BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008). Kematian pada neonatus merupakan kejadian yang paling sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. (WHO, 2004). Kelainan bawaan merupakan penyebab kematian tersering ketiga setelah prematuritas dan gizi buruk (WHO,2004). Di negara maju, 30% dari seluruh seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita kelainan kongenital dan akibat yang ditimbulkannya (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008). Di Asia Tenggara, jumlah penderita kelainan bawaan cukup tinggi yaitu mencapai 5%. Di Indonesia prevalensi kelainan bawaan mencapai angka 5 per 1.000 kelahiran. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979), secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup, sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi (0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada sejak
lahir dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik (Effendi, 2006
dalam Neonatologi IDAI 2008). Kematian pada neonatus merupakan kejadian
yang paling sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. (WHO, 2004).
Kelainan bawaan merupakan penyebab kematian tersering ketiga setelah
prematuritas dan gizi buruk (WHO,2004). Di negara maju, 30% dari seluruh
seluruh penderita yang dirawat di rumah sakit anak terdiri dari penderita kelainan
kongenital dan akibat yang ditimbulkannya (Effendi, 2006 dalam Neonatologi
IDAI 2008). Di Asia Tenggara, jumlah penderita kelainan bawaan cukup tinggi
yaitu mencapai 5%. Di Indonesia prevalensi kelainan bawaan mencapai angka 5
per 1.000 kelahiran. Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo (I975-1979),
secara klinis ditemukan angka kejadian kelainan kongenital sebanyak 225 bayi di
antara 19.832 kelahiran hidup atau sebesar 11,6I per 1000 kelahiran hidup,
sedangkan di Rumah Sakit Dr. Pirngadi, Medan (1977-1980) sebesar 48 bayi
(0,33%) di antara 14.504 kelahiran bayi dan di Rumah Sakit Universitas Gadjah
Mada (1974-1979) sebesar 164 dari 4625 kelahiran bayi. Di Ruang Perinatologi
RSAB ”Harapan kita” Jakarta dari tahun 1994 – 2005 kelainan bawaan terdapat
pada 2,55% dari seluruh bayi yang lahir (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI
2008). Angka kejadian dan jenis kelainan kongenital dapat berbeda-beda untuk
berbagai ras dan suku bangsa, begitu pula dapat tergantung pada cara perhitungan
besar kecilnya kelainan kongenital.
Banyak faktor risiko dari kelainan kongenital, di antaranya faktor umur ibu,
hormonal, radiasi, dan gizi. Banyak kelainan kongenital yang tidak diketahui
penyebabnya. Faktor janin dan faktor lingkungan hidup janin diduga dapat
menjadi faktor penyebabnya. Masalah sosial, hipoksia, hipotermia, atau
1
hipertermia diduga dapat menjadi faktor penyebabnya. Seringkali penyebab
kelainan kongenital tidak diketahui.
Kelainan kongenital atau birth defect dapat berupa abnormalitas kongenital
(kasus terbesar), fetal diseases, genetic diseases, retardasi perkembangan (mental)
intra uterine, dan disabilitas. Meski birth defect merupakan problem global,
namun dampaknya dirasakan berat bagi negara-negara dengan pendapatan sedang
maupun rendah, dimana lebih dari 94% kelahiran di negara tersebut terjadi birth
defect yang serius dan 95% dari bayi – bayi yang lahir meninggal dunia. Proporsi
perbandingan kelahiran dengan kecacatan dan jumlah kelahiran absolut di negara-
negara berkembang lebih besar bila dibandingkan dengan negara-negara dengan
pendapatan yang tinggi. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan yang tajam
pada kesehatan maternal dan pada faktor resiko bermakna seperti kemiskinan,
presentase ibu usia lebih tua yang tinggi, besarnya frekuensi consanguineous
marriages, keuntungan untuk tetap bisa bertahan bagi penderita malaria yang
dapat menjadi carier, bagi penyakit-penyakit sickle cell, thalassemia, dan G-6PD
deficeiency gene. Birth defects yang berat dapat bersifat letal, sedang bagi yang
dapat bertahan hidup akan mengalami disabilitas mental, fisik, auditorik atau
visual. Dari data yang ada minimal ada 3,3 juta anak balita meninggal karena birth
defect tiap tahunnya. Dan sebanyak 3,2 juta yang hidup mengalami disabilitas
sepanjang hayatnya. Setiap tahun lebih kurang 7,9 juta anak-anak (6% dari total
kelahiran didunia), lahir dengan birth defect yang berat karena disebabkan faktor
genetik atau partially genetic. Ditambah lagi adanya ratusan ribu yang lahir
dengan birth defect berat sebagai akibat dari penyebab post konsepsi seperti ibu
yang terpapar agen lingkungan (teratogen) seperti alkohol, rubella, syphilis,
defisiensi jodium, dan thalassemia yang dapat membahayakan janin yang sedang
berkembang.
Sampai dengan 70% dari birth defect ternyata dapat dicegah atau dapat
diberikan perawatan yang bisa menyelamatkan nyawa bayi atau mengurangi
keparahan disabilitas yang mungkin diderita dengan memberikan terapi yang tepat
yaitu dengan pembedahan. Sedangkan untuk pencegahan, khususnya dilakukan
sebelum terjadi pembuahan atau pada kehamilan usia dini (Wiziyanti, 2009).
2
Kelainan bawaan dapat dapat berpengaruh pada kelangsungan hidup pasien
dan menjadi penyebab mortalitas dan morbiditas, misalnya penyakit jantung
bawaan menjadi penyebab tertinggi dari morbiditas dan mortalitas selama dua
tahun pertama kehidupan. Menurut Calderon-Colmenero et al. (2004) dalam Boas
et al. (2009), dalam sebuah studi retrospektif, menunjukkan pentingnya diagnosis
klinis awal dan konsekuensi koreksi bedah, jika kelainan jantung dikoreksi bedah
lebih awal, pasien mempunyai ketahanan hidup lebih baik dibandingkan yang
tidak melakukan koreksi bedah. Beberapa studi menunjukkan bahwa 87% pasien
Sindroma Down tanpa penyakit jantung bawaan dapat mencapai usia 5 tahun dan
79% dapat berumur 30 tahun. Tetapi dengan adanya penyakit jantung bawaan, ke-
tahanan hidup pasien Sindroma Down dapat berkurang menjadi 62% yang dapat
mencapai usia 5 tahun dan hanya 50% yang dapat berumur 30 tahun (Wells et al.,
1994). Kelahiran bayi dengan kelainan bawaan ini juga menimbulkan berbagai
permasalahan dalam keluarga, meliputi perasaan tertekan, malu, rasa bersalah,
serta perhatian dan pembiayaan yang lebih besar daripada anak yang lahir normal.
Sebagian besar orang tua yang mempunyai anak dengan kelainan bawaan ini tidak
mengetahui mengenai apa yang telah terjadi dan bagaimana kelanjutan hidup anak
tersebut (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).
Selama ini di negara-negara dengan income sedang atau rendah hanya ada
sedikit atau bahkan tidak ada sama sekali perbaikan pada angka kematian bayi
karena birth defect, sehingga upaya-upaya surveillance, pencegahan dan promosi
tentang insidensi birth defect ini sangat perlu dikembangkan secara seksama dan
segera.
Atas dasar pertimbangan tersebut maka penulis mencoba membangkitkan
masalah-masalah ini melalui penulisan data kelainan bawaan pada bayi baru lahir
di RSIA Sri Ratu Medan sebagai rumah sakit khusus ibu dan anak yang memiliki
sumber data rekam medis yang cukup representatif.
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka diperlukan suatu penelitian deskriptif
mengenai angka kejadian dan gambaran kelainan bawaan pada bayi baru lahir di
RSIA Sri Ratu tahun 2009.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui gambaran kelainan bawaan pada bayi baru lahir di RSIA Sri
Ratu tahun 2009.
1.3.2.Tujuan Khusus
1. Mengetahui karakteristik bayi baru lahir di RSIA Sri Ratu berdasarkan
jenis kelamin, maturitas, dan kelainan bawaan.
2. Mengetahui insidensi kelainan bawaan pada bayi baru lahir di RSIA Sri
Ratu Medan
3. Mengetahui jenis kelainan bawaan di RSIA Sri Ratu Medan
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tambahan
berupa:
1. Sebagai masukan awal untuk dilakukannya penelitian – penelitian lanjutan
mengenai insidensi dan profil kelainan – kelainan kongenital spesifik
secara nasional.
2. Untuk ikut memacu terbentuknya “Birth Defect Centre “ di Indonesia.
3. Memberikan masukan tentang jumlah dan jenis kelainan bawaan kepada
RSIA Sri Ratu Medan.
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Kelainan bawaan
Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir
yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang
mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam
Neonatologi IDAI 2008).
2.2. Embriogenesis
Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), embriogenesis
normal merupakan proses yang sangat kompleks
Perkembangan pranatal terdiri dari 3 tahap yaitu:
1. Tahap implantasi (implantation stage), dimulai pada saat fertilisasi /
pembuahan sampai akhir minggu ketiga kehamilan.
2. Tahap embrio (embryonic stage), awal minggu keempat sampat minggu
ketujuh kehamilan:
Terjadi diferensiasi jaringan dan pembentukan organ definitif.
Jaringan saraf berproliferasi sangat cepat dengan menutupnya
tabung saraf (neural tube) dan fleksi dari segmen anterior
membentuk bagian-bagian otak.
Jantung mulai berdenyut, sehingga darah dapat bersirkulasi melalui
sistem vaskular yang baru terbentuk meskipun struktur jantung
belum terbentuk sempurna.
Terlihat primordial dari struktur wajah, ekstremitas dan organ
dalam.
3. Tahap fetus (fetal stage), dimulai minggu kedelapan sampai lahir. Pada
tahap ini diferensiasi seluruh organ telah sempurna, bertambah dalam
ukuran, pertumbuhan progresif struktur skeletal, muskulus dan terutama
otak.
5
2.3. Embriogenesis abnormal
Kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses embriogenesis dapat
menyebabkan terjadinya malformasi pada jaringan atau organ. Sifat dari kelainan
yang timbul tergantung pada jaringan yang terkena, penyimpangan, mekanisme
perkembangan, dan waktu pada saat terjadinya. Penyimpangan pada tahap
implantasi dapat merusak embrio dan menyebabkan abortus spontan.
Diperkirakan 15% dari seluruh konsepsi akan berakhir pada periode ini (Effendi,
2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).
Bila proliferasi sel tidak adekuat dapat mengakibatkan terjadinya defisiensi
struktur, dapat berkisar dari tidak terdapatnya ekstremitas sampai ukuran daun
telinga yang kecil. Abnormal atau tidak sempurnanya diferensiasi sel menjadi
jaringan yang matang mungkin akan menyebabkan lesi hamartoma lokal seperti
hemangioma atau kelainan yang lebih luas dari suatu organ. Kelainan induksi sel
dapat menyebabkan beberapa kelainan seperti atresia bilier, sedangkan
penyimpangan imigrasi sel dapat menyebabkan kelainan seperti pigmentasi kulit
(Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).
Proses “kematian sel” yang tidak adekuat dapat menyebabkan kelainan,
antara lain sindaktili, atresia ani. Fungsi jaringan yang tidak sempurna akan
menyebabkan celah bibir/ dan langit-langit. Beberapa zat teratogen dapat
mengganggu perkembangan, tetapi efeknya sangat dipengaruhi oleh waktu pada
saat aktivitas teratogen berlangsung selama tahap embrio (Effendi, 2006 dalam
Neonatologi IDAI 2008).
2.4. Etiologi
Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008) etiologi kelainan
bawaan dapat dibedakan menjadi:
1. Faktor genetik
Kelainan karena faktor genetik adalah kelainan bawaan yang disebabkan oleh
kelainan pada unsur pembawa keturunan yaitu gen. Kelainan yang disebabkan
6
oleh faktor genetik dikelompokkan ke dalam kelainan akibat mutasi gen
tunggal, kelainan aberasi kromosom, dan kelainan multifaktorial (gabungan
genetik dan pengaruh lingkungan).
a. Kelainan mutasi gen tunggal (single gen mutant)
Kelainan single gen mutant atau disebut juga pola pewarisan Mendel
(Mendelian) terbagi 4 macam antara lain: otosomal resesif, otosomal
dominan, x-linked recessive, x-linked dominant. Kelainan bawaan dari
otosomal resesif antara lain albino, defisiensi alfa-1 antitripsin,
talasemia, fenilketonuria serta galaktosemia. Kelainan bawaan dari
otosomal dominan antara lain: aniridia, sindrom Marfan, ginjal
polikistik, retinoblastoma, korea huntington, hiperlipoproteinemia, dan
lain-lain. Kelainan bawaan x-linked recessive antara lain: diabetes
insipidus, buta warna, haemofilia, serta retinitis pigmentosa,
sedangkan kelainan bawaan x-linked dominant sangat sedikit jenisnya,
antara lain rakitis yang resisten terhadap pengobatan vitamin D.
b. Gangguan keseimbangan akibat kelainan aberasi kromosom
Kelainan kromosom dibagi atas aberasi numerik dan aberasi struktural.
Kelainan pada struktur kromosom seperti delesi, translokasi, inversi,
dan lain sebagainya, ataupun perubahan pada jumlahnya (aberasi
kromosom numerik/ aneuploidi) yang biasanya berupa trisomi,
monosomi, tetrasomi, dan lain sebagainya. Kelainan bawaan berat
(biasanya merupakan anomali multipel) seringkali disebabkan aberasi
kromosom. Aberasi numerik timbul karena terjadinya kegagalan
proses replikasi dan pemisahan sel anak yang disebut juga non-
disjunction. Sedangkan aberasi struktural terjadi apabila kromosom
terputus, kemudian dapat bergabung kembali atau hilang (Effendi,
2006 dalam Neonatologi IDAI 2008).
7
2. Faktor non-genetik
Kelainan oleh faktor non-genetik dapat disebabkan oleh obat-obatan,
teratogen, dan radiasi. Teratogen adalah obat, zat kimia, infeksi, penyakit ibu,
yang berpengaruh pada janin sehingga menyebabkan kelainan bentuk atau
fungsi pada bayi yang dilahirkan (Effendi, 2006 dalam Neonatologi IDAI
2008).
2.5. Patogenesis
Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008)
membedakan kelainan kongenital sebagai berikut:
1. Malformasi
Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau
ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan
awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau
menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang
menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi,
mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.
2. Deformasi
Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga
mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula
berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula
yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam
uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas
uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.
3. Disrupsi
Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang
semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya
disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,
perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai
beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik
8
deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula
berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan
yang terkena.
4. Displasia
Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah
displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur)
akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di
seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan
biokimia di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau
sintesis protein. Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan
itu sendiri abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin
buruk. Ini berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi,
deformasi, dan disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas,
meskipun kelainan yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi
penyebabnya relatif berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus
menimbulkan perubahan kelainan seumur hidup (Neonatologi IDAI, 2008).
2.6. Diagnosis
Menurut Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008), dalam menegakkan
diagnosis postnatal kita perlu beberapa pendekatan, antara lain:
a. Penelaahan prenatal
Riwayat ibu: usia kehamilan, penyakit ibu seperti epilepsi, diabetes melitus,
varisela, kontak dengan obat-obatan tertentu seperti alkohol, obat anti-epilepsi,
kokain, dietilstilbisterol, obat antikoagulan warfarin, serta radiasi.
b. Riwayat persalinan
Posisi anak dalam rahim, cara lahir, status kesehatan neonatus.
c. Riwayat keluarga
Adanya kelainan bawaan yang sama, kelainan bawaan yang lainnya, kematian
bayi yang tidak bisa diterangkan penyebabnya, serta retardasi mental.
9
d. Pemeriksaan fisik
Mulai dari pengukuran sampai mencari anomali baik defek mayor maupun
minor. Biasanya bila ditemukan dua kelainan minor, sepuluh persen diserai
kelainan mayor. Sedangkan bila ditemukan tiga kelainan minor, delapan puluh
lima persen disertai dengan kelainan mayor.
e. Pemeriksaan penunjang
Sitogenetik (kelainan kromosom), analisis DNA, ultrasonografi, organ dalam,
ekokardiografi, radiografi. Pemeriksaan yang teliti terhadap pemeriksaan fisis
dan riwayat ibu serta keluarga kemudian ditunjang dengan melakukan
pemotretan terhadap bayi dengan kelainan bawaan adalah merupakan hal yang
sangat penting dibanding dengan pemeriksaan penunjang laboratiorium.
2.7. Klasifikasi
Menurut European Registration of Congenital Anomalies (2010) kelainan
bawaan diklasifikasikan sebagai berikut:
Tabel 2.1. Klasifikasi bawaan menurut European Registration of Congenital
Anomalies (EUROCAT)
1 Sistem saraf 1.1. Neural Tube Defects 1.1.1. Anenchepalus
1.1.2. Encephalocele
1.1.3. Spina Bifida
1.2. Hidrocephalus
1.3. Microcephalus
1.4. Anencephalus
2 Mata 2.1. Anophthalmos/microphthalmos
2.2. Katarak kongenital
2.3. Glaukoma kongenital
3 Telinga,wajah,dan
leher
3.1. Anotia
4 Congenital Heart
Disease
4.1. Common arterial truncus
4.2. Single Ventricle
4.3. Ventricular Septal Defect
10
4.4. Atrial Septal Defect
4.5. Atrioventricular Septal Defect
4.6. Tetralogy of Fallot
4.7. Atresia Tricuspid dan Stenosis
4.8. Ebstein’s anomaly
4.9. Stenosis katup pulmoner
4.10. Atresia katup pulmoner
4.11. Stenosis/atresia katup aorta
4.12. Hipoplastik jantung kiri
4.13. Hipoplastik jantung kanan
4.14. Coarctation of aorta
4.15. Total anomalous pulm venous return
5 Pernafasan 5.1. Choanal atresia
5.2. Cystic adenomatous malf of lung
6 Oro-facial cleft 6.1. Cleft lip
6.2. Cleft palate
7 Sistem pencernaan 7.1. Atresia esofagus
7.2. Atresia/Stenosis duodenum
7.3. Atresia/stenosis usus halus
7.4. Atresia/stenosis ano-rektal
7.5. Hirschprung’s disease
7.6. Atresia saluran bilirubin
7.7. Annular pankreas
7.8. Mandibular Asimetrik
7.9. Hernia skrotalis dekstra
7.10. Hernia umbilikalis
8 Defek dinding
abdomen
8.1.Gastroschisis
8.2. Omphalocele
9 Perkemihan 9.1. Bilateral renal agenesis
11
9.2. Renal dysplasia
9.3. Congenital hydronephrosis
9.4. Bladder exstrophy dan epispadia
9.5. Posterior urethral valve
10 Genital 10.1. Hipospadia
10.2. Indeterminate sex
10.3. Mikropenis
11 Ekstremitas 11.1. Ekstremitas atas
11.2. Ekstremitas bawah
11.3. Seluruh ekstremitas
11.4. Club foot
11.5. Hip dislocation/displasia
11.6. Polidaktil
11.7. Sindaktil
11.8. Arthrogryphosis multiplex congenital
12 Musculo-skeletal 12.1. Thanatiporic dwarfism
12.2. Jeunes syndrome
12.3. Achondroplasia
12.4. Craniosynostosis
12.5. Congenital constriction bands/amniotic band
13 Malformasi lain 13.1. Asplenia
13.2. Situs inversus
13.3. Conjoined twins
13.4. Kelainan kulit
13.5. Hipoplasia digiti
13.6. Multiple congenital
14 Sindrom teratogenik
dengan malformasi
14.1. Fetal alcohol syndrome
14.2. Valproate syndrome
14.3. Warfarin Syndrome
12
14.4. Infeksi maternal yang menyebabkan malformasi
15 Kromosomal 15.1. Down syndrome
15.2. Patau syndrome/trisomi 13
15.3. Edward syndrome/trisomi 18
15.4. Turner’s syndrome
15.5. Klinefelters syndrome
15.6. Cru-du-chat syndrome
15.7. Wolff-Hischorn syndrome
13
BAB 3
KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian
ini adalah:
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
3.2. Definisi Operasional
Bayi baru lahir adalah bayi dengan usia di bawah 28 hari.
Kelainan bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak lahir yang dapat
disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik.
EUROCAT adalah sebuah organisasi yang melakukan pengumpulan dan
standarisasi data tentang kelainan bawaan di Eropa.
14
Bayi Baru Lahir Kelainan Bawaan
Mata
Telinga,wajah,leher
Sistem Saraf
CHD
Pernafasan
Oro-facial cleft
Pencernaan
Perkemihan
Genital
Ekstremitas
Muskulo-skeletal
Dinding abdomen
Malformasi lain
Kromosomal
Muskulo-skeletal
EUROCAT mengklasifikasikan kelainan bawaan sebagai berikut:
1. Sistem Saraf
2. Mata
3. Telinga,wajah, dan leher
4. Penyakit jantung bawaan
5. Sistem pernafasan
6. Oro-facial cleft
7. Sistem pencernaan
8. Defek dinding abdomen
9. Sistem perkemihan
10. Genital
11. Ekstremitas
12. Muskulo-skeletal
13. Sindroma teratogenik
14. Kromosomal
15. Malformasi lain
Cara ukur: pengambilan melalui rekam medik
Alat ukur: rekam medik
Hasil ukur: Ada/tidak ada kelainan bawaan
Skala pengukuran: nominal
15
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang melihat gambaran kelainan
bawaan pada bayi baru lahir. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian
ini adalah cross sectional study, dimana dilakukan pengumpulan data dari rekam
medik di rumah sakit.
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada Juni-Agustus 2010 di RSIA Sri Ratu. Rumah sakit
ini dipilih karena merupakan rumah sakit khusus untuk ibu dan anak.
4.3. Populasi dan Sampel
Populasi terjangkau penelitian ini adalah semua bayi baru lahir yang
mengalami kelainan bawaan di RSIA Sri Ratu pada tahun 2009.
Sampel adalah seluruh populasi (total sampling).
4.4.Teknik Pengumpulan Data
Data diperoleh melalui rekam medik bayi baru lahir di RSIA Sri Ratu tahun
2009.
4.5. Pengolahan dan Analisis Data
Variabel kelainan bawaan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi
dengan bantuan program komputer SPSS.
16
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Ibu dan Anak Sri Ratu Medan yang
terletak di Jalan Nibung Raya No 204-212, Kecamatan Medan Petisah Kotamadya
Medan Provinsi Sumatra Utara. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit khusus
ibu dan anak khususnya Medan untuk wilayah Sumatra Utara. Rumah sakit ini
memiliki berbagai divisi, salah satunya adalah divisi Ilmu Kesehatan Anak yang
terletak di lantai satu. Divisi tersebut memiliki poliklinik khusus anak. Poliklinik
ini merupakan lokasi pengambilan data untuk penelitian kami dengan melihat
rekam medik pasien.
5.1.2 Deskripsi Karakteristik Sampel
Jumlah bayi baru lahir di RSIA Sri Ratu Medan pada Januari 2009-
Desember 2009 tercatat 1325 pasien. Dari 1325 pasien tersebut hanya 1317 pasien
yang memenuhi kriteria inklusi. Hal ini dikarenakan ketidaklengkapan rekam
medik. Dari 1317 kasus yang memenuhi kriteria, persentase laki-laki (50,9%)
sedikit lebih besar dari pada wanita (49,1%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.1.
di bawah ini:
Tabel 5. 1. Distribusi Bayi Baru Lahir Berdasarkan Jenis Kelamin di RSIA Sri Ratu Medan Tahun 2009
No Jenis Kelamin
Jumlah % Jumlah
1 Laki-Laki 670 50,9
2 Perempuan 647 49,1
Total 1317 100.0
17
5.1.3 Insidensi Kelainan Bawaan pada Bayi Baru Lahir
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari bayi baru lahir di RSIA Sri
Ratu Medan, maka dapat dilihat insidensi bayi yang mengalami kelainan bawaan
tahun 2009. Dari seluruh total sampel sebanyak 1317 orang, bayi baru lahir yang
mengalami kelainan bawaan adalah sebanyak 20 orang (1,5%). Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.2. di bawah ini:
Tabel 5. 2. Insidensi Kelainan Bawaan pada Bayi Baru Lahir di RSIA Sri Ratu Medan Tahun 2009
Bayi Baru Lahir Frekuensi Persen (%)
1. Mengalami Kelainan Bawaan 20 1,5
2. Bayi Normal 1297 98,5
Total 1317 100
5.1.4 Distribusi Pasien Kelainan Bawaan Berdasarkan Jenis Kelamin
Dari 20 pasien mengalami kelainan bawaan, berdasarkan jenis kelamin,
persentase laki-laki (60,0%) lebih besar dari pada wanita (40,0%). Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.3. di bawah ini:
Tabel 5. 3. Distribusi Pasien Kelainan Bawaan Berdasarkan Jenis Kelamin di RSIA Sri Ratu Medan Tahun 2009
No Jenis Kelamin
Jumlah % Jumlah
1 Laki-Laki 12 60,0
2 Perempuan 8 40,0
Total 20 100.0
5.1.5 Insidensi Prematuritas pada Bayi Baru Lahir
18
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari bayi baru lahir di RSIA Sri
Ratu Medan, maka dapat dilihat insidensi bayi yang mengalami Prematuritas. Dari
1317 bayi baru lahir , 89 orang mengalami prematuritas (6,8%). Hal ini dapat
dilihat pada tabel 5.4. di bawah ini:
Tabel 5. 4. Insidensi Prematuritas pada Bayi Baru Lahir di RSIA Sri Ratu Medan Tahun 2009
Bayi Baru Lahir Frekuensi Persen (%)
1. Bayi dengan Prematuritas 89 6,8
2. Bayi tanpa Prematuritas 1228 93,2
Total 1317 100
5.1.6 Insidensi Kelainan Bawaan pada Bayi Prematur
Berdasarkan data yang telah dikumpulkan dari bayi baru lahir di RSIA Sri
Ratu Medan, maka dapat dilihat insidensi bayi prematur yang mengalami kelainan
bawaan. Dari 89 bayi yang mengalami prematuritas, 4 orang mengalami kelainan
bawaan (4,5%). Hal ini dapat dilihat pada tabel 5.4. di bawah ini:
Tabel 5. 5. Insidensi Kelainan Bawaan pada Bayi Prematur di RSIA Sri Ratu Medan Tahun 2009
Bayi Prematur Frekuensi Persen (%)
3. Bayi dengan kelainan 4 4,5
4. Bayi tanpa kelainan 85 95,5
Total 89 100
19
5.1.7 Bayi baru Lahir dengan Kelainan Bawaan
Berdasarkan hasil yang didapat, dari 20 pasien yang mengalami kelainan
bawaan, jenis kelainan yang paling banyak adalah PJB (Penyakit Jantung
Bawaan) (5 pasien), kemudian diikuti dengan polidaktili (3 pasien), mikropenis (2
pasien), multiple congenital (1 pasien) dan Down Syndrome (1 pasien), hernia