1 PROSPEK PENGEMBANGAN BIOENERGI BERBASIS TANAMAN HUTAN I. PENDAHULUAN T Ketika krisis ekonomi global menimpa Indonesia, sektor energi yang menjadi salah satu nadi perekonomian berdampak kepada kesulitan hidup seluruh masyarakat. Makin terbatasnya sumber energi fosil yang tersedia diperut bumi yang kemudian berdampak pada ketidak seimbangan sediaan energi- kebutuhan pasar telah menyebabkan harga minyak mentah dunia melambung tinggi dan tak tertahankan. Peningkatan harga tersebut begitu jelas, dimana mulai harga yang berkisar USD per barel pada sekitar 20 USD pada 10 tahun yang lalu menjadi 40 USD, bahkan harga tersebut tidak hanya merangkak naik belakangan ini tetapi seperti berlari naik, yang mencapai harga 142 USD dan pada awal tahun 2008 menggiring harga ke level USD147 per barel (Kurtubi, 2008; Setyadjit, Sumangat dan Alamsyah, 2009) Situasi ini menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri sangat tinggi dan agar mencapai daya beli masyarakat memerlukan subsidi yang sangat besar dengan resiko terganggunya anggaran pembiayaan pembangunan sektor lain. Ke depan, apabila ketergantungan terhadap impor bahan bakar minyak (BBM) masih berlangsung pada tingkat kuantita sama atau meningkat, krisis ekonomi akan berkepanjangan; kemudian isu dan konsepsi ketahanan dan konservasi energi menjadi basis pengelolaan energi nasional. Konsepsi tersebut dituangkan dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Salah satu sasaran dari kebijakan tersebut yaitu terwujudnya bauran energi primer ( energy mix) yang optimal pada tahun 2025 dengan menurunkan konsumsi BBM dan memanfaatkan energi alternatif (pengganti BBM). Berdasarkan Perpres tersebut energi alternatif yang menjadi target untuk dikembangkan yaitu berupa energi baru dan terbarukan (EBT) dengan target pencapaian tahun 2025 berturut-turut panas bumi (5%), bahan bakar nabati/ biofuel (5%) , serta aliran air sungai, panas surya, angin, biomassa , biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut (5%).
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
PROSPEK PENGEMBANGAN BIOENERGI
BERBASIS TANAMAN HUTAN
I. PENDAHULUAN T
Ketika krisis ekonomi global menimpa Indonesia, sektor energi yang
menjadi salah satu nadi perekonomian berdampak kepada kesulitan hidup
seluruh masyarakat. Makin terbatasnya sumber energi fosil yang tersedia diperut
bumi yang kemudian berdampak pada ketidak seimbangan sediaan energi-
kebutuhan pasar telah menyebabkan harga minyak mentah dunia melambung
tinggi dan tak tertahankan. Peningkatan harga tersebut begitu jelas, dimana
mulai harga yang berkisar USD per barel pada sekitar 20 USD pada 10 tahun
yang lalu menjadi 40 USD, bahkan harga tersebut tidak hanya merangkak naik
belakangan ini tetapi seperti berlari naik, yang mencapai harga 142 USD dan
pada awal tahun 2008 menggiring harga ke level USD147 per barel (Kurtubi,
2008; Setyadjit, Sumangat dan Alamsyah, 2009)
Situasi ini menyebabkan harga bahan bakar minyak (BBM) dalam negeri
sangat tinggi dan agar mencapai daya beli masyarakat memerlukan subsidi yang
sangat besar dengan resiko terganggunya anggaran pembiayaan pembangunan
sektor lain. Ke depan, apabila ketergantungan terhadap impor bahan bakar
minyak (BBM) masih berlangsung pada tingkat kuantita sama atau meningkat,
krisis ekonomi akan berkepanjangan; kemudian isu dan konsepsi ketahanan dan
konservasi energi menjadi basis pengelolaan energi nasional.
Konsepsi tersebut dituangkan dalam Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang
Kebijakan Energi Nasional. Salah satu sasaran dari kebijakan tersebut yaitu
terwujudnya bauran energi primer (energy mix) yang optimal pada tahun
2025 dengan menurunkan konsumsi BBM dan memanfaatkan
energi alternatif (pengganti BBM). Berdasarkan Perpres tersebut
energi alternatif yang menjadi target untuk dikembangkan yaitu
berupa energi baru dan terbarukan (EBT) dengan target
pencapaian tahun 2025 berturut-turut panas bumi (5%), bahan
bakar nabati/ biofuel (5%), serta aliran air sungai, panas surya,
angin, biomassa, biogas, ombak laut, dan suhu kedalaman laut
(5%).
2
Dalam rangka percepatan penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati (biofuel) dikeluarkan INPRES No.1 Tahun
2006; walaupun menurut kebijakan tersebut Departemen
Kehutanan mendapat mandat dalam penyediaan lahan melalui
pemberian pemanfaatan lahan tidak produktif bagi
pengembangan bahan baku biofuel, namun karena pada areal
hutan yang masih berhutan (forested area) terdapat jenis-jenis
yang potensial sebagai energi alternatif terutama kategori
biomassa atau sebagai bahan baku biofuel. Khusus untuk bahan
baku biofuel, sejak tahun 2006 Badan Litbang Kehutanan
mencoba mengadakan penelitian dan kajian biofuel.
Berdasarkan daftar tumbuhan Indonesia penghasil lemak
yang disusun oleh Soerawidjaya (2005), diketahui bahwa dari 50
jenis Tumbuhan Indonesia penghasil minyak-lemak lebih dari setengahnya
merupakan tumbuhan penghasil lemak non pangan (non edible fat) dan
diantaranya lebih dari 10 jenis adalah tanaman (pohon) hutan. Dari hasil
penelitian, tanaman hutan yang cukup potensial penghasil biodiesel antara lain
Nyamplung (Calophyllum inophyllum) dan penghasil bioetanol yaitu Sagu
(Metroxyllon Sp).
Di samping itu, dari 150 jenis tumbuhan yang diterbitkan Kementrian
Energi dan Sumber Daya Mineral-ESDM dan Balitbang Kehutanan (Dirjen LEB,
1991; Hartoyo dan Nurhayati, 1976) lebih dari setengahnya mempunyai prospek
untuk digunakan sebagai biomassa penghasil bioenergi khususnya untuk produk
final listrik hayati (biomass-based electricity) seperti wood pellet atau untuk
pengeringan seperti arang, briket briket, dll. Menurut World Energy Counsil,
dimasa yang akan datang biomassa dan energi surya akan menjadi Sumber Daya
Primer yang dominan, bahkan dengan luasnya dan tingginya keanekaragaman
hayati wilayah daratan bagi Indonesia merupakan keunggulan komparatif yang
dapat dijadikan modal awal dan apabila dimanfaatkan secara efektif bisa menjadi
keunggulan kompetitif di masa depan (Soeriawidjaja (2005).
Dalam rangka pemasyarakatan pemanfaatan pohon hutan sebagai bahan
baku biodiesel, Departemen Kehutanan mulai tahun 2009 telah menginisiasi dan
3
berpartisipasi dalam program Desa Mandiri Energi berbasis tanaman Nyamplung
yang merupakan Program Stimulus Fiskal Bidang Energi dari Kementrian ESDM
dibawah koordinasi Kemenko Perekonomian.
II. BATASAN BIOMASSA, BIOENERGI DAN PEMANFAATANNYA
1.1. Biomassa dan Bioenergi
Biomassa adalah bahan organik/biologis yang hidup atau baru mati,
berumur relatif muda berasal dari tumbuhan/hewan, produk atau limbah industri
Sumber : Soerawidjaja (2005); Vossen dan Umali (2002) dalam Berry at al (2009)
Keterangan : kr kering; P minyak/lemak Pangan (edible fat/oil), NP minyak/lemak Non-Pangan (nonedible fat/oil).Hanya beberapa dari puluhan tumbuhan ini (mis. : sawit, kelapa, kacang tanah/suuk) sudah
termanfaatkan sebagai sumber komersial minyak/lemak !.
Tabel 2. Perolehan etanol dari berbagai bahan mentah paling potensial*)
No. Sumb.er karbohidrat
Hasil panen,
ton/ha/thn
Perolehan alkohol
Liter/ton Liter/ha/thn
1. Tebu 75 67 5025
2. Sorgum manis 80+) 75 6000
3. Singkong 25 180 4500
4. Sagu 1) 6,8$ 608 4133
5. Ubi jalar 62,5++) 125 7812
Sumber : Soerawidjaja (2005). +) Panen 2 kali/tahun; $ Pati sagu kering; ++) Panen 2½ kali/tahun.
Agar dalam pemanfaatan jenis tersebut tidak mengganggu ketahanan
pangan, maka tanaman penghasil biodiesel yang direkomendasikan adalah jenis
tanaman yang mengandung minyak non pangan. Berdasarkan pertimbangan
7
tersebut, dari 50 jenis tanaman penghasil biofuel terdapat 25 jenis tanaman,
diantaranya lebih dari 10 jenis merupakan tanaman hutan; khusus sagu,,
walaupun sagu pati sagu merupakan pati pangan, namun saat ini pemanfaatan
untuk pangan sangat sedikit.
Dari jenis yang terdaftar, yang cukup potensial untuk biofuel diantaranya
Nyamplung (Calophyllum inophylum), Malapari (Pongamia pinnata) dan kemiri
sunan (Aleurites trisperma), Kesambi(Sleichera trijuga ); sedangkan untuk
bioetanol yaitu Sagu (Metroxyllon sp) dan Lontar (Borrasus sp). Dari jenis-jenis
tersebut, yang status penelitian dan pengembangan cukup lengkap yaitu
Nyamplung. Penelitian yang telah dilakukan baik sifat dasar minyak dan
biodieselnya, maupun potensi dan sebarannya. Dalam rangka pengembangannya
baik budidaya maupun pengolahannya pada tahun 2008 telah disusun buku
“Nyamplung Sumber Enegi Biofuel yang Potensial”
Nyamplung, jenis ini cukup potensial dikembangkan di lapangan karena
selain mempunyai rendemen minyak (cruid oil) tinggi yaitu sekitar 40-70 % dan
rendemen biodiesel sekitar 20-30 %. Dalam rangka pembangunan desa mandiri
energi (DME), telah ditanam masing-masing-masing 20.000 bibit di Kabupaten
Purworejo dan Banyuwangi. Di DME juga telah dipasang instalasi pengolah
biodiesel masing-masing kapasitas 250 lt/hari atau intake sebanyak 750 kg buah
Nyamplung/hari. Untuk mendapatkan varietas produksi biji tinggi/unggul tahun
ini sedang dibuat demplot uji provenans di TN Ujung Kulon Provinsi Banten.
Untuk sagu, walaupun penelitian sifat dasar pati dan demplot di Papua barat dan
pada tahun 2009 telah disusun dalam bentuk buku seperti Nyamplung , namun
sampai saat ini belum bisa dilakukan pengembangan lebih lanjut dalam sekala
pemanfaatan bioetanolnya.
8
III. KEBIJAKAN ENERGI
Dalam rangka pengembangan energi baru dan terbarukan, pemerintah telah
mengeluarkan beberapa kebijakan, antara lain :
1. Perpres No. 5 Thn 2006 – Kebijakan Energi Nasional
Kebijakan ini merupakan kebijakan pertama dalam rangka mengantisipasi krisis energi,
sasaran kebijakan energi yaitu tercapainya elastisitas energi lebih kecil
dari1(satu) pada tahun 2025, dengan mewujudkan bauran energi primer
(energy mix) yang optimal dan peran untuk masing-masing energi
terhadap konsumsi energi nasional sebesar :
1). minyak bumi mnjadi kurang dari20% (dua puluhpersen).
2). gas bumi menjadi lebih dari 30% (tiga puluh persen).
3). batubara menjacli lebih dari33%(tiga puluh tigapersen).
4). bahan bakar nabati (biofuei) menjadi lebih dari 5% (lima persen).
5). panas bumi menjadi lebih dari 5% (lima persen).
6). air, tenaga surya, dan tenaga angin menjadi lebih dari 5% (lima
persen).
7). batubara yang dicairkan(liquefied coal) menjadi lebih dari 2%
(dua ersen).
Untuk mencapai langkah tersebut, diterapkan kebijakan utama
menyangkut :
a. Penyediaan energi melalui : 1). penjaminan ketersediaan pasokan
energi dalam negeri; 2). pengoptimalan produksi energi; dan
3).pelaksanaan konservasi energi.
b. Pemanfaatan energi, melalui : 1). efisiensi pemanfaatan energi; dan
2). diversifikasi energi.
c. Penetapan kebijakan harga energi ke arah harga
keekonomian, dengan tetapmempertimbangkan kemampuan usaha
kecil, dan bantuan bagi masyarakat tidak mampu dalam jangka
waktu tertentu.
d. Pelestarian lingkungan dengan menerapkan prinsip
pembangunan berkelanjutan.
9
Untuk mendukung kebijakan utama tersebut, ditetapkan : a.
pengembangan infrastruktur energi termasuk peningkatan akses
konsumen terhadap energi; b. kemitraan pemerintah dan dunia usaha; c.
pemberdayaan masyarakat; d. pengembangan penelitian dan
pengembangan serta pendidikan dan pelatihan.
2. INPRES NO. 1 Tahun 2006 -Penyediaan Dan Pemanfaatan Bahan
Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain
Dalam rangka percepatan penyediaan dan pemanfaatan
bahan bakar nabati (biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain, telah diambil
langkah-langkah koordinasi antar sektor dan kementerian terkait.
Walaupun menurut kebijakan ini, dalam rangka pengembangan
Kementrian Kehutanan hanya mendapat mandat terkait penyediaan
lahan pengembangan pada lahan tidak produktif, namun untuk
mendorong percepatan penyediaan bahan baku BBN ikut berpartisipasi
membangun demplot pengembangan energi alternatif berbasis
tanaman hutan dan menginisiasi pembangunan Desa Mandiri Energi
(DME) pada beberapa kabupaten.
Untuk pembangunan demplot energi alternatif berbasis tanaman
hutan yaitu Nyamplung dilakukan melalui program ”Aksi tahun 2010-
2014” di 10 Kabupaten yang terletak di 10 wilayah di Jawa, Sumatera,
Dan Sulawesi; sedangkan dalam rangka stimulus fiskal dari Kementrian
ESDM tahun 2009 dibawah koordinasi Kemenko Perekonomian
Kementrian Kehutanan melalui inisiasi Badan Litbang Kehutanan pada
tahun 2009 telah dibangun DME di Kabupaten Purworejo Jawa Tengah
dan di Kabupaten Banyuwangi Jawa Timur.
3. UU No. 30 Tahun 2007 - Energi
Pada dasarnya kebijakan energi nasional meliputi, antara lain:
a. ketersediaan energi untuk kebutuhan nasional; b. prioritas
pengembangan energi; c. pemanfaatan sumber daya energi
nasional; dan d. cadangan penyangga energi nasional.
10
Adapun muatan utama dari UU ini menyangkut prinsip
pengelolaan energi nasional, yaitu : bahwa
1. Energi dikelola berdasar asas kemanfaatan, rasionalitas,
efisiensi, berkeadilan, peningkatan nilai tambah,
keberlanjutan, kesejahteraan masyarakat, pelestarian fungsi
lingkungan hidup, ketahanan nasional dan keterpaduan
dengan mengutamakan kemampuan nasional.
2. Dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara
berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional,
tujuan pengelolaan energi adalah:
a. tercapainya kemandirian pengelolaan energi;
b. terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari
sumber di dalam negeri maupun di luar negeri untuk 1).
pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri; 2).
pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam
negeri; dan 3). peningkatan devisa negara;
3.. tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak
mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil
terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan
kemakmuran rakyat secara adil dan merata dgn cara: 1).
menyediakan bantuan untuk meningkatkan ketersediaan
energi kpd masy. tidak mampu; 2). membangun
infrastruktur tercapainya pengembangan kemampuan
industri energi dan jasa energi dalam negeri agar
mandiri dan meningkatkan profesionalisme sumber daya
manusia;
4. Kebijakan energi nasional dapat menciptakan terciptanya lapangan
kerja; dan
5. terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup.
11
4. PERMEN ESDM No. 32 Tahun 2008 - Penyediaan, Pemanfaatan Dan Tata
Niaga Bahan Bakar Nabati (Biofuel) Sebagai Bahan Bakar Lain
Untuk implementasi Kebijakan yang telah ditetapkan menurut UU,
dikeluarkan Permen ESDM, yang memuat prioritas pemanfaatan BBN (Biofuel) dan
cara peningkatan pemanfaatannya. Prioritas pemanfaatan dilakukan melalui
pengaturan penyediaan, pemanfaatan dan tata niaga Bahan Bakar
Nabati (Biofuel) sebagai Bahan Bakar Lain dari jenis BBN berupa
biodiesel (B100), Bioetanol (E100) dan Minyak Nabati Murni (0100).
Untuk meningkatkan pemanfaatan Bahan Bakar Lain dalam
rangka ketahanan energi nasional, Badan Usaha Pemegang Izin Usaha
Niaga Bahan Bakar Minyak dan Pengguna Langsung Bahan Bakar
Minyak “wajib” menggunakan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai
Bahan Bakar Lain secara bertahap.
Berdasarkan Permen ESDM No.32 tahun 2008, pentahapan
pemanfaatan biodiosel, bioetanol dan minyak nabati murni tercantum pada