BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan saluran akar adalah perawatan dengan mengangkat jaringan pulpa yang telah terinfeksi dari ruang pulpa dan saluran akar. Tujuan dari perawatan ini adalah membersihkan saluran akar yang terinfeksi oleh bakteri. Perawatan saluran akar memiliki prinsip yaitu membunuh semua mikroorganisme yang dapat menginfeksi pulpa dan jaringan apeks gigi sebelum dilakukan pengisian saluran akar. Untuk memenuhi prinsip tersebut, maka dalam perawatan saluran akar dilakukan sterilisasi dengan cara irigasi. Pada tahap irigasi ini diperlukan larutan irigasi yang mampu membunuh bakteri dan membersihkan smear layer. 1 Terdapat berbagai macam bakteri di dalam rongga mulut yang dapat menginfeksi jaringan pulpa. Salah satunya adalah bakteri Enterococcus faecalis. Berdasarkan beberapa
59
Embed
repository.unhas.ac.id › bitstream › handle › 123456789 › 12269... · Web view repository.unhas.ac.idberada pada peringkat ketiga bakteri patogen nasokomial, serta resisten
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perawatan saluran akar adalah perawatan dengan mengangkat jaringan pulpa
yang telah terinfeksi dari ruang pulpa dan saluran akar. Tujuan dari perawatan ini
adalah membersihkan saluran akar yang terinfeksi oleh bakteri. Perawatan saluran
akar memiliki prinsip yaitu membunuh semua mikroorganisme yang dapat
menginfeksi pulpa dan jaringan apeks gigi sebelum dilakukan pengisian saluran akar.
Untuk memenuhi prinsip tersebut, maka dalam perawatan saluran akar dilakukan
sterilisasi dengan cara irigasi. Pada tahap irigasi ini diperlukan larutan irigasi yang
mampu membunuh bakteri dan membersihkan smear layer.1
Terdapat berbagai macam bakteri di dalam rongga mulut yang dapat
menginfeksi jaringan pulpa. Salah satunya adalah bakteri Enterococcus faecalis.
Berdasarkan beberapa penelitian Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang
persisten pada infeksi endodontik sehingga menjadi mikroorganisme yang dominan
pada saluran akar, khususnya pada perawatan saluran akar yang gagal. Untuk itu
diperlukan larutan irigasi yang adekuat dalam membunuh bakteri ini.2,3
Saat ini terdapat beberapa macam bahan irigasi yang umum digunakan, yaitu
larutan sodium/natrium hipoklorit (NaOCl), klorheksidin (CHX), dan ethylene
diamine tetraacetic acid (EDTA). Namun, yang paling sering digunakan ialah
NaOCl. Hal ini disebabkan karena NaOCl dianggap cukup efektif sebagai larutan
irigasi dan dianggap mewakili syarat-syarat ideal larutan irigasi dibandingkan larutan
irigasi yang lain. Namun, NaOCl tidak mampu membersihkan smear layer secara
menyeluruh pada saat pembersihan ruang pulpa. Untuk itu, NaOCl dikombinasikan
dengan bahan irigasi yang memiliki kemampuan melarutkan smear layer secara
menyeluruh, yaitu ethylene diamine tetraacetic acid (EDTA). Konsentrasi NaOCl
yang efektif ialah antara 0,5%-5,25%. Selain itu pendapat lain juga mengatakan
konsentrasi NaOCl yang dianggap ideal ialah 2,5-5%. Namun, semakin tinggi
konsentrasinya, maka semakin tinggi pula toksisitasnya.4,5,6
Saat ini telah berkembang produk alami yang dapat dijadikan sebagai
alternatif bahan irigasi, salah satunya adalah ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria
macrocarpa). Buah mahkota dewa ini memiliki kandungan zat aktif dengan berbagai
fungsi. Kandungan buah mahkota dewa antara lain, alkaloid, saponin, flavanoid, dan
polifenol. Di antara kandungan zat aktif buah mahkota dewa tersebut, yang berfungsi
sebagai antibakteri adalah saponin. Selain itu, saponin juga dapat berperan sebagai
detergen alam yang bersifat emulgator yang mampu melarutkan smear layer pada
saat irigasi saluran akar. Penelitian Beltrice (2010) menyatakan bahwa ekstrak buah
mahkota dewa efektif menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis dengan daya
hambat minimal 12,5% dari konsentrasi 6,25%,12,5%, 25%, dan 50% yang
digunakan.7,8
Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk meneliti perbandingan
efektivitas daya hambat ekstrak buah mahkota dewa dengan larutan irigasi NaOCl
terhadap bakteri Enterococcus faecalis yang terdapat pada infeksi saluran akar
mengingat buah mahkota dewa memiliki zat aktif saponin sebagai antibakteri dan
antivirus serta mampu melarutkan smear layer, yang merupakan salah satu syarat
ideal suatu bahan irigasi.
2
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka didapatkan rumusan masalah yaitu:
bagaimana perbandingan efektivitas daya hambat ekstrak buah mahkota dewa
(Phaleria macrocarpa) 12,5% dengan larutan NaOCl 3% terhadap Enterococcus
faecalis?
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui perbandingan efektivitas daya hambat ekstrak buah
mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) 12,5% dengan larutan NaOCl 3% terhadap
bakteri Enterococcus faecalis.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Jika diketahui bahwa ekstrak buah mahkota dewa lebih efektif menghambat
pertumbuhan Enterococcus faecalis dibandingkan larutan NaOCl maka
ekstrak buah mahkota dewa dapat dijadikan alternatif bahan irigasi saluran
akar.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan referensi untuk
penelitian ekstrak mahkota dewa selanjutnya.
1.5 Hipotesis
Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis penelitian ini adalah ekstrak buah
mahkota dewa 12,5% lebih efektif menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis
dibandingkan larutan NaOCl 3%.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Mikrobiologi Endodontik
Mikroorganisme menyebabkan hampir semua patosis jaringan pulpa dan
jaringan periradikuler. Untuk mengobati infeksi endodontik, seorang dokter gigi
harus mengetahui sebab dan akibat dari invasi bakteri pada jaringan pulpa dan
jaringan periradikuler sekitarnya. Pada penelitian W.D.Miller (1890) ditemukan
adanya hubungan antara mikroorganisme dengan penyakit pulpa dan jaringan
periapikal serta menunjukkan adanya perbedaan antara bakteri pada ruang pulpa dan
saluran akar. Penelitian Kakehashi dkk (1965) menunjukkan bahwa bakteri
merupakan penyebab terjadinya infeksi pulpa dan berkembangnya lesi periapikal.1,2
Pada gigi dengan nekrosis pulpa dan lesi periapikal, 90% dari bakteri yang
diisolasi merupakan bakteri anaerob. Bakteri ini hanya tumbuh pada lingkungan yang
tidak ada oksigen. Bakteri tersebut berfungsi pada tingkat potensial oksidasi-reduksi
yang rendah dan pada umumnya kurang memiliki enzim superoksida dismutase dan
katalase. Bakteri mikroaerofil dapat tumbuh di lingkungan dengan oksigen tetapi
sebagian besar energinya berasal dari jalur anaerob. Bakteri anaerob fakultatif
tumbuh pada lingkungan yang ada atau tidak ada oksigen dan biasanya memiliki
enzim superoksida dismutase dan katalase. Untuk menghilangkan mikroorganisme
dan untuk memperoleh penyembuhan jaringan periapikal, perlu dilakukan perawatan
endodontik, meliputi instrumentasi, irigasi/aspirasi dressing dan pengisian ruang
pulpa.3
2.2 Bakteri Enterococcus faecalis di Dalam Saluran Akar
Enterococcus faecalis merupakan bakteri yang tidak membentuk spora,
fakultatif anaerob, kokus gram positif dan tidak menghasilkan reaksi katalase dengan
hidrogen peroksida. Bakteri ini berbentuk ovoid dengan diameter 0,5–1 μm dan
terdiri dari rantai pendek, berpasangan atau bahkan tunggal. Sebagian besar jenis ini
merupakan non hemolitik dan non motil.9,10
Gambar1. Koloni Enterococcus faecalis dengan scanning electron microscope (pembesaran 1000x)
Tabel 1 menunjukkan rata-rata diameter zona inhibisi bahan uji. Setiap bahan uji
pada pencadang dilakukan 3 kali pengukuran diameter dari berbagai arah. Pada tabel
tersebut dapat dilihat selama periode inkubasi 24 jam, ekstrak buah mahkota dewa
12,5% memiliki rata-rata diameter zona inhibisi sebesar 12,0 mm pada replikasi I dan
9,16 mm pada replikasi II. Untuk larutan NaOCl 3%, rata-rata diameter zona inhibisi
pada replikasi I 17,0 mm, begitu pula pada replikasi II. Pada kontrol negatif, baik
26
replikasi I maupun II tidak ditemukan zona inhibisi (0 mm). Jadi, berdasarkan tabel
tersebut yang memiliki zona inhibisi paling besar ialah larutan NaOCl 3%. Untuk lebih
jelasnya, zona inhibisi pada masing-masing bahan uji dapat dilihat pada grafik dibawah
ini:
Ekstrak buah mahkota dewa 12,5%
NaOCl 3% Kontrol negatif0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
Replikasi IReplikasi II
Gambar 3. Grafik efektivitas ekstrak buah mahkota dewa 12,5%, larutan NaOCl 3%, dan kontrol (-) terhadap pertumbuhan E.faecalis
Dari hasil uji efektivitas tersebut, dilakukan uji statistik data untuk mengetahui
apakah ada perbedaan bermakna pada efektivitas ekstrak buah mahkota dewa 12,5%
dengan larutan NaOCl 3% pada pengamatan 24 jam terhadap Enterococcus faecalis
dilakukan uji Anova one way dan dilanjutkan dengan uji LSD (Least Significant
Difference), dan diperoleh hasil sebagai berikut:
27
D i a m e t e r z o
Bahan Uji
Tabel 2. Uji Anova Ekstrak Buah Mahkota Dewa 12,5%, Larutan NaOCl 3%, dan Kontrol Negatif terhadap Pertumbuhan E.faecalis
Bahan UjiReplikasi
Uji AnovaI II
Ekstrak buah mahkota dewa 12,5% 12,0 mm 9,16 mm 0,002*
Larutan NaOCl 3% 17,0 mm 17,0 mm
Kontrol negatif (akuades) 0 mm 0 mm
*Signifikan dengan p< 0,05
Tabel 3. Uji Least Significant Difference (LSD) Ekstrak Buah Mahkota Dewa 12,5%, Larutan NaOCl 3%, dan Kontrol Negatif terhadap pertumbuhan E.faecalis
Bahan Uji Bahan Uji Nilai Signifikan Keterangan
NaOClEkstrak buah mahkota dewa 0,012 S
Kontrol negatif 0,001 SEkstrak buah mahkota
dewaNaOCl 0,012 SKontrol negatif 0,003 S
Kontrol negatifNaOCl 0,001 SEkstrak buah mahkota dewa 0,003 S
Keterangan: S= Signifikan (p<0,05)NS= Non Signifikan (p>0,05)
Dari hasil uji statistik Anova pada Tabel 2 diperoleh hasil yang signifikan karena
menunjukkan nilai p<0,05, yaitu 0,002. Hal ini berarti ada perbedaan efektivitas yang
bermakna antara ekstrak buah mahkota dewa 12,5%, larutan NaOCl 3%, dan kontrol
negatif terhadap pertumbuhan bakteri Enterococcus faecalis. Oleh karena hasilnya
28
signifikan, maka dilanjutkan uji LSD untuk mengetahui antar bahan uji yang mana yang
memiliki perbedaan yang signifikan. Dari Tabel 3, dapat dilihat bahwa semua bahan uji
memiliki perbedaan yang signifikan, baik antara larutan NaOCl 3% dengan ekstrak
buah mahkota dewa 12,5%, maupun ekstrak buah mahkota dewa 12,5% dengan kontrol
negatif.
29
(a)
(b)
Keterangan : EBMD = Ekstrak buah mahkota dewa
Gambar 4. Zona inhibisi ekstrak buah mahkota dewa 12,5%, larutan NaOCl 3%, dan kontrol (-) terhadap pertumbuhan E.faecalis pada pengamatan 24 jam (a) replikasi I (b) replikasi II
30
EBMD 12,5%
NaOCl 3%
Kontrol (-)
Kontrol (-)
NaOCl 3%
EBMD 12,5%
BAB VI
PEMBAHASAN
Perbedaan efektivitas antibakteri antara ekstrak buah mahkota dewa 12,5%
dengan larutan NaOCl 3% dapat diketahui dengan menggunakan metode difusi agar,
yaitu membandingkan diameter zona inhibisi pada sekeliling pencadang yang berisi
perlakukan (ekstrak buah mahkota dewa 12,5%, larutan NaOCl 3%, dan kontrol
negatif). Diameter zona inhibisi yang dihitung adalah daerah jernih disekeliling
pencadang yang menunjukkan bahwa bahan uji memiliki sifat antibakteri.
Setelah inkubasi 24 jam, ekstrak buah mahkota dewa 12,5% dan larutan NaOCl
3% menunjukkan adanya zona inhibisi sedangkan kontrol negatif tidak menunjukkan
adanya zona inhibisi. Pada Tabel 1 menujukkan bahwa diameter zona inhibisi tertinggi
terdapat pada larutan NaOCl 3% , yaitu 17,0 mm sedangkan pada ekstrak buah mahkota
dewa 12,5% memiliki diameter inhibisi hanya mencapai 12,0 mm. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena daya antibakteri ekstrak buah mahkota dewa memang lebih kecil
dibandingkan larutan NaOCl. Selain itu, diameter zona inhibisi juga dapat dipengaruhi
oleh toksisitas bahan uji, kemampuan difusi bahan uji pada media, interaksi antar
komponen yang terdapat pada media, dan kondisi lingkungan mikro in vitro.21 Pada
Tabel 2, menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara ekstrak buah
mahkota dewa 12,5%, larutan NaOCl 3%, dan kontrol negatif dengan nilai signifikansi
31
0,002 (p<0,05) dan semua bahan uji memiliki perbedaan yang bermakna satu sama lain
yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Hasil penelitian ini juga relevan dengan penelitian Beltrice (2010) yang
menggunakan konsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25% untuk menentukan
KHM ekstrak buah mahkota dewa dalam menghambat pertumbuhan Enterococcus
faecalis. Pada konsentrasi 12,5% tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri,
sedangkan pada konsentrasi 6,25% masih ditemukan adanya pertumbuhan bakteri
sehingga konsentrasi 12,5% menjadi konsentrasi hambat minimum pada penelitian
tersebut. Pada penelitian Bella (2011) yang menguji efektivitas antibakteri ekstrak
mahkota dewa terhadap Streptococcus mutans menetapkan konsentrasi 6,25% sebagai
KHM. Selain itu, pada penelitian Winda (2011) yang membandingkan daya antibakteri
ekstrak buah mahkota dewa 25% dengan cresophene terhadap Streptococcus viridans
memperoleh hasil bahwa daya antibakteri cresophene lebih tinggi dibandingkan ekstrak
buah mahkota dewa 25%. Hasil lain ditemukan pada penelitian Lina (2006),
menyatakan bahwa KHM ekstrak buah mahkota dewa terhadap Pseudomonas
aeruginosa adalah 1,25%. Adanya perbedaan hasil pada masing-masing penelitian
mungkin disebabkan oleh toksisitas bahan uji, kemampuan difusi bahan uji pada media,
interaksi antar komponen yang terdapat pada media, dan kondisi lingkungan mikro in
vitro.21,22,23,24
Sodium hipoklorit (NaOCl) merupakan bahan irigasi yang paling sering
digunakan karena daya antibakterinya yang tinggi. Asam hypochlorous yang terdapat
dalam larutan NaOCl bertindak sebagai pelarut apabila berkontak dengan jaringan
organik, akan membebaskan klorin. Klorin yang bergabung dengan protein amino akan
32
membentuk Chloramine. Klorin merupakan agen pengoksida yang kuat memberikan
sifat antibakteri yang menghambat enzim-enzim bakteri dengan membentuk
pengoksidaan irreversible grup SH (sulphydryl), enzim esensial bakteri.22
Efektivitas ekstrak buah mahkota dewa dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Enterococcus faecalis dipengaruhi oleh kandungan fitokimianya. Ekstrak buah mahkota
dewa memiliki kandungan saponin yang bersifat antibakteri yang bekerja dengan cara
menghambat sintesisi protein, menghambat pembentukan DNA, dan merusak dinding
sel bakteri. Selain itu, kandungan tanin dalam buah mahkota dewa juga dapat
menghambat sintesis protein.7,8
Hasil penelitian tersebut di atas menunjukkan bahwa ekstrak buah mahkota dewa
12,5% dan larutan NaOCl 3% memiliki efektivitas antibakteri terhadap Enterococcus
faecalis yang baik. Hal ini terlihat dari diameter zona inhibisi kedua bahan uji yang
dihasilkan lebih besar dari diameter pencadang, yaitu 8 mm. Pada hasil analisis data
dengan uji Anova pun diperoleh hasil yang signifkan karena p<0,05, yaitu p= 0,002.
Namun, jika kedua bahan uji tersebut dibandingkan, maka dapat disimpulkan bahwa
larutan NaOCl 3% memiliki daya hambat terhadap Enterococcus faecalis lebih tinggi
dibandingkan ekstrak buah mahkota dewa 12,5%, dengan kata lain larutan NaOCl 3%
lebih efektif menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis daripada ekstrak buah
mahkota dewa 12,5%.
Jika hasil penelitian ini dipadukan dengan hasil penelitian sebelumnya, yaitu
penelitian Bella (2011) dan Lina (2006), dapat disimpulkan bahwa ekstrak buah
mahkota dewa efektif sebagai antibakteri, tetapi tidak cukup ideal digunakan pada
bidang kedokteran gigi, khususnya bidang endodontik, karena konsentrasi hambat
minimum ekstrak buah mahkota dewa terhadap Enterococcus faecalis cukup tinggi,
yaitu 12,5%.
33
BAB VII
PENUTUP
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian ini maka dapat diperoleh kesimpulan, yaitu:
1. Ekstrak buah mahkota dewa 12,5% efektif menghambat pertumbuhan bakteri
Enterococcus faecalis.
2. Larutan NaOCl 3% lebih efektif menghambat pertumbuhan Enterococcus faecalis
daripada ekstrak buah mahkota dewa 12,5%.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas antibakteri ekstrak buah
mahkota dewa terhadap Enterococcus faecalis secara in vivo.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai perbedaan efektivitas ekstrak buah mahkota
dewa dan larutan NaOCl dengan konsentrasi yang berbeda dari penelitian ini.
3. Perlu dilakukan penelitian mengenai efektivitas antibakteri ekstrak buah
mahkota dewa terhadap bakteri lain yang terdapat di dalam rongga mulut.
DAFTAR PUSTAKA
1. Baumgartner JC, Bakland LK, Sugita EI. Microbiology of endodontics and asepsis in endodntic practice. In: Ingle JI, Bakland LK, eds. Endodontics Fifth Edition. Kanada: BC Decker,2002:65-8.
2. Baumgartner JC. Microbiologic aspects of endodontic infections. J Can Dent Assoc 2004; 32(6):459-68.
3. Ferreira CM, Rosa OP, Torres SA, Ferreira FB, Bernardinelli N. Activity of endodontic antibacterial agents againts selected anaerob bacteria. Braz Dent J 2002;13(2):118-22.
4. Tanumihardja M. Larutan irigasi saluran akar. Dentofasial 2010;9(2):108-15.
5. Grande NM, Plotino G, Falanga A,dkk. Interaction between EDTA and Sodium hypochlorite. JOE 2003;32(5):460-4.
6. Prabaswari IR, Untara RTE, Siswadi YL. Pengaruh kombinasi berbagai konsentrasi larutan irigasi natrium hipoklorit dengan EDTA 17% terhadap kebersihan dinding saluran akar. J Ked Gi 2010;1(3):157-63.
7. Soeksmanto A, Hapsari Y, Simanjuntak P. Kandungan antioksidan pada beberapa bagian tanaman mahkota dewa, Phaleria macrocarpa (scheff) boerl (thymelaceae). Biodiversitas 2007;8(2):92-5.
8. Dewanti TW, Wulan SN, Nur IC. Aktivitas antioksidan dan antibakteri produk kering, instant dan effervescent dari buah mahkota dewa. [serial online] 2010; [internet]. Available from: URL: http://mahkotadewa.com/blog/2004/12/aktivitas-antioksidan-dan-antibakteri-produk-kering-instant-dan-effervescent-dari-buah-mahkota-dewa/. Accessed on 19 Desember 2010.
9. Suchitra U, Kundabala M. Enterococcus faecalis: An Endodontic pathogen. J Endod 2002;11-3.
11. Kayaoglu G, Dag Orstavik. Virulence factors of Enterococcus feacalis: relationship to endodontic diseases. Sages Journal 2004;15(5):308-20.
12. M Seluck, Ahmet O. Analysis of Enterococcus faecalis in samples from Turkish patients with primary endodontic infections and failed endodontic treatment by real-time PCR SYBR green method. Journal of Applied Oral Science 2009;17(5).
13. Cogulu Dilsah, Atac Uzel. Detection of Enterococcus faecalis in necrotic teeth root canals by culture and polymerase chain reaction methods. European Journal of Denstistry. Oktober 2007;Vol.1.
14. Sedgley, Lennan. Survival of Enterococcus faecalis in root canal ex vivo. International Endodontic Journal. Oktober 2005;38(10); 735-42.
15. Walton RE, Torabinejad M. Prinsip dan praktek ilmu endodonsi. Alih bahasa: Narlan S, Winiati S, Bambang N. ed ke-3.Jakarta: EGC, 2008:41-278
16. Nugrohowati, Hadhy TD. Peran irigan terhadap lapisan smear dinding saluran akar. JITEKG 2009;6(1):9-12.
17. Bystrom A, Sundqvist G. The antibacterial action of sodium hypochlorite and EDTA in 60 cases of endodontics therapy. International Endodontic Journal 1985;18:35-40.
18. Bulacio MA, Cangemi R, Cecilia M, Raiden G. In vitro antibacterial effect of different irrigating solutions on Enterococcus faecalis. Acta Odontol 2006;19(2):75-80.
19. Majalah Flona. Manfaat mahkota dewa. Edisi 27(2). Mei, 2005:13-4,23.
20. Supardjo. Saponin peranan dan pengaruhnya bagi ternak dan manusia. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Jambi.
21. Mickel AK, Sharma P, Chogle S. Effectiveness of stainnous fluoride and calsium hidroxide againts Enterococcus faecalis. J Endod 2003; 29(4): 259-60.
36
22. Belrice. Daya antibakteri ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa. Scheff ( Boerl.)) terhadap Enterococcus faecalis sebagai bahan medikamen saluran akar secara in vitro. Universitas Sumatera Utara. 2010.
23. Siregar B. Daya antibakteri ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [scheff.] boerl) terhadap pertumbuhan Streptococcus mutans (in vitro). [serial online] 2011; [internet]. Available from : URL : www. repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/30101/7/Cover.pdf . Accessed December 7, 2011.
24. Susanti L. Khasiat ekstrak etanol buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa) sebagai anti bakteri terhadap Pseudomonas aeruginosa. Jurnal Kimia dan Teknologi 2006;5(2):67-72.
25. Sugiarto W. Perbedaan daya antibakteri ekstrak buah mahkota dewa (Phaleria macrocarpa [scheff.] boerl) 25% dengan cresophene terhadap pertumbuhan Streptococcus viridans (in vitro). [serial online] 2011; [internet]. Available from: URL: http://adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-sl-2011-sugiartowi-154444&q=phaleria+macrocarpa. Accessed December 10, 2011.