BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan sebagai salah satu bagian dari pembangunan secara keseluruhan memberikan manfaat yang begitu besar bagi kehidupan masyarakat, salah satunya yaitu untuk konsumsi sehari- hari dan juga sebagai barang yang bernilai ekonomi, sosial, dan budaya. Sebagai produk komoditi konsumsi sehari-hari pembangunan peternakan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan akan protein hewani sedangkan komoditi yang bernilai ekonomi, sosial, dan budaya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani peternak secara khusus dan masyarakat. Pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan. Peternakan yang tangguh memerlukan kerja keras, keuletan dan kemampuan yang kuat dari peternak itu 1
86
Embed
repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 3354... · Web view repository.unhas.ac.idDalam pembangunan usaha peternakan Sapi Bali di Kecamatan Tanete Riaja,
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan sub sektor peternakan sebagai salah satu bagian dari
pembangunan secara keseluruhan memberikan manfaat yang begitu besar bagi
kehidupan masyarakat, salah satunya yaitu untuk konsumsi sehari-hari dan juga
sebagai barang yang bernilai ekonomi, sosial, dan budaya. Sebagai produk
komoditi konsumsi sehari-hari pembangunan peternakan diharapkan dapat
memenuhi kebutuhan akan protein hewani sedangkan komoditi yang bernilai
ekonomi, sosial, dan budaya diharapkan dapat meningkatkan pendapatan petani
peternak secara khusus dan masyarakat.
Pembangunan peternakan diarahkan untuk meningkatkan mutu hasil
produksi, meningkatkan pendapatan, memperluas lapangan kerja serta
memberikan kesempatan berusaha bagi masyarakat di pedesaan. Peternakan yang
tangguh memerlukan kerja keras, keuletan dan kemampuan yang kuat dari
peternak itu sendiri agar mencapai tujuan yang di inginkan. Keberhasilan yang
ingin dicapai akan memacuh motivasi peternak untuk terus berusaha memelihara
ternak sapi bali secara terus menerus dan bahkan bisa menjadi mata pencarian
utama.
Salah satu pusat produksi sapi di Sulawesi Selatan adalah kabupaten
Barru. Kabupaten Barru merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan
yang ditetapkan sebagai daerah pemurnian sapi Bali. Adapun besarnya
1
perkembangan populasi Sapi Bali setiap kecamatan yang ada di Kabupaten Barru,
dapat di lihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Perkembangan Populasi Ternak Sapi Bali Per Kecamatan di Kabupaten Barru Tahun 2011
NO Kecamatan Tahun 20111 Tanete Riaja 10183 ekor2 Pujananting 9421 ekor3 Tanete rilau 6446 ekor4 Barru 10061 ekor5 Soppeng riaja 5308 ekor6 Balusu 5000 ekor7 Mallusetasi 6382 ekor
Jumlah 53201 ekorSumber : BPS Kabupaten Barru, 2011
Tabel tersebut di atas menunjukkan bahwa kecamatan yang memiliki
populasi terbesar adalah Kecamatan Tanete Riaja. sedangkan populasi yang paling
kecil berada pada Kecamatan Balusu. Salah satu faktor yang menyebabkan
sehingga populasi ternak sapi bali di Kecamatan Tanete Riaja menjadi besar,
yakni adanya luas wilayah yang cukup luas di bandingkan dengan kecamatan
lainnya yang ada di Kabupaten Barru, serta tingkat kepadatan penduduk yang
memelihara ternak sapi bali yang cukup besar.
Dalam pembangunan usaha peternakan Sapi Bali di Kecamatan Tanete
Riaja, umumnya masih dikelola secara tradisional dan masih dalam skala rumah
tangga, dimana ternak dipelihara sendiri oleh keluarga tersebut dan masih banyak
dijadikan sebagai usaha sampingan, serta menjualnya sendiri ke pedagang
pengumpul. Tingkat kepemilikan ternak Sapi Bali di Kecamatan Tanete Riaja
masih bervariasi yakni 1-5 ekor, ada yang memiliki ternak 6-10 ekor serta yang
paling besar tingkat kepemilikannya Sapi Bali adalah 11-13 ekor.
2
Setiap usaha yang dilakukan dapat memberikan hasil berupa pendapatan
atau keuntungan yang maksimal bagi peternak atau pemilik usaha. Hal ini pula
yang diharapkan oleh peternak Sapi Bali yang ada di Kecamatan Tanete Riaja.
Namun peternak Sapi Bali tidak memperhatikan biaya yang dikeluarkan untuk
pemeliharaan ternak termasuk pakan rumput. Sehingga tidak bisa menentukan
keuntungan atau pendapatan yang diperoleh.
Harga jual merupakan salah satu penentu besarnya keuntungan yang akan
diterima. Namun, penentu harga sangat ditentukan banyak faktor seperti, jumlah
permintaan, biaya produksi, lokasi serta karakteristik ternak itu sendiri. Harga
adalah jumlah uang yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari
bahan beserta pelayananya. Dengan kata lain harga merupakan sejumlah uang
untuk memperoleh suatu produk dengan cara melakukan pertukaran (Swastha,
1997). Berdasarkan teori yang dikemukakan tersebut seharusnya pada lokasi yang
sama dan karakteristik ternak yang sama memiliki harga yang sama pula, namun
yang terjadi adalah harga taksir terkadang berbeda-beda pada lokasi dan
karakteristik ternak yang sama.
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka diadakan penelitian
mengenai faktor-faktor penentu harga jual ternak Sapi Bali pada tingkat petani-
peternak di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka dirumuskan sejauh mana
performance eksterior (lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak) sebagai
penentu harga jual sapi Bali pada tingkat petani-peternak di Desa Kading,
Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
faktor penentu harga jual ternak sapi Bali pada tingkat petani peternak di
Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
1.4 Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan antara lain :
1. Sebagai informasi awal bagi peneliti lain yang berkaitan dengan penetu harga
jual sapi bali.
2. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah dalam rangka penetapan harga jual
sapi bali.
3. Sebagai dasar penentu harga jual sapi bali baik di petani maupun masyarakat
yang membeli sapi bali.
4
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Sapi Bali Secara Umum
Sapi Bali Indonesia dikategorikan sebagai sapi dwiguna, yaitu tipe
campuran pendaging dan tipe kerja. Diantara bangsa-bangsa sapi di Indonesia,
sapi Bali, sapi Madura dan sapi Sumba Ongole yang lebih mendekati tipe
pendaging. Dewasa ini telah banyak pencapuran antara sapi local dan sapi import
yang diarahkan pertambahan berat menjadi tipe pendaging ini dengan program IB
keseluruhan pelosok tanah air. Hal ini dilakukan untuk mempertahankan keaslian
sapi-sapi lokal agar tetap eksis sepanjang zaman (Sugeng. 2008).
Sapi Bali adalah keturunan sapi liar yang disebut Banteng (Bos Sondaicus
atau Bos bibos), yang telah mengalami proses domestikasi. Lokasi penyebarannya
saat ini telah meluas hamper keseluruh wilayah Indonesia, konsentrasi sapi Bali
terbesar adalah Sulawesi, NTB, dan NTT (Guntoro, 2002).
Menurut Sugeng (2002), cirri-ciri yang dimiliki sapi Bali adalah sebagai
berikut :
1. Bentuk tubuh menyerupai banteng dengan ukuran yang lebih kecil,
dadanya dalam dan badannya padat.
2. Warna hulu pada pedet sawo matang atau merah bata, setelah dewasa
warna bulu betinanya tetap merah bata, sedangkan pada jantan kehitam-
hitaman. Dibagian keempat kakinya dan pantatnya terdapat warna putih.
3. Kepala agak pendek, dahi diatas, tanduk pada jantan tumbuh agak ke
bagian luar kepala, sedangkan betina agak kedalam
5
4. Tinggi badan sapi dewasa 130 cm dengan berat badan rata-rata sapi jantan
250 kg, sedangkan betina 300-400 kg
Sapi Bali termasuk sapi unggulan reproduksi tinggi, bobot karkas yang
tinggi, mudah digemukkan dan mudah beradaptasi dengan lingkungan baru,
sehingga dikenal sebagai sapi perintis. Sebagai sapi asli yang potensi
reproduksinya lebih baik disbanding sapi lainnya maka upaya pengembangan
terus ditingkatkan guna dapat memenuhi kebutuhan masyarakat.
Menurut Guntoro (1998), penelitian sapi Bali umumnya menggunakan tiga
system, yaitu system Intensif, Semi Intensif dan Ekstensif.
1. Sistem Pemeliharaan Secara Intensif
Sistem ini biasanya dilakukan untuk tujuan tertentu, misalnya untuk
penggemukan sapi. Sapi Balu yang dipelihara secara Intensif disediakan
kandang yang memadai dan sanitasi serta pemeriksaan kesehatan sapi
dilakukan secar kontinyu.
2. Sistem Pemeliharaan Secara Semi Intensif
Pada sistem ini, sapi yang dipelihara diikat dibawah pohon yang rimbung
dan diberi pakan secara kontinyu. Sapi sepenuhnya dibawah pengawasan
oleh peternak, terutama dalam hal sanitasi kandang/lingkungan, pakan dan
obat-obatan.
3. Sistem Pemeliharaan Secara Ekstensif
Pemeliharaan sapi dilakukan dengan cara di gembalakan di padang
pengembalaan. Sapi yang dipelihara dikandangkan pada kandang yang
6
sangat sederhana, berpagar, beratap pelepah daun lontar dan berlantai
tanah.
Sapi Bali memiliki keunggulan tersendiri dibandingkan dengan bangsa
sapi lainnya. Namun, sapi Bali juga mempunyai beberapa kelemahan. Adapun
keunggulan dari Sapi Bali terletak pada daya adaptasi yang baik terhadap
lingkungan, tingkat fertilitasnya tinggi, dan produksi karkasnya tinggi. Sedangkan
kelemahan-kelemahan yang menonjol pada sapi Bali antara lain, birahi setelah
melahirkan panjang, interval baranak panjang, serta rentan terhadap beberapa
jenis penyakit.
Ternak sapi bermanfaat lebih luas dan bernilai ekonomis lebih besar
dari pada ternak lain. Usaha ternak sapi merupakan usaha yang lebih tinggi
menarik sehingga mudah merangsang perumbuhan usaha. Sebaliknya hewan
ternak yang nilai kemanfaatan dan ekonominya rendah pasti akan mudah terdesak
mundur dengan sendirinya. Hal ini biasa dibuktikan perkembangan ternak sapi di
Indonesia lebih maju dari pada ternak besar ataupun kecil seperti kerbau, babi,
domba, dan kambing.
Contoh dibawah memperlihatkan kemanfaatan sapi yang luas dan nilai
ekonominya tinggi :
Mutu dan harga daging atau kulit menduduki peringkat atas bila
dibandingkan daging atau kulit kerbau, apalagi kuda
Sapi merupakan salah satu sumber budaya masyarakat, misalnya sapi
untuk keperluan sesaji, sebagai ternak karapan di Madura, dan sebagai
ukuran martabat manusia dalam masyarakat (social standing).
7
Sapi sebagai tabungan bagi masyarakat di desa-desa
Memberikan kesempatan kerja, banyak usaha ternak sapi di Indonesia
yang bias dan mampu menampung tenaga kerja cukup banyak sehingga
biasa menghidupi banyak keluarga ( Sugeng, 1993).
Rantai tataniaga Sapi Bali di Indonesia termasuk Bali sesungguhnya
cukup panjang, namun di mata para peternak rantai-rantai tataniaga tersebut
hanyalah sederhan, para peternak tradisional umumnya menjual sapi dalam
bentuk hidup kepada para pedagang pengumpul yang datang kelokasi peternakan.
Pada cara pemesaran seperti ini, penetuan berat badan sapi dilakukan dengan
sistem periklanan sehingga hasilnya kurang akurat (Guntoro, 2002).
2.2 Arti Ekonomi Ternak Sapi Bali
Peluang usaha dan pemasaran produk-produk agribisnis dapat dilihat sisi,
yaitu : dari sisi permintaan (demannd side) dalam agribisnis dimasa mndatang
akan sangat besar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Miningkatkan
jumlah penduduk dan pendapatan per kapita akan menjadi faktor yang
menyebabkan meningkatnya permintaan produk agribisnis. Sedangakan dari sisi
penawaran (supply side) tersedianya lahan dan tenaga kerja yang cukup besar,
tersedianya sumber daya hasil pertanian akan peluang dalam memanfaatkan
peningkatan permintaan pasar (Saragih, 2001).
Kebutuhan akan konsumsi daging setiap tahun selalu meningkat.
Sementara ini pemerintah akan kebutuhan selalu negative, artinya jumlah
permintaan lebih tinggi dari pada produksi daging. Menurut kebijakan
pemerintah, sub-sektor peternakan Sapi Bali sebagai salah satu usaha perlu terus
8
dikembangkan. Terutama usaha peternakan Sapi Bali yang bersifat usaha kerja.
Bantuan pemerintah dalam mendukung pembangunan ternak sapi antara lain
adalah bantuan dan fasilitas, seperti kredit penggemukan sapi, kredit pembibitan
sapi, penerapan system kontrak lewat pengembangan Sapi Bali bantuan proyek
kredit pedesaan (Murtidjo, 1992).
Saragih (2001), menyatakan bahwa usaha dikatakan berpeluang unutk
dikembangkan (prospektif) apabila memenuhi beberapa kriteria-kriteria antara
lain :
1. Layak diusahakan secara ekonomis
2. Permintaan produk cukup besar
3. Sarana dan Prasarana yang cukup tersedia atau mendukung
4. Kondisi daerah yang mendukung untuk yang dimaksud
5. Ketersediaan bahan baku
6. Dukungan masyarakat setempat (mata pencaharian)
7. Areal lahan yang masih luas serta dukungan pemerintah setempat
(kebijakan-kebijakan yang cukup mendukung)
Usaha pemerintah di Indonesia terdiri dari usaha peternakan rakyat dan
perusahaan peternakan. Kondisi dewasa ini memberikan bahwa lebih dari 99%
usaha budi daya ternak sapi menurut Usaha Rumah Tangga, menggunakan
teknologi sederhana sehingga produktifitas rendah dan mutu produk kurang
terjamin, bersifat padat karya dan berbasis organisasi kekeluargaan, posisi yang
lemah dan peka terhadap perubahan. Maka dari itu, pengembangannya diperlukan
9
intervensi modal, teknologi percepatan pasar dan system kelembagaan (Azis,
1993).
Tingkat konsumsi protein hewani penduduk Indonesia baru mencapai 4,19
gram/hari. Itu berarti bahwa tingkat protein hewani di negeri ini baru 69,8% dari
norma gizi minimal sebesar 6 gram/kapital/hari. Tingkat konsumsi sesuai normal
gizi itu bisa disetarakan dengan konsumsi daging sebanyak 10,1 kg, telur 3,5 kg
dan susu 6,4 kg/kapital/tahun. (Abidin, 2002 : 2).
Selanjutnya dikatakan bahwa program pembangunan peternakan
merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai
strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, sebagai
konsekuensi atas pertambahan jumlah penduduk Indonesia. Perkembangan pola
konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan sektor pertanian berubah.
Pada awalnya kemerdekaan, pembangunan pertanian lebih diarahkan untuk
mencukupi kebutuhan karbohidrat. Saat ini, ketika pendapatan perkapital rakyat
Indonesia kian meningkat, kebijakan mulai bergeser untuk memenuhi kebutuhan
protein.
Kebutuhan akan komsumsi daging setiap tahun selalu meningkat
khususnya pada hari raya tertentu. Sementara itu pemenuhan akan kebutuhan
selalu negatif, artinya jumlah permintaan lebih tinggi dari pada produksi daging.
Menurut kebijakan pemerintah, sub-sektor peternakan sapi Bali sebagai salah satu
usaha perlu dikembangkan, terutama usaha peternakan sapi Bali yang bersifat
usaha kerja.(Mubyarto, 1995).
10
2.3 Penentu Harga Ternak Sapi Bali
Basuki, (1996 : 32) menyatakan bahwa harga adalah suatu tingkat
kemampuan sesuatu barang untuk ditukar dengan barang, harga merupakan
ukuran nilai dari barang dan jasa. Harga adalah sejumlah uang yang dibutuhkan
untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang beserta pelayanannya.
Harga jual ditetapkan oleh pembeli dan penjual dalam suatu proses tawar
menawar, penjualan akan meminta harga jual yang lebih tinggi diharapkan akan
diterima, sedangkan pembeli akan menawar lebih rendah dari yang diharapkan
akan dibayarnya dengan tawar menawar dan mereka akan sampai pada suatu
kesepakatan tentang harga (Kotler, 1992 : 49).
Hubungan antara permintaan dengan harga jual biasanya berbanding
terbalik yaitu makin tinggi harga makin kecil jumlah permintaan demikian pula
sebaliknya. Namun demikian terkadang pula kurva permintaan bergerak searah
dimana semakin tinggi permintaan maka semakin tinggi pula harga (Kotler, 1990 :
33).
Penetapan harga telah memiliki fungsi yang sangat luas di dalam program
pemasaran. Menetapkan harga berarti bagaimana mempertautkan produk kita
dengan aspirasi sasaran pasar, yang berarti pula harus mempelajari kebutuhan,
keinginan, dan harapan konsumen. Berbicara harga berarti bicara tentang citra
kualitas dan seberapa tinggi ekslusifitasnya. Tinggi rendahnya harga sangat
berpengaruh terhadap persepsi kualitas, sehingga ikut menentukan citra terhadap
sebuah merek atau produk. Dalam persepsi konsumen sering berlaku logika
bahwa harga yang mahal berarti kualitas bagus dan harga yang murah berarti
11
kualitasnya kurang. Pada tingkat tertentu menetapkan harga berarti juga berbicara
mengenai ekslusifitas. Walaupun harus mempertimbangkan berbagai faktor lain
terkait, secara kasar dapat dikatakan bahwa makin tinggi harga yang ditetapkan
secara relatif terhadap kompetitor, makin eksklusif pula konsumen sasarannya.
Seolah seperti piramida. Makin ke puncak makin kecil, makin tinggi harga yang
ditetapkan makin sedikit konsumen yang disasar (Anonim, 2010).
Penetapan harga juga berbicara mengenai variasi produk. Jika produknya
bervariasi tetapi ditetapkan dengan harga yang sama maka persepsi yang muncul
adalah kesamaan kualitas sebagai cerminan variasi produk secara horisontal. Juga
dapat dipakai untuk menjelaskan variasi produk secara vertikal dengan kualitas
yang bertingkat. Misalnya, pada maskapai penerbangan terdapat pembedaan
layanan kualitas layanan untuk kelas ekonomi, bisnis, dan first class dengan
tingkat harga yang berbeda (Lukman, 2004).
Selanjutnya dikatakan petani peternak senantiasa diharapkan pada masalah
ketidak pastian besarnya pendapatan usaha tani yang diperoleh, keadaan ini
membuat mereka menjual ternaknya bukan saat yang tepat, tetapi kadang-kadang
dijual cepat sehingga potensi genetiknya belum maksimum atau dijual terlalu
lambat sehingga tambahan pengorbanan tidak seimbang dengan tambahan
penghasilan.
Dengan fungsinya yang amat luas ini, perlu pendekatan harga yang
bersifat strategis yang tertuang dalam konsep power pricing. Power pricing pada
intinya adalah bagaimana mengelola harga sebagai suatu elemen strategis dalam
mendukung strategic positioning yang telah dirumuskan, dan tentunya dapat
12
mendukung pula tujuan bisnis secara keseluruhan. Pengelolaan harga ini tentu tak
lepas dari pricing objectives yang cukup beragam, mulai sebagai sarana
pertumbuhan untuk menggapai profit, memperoleh revenue, image shifting, dan
memantapkan produk baru. Penentuan pricing objective ini berada dalam
kerangka strategis yang lebih luas, corporate strategy maupun marketing strategy
(Anonim, 2010).
2.4 Dimensi Tubuh
Parameter tubuh adalah nilai-nilai yang dapat diukur dari bagian tubuh
ternak termasuk ukuran-ukuran yang dapat dilihat pada permukaan tubuh sapi,
antara lain ukuran kepala, tinggi, panjang, lebar, dalam dan lingkar dada
(Natasasmita dan Mudikdjo, 1979). Indicator penilaian produkstifitas ternak dapat
dilihat berdasarkan parameter tubuh ternak tersebut. Parameter tubuh yang sering
dipergukan dalam menilai produktifitas antara lain tinggi badan, lingkar dada dan
panjang badan. Bobot badan juga merupakan indicator penilaian produktifitas dan
keberhasilan manajemen peternakan (Blakely dan Bade, 1991).
Berat badan ternak sapi pedaging umumnya mempunyai hubungan positif
dengan beberapa bagian ukuran tubuh. Menurut Lukman (2004) bahwa setiap
penambahan ukuran 1 cm ukuran panjang badan akan menyebabkan pertambahan
berat badan untuk sapi Bali betina sebesar 4,14 kg dan untuk sapi Bali jantan
sebesar 4,36 kg.
Santosa (2002) menyatakan cara pengukuran lingkar dada, panjang
badan , panjang badan dan tinggi pundak pada ternak sapi adalah sebagai berikut:
13
1. Lingkar dada : diukur dengan pita meter melingkar dada sapi tepat di belakang
kaki depan.
2. Panjang badan : diukur secara lurus dengan tongkat ukur dari siku (humerus)
sampai benjolan tulang tapis (tuber ischii).
3. Tinggi pundak : diukur lurus dengan tongkat ukur dari titik tertinggi puncak.
Menurut Wibisono (2010) Ukuran tubuh sapi Bali ternyata sangat
dipengaruhi oleh tempat hidupnya yang berkaitan dengan manajemen
pemeliharaan di daerah pengembangan. Sebagai gambaran umum ukuran tubuh
diperoleh data sbb:
Tinggi gumba Jantan : 122-126 cm.
Tinggi gumba Betina : 105-114 cm.
Panjang badan Jantan : 125-142 cm.
Panjang badan Betina : 117-118 cm.
Lingkar dada Jantan : 180-185 cm.
Lingkar dada Betina : 158-160 cm
Tinggi panggul : 122 cm
Lebar dada: 44 cm
Dalam dada: 66 cm.
Lebar panggul : 37 cm
Berat sapi jantan : 450 kg.
Berat Sapi Betinanya: 300 – 400 kg
14
Ukuran minimum vital statistik bibit sapi Bali (Hidayat, 2010):
Ukuran menurut jenis kelamin Muda DewasaJantanPanjang badan 127 cm 134 cmTinggi gumba 112 cm 126 cmLingkar dada 185 cm 193Umur 2-3,5 tahun maks 8 tahunBetinaPanjang badan 116 cm 120 cmTinggi gumba 105 cm 115 cmLingkar dada 162 cm 115 cmUmur 2,35 tahun maks 8 tahun
Sumber : Buku saku peternakan Direktorat Penyuluhan Peternakan, 1975
Hipotesa
Ha = Diduga bahwa faktor lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak
berpengaruh signifikan sebagai penentu harga jual ternak Sapi Bali oleh petani-
peternak di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
Ho = Diduga bahwa faktor lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak tidak
berpengaruh signifikan sebagai penentu harga jual ternak Sapi Bali oleh petani-
peternak di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
15
BAB IIIMETODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan yaitu mulai bulan Maret sampai
April 2012, bertempat di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten
Barru. Dipilih tempat ini karena merupakan kecamatan yang mempunyai populasi
terbanyak, yaitu sebesar 10.183 ekor.
3.2 Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah eksplanasi, karena pada penelitian ini akan melihat
pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, dalam hal ini melihat
pengaruh variable lingkar dada, panjang badan, tinggi pundak, terhadap penentu
harga jual Sapi Bali di Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peternak sapi Bali yang ada di
Desa Kading Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru yaitu sebanyak 96
peternak. Adapun sampel dalam penelitian ini sebanyak 49 peternak. Penentuan
jumlah sampel tersebut dilakukan dengan menggunakan rumus Slovin dalam
Umar (2003 : 78) sebagai berikut :
N n = ---------- 1 + N (e)2
Di mana
n = Jumlah Sampel
N= Jumlah Populasi
e = Tingkat Kelonggaran (10%)
16
Sehingga di peroleh jumlah sampel :
96 n= ------------------ 1 + 96 (0,1)2
n= 48,9 = 49 peternak
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode pegumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini yaitu dengan
melakukan wawancara langsung dengan responden serta mengukur langsung
lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak pada ternak yang siap dijual.
Wawancara dilakukan dengan menggunakan bantuan catatan-catatan kecil.
3.5 Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis data kuantitatif
yaitu data yang berbentuk bilangan, ada pun sumber data yang di gunakan adalah :
1. Data Primer yaitu data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan
responden.
2. Data Sekunder yaitu data yang diperoleh dari Dinas Peternakan berupa data
populasi ternak sapi potong, data program-program pengembangan ternak dan
data yang diambil dari Badan Pusat Statistik berupa jumlah penduduk, letak
geografis, keadaan penduduk dan instansi yang terkait dengan penelitian ini.
3.6 Analisis Data
17
Untuk mengetahui faktor-faktor penentu harga jual ternak Sapi Bali pada
tingkat petani-peternak di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten
Barru maka digunakan :
Analisa regresi linear berganda (Sungiono 1995 : 250)
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4+ b5X5 + e
Dimana :
Y = harga jual (Rp/ekor)
bo = intercept
X1 = lingkar dada (cm)
X2= panjang badan (cm)
X3 = Tinggi pundak (cm)
b1 b2 dan b3 = koefisien regresi variable X1,X2, dan X3
e = kesalahan pengganggu
Untuk mengetahui pengaruh secara bersama-sama lingkar dada (X
panjang badan (X2), dan tinggi pundak (X3) terhadap harga ternak yang dijual (Y)
digunakan uji F pada taraf kepercayaan 95 %.Untuk mengetahui pengaruh secara
individu (parsial) variabel lingkar dada (X1) panjang badan (X2), dan tinggi
pundak (X3) terhadap harga ternak yang dijual (Y) digunakan uji t.
3.7 Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini variable jumlah ternak yang diteliti tidak dimasukkan
dalam penelitian karena pembelian lebih dari satu ekor yang dihargai akan
mengaburkan harga beli per ekor yang dihargakan berhubungan dengan ukuran-
ukuran badan atau performance ekserior dari setiap ekor sapi bali yang terjual.
18
Jadi dalam penelitian ini kami hanya mendekteksi pengaruh performance
eksterior terhadap nilai transaksi yang terjadi antara peternak dan konsumen
ataupun dengan pedagang pengumpul yang melakukan pembelian hanya satu ekor
per transaksi, dan tidak memasukkan pembelian atau transaksi lebih dari satu
ekor.
3.8 Konsep Operasional
19
1. Sapi Bali (Bos sondaicus) adalah sapi Bali pemeliharaan Desa Kading yang
bersedia dijual pada saat penelitian berlangsung.
2. Peternak adalah orang yang membudidayakan ternak sapi Bali di Desa
Kading.
3. Harga ternak sapi bali adalah harga jual yang diharapkan oleh petani peternak
sapi Bali di Desa Kading (Sesuai taksiran peternak)
4. lingkar dada merupakan hasil ukur dengan melilitkan pita keliling rongga dada
belakang kaki depan, tepatnya pada bagian rusuk ke-lima (Os costa).
5. Pengukuran panjang badan (cm) menggunakan tongkat ukur mulai dari
benjolan siku depan (Tuber humerus pada Os humerus) sampai benjolan
tulang tapis (tuber ischiadicum pada Os coxa).
6. Pengukuran tinggi pundak (cm) menggunakan tongkat ukur mulai dari titik
tertinggi pundak (Os vertebrae thoracalis III) ke tanah.
BAB IVGAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
20
4.1 Keadaan Geografis dan Demografis
4.1.1 Keadaan Geografis
Desa Kading adalah salah satu desa yang terletak di kecamatan Tanete
Riaja, Kabupaten Barru, Sulawesi Seatan. Secara geografis Desa Kading diapit
oleh empat desa yaitu:
1. Sebelah Barat : Desa Lompo Tengah
2. Sebelah Utara : Desa Anabanua (Kecamatan Barru)
3. Sebelah Timur : Kelurahan Lompo Riaja
4. Sebelah selatan : Desa Mattirowalie
Desa Kading mempunyai luas wilayah 22,69 km2 yang terbagi ke dalam 5
Dusun yaitu:
1. Dusun Pasar Baru terbagi atas 4 RT
2. Dusun Bunne terbagi atas 4 RT
3. Dusun Rumpiae terbagi atas 3 RT
4. Dusun Umoungnge terbagi atas 2 RT
5. Dusun Tokkene terbagi atas 2 RT
4.1.2 Keadaan Demografis
a. Komposisi Penduduk
Pada tahun 2010 jumlah Penduduk yang diperoleh dari kantor desa Kading
adalah 3481 jiwaa dengan jumlah kepala keluarga sekitar 988 KK yang terdiri atas
1711 jiwa laki-laki dan 1773 jiwa perempuan. Persebaran penduduk yang tidak
21
merata pada setiap Dusun yang dipengaruhi oleh keadaan geografis masing-
masing.
b. Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Desa Kading cukup beragam. Sebagian besar
angkatan kerja terserap dibidang pertanian dan peternakan. Hal ini disebabkan
luasnya lahan yang tersedia untuk digarap dan lahan yang relative subur dan
dijadikan sebagian lahan pertanian. Sebagian kecil merupakan pedagang, pegawai
negeri sipil dan wiraswasta.
4.1.3 Keadaan Sosial Budaya dan Kearifan Lokal
Sebagian besar pemukiman penduduk di Desa Kading menggunakan
bahan bangunan dari bahan papan/kayu. Pola penataan pemukiman yang teratur
membentang disepanjang jalan poros Pekkae- Soppeng. Fasilitas umum seperti
jalan raya bagus untuk 3 dusun yakni dusun Bunne, dusun Pasar Baru dan Dusun
Rumpiae, namun masih terdapat dua dusun yakni Dusun Umpungnge dan Dusun
Tokkene yang sangat membutuhkan akses fasilitas jalan raya dan listrik.
Penduduk Desa Kading sebagian besar merupakan suku bugis, dengan
kata lain bahwa penduduk desa kading sangat homogeny. Adat istiadat dan
kebudayaan serta kearifan local yang masih dijalankan oleh setiap warga
memberikan dampak secara langsung terhadap hubungan kekeluargaan yang
sangat harmonis.
Salah satu kearifan lokal dapat dilihat dalam kegiatan keagamaan seperti
selalu mengadakan dzikir bersama setelah melakukan sholat wajib dan berjamaah
22
di mesjid. Hal seperti ini yang sekarang sudah jarang kita jumpai terlebih lagi di
masyarakat perkotaan. Selain itu dapat juga dilihat sangat antusisasnya
masyarakat dalam ikut serta menjalankan acara acara yang diselenggarkan oleh
suatu masyarakat atau warga. Salah satunya acara pernikahan. Dimana, tanpa
menggunakan undangan atau memanggil warga untuk membantu atau bergabung
dalam acara tersebut. Namun di desa ini, walaupun tanpa panggilan dan
undangan, mereka datang untuk membantu warga yang sedang melaksanakan
acara tersebut.
Dibidang kepercayaan, mayoritas penduduk desa Kading memeluk agama
islam. Kehidupan beragama didesa ini tergolong kental dengan banyaknya
ditemukan rumah-rumah penduduk yang berfungsi sebagai tempat pendidikan
pengajian Al Quran.
Untuk bidang pendidikan, desa kading memiliki 3 Taman Kanak-Kanak
dan 4 sekolah Dasar yang berada hamper disetiap dusun. Sedangkan untuk
Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas masih belum ada.
BAB VKEADAAN UMUM RESPONDEN
23
5.1 Keadaan Umum Responden
5.1.1 Umur Responden
Sumber daya manusia adalah salah satu faktor pendukung keberhasilan
suatu usaha dimana termasuk dalam hal ini umur seseorang. Umur seorang
peternak berpengaruh terhadap kerja, sebab umur erat kaitannya dengan
kemampuan kerja serta pola pikir dalam menentukan corak dan bentuk serta pola
manajemen yang diterapkan dalam usaha. Berdasarkan hal inilah, maka peranan
tingkatan umur bagi peternak tidak dapat diabaikan. Klasifikasi umur responden
peternak sapi bali di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Umur Peternak Sapi di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
No Umur (Tahun) Frekuensi (Orang) Persentase (%)1.2.3.4.5.6.
Total 49 100%Sumber: Data Primer Yang Telah Diolah, 2012.
Berdasarkan Tabel 10 menunjukkan bahwa sapi bali berkisar antara
Rp.2.825.000 dan tertinggi di Rp. 6.450.000, harga sapi bali yang paling dominan
berada pada Rp 5.029.653 – Rp 5.580.815 sebanyak 17 orang dengan persentase
sebesar 34,69%, sedangkan harga sapi yang paling rendah berada di Rp.
2.825.000 – Rp 3.376.163 sebanyak 1 orang dengan persentase 2,04%.
6.5 Uji Asumsi Klasik
Menurut Sarjono dan Winda (2011), model regresi linear
dapat disebut sebagai model yang baik jika memenuhi asumsi
klasik. Oleh karena itu, uji asumsi klasik sangat diperlukan
sebelum melakukan uji analisis regresi. Uji asumsi klasik terdiri
atas uji normalitas, uji heterokedatisitas, uji multikorelasi, uji
linearitas, dan uji autokorelasi.
32
1. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui normal atau
tidaknya suatu distribusi data. Pada dasarnya, uji niormalitas
adalah membandingkan antara data yang kita miliki dan data
berdistribusi normal yang memiliki mean dan standar deviasi
yang sama dengan data kita (Sarjono dan Winda, 2011). Dalam
penelitian ini, uji normalitas data penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 11.
Tabel 11. Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic Df Sig. Statistic df Sig.
HR .081 49 .200* .986 49 .837
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Menurut Sarjono dan Winda (2011), uji normalitas untuk
data yang diuji lebih kecil dari 50 (respondennya kurang dari 50),
maka digunakan nilai Sig. di bagian Shapiro-Wilk. Berdasarkan
Tabel 11 terlihat pada bagian Shapiro-Wilk nilai Sig. = 0,837
yang lebih besar dari 0,05. Hal ini berarti bahwa data pada
penelitian ini terdistribusi secara normal.
2. Uji Heterokedatisitas
Menurut Wijaya (2009) dalam Sarjono dan Winda (2011),
heterokedatisitasmenunjukkan bahwa varians variabel tidak
33
sama untuk semua pengamatan/observasi. Jika varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap maka
disebut homokedatisitas. Model regresi yang baik adalah terjadi
homokedatisitas dalam model, atau dengan perkataan lain tidak
terjadi heterokedatisitas. Dalam penelitian ini, uji
heterokedatisitas digunakan adalah uji scatterplot yang dapat
dilihat pada Gambar 1.
Dari scatterplot pada Gambar 1 terlihat bahwa titik-titik
menyebar secara acak, baik di bagian atas angka 0 atau di
bagian bawah angka 0 dari sumbu vertikal atau sumbu Y.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi
heterokedatisitas dalam model regresi ini.
34
3. Uji Multikorelasi
Uji multikorelasi bertujuan untuk mengetahui apakah
hubungan diantara variabel bebas memiliki masalah
multikorelasi(gejala multikolinieritas) atau tidak. Multikorelasi
adalah korelasi yang sangat tinggi atau sangat rendah yang
terjadi pada hubungan di antara variabel bebas. Uji multikorelasi
perlu dilakukan apabila jumlah variabel bebas lebih dari satu. Uji
multikorelasi dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 LD .870 1.150
PD .768 1.302
TD .808 1.237
a. Dependent Variable: HR
Berdasarkan tabel 12 terlihat nilai VIF variabel independen
yang terdiri dari LD (Lingkar dada) = 1,150, PD (Panjang pundak)
= 1,302, dan TD (tinggi pundak) = 1,237 masing-masing < 10,
maka dapat disimpulkan tidak terjadi gejala multikolinieritas
diantara variabel bebas. Hal ini dijelaskan oleh Sarjono dan
Winda (2011), untuk uji multikorelasi dilihat dari nilai VIF, dimana
jika VIF < 10 maka tidak terjadi gejala multikolinieritas diantara
35
variabel bebas, dan jika VIF > 10 maka terjadi gejala
multikolinieritas diantara variabel bebas.
4. Uji Lineritas
Pengujian linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah
data yang kita miliki sesuai dengan garis linear atau tidak
(apakah hubungan antar variabel yang hendak dianalisis
mengikuti garis lurus atau tidak). Jadi, peningkatan atau
penurunan kuantitas di salah satu variabel akan diikuti secara
linear oleh peningkatan atau penururnan kuantitas di variabel
lainnya (Sarjono dan Winda, 2011). Dalam penelitian ini, uji
linearitas dapat dilihat Tabel 13.
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
HR * LD Between Groups (Combined) 2.567E13 26 9.873E11 2.839 .008
Linearity 1.618E13 1 1.618E13 46.528 .000
Deviation from Linearity 9.489E12 25 3.795E11 1.091 .421
Within Groups 7.652E12 22 3.478E11
Total 3.332E13 48
Menurut Sarjono dan Winda (2011), dasar pengambilan keputusan pada
uji lineritas yaitu dengan melihat nilai Sig. pada Deviation from Linearity > 0,05
maka hubungan antar variabel adalah linear. Dari tabel Anova berdasarkan data
penelitian untuk menguji hubungan linear antara variabel harga jual dengan
lingkar dada yaitu terlihat nilai Sig. pada Deviation from Linerity adalah 0,421
36
yang > 0,05. Hal ini menandakan hubungan antara variabel harga jual dengan
lingkar dada adalah linear. Untuk uji hubungan linearitas antara variabel harga
jual dengan panjang dada dapat dilihat pada Tabel.
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
HR * PD Between Groups (Combined) 1.860E13 25 7.441E11 1.163 .360
Linearity 4.111E12 1 4.111E12 6.423 .019
Deviation from Linearity 1.449E13 24 6.038E11 .943 .557
Within Groups 1.472E13 23 6.400E11
Total 3.332E13 48
Dari tabel Anova berdasarkan data penelitian untuk menguji hubungan
linear antara variabel harga jual dengan panjang badan yaitu terlihat nilai Sig.
pada Deviation from Linerity adalah 0,557 yang > 0,05. Hal ini menandakan
hubungan antara variabel harga jual dengan panjang dada adalah linear. Untuk uji
hubungan linearitas antara variabel harga jual dengan tinggi pundak dapat dilihat
pada Tabel.
ANOVA Table
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
HR * TD Between Groups (Combined) 1.218E13 13 9.369E11 1.551 .148
Linearity 4.930E12 1 4.930E12 8.161 .007
Deviation from
Linearity
7.249E12 12 6.041E11 1.000 .469
Within Groups 2.114E13 35 6.041E11
Total 3.332E13 48
37
Dari tabel Anova berdasarkan data penelitian untuk menguji hubungan
linear antara variabel harga jual dengan tinggi pundak yaitu terlihat nilai Sig. pada
Deviation from Linerity adalah 0,469 yang > 0,05. Hal ini menandakan hubungan
antara variabel harga jual dengan tinggi pundak adalah linear.
Berdasarkan uji linearitas dari masing-masing variabel bebas terhadap
variabel terikat, dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas memiliki
hubungan yang linear terhadap variabel terikat.
5. Uji Autokorelasi
Menurut Wijaya (2009) dalam Sarjono dan Winda (2011),
uji autokorelasi bertujuan untuk menguji dalam model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t
dan kesalahan pengganggu pada periode sebelumnya (t-1).
Apabila terjadi korelasi maka hal tersebut menunjukkan adanta
problem autokorelasi. Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan uji
Durbin-Watson. Uji autokorelasi dalam penelitian dapat dilihat
pada Tabel.
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .730a .533 .502 5.88184E5 1.846
a. Predictors: (Constant), TD, LD, PD
b. Dependent Variable: HR
38
a. Menentukan hipotesis
b. Menentukan nilai dL dan dU dengan melihat Tabel Durbin-
Watson, pada ἀ = 5%, k = 3 diperoleh nilai dL = 1,4136
dan dU = 1,6723. Nilai k menunjukkan jumlah variabel
bebas (dalam penelitian ini adalah variabel lingkar badan,
panjang badan, tinggi pundak, n = 49 (dimana n
merupakan jumlah responden yaitu 49) dimana nilai dL
dan dU dilihat pada Tabel durbin-Watson.
c. Keputusan ada tidaknya autokorelasi : (Sarjono dan Winda,
2011)
- Bila nilai DW berada diantara dU sampai dengan 4 – dU,
koefisien korelasi sama dengan nol. Artinya, tidak
terjadi autokorelasi.
- Bilai nilai DW lebih kecil daripada dL, koefisien korelasi
lebih besar daripada no. Artinya, terjadi autokorelasi
positif.
- Bila nilai DW lebih besar daripada 4-dL, koefisien
korelasi lebih kecil daripada nol,. Artinya, terjadi
autokorelasi negatif.
- Bila nilai DW terletak diantara 4 – dU dan 4 – dL,
hasilnya tidal dapat disimpulkan.
d. Hasil interprestasi :
39
Dari tabel Model Summarya diperoleh nilai DW = 1,846.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel.
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 .730a .533 .502 5.88184E5 1.846
a. Predictors: (Constant), TD, LD, PD
c. Dependent Variable: HR
Nilai dL = 1,4136dU = 1,6723DW = 1,8464-dU = 4 – 1,6723 = 2,32774-dL = 4 – 1,4136 = 2,5854Dengan demikian, DW berada antara dU dan 4 – dU,
yaitu1,6723 < 1,846 < 2,3277. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
tidak terjadi autokorelasi.
6. Uji Validitas dan Reliabilitas
- Uji Validitas
Untuk menguji validitas, yang diperhatikan tabel item total berikut dengan
melihat nilai r hitung pada kolom Corrected Item- Total Correlation.
40
Item-Total Statistics
Scale Mean if
Item Deleted
Scale Variance if
Item Deleted
Corrected Item-
Total Correlation
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
P1 4.8515E6 6.942E11 .697 1.896E-5
P2 4.8515E6 6.942E11 .351 2.791E-5
P3 4.8515E6 6.942E11 .385 3.498E-5
P4 350.9388 318.229 .637 .553
Suatu item pertanyaan dikatakan valid jika Corrected Item-Total correlation (r
hitung) lebih besar daripada r tabel. r tabel dalam penelitian ini adalah 0,24 yang
dapat dilihat pada Lampiran.
a. r hitung untuk item pertanyaan 1 adalah 0,697
b. r hitung untuk item pertanyaan 2 adalah 0,351
c. r hitung untuk item pertanyaan 3 adalah 0,385
d. r hitung untuk item pertanyaan 4 adalah 0,637.
Dari keempat pertanyaan memilii nilai r hitung lebih besar dari nilai r
tabel. oleh karena itu disimpulkan bahwa keempat pertanyaan dikatakn valid.
41
- Uji reliabilitas
Uji reliabilitas dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel
Reliability Statistics berikut ini.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
3.638E-5 4
Suatu kuesioner dikatakan relieble jika nilai Cronbach’s Alpha >
0,60. Dengan melihat tabel Reliability Statistics, kita dapat
mengetahui nilai Cronbach’s Alpha = 3,638E-5 dengan jumlah
item pertanyaan 4. Dengan demikian kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini reliebel.
6.6 Analisis Regresi Linear Berganda Faktor-faktor Penentu Harga Jual Sapi
Bali Pada Tingkat Petani- Peternak Di Desa Kading Kecamatan Tanete
Riaja Kabupaten Barru.
Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi penentu harga jual
sapi bali di Desa Kading Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru digunakan
analisis regresi linear berganda dengan menggunakan bantuan komputer program
SPSS 17,00 for windows. Adapun yang menjadi variabel pada penelitian ini yaitu
terdiri atas variabel bebas (independen) meliputi lingkar dada (X1), panjang badan
(X2), tinggi pundak (X3), Sementara untuk variabel terikat (dependen) adalah
harga jual sapi bali (Y). Adapun hasil perhitungan analisis regresi linear berganda
dapat dilihat pada Tabel 18.
42
Tabel 14. Rekapitulasi Hasil Analisis Regresi Linear Berganda Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penentu Harga Jual Sapi Bali Di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
Variabel Bebas
Variabel Terikat
Koefisien Regresi (B) t Hitung Sig Keterang
anKonstanta
Lingkar Dada (X1)
Panjang Badan (X2)
Tinggi Pundak(X3)
Harga Jual(Y)
-8722303,864
71797,387
6440,116
23800,211
6,889
0,374
1,131
0,000
0,000
0,467
0,268
Signifikan
Multiple R = 0,796 ; R Square = 0,634 ; Sign = 0,000 ; F hitung = 25,985; t tabel =2,021 ; F tabel = 2,81
Sumber : Data Primer Setelah diolah, 2012.
Hasil perhitungan yang ditunjukkan pada Tabel 18, maka dapat diketahui
koefisien regresi masing-masing variabel bebas (independen) dan nilai konstanta
sehingga dapat dibentuk suatu persamaan sebagai berikut :
Y = -8722303,864 + 71797,387X1 + 6440,116X2 + 23800,211X3 + e
Dari persamaan regresi linear berganda diperoleh nilai koefisien regresi
yaitu untuk variabel lingkar dada (X1), panjang badan (X2), tinggi pundak (X3),
terhadap harga jual sapi bali (Y) memiliki pengaruh positif, artinya setiap
kenaikan nilai variabel lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak, akan
menyebabkan kenaikan harga jual sapi bali.
Adapun nilai konstanta sebesar -8722303,864 menunjukkan bahwa pada
saat nilai variabel bebas yaitu, lingkar dada (X1), panjang badan (X2), tinggi
pundak (X3) sama sengan nol, maka harga jual sapi bali (Y) akan bernilai Rp. -
8722303,864.
43
Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (independen) terhadap variabel
terikat (dependen) secara bersama-sama (simultan) maka dilakukan uji F, dalam
analisa ini dilakukan dengan membandingkan antara nilai F hitung dengan F tabel,
pada taraf kepercayaan 95% atau α = 0,05. Jika nilai F hitung lebih besar dari pada F
tabel, maka dengan demikian varabel bebas (independen) secara bersama-sama
berpengaruh nyata (signifikan) terhadap variabel terikat (dependen).
Dari hasil perhitungan di peroleh F hitung sebesar 25,985 sedangkan nilai F
tabel 2,81, berarti F hitung lebih besar dari F tabel (25,985 > 2,81) hal ini menunjukkan
bahwa variabel lingkar dada (X1), panjang badan (X2), tinggi pundak (X3) secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap harga jual sapi bali di Desa
Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
Nilai R menunjukkan korelasi berganda, yaitu korelasi antara variabel
independen terhadap variabel dependen. Nilai R berkisar antara 0 – 1, jika
mendekati 1, maka hubungan semakin erat. Sebaliknya jika mendekati 0, maka
hubungannya semakin lemah. Angka R yang didapatkan 0,796, artinya korelasi
antara variabel independen lingkar dada (X1), panjang badan (X2), tinggi pundak
(X3) terhadap harga jual sapi bali (Y) sebesar 0,796 Hal ini berarti terjadi
hubungan yang sangat erat karena mendekati 1.
Nilai R Square (R2) atau kuadrat R menunjukkan koefisien determinasi.
Angka ini akan diubah ke bentuk persen, artinya persentase sumbangan pengaruh
variabel independen terhadap pendapatan sebesar 63,4%, sedangkan sisanya
sebesar 37,5% dipengaruhi oleh variabel lain yang yang tidak dimasukkan dalam
model ini.
44
Setelah melakukan uji F, maka untuk mengetahui pengaruh variabel bebas
terhadap variabel terikat secara sendiri-sendiri, maka dilakukan uji t pada uji t
dilakukan dengan membandingkan antara nilai t hitung dengan t tabel pada taraf
kepercayaan 95% atau α = 0,05, jika t hitung lebih besar dari pada t tabel, maka
variabel bebas secara individu berpengaruh nyata terhadap variabel terikat.
Adapun hasil pengujian variabel terikat secara individu adalah sebagai berikut:
a. Pengaruh Lingkar Dada (X1) Terhadap Harga Jual Sapi Bali Di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
Dari hasil analisa data diperoleh nilai t hitung variabel lingkar dada
(X1) sebesar 6,889 sedangkan t tabel sebesar 2,021, ini menunjukkan bahwa
nilai t hitung lebih kecil dari nilai t tabel (6,889 > 2,021) maka berarti variabel
lingkar dada berpengaruh nyata (signifikan) terhadap harga jual sapi bali
Di Desa
Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
Nilai koefisien regresi variabel lingkar dada (X1) sebesar
71797,387, artinya setiap pertambahan lingkar dada sepanjang 1 cm maka
akan meningkatkan harga jual sapi bali sebesar Rp 71.797,387, dengan
asumsi variabel lain tetap.
b. Pengaruh Panjang Badan (X2) Terhadap Harga Jual Sapi Bali Di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
Dari hasil analisa data diperoleh nilai t hitung panjang badan (X2)
sebesar 0,734 sedangkan t tabel sebesar 2,021, hal ini menunjukkan t hitung
lebih kecil dari t tabel (0,734 < 2,021), berarti variabel panjang badan tidak
berpengaruh nyata (tidak signifikan) terhadap terhadap harga jual sapi bali
45
Di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru. Hasil
pengujian nilai koefisien regresi variabel panjang badan (X2) sebesar
6440,116, hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai panjang badan
1 cm maka akan meningkatkan harga jual sapi bali sebesar Rp 6.440,116,
dengan asumsi variabel lain tetap.
c. Pengaruh Tinggi Pundak (X3) Terhadap Harga Jual Sapi Bali Di Desa Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
Dari hasil analisa data diperoleh nilai t hitung variabel tinggi pundak
(X3) sebesar 0,264 sedangkan t tabel sebesar 2,021, hal ini menunjukkan t
hitung lebih kecil dari t tabel hasil analisa data diperoleh nilai t hitung variabel
tinggi pundak (X3) sebesar (0,264 < 2,021), berarti variabel tinggi pundak
tidak berpengaruh nyata terhadap harga jual sapi bali Di Desa Kading,
Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru. Hasil pengujian nilai koefisien
regresi variabel tinggi pundak (X3) sebesar 23800,211, hal ini
menunjukkan bahwa setiap kenaikan nilai tinggi pundak 1 cm maka akan
meningkatkan harga jual sapi bali sebesar Rp 23.800,211, dengan asumsi
variabel lain tetap.
46
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Dari hasil dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
a. Lingkar dada, panjang badan, dan tinggi pundak secara bersama-sama
(simultan) berpengaruh nyata terhadap penentu harga jual sapi bali di Desa
Kading, Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
b. Secara individu (parsial) variabel panjang badan dan tinggi pundak tidak
berpengaruh signifikan terhadap penentu harga jual sapi bali Desa Kading,
Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru, sedangkan lingkar dada
berpengaruh signifikan terhadap penentu harga jual sapi bali Desa Kading,
Kecamatan Tanete Riaja, Kabupaten Barru.
7.2 Saran
Peternak seharusnya memperhatikan lingkar dada, panjang badan serta
tinggi pundak sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan harga ternak sapi
Bali yang akan dijual.
47
DAFTAR PUSTAKA
Anggraeni, A dan Triwulanningsih, E. 2007. Keragaman Bobot Badan dan Morfometrik Tubuh Kerbau Sumbawa Terpilih untuk Penggemukan. Seminar dan Lokakarya Nasional Usahaternak Kerbau 2007. Balitnak Bogor.
Anonim. 2010. Buletin Peternakan. Dinas Peternakan Provinsi Sulawesi Selatan. Makassar.
Abidin, Z. 2002. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka. Jakarta.
Aziz, A.M. 1993. Agroindustri Sapi Bali. Bangkit, Jakarta
Basuki, 1996. Tingkat Penawaran Ternak Kambing Rakyat Pada Tingkat Petani- Peternak di Kecamaatan Bontomatene Kabupaten Wajo. Skripsi Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Guntoro, S. 1998. Membudidayakan Sapi Bali, Kanisius, Yogyakarta.
10 Syamsuddin 25 LAKILAKI SD 3 1511 Nasir 48 LAKILAKI TIDAK SEKOLAH 3 1012 Umar 40 LAKILAKI SMP 4 513 Latu'o 55 LAKILAKI TIDAK SEKOLAH 4 514 Abd.Latief 40 LAKILAKI SD 5 815 Sardin 48 LAKILAKI SMA 1 1216 Ulla 45 LAKILAKI SMP 7 817 Lamuna 25 LAKILAKI SMA 6 1218 Ismail 30 LAKILAKI SD 3 1019 Syainuddin 30 LAKILAKI SD 3 1420 Sultan 38 LAKILAKI SD 2 821 Janibe 40 LAKILAKI SD 3 1022 Lamma 25 LAKILAKI SMA 1 1023 Sultan 45 LAKILAKI S1 2 1224 Ali 25 LAKILAKI SMA 3 1025 Janiben 38 LAKILAKI SMP 2 1026 Abd.Kadir 36 LAKILAKI SMP 5 1527 Masjidi 37 LAKILAKI SMA 3 1028 Congke 38 LAKILAKI SMA 5 1529 Usman 30 LAKILAKI SD 6 1030 Tasman 30 LAKILAKI SMP 3 1031 Ammang 35 LAKILAKI SMP 4 932 Sakka 38 LAKILAKI SD 2 833 Solong 47 LAKILAKI SMA 3 1034 Idrus 45 LAKILAKI SD 4 1035 Herman 40 LAKILAKI SMA 3 836 Jumlan 38 LAKILAKI S1 8 1037 Rampe 35 LAKILAKI SMP 5 1738 Abdulla 25 LAKILAKI SMA 5 7
50
39 Rahman towo 35 LAKILAKI SD 3 1040 Ibrahim 29 LAKILAKI SD 2 1741 Dahlan 37 LAKILAKI SD 2 542 Tamrin 33 LAKILAKI SMP 1 743 Kahar 35 LAKILAKI SD 3 444 Mustafa 30 LAKILAKI SD 2 345 Beddu 50 LAKILAKI SMP 3 346 Haris 47 LAKILAKI SMA 4 1247 Latief 32 LAKILAKI SMA 5 248 Muja 45 LAKILAKI SD 3 1549 Sau 52 LAKILAKI TIDAK SEKOLAH 4 4
51
Lampiran 2 . Data Lingkar Dada, Panjang Badan, Tinggi Pundak, dan Harga Sapi Bali Peternak Sapi Bali Di Desa Kading Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.
Lampiran 3 . Analisis Regresi Linear Berganda Lingkar Dada, Panjang Badan, Tinggi Pundak, Terhadap Harga Sapi Bali Peternak Sapi Bali Di Desa Kading Kecamatan Tanete Riaja Kabupaten Barru.
Descriptive Statistics
Mean Std. Deviation N
HARGA SAPI 4.8513E6 8.33199E5 49
LINGKAR DADA 144.7449 8.15419 49
PANJANG BADAN 98.2449 9.98599 49
TINGGI PUNDAK 107.0816 4.20236 49
Correlations
HARGA SAPI LINGKAR DADA
PANJANG
BADAN
TINGGI
PUNDAK
Pearson Correlation HARGA SAPI 1.000 .782 .408 .443