BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal juga dengan nama pleuritis TB. 27 Peradangan rongga pleura pada umumnya secara klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di luar paru, infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses peradangan melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat. Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB. 28 2.2. Epidemiologi TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di negara-negara berkembang. 1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan TB sebagai “Global Emergency”. 2 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008 diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru Universitas Sumatera Utara
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Efusi Pleura Tuberkulosis
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB yang dikenal
juga dengan nama pleuritis TB.27 Peradangan rongga pleura pada umumnya secara
klasik berhubungan dengan infeksi TB paru primer. Berbeda dengan bentuk TB di
luar paru, infeksi TB pada organ tersebut telah terdapat kuman M. TB pada fase
basilemia primer. Proses di pleura terjadi akibat penyebaran atau perluasan proses
peradangan melalui pleura viseral sebagai proses hipersensitiviti tipe lambat.
Mekanisme ini berlaku pada beberapa kasus tetapi data epidemiologi terbaru pleuritis
TB mengarahkan mekanisme patogenik lain pada sebagian besar proporsi kasus. Pada
pasien dewasa yang lebih tua kelainan pada pleura berhubungan dengan reaktivasi
TB paru. Efusi pleura harus dicurigai akibat penyebaran infeksi sebenarnya ke ruang
pleura dibandingkan prinsip reaksi imunologi terhadap Ag M. TB.28
2.2. Epidemiologi
TB masih menjadi penyebab kesakitan dan kematian utama khususnya di
negara-negara berkembang.1 Karena itu TB masih merupakan masalah kesehatan
masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 WHO telah mencanangkan
TB sebagai “Global Emergency”.2 Menurut data yang dilaporkan WHO tahun 2008
diperkirakan sebanyak 9.2 juta kasus baru TB yang terjadi di seluruh dunia pada
tahun 2006 (139 per 100.000), termasuk sekitar 4.1 juta (62 per 100.000) kasus baru
Universitas Sumatera Utara
dengan apusan BTA positif.3 Diantara kasus baru itu diperkirakan 709 000 (7.7%)
dengan HIV-positif.28 Asia mencapai 55% dari seluruh kasus di dunia, dan Afrika
sekitar 31%.3
Menurut laporan WHO tahun 2004 diperkirakan angka kematian akibat TB
adalah 8000 setiap hari dan 2-3 juta setiap tahun di seluruh dunia, dimana jumlah
terbesar kematian akibat TB terdapat di Asia Tenggara yaitu 625 orang atau angka
mortaliti sebesar 39 orang per 100.000 penduduk. Angka mortalitas tertinggi terdapat
di Afrika yaitu 83 per 100.000 penduduk, prevalensinya meningkat seiring dengan
peningkatan kasus HIV.4
Indonesia masih menempati urutan ke-3 setelah India, dan China dengan
angka insiden TB tertinggi di dunia.2,3 Di Indonesia setiap tahun terdapat ± 250.000
kasus baru dan sekitar 140.000 kematian akibat TB. Di Indonesia TB adalah
pembunuh nomor satu diantara penyakit menular dan merupakan penyebab kematian
nomor 3 setelah penyakit jantung dan pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.2
TB sering bermanifestasi ke organ-organ lain. Manifestasi ke pleura berupa
pleuritis atau efusi pleura merupakan salah satu manifestasi TB ekstraparu yang
paling sering terjadi selain limfadenitis TB.4,5 Sekitar ± 30% infeksi aktif M. TB
bermanifestasi ke pleura.6 Menurut Jing dkk efusi pleura TB terjadi pada 10%
penderita yang tidak diobati, dimana hasil tes tuberkulin positif dan sebagai
komplikasi dari TB paru primer.9 Menurut Siebert dkk efusi pleura dapat terjadi pada
5% pasien dengan TB.14 Biasanya efusi pleura yang disebabkan oleh TB selain
bersifat eksudatif juga bersifat limfositik.29,30
Universitas Sumatera Utara
Frekuensi TB sebagai penyebab efusi pleura tergantung kepada prevalensi TB
pada populasi yang diteliti. Penelitian di Spanyol terhadap 642 penderita efusi pleura
ditemukan TB menjadi penyebab terbanyak efusi pleura; insidennya mencapai 25%
dari seluruh kasus efusi pleura. Penelitian di Saudi Arabia terhadap 253 kasus
dijumpai 37% disebabkan oleh TB. Di US insiden efusi pleura yang disebabkan TB
diperkirakan mencapai 1.000 kasus. Atau sekitar 3-5% pasien dengan TB akan
mengalami efusi pleura TB. Kelihatannya jumlah ini rendah, diakibatkan banyak
pasien efusi pleura TB cenderung tidak terlaporkan karena sering sekali kultur M. TB
hasilnya negatif.5 Di UK infeksi TB yang melibatkan pleura < 10% kasus.31
Sedangkan penelitian yang dilakukan di Rwanda pada 127 penderita efusi pleura
dijumpai sekitar 86% penyebabnya adalah TB.32
Sedangkan efusi pleura pada penderita HIV dengan TB insidennya bisa lebih
tinggi.33 Penelitian di Carolina Selatan dijumpai insidennya mencapai 11% penderita
efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada HIV negatif dijumpai sekitar
6%.32 Penelitian di Burundi dan Tanzania ditemukan 60% penderita efusi pleura TB
dengan HIV positif.35 Sedangkan pada penelitian di Afrika Selatan ditemukan bahwa
38% penderita efusi pleura TB dengan HIV positif sedangkan pada penderita efusi
pleura TB dengan HIV negatif hanya 20%. Indonesia menempati urutan ke-3 dari
antara negara-negara dengan prevalensi TB tertinggi, dimana penyebab utama efusi
pleuranya adalah TB paru (30,26%) dengan umur terbanyak adalah 21-30 tahun.3,7
Universitas Sumatera Utara
2.3. Patogenesis
Efusi pleura TB adalah efusi pleura yang disebabkan oleh M. TB suatu
keadaan dimana terjadinya akumulasi cairan dalam rongga pleura.35 Mekanisme
terjadinya efusi pleura TB bisa dengan beberapa cara:
1. Efusi pleura TB dapat terjadi dengan tanpa dijumpainya kelainan radiologi
toraks. Ini merupakan sekuele dari infeksi primer dimana efusi pleura TB
biasanya terjadi 6-12 minggu setelah infeksi primer, pada anak-anak dan
orang dewasa muda.30,36 Efusi pleura TB ini diduga akibat pecahnya fokus
perkijuan subpleura paru sehingga bahan perkijuan dan kuman M. TB masuk
ke rongga pleura dan terjadi interaksi dengan Limfosit T yang akan
menghasilkan suatu reaksi hipersensitiviti tipe lambat. Limfosit akan
melepaskan limfokin yang akan menyebabkan peningkatan permeabilitas dari
kapiler pleura terhadap protein yang akan menghasilkan akumulasi cairan
pleura.30,35,36,37 Cairan efusi umumnya diserap kembali dengan mudah. Namun
terkadang bila terdapat banyak kuman di dalamnya, cairan efusi tersebut dapat
menjadi purulen, sehingga membentuk empiema TB.36
2. Cairan yang dibentuk akibat penyakit paru pada orang dengan usia lebih
lanjut. Jarang, keadaan seperti ini bia berlanjut menjadi nanah (empiema).36
Efusi pleura ini terjadi akibat proses reaktivasi yang mungkin terjadi jika
penderita mengalami imuniti rendah.37
3. Efusi yang terjadi akibat pecahnya kavitas TB dan keluarnya udara ke dalam
rongga pleura. Keadaan ini memungkinkan udara masuk ke dalam ruang
Universitas Sumatera Utara
antara paru dan dinding dada. TB dari kavitas yang memecah mengeluarkan
efusi nanah (empiema). Udara dengan nanah bersamaan disebut
piopneumotoraks.36
2.4. Aspek Imunologis
2.4.1. Sitokin
Sitokin merupakan golongan protein yang diproduksi oleh makrofag,
eosinofil, sel mast, sel endotel, epitel, limfosit B, dan T yang diaktifkan yang
semuanya ini masuk dalam golongan protein sistem imun yang mengatur interaksi
antar sel yang memacu reaktivitas imun, baik pada imuniti non-spesifik maupun
spesifik.38
Sitokin yang penting pada imuniti spesifik:
1. IL-2
Sekresi berasal dari Sel T. Berperan dalam proliferasi sel T, promosi AICD,
aktivasi dan proliferasi sel NK, proliferasi sel B.
2. IL-4
Sekresi berasal dari Th2, sel mast. Berperan dalam mempromosikan
diferensiasi Th2, pengalihan isotop ke IgE.
3. IL-5
Sekresi berasal dari Th2. Berperan dalam aktivasi dan pembentukan eosinofil.
Universitas Sumatera Utara
4. TGF-β
Sekresi berasal dari sel T, makrofag, dan jenis sel lainnya. Sitokin ini
menghambat proliferasi dan fungsi efektor sel T, menghambat proliferasi sel
B, promosi pengalihan isotop ke IgA, menghambat makrofag.
5. IFN-γ
Sekresi berasal dari Th1, CD8+, sel NK. Sitokin ini bekerja mengaktivasi
makrofag, meningkatkan ekspresi MHC-I dan MHC-II, dan meningkatkan
presentasi Ag.
Sitokin-sitokin ini dapat memberikan lebih dari satu efek terhadap berbagai jenis sel
(pleitropik).38
Gambar 1. Aktifitas pleotropik IFN-γ Aktivasi makrofag yang diinduksi IFN-γ sangat berperan pada inflamasi kronis. Sitokin tersebut disekresi sel Th1, sel NK dan sel Tc dan bekerja terhadap berbagai jenis sel.38
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Efek Biologik Sitokin
Efek biologik sitokin timbul setelah diikat oleh reseptor spesifiknya yang
diekspresikan pada membran sel organ sasaran. Pada imuniti nospesifik, sitokin
diproduksi makrofag dan sel NK, berperan pada inflamasi dini, merangsang
proliferasi, diferensiasi dan aktivasi sel efektor khusus seperti makrofag. Pada imuniti
spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun spesifik
(Gambar 2).38
Gambar 2. Fungsi sitokin pada pertahanan penjamu. Pada imuniti spesifik sitokin yang diproduksi sel T mengaktifkan sel-sel imun
spesifik.38
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Efek Biologik IFN-γ
Interferon ditemukan tahun 1957 oleh Isaacs dan Lindenmann sebagai protein
yang pembentukannya diinduksi oleh sel yang terinfeksi virus dan ia berperan
mengganggu replikasi virus.39 Di samping sifat antivirus, interferon terbukti
mempunyai fungsi pengatur imun seperti penambahan produksi dan aktivasi sel NK
serta berfungsi sebagai pengatur sel, misalnya penghambat pertumbuhan sel.39,40
Berdasarkan sumber selnya interferon diklasifikasikan sebagai interferon fibroblas
dan interferon imun. Ada 3 jenis IFN yaitu alfa, beta dan gamma. IFN-α diproduksi
oleh leukosit, IFN-β oleh sel fibroblast yang bukan limfosit, dan IFN-γ atau
interferon imun yang dihasilkan oleh limfosit T.38
Seperti halnya hormon, interferon dapat juga disebarkan ke seluruh tubuh
melalui aliran darah dan dapat berpengaruh pada tempat-tempat sebelah distal dari
tempat produksi.39 IFN-γ yang diproduksi berbagai sel sistem imun merupakan
sitokin utama MAC (Macrophage Activating Cytokine) dan berperan terutama dalam
imuniti yang tidak spesifik dan spesifik seluler. IFN-γ adalah sitokin yang
mengaktifkan makrofag untuk membunuh (fagosit) mikroba. IFN-γ merangsang
ekspresi MHC-I dan MHC-II dan kostimulator APC. IFN-γ meningkatkan perbedaan
sel CD4+ naik ke subset sel Th1 dan mencegah proliferasi sel Th2. IFN-γ bekerja
terhadap sel B dalam pengalihan subkelas IgG yang mengikat Fcγ-R pada fagosit dan
mengaktifkan komplemen. Kedua proses tersebut meningkatkan fagositosis mikroba
yang diopsonisasi. IFN-γ dapat mengalihkan Ig yang berpartisipasi dalam eliminasi
mikroba. IFN-γ mengaktifkan neutrofil dan merangsang efek sitolitik sel NK
Universitas Sumatera Utara
(Gambar 1). IFN-γ mengaktifkan fagosit dan APC dan induksi pengalihan sel B
(isotip antibodi yang dapat mengikat komplemen dan Fc-R pada fagosit, yang
berbeda dengan isotip yang diinduksi IL-4), menginduksi tidak langsung efek Th1
atas peran peningkatan produksi IL-12 dan ekspresi reseptor.38
Gambar 3. Efek biologik IFN-γ.38
Universitas Sumatera Utara
2.4.4. Sistem Imun pada TB
M.TB adalah patogen intraseluler yang dapat bertahan hidup dan berkembang
biak di dalam makrofag. Makrofag dan limfosit T sangat berperan penting dalam
respon imun terhadap TB. Makrofag alveolar memiliki reseptor khusus tool like
receptors (TLRs) yang dapat mengenali bahan-bahan asing seperti lipoprotein
mikobakterium. Makrofag memangsa M.TB dan menghasilkan sitokin, khususnya
IL-12 dan IL-18 yang akan merangsang pertumbuhan limfosit T CD4+ melepaskan
IFN-γ. IFN-γ penting dalam aktivasi mekanisme mikrobisid makrofag dan
merangsang makrofag melepaskan TNF-α yang diperlukan dalam pembentukan
granuloma. Makrofag akan memproses antigen (Ag) M.TB dan
mempresentasikannya ke limfosit T CD4+ (helper T cell) dan limfosit T CD8+
(cytotoxic T-cell). Ini akan berbentuk ekspansi klonal dari limfosit T yang spesifik.
Responnya berupa tipe Th1 dengan sel CD4+, IFN-γ, dan IL-2 memainkan peranan
penting.41,42,43,44,45
Reaksi hipersensitiviti jaringan menghasilkan pembentukan granuloma yang
akan membatasi replikasi dan penyebaran mikobakteria. Granuloma perkijuan adalah
lesi patologik klasik TB. Pada individu dengan imunokompromis reaksi
hipersensitiviti jaringan berkurang sehingga terjadi respon inflamasi non spesifik
dengan serbukan sedikit leukosit polimorfonuklear dan monosit dan basil dalam
jumlah besar tetapi tanpa bentukan granuloma.41,43,44,46
Sel-sel mesotel pleura bertanggungjawab dan berperan terhadap terjadinya
penumpukan netrofil dan fagositosis mononuklear dalam rongga pleura. Baru-baru ini
dikelompokkan famili sitokin-kemotaktik disebut famili kemokin yang terbentuk dari
Universitas Sumatera Utara
tiga subfamili polipeptida yang berhubungan pada sel-sel mesotel. Subfamili ini
secara generik dikenal sebagai famili kemokin dan termasuk kemokin C-X-R,
kemokin C-C, atau kemokin C atau yang dikenal dengan limfotaktin.5,49
Gambar 4. Imuniti Seluler pada Infeksi Tuberkulosis.46
Pada penyakit-penyakit granulomatous pleura, cairan pleura paling banyak
mengandung sel-sel mononuklear. Pada hewan dengan pleuritis TB, netrofil lebih
dominan pada 24 jam pertama setelah masuknya BCG (Bacillus Calmette Guerin)
diikuti masuknya makrofag dalam jumlah yang banyak. Kemokin C-C yang dinamai
Monocyte Chemotactic Protein (MCP)-1, dijumpai dalam jumlah yang besar pada
cairan efusi TB. Macrophage Inflammatory Protein (MIP)-1 juga dijumpai pada
cairan pleura pasien-pasien efusi pleura TB. Pada pasien-pasien dimana fungsi
kekebalan tubuhnya menurun seperti pada pasien dengan AIDS, kadar monosit dan