-
1 |Pelumas Bekas
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Permasalahan limbah B3 dalam konteks lingkungan hidup di
Indonesia
menjadi fokus Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Berbagai
aktivitas industri telah
menimbulkan lahan terkontaminasi oleh limbah B3. Berdasarkan
Mediadatariset, pada
tahun 2009, sektor Pertambangan, Energi, dan Migas, menghasilkan
limbah B3 sekitar
15.506.387,47 juta ton dan sektor Manufaktur dan Agroindustri
sekitar 8.124.360,91 juta
ton. Terjadinya peningkatan jumlah bengkel atau usaha
perbengkelan terutama yang
menyediakan jasa ganti oli semakin bertebaran di berbagai
tempat. Yang berarti bahwa
terjadi peningkatan pada limbah pelumas bekas.
Ditambah lagi pada tempat penampungan sementara limbah pelumas
bekas
yang hanya ditampung dalam drum atau sejenisnya. Padahal menurut
aturan tempat
penampungan sementara harus mendapat rekomendasi dari
Kementerian Negara
Lingkungan Hidup. Berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999, pelumas
bekas masuk ke dalam
limbah B3 dari sumber yang tidak spesifik dengan kode
D1005d.
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, sebagian tugas
Pemerintah Pusat
didelegasikan ke pemerintah daerah. Pendelegasian itu merupakan
amanat Undang-
Undang No 32 tahun 2004. Kewenangan pemerintah daerah dijabarkan
dalam Peraturan
Pemerintah No 38 tahun 2007. Berbagai aspek pemerintahan dan
pembangunan
dirumuskan dalam Peraturan Pemerintah tersebut termasuk
kewenangan dalam
pengelolaan dan pengendalian lingkungan hidup. Akan tetapi ada
hal yang agak kurang
rasional dalam PP 38/2007 khususnya dalam hal pengelolaan limbah
B3, terutama untuk
pelumas bekas.
Sebelum PP 38/2007 terbit, praktis segala sesuatu tentang
kewenangan
pengaturan, pengendalian limbah B3 berada pada Pemerintah Pusat
yaitu pada
Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KNLH). Kewenangan itu
termasuk pemberian
perijinan untuk pengumpulan, penyimpanan sementara, pengangkutan
dan pengolahan
limbah B3. Sesuai PP 38/2007, kewenangan untuk pengaturan dan
pengendalian
kegiatan pengumpulan limbah B3 diberikan kepada Pemerintah
Daerah (Kabupaten dan
Kota). Artinya pemerintah Kota atau Kabupaten diberi kewenangan
untuk mengatur dan
-
2 |Pelumas Bekas
memberikan ijin bagi kegiatan pengumpulan sementara limbah B3.
Anehnya
kewenangan pengumpulan itu mempunyai pengecualian, yaitu untuk
pengumpulan
limbah B3 pelumas bekas.
Berdasarkan PP 38/2007, kewenangan untuk perijinan dan
pengendalian
pelumas bekas mulai dari pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan
dan pengolahan
sepenuhnya berada pada Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Ini
artinya bila ada
bengkel sepeda motor di kota-kota besar, maka si pengusaha
bengkel harus mengajukan
permohonan ijin penyimpanan pelumas bekas ke KNLH di Jakarta.
Pengusaha kecil
seperti bengkel sepeda motor, kalau diminta mengurus ijin ke
jakarta, maka ia akan
memilih tidak mempunyai ijin. Ketentuan ini jelas tidak
rasional, kegiatan yang justru
sudah sangat banyak di daerah, tetapi kewenangan pengaturannya
di Pemerintah Pusat.
Dalam Permen LH No. 30 Tahun 2009, pemerintah daerah hanya
diberikan
kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap perizinan
pengelolaan limbah B3
serta pengawasan pemulihan akibat pencemaran limbah B3.
Sementara pemberian izin
tetap dilakukan oleh KMLH berdasarkan Permen LH No. 18 Tahun
2009. Penjelasan
mengenai pengelolaan limbah pelumas bekas diatur dalam
Kepdal
255/BAPEDAL/08/1996. Perlunya pelibatan langsung masyarakat
khususnya pekerja
dalam pengawasan pengelolaan limbah B3 dan keterbukaan
pemerintah mengenai
bahaya limbah B3 kepada masyarakat berdasarkan PP No. 18 Tahun
1999 dan PP No. 74
Tahun 2001.
I.2. Rumusan masalah
1. Bagaimana dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan
oleh pelumas
bekas
2. Bagaimana sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan
limbah B3 pelumas
bekas terhadap pelanggaran yang terjadi
3. Bagaimana pengetahuan dan keterlibatan masyarakat khususnya
pekerja terhadap
bahaya pelumas bekas
4. Bagaimana tindakan pencegahan dan penanganan keracunan
pelumas bekas
5. Bagaimana pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang
baik
-
3 |Pelumas Bekas
I.3. Tujuan
1. Mengetahui dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan
oleh pelumas
bekas
2. Mengetahui sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan
limbah B3 pelumas
bekas terhadap pelanggaran yang terjadi
3. Meningkatkan pengetahuan dan keterlibatan masyarakat
khususnya pekerja
terhadap bahaya pelumas bekas
4. Mengetahui tindakan pencegahan dan penanganan keracunan
pelumas bekas
5. Mengetahui pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang
baik
-
4 |Pelumas Bekas
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. Limbah B3
Menurut PP No.18 Tahun 1999, limbah B3 adalah sisa suatu usaha
dan/atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang
karena sifat
dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara langsung
maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta
makhluk hidup lain. sedangkan menurut PP No. 74 Tahun 2001,
limbah B3 adalah bahan
yang karena sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlahnya,
baik secara langsung
maupun tidak langsung, dapat mencemarkan dan atau merusak
lingkungan hidup, dan
atau dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan,
kelangsungan hidup manusia
serta makhluk hidup lainnya. Baik Permen NLH No. 18 Tahun 2009
dan Permen NLH
No. 30 Tahun 2009 menyebutkan pengertian limbah B3 yang sama
dengan PP No. 18
Tahun 1999.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa limbah B3 adalah sisa suatu
usaha
dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau
beracun yang karena
sifat dan/atau konsentrasinya dan/atau jumlahnya, baik secara
langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusakkan lingkungan
hidup, dan/atau dapat
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta
makhluk hidup lain
II.2. Pelumas Bekas
Pelumas adalah zat yang dipakai dalam pemeliharaan mesin untuk
melumasi
mesin kendaraan bermotor (mobil dan motor), kendaraan diesel,
mesin industri, engine
kapal, dll. Fungsi utamanya adalah untuk melumasi dan mengurangi
gesekan,
meningkatkan efisiensi dan mengurangi keausan mesin, sebagai
pendingin mesin dari
panas yang timbul akibat gesekan dan pada mesin otomotif juga
berfungsi sebagai
detergen untuk melarutkan kotoran hasil pembakaran sehingga
turut membantu
perawatan mesin. Berdasarkan Kepres RI No. 21 Tahun 2001,
pelumas adalah minyak
lumas dan gemuk lumas yang berasal dari minyak bumi, bahan
sintetik, pelumas bekas
dan bahan lainnya yang tujuan utamanya untuk pelumasan mesin dan
peralatan lainnya.
-
5 |Pelumas Bekas
Sedangkan menurut Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, oli bekas
atau minyak
pelumas bekas selanjutnya disebut minyak pelumas bekas adalah
sisa pada suatu
kegiatan dan/atau proses produksi.
Kode pengenal Pelumas adalah berupa huruf SAE yang merupakan
singkatan
dari Society of Automotive Engineers. Selanjutnya angka yang
mengikuti dibelakangnya,
menunjukkan tingkat kekentalan oli tersebut. SAE 40 atau SAE
15W-50, semakin besar
angka yang mengikuti Kode pelumas menandakan semakin kentalnya
pelumas tersebut.
Sedangkan huruf W yang terdapat dibelakang angka awal, merupakan
singkatan dari
Winter. SAE 15W-50, berarti pelumas tersebut memiliki tingkat
kekentalan SAE 15
untuk kondisi suhu dingin dan SAE 50 pada kondisi suhu panas.
Dengan kondisi seperti
ini, pelumas akan memberikan perlindungan optimal saat mesin
start pada kondisi
ekstrim sekalipun. Sementara itu dalam kondisi panas normal,
idealnya pelumas akan
bekerja pada kisaran angka kekentalan 40-50 menurut standar
SAE.
Sifat-sifat pelumas:
a. Lubricant pelumas mesin bertugas melumasi permukaan logam
yang saling
bergesekan satu sama lain dalam blok silinder. Caranya dengan
membentuk
semacam lapisan film yang mencegah permukaan logam saling
bergesekan atau
kontak secara langsung.
b. Coolant pembakaran pada bagian kepala silinder dan blok mesin
menimbulkan
suhu tinggi dan menyebabkan komponen menjadi sangat panas. Jika
dibiarkan
terus maka komponen mesin akan lebih cepat mengalami keausan.
Pelumas mesin
yang bersirkulasi di sekitar komponen mesin akan menurunkan suhu
logam dan
menyerap panas serta memindahkannya ke tempat lain.
c. Sealant pelumas mesin akan membentuk sejenis lapisan film di
antara piston dan
dinding silinder. Karena itu pelumas mesin berfungsi sebagai
perapat untuk
mencegah kemungkinan kehilangan tenaga. Sebab jika celah antara
piston dan
dinding silinder semakin membesar maka akan terjadi kebocoran
kompresi.
d. Detergent kotoran atau lumpur hasil pembakaran akan
tertinggal dalam komponen
mesin. Dampak buruk peninggalan ini adalah menambah hambatan
gesekan pada
logam sekaligus menyumbat saluran pelumas. Tugas pelumas mesin
adalah
melakukan pencucian terhadap kotoran yang masih menginap.
e. Pressure absorbtion pelumas mesin meredam dan menahan tekanan
mekanikal
setempat yang terjadi dan bereaksi pada komponen mesin yang
dilumasi.
-
6 |Pelumas Bekas
Jenis Pelumas, antara lain:
a. Pelumas Mineral
Pelumas mineral berbahan bakar pelumas dasar (base oil) yang
diambil dari
minyak bumi yang telah diolah dan disempurnakan. Beberapa pakar
mesin
memberikan saran agar jika telah biasa menggunakan pelumas
mineral selama
bertahun-tahun maka jangan langsung menggantinya dengan pelumas
sintetis
dikarenakan pelumas sintetis umumnya mengikis deposit (sisa)
yang ditinggalkan
pelumas mineral sehingga deposit tadi terangkat dari tempatnya
dan mengalir ke
celah-celah mesin sehingga mengganggu pemakaian mesin.
b. Pelumas Sintetis
Pelumas sintetis biasanya terdiri atas Polyalphaolifins yang
datang dari bagian
terbersih dari pemilahan dari pelumas mineral, yakni gas.
Senyawa ini kemudian
dicampur dengan pelumas mineral. Inilah mengapa pelumas sintetis
bisa dicampur
dengan pelumas mineral dan sebaliknya. Basis yang paling stabil
adalah polyol-
ester (bukan bahan baju polyester), yang paling sedikit bereaksi
bila dicampur
dengan bahan lain. Pelumas sintetis cenderung tidak mengandung
bahan karbon
reaktif, senyawa yang sangat tidak bagus untuk pelumas karena
cenderung
bergabung dengan oksigen sehingga menghasilkan acid (asam). Pada
dasarnya,
pelumas sintetis didesain untuk menghasilkan kinerja yang lebih
efektif
dibandingkan dengan pelumas mineral.
Karakteristik pelumas bekas bila ditinjau dari komposisi
kimianya sendiri,
pelumas adalah campuran dari hidrokarbon kental ditambah
berbagai bahan kimia aditif.
Pelumas bekas lebih dari itu, dalam pelumas bekas terkandung
sejumlah sisa hasil
pembakaran yang bersifat asam dan korosif, deposit, dan logam
berat yang bersifat
karsinogenik.
II.3. Dampak Kesehatan pada Pekerja
Karena kandungan dari pelumas bekas dapat menyebabkan iritasi
bahkan
keracunan. Gejala-gejala yang terlihat bila terjadi keracunan
pelumas bekas, antara lain:
1. Bila terhirup:
-
7 |Pelumas Bekas
Paparan akut: semprotan/kabut dari minyak pelumas biasanya tidak
berbahaya
pada saluran pernapasan meskipun semprotan dengan konsentrasi 5
mg/m3 tidak
nyaman bagi pekerja.
Paparan kronik: paparan yang berulang atau kontak dalam jangka
waktu yang
lama dengan minyak pelumas, dapat menyebabkan gangguan paru-paru
seperti
peradangan paru-paru dan pembentukan massa menyerupai tumor yang
berisi sel
lemak.
2. Bila terkena kulit:
Paparan akut: biasanya respon mukosa terhadap pelumas
menyebabkan
kerusakan kulit iritasi, dan rambut kulit mudah rontok karena
kerusakan akar.
Ditandai dengan mulainya reaksi akut pada permukaan punggung
tangan, jari,
dan kaki, dapat berkembang kemudian menjadi gangguan kulit, yang
disebut
dengan perifoliculate papules. Pada beberapa individu dapat
menyebabkan
sensitivitasi kulit.
Paparan kronik: paparan yang berulang atau dalam jangka waktu
yang lama
dapat menyebabkan kerusakan pada kulit, misalnya menyebabkan
dermatitis,
dan efek seperti pada paparan akut.
3. Bila terkena mata:
Paparan akut: iritasi ringan
4. Bila tertelan:
Paparan akut: dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti
diare. Bila
respirasi ke paru-paru, dapat menyebabkan gangguan paru-paru
seperti
peradangan paru-paru dan pembentukan massa menyerupai tumor yang
berisi sel
lemak.
II.4. Pencegahan dan Penanganan Keracunan
Jika terjadi kontak dalam jangka pendek, pelumas dan
produk-produk lainnya
adalah produk-produk yang relatif tidak beresiko terhadap
kesehatan. Mereka relatif
aman jika terjadi kontak kulit yang normal saja namun dalam
beberapa hal dapat juga
menimbulkan iritasi kulit yang sedang-sedang saja. Tidak ada
kesulitan yang luar biasa
seharusnya terjadi di dalam pemakaiannya sepanjang standar yang
baik dan persyaratan
kesehatan industri diperhatikan.
-
8 |Pelumas Bekas
Kontak yang sering dan berlangsung lama dengan pelumas mineral
dalam
beberapa hal dapat menimbulkan beragam bentuk iritasi kulit dan
dalam hal sangat
khusus, kondisi demikian dapat menyebabkan kanker kulit.
Jenis-jenis pelumas yang
berkaitan dengan kondisi kulit yang amat serius muncul bagi
jenis pelumas yang sudah
diproses dan yang mengandung lebih banyak aromatics yang lebih
polycylic.
Menghirup kabut pelumas, asap dan kabut dalam waktu yang lama
harus
dihindarkan dan agar diambil langkah-langkah khusus untuk
memastikan bahwa
kandungan kabut pelumas bebas tidak melebihi nilai batas sebesar
5mg/m3. Pelumas
yang mengandung senyawa timah merupakan suatu bahaya sejak dalam
pembuatannya,
karena timah tersebut dapat diserap melalui kulit meski dewasa
ini ada walaupun belum
ada kasus racun timah yang diketahui muncul dari sebab ini.
Pelumas yang bertimbal harus tidak dipakai dalam sistem kabut
pelumas
karena menghirup pelumas dapat menimbulkan gangguan kesehatan.
Karena pelumas
dan produk-produk yang berkaitan dapat terkontaminasi selama
beroperasi, maka
perhatian khusus harus diambil untuk memperkecil kontak dengan
pelumas bekas. Untuk
meyakinkan pemakaian pelumas dan produk-produk yang terkait
dengan aman adalah
penting agar di lingkungan tempat kerja, ketentuan kerja dibuat,
serta mempraktekkan
standar yang baik mengenai kesehatan perusahaan dan pribadi
dengan mempersiapkan
hal-hal sbb:
a. Alat-alat pelindung pada mesin seperti pakaian kerja dan
sarung tangan yang
kedap (tak tembus) guna memperkecil kontak dengan pelumas yang
tidak perlu.
b. Pengaturan ruangan untuk mengusir kabut pelumas
c. Fasilitas cuci yang pas, tempat cuci yang mudah diakses dan
suplai sabun yang
cukup, handuk yang kering dan pembersih yang cocok. Sabun
alkalin yang keras
sebaiknya dihindari karena dapat menyebabkan iritasi kulit. Jika
memungkinkan,
sarung tangan yang tidak tembus harus disediakan tapi jika
pemanfaatannya
kurang praktis, maka pemakaian dengan cream lebih disarankan.
Namun
demikian, cream (barrier cream) tidak mampu mencegah penyerapan
senyawa
timah dalam pelumas ke dalam kulit. Conditioning cream yang
digunakan sesudah
cuci tangan dapat menolong mencegah kulit yang terkena
iritiasi.
d. Pertolongan pertama harus didukung dengan fasilitas medis
yang memadai
e. Pengawasan untuk meyakinkan ketentuan-ketentuan ini harus
dipatuhi.
-
9 |Pelumas Bekas
Untuk meyakinkan bahwa pekerja tidak dalam bahaya (resiko)
adalah perlu
bagi mereka untuk mengikuti standar kesehatan pribadi dan
perusahaan dengan baik,
yaitu:
a. Mempergunakan sarung tangan yang kedap atau jika sarung
tangan ini tidak dapat
dipakai, pakailah cream barrier tipe penolak minyak yang
cocok.
b. Hindarkan kontak yang tidak perlu dengan pelumas dengan
mempergunakan kain
pelindung dan pastikan agar pelindung mesin dari cipratan
pelumas dipasang
dengan benar.
c. Tidak menaruh kain kotor atau alat-alat kerja ke dalam
kantong, khususnya
kantong celana.
d. Tidak mempergunakan kain kotor untuk mengelap pelumas dari
kulit bisa
menyebabkan abrasi yang disebabkan oleh partikel metal yang
mungkin terdapat
dalam kain yang dapat menyebabkan infeksi dikemudian hari.
e. Singkirkan partikel metal dan swarf dari mesin dengan alat
yang disediakan.
f. Dapatkan pertolongan pertama segera untuk setiap luka,
betapapun kecilnya.
g. Cucilah secara teratur khususnya sebelum makan, sebelum pergi
ke toilet dan
sesudah kerja untuk menyingkirkan pelumas dari kulit, dengan
mempergunakan
sabun atau pembersih khusus yang disediakan. Solvent seperti
minyak tanah
(parafin) dan bensin dll seharusnya tidak dipergunakan untuk
membersihkan
pelumas dari kulit. Gunakan cream conditioner sesudah mencuci
bilamana
disediakan
h. Jangan gunakan kain basah yang berminyak. Pakaian kerja
seharusnya diganti dan
dibersihkan secara teratur. Sifat kehati-hatian harus
diperhatikan guna mencegah
pakaian khususnya pakaian dalam terkena minyak.
i. Laporkan setiap gejala pada kulit yang abnormal dan cari
saran medis segera
j. Perlu perhatian besar terhadap bahaya kecelakaan akibat
penggunaan grease gun
bertekanan tinggi yang mampu menginjeksikan gemuk masuk ke dalam
kulit.
Kecelakaan ini dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang serius
dan
membutuhkan perhatian medis segera.
Medical First Aid Advice/pertolongan pertama, terdiri atas 4
tindakan, antara lain:
a. Pertolongan Pertama Bila Tertelan: Beri korban 250 ml susu,
atau bila tidak
tersedia, beri air, lebih baik disertai "Norit" atau karbon
aktif bersama air atau
-
10 |Pelumas Bekas
susu. Jangan memberikan apapun melalui mulut bila korban tidak
sadar. Cari
segera pertolongan dokter atau kirim ke rumah sakit.
b. Bila Terhisap uap atau kabutnya: Pindahkan korban untuk
menghirup udara segar.
Bila napas terhenti, beri bantuan dengan alat bantu pernapasan
dan segera cari
pertolongan dokter.
c. Bila kena mata: Cuci dengan air selama (minimal) 10 menit.
Bila terjadi iritasi,
pertolongan dokter harus diprioritaskan..
d. Bila terkena Kulit: Cuci dengan sabun dan air. Segera cari
pertolongan dokter bila
terjadi iritasi pada kulit. Bila terdapat keraguan atas
gejalagejala yang terjadsegera
cari pertolongan dokter.
Penanganan bila terjadi keracunan pelumas pada pekerja di tempat
kerja, yaiu:
1. Dekontaminasi mata:
Dilakukan sebelum anda membersihkan kulit.
a. Posisi pasien duduk atau berbaring dengan kepala tengadah dan
miring ke
sisi mata yang terkena atau terburuk kondisinya.
b. Secara perlahan bukalah kelopak mata yang terkena dan lakukan
irigasi
dengan air suam-suam kuku yang banyak atau larutan NaCl 0,9%
perlahan
selama 15-20 menit.
c. Hindari bekas air cucian mengenai wajah atau mata
lainnya.
d. Jika masih belum yakin bersih, cuci kembali selama 10
menit.
e. Jangan biarkan pasien menggosok matanya.
f. Tutuplah mata dengan kain kassa steril dan segera
kirim/konsul ke dokter
mata.
g. Dan lakukan pemeriksaan fluorescein terhadap kerusakan
kornea.
2. Dekontaminasi kulit: (termasuk rambut dan kuku)
a. Bawa segera pasien ke air pancuran terdekat.
b. Cuci segera bagian kulit yang terkena dengan air mengalir
dingin atau
hangat dengan sabun minimal 10 menit. Jika tidak ada air,
sekalah bagian
kulit dan rambut pasien dengan kain atau kertas secara lembut.
Jangan
digosok.
c. Lepaskan pakaian, arloji dan sepatu yang terkontaminasi
atau
muntahannya dan buanglah dalam wadah/plastik tertutup.
-
11 |Pelumas Bekas
d. Penolong perlu dilindungi dari percikan, misalnya dengan
menggunakan
sarung tangan, masker hidung dan apron. Hati-hati untuk
tidak
menghirupnya.
e. Keringkan dengan handuk yang kering dan lembut.
3. Dekontaminasi pulmonal:
a. Pindahkan/jauhkan korban dari tempat kejadian ke tempat
dengan udara
yang lebih segar.
b. Monitor adanya kemungkinan gawat nafas.
c. Jika diperlukan berikan bantuan nafas dan oksigen.
4. Dekontaminasi gastrointestinal:
a. Jangan rangsang muntah karena dapat menyebabkan bahaya
aspirasi (masuk
ke paru-paru) sehingga dapat menyebabkan terjadinya kejang dan
koma
yang terjadi secara cepat dan tiba tiba.
b. Aspirasi dan kumbah lambung hanya dapat dilakukan di sarana
kesehatan
c. Efektif bila dilakukan 2-4 jam pertama dan dengan teknik yang
baik. Hanya
dikerjakan setelah pemasangan pipa endotrakheal.
d. Arang aktif
e. Berikan arang aktif jika tersedia dengan dosis dewasa 30 100
gram dan
dosis anak-anak 15-30 gram. Cara pemberian dicampur rata
dengan
perbandingan 5-10 gram arang aktif dengan 100-200 ml air
sehingga seperti
sup kental.
f. Pencahar
II.5. Pengelolaan Limbah Pelumas Bekas
Dalam Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996 diatur mengenai tata
cara dan
persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas
yang umumnya
dilakukan oleh badan usaha skala kecil. Namun perizinan
pengelolaan limbah pelumas
bekas harus mendapat izin dari Menteri Lingkungan Hidup
berdasarkan Permen NLH
No. 18 Tahun 2009. Sedangkan pelaksanaan dan pengawasan terhadap
izin pengelolaan
ditangani langsung oleh pemerintah daerah berdasarkan Permen NLH
No. 30 Tahun
2009. Berdasarkan Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, dijelaskan
dalam Pasal 1
ayat 3 menyebutkan bahwa Pengumpul adalah badan usaha yang
melakukan kegiatan
pengumpulan dari penghasil minyak pelumas bekas dengan maksud
untuk
-
12 |Pelumas Bekas
diolah/dimanfaatkan dan ayat 4 yaitu Pengumpulan dan Penyimpanan
adalah rangkaian
proses kegiatan pengumpulan minyak pelumas bekas sebelum
diserahkan ke pengolah
atau pemanfaat minyak pelumas bekas.
Secara umum dalam Kepdal No. 1 Tahun 1995 mengatur mengenai
ketentuan
bagi kegiatan pengemasan atau pewadahan pelumas bekas di
fasilitas:
1. Penghasil, untuk disimpan sementara di dalam lokasi
penghasil
2. Penghasil, untuk disimpan sementara di luar lokasi penghasil
tetapi tidak sebagai
pengumpul
3. Pengumpul, untuk disimpan sebelum dikirim ke pengolah
4. Pengolah, sebelum dilakukan pengolahan dan atau
penimbunan
Persyaratan pra pengemasan, persyaratan umum kemasan dan prinsip
pengemasan
limbah B3, yaitu:
1. Persyaratan pra pengemasan
a. Setiap penghasil/pengumpul limbah B3 harus dengan pasti
mengetahui
karakteristik bahaya dari setiap limbah B3 yang
dihasilkan/dikumpulkannya.
Apabila ada keragu-raguan dengan karakteristik limbah B3
yang
dihasilkan/dikumpulkannya, maka terhadap limbah B3 tersebut
harus
dilakukan pengujian karakteristik di laboratorium yang telah
mendapat
persetujuan Bapedal dengan prosedur dan metode pengujian yang
ditetapkan
oleh Bapedal.
b. Bagi penghasil yang menghasilkan limbah B3 yang sama secara
terus
menerus, maka pengujian karakteristik masing-masing limbah B3
dapat
dilakukan sekurang-kurangnya satu kali. Apabila dalam
perkembangannya
terjadi perubahan kegiatan yang diperkirakan mengakibatkan
berubahnya
karakteristik limbah B3 yang dihasilkan, maka terhadap
masing-masing
limbah B3 hasil kegiatan perubahan tersebut harus dilakukan
pengujian
kembali terhadap karakteristiknya.
c. Bentuk kemasan dan bahan kemasan dipilih berdasarkan
kecocokannya
terhadap jenis dan karakteristik limbah yang akan dikemasnya
2. Persyaratan umum kemasan
-
13 |Pelumas Bekas
a. Kemasan untuk limbah B3 harus dalam kondisi baik, tidak
rusak, dan bebas
dari pengkaratan serta kebocoran.
b. Bentuk, ukuran dan bahan kemasan limbah B3 disesuaikan
dengan
karakteristik Limbah B3 yang akan dikemasnya dengan
mempertimbangkan
segi keamanan dan kemudahan dalam penanganannya.
c. Kemasan dapat terbuat dari bahan plastik (HDPE, PP atau PVC)
atau bahan
logam (teflon, baja karbon, SS304, SS316 atau SS440) dengan
syarat bahan
kemasan yang dipergunakan tersebut tidak bereaksi dengan limbah
B3 yang
disimpannya
3. Prinsip pengemasan limbah B3
a. Limbah-limbah B3 yang tidak saling cocok, atau limbah dan
bahan yang
tidak saling cocok tidak boleh disimpan secara bersama-sama
dalam satu
kemasan;
b. Untuk mencegah resiko timbulnya bahaya selama penyimpanan,
maka
jumlah pengisian limbah dalam kemasan harus mempertimbangkan
kemungkinan terjadinya pengembangan volume limbah, pembentukan
gas
atau terjadinya kenaikan tekanan.
c. Jika kemasan yang berisi limbah B3 sudah dalam kondisi yang
tidak layak
(misalnya terjadi pengkaratan, atau terjadi kerusakan permanen)
atau jika
mulai bocor, maka limbah B3 tersebut harus dipindahkan ke dalam
kemasan
lain yang memenuhi syarat sebagai kemasan bagi limbah B3.
d. Terhadap kemasan yang telah berisi limbah harus diberi
penandaan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku dan disimpan dengan memenuhi
ketentuan
tentang tata cara dan persyaratan bagi penyimpanan limbah
B3.
e. Terhadap kemasan wajib dilakukan pemeriksaan oleh penanggung
jawab
pengelolaan limbah B3 fasilitas (penghasil, pengumpul atau
pengolah) untuk
memastikan tidak terjadinya kerusakan atau kebocoran pada
kemasan akibat
korosi atau faktor lainnya.
f. Kegiatan pengemasan, penyimpanan dan pengumpulan harus
dilaporkan
sebagai bagian dari kegiatan pengelolaan limbah B3
Tatacara pengemasan/pewadahan limbah pelumas bekas, yaitu:
1. Persyaratan pengemasan limbah pelumas bekas dalam
drum/tong/bak kontainer
a. Kemasan (drum, tong atau bak kontainer)yang digunakan
harus:
-
14 |Pelumas Bekas
(1) Dalam kondisi baik, tidak bocor, berkarat atau rusak
(2) Terbuat dari bahan yang cocok dengan karakteristik limbah B3
yang
akan disimpan
(3) Mampu mengamankan limbah yang disimpan di dalamnya
(4) Memiliki penutup yang kuat untuk mencegah terjadinya
tumpahan
saat dilakukan pemindahan atau pengangkutan
b. Kemasan yang digunakan untuk pengemasan limbah dapat
berupa
drum/tong dengan volume 50 liter, 100 liter atau 200 liter, atau
dapat pula
berupa bak kontainer berpenutup dengan kapasitas 2 m3, 4 m
3, 8 m
3
c. Limbah B3 yang disimpan dalam satu kemasan adalah limbah yang
sama,
atau dapat pula disimpan bersama-sama dengan limbah lain yang
memiliki
karakteristik yang sama, atau dengan limbah lain yang
karakteristiknya
saling cocok
d. Untuk mempermudah pengisian limbah ke dalam kemasan, serta
agar lebih
aman, limbah B3 dapat terlebih dahulu dikemas dalam kantong
kemasan
yang tahan terhadap sifat limbah sebelum kemudian dikemas
dalam
kemasan dengan memenuhi butir 2) di atas
e. Pengisian limbah B3 dalam satu kemasan harus dengan
mempertimbangkan karakteristik dan jenis limbah, pengaruh
pemuaian
limbah, pembentukan gas dan kenaikan tekanan selama
penyimpanan
(1) Untuk limbah B3 cair harus dipertimbangkan ruangan untuk
pengembangan volume dan pembentukan gas
(2) Untuk limbah B3 yang bereaksi sendiri sebaiknya tidak
menyisakan
ruang kosong dalam kemasan
(3) Untuk limbah B3 yang mudah meledak kemasan dirancang
tahan
akan kenaikan tekanan dari dalam dan dari luar kemasan
f. Kemasan yang telah diisi atau terisi penuh dengan limbah B3
harus:
(1) Ditandai dengan simbol dan label yang sesuai dengan
ketentuan
mengenai penandaan pada kemasan limbah B3
(2) Selalu dalam keadaan tertutup rapat dan hanya dapat dibuka
jika
akan dilakukan penambahan atau pengambilan limbah dari
dalamnya
-
15 |Pelumas Bekas
(3) Disimpan di tempat yang memenuhi persyaratan untuk
penyimpanan
limbah B3 serta mematuhi tata cara penyimpanannya
g. Terhadap drum/tong atau bak kontainer yang telah berisi
limbah B3 dan
disimpan ditempat penyimpanan harus dilakukan pemeriksaan
kondisi
kemasan sekurang-kurangnya 1 (satu) minggu satu kali
(1) Apabila diketahui ada kemasan yang mengalami kerusakan
(karat
atau bocor), maka isi limbah B3 tersebut harus segera
dipindahkan ke
dalam drum/tong yang baru, sesuai dengan ketentuan butir 1
diatas.
(2) Apabila terdapat ceceran atau bocoran limbah, maka
tumpahan
limbah tersebut harus segera diangkat dan dibersihkan,
kemudian
disimpan dalam kemasan limbah B3 terpisah
h. Kemasan bekas mengemas limbah B3 dapat digunakan kembali
untuk
mengemas limbah B3 dengan karakteristik:
(1) Sama dengan limbah B3 sebelumnya, atau
(2) Saling cocok dengan limbah B3 yang dikemas sebelumnya
Jika akan digunakan untuk mengemas limbah B3 yang tidak saling
cocok,
maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih dahulu
sebelum dapat
digunakan sebagai kemasan limbah B3 dengan memenuhi ketentuan
butir
1) di atas.
i. Kemasan yang telah dikosongkan apabila akan digunakan kembali
untuk
mengemas limbah B3 lain dengan karakteristik yang sama, harus
disimpan
ditempat penyimpanan limbah B3. Jika akan digunakan untuk
menyimpan
limbah B3 dengan karakteristik yang tidak saling sesuai
dengan
sebelumnya, maka kemasan tersebut harus dicuci bersih terlebih
dahulu
dan disimpan dengan memasang label KOSONG sesuai dengan
ketentuan penandaan kemasan Limbah B3
j. Kemasan yang telah rusak (bocor atau berkarat) dan kemasan
yang tidak
digunakan kembali sebagai kemasan limbah B3 harus
diperlakukan
sebagai limbah B3
Secara khusus tata cara dan persyaratan penyimpanan dan
pengumpulan
minyak pelumas bekas diatur dalam Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun
1996, yaitu:
-
16 |Pelumas Bekas
Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus
memperhatikan:
a. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan
b. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat
berupa drum atau
tangki
Gambar II.5.1 Kemasan Penyimpanan limbah pelumas bekas
c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat
dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi
kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani
d. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga
dapat digunakan
untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut
(forklift)
Gambar II.5.2. Pola Penyimpanan kemasan drum di atas palet
dengan jarak maksimum antar
blok
e. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan tumpukan
kemasan.
Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan maksimum 3
(tiga) lapis dengan
-
17 |Pelumas Bekas
tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan lebih dan 3
(tiga) lapis atau
kemasan terbuat dan plastik, maka harus dipergunakan rak
Gambar II.5.3. Penyimpanan kemasan limbah pelumas bekas dengan
menggunakan rak
f. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul
disekelilingnva dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampungan yang
kedap air.
Bak penampungan dibuat mampu menampung 110% dari kapasitas
volume drum
atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan, serta tangki
harus diatur
sedemikian sehingga bila terguling tidak akan menimpa tangki
lain
g. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan
lantai yang
kedap air
Persyaratan bangunan pengumpulan pelumas bekas, antara lain:
1. Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan
-
18 |Pelumas Bekas
a. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran,
dan
peralatan komunikasi
b. Konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik
pelumas bekas
c. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir
2. Persyaratan bangunan pengumpulan
a. Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas,
tidak
bergelombang, kuat dan tidak retak
b. Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak
penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%
c. Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan
minyak pelumas
bekas
d. Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap
yang
dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat
penyimpanan
atau pengumpulan
e. Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila
bangunan
diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang
mudah
didobrak.
Pengumpulan pelumas bekas wajib:
a. Mempunvai izin dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
b. Membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak
pelumas bekas
kepada pengolah atau pemanfaat
c. Mengisi formulir permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam
lampiran
keputusan ini
d. Melaporkan kegiatan yang dilakukannya kepada Badan
Pengendalian Dampak
lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat
II dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan,
sekurang-kurangnya
sekali dalam 3 (tiga) bulan
Persyaratan simbol, label, dokumen, dan registrasi mengenai
pengumpulan pelumas
bekas, yaitu:
a. Setiap penggangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi
dengan dokumen
limbah dan mengajukan nomor regisirasi dokumen pelumas bekas
sebagaimana
dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak
Lingkungan
-
19 |Pelumas Bekas
Nomor Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan
Berbahaya
dan Beracun.
b. Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi
dengan simbol dan
label
c. Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan
penyimpanan/pengumpulan
pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan
karakteristik
minyak pelumas bekas.
*Rekapitulasi rekomendasi pengangkutan limbah pelumas bekas moda
darat dan laut
tahun 2011 berdasarkan KMLH.
II.6. Peraturan Terkait Pelumas Bekas
Peraturan perundang-undangan pengelolaan limbah pelumas bekas,
antara
lain:
1. UU RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup
2. UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
3. PP RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan
Beracun
4. PP RI No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 18
Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
5. PP RI No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan
Beracun
6. PP RI No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan
Daerah
Kapubaten/Kota
7. Kepres RI No. 21 Tahun 2001 tentang Penyediaan dan Pelayanan
Pelumas
8. Permen NLH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan
Pengelolaan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
9. Permen NLH No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan
dan
Pengawasan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Serta
Pengawasan
Pemulihan Akibat Pencemaran Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Oleh
Pemerintah Daerah
-
20 |Pelumas Bekas
10. Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Cara dan Persyaratan
Teknis
Penyimpanan dan Pengumpulan Limbah B3
11. Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995 tentang Dokumen Limbah Bahan
Berbahaya
dan Beracun
12. Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun
13. Kepdal 255/BAPEDAL/09/1996 tentang Tata Cara dan
Persyaratan
Penyimpanan Minyak Pelumas Bekas
14. Surat Edaran MNLH No. 8 Tahun 1997 tentang Penyerahan Minyak
Pelumas
Bekas
-
21 |Pelumas Bekas
BAB III
PEMBAHASAN
III.1. Studi Kasus
1. Kasus 1
Selasa, 7 Februari 2012, salah satu lembaga swadaya masyarakat
(LSM) di
Kota Parepare, melaporkan bengkel Elnusa anak cabang PT
(Persero) Pertamina
Kota Parepare, Sulawesi Selatan, terkait dugaan pencemaran
limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3) jenis pelumas bekas yang hanya
ditimbun di tanah
tanpa wadah penampungan. Seharusnya limbah semacam ini dibuatkan
bak beton,
sebelum ditanam di bawah tanah. Menyikapi laporan tersebut,
Badan Lingkungan
Hidup Provinsi (BLH) Sulawesi Selatan langsung melakukan
pengambilan sampel
di bengkel Elnusa Pertamina Parepare. Pengambilan sampel selain
pada timbunan
yang diduga menanam pelumas bekas di dalam tanah, juga akan
mencari titik untuk
mengambil sampel air di lokasi sekitar bengkel tersebut.
Hasilnya akan diumumkan
oleh BLHD Parepare.
Dijelaskan Kepala bidang Pengawasan dan Penegakan Hukum
Lingkungan
BLH Provinis Sulsel, masalah pencemaran lingkungan memang harus
mendapat
pengawasan yang ketat, karena dapat mencemarkan lingkungan
bahkan
membahayakan kesehatan manusia. BLH Sulsel, dalam waktu dekat
akan
memanggil pihak bengkel Elnusa, Pertamina dan LSM yang
melaporkan hal
tersebut. Dari hasil pemantauan, bengkel yang dinaungi Pertamina
tersebut dinilai
tidak memenuhi syarat sebagai bengkel, karena tidak memiliki
wadah pengumpul
pelumas bekas yang idealnya terbuat dari beton sebagai lantai
penahan agar pelumas
bekas tidak mencemari tanah. Sesuai dengan aturan harusnya
pelumas bekas itu di
tampung. Bukannya ditimbun di dalam tanah. Selain ceceran
pelumas bekas, di
lokasi juga ada gemuk (grace) dan ceceran karatan bekas rem
mobil tangki.
2. Kasus 2
Sebuah drum untuk menampung oli bekas milik PT Timas yang
berlokasi
di Desa Tambak, Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Banten,
meledak pada hari
Senin, 28 Desember 2009 sekitar pukul 11 siang. Akibat ledakan
tersebut, seorang
-
22 |Pelumas Bekas
karyawan bagian pengelasan, Siman (40) mengalami luka bakar dan
harus dilarikan
ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Serang.
Menurut Kapolres Serang, ledakan tersebut berasal dari drum
pelumas
yang digunakan sebagai pengganjal mobil yang sedang dilas oleh
korban. Diduga
akibat panas, drum pelumas bekas yang digunakan untuk pengganjal
tersebut
langsung meledak. Ledakan hebat itu sempat membuat tubuh korban
Siman
terpental beberapa meter. Bahkan korban sempat terkena semburan
api, akibatnya ia
menderita luka bakar serius terkena semburan api tersebut. Bunyi
ledakan itupun
sempat membuat panik karyawan PT Timas. Siman, warga Kampung
Citawa, Desa
Tambak, Kecamatan Kibin yang menderita luka bakar di sekujur
tubuh, oleh rekan
kerjanya langsung dilarikan ke RSUD Serang untuk diberikan
pengobatan medis.
III.2. Pembahasan
Menurut Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996, oli bekas atau
minyak
pelumas bekas selanjutnya disebut minyak pelumas bekas adalah
sisa pada suatu
kegiatan dan/atau proses produksi. Dalam peraturan ini juga
diatur mengenai tata cara
dan persyaratan penyimpanan dan pengumpulan minyak pelumas bekas
yang umumnya
dilakukan oleh badan usaha skala kecil. Berdasarkan NFPA pelumas
bekas:
Gambar III.2.1. NFPA Pelumas Bekas
Keterangan:
Biru: Health Hazard
Merah: Fire Hazard
Kuning: Reactivity
Putih: Specific Hazard
1. Kasus 1
Terkait kasus 1, maka terdapat kelalaian bengkel Elnusa dalam
mengelola
limbah B3 jenis pelumas bekas yang dapat berdampak buruk bagi
lingkungan dan
biota air. Berdasarkan sifatnya yang bersifat toksik dan MSDS,
hendaknya bengkel
Elnusa lebih waspada akan hal ini dan dapat menangani limbah
B3-nya dengan
benar dan menurut aturan yang berlaku, sehingga tidak terjadi
hal yang tak
diinginkan.
-
23 |Pelumas Bekas
Pelumas bekas sering mengandung bahan berbahaya seperti bahan
bakar
mudah terbakar dan bersifat aditif, timah dan logam beracun
lainnya. Pelumas bekas
tidak semestinya dibuang begitu saja karena dapat membunuh
tumbuhan dan satwa
liar dan mencemari air permukaan dan air tanah. Oleh sebab itu,
ilegal untuk:
a. Membuang oli bekas di tanah,
b. Dibuang di saluran air buangan
c. Menempatkan menggunakan minyak dalam sampah, atau
d. Menggunakan oli bekas untuk mengurangi debu di jalan
Berdasarkan Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996 yang mengatur
tentang Tata Cara dan Persyaratan Penyimpanan Minyak Pelumas
Bekas.
Tatacara penyimpanan minyak pelumas bekas harus
memperhatikan:
a. Karakteristik pelumas bekas yang disimpan
b. Kemasan harus sesuai dengan karakteristik pelumas bekas dapat
berupa drum
atau tangki
c. Pola penyimpanan dibuat dengan sistem blok, sehingga dapat
dilakukan
pemeriksaan menyeluruh terhadap setiap kemasan jika terjadi
kerusakan dan
apabila terjadi kecelakaan dapat segera ditangani
d. Lebar gang antar blok harus diatur sedemikian rupa, sehingga
dapat digunakan
untuk lalu lintas manusia, dan kendaraan pengangkut
(forklift)
e. Penumpukan kemasan harus mempertimbangkan kestabilan
tumpukan
kemasan. Jika berupa drum (isi 200 liter), maka tumpukan
maksimum 3 (tiga)
lapis dengan tiap lapis dialasi dengan palet dan bila tumpukan
lebih dan 3
(tiga) lapis atau kemasan terbuat dan plastik, maka harus
dipergunakan rak
f. Lokasi peyimpanan harus dilengkapi dengan tanggul
disekelilingnva dan
dilengkapi dengan saluran pembuangan menuju bak penampungan yang
kedap
air. Bak penampungan dibuat mampu menampung 110% dari
kapasitas
volume drum atau tangki yang ada di dalam ruang penyimpanan,
serta tangki
harus diatur sedemikian sehingga bila terguling tidak akan
menimpa tangki
lain
g. Mempunyai tempat bongkar muat kemasan yang memadai dengan
lantai yang
kedap air
Persyaratan bangunan pengumpulan pelumas bekas, antara lain:
-
24 |Pelumas Bekas
I. Pengumpul minyak pelumas bekas wajib memenuhi persyaratan
a. Memiliki fasilitas untuk penanggulangan terjadinya kebakaran,
dan
peralatan komunikasi
b. Konstruksi bahan bangunan disesuaikan dengan karakteristik
pelumas
bekas
c. Lokasi tempat pengumpulan bebas banjir
II. Persyaratan bangunan pengumpulan
a. Lantai harus dibuat kedap terhadap minyak pelumas bekas,
tidak
bergelombang, kuat dan tidak retak
b. Konstruksi lantai dibuat melandai turun ke arah bak
penampungan dengan
kemiringan maksimum 1%
c. Bangunan harus dibuat khusus untuk fasilitas pengumpulan
minyak
pelumas bekas
d. Rancang bangun untuk penyimpanan/pengumpulan dibuat beratap
yang
dapat mencegah terjadinya tampias air hujan ke dalam tempat
penyimpanan atau pengumpulan
e. Bangunan dapat diberi dinding atau tanpa dinding, dan apabila
bangunan
diberi dinding bahan bangunan dinding dibuat dari bahan yang
mudah
didobrak.
Pengumpulan pelumas bekas wajib:
a. Mempunvai izin dan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan
b. Membuat catatan tentang penerimaan dan pengirim minyak
pelumas bekas
kepada pengolah atau pemanfaat
c. Mengisi formulir permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam
lampiran
keputusan ini
d. Melaporkan kegiatan yang dilakukannya kepada Badan
Pengendalian Dampak
lingkungan dengan tembusan Bupati/Walikotamadya Daerah Tingkat
II dan
Gubernur Kepala Daerah Tingkat I yang bersangkutan,
sekurang-kurangnya
sekali dalam 3 (tiga) bulan
Persyaratan simbol, label, dokumen, dan registrasi mengenai
pengumpulan pelumas
bekas, yaitu:
-
25 |Pelumas Bekas
a. Setiap penggangkutan minyak pelumas bekas wajib dilengkapi
dengan
dokumen limbah dan mengajukan nomor regisirasi dokumen pelumas
bekas
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Kepala Badan
Pengendalian
Dampak Lingkungan Nomor Kep-02/Bapedal/09/1995 tentang
Dokumen
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
b. Setiap alat angkut minyak pelumas bekas wajib dilengkapi
dengan simbol dan
label
c. Setiap kemasan atau tempat/wadah untuk kegiatan
penyimpanan/pengumpulan
pelumas bekas wajib diberi simbol dan label yang menunjukkan
karakteristik
minyak pelumas bekas
Terdapat juga sanksi menyangkut pelanggaran yang dilakukan
oleh
bengkel Elnusa berdasarkan PP No. 18 Tahun 1999 diperkuat PP
No.85 Tahun
1999, PP No. 74 Tahun 2001, Kepdal BAPEDAL No. 255 Tahun 1996,
dan Surat
Edaran MNLH No. 8 Tahun 1997. Menyikapi kasus ini perlu
melibatkan peran serta
masyarakat dan keterbukaan pemerintah dalam menginformasikan
bahaya limbah
B3 kepada masyarakat sehingga terjadi pengawasan yang lebih
efektif terhadap
pelaksanaannnya sesuai PP No. 74 Tahun 2001 pasal 32, pasal 33,
pasal 34, pasal
35, dan pasal 36; dan PP No. 18 Tahun 1999 pasal 55.
2. Kasus 2
Terlihat bahwa limbah B3 pelumas bekas memiliki sifat cukup
mudah
terbakar serta cukup membahayakan kesehatan. Oleh karena itu
dalam
penanganannya, limbah ini harus dijaga sehati-hati mungkin agar
tidak timbul
percikan pada kontainer. Pada MSDS bagian penyimpanan
disebutkan, hindari
kegiatan mengelas kontainer. Namun tampaknya hal ini kurang
menjadi perhatian
bagi Siman, pekerja yang menjadi korban ledakan kontainer
pelumas bekas di PT
Timas. Beliau jelas telah melakukan kesalahan dengan menjadikan
drum limbah
pelumas bekas sebagai alas ketika mengelas. Hal ini tentu saja
dapat menimbulkan
percikan api, dan ketika berkontak dengan pelumas yang memiliki
sifat mudah
meledak, maka muncullah ledakan. Beruntung korban masih bisa
terselamatkan
meski menderita luka bakar serius. Hendaknya para pekerja harus
lebih disadarkan
tentang bahaya limbah B3, dan perusahaan harus bisa
membangkitkan kesadaran
pada para pekerjanya.
-
26 |Pelumas Bekas
Menurut MSDS pelumas bekas, dampak yang dapat ditimbulkannya
adalah sebagai berikut:
Dampak bagi kesehatan
1. Pernapasan: konsentrasi uap yang tinggi dapat berbahaya jika
dihirup.
Konsentrasi yang tinggi dapat mengganggu saluran pernafasan
(hidung,
tenggorokan, dan paru-paru). Juga dapat menyebabkan mual,
muntah, sakit
kepala, pusing, kehilangan koordinasi, rasa, dan gangguan
saraf
lainnyapaparan dengan konsentrasiakutdapat menyebabkan depresi
sistem
saraf, pingsan, koma dan/atau kematian.
2. Mata: menyebabkan iritasi
3. Kulit: dapat menyebabkan dermatitis atau meresap ke dalam
kulit dan
menimbulkan dampak seperti pada pernapasan.
4. Pencernaan: dapat berbahaya jika tertelan. Menyebabkan mual,
muntah, dan
gangguan saraf lainnya. Jika produk terhirup ketika sedang
menelan atau
muntah, dapat menyebabkan kanker paru-paru ataupun kematian.
5. Kondisi medis yang diperparah oleh paparan: gangguan terhadap
jantung, hati,
ginjal, saluran pernapasan (hidung, tenggorokan, paru-paru),
sistem saraf
pusat, mata, kulit, dapat semakin diperparah dengan konsentrasi
paparan yang
tinggi.
6. Sifat karsinogenik: Produk ini mengandung minyak mineral,
tidak diolah atau
sedikit diolah, yang dapat menyebabkan kanker. Produk ini
mungkin berisi
hidrokarbon dan klor, pelarut, logam, dan aromatic polynuclear
yang dapat
menyebabkan kanker. Risiko kanker tergantung pada jangka waktu
dan tingkat
paparan.
Dampak terhadap lingkungan
Lapisan atas tanah dan vegetasi alami biasanya akan menyaring
banyak
dari polutan keluar, tetapi lapisan kedap air yang menutupi
sebagian besar
permukaan di mana polutan tersebut berasal membawanya tepat ke
badan saluran
air dan ke sungai, danau, dan laut, yang dapat meracuni biota
laut dan ikan yang kita
makan-serta ekosistem. Pencemaran pelumas bekas ini juga
menemukan jalan ke
-
27 |Pelumas Bekas
dalam aquafer bawah tanah menuju pasokan air minum kita,
sehingga dapat
membahayakan kesehatan manusia.
Pelumas bekas mengandung sejumlah zat yang bisa mengotori
udara,
tanah dan air. Pelumas bekas itu mungkin saja mengandung logam,
larutan klorin,
dan zat-zat pencemar lainnya. Satu liter pelumas bekas bisa
merusak jutaan liter air
segar dari sumber air dalam tanah. Pelumas bekas juga dapat
menyebabkan tanah
kurus dan kehilangan unsur hara. Sedangkan sifatnya yang tidak
dapat larut dalam
air juga dapat membahayakan habitat air, selain itu sifatnya
mudah terbakar yang
merupakan karakteristik dari Bahan Berbahaya dan Beracun
(B3).
-
28 |Pelumas Bekas
BAB IV
PENUTUP
IV.1. Kesimpulan
1. Dampak kesehatan dan lingkungan yang ditimbulkan oleh pelumas
bekas dapat
melalui mata, kulit, pulmonal, dan gastrointestinal.
2. Sanksi peraturan yang ada mengenai pengelolaan limbah B3
pelumas bekas
terhadap pelanggaran yang terjadi diatur dalam PP No. 18 Tahun
1999 diperkuat
PP No.85 Tahun 1999, PP No. 74 Tahun 2001, Kepdal BAPEDAL No.
255
Tahun 1996, dan Surat Edaran MNLH No. 8 Tahun 1997.
3. Pelibatan peran serta masyarakat dan keterbukaan pemerintah
dalam
menginformasikan bahaya limbah B3 kepada masyarakat terhadap
pelaksanaan
pengawasan pengelolaan limbah B3 diatur dalam PP No. 74 Tahun
2001 pasal
32, pasal 33, pasal 34, pasal 35, dan pasal 36; dan PP No. 18
Tahun 1999 pasal
55.Memberikan informasi mengenai bahaya limbah B3 yang mudah
diakses
4. Tindakan pencegahan keracunan pelumas bekas dilakukan
dengan
meningkatkan standar kesehatan pribadi dan perusahaan dengan
baik serta
partisipasi pekerja untuk menaatinya. Sedangkan penanganannya
dilakukan
berdasarkan letak dekontaminasi yang terjadi.
5. Pengelolaan limbah B3 jenis pelumas bekas yang baik diatur
secara umum
dalam Kepdal No. 1 Tahun 1995 dan secara khusus dalam Kepdal
BAPEDAL
No. 255 Tahun 1996.
IV.2. Saran
1. Kurangnya sumber daya dan penelitian mengenai pelumas bekas
menjadi
tantangan untuk menyelesaikan makalah ini.
2. Perlunya otonomi peraturan mengenai perizinan pengelolaan
limbah pelumas
bekas di setiap daerah
3. Perlunya sosialisasi yang terbuka mengenai limbah B3 kepada
masyarakat
sehingga masyarakat pun ikut terlibat dalam pengawasannya.
-
29 |Pelumas Bekas
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Diakses secara online
http://id.wikipedia.org/wiki/Oli_mesin pada tanggal 4 Maret
2012
A D, Darwiaty dan KW Glori. 2012. Dikeluhkan, Limbah Pertamina
Cemari Tanah. Kompas, &
Februari 2012. Diakses secara online
http://regional.kompas.com/read/2012/02/07/12131331/Dikeluhkan.Limbah.Pertamin
a.Cemari.Tanah pada tanggal 9 Maret 2012
Agustina, Haruki. 2006. Pengelolaan dan Pengendalian Limbah B3.
Diakses secara online
http://www.jasamedivest.com/files/tentang_pengelolaan_limbah_B3.pdf
pada tanggal
4 Maret 2012
Kepdal 01/BAPEDAL/09/1995 tentang Cara dan Persyaratan Teknis
Penyimpanan dan
Pengumpulan Limbah B3. Diakses secara online
http://oc.its.ac.id/ambilfile.php?idp=1426 pada tanggal 4 Maret
2012
Kepdal 03/BAPEDAL/09/1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Diakses secara online
http://www.jasamedivest.com/files/kep-03-bapedal-09-1995.pdf
pada tanggal 4 Maret
2012
Kepdal 255/BAPEDAL/09/1996 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Penyimpanan Minyak
Pelumas Bekas. Diakses secara online
http://www.proxsis.com/perundangan/LH/doc/uu/N00-1996-00255.pdf
pada tanggal 4
Maret 2012
KMLH. 2011. Laporan Hasil Penelitian Program Penilaian Peringkat
Kinerja Perusahaan
dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Diakses secara online
http://www.menlh.go.id/DATA/Press_release_PROPER_2011_OK.pdf
pada tanggal
4 Maret 2012
Olison, K.R. 2007. Poisoning and Drug Overdoses. Fifth Edition.
Mc Graw Hill Lange.
Permen NLH No. 18 Tahun 2009 tentang Tata Cara Perizinan
Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun. Diakses secara online http://puu-
pi.menlh.go.id/pdf/ind/IND-PUU-7-2009-Permen%20No.18%20Tahun%202009-
Perizinan%20LB3.pdf pada tanggal 4 Maret 2012
-
30 |Pelumas Bekas
Permen NLH No. 30 Tahun 2009 tentang Tata Laksana Perizinan dan
Pengawasan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Serta Pengawasan Pemulihan Akibat
Pencemaran
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Oleh Pemerintah Daerah.
Diakses secara
online
http://skpd.batamkota.go.id/dampaklingkungan/files/2012/01/PERMEN-No-
30-Tahun-2009-Tentang-Laksana-Perizinan-dan-Pengawasan-Pengelolaan-Limbah-
B3-serta-Pengawasan-Pemulihan-Akibat-Pencemaran-Limbah-B3.pdf
pada tanggal 4
Maret 2012
PP RI No. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Diakses secara online
http://prokum.esdm.go.id/pp/1999/PP%2018%20Tahun%201999.pdf pada
tanggal 4
Maret 2012
PP RI No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
Antara Pemerintah,
Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah
Kapubaten/Kota.
Diakses secara online
http://www.smecda.com/Files/infosmecda/PP/PP_NO_38_2007.pdf pada
tanggal 4
Maret 2012
PP RI No. 74 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun.
Diakses secara online
http://portal.djmbp.esdm.go.id/sijh/PP7401_BahanBahaya.pdf
pada tanggal 4 Maret 2012
PP RI No. 85 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Peraturan
Pemerintah No. 18 Tahun 1999
tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Diakses
secara online
http://prokum.esdm.go.id/pp/1999/PP%2085%20Tahun%201999.pdf pada
tanggal 4
Maret 2012
Suryanto. 2009. Drum Oli Bekas di Serang Meledak. Antara News,
28 Desember 2009.
Diakses secara online
http://www.antaranews.com/berita/1262007254/drum-oli-
bekas-di-serang-meledak pada tanggal 4 Maret 2012
Swara, Puspa. Januari 1998. Mengelola Bengkel Mobil. Tim
KSS.
UU RI No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Diakses
secara online
http://www.kpu.go.id/dmdocuments/UU_32_2004_Pemerintahan%20Daerah.pdf
pada tanggal 4 Maret 2012
-
31 |Pelumas Bekas
Wahyu Purwo Raharjo. 2007. Pemanfaatan TEA (Three Ethyl Amin)
dalam Proses
Penjernihan Oli Bekas sebagai Bahan Bakar Pada Peleburan
Aluminium. Universitas
Sebelas Maret Surakarta. Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi,
Vol.8, No. 2,
2007:166-184. Diakses secara online
http://eprints.ums.ac.id/1367/1/6._WAHYU_PURWO_RAHARJO_1.pdf
pada
tanggal 4 Maret 2012
-
32 |Pelumas Bekas
JURNAL
-
33 |Pelumas Bekas
*Rekapitulasi rekomendasi pengangkutan limbah pelumas bekas moda
darat dan laut tahun
2011 berdasarkan KMLH.