-
IMPLEMENTASI MODEL PROBLEM-BASED LEARNING
UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR FISIKA
PADA KONSEP OPTIK GEOMETRI
(Penelitian Tindakan Kelas di SMA Negeri 83 Jakarta Utara)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
Memenuhi Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
Oleh :
Oktavia Ningsih
105 016 300 611
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
-
LEMBAR PENGESAHAN
PANITIA UJIAN MUNAQASYAH
Skripsi yang berjudul Implementasi Model Problem Based Learning
untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Konsep Optik Geometri
(Penelitian
Tindakan Kelas Di SMA NEGERI 83 Jakarta Utara) disusun oleh
Oktavia Ningsih, NIM 105016300611, diajukan kepada Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan
Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dinyatakan LULUS pada
Ujian
Munaqasyah tanggal 12 Agustus 2010 di hadapan Dewan Penguji.
Karena itu,
penulis berhak memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada
bidang
Pendidikan Fisika.
Jakarta, 12 Agustus 2010
Panitia Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua (Ketua Jurusan Pendidikan IPA) ,
Baiq Hana Susanti, M.Sc.
NIP. 19700209 200003 2 001
...................
........................
Sekertaris (Sekertaris Jurusan Pendidikan IPA),
Nengsih Juanengsih,M.Pd
NIP. 19790510 200604 2 001
...................
.........................
Penguji I,
Dr.Sujiyo Miranto, M.Pd
NIP. 19681228 200003 1 004
....................
.........................
Penguji II,
Erina Hertanti,M.Si
NIP. 19720419 199903 2 002
....................
..........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof.Dr.Dede Rosyada,M.A.
NIP. 19571005 198703 1 003
-
Lembar Pengesahan Skripsi
Implementasi Model Problem Based Learning untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Konsep Optik Geometri
(Penelitian Tindakan Kelas di SMA N 83 Jakarta Utara)
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk
memenuhi persyaratan
mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd)
oleh :
Oktavia Ningsih
Nim : 105 016 300 611
Yang mengesahkan,
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd
Nip : 19650115 198703 1 020
Kinkin Suartini, M.Pd
Nip : 19780406 200604 2 001
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010
-
Barang siapa memiliki satu alasan untuk hidup dia bisa
menahan hampir setiap keadaan (Friedrich Nietzche).
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya (Al Baqarah ayat 286).
Apa yang kamu simpan untuk dirimu sendiri akan lenyap,
apa yang kamu berikan pada orang lain akan kamu miliki
selamanya (Alex Munthe).
Semangat manusia tidak bisa dilumpuhkan, jika kamu
masih bisa bernafas, kamu masih bisa mempunyai impian
(Make Brown).
Karya kecil ini kuperuntukkan:
Ibu dan Alm ayahku tercinta, yang selalu membantuku
dengan doa, kasih sayang dan semangat.
Kakakku (Yuliana) dan adik-adikku (Yenny Puspita Sari,
dan M.Rangga Putra Pratama) yang senantiasa memberiku
dukungan.
-
ABSTRAK
Oktavia Ningsih (105 016 300 611). Implementasi Model
Problem-Based
Learning untuk Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Konsep
Optik Geometri.
Program Studi Pendidikan Fisika Jurusan Ilmu Pendidikan Alam
Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kualitas
kemampuan peserta didik
dalam melakukan pemecahan masalah dan meningkatkan hasil belajar
fisika pada
konsep optik geometri melalui model problem-based learning.
Subjek penelitian
ini adalah peserta didik kelas X-D SMA N 83 Jakarta Utara yang
berjumlah 29
orang. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan
menggunakan metode
penelitian tindakan kelas (PTK) yang mengacu pada model Kemmis
dan Mc
Taggart yang dilakukan sebanyak dua siklus. Setiap siklus
terdiri dari empat
tahapan, yaitu: 1) Perencanaan Tindakan, 2) Pelaksanaan
Tindakan, 3) Observasi
Tindakan, dan 4) Refleksi .
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan model
problem-based
learning dapat meningkatkan hasil belajar fisika pada konsep
optik geometri
peserta didik. Rerata hasil belajar peserta didik pada siklus I
dan siklus II berturut-
turut adalah 52,38 dan 84,10 dengan nilai N-Gain sebesar 0,65
yang termasuk
pada kategori sedang. Jumlah peserta didik yang sudah mencapai
nilai di atas
KKM juga mengalami peningkatan menjadi 100% pada siklus II
dibandingkan
pada siklus I sebanyak 24%. Hal ini jelas menunjukkan bahwa
hasil belajar fisika
pada konsep optik geometri peserta didik mengalami peningkatan
yang sangat
signifikan dibandingkan pada siklus I. Selain itu model problem
based learning
ternyata cukup efektif diterapkan pada konsep optik
geometri.
Kata kunci : Model Problem-Based Learning, Hasil Belajar,
Penelitian Tindakan
Kelas (PTK)
-
ABSTRACT
Oktavia Ningsih (105 016 300 611). Implementation of
Problem-Based Learning
Model of learning to improve learning result of optical physics
in the concept of
geometry. Physic Education Studies Program Department of Natural
Science
education Faculty and Teaching Tarbiya State Islamic University
Syarif
Hidayatullah Jakarta.
This study aimed to describe the quality of students' abilities
in problem solving
and improve learning outcomes of physics in optical geometry
concepts through
problem-based learning model. The subjects were high school
students grade XD
N 83 North Jakarta about 29 people. This research is a
qualitative research
method action research (CAR), which refers to the model of
Kemmis and Mc
Taggart who performed a total of two cycles. Each cycle consists
of four stages,
namely: 1) Action Plan, 2) Implementation Measures, 3)
Observation of Actions,
and 4) Reflection.
The results of this study indicate that the application of
problem-based learning
model can improve learning outcomes of physics on the concept of
geometrical
optics learners. The mean results of study of students in the
first cycle and second
cycle are respectively 52.38 and 84.10 with the N-Gain value of
0.65 which
included the moderate category. The number of learners who have
reached values
above KKM also increased to 100% on the second cycle than in the
first cycle as
much as 24%. This clearly shows that the results of studying
physics in
geometrical optical concept of learners has increased
significantly compared to
the cycle I. Besides the problem based learning model proved
effective enough
optical geometry applied to the concept.
Keywords: Problem Based Learning Model , Learning Outcomes,
Classroom Action
Research (CAR).
-
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
............................................................................
i
ABSTRAK
......................................................................................................
ii
ABSTRACT.....................................................................................................
iii
KATA PENGANTAR
....................................................................................
iv
DAFTAR ISI.
.................................................................................................
vi
DAFTAR
TABEL.............................................................................................
ix
DAFTAR GAMBAR.
.....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN.
.................................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
.............................................................................
1
A. Latar Belakang
............................................................................
1 B. Identifikasi Masalah
....................................................................
5
C. Pembatasan Masalah.
...................................................................
5
D. Perumusan Masalah
.....................................................................
5 E. Tujuan Penelitian.
........................................................................
6 F. Manfaat Penelitian.
......................................................................
6
BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, dan HIPOTESIS
TINDAKAN
......................................................................................
7
A. Acuan Teori dan Fokus yang
Diteliti............................................ 7 1.
Pendekatan Konstruktivisme.
................................................. 7 2. Model
Problem Based Learning.
............................................ 9
a. Pengertian Model Problem Based Learning. ....................
14 b. Manfaat Model Problem Based Learning.
........................ 16 c. Karakteristik Model Problem Based
Learning. ................. 16 d. Outcome dari Model Problem Based
Learning. ................ 17 e. Implementasi Model Problem Based
Learning
dalam Pembelajaran.
........................................................ 17
f. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem Based Learning
..........................................................................
20
3. Hasil Belajar.
.........................................................................
22 a. Pengertian Hasil Belajar.
.................................................. 22 b. Hubungan
Pembelajaran PBL dengan Hasil Belajar. ........ 24
4. Penelitian Tindakan Kelas.
..................................................... 25 a.
Definisi Penelitian Tindakan
Kelas................................... 25 b. Tujuan Penelitian
Tindakan Kelas. ................................... 27 c.
Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas. ..........................
27 d. Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas.
....................... 28
5. Konsep Optik Geometri.
........................................................ 29 a.
Cermin.
............................................................................
31 b. Pembiasan Cahaya dan Lensa.
.......................................... 32
6. Hasil Penelitian yang Relevan.
............................................... 38 B. Kerangka
Pikir
.............................................................................
41
-
C. Hipotesis Tindakan
......................................................................
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
..................................................... 44
A. Tempat dan Waktu Penelitian
...................................................... 44 B. Metode
dan Desain Intervensi Tindakan
...................................... 44 C. Subjek yang Terlibat
....................................................................
47 D. Peran dan Posisi Peneliti dalam Penelitian.
.................................. 47 E. Tahapan Pelaksanaan
Tindakan. .................................................. 48
1. Penelitian Awal.
.....................................................................
48 a. Wawancara Kepada Guru dan Peserta Didik. ...................
48 b. Observasi Kegiatan Belajar
Mengajar............................... 48
2. Siklus I.
.................................................................................
49 a. Tahap Persiapan.
.............................................................. 49
b. Tahap Pelaksanaan.
.......................................................... 49 c.
Tahap Pengamatan.
.......................................................... 49 d.
Tahap Refleksi.
................................................................
50
F. Hasil Intervensi Tindakan yang Diharapkan.
................................ 50 G. Data dan Sumber Data.
................................................................ 50
H. Teknik Pengumpulan Data.
.......................................................... 51 I.
Instrumen-Instrumen Penelitian.
.................................................. 51
1. Lembar Wawancara Analisis Kebutuhan.
............................... 51 2. Tes Penguasaan Konsep.
........................................................ 51 3.
Pedoman Observasi (Catatan Lapangan).
............................... 52 4. Kuesioner.
.............................................................................
53
J. Teknik Pemeriksa Kepercayaan Studi.
......................................... 53 1. Uji
Validitas...........................................................................
53 2. Uji Reliabilitas.
......................................................................
55 3. Uji Tingkat Kesukaran.
.......................................................... 56 4.
Uji Daya Pembeda.
................................................................
57
K. Teknik Analisis Data.
..................................................................
58 1. Uji N-Gain.
............................................................................
58 2. Keefektifan Model Problem Based Learning.
........................ 59
L. Tindaklanjut Perencanaan.
........................................................... 59 1.
Perencanaan Tindakan II.
....................................................... 59 2.
Pelaksanaan Tindakan II.
....................................................... 59 3.
Observasi Tindakan II.
........................................................... 59 4.
Refleksi tindakan II.
...............................................................
59
BAB IV HASIL PENELITIAN dan PEMBAHASAN
.................................. 60
A. Deskripsi Data Hasil Pengamatan
................................................ 60 B. Pemeriksa
Keabsahan Data
.......................................................... 61
1. Uji Normalitas.
......................................................................
61 2. Uji Homogenitas.
...................................................................
62
C. Analisis Data
...............................................................................
62
-
1. Tes Hasil Belajar Fisika pada Konsep Optik Geometri.
.......... 62 2. Respon Peserta didik terhadap Keefektifan
Model
Problem Based Learning.
....................................................... 64
3. Hasil Observasi Proses Pembelajaran.
.................................... 68 D. Interpretasi Hasil
Analisis.
........................................................... 70
1. Siklus I.
.................................................................................
70 a. Tahap Perencanaan I.
....................................................... 70 b. Tahap
Pelaksanaan I.
........................................................ 71 c.
Tahap Observasi I.
........................................................... 75 d.
Tahap Refleksi I.
.............................................................. 75
e. Keputusan.
.......................................................................
76
2. Siklus II.
................................................................................
77 a. Tahap Perencanaan II.
...................................................... 77 b. Tahap
Pelaksanaan II.
...................................................... 77 c. Tahap
Observasi II.
.......................................................... 79 d.
Tahap Refleksi II.
............................................................. 80 e.
Keputusan.
.......................................................................
80
E. Pembahasan Hasil Penemuan Penelitian.
..................................... 81 F. Keterbatasan dalam
Penelitian. ....................................................
83
BAB V PENUTUP
.........................................................................................
84
A. Kesimpulan
....................................................................................
84 B. Saran
..............................................................................................
85
DAFTAR PUSTAKA
.....................................................................................
86
LAMPIRAN.
..................................................................................................
89
-
DAFTAR TABEL
Tabel Hal
Tabel 2.1 Tahapan Model Problem Based Learning
...................................... 18
Table 3.1 Intervensi Tindakan
........................................................................
46
Tabel 3.2 Data dan Sumber Data
....................................................................
50
Tabel 3.3 Kisi-kisi Penulisan Instrumen Tes
................................................... 52
Tabel 3.4 Kisi-kisi Kuesioner
.........................................................................
53
Tabel 4.1 Rekapitulasi Data Tes Penguasaan Konsep Fisika
........................... 61
Tabel 4.2 Hasil Uji Normalitas Tes Hasil Belajar pada Siklus I
...................... 61
Tabel 4.3 Hasil Uji Normalitas Tes Hasil Belajar pada Siklus II.
.................... 62
Tabel 4.4 Hasil Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar Fisika.
............................ 62
Tabel 4.5 Hasil Uji-t Tes Hasil Belajar Fisika.
................................................ 63
Tabel 4.6 Presentase Respon Peserta Didik Soal Nomor 1.
............................. 65
Tabel 4.7 Presentase Respon Peserta Didik Soal Nomor 2.
............................. 65
Tabel 4.8 Presentase Respon Peserta Didik soal Nomor
3............................... 66
Tabel 4.9 Presentase Respon Peserta Didik Soal Nomor 4.
............................. 66
Tabel 4.10 Presentase Respon Peserta Didik Soal Nomor 5.
............................. 67
Tabel 4.11 Lembar Observasi Aktivitas Peserta didik pada Siklus
I. ................. 68
Tabel 4.12 Lembar Observasi Aktivitas Peserta didik pada Siklus
II. ............... 69
Tabel 4.13 Deskripsi Aktivitas Guru dan Peserta didik pada
Siklus I. ............... 71
Tabel 4.14 Deskripsi Aktivitas Guru dan Peserta didik pada
Siklus II. ............. 77
-
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal
Gambar 2.1 Bagan Penelitian Tindakan Kelas
.................................................. 29
Gambar 2.2 Pemantulan Difuse
.......................................................................
30
Gambar 2.3 Pemantulan Teratur
.......................................................................
30
Gambar 2.4 Hukum Pemantulan Snellius
........................................................ 30
Gambar 2.5 Pembentukan Bayangan pada Cermin Datar
.................................. 31
Gambar 2.6 Hukum Pembiasan Snellius
......................................................... 33
Gambar 2.7 Pembiasan pada Kaca Planpararel.
............................................... 33
Gambar 2.8 Pembiasan Cahaya pada Prisma.
.................................................. 34
Gambar 2.9 Pemantulan Sempurna.
................................................................
35
Gambar 2.10Bagan Kerangka Pikir.
.................................................................
42
Gambar 3.1Bagan Penelitian Tindakan Kelas.
.................................................. 45
-
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Hal
Lampiran 1 Kisi-kisi Instrumen Tes
.............................................................
90
Lampiran 2 Soal Uji Coba Instrumen
........................................................... 101
Lampiran 3 Hasil Uji Validitas
....................................................................
109
Lampiran 4 Hasil Uji Reliabilitas
.................................................................
111
Lampiran 5 Hasil Uji Tingkat Kesukaran
..................................................... 113
Lampiran 6 Hasil Uji Daya Pembeda
........................................................... 115
Lampiran 7 Rekapitulasi Hasil Uji Instrumen.
............................................. 117
Lampiran 8 Contoh Perhitungan Validitas.
.................................................. 118
Lampiran 9 Contoh Perhitungan Reliabilitas.
............................................... 119
Lampiran 10 Contoh Perhitungan Tingkat Kesukaran.
................................... 120
Lampiran 11 Contoh Perhitungan Daya Pembeda.
......................................... 121
Lampiran 12 Rencana Pelaksanaan Pembelajaran.
......................................... 122
Lampiran 13 Soal Tes Siklus I dan Siklus II.
................................................. 156
Lampiran 14 Kisi-kisi Kuesioner.
..................................................................
163
Lampiran 15 Kuesioner.
................................................................................
164
Lampiran 16 Lembar Observasi.
....................................................................
166
Lampiran 17 Lembar wawancara dan Kuesioner.
........................................... 171
Lampiran 18 Data Nilai Siklus I.
...................................................................
178
Lampiran 19 Data Nilai Siklus II.
..................................................................
179
Lampiran 20 Contoh Perhitungan Skor N-Gain.
............................................. 180
Lampiran 21 Uji Normalitas Tes Hasil Belajar pada Siklus
I.......................... 181
Lampiran 22 Uji Normalitas Tes Hasil Belajar pada Siklus II.
...................... 182
Lampiran 23 Contoh Perhitungan Uji Normalitas.
......................................... 183
Lampiran 24 Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar pada Siklus I.
..................... 184
Lampiran 25 Uji Homogenitas Tes Hasil Belajar pada Siklus II.
.................... 185
Lampiran 26 Contoh Perhitungan Uji Homogenitas.
...................................... 186
Lampiran 27 Uji-t.
.........................................................................................
187
Lampiran 28 Contoh Perhitungan Uji-t.
......................................................... 188
Lampiran 29 Perhitungan Presentase Kuesioner.
............................................ 189
Lampiran 30 Catatan Lapangan.
....................................................................
191
Lampiran 31 Silabus.
.....................................................................................
204
-
Kata Pengantar
Segala puji bagi Allah SWT Sang Maharaja segala raja, Robbnya
semua
alam semesta, Sang Cahaya atas segala cahaya, Yang kasih
sayang-Nya melebihi
Maryam terhadap Isa. Salam kemuliaan bagi kekasih-Nya, yang
hanya baginya
seorang semua diwujudkan dari tiada, sang cermin dari Maharaja
Cahaya, sang
senyuman dari Yang Maha Penyayang, kekasih dari semua pencinta,
Rasulullah
Muhammad SAW, pembimbing bagi siapa yang mencari-Nya, pemegang
kunci
gerbang menuju-Nya.
Setelah melalui proses yang cukup panjang dan melelahkan
akhirnya
penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Implementasi
Model Problem
Based Learning untuk Meningkatkan Penguasaan Konsep Optik
Geometri.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai
pihak yang
tanpa lelah memberikan dorongan baik moril maupun materil kepada
penulis.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-
besarnya kepada orang-orang berhati mulia berikut ini:
1. Bapak Prof. Dede Rosyada, MA Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Baiq Hana Susanti, M.Sc Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan
Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Nengsih Juanengsih, M.Pd Sekertaris Jurusan Pendidikan
Ilmu
Pengetahuan Alam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan,
Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Erina Hertanti, M.Si Ketua Program Studi Pendidikan
Fisika Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah
Jakarta.
5. Bapak Drs. Ahmad Sofyan, M.Pd pembimbing I, yang telah
meluangkan
waktu, tenaga dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk
memberikan
nasehat, bimbingan dan pengarahan dengan sabar sehingga
penulisan skripsi
ini dapat terselesaikan.
-
6. Ibu Kinkin Suartini, M.Pd pembimbing II, yang telah
meluangkan waktu,
tenaga dan pikiran disela-sela kesibukannya untuk memberikan
nasehat,
bimbingan dan pengarahan dengan sabar sehingga penulisan skripsi
ini dapat
terselesaikan.
7. Bapak Drs. Budi susilo, MM Kepala Sekolah SMA Negeri 83
Jakarta Utara
yang sudah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
melakukan
penelitian di sekolah tersebut.
8. Bapak Sudiro, S.Pd Wakil Kepala Sekolah dan Guru Bidang Studi
Fisika
SMA Negeri 83 Jakarta Utara yang sudah memberikan kesempatan
kepada
peneliti untuk melakukan penelitian di kelas yang beliau
ajar.
9. Secara khusus untuk Ayahanda tercinta Santa Jadil (Alm),
Ibunda tercinta
Fatimah, Teteh Lia dan kedua adikku (Yeyen dan si bungsu Rangga)
yang
selalu mencurahkan kasih sayang kepada penulis, memberikan
pegertian,
memberikan motivasi, dan nasehat yang baik bagi keberhasilan
penulis.
Semoga Allah Swt membalas pengorbanannya.
Tak akan cukup terima kasih penulis buat anda semua. Semoga Dia,
Sang
Maha Penjamin, yang selama ini memenuhi harapan dan keinginan
penulis
dengan kebijaksanaan-Nya, ke-Pemurahan-Nya, ke-Maha Kayaan-Nya,
dan kasih
sayang-Nya berkenan menggantinya. Semoga kita semua senantiasa
dipelihara
dalam jalan lurus keridhaan-Nya, dan kelak dipersatukan dengan
jalinan mawar
wangi dalam istana terang kemilau, bersama para kekasi-Nya di
muka singgasana
Sang Maharaja Cahaya.
Jakarta, April 2010
OKTAVIA NINGSIH
-
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
OKTAVIA NINGSIH. Putri kedua dari Ayahanda Santa
Jadil (Alm) dan Ibunda Fatimah yang lahir di Jakarta pada
tanggal 04 Oktober 1987. Saat ini penulis bertempat
tinggal di Jl. Lagoa Terusan Gg II B 2 No. 14 Rt 009 Rw
002 Kelurahan Lagoa Kecamatan Koja Jakarta Utara
14270.
Riwayat Pendidikan. Penulis memulai pendidikan di Taman
Kanak-Kanak Dian
Kusuma Pertiwi, setelah lulus dari TK penulis melanjutkan
pendidikan di SD Negeri
Percontohan 11 Lagoa Jakarta Utara pada tahun 1999 dan
melanjutkan pendidikan ke
SMP Negeri 279 Jakarta Utara lulus pada tahun 2002. Pada tahun
2005, penulis lulus
dari SMA Negeri 83 Jakarta Utara. Kuliah di Program Studi
Pendidikan Fisika UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta pada tahun 2005 dan lulus pada
Sidang Munaqasyah Skripsi
pada 12 Agustus 2010. Pada pendidikan dasar dan menengah penulis
aktif dalam
kegiatan ekstrakulikuler Pramuka, PMR, English Club, KIR dan
ROHIS.
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menurut Riyanto belajar adalah aktivitas mental atau psikis
yang
berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang
menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan,
dan
nilai sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan
berbekas.1
Dengan adanya perubahan-perubahan pada diri seseorang melalui
proses
belajar tersebut maka akan menghasilkan sesuatu yang baru yang
bermanfaat
bagi dirinya dan orang lain.
Proses pembelajaran yang sesungguhnya ialah kegiatan belajar
peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Belajar bukan
hanya
menghapal dan bukan pula mengingat. Proses pembelajaran di kelas
yang
optimal dapat menghasilkan hasil belajar yang optimal pula.
Peningkatan
hasil belajar peserta didik selalu dipengaruhi oleh banyak
faktor, salah
satunya ialah metode mengajar. Seorang guru dituntut untuk
pintar dalam
memilih model pembelajaran yang tepat untuk diterapkan dalam
proses
pembelajaran dikelas. Guru sebagai seorang pengajar
kadang-kadang salah
dalam menerapkan metode apa yang seharusnya digunakan dalam
proses
pembelajaran.
Kesalahan dalam menerapkan metode mengajar dapat menimbulkan
ketidakefektifan dalam belajar, perolehan hasil belajar yang
tidak optimal,
kejenuhan dalam belajar, dan hal-hal lain yang dapat menghambat
proses
pembelajaran. Berdasarkan hal inilah seorang guru atau pengajar
harus
mampu memberikan motivasi yang besar pada peserta didik agar
mereka
dapat menerima materi yang diberikan dengan rasa senang.
Pemilihan metode
dalam pembelajaran hendaknya dapat melibatkan peserta didik
secara aktif,
baik secara fisik, intelektual dan emosionalnya dalam belajar,
apalagi dalam
1 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta: Kencana
Prenada Media
Group, 2009), hal.5
1
-
2
pembelajaran fisika yang menuntut peserta didik untuk aktif
dalam proses
pembelajaran.
Berdasarkan hasil observasi awal yang telah dilakukan di
sekolah
SMAN 83 Jakarta Utara khususnya di kelas X-D, diperoleh hasil
pertama,
sebanyak 62,07% peserta didik di kelas X-D tidak menyukai mata
pelajaran
fisika. Hal ini disebabkan karena sebagian besar peserta didik
menganggap
bahwa materi pelajaran fisika sulit, inilah yang menyebabkan
nilai fisika
peserta didik di kelas X-D sangat rendah dibandingkan dengan
kelas-kelas
yang lain. Terutama pada konsep optik geometri. Kedua, konsep
fisika yang
dianggap sulit oleh peserta didik di kelas X-D adalah konsep
optik geometri.
Hal ini dapat dimaklumi karena konsep optik geometri bersifat
matematis,
sehingga untuk memahaminya diperlukan kemampuan matematika
yang
cukup tinggi.
Ketiga, setelah ditelaah ternyata konsep optik geometri
bersifat
kontekstual, karena banyak berkaitan atau ditemui peserta didik
dalam
kehidupan sehari-harinya. Hal ini mengisyaratkan bahwa
kegiatan
pembelajaran pada konsep optik geometri lebih baik menggunakan
model
atau pendekatan yang bersifat kontekstual. Keempat, metode
pembelajaran
yang sering digunakan oleh guru untuk mengajar fisika adalah
ceramah,
diskusi, eksperimen dan pemecahan masalah. Dari keempat metode
yang
sering digunakan di kelas X-D diatas metode ceramah lebih
mendominan
dibandingkan metode diskusi, eksperimen, dan pemecahan masalah
yang
hanya sesekali diterapkan. Kelima, kegiatan pembelajaran yang
dilaksanakan
belum sepenuhnya melibatkan peserta didik secara aktif, sehingga
tidak
semua peserta didik dapat mengembangkan kemampuannya dalam
menyelesaikan permasalahan yang muncul didalam proses belajar
mengajar.
Untuk itu seorang guru harus mampu menerapkan suatu model
pembelajaran
yang dapat melibatkan peserta didik untuk mencari pengetahuannya
sendiri.
Fisika merupakan salah satu cabang dari ilmu pengetahuan
alam
yang di dalamnya dipelajari tentang perilaku dan struktur benda
secara fisis.
Fisika mempelajari gejala alam yang tidak hidup atau materi
dalam lingkup
-
3
ruang dan waktu.2 Tujuan dari mempelajari fisika adalah untuk
mengetahui
keteraturan alam berdasarkan pengamatan manusia melalui proses
ilmiah.
Namun disisi lain peserta didik beranggapan bahwa fisika
merupakan salah
satu mata pelajaran yang paling ditakuti. Padahal, mata
pelajaran fisika itu
sebenarnya menarik dan dekat dengan kehidupan. Oleh sebab itu
perlu
penerapan metode, strategi dan model yang bervariasi dalam
pembelajaran
fisika, sehingga peserta didik tidak menganggap fisika adalah
sesuatu yang
perlu ditakuti, melainkan sesuatu yang menarik untuk
dipelajari.
Kegiatan pembelajaran yang dilaksanakan belum sepenuhnya
melibatkan peserta didik secara aktif, sehingga tidak semua
peserta didik
dapat mengembangkan kemampuan berpikirnya kritis dalam
menyelesaikan
permasalahan yang muncul didalam proses belajar mengajar. Salah
satu
materi pelajaran fisika yang menghubungkan antara konsep dengan
kejadian-
kejadian nyata di lingkungan peserta didik adalah konsep optik
geometri
karena didalamnya berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari
para
peserta didik. Selama ini peserta didik selalu kesulitan
terutama dalam hal
membedakan sifat bayangan maya dan nyata yang terbentuk
khususnya pada
cermin dan lensa. Untuk mengatasi hal tersebut biasanya
mereka
menghafalkan setiap pembentukan bayangan, padahal pembelajaran
yang
diinginkan tidak seperti itu. Peserta didik diharapkan mampu
memahami sifat
bayangan maya dan nyata pada cermin dan lensa. Untuk mencapai
tujuan
tersebut, akan lebih baik jika peserta didik melihat langsung
proses
pembentukan bayangan tersebut, melalui percobaan laboratorium
sehingga
mereka dapat membedakan kedua sifat bayangan tersebut tanpa
harus
menghafal tetapi peserta didik harus memahami dengan benar
sesuai dengan
apa yang mereka lihat ketika melakukan percobaan.
2 Http://id.Wikipedia.or/wiki/fisika diakses pada tanggal 23
desember 2009
-
4
Artinya pembelajaran fisika pada konsep optik geometri
membutuhkan pemahaman tingkat tinggi, bukan hanya bersifat
matematis.
Konsep optik geometri merupakan konsep yang sangat erat
kaitannya dengan
kehidupan sehari-hari. Salah satu model yang mendorong peserta
didik untuk
memiliki kepekaan terhadap lingkungan dan berusaha untuk
memecahkan
masalahnya adalah model problem based learning. Model problem
based
learning dapat melatih peserta didik untuk mengorganisasikan
pengetahuan
dan kemampuan peserta didik, karena menggunakan pendekatan
pemecahan
masalah. Pemecahan masalah akan mengembangkan motivasi,
ketekunan,
dan kepercayaan diri peserta didik. Model pembelajaran ini
menyajikan
masalah, mengajukan pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan
dan
mendiskusikannya untuk menyelesaikan masalah.
Pada model problem based learning pembelajaran dimulai
setelah
peserta didik dikonfrontasi dengan struktur masalah yang rill.
Semua
informasi akan mereka kumpulkan melalui penelaahan materi,
praktikum
ataupun melalui diskusi dengan teman sebaya, untuk dapat
memecahkan
masalah yang dihadapi.3 Pembelajaran berdasarkan masalah
dimaksudkan
untuk meningkatkan hasil belajar fisika dan dapat memotivasi
peserta didik,
karena melalui belajar berdasarkan masalah, peserta didik
belajar bagaimana
menggunakan sebuah proses literatif untuk menilai apa yang
mereka ketahui,
mengidentifikasi apa yang mereka ingin ketahui, mengumpulkan
informasi
dan secara kolaborasi menyelarasi hipotesisnya berdasarkan data
yang telah
mereka kumpulkan.
Berdasarkan uraian di atas, penggunaan model pembelajaran
yang
melibatkan peserta didik mempunyai peranan penting dalam
meningkatkan
hasil belajar fisika. Dipilihnya model problem based learning
dalam
penelitian ini karena model pembelajaran ini pada dasarnya lebih
mendorong
peserta didik untuk aktif dalam memperoleh pengetahuan.
Berdasarkan
3 I Nyoman Suardana, Penerapan strategi pembelajaran berbasis
masalah dengan
pendekatan kooperatif berbantu modul untuk meningkatkan kualitas
proses dan hasil belajar
mahasiswa pada perkuliahan kimia fisika I, dalam jurnal
pendidikan dan pengajaran IKIP Negeri Singaraja: No. 4 TH.XXXIX,
Oktober 2006. h.754
-
5
alasan-alasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian
dengan judul: Implementasi Model Problem Based-Learning
untuk
Meningkatkan Hasil Belajar Fisika pada Konsep Optik
Geometri.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas,
maka dapat diidentifikasi permasalahan-permasalahan sebagai
berikut :
1. Terdapat kesulitan peserta didik dalam memahami konsep Optik
Geometri
berdasarkan hasil observasi awal.
2. Belum ada model pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil
belajar
peserta didik pada konsep optik geometri.
3. Terdapat faktor-faktor kesulitan yang dihadapi peserta didik
ketika
mempelajari konsep Optik Geometri.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memfokuskan masalah yang diteliti, maka masalah yang
akan
diteliti dibatasi pada penerapan model problem based learning
dalam
meningkatkan hasil belajar fisika pada konsep optik geometri.
Ada pun
masalah yang akan dibatasi pada:
1. Model pembelajaran yang digunakan adalah model problem
based
learning menurut Arends yang terdiri dari 5 tahapan
pembelajaran.
2. Hasil belajar yang diteliti merupakan hasil belajar peserta
didik pada ranah
kognitif menurut Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh
Anderson dan
Krathwohl yang mencakup aspek C1, C2, C3, C4 dan C5.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: Apakah penerapan Model Problem
Based
Learning dapat meningkatkan hasil belajar fisika pada konsep
optik
geometri?.
Pertanyaan-pertanyaan dalam penelitian ini, sebagai berikut
:
-
6
1. Bagaimana hasil belajar fisika peserta didik setelah
penerapan model
problem based-learning ?
2. Apakah model problem based-learning merupakan pembelajaran
yang
efektif diterapkan pada konsep optik geometri ?
E. Tujuan Hasil Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui :
1. Seberapa besar peningkatan hasil belajar fisika pada konsep
optik
geometri.
2. Keefektifan penerapan model problem based-learning dalam
pembelajaran
fisika pada konsep optik geometri.
F. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peserta
didik,
guru, dan peneliti. Adapun manfaat dari penelitian ini
secara:
1. Peserta didik, penelitian ini diharapkan dapat mengatasi
kesulitan peserta
didik dalam pempelajari konsep fisika.
2. Guru, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan alternatif
pilihan untuk
menggunakan model pembelajaran yang lebih efektif dalam
pembelajaran
fisika.
3. Peneliti, penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan
baru dalam
bidang penelitian pendidikan dan model-model pembelajaran yang
akan
menjadi bekal untuk diaplikasikan dalam kehidupan nyata
setelah
menyelesaikan studinya.
-
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN HIPOTESIS TINDAKAN
A. Acuan Teori dan Fokus yang Diteliti
Untuk meningkatkan kualitas proses dan hasil belajar peserta
didik,
para ahli pembelajaran telah menyarankan penggunaan
paradigma
pembelajaran konstruktivisme untuk kegiatan belajar mengajar di
kelas.
Dengan perubahan paradigma belajar tersebut terjadi perubahan
pusat
pembelajaran dari belajar berpusat pada guru menjadi berpusat
pada peserta
didik. Ketika guru mengajar di kelas, guru harus berupaya
menciptakan
kondisi lingkungan belajar yang dapat membelajarkan peserta
didik, dapat
mendorong peserta didik untuk belajar, atau memberi kesempatan
peserta
didik untuk berperan aktif mengonstruksi konsep-konsep yang
akan
dipelajari. Problem based learning merupakan model pembelajaran
yang
dasar filosofinya konstruktivisme, yang kegiatan belajar
mengajarnya
berpusat pada peserta didik.4 Problem based learning adalah
pembelajaran
yang melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah
melalui
tahapan-tahapan metode ilmiah sehingga peserta didik dapat
mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus
memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.5 Adapun
dalam
penelitian ini, fokus yang diteliti tentang model problem based
learning
untuk meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik pada
konsep Optik
Geometri.
1. Pendekatan Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah proses membangun atau menyusun
pengetahuan baru dalam struktur kognitif peserta didik
berdasarkan
pengalaman. Pengetahuan yang diperoleh peserta didik adalah
4 I Wayan Dasna dan Sutrisno, Pembelajaran Berbasis Masalah
(Problem based
learning), dari
Http://lubisgafura.wordpress.com/2007/12/16Pembelajaran-berbasis
-masalah/
5Ibid
7
-
8
pengetahuan yang terbentuk bukan hanya dari objek semata, tetapi
juga
dari kemampuan individu sebagai subjek yang menangkap setiap
objek
yang diamatinya. Menurut konstruktivisme, pengetahuan itu
memang
berasal dari luar, akan tetapi dikonstruksi oleh dan dari dalam
diri
seseorang.6
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran
yang
bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari
apa yang
dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan
yang
baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini
merupakan
himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini
menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi
lebih
dinamis.7 Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran
yang
menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam indra
manusia.
Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam
kaedah
pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah, maktab dan
universiti
tetapi tidak begitu terlihat dan tidak ditekankan.8 Kontruksi
berarti
bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan,
Konstruktivisme
adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang
berbudaya
modern. Konstruktivisme merupakan landasan berfikir
(filosofi)
pembelajaran konstektual yaitu bahwa pengetahuan dibangun
oleh
manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks
yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong. Pengetahuan
bukanlah
seperangkat fakta-fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk
diambil dan
diingat. Manusia harus mengkontruksi pengetahuan itu dan
memberi
makna melalui pengalaman nyata.9
6 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008), h.264 7
http://id.wikipedia.org/wiki/Konstruktivisme"/2009/10/20 8
Http://www.teachersrock.net/teori-konstruktivisme. html diakses
pada tanggal 20
oktober 2009 9Sutisna, Teori Pembelajaran Konstruktivisme,
artikel diakses pada tanggal 20 oktober
2009 dari
http://sutisna.com/psikologi/psikologi_pendidikan/teori belajar
konstruktivisme.
-
9
Teori konstruktivisme menyatakan bahwa peserta didik harus
menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi kompleks,
mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya
apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai.10
Sistem pendekatan
konstruktivis dalam pengajaran lebih menekankan pengajaran top
down
dari pada bottom up berarti peserta didik memulai dengan
masalah
kompleks untuk dipecahkan, kemudian menemukan keterampilan
dasar
yang diperlukan.11
Inti teori konstruktivisme ialah gagasan bahwa pelajar
masing-masing harus menemukan dan mengubah informasi yang
rumit
kalau mereka ingin menjadikannya milik sendiri. Teori
konstruktivisme
melihat pelajar terus-menerus memeriksa informasi baru terhadap
aturan-
aturan lama dan kemudian mengubah aturan tersebut apabila hal
itu tidak
lagi berguna.12
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pendekatan
konstruktivisme adalah pendekatan pembelajaran yang mengacu
kepada
teori belajar konstruktivisme yang lebih menfokuskan pada
kesuksesan
peserta didik dalam mengorganisasikan pengalaman mereka.
Bukan
kepatuhan peserta didik dalam refleksi atas apa yang telah
diperintahkan
dan dilakukan oleh guru. Dengan kata lain, peserta didik
lebih
diutamakan untuk mengonstruksi sendiri pengetahuan mereka
melalui
asimilasi dan akomodasi.
2. Model Problem Based-Learning (PBL)
Untuk meningkatkan hasil belajar fisika peserta didik,
diperlukan
adanya pendekatan pembelajaran yang melibatkan peserta didik
secara
aktif dan mendorong peserta didik untuk lebih berpikir kreatif
dalam
memecahkan berbagai masalah yang berkenaan dengan materi
10 Trianto, Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi
Konstruktivisme, (Jakarta:
Prestasi Pustaka, 2007), hal. 13
11 Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta:
Kencana, 2009), hal. 145 12 Robert E. Slavin, Psikologi Pendidikan
Teori dan Aplikasi, (Jakarta: PT. Indeks, 2009),
hal. 6
-
10
pembelajaran fisika. Salah satu pendekatan pembelajaran yang
mendorong peserta didik untuk lebih aktif dalam memecahkan
masalah
ialah Model Problem-Based Learning.
Problem-Based Learning adalah suatu model pembelajaran yang
merupakan bagian dari pembelajaran Contextual Teaching and
Learning
(CTL). CTL juga sering dikenal dengan istilah pendekatan
kontekstual.
Adapun yang melandasi pengembangan pendekatan kontekstual
adalah
konstruktivisme, yaitu filosofi belajar yang menekankan bahwa
belajar
tidak hanya sekedar menghapal. Peserta didik harus
mengkonstruksikan
pengetahuan di benak mereka sendiri. Bahwa pengetahuan tidak
dapat
dipisah-pisahkan menjadi fakta atau proposisi yang terpisah,
tetapi
mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
Konstruktivisme
berakar pada filsafat pragmatisme yang digagas oleh John Dewey
pada
awal abad 20 yang lalu.13
Melalui landasan konstruktivisme, CTL dipromosikan menjadi
alternatif strategi belajar yang baru. Melalui strategi CTL
peserta didik
diharapkan dapat belajar melalui mengalami, dengan
menghafal.
Menurut filosofi konstruktivisme, pengetahuan bersifat
non-obyektif,
temporer dan selalu berubah. Belajar adalah pemaknaan
pengetahuan,
bukan perolehan pengetahuan dan mengajar diartikan sebagai
kegiatan
atau proses menggali makna, bukan memindahkan pengetahuan
kepada
orang yang belajar.
CTL itu sendiri merupakan konsep belajar yang membantu guru
mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia
nyata
peserta didik dan mendorong peserta didik untuk dapat
menerapkannya
dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat diperlukan
karena
kebanyakan para peserta didik tidak dapat menerapakan
pengetahuan
yang dimilikinya dalam kehidupan mereka yang disebabkan
kurang
menariknya metode pembelajaran yang diterapkan oleh guru. Untuk
itu
13Yatim Riyanto, Op.Cit, hal. 166
-
11
seorang guru harus jeli dalam menerapkan metode apa yang sesuai
untuk
peserta didik dalam pencapaian tujuan pendidikan yang
diharapkan.
Peserta didik tidak hanya dijadikan sebagai objek dalam
pembelajaran,
melainkan sebagai subjek yang berperan dalam proses
pembelajaran.
Sehubungan dengan itu maka pendekatan pengajaran kontekstual
harus menekankan pada hal-hal berikut:
1) Belajar berbasis masalah (problem - based learning), yaitu
suatu
pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang
berfikir
kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk
memperoleh
pengetahuan dan konsep yang esensi dari materi pelajaran.
2) Pengajaran autentik (authentic intruction) yaitu
pendekatan
pengajaran yang memperkenankan peserta didik untuk
mempelajari
konteks bermakna
3) Belajar berbasis inquiri (inquiry-based learning) yang
membutuhkan
strategi pengajaran yang mengikuti metodologi sains dan
menyediakan kesempatan untuk pembelajaran bermakna.
4) Belajar berbasis proyek/tugas (project-based learning)
yang
membutuhkan suatu pendekatan pengajaran komprehebsif dimana
lingkungan belajar peserta didik didesain agar peserta didik
dapat
melakukan penyelidikan terhadap masalah autentik termasuk
pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan
melaksanakan
tugas bermakna lainnya.
5) Belajar berbasis kerja (work-based learning) yang memerlukan
suatu
pendekatan pengajaran yang memungkinkan peserta didik
menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi
pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut
dipergunakan kembali ditempat kerja.
6) Belajar berbasis jasa-layanan (service learning) yang
memerlukan
penggunaan metodelogi pengajaran yang mengkombinasikan jasa-
-
12
layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah
untuk
merefleksikan jasa-layanan tersebut.
7) Belajar kooperatif (cooperative learning) yang memerlukan
pendekatan pengajaran melalui penggunaan kelompok kecil
peserta
didik untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan belajar.
Dari ketujuh komponen tersebut, konsep Belajar Berdasarkan
Masalah termasuk di dalamnya. Maka dari itu jelaslah bahwa
model
pembelajaran berdasarkan masalah merupakan bagian dari
pembelajaran
Contextual Teaching and Learning yang berakar dari
pembelajaran
konstruktivisme.
Sebagaimana umumnya model-model pembelajaran lain, problem
based learning memiliki beberapa landasan teori khusus yang
membedakannya dengan model pembelajaran lain. Beberapa teori
yang
melandasi problem based learning itu adalah sebagai
berikut:14
1. Dewey dan Kelas Demokratis
Dewey menggambarkan suatu pandangan tentang pendidikan agar
sekolah seharusnya mencerminkan masyarakat yang lebih besar
dan
kelas merupakan laboratorium untuk pemecahan masalah
kehidupan
yang nyata.15
Dewey juga menganjurkan guru untuk mendorong peserta
didik terlibat dalam proyek atau tugas berorientasi masalah
dan
membantu mereka menyelidiki masalah-masalah intelektual
sosial.
Pembelajaran di sekolah seharusnya lebih memiliki manfaat
daripada abstrak dan pembelajaran yang memiliki manfaat terbaik
dapat
dilakukan oleh peserta didik dalam kelompok-kelompok kecil
yang
menarik dan pilihan mereka sendiri. Visi pembelajaran yang
berdaya
guna atau berpusat pada masalah digerakkan oleh keinginan
bawaan
peserta didik untuk menyelidiki secara pribadi situasi yang
bermakna
14
Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nur, Pembelajaran Berdasarkan
Masalah (Buku Ajar Mahasiswa) (Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya Press, 2001), h. 15 24.
15 Ibid. hal 16
-
13
secara jelas menghubungkan PBI kontemporer dengan filosofi
pendidikan
dan pedagogi Dewey.
2. Piaget, Vygotsky, dan Konstruktivisme
Jean Piaget menyatakan bahwa setiap anak memiliki rasa ingin
tahu bawaan dan secara terus menerus berusaha memahami dunia
di
sekitarnya.16
Rasa ingin tahu ini, memotivasi mereka secara aktif untuk
membangun tampilan dalam otak mereka tentang lingkungan yang
mereka hayati.
Pada semua tahap perkembangan, setiap anak perlu memahami
lingkungan mereka. Tugas pendidikan yang berkaitan dengan hal
itu
adalah memotivasi mereka untuk menyelidiki dan membangun
teori-teori
yang menjelaskan lingkungan itu. Peserta didik dalam segala usia
secara
aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan
membangun
pengetahuan mereka sendiri. Pengetahuan tidak statis tetapi
secara terus-
menerus tumbuh dan berubah pada saat peserta didik mendapat
pengalaman baru yang memaksa mereka membangun dan
memodifikasi
pengetahuan awal mereka.
Lev Vygotsky juga mengemukakan pendapat yang sama dengan
Piaget yaitu perkembangan intelektual terjadi pada saat
individu
berhadapan dengan pengalaman baru dan menantang ketika
mereka
berusaha untuk memecahkan masalah yang dimunculkan oleh
pengalaman ini.17
Peserta didik mempunyai dua tingkat perkembangan,
yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan
potensial.
Konsep ini disebut dengan zone of proximal development.
Tingkat
perkembangan aktual didefinisikan sebagai penggunaan fungsi
intelektual individu saat ini dan kemampuan untuk belajar
sesuatu yang
khusus atas kemampuannya sendiri. Sedangkan tingkat
perkembangan
potensial didefinisikan sebagai tingkat ketika seorang individu
dapat
memfungsikan atau mencapai tingkat itu dengan bantuan orang
lain,
16 Ibid . hal 17 17 Ibid. hal 18
-
14
seperti guru, orang tua, atau teman sejawat yang kemampuannya
lebih
tinggi.18
3. Bruner dan Pembelajaran Penemuannya
Jerome Bruner mengajukan sebuah model pembelajaran yang
menekankan pentingnya membantu peserta didik memahami
struktur
atau ide kunci dari suatu disiplin ilmu.19
Hal ini akan menuntut peserta
didik untuk aktif terlibat dalam proses pembelajaran.
Pembelajaran
berdasarkan masalah juga bergantung pada konsep lain dari
Bruner, yaitu
scaffolding. Bruner memberikan scaffolding sebagai suatu proses
ketika
seorang peserta didik dibantu menuntaskan masalah tertentu
melampaui
kapasitas perkembangannya melalui bantuan (scaffolding) dari
seorang
guru atau orang lain yang memiliki kemampuan lebih.20
a. Pengertian Model Problem Based-Learning
Banyak pakar pendidikan mendefinisikan Problem
Based-Learning
diantaranya yaitu menurut Duch, Problem Based-Learning adalah
metode
pendidikan yang mendorong peserta didik mengenal cara belajar
dan
bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian
masalah-
masalah di dunia nyata. Simulasi masalah digunakan untuk
mengaktifkan
keingintahuan peserta didik sebelum mulai mempelajari suatu
subjek.
Model problem based learning memfokuskan pada peserta didik
dengan
mengarahkan peserta didik menjadi pebelajar yang mandiri dan
terlibat
langsung secara aktif. Dalam pembelajaran kelompok model ini
dapat
membantu peserta didik untuk mengembangkan kemampuan
berpikir
peserta didik dalam mencari pemecahan masalah.21
Pengajaran berdasarkan masalah merupakan suatu pendekatan
pembelajaran dimana peserta didik mengerjakan permasalahan
yang
otentik dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka
sendiri
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat
tinggi,
18 Ibid. hal 19 19 Ibid. hal 20 20 Ibid hal 22 21Yatim Riyanto.
Op.Cit, hal. 288
-
15
mengembangkan kemandirian dan percaya diri.22
Menurut I Wayan bahwa
Problem Based-Learning adalah suatu model pembelajaran yang
melibatkan peserta didik untuk memecahkan suatu masalah melalui
tahap-
tahap metode ilmiah sehingga peserta didik dapat mempelajari
pengetahuan yang berhubungan dengan masalah tersebut dan
sekaligus
memiliki keterampilan untuk memecahkan masalah.23
Menurut Arends salah satu model pembelajaran yang dapat
membantu peserta didik berlatih memecahkan masalah adalah
model
Problem Based-Learning. Model ini merupakan pendekatan
pembelajaran
peserta didik pada masalah autentik (nyata) sehingga peserta
didik dapat
menyusun pengetahuannya sendiri, menumbuhkembangkan
keterampilan
yang tinggi dan inkuiri, memandirikan peserta didik, dan
meningkatkan
keterpecayaan dirinya.24
Menurut Hamzah problem based-learning merupakan salah satu
metode pembelajaran dimana Authentic Assesment dapat
diterapkan
secara komprehensif.25
Problem based-learning merupakan metode
instruksional yang menantang peserta didik agar mau belajar
bekerja sama
dalam kelompok untuk mencari solusi untuk masalah yang nyata.
Masalah
ini digunakan untuk mengaitkan rasa keingintahuan serta
kemampuan
analisis peserta didik atas materi pelajaran. 26
Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas dapat
disimpulkan bahwa model problem based learning memfokuskan
peserta
didik untuk aktif dalam kegiatan pembelajaran dan mendorong
peserta
didik agar lebih kreatif dalam memecahkan
permasalahan-permasalahan
22 Trianto, Op.Cit ,hal. 68 23 I Wayan Dasna, Op.Cit
24Nurhayati Abas, Penerapan Model Pembelajaran Berdasarkan
Masalah (Problem Based-
Learning) dalam pembelajaran Matematika di SMU, dalam Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, No. 051, Th. Ke-10, November 2004, hal.
833
25 Mrih Kuwato, Peningkatan Pembelajaran Antropologi Melalui
Problem Based-Learning pada Siswa Kelas XI Bahasa SMA Negeri 2
Wonogiri Tahun Pelajarn 2006/2007, dalam Jurnal yang berjudul
WIDYATAMA Vol.3, No.4 Desember 2006, hal.45-60.
26M. Taufik Amir, Inovasi Pendidikan Melalui Problem
Based-Learning, (Jakarta:
Kencana,2009). h.21
-
16
yang dihadapinya. Permasalahan-permasalahan ini tentunya yang
ada
kaitannya antara materi yang diajarkan dengan kehidupan
keseharian
peserta didik. Selain itu, seorang guru berperan sebagai
fasilitator yang
membantu peserta didik untuk memecahkan masalah dalam
pelaksanaan
penerapan model problem based-learning tersebut.
b. Manfaat Model Problem Based-Learning (PBL)
Problem based-learning tidak dirancang untuk membantu guru
memberikan informasi sebanyak-banyaknya kepada peserta
didik.
Problem based-learning dikembangkan untuk membantu peserta
didik
mengembangkan kemampuan berfikir, pemecahan masalah, dan
keterampilan intelektual; belajar berbagai peran orang dewasa
melalui
keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau simulasi; dan
menjadi
pembelajaran yang otonom dan mandiri. Menurut Sudjana manfaat
khusus
yang diperolah dari metode Dewey adalah metode pemecahan
masalah.
Tugas guru adalah membantu para peserta didik merumuskan
tugas-tugas,
dan bukan menyajikan tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran
tidak
dipelajari dari buku, tetapi dari masalah yang ada di
sekitarnya.27
c. Karakteristik Model Problem Based-Learning
Problem based-learning memiliki karakteristik-karakteristik
sebagai berikut :28
1) Belajar dimulai dengan suatu masalah.
2) Memastikan bahwa masalah yang diberikan berhubungan dengan
dunia
nyata peserta didik.
3) Mengorganisasikan pelajaran diseputar masalah, bukan
diseputar
disiplin ilmu.
4) Memberikan tanggung jawab yang besar kepada pembelajar
dalam
27Anwar Holil, Model Pembelajaran Berdasarkan Masalah dari
http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/model-pembelajaran-berdasarkan-masalah.html
28 I Wayan Sadia, Pengembangan Kemampuan Berpikir Formal Siswa
SMA Melalui Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning dan
Cycle Learning Dalam Pembelajaran Fisika, dalam Jurnal Pendidikan
dan Pengajaran UNDIKSHA, Jakarta, No.1 Th.XXXX Januari 2007, h.
3
-
17
membentuk dan menjalankan secara langsung proses belajar
mereka
sendiri.
5) Menggunakan kelompok kecil.
6) Menuntut peserta didik untuk mendemontrasikan apa yang telah
mereka
pelajari dalam bentuk suatu produk atau kinerja.
d. Outcome dari Model Problem based-learning
Ada tiga hasil belajar (outcome) yang diperoleh dari
pembelajar
yang diajar dengan menggunakan model Problem based-learning
yaitu:29
1) Inquiry dan keterampilan melakukan pemecahan masalah.
2) Belajar model peraturan orang dewasa (adult role
behaviors).
3) Keterampilan belajar mandiri (skill for independent
learning.)
e. Implementasi Model Problem based-learning dalam
Pembelajaran
Secara umum penerapan model ini di mulai dengan adanya
masalah yang harus dipecahkan atau dicari pemecahannya oleh
peserta
didik. Masalah tersebut dapat berasal dari peserta didik atau
mungkin juga
diberikan oleh pengajar. Peserta didik akan memusatkan
pembelajaran di
sekitar masalah tersebut, dengan arti lain peserta didik belajar
teori dan
metode ilmiah agar dapat memecahkan masalah yang menjadi
pusat
perhatiannya. Pemecahan masalah dalam Problem based-learning
harus
sesuai dengan langkah-langkah metode ilmiah. Dengan demikian
peserta
didik belajar memecahkan masalah secara sistematis dan
terencana. Oleh
sebab itu, penggunaan Problem based-learning dapat
memberikan
pengalaman belajar melakukan kerja ilmiah yang sangat baik
kepada
peserta didik. Ada 5 tahap utama dalam Problem
based-learning.yang
dimulai dengan guru memperkenalkan peserta didik dengan suatu
situasi
masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis kerja peserta
didik.
Kelima tahapan tersebut disajikan pada Tabel dibawah ini.
29I Wayan Dasna Op.Cit. h. 2
-
18
Tabel 2.1 Tahapan-Tahapan model Problem based-learning
menurut
Arends
Tahap Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi peserta didik
kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan pembelajaran,
menjelaskan logistik yang dibutuhkan,
memotivasi peserta didik terlibat pada
aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya.
Tahap 2
Mengorganisasi peserta
didik untuk belajar
Guru membantu peserta didik
mendefinisikan dan mengorganisasikan
tugas belajar yang berhubungan dengan
masalah tersebut.
Tahap 3
Membimbing
penyelidikan individu
maupun kelompok
Guru mendorong peserta didik untuk
mengumpulkan informasi yang sesuai,
melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatkan penjelasan dan pemecahan
masalah.
Tahap 4
Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya
Guru membantu peserta didik dalam
merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai seperti laporan, video, dan model dan
membantu mereka untuk berbagi tugas
dengan temannya.
Tahap 5
Menganalisis dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu peserta didik untuk
melakukan evaluasi terhadap penyelidikan
mereka dan proses yang mereka gunakan.30
Pada fase pertama hal-hal yang perlu dielaborasi antara
lain:
1. Tujuan utama pembelajaran bukan untuk mempelajari sejumlah
besar
30 Muslimin Ibrahim dan Mohamad Nor, Op.Cit, h. 13
-
19
informasi baru tetapi untuk menginvestigasi berbagai
permasalahan
penting dan menjadi pembelajaran mandiri.
2. Permasalahan atau pertanyaan yang diinvestigasi tidak
memiliki jawaban
mutlakbenar dan sebagian bear permasalahan kompleks memiliki
banyak solusi yang kadang-kadang saling bertentangan.
3. Selama fase investigasi pelajar, peserta didik didorong untuk
melontarkan
pertanyaan dan mencari informasi. Guru memberikan bantuan
tetapi
peserta didik harus berusaha bekerja secara mandiri atau dengan
teman-
temannya.
4. Selama fase analisis dan penjelasan pelajaran, peserta didik
didorong
untuk mengekspresikan ide-idenya secara bebas dan terbuka.
Pada fase kedua, guru diharuskan untuk mengembangkan
keterampilan kolaborasi di antara peserta didik dan membantu
mereka untuk
menginvestigasi masalah secara bersama-sama. Pada tahap ini pula
guru
diharuskan membantu peserta didik merencanakan tugas
insvestigatif dan
pelaporannya.
Pada fase ketiga, guru membantu peserta didik menentukan
metode
investigasi. Penentuan tersebut didasarkan pada sifat masalah
yang hendak
dicari jawabannya atau dicari solusinya.
Pada fase keempat, penyelidikan diikuti dengan pembuatan
artefak
dan exhibits. Artefak dapat berupa laporan tertulis, termasuk
rekaman proses
yang memperlihatkan situasi yang bermasalah dan solusi yang
diusulkan.
Artefak dapat berupa model-model yang mencakup representasi
fisik dari
situasi masalah atau solusinya. Exhibit adalah pendemonstrasian
atas produk
hasil investigasi atau artefak tersebut.
Pada fase kelima, tugas guru adalah membantu peserta didik
menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri
dan
keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan. Lingkungan
belajar dan
sistem pengelolaan pembelajaran berbasis masalah harus ditandai
oleh
keterbukaan, keterlibatan aktif peserta didik, dan atmosfer
kebebasan
intelektual. Dalam pengelolaan model problem based learning
memerhatikan
-
20
hal-hal seperti situasi multitugas yang akan berimplikasi pada
jalannya
penyelesaian masalah, pekerjaan peserta didik, dan gerakan dan
perilaku di
luar kelas.31
f. Kelebihan dan Kekurangan Model Problem based-learning
Seiring perkembangan zaman, Problem based-learning mulai
merambah kedunia pendidikan. Secara perlahan ilmu-ilmu
pengetahuan
umum mulai melakukan penerapan model Problem based-learning, hal
ini
banyak terlihat dari hasil-hasil penelitian dalam dunia
pendidikan yang
menerapkan model Problem based-learning dalam proses
pembelajaran di
sekolah.
Problem based-learning ini mengkolaborasikan antara
pemberian
materi dan pemecahan masalah. Peserta didik dibagi kedalam
beberapa
kelompok, kemudian mereka diberi perlakuan sesuai dengan
tahapan-
tahapan yang terdapat dalam Problem based-learning. Dalam
Problem
based-learning, peserta didik dituntut bertanggung jawab atas
pendidikan
yang mereka jalani, serta diarahkan untuk tidak terlalu
tergantung pada
guru. Problem based-learning membentuk peserta didik mandiri
yang
dapat melanjutkan proses belajar pada kehidupan dan karir yang
akan
mereka jalani. Seorang guru lebih berperan sebagai fasilitator
atau tutor
yang memandu peserta didik menjalani proses pendidikan. Ketika
peserta
didik menjadi lebih cakap dalam menjalani proses belajar Problem
based-
learning, peranan tutor dalam proses pembelajaran akan
berkurang
keaktifannya.
Proses belajar dalam Problem based-learning dibentuk dari
ketidakteraturan dan kompleksnya masalah yang ada di dunia
nyata. Hal
tersebut digunakan sebagai pendorong bagi peserta didik untuk
belajar
mengintegrasikan dan mengorganisasi informasi yang didapat,
sehingga
nantinya dapat selalu diingat dan diaplikasikan untuk
menyelesaikan
masalah-masalah yang akan dihadapi. Masalah-masalah yang
didesain
31 Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi
PAIKEM, (Surabaya :
PUSTAKAPELAJAR 2009), Hal. 74
-
21
dalam Problem based-learning memberi tantangan pada peserta
didik
untuk lebih mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan
mampu
menyelesaikan masalah secara efektif.
Peserta didik dihadapkan pada masalah dan mencoba untuk
menyelesaikan dengan bekal pengetahuan yang mereka miliki.
Pertama-
tama mereka mengidentifikasi apa yang harus dipelajari untuk
memahami
lebih baik permasalahan - permasalahan dan mencari bagaimana
cara
memecahkannya. Langkah selanjutnya, peserta didik mulai
mencari
informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, laporan,
informasi
online atau bertanya pada pakar yang sesuai dengan bidangnya.
Melalui
cara ini, belajar dipersonalisasi sesuai dengan kebutuhan dan
gaya tiap
individu. Setelah mendapatkan informasi, mereka kembali pada
masalah
dan mengaplikasikan apa yang telah mereka pelajari untuk
lebih
memahami dan menyelesaikannya. Di akhir proses, peserta
didik
melakukan penilaian terhadap dirinya dan memberi kritik yang
mambangun bagi teman-temannya.
Dari uraian di atas jelas bahwa Problem based-learning dapat
mendorong peserta didik mempunyai inisiatif untuk belajar
mandiri. Maka
dari itu dapat dikatakan bahwa Problem based-learning
sebaiknya
digunakan dalam pembelajaran karena mempunyai kelebihan
diantaranya :
(1) merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami
isi
pelajaran. (2) menantang kemampuan peserta didik serta
memberikan
kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi peserta didik.
(3)
meningkatkan aktivitas pembelajaran peserta didik. (4) membantu
peserta
didik mentransfer pengetahuan mereka untuk memahami masalah
dalam
kehidupan nyata. (5) membantu peserta didik untuk
mengembangkan
pengetahuan barunya dan bertanggung jawab dalam pembelajaran
yang
merekalakukan. (6) mendorong peserta didik untuk melakukan
evaluasi
sendiri baik terhadap hasil maupun proses belajarnya.(7)
memperlihatkan
kepada peserta didik bahwa mata pelajaran apapun pada
dasarnya
merupakan cara berpikir, dan sesuatu yang harus dimengerti oleh
peserta
-
22
didik bukan hanya sekedar belajar dari guru dan buku. (8)
mengembangkan kemampuan peserta didik untuk berpikir kritis
dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan
pengetahuan baru. (9) Memberikan kesempatan pada peserta didik
untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia
nyata.32
Selain kelebihan, tentunya model Problem based-learning juga
mempunyai kelemahan. Adapun kelemahanya ialah : (1) untuk
peserta
didik yang malas tujuan dari model tersebut tidak dapat
tercapai. (2)
membutuhkan banyak waktu dan dana. (3) tidak semua mata
pelajaran
dapat diterapkan dengan model ini. 33
3. Hasil Belajar
a. Pengertian Hasil Belajar
Menurut Witerington dalam Ngalim Purwanto bahwa belajar
adalah sesuatu perubahan yang menyatakan diri sebagai suatu pola
baru
dari pada reaksi yang berupa kecakapan, sikap, kebiasaan,
kepribadian
atau suatu pengertian.34
Belajar adalah proses perubahan dari belum
mampu menjadi sudah mampu, yang terjadi dalam jangka waktu
tertentu.
Perubahan yang terjadi harus secara relative yang bersifat
menetap
(permanen) dan tidak hanya terjadi pada perilaku yang saat ini
nampak,
tetapi perilaku yang mungkin terjadi di masa mendatang. Oleh
karena itu,
perubahan-perubahan terjadi karena pengalaman.35
Belajar adalah suatu
proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan
tersebut
ditampakkan dalam bentuk peningkatkan kualitas dan kuantitas
tingkah
laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap,
kebiasaan,
32 Wina Sanjaya, Op.Cit, h.220 33
http://gurupkn.wordpress.com/2007/11/16/pembelajaran-berdasarkan-masalah/
34 M.Ngalim Prwanto,Psikologi Pendidikan, (Bandung:Remaja Rosda
Karya,2000),
hal.84 35 Zikri Neni Iska, Psikologi Pengantar Pemahaman Diri
dan Lingkungan, (Jakarta: Kizi
Brothers, 2006), hal.76
-
23
pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain.36
Sedangkan hasil belajar adalah pola-pola perubahan
nilai-nilai,
pengertian-pengertian, sikap-sikap, apresiasi dan
keterampilan.37
Menurut
Bloom, hasil belajar adalah mencakup kemampuan kognitif, afektif
dan
psikomotorik.38
Hasil belajar adalah perubahan tingkah laku secara
keseluruhan
bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusian saja. Artinya,
hasil
pembelajaran yang dikategorikan oleh para pakar pendidikan
sebagaimana
tersebut di atas tidak dilihat secara fragmentaris atau
terpisah,melainkan
komprehensif.39
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
yang
dimaksud dengan hasil belajar fisika adalah hasil penilaian
setelah peserta
didik melakukan pembelajaran. Namun, berdasarkan pembatasan
masalah
seperti yang telah diuraikan di Bab I, maka hasil belajar yang
dimaksud
pada penelitian ini hanya terbatas pada hasil penilaian
kognitif.
Faktor-faktor yang dapat memyebabkan timbulnya kesulitan-
kesulitan dalam belajar di sekolah itu banyak dan beragam.
Penyebab
kesulitan belajar tersebut dapat di kelompokkan menjadi dua
bagian besar
yaitu faktor yang berasal dari diri individu peserta didik yang
belajar dan
faktor yang berasal dari luar diri peserta didik. Faktor
internal yang ada
pada diri peserta didik adalah faktor kemampuan intelektual
seperti
perasaan, minat , motivasi, kematangan untuk belajar, kebiasaan
belajar,
kemampuan menginggat, dan kemmapuan alat inderanya dalam
melihat
dan mendengar. Sedangkan faktor eksternal yang ada di luar diri
peserta
didik adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi belajar
mengajar seperti
guru, kualitas proses belajar mengajar serta lingkungan seperti
teman
sekelas, keluarga dan sebagainya.40
36 Thursan Hakim, Belajar Secara Efektif, (Jakarta: Pustaka
Pembanggunan Swadaya
Nusantara: 2008), hal. 1 37 Agus Suprijono, Op.Cit. hal. 5 38
Agus Suprijono, Op.Cit. hal. 6 39 Agus Suprijono, Op.Cit. hal.7 40
Alisuf Sabri, Psikologi Pendidikan, (Jakarta : Pedoman Ilmu Jaya,
2007), hal. 89
-
24
Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan
dalam belajar dibagi menjadi dua bagian besar yaitu faktor
internal dan
faktor eksternal. Dalam faktor internal yang mempengaruhi adalah
faktor
biologis (jasmaniah) dan faktor psikologis (rohaniah), sedangkan
untuk
faktor eksternal yang mempengaruhi meliputi faktor lingkungan
keluarga,
faktor lingkungan sekolah, faktor lingkungan masyarakat dan
faktor
waktu.41
Dari pendapat di atas, diketahui bahwa strategi merupakan
salah
salah satu faktor yang menentukan dalam pembelajaran fisika.
Pembelajaran fisika akan lebih bermakna apabila diimbangi
dengan
strategi belajar yang tepat, dalam hal ini pemilihan metode
dan
penggunaan model pembelajaran yang tepat sebagai alat hasil
belajar
peserta didik. Pembelajaran harus melibatkan peserta didik
secara aktif
dalam belajar, terlebih lagi jika mereka dapat bekerja sama dan
saling
membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran.
b. Hubungan Pembelajaran Problem Based Learning dengan Hasil
Belajar.
Pengajaran dengan penerapan model problem based learning
dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-
banyaknya kepada peserta didik. Model problem based learning
dikembangkan terutama untuk membantu peserta didik dalam
mengembangkan kemampuan berpikir, memecahkan masalah, dan
keterampilan intelektual, serta belajar tentang berbagai peran
orang
dewasa melalui keterlibatan mereka dalam pengalaman nyata atau
simulasi
dan menjadi pembelajaran yang otonom serta mandiri.
Maka dari itu, untuk mencapai itu semua diperlukan suatu
kesungguhan dari semua pihak dalam pelaksanaan penerapan
model
problem based learning. Dengan kesungguhan dan dukungan dari
semua
pihak, maka tidak tertutup kemungkinan akan diperoleh hasil yang
optimal
dalam hal ini ialah hasil belajar peserta didik. Dengan adanya
model
41 Thursan Hakim, Op.Cit. hal. 11
-
25
problem based learning, peserta didik lebih ditempatkan sebagai
subjek
yang berperan dalam proses pembelajaran.
Sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Aeni
dalam
skripsi yang berjudul: Pendekatan Konstruktivisme dengan
Model
Pembelajaran Problem Based Learning untuk Meningkatkan
Pemahaman
Siswa pada Konsep Laju Reaksi. Menyimpulkan bahwa penerapan
model
problem based learning dapat meningkatkan hasil belajar,
keaktifan
peserta didik dalam proses pembelajaran dan kemampuan peserta
didik
dalam memecahkan masalah.
Penelitian yang telah dilaakukan Suherman dalam skripsi yang
berjudul: Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Fisika melalui
Penerapan
Model Pembelajaran Problem Based Learning. Dari penelitian
yang
telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa pembelajaran
dengan
menggunakan model pembelajaran problem based learning dapat
meningkatkan hasil belajar peserta didik.
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, model
problem
based learning secara umum dapat meningkatkan hasil belajar
peserta
didik. Peningkatkan ini tidak hanya berupa Peningkatan
kognitifnya saja,
melainkan peningkatkan pada ranah afektif dan psikomotornya
juga.
Karena model problem based learning fokus perhatian pembelajaran
tidak
hanya pada perolehan pengetahuan deklaratif, oleh karena itu
tugas
penilaian tidak cukup bila penilaiannya hanya dengan tes
tertulis dan
pensil. Teknik penilaian dan evaluasi yang sesuai dengan model
problem
based learning adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan peserta
didik
yang merupakan hasil penyelidikan mereka.
4. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
a. Definisi Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
PTK pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial
Amerika
yang bernama kurt lewin pada tahun 1946. Inti gagasan lewin
inilah yang
selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen
Kemmis,
-
26
Robin Mc.Taggart, John Elliot, Dave Ebbut dan masih banyak lagi
yang
lainnya. Di Indonesia sendiri PTK baru diperkenalkan pada akhir
dekade
80-an.42
Penelitian Tindakan Kelas atau disingkat dengan PTK dalam
bahasa Inggris dikenal dengan nama class action research
(CAR)
merupakan penelitian tindakan pada level kelas. Penelitian
Tindakan Kelas
dibentuk oleh tiga kata, yaitu penelitian; tindakan; dan kelas.
Penelitian
adalah kegiatan mencermati suatu objek, menggunakan aturan
metodologi
tertentu untuk memperoleh data atau informasi yang bermanfaat
untuk
meningkatkan mutu dari suatu hal yang menarik minat dan penting
bagi
peneliti. Tindakan adalah sesuatu gerak kegiatan yang sengaja
dilakukan
dengan tujuan tertentu yang dalam penelitian ini berbentuk
rangkaian
siklus kegiatan. Kelas adalah sekelompok pserta didik yang dalam
waktu
yang sama menerima pelajaran yang sama dari seorang guru.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa PTK merupakan
suatu
pencermatan terhadap kegiatan belajar berupa sebuah tindakan
yang
sengaja dimunculkan dan terjadi dalam sebuah kelas secara
bersama.
Tindakan tersebut diberikan oleh guru atau dengan arahan dari
guru yang
dilakukan oleh peserta didik.43
Hopkins menyatakan bahwa penelitian tindakan kelas merupakan
salah satu jenis penelitian tindakan yang bersifat praktis,
sebab penelitian
ini menyangkut kegiatan yang dipraktikkan oleh guru sehari-hari.
Menurut
Suhadjono, Penelitian tindakan kelas adalah penelitian tindakan
yang
dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran
di
kelasnya. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar
mengajar yang
terjadi di kelas, bukan pada input kelas ataupun out put. 44
Dengan demikian, PTK dapat diartikan sebagai jenis
penelitian
tindakan yang dilakukan oleh guru di kelasnya tempat ia
mengajar. Tujuan
42 Suharsimi Arikunto, dkk, Penelitian Tindakan Kelas, (Jakarta
: Bumi Aksara, 2006),
h. 3
43 Ibid. hal. 3 44 Ibid hal. 58
-
27
PTK adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas
pembelajaran,
keterampilan guru mengajar, profesionalosme guru, serta
untuk
menumbuhkan budaya meneliti ilmiah di kalangan pengajar.
PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru dalam meningkatkan
profesionalismenya dengan lima alasan, yaitu:
1) PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan
tanggap
terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya.
2) PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi
profesional.
3) PTK dapat membuat guru mampu memperbaiki proses
pembelajaran
melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi di
kelasnya.
4) PTK dalam pelaksanaannya tidak membuat guru meninggalkan
kelasnya sehingga kegiatan pembelajaran tidak terganggu.
5) PTK dapat membuat guru menjadi kreatif dalam kegiatan
pembelajaran.
b. Tujuan Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian yang menggunakan ancangan penelitian tindakan
kelas
umumnya diarahkan pada pencapaian sasaran sebagai berikut:45
1) Memperbaiki dan meningkatkan kualitas isi, masukan, proses
dan hasil
pembelajaran.
2) Menumbuh-kembangkan budaya meneliti para guru dan dosen
agar
lebih proaktif mencari solusi terhadap permasalahan
pembelajaran.
3) Menumbuhkan dan meningkatkan produktivitas meneliti para
dosen
dan guru, khususnya dalam mencari solusi masalah-masalah
pembelajaran.
4) Meningkatkan kolaborasi antar dosen dan guru dalam
memecahkan
masalah pembelajaran.
c. Karakteristik Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian tindakan kelas mempunyai karakteristik sebagai
berikut:
46
45 Sukarno, Penelitian Tindakan Kelas Prinsip-Prinsip Dasar,
Konsep dan
Implementasinya, (Surakarta: Media Perkasa, 2009), h. 7 46 Ibid.
h. 7
-
28
1) Permasalahannya diangkat dari dalam kelas tempat guru
mengajar yang
benar-benar dihayati oleh guru sebagai masalah yang harus
diatasi.
2) PTK adalah penelitian yang bersifat kolaboratif. Artinya guru
tidak
harus sendirian berupaya memperbaiki praktik
pembelajarannya.
3) PTK adalah jenis penelitian yang memunculkan adanya
tindakan
tertentu untuk memperbaiki proses belajar mengajar di kelas.
d. Prinsip-Prinsip Penelitian Tindakan Kelas
Hopkins menyebutkan ada enam prinsip dasar yang melandasi
penelitian tindakan kelas (PTK), yaitu: 47
1) Tugas dosen dan guru yang utama adalah menyelenggarakan
pembelajaran yang baik dan berkualitas.
2) Kegiatan meneliti dalam PTK merupakan bagian integral
dari
pembelajaran, yang tidak menuntut kekhususan waktu maupun
metode
pengumpulan data.
3) Kegiatan meneliti merupakan bagian integral dari
pembelajaran, harus
diselenggarakan dengan tetap bersandar pada alur dan kaidah
ilmiah.
4) Masalah yang ditanggani adalah masalah-masalah pembelajaran
yang
rill dan merisaukan pertanggungjawaban profesional dan
komitmen
terhadap mutu pembelajaran.
5) Konsistensi sikap dan kepedulian dalam memperbaiki dan
meningkatkan kualitas pembelajaran sangat diperlukan.
Model PTK sudah banyak dikembangkan oleh para ahli, dalam
penelitian ini model PTK yang digunakan adalah model PTK
yang
dikembangkan oleh Stephen Kemmis dan Robbin McTanggart.
Model
yang dikembangkan oleh Kemmis dan MCTanggart pada dasarnya
merupakan pengembangan dari model PTK Kurt Lewin, seorang
ahli
pendidikan yang pertama kali mengenalkan PTK. Model PTK
Kemmis
dan MC Tanggart terdiri dari empat komponen dasar, yaitu:
47 Ibid. h. 10
-
29
Bagan Penelitian Tindakan Kelas
Gambar 2.1 : Model PTK Kemmis dan Tanggart (Suharsimi hal.
16)
1) Menyusun rancangan tindakan (perencanaan), yang
menjelaskan
tentang apa, mengapa, kapan, dimana, oleh siapa dan
bagaimana
tindakan tersebut dilaksanakan.
2) Pelaksanaan tindakan, yaitu implementasi atau penerapan isi
rancangan
didalam kancah, mengenakan tindakan dikelas.
3) Observasi, yaitu pelaksanaan pengamatan oleh pengamat.
4) Refleksi, atau pantulan, yaitu kegiatan untuk mengemukakan
kembali
apa yang sudah terjadi.
5. Konsep Optik Geometri
Cahaya merupakan gelombang transversal yang termasuk
gelombang
elektromagnetik. Cahaya dapat merambat dalam ruang hampa
dengan
kecepatan 3 x 108 m/s. cahaya memiliki beberapa sifat, yaitu :
Dapat
mengalami pemantulan (refleksi), pembiasan (refraksi),
pelenturan (difraksi),
dapat dijumlahkan (interferensi), dapat diuraikan (dispersi),
dapat diserap
arah getarnya (polarisasi) dan bersifat sebagai gelombang dan
partikel.
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
SIKLUS I
Perencanaan
Tindakan
Observasi
Refleksi
SIKLUS II
-
30
Cahaya dapat mengalami pemantulan. Pemantulan cahaya ada 2
jenis,
yaitu :
1. Pemantulan Difuse ( pemantulan baur) yaitu : pemantulan
cahaya
kesegala arah.
Gambar 2.2 Pemantulan Difuse
2. Pemantulan teratur yaitu pemantulan cahaya yang mempunyai
arah
teratur.
Gambar 2.3 Pemantulan Teratur
Sifat-sifat pemantulan berkas cahaya dapat diselidiki oleh
Willebord
Snellius(1581-1626). Dari hasil penyelidikannya dapat dihasilkan
suatu
hukum yang disebut Hukum Pemantulan snellius, yang berbunyi
:
1. Sinar datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada
satu bidang datar
ketiganya berpotongan pada satu titik.
2. Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (p).
Gambar 2.4 Hukum Pemantulan Snellius
a. Cermin
Pemantulan cahaya oleh cermin berlangsung secara teratur
sehingga menghasilkan pantulan yang jelas. Hukum pemantulan:
i p
-
31
1. Sinar datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada
satu bidang
datar ketiganya berpotongan pada satu titik.
2. Sudut datang (i) sama dengan sudut pantul (p).
Pembentukan bayangan pada cermin datar:
Gambar 2.5 Pembentukan Bayangan Cermin Datar
Sifat bayangan yang terbentuk oleh cermin datar sesuai
dengan
gambar diatas adalah: sifat kesebangunan OAB dengan OAB
diperoleh :
1. AB = AB atau h = h
2. OA = OA atau s=s
3. Bayangannya bersifat maya dan tegak
4. Pembesaran bayangan (M) = 1
Cermin lengkung adalah cermin yang permukaannya lengkung.
Ada dua jenis ce