDIN 89
tanaman, sirkulasi udara baik serta air hujan juga dapat masuk ke
bagian tanaman lainnya. Kondisi ini tidak disenangi oleh hama PBK.
Dan akan berpindah pada kebun yang tidak melakukan pemangkasan.
- Helopeltis : hama helopeltis merupakan sejenis serangga biasa
disebut oleh petani kakao di Desa Mattirowalie dengan nama ketti-
ketti. Gejala tanaman kakao bila terserang hama ini ditandai dengan
noda hitam kecil yang muncul pada permukaan kulit buah kakao. Noda
tersebut merupakan tempat serangga helopeltis menusukkan mulutnya
ke dalam buah untuk menghisap air dari kulit buah. Hama helopeltis
tidak hanya menghisap dari satu tempat saja, melainkan di beberapa
tempat pada satu buah. Ini dikarenakan kulit buah kakao cukup keras,
maka hama ini tidak dapat memperoleh cukup makanan sehingga ia
harus mencari di tempat lain pada permukaan buah yang sama. Pada
pengendaian hama yang dilakukan petani di Desa Mattirowalie adalah
dengan cara membiarkan musuh alami helopeltis seperti semut hitam
laba-laba berada dalam kebun kakao.
- Hama Tikus : hama tikus merupakan hama yang juga sangat
mengancam perkembang biakan tanaman kakao. Tikus sudah
mencapai dewasa ketika berumur 1,5 bulan dan segera berkembang
biak. Setelah 3 minggu tikus akan memisahkan diri dengan induknya
dan mencari makan sendiri. Gejala serangan yang disebabkan hama
tikus yaitu tikus menyerang buah kakao pada malam hari dan dan
menimbulkan keratin pada buah yang berbentuk bulat. Biasanya awal
UNIVERSITAS HASANUDDIN 90
serangan dimulai dari pangkal buah. Akibat dari serangan hama tikus
ini akan membuat buah kakao menjadi kering dan tidak dapat dipanen.
Pengendalian yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie
terhadap hama tikus ini yaitu dengan cara memelihara predator burung
hantu. Habitat burung hantu ini masih sering dijumpai di Desa
Mattirowalie. Selain burung hantu, para petani juga menggunakan
racun untuk membasmi hama tikus
- Babi hutan : Hama babi hutan juga sering menyerang tanaman kakao.
Hama babi hutan ini menimbulkan kerusakan pada kulit kakao yang
tidak beraturan karena biji kakao dimakan oleh babi hutan.
Pengendaian hama yang sering dilakukan oleh petani di Desa
Mattirowalie ini yaitu dengan melakukan perburuan secara gotong
royong dengan menggunakan senjata, selain perburuan petani juga
memberikan umpat beracun. Melalui upaya pengendalian hama lambat
laut populasi babi hutan akan menurun.
Selanjutnya penyakit utama yang sering menyerang tanaman
kakao di desa tersebut adalah :
- Penyakit Busuk Buah (Phytophtora Palmivora) : pada penyakit
busuk buah ini gejala yang ditimbulkan adalah buahkakao berbercak
coklat kehitaman,biasanya dimulai dari ujung hingga pangkal buah.
Penyakit ini disebarka melalui jamur yang terbawa atau terpercik air
hujan. Pada saat tidak ada buah, jamur dapat bertahan di dalam tanah.
Penyakit dapat berkembang dengan sangat cepat pada kebun yang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 91
memiliki curah hujan sangat tinggi. Pengendalian penyakit ini biasa
dilakukan petani dengan pengaturan pohon pelindung dan
pemangkasan tanaman kakao, sehingga kelembaban kebun turun
- Penyakit Kanker Batang (Phytophtora Palmivora) : pada penyakit
ini biasanya muncul gejala kulit batang yang kehitaman dan sering
terdapat cairan kemerahan yang kemudian tampak seperti lapisan
karat. Jika kulit lapisan luar dibersihkan maka tampak lapisan
dibawahnya membusuk dan berwarna merah anggur. Biasanya
penyebaran penyakit kanker batang sama dengan penyebaran
penyakit busuk buah. Penyakit kanker batang terjadi karenavirus yang
menginveksi buah menjalar melalui tangkai buah mencapai batang.
Penyakit ini sering timbul pada daerah yang curah hujannya tinggi atau
pada kebun yang sering tergenang air. Pengendalian penyakit ini
dilakukan dengan cara membuka kulit batang yang membusuk sampai
batas kulit yangsehat. Luka bekas kupasan kemudian dioleh caran
khusus atau biasa disebut fungisida. Namun apabila serangan pada
kulit hampir melingkar, maka tanaman dipotong atau dibongkar.
- Penyakit Jamur Upas (Corticium Salmonicolor) : penyakit ini
biasanya ditandai sisi bagian bawah cabang dan ranting terifeksi oleh
jamur. Jamur akan berkembang terus dan membentukkerak yang
berwarna merah tua dan biasanya terdapat pada sisi yang lebih kering.
Pada bagian ujung dari cabang yang sakit, daun-daun layu agak
mendadak dan banyak yang tetap melekat pada cabang, meskipun
UNIVERSITAS HASANUDDIN 92
sudah kering. Penyebaran jamur upas ini biasanya terbawa oleh angin.
Kelembaban yang tinggi sangat membantu perkembangbiakan
penyakit ini. Pengendalian penyakit ini adalah dengan memotong
cabang ranting yang terserang jamur pada bagian yang masih sehat,
kemudian dibakar atau dipendam.
- Penyakit Akar (Jac: Fomes Lamaoensis, Jap : Fomes Lignosus):
tiga jenis penyakt akar yaitu penyakit akar merah, penyakit akar coklat
dan penyakit akar putih. Gejala di atas tanah dari ketiga jenis jamur
tersebut adalah sama, mula-mula daun menguning, layu dan akhirnya
gugur kemudian diikuti dengan kematian tanaman. Pengendalian
terhadap tanaman ini yaitu tanaman yang telah mati hars dibongkar
berikut akar-akarnya sampai tuntas. Untuk mencegah penyebaran
ketanaman lain perlu dibuat parit isolasi sedalam 80cm dengan lebar
30 cm pada tanaman satu baris di luar tanaman yang mati.
- Kelayuan Pentil : penyakit ini merupakan penyakit fisiologis seperti
halnya gugur buah pada tanaman buah-buahan. Penyebab penyakit ini
antara lainpersaingan nutrisi antara pentil dengan pertunasan dan
buah-buahan dewasa, serta luka mekanis karena tusukan hama
helopeltis (ketti-ketti). pengendalian penyakit ini dengan
memberikanpemupukan yang tepat, dan tidak melakukan pangksan
berat serta pembukaan penaung drastis yang dapat memacu
pertunasan.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 93
Pengendalian hama dan penyakit tanaman kakao diutamakan
dilakukan melalui sistem pengendalian terpadu, dimana menggunakan
pestisida untuk mengendalikan hama atau penyakit adalah sebagai
pelengkap dan bukan merupakan komponen pengendalian yang paling
utama. Seperti yang dikatakan oleh Riswan (45 tahun ).
“banyak hama yang serang tanaman kakao, tapi yang paling sering kita dapati disini itu hama yang bikit buah kakao itu busuk, jadi kalau kita panen itu buahnya trus pas kita buka, banyak yang rusak karna busuk, kalau begitumi kita semprot saja pake itu pestisida”(wawancara pada tanggal 15 januari 2013)
Hasil kerja petani berubah dengan nyata. Dulu, petani menggarap
lahan pertanian dengan tanaman musim seperti cengkeh,langsat,
rambutan yang hasilnya 1-2 kali setahun, sehingga di antara musim terjadi
kevakuman petani. Setelah beralih ke kakao sebagai tanaman tahunan
maka petani bisa panen lebih sering, yaitu 1-2 minggu sekali. Hal ini
menjadikan petani kakao lebih aktif dalam usaha taninya sehingga mereka
bisa bekerja secara maksimal sepanjang tahun
D. Strategi/Upaya Peningkatan Mutu Kakao
Dalam strategi/upaya peningkatan mutu kakao di Desa Mattirowalie
dapat dibagi menjadi dua strategi. Strategi yang dimaksud adalah strategi
yang dilakukan oleh petani secara swadaya dan strategi yang dilakukan
oleh Dinas Perkebunan dan Kehutanan Kabupaten Bulukumba.
1. Strategi yang dilakukan petani secara swadaya.
Pada strategi peningkatan mutu kakao di Mattirowalie, petani di
Desa tersebut melakukan berbagai cara untuk meningkatkan kuantitas
UNIVERSITAS HASANUDDIN 94
dan kualitas kakao mereka. Diantaranya teknik tempelan/ sambung
samping, kemudian baru-baru ini sebagian petani mencoba
mengembangbiakkan tanaman kakao dengan cara sambung pucuk.
a. Teknik Tempelan/Sambung Samping
Petani di Desa Mattirowalie pada umumnya melakukan upaya
rehabilitasi kakao dengan teknik tempelan dalam program GERNAS teknik
tempelan tersebut disebut dengan teknik sambung samping. Untuk
melakukan sambung samping, para petani melakukan dengan cara seperti
berikut :
- Persiapan Cabang
Cabang plagiotrop berasal dari pohon yang kuat,
perkembangannya normal, bebas dari hama dan penyakit, bentuk cabang
lurus dan diameternya disesuaikan dengan batang bawah.
- Persiapan Entres
Entres diambil dari pohon entres kebun produksi, mempunyai
produksi stabil, tahan hama dan penyakit utama kakao. Klon anjuran
untuk batang atas yaitu Sulawesi 1, Sulawesi 2, dan Jakumba. Jakumba
merupakan bibit lokal unggul yang telah dipatenkan oleh pemerintah.
Entres berupa cabang plagiotrop berwarna hijau atau hijau kekakaoan
dan semi hardwood, dengan ukuran diameter 0,75 - 1,50 cm. Panjang
cabang ± 40 cm, entres yang telah diambil langsung disambung pada hari
yang sama.
Entres sebaiknya segera digunakan, usahakan jangan lebih dari
UNIVERSITAS HASANUDDIN 95
5 hari setelah pengambilan dari pohon entres. Sebelum entres
disambungkan terlebih dahulu dipotong - potong ± 20 cm atau 5 mata
tunas selanjutnya pangkal entres disayat miring atau runcing ± 3 - 4 cm.
- Batang Bawah
Batang bawah harus sehat, kulit batang masih muda ketika
dibuka warnaa kambium putih bersih. Apabila batang bawah kurang
sehat, sebelum penyambungan dilakukan pemupukan, pemangkasan,
penyiangan gulma serta pengendalian hama dan penyakit
- Penyambungan
Penyambungan dilakukan sebaiknya pada pagi hari dan awal
musim hujan, agar tanaman yang akan disambung masih dalam
keadaan segar dan mudah terkelupas. Tahapan pelaksanaan sambung
samping sebagai berikut : batang kakao dikerat pada ketinggian 40 - 60
cm dari permukaan tanah. Setelah itu batang disayat dengan pisau
bersih selebar 1 cm dengan panjang 2 - 4 cm. Sayatan dibuka dengan
hati-hati agar tidak merusak kambium. Kemudian entres dimasukkan ke
dalam lubang sayatan sampai ke bagian dasar sayatan. Teknik
sambung samping dilakukan pada kedua sisi batang bawah.
Kulit batang bawah ditutup kembali sambil ditekan dengan ibu
jari dan diikat. Setelah itu sambungan dikerodong dengan plastik
penutup, selanjutannya dilakukan pengamatan tanpa membuka plastik
penutup selama 2 -3 minggu setelah penyambungan. Hal ini
dimaksudkan untuk mengetahui keberhasilan sambungan, bila kondisi
UNIVERSITAS HASANUDDIN 96
entres masih segar berarti sambungan berhasil. Pembukaan plastik
penutup dilakukan bila panjang tunas sudah mencapai 2 cm atau lebih
kurang umur satu bulan sejak pelaksanan sambungan.
Tunas yang baru tumbuh dilindungi dari serangan OPT dengan
aplikasi pestisida yang didasarkan atas hasil pengamatan. Dalam
pemeliharaan ini tidak hanya pada batang yang disambung samping
tetapi meliputi berbagai aspek yaitu pendangiran, pengendalian hama
dan penyakit, pemupukan, pemangkasan, dan pengairan.
Pemupukan dilakukan 2 kali, yaitu sebulan sebelum
penyambungan dan sebulan setelah penyambungan. Jenis dan dosis
pupuk sesuai dengan hasil analisa tanah dan daun. Setelah 3 bulan
pelaksanaan sambung samping sebaiknya tajuk batang bawah
dipangkas. Batang bawah dapat dipotong total bila batang atas telah
tumbuh kuat dan berbuah. Penanaman pohon pelindung tetap yang
dianjurkan adalah tanaman gamal dengan jarak tanam 6 m x 6m.
b. Teknik Sambung Pucuk
Selain sambung samping, petani di Desa Mattirowalie juga
mengembangkan teknik baru untuk menghasilkan kakao yang baik
dengan cara yang mereka sebut sambung pucuk. Pada teknik sambung
pucuk ini sebanarnya hampir sama dengan sambung samping yakni
entries dari klon unggul sama-sama disambungkan ke pohon kakao
tersebut. Namun terdapat perbedaan pada kedua teknik tersebut, jika
pada teknik sambung samping telebih dahulu memotong habis pohon
UNIVERSITAS HASANUDDIN 97
kakao sehingga tersisat batang utamanya, pada teknik sambung pucuk ini
tidak dilakukan pemangkasan. Sebab penyambungannya dilakukan di
ujung tangkai yang dipastikan cocok untuk disambungkaan dengan
entries. Entris yang digunakan juga berasal dari klon unggul, bedanya
entres ini adalah entres yang masih berumur muda. Perkembangbiakan
melalui teknik sambung pucuk ini akan menghasilkan buah yang sama
dengan induk dari klon yang disambungkan.
Saat ini teknik sambung pucuk baru dilakukan di Desa Mattirowalie,
sehingga masih banyak petani kakao di desa tersebut belum melakukan
teknik ini terhadap tanaman kakaonya. Hanya sebagian kecil petani di
Desa Mattirowalie yang melakukan teknik sambung pucuk ini.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 98
2. Strategi Peningkatan mutu Kakao oleh Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bulukumba
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa petani di Desa
mattirowalie telah melakukan upaya untuk meningkatkan produktifitas
tanaman kakao milik mereka secara swadaya yaitu dengan merehabilitasi
tanaman kakao mereka. Upaya rehabilitasi yang mulai dilakukan pada
tahun 2006 yang pertama kali dilakukan oleh salah seorang petani dan
kemudian diikuti oleh petani lainnya.
Pada tahun 2009, yaitu dua tahun setelah dilakukannya teknik
tempelan yang dilakukan oleh petani secara swadaya di desa Mattirowalie
tersebut, Dinas Perkebunan dan Kehutanan melakukan sosialisasi Gernas
Kakao yaitu upaya percepatan peningkatan produktivitas tanaman dan
mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan secara optimal
seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumber daya yang ada
melalui kegiatan Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional
(Ditjenbun, 2009).
Program GERNAS KAKAO merupakan upaya dari pemerintah
untuk meningkatkan produksi kakao dengan cara rehabilitasi, peremajaan
dan intensifikasi. Berdasarkan Petunjuk Teknik Daerah GERNAS Kakao
2009 - 2011 (Ditjenbun, 2009) kegiatan utama GERNAS Kakao meliputi :
1. Kegiatan Peremajaan Tanaman
UNIVERSITAS HASANUDDIN 99
Kegiatan peremajaan ini merupakan upaya penggantian tanaman
yang tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan
atau bertahap dan menerapkan inovasi teknologi.
Persyaratan kebun yang akan diremajakan yaitu tanaman sudah
tua (umur > 25 tahun), jumlah tegakan/populasi tanaman < 50 % dari
jumlah standar (1.000 pohon/ha), produktivitas tanaman rendah (< 500
kg/ha/tahun), terserang OPT utama (PBK, Helopelthis, VSD dan busuk
buah) dan lahan memenuhi persyaratan kesesuaian.
Benih kakao yang digunakan untuk peremajaan merupakan benih
kakao klon unggul yang tahan/toleran terhadap hama PBK dan penyakit
VSD, yang diperbanyak dengan teknologi Somatic Embryogenesis (SE),
bersertifikat, siap tanam dan memenuhi criteria standar mutu benih kakao
SE siap salur.
2. Kegiatan Rehabilitasi Tanaman
Sasaran kebun kakao yang akan direhabilitasi adalah kebun
hamparan dengan kondisi tanaman masih produktif (umur < 15 tahun) dan
secara teknik dapat dilakukan sambung samping, jumlah tegakan /
populasi tanaman antara 70 - 90 % dari jumlah standar (1.000 pohon/ha),
produktivitas tanaman rendah (<500 kg/ha/tahun) tetapi masih bisa
ditingkatkan, jumlah pohon pelindung > 70% dari standar, terserang OPT
utama, dan lahan memenuhi persyaratan kesesuaian.
Teknologi yang digunakan adalah teknologi sambung samping
dengan menggunakan entres yang berasal dari klon kakao unggul yang
UNIVERSITAS HASANUDDIN 100
bebas dari infeksi penyakit (VSD dan Phytophthora palmivora). Sambung
samping merupakan salah satu cara untuk merehabilitasi tanaman kakao
Petani di Desa Mattirowalie pada umumnya melakukan upaya
rehabilitasi kakao dengan teknik tempelan dalam program GERNAS teknik
tempelan tersebut disebut dengan teknik sambung samping.
Pada kegiatan sambung samping ini, Dinas Perkebunan dan
Kehutanan memberikan klon unggul untuk dilakukan sambung samping
kepada petani kakao. Namun hanya sebagian kecil petani yang melakukan
kegiatan sambung samping dengan bantuan klon unggul dari Gernas. Hal ini
dikarenakan sebagian besar petani kakao telah melakukan teknik
tempelan/sambung samping secara swadaya dengan menggunakan klon
Jakumba (klon lokal unggul). Sehingga petani Desa Mattirowalie hanya
menjalankan kegiatan intensifikasi dari Gernas.
3. Kegiatan Intensifikasi Tanaman
Kebun kakao yang mendapat perlakuan intensifikasi adalah
kebun dengan kondisi tanaman masih muda (< 10 tahun) tetapi kurang
terpelihara, jumlah tegakan/populasi tanaman > 70 % dari jumlah
standar, produktivitas tanaman rendah dan masih mungkin ditingkatkan,
pohon pelindung > 20 % dari standar, terserang OPT utama dan lahan
memenuhi syarat.
Kegiatan intensifikasi dari program gernas Dinas Perkebunan dan
Kehutanan Kabupaten Bulukmba ini memberikan bantuan pupuk kepada
petani yang telah lebih dulu melakukan teknik tempelan/sambung samping
UNIVERSITAS HASANUDDIN 101
secara swadaya. Hampir semua petani kakao di Desa mattirowalie
mendapakan bantuan pupuk ini. Dengan adanya bantuan pupuk ini para
petani merasa sangat terbantu. Para petani tidak perlu mengeluarkan biaya
untuk membeli pupuk, sehingga uang yang mereka miliki dapat digunakan
untuk keperluan lain. Pupuk yang diberikan juga merupakan pupuk yang
sangat baik terhadap pertumbuhan tanaman kakao.
E. Pengolahan Pasca Panen.
Selain perawatan dan pemeliharaan tanaman kakao, pengolahan
pasca panen terhadap tanaman tersebut juga harus sangat diperhatikan.
Terbentuknya cita rasa coklat yang baik ditentukan dari bagaimana cara
pengolahan saat panen buah kakao.
Buah kakao dapat dipanen apabila terjadi perubahan warna kulit
pada buah yang telah matang. Sejak fase pembuahan sampai menjadi
buah dan matang, kakao memerlukan waktu sekitar 5 bulan.Buah matang
dicirikan oleh perubahan warna kulit buah dan biji yang lepas dari kulit
bagian dalam. Bila buah diguncang, biji biasanyaberbunyi. Keterlambatan
waktu panen akan berakibat pada berkecambahnya biji di dalam. Panen
terhadap buah kakao harus tepat waktu agar tercapaimutu/ kualtas kakao
yang baik. Mutu kakao yang baik telah ditentukan standarnya sesuai tabel
dibawah ini.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 102
Standar Mutu Kakao
Tabel-2:Standar Nasional Indonesia Biji Kakao (SNI 01 – 2323 – 2000)(Sumber : www.kadin-indonesia.or.id)
Keterangan:
* Revisi September 1992
* Ukuran biji ditentukan oleh jumlah biji per 100 gr.
• AA Jumlah biji per 100 gram maksimum 85
• A Jumlah biji per 100 gram maksimum 100
• B Jumlah biji per 100 gram maksimum 110
• C Jumlah biji per 100 gram maksimum 120
• Substandar jumlah biji per 100 gram maksimum > 120.
Pengelolaan pasca panen kakao dimulai pada kegiatan pemetikan
buah, prossesing buah (pengupasan buah,fermentasi, perendaman,
pencucian, pengeringan, sortasi biji) dan pemasaran. Dari kegiatan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 103
tersebut khususnya pada prossesing buah merupakan kegiatan yang
penting karena erat sekali kaitannya dengan mutu produksi
1. Proses Pemetikan
Dalam pemetikan buah kakao ini biasanya dilakukan 1-2 minggu
sekali. Pemetikan terhadap tanaman kakao dilakukan apabila kulit buah
terjadi perubahan warna. Pada proses pemetikan juga dilakukan dengan
menggunting atau memangkas buah. Kemudian tangkai buah disisakan 1-
1,5 cm dari batang atau cabang. Buah yang telah dipanen kemudian
harus secepatnya dibelah. Pada saat pembelahan buah kakao ini
dilakukan pemisahan antara buah yang baik dan buah yang terserang
hama dan penyakit. Selanjutnya kulit buah dan sisa-sisa yang terkena
serangan hama dan penyakit dibenam/dikubur kedalam tanah.
2. Proses Fermentasi
Untuk menghasilkan kakao dengan kualitas yang baik, proses
fermentasi juga harus dilakukan. Proses fermentasi ini bertujuan untuk
menghasilkan kakao dengan cita rasa yang baik.
Titik berat dalam pengolahan biji kakao terletak pada proses
fermentasi. Dimana proses ini terjadi pembentukan cita rasa coklat,
pengurangan rasa pahit dan sepat dan perbaikan penampakan fisik biji
kakao. selama proses fermentasi biji kakao terjadi pembentukan senyawa
cita rasa biji kakao.
Fermentasi merupakan suatu proses produksi suatu produk dengan
mikroba sebagai organisme pemroses. Fermentasi biji kakao merupakan
UNIVERSITAS HASANUDDIN 104
fermentasi tradisional yang melibatkan mikroorganisme indigen dan
aktivitas enzim endogen. Fermentasi biji kakao tidak memerlukan
penambahan kultur starter (biang), karena pulp kakao yang mengandung
banyak glukosa, fruktosa, sukrosa dan asam sitrat dapat mengundang
pertumbuhan mikroorganisme sehingga terjadi fermentasi (Muljana,
2001).
Buah kakao yang telah dikeluarkan bijinya, kemudian bijinya
ditempatkan pada sebuah wadah. Jenis wadah yang digunakan dapat
bervariasi, diantaranya keranjang yang dilapisi oleh daun(biasanya daun
pisang), dan container (kotak) kayu. Kontainer disimpan di atas tanah atau
di atas saluran untuk menampung pulp yang dihasilkan selama
fermentasi. Pada umumnya, dasar kontainer memiliki lubang kecil untuk
drainase. Kontainer tidak diisi secara penuh, disisakan 10 cm dari atas
dan permukaan atas ditutupi dengan daun pisang yang bertujuan untuk
menahan panas dan mencegah permukaan biji dari pengeringan.
Fermentasi dalam kotak dapat dilakukan selama 2 – 6 hari, isi kotak
dibalik tiap hari dengan memindahkannya ke kotak lain.
Menurut Muljana, (2001) fermentasi biji kakao akan menghasilkan
cita rasa, mencokelat-hitamkan warna biji, mengurangi rasa-rasa pahit,
asam, manis dan aroma bunga, meningkatkan aroma kakao (cokelat) dan
kacang, dan mengeraskan kulit biji menjadi seperti tempurung. Biji yang
tidak difermentasi tidak akan memiliki senyawa prekursor tersebut
sehingga cita rasa dan mutu biji sangat rendah. Fermentasi pada biji
UNIVERSITAS HASANUDDIN 105
kakao terjadi dalam dua tahap yaitu fermentasi anaerob dan fermentasi
aerob. Keberadaan asam sitrat membuat lingkungan pulp menjadi asam
sehingga akan menginisiasi pertumbuhan ragi dan terjadi fermentasi
secara anaerob. Fermentasi aerob diinisiasi oleh bakteri asam laktat dan
bakteri asam asetat. Produk fermentasi yang dihasilkan berupa etanol,
asam laktat, dan asam asetat yang akan berdifusi ke dalam biji dan
membuat biji tidak berkecambah.
Selama fermentasi terjadi pula aktivitas enzimatik, enzim yang
terlibat adalah endoprotease, aminopeptidase, karboksipeptidase,
invertase (kotiledon dan pulp), polifenol oksidase dan glikosidase. Enzim-
enzim ini berperan dalam pembentukan prekursor cita rasa dan degradasi
pigmen selama fermentasi. Prekursor cita rasa (asam amino, peptida dan
gula pereduksi) membentuk komponen cita rasa di bawah reaksi Maillard
(reaksi penkakaoan non-enzimatis) selama penyangraian.
3. Pengeringan
Tujuan dari pegeringan adalah menurunkan kandungan air biji.
Pengeringan sangat berpengaruh terhadap pembentukan calon cita rasa
coklat terutama berkaitan erat dengan tingkat keasaman pada biji kakao.
Untuk menghentikan proses fermentasi, biji kakao kemudian dikeringkan.
Pengeringan dilakukan dengan sinar matahari. Pengeringan ini dapat
memakan waktu 14 hari.
Pengeringan yang terlalu cepat akan menghasilkan biji kakao yang
asam. Penggunaan panas yang tinggi dalam pengeringan selain dapat
UNIVERSITAS HASANUDDIN 106
menyebabkan tingkat keasaman yang tinggi juga beresiko menyebabkan
terjadinya cacat cita rasa. Pengeringan yang baik dapat dilakukan dengan
memanfaatkan cahaya matahari. Dengan cara biji dihamparkan diatas
tempat tertentu seperti tikar atau lantai kemudian di jemur di bawah sinar
matahari. Selain memanfaatkan sinar matahari juga dengan enggunakan
alat pengering, namun di Desa Mattirowalie para petani belum memiliki
alat pengering.
4. Pengarungan dan Penyimpanan
Metode penyimpanan biji kakao yang baik akan menjamin kualitas
biji kakao. Kakao yang telah dijemur kemudian dimasukkan kedalam
karung goni. Karung goni tidak boleh diletakkan di atas lantai semen
karena biji coklat yang telah kering dapat menyerap air dari lantai. Selain
itu penempatan biji kakao juga harus bebas air hujan dan hama perusak.
Setelah pengarungan atau penyimpanan, barulah kemudian biji kakao
dijual kepada pengepul/pengumpul.
5. Distribusi Tanaman Kakao
Walaupun proses fermentasi dapat meningkatkan mutu dari kakao
itu sendiri dan membuat harga juga naik, namun hanya sebagian kecil
yang melakukan fermenasi terhadap tanaman kakao, sebaliknya masih
banyak petani kakao di Desa mattirowalie yang memilih untuk tidak
melakukan fermentasi terhadap tanaman kakao milik mereka. Mereka
lebih memilih untuk langsung dijemur kemudian menyimpannya lalu
kemudian dijual kepada para pengepul. Hal ini dilakukan karena harga
UNIVERSITAS HASANUDDIN 107
yang ditawarkan oleh para pengepul antara kakao fermentasi dengan
kakao yang tidak difermentasi adalah sama.
Gambar. 2.Rantai Pemasaran Kakao
Dari gambar diatas dapat kita ketahui rantai pemasaran biji kakao
hasil panen petani. Diketahui bahwa petani menjualnya kepada
pengepul/pengumpul, kemudian dari pengumpul tersebut menjualnya
kepada pedagang besar, pada pedagang besar ini terkumpul kakao yang
diperoleh dari berbagai pengepul. Setelah dari pedangang besar barulah
kemudian di jual kepada perusahaan untuk diolah menjadi bahan
makanan. Selain dijual ke prusahaan, sebagian juga ada yang diekspor ke
luar negeri. Semakin jauhnya jarak pemasaran dengan perusahaan
membuat petani enggan melakukan fermentasi terhadap biji kakao
mereka. Hal inilah yang diungkapkan salah seorang petani Bapak Riswan
(45 tahun) :
“itu kalau kita fermentasi juga samaji harganya, fermentasi atau tidak difermentasi tetap sama harganya, justru kalau kita fermentasi itu yang untung sebenarnya itu pengepulnya”(wawancara pada tanggal 20 januari 2013)
UNIVERSITAS HASANUDDIN 108
Ekspor
Pedagang besar
PerusahaanPetani Kakao
Pengepul
Mereka beranggapan jika kakao mereka difermentasi maka
keuntungan hanya diperoleh para pengepul ketika pengepul menjualnya
ke perusahaan yang mengolah kakao menjadi bahan makanan. Para
petani juga belum memiliki mitra dengan perusahaan besar untuk menjual
kakao mereka, sehingga lebih memilih untuk tidak memfermentasi kakao
mereka. Hal inilah yang dikemukakan oleh salah seorang petani bernama
bapak Jamaluddi (45 tahun)
“di sini kita juga belum punya mitra, jadi kita jual buah kakao di sini Cuma lewat pengepul, seandainya ada kita punya mitra mungkin mau jeki fermentasi krna pasti sesuai harganya”(wawancara pada tanggal 15 Januari 2013)
Petani kakao dapat menjual hasil produksi kakao melalui para
pembeli yang biasa disebut sebagai pengepul/pengumpul. Para
pengumpul ini datang ke desa hanya 1 minggu sekali yaitu pada hari
sabtu. Selain pengumpul mingguan, ada juga para pengumpul yang dapat
membeli biji kakao setiap hari, hanya saja harga beli yang ditawarkan
sedikit murah. Petani kakao biasanya menjual hasil produksi setiap 3 hari
sekali setiap 1 minggu sekali. Tidak ada tempat transaksi khusus, petani
dapat menunggu para pengumpul datang ke rumah mereka. Namun ada
juga petani yang membawanya ke tempat pengumpul untuk dijual.
Harga kakao dengan kualitas yang baik biasanya dijual dengan
harga Rp. 15.000-Rp 25.000/ Kg. Semakin baik kualitasnya semakin tinggi
harga jualnya. Sebaliknya kakao dengan kualitas rendah biasanya dijual
berkisar Rp.9.000/Kg, semakin rendah kualitasnya maka semakin rendah
harga jualnya.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 109
Keinginan yang besar dari petani untuk tetap menjaga ke-eratan
hubungan sosial sering memaksa dan menghilangkan rasionalitas petani
dalam berbisnis. Artinya, kebanyakan petani di pedesaan lebih cenderung
untuk menomor-satukan hubungan resiprositas sosial dibandingkan
dengan keuntungan bisnis semata, meskipun bisnis kakao tersebut
merupakan penyokong kehidupan ekonomi keluarga. Realitas seperti ini
bukan sesuatu yang mustahil adanya, karena sampai saat ini, di
pedesaan masih banyak dijumpai pengepul/pengumpul, disamping
berperan sebagai pembeli produksi kakao, juga masih mempunyai
hubungan kekerabatan dengan petani petani kakao lain; baik itu sebagai
mertua/famili, atau pemberi dana bagi kehidupan rumah tangga, dsb. Jadi
karena hubungan patron-client tersebut sudah bercampur aduk dengan
hubungan sosial kekeluargaan, maka hubungan resiprositas dan
keterikatan sosial tersebut, pada akhirnya dapat menyulitkan posisi petani
dalam adu tawar-menawar dalam proses penentuan harga bagi produksi
kakaonya. Karenanya kebanyakan mereka, suka atau tidak, terpaksa atau
rela, mereka pasrah dan menerima harga yang telah ditentukan (sepihak)
oleh para pengepul.
Hal lain yang juga berperan ikut menentukan tingkat pendapatan
petani adalah rantai pemasaran kakao, sebab kenyataan menunjukkan
bahwa banyaknya lapisan pedagang yang terlibat, sehingga menjadikan
rantai tataniaga kakao di sini cukup panjang, dan kondisi demikian sudah
merupakan suatu fenomena lama. Petani tidak pernah bisa langsung
UNIVERSITAS HASANUDDIN 110
dalam memasarkan produksi kakaonya kepada pabrik atau pedagang
eksportir karena tidak adanya mitra. Panjangnya rantai tataniaga itu
berakibat kepada rendahnya harga jual di tingkat petani, karenanya petani
hanya bisa menerima harga kakao apa adanya.
Ditingkat petani, sebagian petani mencari informasi harga kepada
petani lain yang telah melakukan penjualan atau kepada pedagang
pengumpul lainnya yang bukan menjadi langganannya. Tetapi sebagian
besar petani hanya menerima informasi harga dari pedagang
langgananya karena factor kepercayaan. Kondisi tersebut tentunya tidak
menguntungkan bagi petani karena pedagang pada umumnya
memberikan informasi harga yang memberikan keuntungan baginya,
sebagai suatu penerapan kekuatan daya beli. Walupun demikian para
petani lebih senang membudidayakan tanaman kakao. para petani
mengakui Pola hidup sudah berubah, baik cara makan, cara berpakaian,
pola interaksi, dan mobilitas sosial. Dari segi rumah tangga, jika dahulu
rata-rata rumah dengan atap nipa, sekarang sudah berubah menjadi atap
seng, bahkan sudah banyak yang memiliki rumah permanen yang terbuat
dari batu. Perabot rumah dengan beberapa stel kursi tamu dan beberapa
buah lemari sudah dimiliki. Bahkan hampir semua rumah sudah memiliki
televisi. Pemilikan kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda
empat, sudah tersebar sampai ke pelosok-pelosok desa. Untuk alat
komunikasi, orangtua maupun anak-anak rata-rata sudah memiliki
handphone.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 111
Selain itu tanaman kakao sebagai tanaman berkayu sebagai
penggunaan modal ekologis yang paling efektif untuk meningkatkan
keseimbangan sistem-sistem pertanian dataran tinggi. Perubahan
ekologis ini memberikan kontribusi positif untuk mencegah terjadinya erosi
dan banjir. Tanaman berkayu salah satu penyebab pada pembabatan
hutan, namun ketika hutan musnah ternyata tanaman kakao sebagai
tanaman berkayu dapat tampil dijadikan alat peremajaan hutan dan
menjadi hutan produksi.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 112
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpilan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan
maka dapat disimpulkan bahwa :
1. Dalam sistem pengetahuannya, pertanian Desa Mattirowalie telah
menjadi lebih maju dengan teknologi baru yang dipakai oleh para
petani yang didapatkan melalui pembelajaran dari luar maupun
teknologi sederhana yang ditemukan sendiri oleh petani Desa
Mattirowalie. Teknologi tersebut adalah teknologi dalam meningkatkan
produktifitas tanaman kakao yang telah berumur tua dengan
melakukan teknik tempelan. Teknik tempelan merupakan cara/teknik
dimana dilakukan pengeembang biakan tanaman kakao secara
buatan. Cara buatan yang dimaksud adalah dengam melakukan
persilangan antara pohon kakaoyang asli/pohon kakao yang sudah tua
dan kurang produktif disambungkan dengan entres yang berasal dari
pohon yang memiliki buah yang baik, pertumbuhan stabil, tahan hama.
Sehingga hasil yang diperoleh juga bagus.
2. Pola bertani yang dilaukan oleh petani desa mattirowalie pada umunya
sama dengan pola pertanian lainnya yaitu dengan melaukan
perawatan terhadap tanaman kakao. Pada pengolahan lahan
perawatan tanaman kakao yang dilakukan dibagi dalam dua fase, yaitu
fase tanaman menghasilkan (TM) dan fase tanaman belum
menghasilkan (TBM). kemudian tenaga Kerja petani Desa Mattirowalie
UNIVERSITAS HASANUDDIN 113
mempekerjakan warga yang tidak memiliki pekerjaan, warga yang
tidak memiliki pekerjaan dapat memperoleh upah dari petani yang
mempekerjakan mereka.
3. Pengolahan hasil panen tanaman kakao didesa mattirowalie
sebenarnya mampu menghasilkan biji kakao dengan cita rasa yang
baik. Pengolahan setelah panen merupakan factor penentu bagus
tidaknya tanaman kakao tersebut. Hanya saja pengolahan biji kakao
yang dilakukan oleh petani di Desa Mattirowalie pasca panen kurang
maksimal karena hanya sebagian kecil petani yang melakukan
fermentasi terhadap tanaman kakao mereka.
B. Saran
Saran-saran yang dapat diberikan dengan berdasarkan pada hasil
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Usahatani kakao di desa Mattirowalie layak dan menguntungkan untuk
diusahakan. Oleh karena itu diharapkan petani Desa Mattirowalie terus
mengusahakan dan mengupayakan peningkatan produksi dengan
lebih memperhatikan teknik-teknik budidaya yang baik.
2. Peningkatan produksi sebaiknya disertai perbaikan kualitas/mutu biji
kering kakao dengan memperhatikan proses fermentasi dan
penjemuran yang optimal. Hal yang sangat menentukan tingkat harga
di pasar internasional adalah mutu biji kakao. Oleh karena itu perlu
adanya perhatian produsen kakao Indonesia terhadap kualitas biji
kakao yang akan diekspor.
UNIVERSITAS HASANUDDIN 114
3. Perlunya mitra usaha tani dalam menjual hasil usaha tani tanaman
kakao. Dengan adanya mitra usaha tani seperti perusahaan besar
dapat menstabilkan harga jual kakao itu sendiri sehingga petani dapat
menjual langsung hasil tani kepada perusahaan besar.