Page 1
ANESTESI LOKAL
1. Definisi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi
Anestesi lokal didefinisikan sebagai kehilangan sensasi pada area tertentu dan terbatas
yang dipersarafi oleh nervus tertentu pada tubuh akibat depresi eksitasi ujung serabut saraf
ataupun karena inhibisi pada proses konduksi pada nervus perifer.
Di kedokteran gigi, anestesi lokal digunakan untuk mengurangi nyeri, sehingga pasien
merasa nyaman saat dilakukan tindakan oleh dokter gigi pun mampu bekerja dengan baik.
Selain itu, anestesi lokal juga dapat digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab nyeri
pada wajah.
Sedangkan Anestesiologi didefinisikan sebagai ilmu yang mendasari usaha dalam hal-
hal pemberian anestesi dan analgesik serta menjaga keselamatan penderita yang mengalami
pembedahan atau tindakan, melakukan tindakan resusitasi pada penderita gawat, mengelola
unit perawatan intensif, memberi pelayanan terapi, penanggulangan nyeri menahun bersama
cabang ilmu kedokteran lainnya dan dengan peran serta masyarakat secara aktif mengelola
kedokteran gawat darurat. Anestesi bersifat reversibel dan sementara.
Selain itu pada anestesi dikenal juga adanya anestesi topikal yang merupakan suatu
pengaplikasian agen anestesi lokal pada permukaan membran mukosa atau kulit yang
kemudian berpenetrasi melewati epidermis dan menganestesi ujung ujung saraf.
2. Indikasi dan Kontra Indikasi Anestesi Lokal di Bidang Kedokteran Gigi
Anestesi lokal secara parenteral diberikan untuk infiltrasi dan anestesi blok saraf.
Infiltrasi anestesi umumnya digunakan untuk pembedahan minor dan perawatan gigi.
Anestesi blok saraf digunakan untuk pembedahan, perawatan gigi, dan prosedur diagnosis
dan pengontrolan rasa sakit. Karena keanekaragaman dari mekanisme absorpsi dan
Page 2
toksisitasnya, pemilihan jenis dan konsentrasi anestesi lokal yang ideal tergantung pada
prosedur yang akan dilakukan.
Dalam bidang kedokteran gigi, secara umum anestesi lokal diindikasi untuk berbagai
tindakan bedah yang dapat menimbulkan rasa sakit yang tidak tertahankan oleh pasien, di
antaranya yaitu ekstraksi gigi, apikoektomi, gingivektomi, gingivoplasti, bedah periodontal,
pulpektomi, pulpotomi, alveoplasti, bone grafting, implant, perawatan fraktur rahang,
reimplantasi gigi avulse, perikoronitis, kista, bedah pengangkatan tumor, bedah pengangkatan
odontoma dan juga penjahitan dan Flapping pada jaringan muko-periosteum.
Sedangkan, kontraindikasi dari pemberian anestesi lokal meliputi:
1) Adanya infeksi/inflamasi akut pada daerah injeksi apabila melakukan anestesi secara
injeksi. Hindari blocking saraf inferior gigi pada dasar mulut atau area retromolar.
2) Penderita hemofilia, Christmas Disease, Von Willebrand Disease.
3) Alergi
4) Penderita hipertensi
5) Penderita penyakit hati/liver
Penderita dengan usia lanjut perlu diperhatikan adanya kelainan hati dan ginjal.
3. Persiapan Pra Anestesi
Sebelum dilakukan pemberian anestesi lokal, operator harus mempertimbangkan
risiko yang dapat terjadi pada pasien. Hal ini disebabkan oleh efek depresan yang merupakan
salah satu efek dari obat-obatan anestesi lokal. Selain itu, obat-obatan anestesi lokal pun
memiliki efek samping lain yaitu bronkospasm yang sering kali menyebabkan hiperventilasi
maupun vasodepressor sinkop. Oleh karena itu, keadaan umum pasien perlu dievaluasi
sebelum melakukan tindakan anestesi. Persiapan pra anestesi ini mencakup tiga persiapan,
yaitu persiapan diri anestetis, persiapan alat dan bahan, dan persiapan pasien.
Page 3
Persiapan anestesis, berupa anestesis harus sehat fisik dan psikis, memiliki
pengetahuan dan keterampilan anestesi yang memadai, dan memiliki mental yang baik untuk
mengatasi apabila terjadi keadaan yang mengancam jiwa pasien.
Persiapan alat dan bahan anestesi, alat yang biasa digunakan adalah syringe untuk
menyutikkan bahan atau agen anestesi lokal ke daerah yang akan dianestesi. Hal ini perlu
diperhatikan agar penyuntikan berjalan cepat dan lancar. Kemudian siapkan mukosa yang
akan disuntik, dan siap dilakukan penyuntikan langsung pada daerah yang dikehendaki.
Evaluasi Praanestesi dilakukan melalui anamnesis serta evaluasi kondisi fisik pasien.
Dalam anamnesis, pasien ditanyakan tentang riwayat penyakit yang pernah atau sedang
diderita, obat-obatan yang sedang dikonsumi, riwayat alergi, dan juga beberapa keluhan-
keluhan yang mungkin dialami oleh pasien. Dalam evaluasi praanestesi ini pula ditanyakan
tentang ketakutan pasien sebelum dilakukan anestesi sehingga keadaan psikologis pasien
dapat pula dievaluasi.
Penyakit-penyakit yang umumnya ditanyakan kepada pasien dalam evaluasi
praanestesi adalah kelainan jantung, hipotensi, diabetes, gagal ginjal, penyakit liver, alergi
terhadap obat, hipertensi, rematik, asma, anemia, epilepsi, serta kelainan darah.
Pemeriksaan fisik praanestesi yang perlu dilakukan adalah inspeksi visual untuk
mengobservasi adanya kelainan pada postur tubuh pasien, gerakan tubuh, bicara, dan
sebagainya; evaluasi tanda vital; serta status kesehatan fisik menurut ASA.
4. Komplikasi Anestesi Lokal
1) Kerusakan Jarum
Penyebab utamanya adalah kelemahan jarum dengan membengkokkannya
sebelum di insersi dalam mulut pasien. Selain itu dapat terjadi karena pergerakan pasien
yang berlebihan secara tiba-tiba sehingga jarum penetrasi ke dalam otot.
Page 4
Perawatan jika terjadi jarum patah, adalah:
1) Tetap tenang, jangan panik
2) Instruksikan pasien tidak bergerak, jaga mulut pasien agar tetap terbuka. Gunakan bite
block dalam mulut pasien.
3) Jika patahan masih terlihat, coba untuk mengambilnya.
2) Parastesi
Pasien merasa mati rasa (dingin) selama beberapa jam atau bahkan berhari-hari
setelah anastesi lokal. Penyebabnya bisa karena trauma pada beberapa saraf. Selain itu,
injeksi anastesi lokal yang terkontaminasi alkohol atau cairan sterilisasi dapat
menyebabkan iritasi sehingga menyebabkan edema dan sampai menjadi parastesi.
Parastesi dapat sembuh sendiri dalam waktu 8 minggu dan jika kerusakan pada
saraf lebih berat maka parastesi dapat menjadi permanen, namun jarang terjadi.
Perawatan pada pasien yang mengalami parastesi yaitu:
1) Yakinkan kembali pasien dengan berbicara secara personal.
2) Jelaskan bahwa parastesi jarang terjadi, hanya 22% telah dilaporkan yang
berkembang menjadi parastesi.
3) Periksa pasien:
(1) Menentukan derajat dan luas parastesi
(2) Jelaskan pada pasien bahwa parastesi akan sembuh sendiri dalam waktu 2 bulan.
(3) Jadwal ulang pertemuan setiap 2 bulan sampai adanya pengurangan reaksi sensori
(4) Jika ada, maka konsultasi ke bagian Bedah Mulut.
Page 5
3) Paralisis Nervus Fasial
Gambar 1. Paralisis nervus fasial akibat blok saraf alveolar inferior pada sisi kiri
Paralisis sebagian dari cabang trigeminal terjadi pada blok saraf infraorbital atau
infiltrasi kaninus maksila, biasanya dapat menyebabkan otot kendur.
Paralisis nervus fasial dapat disebabkan karena kesalahan injeksi anastesi lokal
yang seharusnya ke dalam kapsul glandula parotid. Jarum secara posterior menembus ke
dalam badan glandula parotid sehingga hal ini menyebabkan paralisis.
Pasien yang mengalami paralisis unilateral mempunyai masalah utama yaitu
estetik. Wajah pasien terlihat berat sebelah. Tidak ada treatment khusus kecuali
menunggu sampai aksi dari obat menghilang. Masalah lainnya adalah pasien tidak dapat
menutup satu matanya secara sadar, refleks menutup pada mata menjadi hilang dan
berkedip menjadi susah.
4) Trismus
Trismus adalah kejang tetanik yang berkepanjangan dari otot rahang dengan
pembukaan mulut menjadi terbatas (rahang terkunci). Etiologinya karena trauma pada
otot atau pembuluh darah pada fossa infratemporal. Kontaminasi alkohol dan larutan
sterlisasi pun dapat menyebabkan iritasi jaringan kemudian menjadi trismus. Hemoragi
juga penyebab lain trismus.
Page 6
5) Luka jaringan lunak
Trauma pada bibir dan lidah biasanya disebabkan karena pasien tidak hati-hati
menggigit bibir atau menghisap jaringan yang teranastesi. Hal ini menyebabkan
pembengkakan dan nyeri yang siginifikan. Kejadian ini sering terjadi pada anak-anak
handicapped.
6) Hematoma
Hematoma dapat terjadi karena kebocoran arteri atau vena setelah blok nervus
alveolar superior posterior atau nervus inferior. Hematoma yang terjadi setelah blok saraf
alveolar inferior dapat dilihat secara intraoral sedangkan hematoma akibat alveolar blok
posterior superior dapat dilihat secara extraoral.
Komplikasi hematoma juga dapat berakibat trismus dan nyeri. Pembengkakan dan
perubahan warna pada region yang terkena dapat terjadi setelah 7 sampai 14 hari.
Gambar 2. Hematoma akibat blok nervus mentale bilateral
7) Nyeri
Penyebabnya dapat terjadi karena :
1) Teknik injeksi yang tidak hati-hati dan tidak berperasaan
2) Jarum tumpul akibat pemakaian injeksi multiple
Page 7
3) Deposisi cepat pada obat anastesi local yang menyebabkan kerusakan jaringan
4) Jarum dengan mata kail (biasanya akibat tertusuk tulang)
Nyeri yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan kecemasan pasien dan
menciptakan gerakan tiba-tiba dan menyebabkan jarum patah.
8) Rasa terbakar
pH dari obat anastesi lokal yang dideposit ke dalam jaringan lunak dipersiapkan
berkisar 5, namun menjadi lebih asam (sekitar 3) sehingga menyebabkan rasa terbakar.
Selain itu, penyebab rasa terbakar disebabkan karena injeksi yang terlalu cepat, biasanya
pada palatal. Selain itu, kontaminasi dengan alkohol dan larutan sterilisasi juga
menyebabkan rasa terbakar.
Jika disebabkan karena pH, maka akan menghilang sejalan dengan reaksi anastesi.
Namun jika disebabkan karena injeksi terlalu cepat, kontaminasi dan obat anastesi yang
terlalu hangat dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang dapat berkembang menjadi
trismus, edema, bahkan parastesi.
9) Infeksi
Penyebab utamanya adalah kontaminasi jarum sebelum administrasi anastesi.
Kontaminasi terjadi saat jarum bersentuhan dengan membran mukosa. Selain itu,
ketidakahlian operator untuk teknik anastesi lokal dan persiapan yang tidak tepat
menyebabkan infeksi.
Page 8
10) Edema
Pembengkakan jaringan merupakan manifestasi klinis adanya beberapa gangguan.
Edema dapat terjadi karena:
1) Trauma selama injeksi
2) Infeksi
3) Alergi
4) Hemoragi
5) Jarum yang teriritasi
6) Hereditary angioderma
Edema dapat menyebabkan rasa nyeri dan disfungsi dari region yang terkena.
Angioneurotik edema yang dihasilkan akibat topical anastesi pada individu yang alergi
dapat membahayakan jalan napas. Edema pada lidah, faring, dan laring dapat berkembang
pada situasi gawat darurat.
11) Pengelupasan jaringan
Gambar 3. Pengelupasan jaringan pada palatum akibat iskemia sekunder yang lama akibat
local anastesi dengan vasonkonstriktor
Page 9
Iritasi yang berkepanjangan atau iskemia pada gusi akan menyebabkan beberapa
komplikasi seperti deskuamasi epitel dan abses steril. Penyebab deskuamasi epitel antara
lain:
1) Aplikasi topical anastesi pada gusi yang terlalu lama
2) Sensitivitas yang sangat tinggi pada jaringan
3) Adanya reaksi pada area topical anastesi
Penyebab abses steril antara lain:
1) Iskemi sekunder akibat penggunaan lokal anastesi dengan vasokonstriktor
(norepineprin)
2) Biasanya berkembang pada palatum keras
Nyeri dapat terjadi pada deskuamasi epitel atau abses steril sehingga ada
kemungkinan infeksi pada daerah yang terkena.
12) Lesi intraoral post anastesi
Pasien sering melaporkan setelah 2 hari dilakukan anastesi lokal timbul ulserasi
pada mulut mereka, terutama di sekitar tempat injeksi. Gejala awalnya adalah nyeri. RAS
atau herpes simplex dapat terjadi setelah anastesi lokal. Recurrent aphthous stomatitis
merupakan penyakit yang paling sering daripada herpes simplex, terutama berkembang
pada gusi yang tidak cekat dengan tulang. Biasanya pasien mengeluh adanya sensitivitas
akut pada area ulser.
5. Teknik Blok Anestesi untuk Pencabutan Gigi Rahang Bawah
Anestesi blok rahang bawah biasanya dilakukan apabila kita memerlukan daerah yang
teranestesi luas misalnya pada waktu pencabutan gigi posterior rahang bawah atau
pencabutan beberapa gigi pada satu quadran.
Page 10
Tabel 1. Teknik Blok Anestesi untuk Pencabutan Gigi Rahang Bawah
Teknik Saraf yang dituju Daerah yang teranestesi
Gow-Gates N. Mandibularis Gigi mandibula setengah quadran,
mukoperiosteum bukal dan
membran mukosa pada daerah
penyuntikan, dua pertiga anterior
lidah dan dasar mulut, jaringan
lunak lingual dan periosteum,
korpus mandibula dan bagian bawah
ramus serta kulit diatas zigoma,
bagian posterior pipi dan region
temporal
Akinosi dan Fisher N. Alveolaris
inferior dan N.
Lingualis
Gigi-gigi mandibula setengah
quadran, badan mandibula dan
ramus bagian bawah,
mukoperiosteum bukal dan
membrane mukosa didepan foramen
mentalis, dasar mulut dan dua
pertiga anterior lidah, jaringan lunak
dan periosteum bagian lingual
mandibula
Page 11
5.1 Anestesi blok teknik Gow-Gates
Prosedur :
1) Posisi duduk pasien terlentang atau setengah terlentang.
2) Pasien diminta untuk membuka mulut lebar dan ekstensi leher
3) Posisi operator:
(1) Untuk mandibula sebelah kanan, operator berdiri pada posisi jam 8 menghadap
pasien.
(2) Untuk mandibula sebelah kiri, operator berdiri pada posisi jam 10 menghadap
dalam arah yang sama dengan pasien.
4) Tentukan patokan ekstra oral: intertragic notch dan sudut mulut. Daerah sasaran:
daerah medial leher kondilus, sedikit dibawah insersi otot pterygoideus eksternus.
5) Operator membayangkan garis khayal yang dibentuk dari intertragic notch ke sudut
mulut pada sisi penyuntikan untuk membantu melihat ketinggian penyuntikan secara
ekstra oral dengan meletakkan tutup jarum atau jari telunjuk.
6) Jari telunjuk diletakkan pada coronoid notch untuk membantu meregangkan jaringan .
7) Operator menentukan ketinggian penyuntikan dengan patokan intra oral berdasarkan
sudut mulut pada sisi berlawanan dan tonjolan mesiopalatinal M2 maksila.
8) Daerah insersi jarum diberi topical antiseptik.
9) Spuit diarahkan ke sisi penyuntikan melalui sudut mulut pada sisi berlawanan,
dibawah tonjolan mesiopalatinal M2 maksila, jarum diinsersikan kedalam jaringan
sedikit sebelah distal M2 maksila .
10) Jarum diluruskan kebidang perpanjangan garis melalui sudut mulut ke intertragic
notch pada sisi penyuntikan kemudian disejajarkan dengan sudut telinga kewajah
sehingga arah spuit bergeser ke gigi P pada sisi yang berlawanan, posisi tersebut dapat
Page 12
berubah dari M sampai I bergantung pada derajat divergensi ramus mandibula dari
telingan ke sisi wajah.
11) Jarum ditusukkan perlahan-lahan sampai berkontak dengan tulang leher kondilus,
sampai kedalamam kira-kira 25 mm. Jika jarum belum berkontak dengan tulang,
maka jarum ditarik kembali per-lahan2 dan arahnya diulangi sampai berkontak
dengan tulang. Anestetikum tidak boleh dikeluarkan jika jarum tidak kontak dengan
tulang.
12) Jarum ditarik 1 mm , kemudian aspirasi, jika negatif depositkan anestetikum sebanyak
1,8 – 2 ml perlahan-lahan.
13) Spuit ditarik dan pasien tetap membuka mulut selama 1 – 2 menit .
14) Setelah 3 – 5 menit pasen akan merasa baal dan perawatan boleh dilakukan
.
Gambar 4. Lokasi anestesi untuk rahang bawah
5.2 Anestesi blok teknik Akinosi
Teknik ini dilakukan dengan mulut pasien tertutup sehingga baik digunakan pada
pasien yang sulit atau sakit pada waktu membuka mulut.
Prosedur:
1) Pasien duduk terlentang atau setengah terlentang
2) Posisi operator untuk rahang kanan atau kiri adalah posisi jam delapan berhadapan
dengan pasien.
Page 13
3) Letakkan jari telunjuk atau ibu jari pada tonjolan koronoid, menunjukkan jaringan
pada bagian medial dari pinggiran ramus. Hal ini membantu menunjukkan sisi injeksi
dan mengurangi trauma selama injeksi jarum.
4) Gambaran anatomi:
(1) Mucogingival junction dari molar kedua dan molar ketiga maksila
(2) Tuberositas maksila
5) Daerah insersi jarum diberi antiseptic kalau perlu beri topikal anestesi.
6) Pasien diminta mengoklusikan rahang, otot pipi dan pengunyahan rileks.
7) Jarum suntik diletakkan sejajar dengan bidang oklusal maksila, jarum diinsersikan
posterior dan sedikit lateral dari mucogingival junction molar kedua dan ketiga
maksila.
8) Arahkan ujung jarum menjauhi ramus mandibula dan jarum dibelokkan mendekati
ramus dan jarum akan tetap didekat N. Alveolaris inferior.
9) Kedalaman jarum sekitar 25 mm diukur dari tuberositas maksila.
10) Aspirasi, bila negatif depositkan anestetikum sebanyak 1,5 – 1,8 ml secara perlahan-
lahan. Setelah selesai , spuit tarik kembali. Kelumpuhan saraf motoris akan terjadi
lebih cepat daripada saraf sensoris. Pasien dengan trismus mulai meningkat
kemampuannya untuk membuka mulut.
5.3 Teknik Fisher
Prosedur:
1) Posisi pasien duduk dengan setengah terlentang.
2) Aplikasikan antiseptic didaerah trigonum retromolar.
3) Jari telunjuk diletakkan dibelakang gigi terakhir mandibula, geser ke arah lateral
untuk meraba linea oblique eksterna. Kemudian telunjuk digeser ke median untuk
Page 14
mencari linea oblique interna, ujung lengkung kuku berada di linea oblique interna
dan permukaan samping jari berada dibidang oklusal gigi rahang bawah.
Posisi:
1) Posisi I: Jarum diinsersikan dipertengahan lengkung kuku , dari sisi rahang yang tidak
dianestesi yaitu regio premolar.
2) Posisi II: Spuit digeser kesisi yang akan dianestesi, sejajar dengan bidang oklusal dan
jarum ditusukkan sedalam 5 mm, lakukan aspirasi bila negatif keluarkan anestetikum
sebanyak 0,5 ml untuk menganestesi N. Lingualis.
3) Posisi III: Spuit digeser kearah posisi I tapi tidak penuh lalu jarum ditusukkan sambil
menyelusuri tulang sedalam kira-kira 10-15 mm. Aspirasi dan bila negative keluarkan
anestetikum sebanyak 1 ml untuk menganestesi N. Alveolaris inferior. Setelah selesai
spuit ditarik kembali.
5.4 Teknik modifikasi Fisher
Setelah kita melakukan posisi III, pada waktu menarik kembali spuit sebelum
jarum lepas dari mukosa tepat setelah melewati linea oblique interna ,jarum digeser
kelateral (kedaerah trigonum retromolar), aspirasi dan keluarkan anestetikum sebanyak
0,5 ml untuk menganestesi N. Bukalis. Kemudian Spuit ditarik keluar.
5.5 Teknik Inferior Alveolar Nerve Blok
Blok nervus alveolar inferior biasanya digunakan untuk injeksi anestesi
mandibula. Menganestesi pada gigi mandibula dari garis midline diinjeksikan pada
corpus mandibula., mukosa bukal, dan tulang pada gigi anterior ke molar pertama
mandibular, dua pertiga anterior lidah dan dasar mulut, serta dasar mukosa dan tulang
Page 15
daerah daerah lingual ke gigi mandibula di sisi injeksi. Gunakan jarum dengan panjang 25
gauge.
Jaringan harus menembus pada batas medial ramus mandibular di puncak
coronoid notch di pterygomandibular raphe. Titik suntikan harus sekitar 1,5 cm diatas
garis occlusal mandibula dengan bersudut kearah tulang-tulang. Barrel jarum harus
sejajar dengan bidang oklusal molar mandibula, dan tiba di premolar kuadran yang
berlawanan. Jarum harus maju pelan-pelan, menaruh beberapa tetes anestesi dan
aspirating sampai tulang. Biasanya pada pasien orang dewasa, jarum akan dimasukkan
20-25 mm (sekitar 2/3 panjang jarum). Pemberian anestesi akan tepat dikirimkan di atas
foramen mandibular.
Gambar 5. Teknik inferior alveolar nerve blok
Tabel 2. Gigi mandibula dan teknik anestesi
Gigi Anestesi pulpa
Jaringan lunak
Bukal Palatal
Incisor Infraorbital (IO) Infraorbital(IO) Nasopalatine
Infiltration Infiltration Infiltration
AMSA AMSA AMSA
P-ASA P-ASA P-ASA
V2 V2 V2
Page 16
Canines Infraorbital Infraorbital Nasopalatine
Infitration Infiltration Infiltration
AMSA AMSA AMSA
P-ASA P-ASA P-ASA
V2 V2 V2
Premolar Infraorbital Infraorbital Greater palatine
Infitration Infiltration Infiltration
AMSA AMSA AMSA
ASA ASA V2
V2 V2
Molars PSA PSA Greater palatine
Infiltration Infiltration Infiltration
V2 V2 V2
From: Mosby. 2007. Dental Drugs Consult.USA:Elsevier.
6. Teknik Anestesi Infiltrasi untuk Rahang Atas dan Rahang Bawah
Teknik infiltrasi dapat dibedakan menjadi:
1) Suntikan submukosa
Istilah ini diterapkan apabila larutan didepositkan tepat dibalik membrane mukosa.
Walaupun cenderung tidak menimbulkan anestesi pada pulpa gigi, suntikan ini sering
digunakan baik untuk menganestesi saraf bukal sebelum pencabutan molar bawah atau
operasi jaringan lunak.
2) Suntikan Supraperiosteal
Pada beberapa daerah seperti maksila, bagian kortikal bagian luar dari tulang alveolar
biasanya tipis dan dapat terperforasi oleh saluran vascular yang kecil. Pada daerah ini bila
Page 17
larutan didepositkan di luar periosteum, larutan akan terinfiltrasi melalui periosteum,
bidang kortikal, dan tulang medularis ke serabut saraf. Dengan cara ini anestesi pulpa gigi
dapat diperoleh melalui penyuntikan di sepanjang apeks gigi. Suntika supraperiosteal
merupakan teknik yang paling sering digunakan pada kedokteran gigi.
3) Suntikan subperiosteal
Pada teknik ini, larutan anestesi didepositkan antara periosteum dan bidang kortikal.
Karena struktur ini terikat erat, suntikan tentu terasa sakit. Karena itu, suntikan ini hanya
digunakan apabila tidak ada alternative lain atau apabila anestesi superficial dapat
diperoleh dari suntikan supraperiosteal. Teknik ini biasa digunakan pada palatum dan
bermanfaat bila suntikan supraperiosteal gagal untuk memberikan efek anestesi walaupun
biasanya pada situasi ini lebih sering digunakan suntikan intraligamen.
4) Suntikan Intraseous
Gambar 6. Suntikan intraseous
Pada teknik ini larutan didepositkan pada tulang medularis. Prosedur ini sangat effektif
apabila dilakukan dengan bur tulang dan jarum yang didesain khusus untuk tujuan
tersebut. Setelah suntikan supraperiosteal diberikan dengna cara biasa, dibuat incise kecil
melalui mukoperiosteum pada daerah suntikan yang sudah ditentukan untuk mendapat
jalan masuk bagi bur dan reamer kecil. Kemudian dapat dibuat lubang melalui bidang
kortikal bagian luar tulang dengan alat yang sudah dipilih. Lubang harus terletak pada
bagian apeks gigi sehingga tidak mungkin merusak akar gigi geligi.
Page 18
Jarum pendek dengan hubungan yang panjang diinsersikan melalui lubang dan diteruskan
ke tulang, larutan anestesi 0,25 ml didepositkan perlahan ke ruang medularis dari tulang.
Teknik suntikan intraseous akan memberikan efek anestesi yang baik pada pulpadisertai
gangguan sensasi jaringan lunak yang minimal. Walaupun demikian biasanya tulang
alveolar akan terkena trauma dan cenderung tejadi rute infeksi. Prosedur asepsis yang
tepat pada tahap ini merupakan keharusan.
5) Suntikan Intraseptal
Merupakan modivikasi dari suntikan intraseous yang kadang-kadang digunakan bila
anestesi yang menyeluruh sulit diperoleh atau bila akan dipasang geligi tiruan immediate
serta bila teknik supraperiosteal tidak mungkin diguakan. Jarum 27 gauge diinsersikan
pada tulang lunak di crest alveolar. Larutan didepositkan dengan tekanan dan berjalan
melalui tulang medularis serta jaringan periodontaluntuk memeberi efek anestesi. Teknik
ini hanya dapat digunakan setelah diproses anestesi superficial.
6.1 Anestesi Infiltrasi pada Maksila
6.1.1 Gigi Incisive sentral, incisive lateral, dan kaninus
Gigi Incisive sentral RA dapat diberikan anestesi menggunakan teknik
infiltrasi. Membran mukosa ditarik kencang dan jarum dimasukkan sedalam kira-kira
8 mm kea rah apical pada margin ginggiva. Kemudian di dorong hati-hati ke atas,
melewati bawah periosteum, sampai ujung jarum mencapai apek gigi. Anestesi local
didepositkan sebanyak 1 ml.
Pada gigi incisive lateral, jarum harus dimasukkan pada akar yang terendah.
Selain tiu karena posisi apek akar gigi incisive yang relative dekat ke palatal,
seringkali digunakan anestasi blok naso palatine untuk menjamin tersedianya anestesi
Page 19
pada gigi tersebut. Sedangkan paa gigi kaninus ujung jarum ditempatkan pada
eminensia kaninus.
6.1.2 Gigi Premolar I dan II
Anestesi infiltrasi pada gigi premolar kedua RA menggunakan teknik yang
sama dengan insicive dan kaninus. Membran mukosa ditarik kuat, kemudian jarum
dimasukkan secara perlahan, buat kemiringan menuju tulangsampai ujung jarum pada
apek gigi yang akan dianestesi. Eminensia kaninus dan dasar prosessus zygomatikus
maksila merupakan panduan yang berguna dalam menempatkan jarum. Untuk gigi
premolar pertama, jarum harus ditempatkan pada bagian fistal eminensia kaninus dan
sekitar 22 mm dari ujung cusp bukal. Sedangkan untuk gigi premolar kedua,
diempatkan di mesial dasar prosessus zygomatikus dan sekitar 21 mm dari ujung cusp
bukal.
6.1.3 Gigi Molar Permanen I, II, dan III
Pemberian anestesi pada gigi permanen molar dilakukan dengan cara bukal
infiltrasi. Adanya prosessus zygomatikus pada tulang maksila menyebabkan
diperlukannya pemberian dua infiltrasi, yang pertama pada mesial prosessus
zygomaticus untuk akar mesio distal, yang kedua diberikan pada bagian distal untuk
akar disto bukal. Untuk akar mesio bukal ujung jarum sebaiknya sekitar 23 mm dari
cusp mesio bukal. Sedangkan untuk akar disto bukal lebih pendek, sekitar 21 mm dari
csusp disto bukal. Akar palatal yang terlalu jauh dari kortek bukal maksila yang
terbagi, memerlukan adanya infiltrasi palatal. Untuk mencapainya diunakan jarum
yang pendek, kira 3-4mm yang amsuk ke mukosa palatal, sekitar 8 mm dari apical ke
margin ginggiva.
Page 20
Tabel 3. Gigi maksila dan teknik infiltrasi
Gigi Anestesi pulpa
Jaringan lunak
Bukal Palatal
Insisif Incisive(Inc) IANB IANB
Inferior alveolar (IANB) GG GG
Gow-Gates (GG) VA VA
Vazirani-Akinosi(VA) Inc PDL
Periodontal ligament (PDL) injection IS IS
Intraseptal (IS) Mental Inf
Intraosseous (IO) PDL IO
Infiltration (lateral incisor only) Inf
IO
Canines Inferior alveolar IANB IANB
Gow-Gates GG GG
Vazirani-Akinosi VA VA
Incisive Inc PDL
Periodontal ligament innjection PDL IS
Intraseptal IS Inf
Intraosseous IO IO
Inf
Mental
Premolar Inferior alveolar IANB IANB
Gow-Gates GG GG
Vazirani-Akinosi VA VA
Page 21
Incisive Inc PDL
Periodontal ligament injection PDL IS
Intraseptal IS IO
Intraosseous IO Inf
Mental
Inf
Molars Inferior alveolar IANB IANB
Gow-Gates GG GG
Vazirani-Akinosi VA VA
Periodontal ligament injection PDL PDL
Intraseptal IS IS
Intraosseous IO IO
Inf Inf
From: Mosby. 2007. Dental Drugs Consult.USA:Elsevier.
6.2 Anestesi Infiltasi pada Mandibula
6.2.1 Gigi Insisive sentral, incisive lateral, dan kaninus
Jarum ditempatkan sehingga ujung jarum kira-kira 18 mm dari tepi incisal.
Secara klinis, jarum ditempatkan jauh pada sulcus labial, dan ujungnya dimasukkan
kebawah periosteum. Sekitar 0,75-1 ml yang diinjeksikan.
Page 22
6.2.2 Gigi Premolar I dan II
Ujung jarum ditempatkan pada sulkus buka, dekat dengan apek gigi yang
bersangkutan. Membran mukosa ditarik kuat dan ujung jarum ditempatkan secara
supperiosteum dengan kemiringan kearah tulang. Sekitar 0,5-1 ml cairan
didepositkan baik pada aspek labial maupun aspek ingual.
6.2.3 Gigi permanen molar I,II, dan III
Teknik dasarnya sama seperti gigi premolar, berbeda pada posisi jarum dalam
hubungannya dengan gigi yang bersangkutan.
7. Teknik Blok Anestesi N. Palatinus
Nervus naso palatinus keluar dari foramen incisivus. Daerah yang teranestesi adalah
bagian bucal dari palatum durum sampai gigi caninus kiri dan kanan. Tekniknya:
1) Titik suntikan terletak sepanjang papilla insisivum yang berlokasi pada garis tengah
rahang, di posterior gigi insisivus sentral. Ujung jarum diarahkan ke atas pada garis
median menuju canalis palatine anterior. Walaupun anestesi topical bisa digunakan untuk
membantu mengurangi rasa sakit pada daerah titik suntikan, anestesi ini mutlak harus
digunakan untuk injeksi nasopalatinus. Dianjurkan juga untuk melakukan anestesi
permulaan jaringan yang akan dilalui jarum.
2) Jarum tersebut jarum tersebut dimasukkan kira-kira 2 mm kemudian larutan anestesi
dikeluarkan secara perlahan-lahan sebanyak 0,5 cc. Jarum yang digunakan adalah jarum
yang pendek ukuran 25 atau 27 gauge. Analgesia palatum pada salah satu sisi sampai ke
kaninus dapat diperoleh dengan mendepositkan 0,5-0,75 ml larutan pada nervus palatina
besar ketika nervus keluar dari foramen palatina besar.
Page 23
3) Secara klinis, jarum dimasukkan 0,5 cm. Suntikan diberikan perlahan karena jaringan
melekat erat. Mukosa dapat memutih, dan ludah dari kelenjar ludah minor dapat
dikeluarkan.
Gambar 7. Teknik blok anestesi N. Palatinus
7.1 Blok Nervus Palatinus Anterior
Syaraf ini keluar dari foramen palatinus major. Daerah yang teranestesi adalah
bagian posterior dari palatum durum mulai dari premolar.
1) Anatomi Landmark
Molar dua dan tiga maxilla. Tepi gingiva sebelah palatinal dari molar dua dan molar
tiga maxilla. Garis khayal yang kita buat dari 1/3 bagian tepi gingiva sebelah palatinal
ke arah garis tengah palatum
2) Indikasi
Untuk anestesi daerah palatum dari premolar satu sampai molar tiga. Untuk operasi
daerah posterior dari palatum durum.
3) Teknik
(1) Nervus palatinus anterior keluar dari foramen palatinus mayor yang terletak antara
molar dua, molar tiga dan 1/3 bagian dari gingiva molar menuju garis median.
Jika tempat tersebut telah ditentukan, tusuklah jarum dari posisi berlawanan mulut
Page 24
(bila di suntikkan pada sebelah kanan, maka arah jarum dari kiri menuju kanan).
Sehingga membentuk sudut 90º dengan curve tulang palatinal. Jarum tersebut
ditusukkan perlahan-lahan hingga kontak dengan tulang kemudian kita
semprotkan anestetikum sebanyak 0,25-0,5 cc.
(2) Injeksi Nervus Palatinus Major
Tentukan titik tengah garis kayal yang ditarik antara tepi gingiva molar ketiga atas
di sepanjang akar palatalnya terhadap garis tengah rahang. Injeksikan anestetikum
sedikit mesial dari titik tersebut dari sisi kontralateral.
Karena hanya bagian n.palatinus major yang keluar dari foramen palatinum majus
(foramen palatinum posterior) yang akan dianestesi, jarum tidak perlu diteruskan
sampai masuk ke foramen. Injeksi ke foramen atau deponir anestetikum dalam
jumlah besar pada orifisium foramen akan menyebabkan teranestesinya
n.palatinus medius sehingga palatum molle menjadi keras. Keadaan ini akan
menyebabkan timbulnya gagging.
Injeksi ini menganestesi mukoperosteum palatum dari tuber maxillae sampai ke
regio kaninus dan dari garis tengah ke crista gingiva pada sisi bersangkutan.
Gambar 8. Injeksi nervus palatinus major
Page 25
(3) Injeksi Sebagian Nervus Palatinus
Injeksi ini biasanya hanya untuk ekstraksi gigi atau pembedahan. Injeksi ini
digunakan bersama dengan injeksi supraperiosteal atau zigomatik.
Kadang-kadang bila injeksi supraperiosteal dan zigomatik digunakan untuk
prosedur dentistry operatif pada regio premolar atau molar atas, gigi tersebut
masih tetap terasa sakit. Disini, anestesi bila dilengkapi dengan mendeponir
sedikit anestetikum di dekat gigi tersebut sepanjang perjalanan n.palatinus major.
Page 26
DAFTAR PUSTAKA
Malamed, Stanley F. 2004. Handbook of Local Anasthesia 5th
ed. St. Louis : Elsevier.
J.A. Baart & H.S. Brand. 2008. Local Anesthesia in Dentistry. United Kingdom: Wiley
Blackwell.
Mosby. 2007. Dental Drug Reference. USA: Elsevier.