Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dunia yang telah sangat berkembang dalam bidang ekonomi, teknologi, pendidikan, dan berbagai bidang lainnya, menuntut manusia untuk terus beraktivitas secara aktif mengikuti perkembangan tersebut. Kesehatan menjadi salah satu faktor yang penting demi terciptanya suatu hasil yang maksimal dalam setiap kegiatan. Berbagai masalah kesehatan dari yang ringan hingga yang berat dapat menyerang sistem kekebalan tubuh. Tidak sedikit orang yang menganggap remeh dalam menangani masalah kesehatan yang dialaminya dan akibatnya akan menimbulkan dampak lanjutan yang bisa menjadi lebih parah. Masalah kesehatan yang biasa disebut dengan penyakit sebenarnya dapat disebabkan oleh banyak hal, diantaranya karena virus, bakteri pathogen, dan juga tidak maksimalnya kerja organ-organ dalam tubuh yang disebabkan karena pola hidup. Dalam karya tulis ini akan membahas lebih lanjut mengenai salah satu masalah kesehatan otak yaitu autisme. Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 1
63

9. ISI

Dec 12, 2015

Download

Documents

-
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 9. ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Dunia yang telah sangat berkembang dalam bidang ekonomi, teknologi,

pendidikan, dan berbagai bidang lainnya, menuntut manusia untuk terus

beraktivitas secara aktif mengikuti perkembangan tersebut. Kesehatan menjadi

salah satu faktor yang penting demi terciptanya suatu hasil yang maksimal dalam

setiap kegiatan. Berbagai masalah kesehatan dari yang ringan hingga yang berat

dapat menyerang sistem kekebalan tubuh. Tidak sedikit orang yang menganggap

remeh dalam menangani masalah kesehatan yang dialaminya dan akibatnya akan

menimbulkan dampak lanjutan yang bisa menjadi lebih parah. Masalah kesehatan

yang biasa disebut dengan penyakit sebenarnya dapat disebabkan oleh banyak hal,

diantaranya karena virus, bakteri pathogen, dan juga tidak maksimalnya kerja

organ-organ dalam tubuh yang disebabkan karena pola hidup. Dalam karya tulis

ini akan membahas lebih lanjut mengenai salah satu masalah kesehatan otak yaitu

autisme.

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat

masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau

komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan

masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. Penyebab autisme

adalah gangguan neurobiologis yang mempengaruhi fungsi otak sedemikian rupa

sehingga anak tidak mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan dunia luar

secara efektif.

Gejala yang sangat menonjol adalah sikap anak yang cenderung tidak

mempedulikan lingkungan dan orang-orang di sekitarnya, seolah menolak

berkomunikasi dan berinteraksi, serta seakan hidup dalam dunianya sendiri. Anak

autistik juga mengalami kesulitan dalam memahami bahasa dan berkomunikasi

secara verbal. Disamping itu seringkali (prilaku stimulasi diri) seperti berputar-

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 1

Page 2: 9. ISI

putar, mengepak-ngepakan tangan seperti sayap, berjalan berjinjit dan lain

sebagainya.

Autisme dapat terjadi pada siapa saja, tanpa membedakan warna kulit,

status sosial ekonomi maupun pendidikan seseorang. Tidak semua individu

memiliki IQ yang rendah. Sebagian dari mereka dapat mencapai pendidikan di

perguruan tinggi. Bahkan ada pula yang memiliki kemampuan luar biasa di

bidang tertentu.

Autisme saat ini bukan hanya menjadi masalah anak dan orang tuanya

saja, namun juga telah menjadi permasalahan global. Gangguan ini merupakan

gangguan yang paling cepat perkembangannya di seluruh dunia. Bahkan,

perkembangannya diklaim melebihi perkembangan penyakit AIDS, diabetes dan

kanker. Menurut data dari Unesco pada tahun 2011, terdapat 35 juta orang

penyandang autisme di seluruh dunia. Rata-rata, 6 dari 1000 orang di dunia telah

mengidap autisme. Di Amerika Serikat, autisme dimiliki oleh 11 dari 1000 orang.

Sedangkan di Indonesia, perbandingannya 8 dari setiap 1000 orang. Angka ini

terhitung cukup tinggi mengingat pada tahun 1989, hanya 2 orang yang diketahui

mengidap autisme.

"Bisa jadi kenaikan itu disebabkan oleh metode diagnosis autisme yang

semakin berkembang baik. Tapi bisa juga disebabkan karena adanya kontaminasi

pada trimester pertama kehamilan saat terbentuknya jaringan otak pada anak.

Kontaminasi dari luar ini bisa berasal dari makanan atau lingkungan dan

disebabkan karena kandungan logam berat dari makanan atau dari timbal dari

kendaraan bermotor," kata dr Kresno Mulyadi, Sp.KJ, psikiater dari RS Omni

Hospital Alam Sutera Jakarta dalam acara peluncuran jurnal Communicare

mengenai anak berkebutuhan khusus di kampus STIKOM London School of

Public Relation, Jakarta.

Menurut psikiater yang lebih akrab dipanggil kak Kresno ini, ada banyak

faktor yang diduga bisa menyebabkan autisme. Bahkan, diduga juga bisa

disebabkan karena keturunan. Penelitian saat ini masih berkembang untuk

mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat memicu autisme. Lebih lanjut lagi,

Kak Kresno yang merupakan saudara kembar Seto Mulyadi, ketua Komisi

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 2

Page 3: 9. ISI

Perlindungan Anak ini menegaskan kepada orang tua anak penyandang autis

untuk tetap berbesar hati. Saat ini, berbagai program penanganan anak autis sudah

banyak tersedia. Penanganan yang diberikan sejak dini terbukti mampu membuat

anak-anak penyandang autis tumbuh baik dan tak kalah dengan teman-teman

sebayanya yang lain.

Dalam karya tulis ini akan membahas lebih lanjut mengenai metode

Lovaas, salah satu metode penanganan bagi penyandang autis. Metode Lovaas

atau yang juga dikenal dengan metode ABA (Applied Behavior Analysis). Hal ini

dikarenakan Ivar Lovaas (seorang psikolog Amerika) yang menggunakan dan

mempopulerkan metode ini pada penatalaksanaan bagi anak yang mengalami

gangguan perkembangan termasuk didalamnya adalah anak-anak autistik.

Hasilnya sungguh sangat menggembirakan, sebab 47 % dari anak-anak austik

yang ditanganinya bisa bergabung ke sekolah umum. Dari hasil tersebut orang tua

yang mempunyai anak-anak autistik dan para professional yang menangani anak-

anak autistik sangat besar harapannya dan akhirnya metode ini menjadi

berkembang pesat sampai sekarang. Di Indonesia metode ini baru berkembang

kira-kira akhir tahun 1996.

Metode Lovaas banyak dipakai untuk menangani anak-anak autistik

dikarenakan metode ini memiliki beberapa kelebihan yaitu : terstruktur (teknik

mengajar yang jelas), terarah (panduan program yang dapat dijadikan acuan),

terukur (keberhasilan / kegagalan dapat diketahui dengan pasti).

Adanya kejelasan dari metode Lovaas tersebut di atas, metode ini sekarang

banyak dipakai sebagai intervesi dini dalam penanganan perilaku untuk anak-anak

autistik di Indonesia. Penjelasan lebih lanjut tentang metode Lovaas sebagai

pendekatan terapi autis pada anak lebih lanjut akan dibahas pada karya tulis ini.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 3

Page 4: 9. ISI

B. Pembatasan Masalah

Masalah yang akan dibahas dalam karya tulis ini adalah masalah kesehatan

otak autisme. Pembahasan juga akan menekankan pada penanganan dini dan

intervensi bagi penyandang autisme sehingga anak autis juga bisa mendapat

kesempatan yang sama dengan anak normal untuk memperbaiki hidupnya kelak.

Salah satu teknik penanganan dini yang terbukti efektif dalam karya tulis ini

adalah dengan menggunakan terapi metode Lovaas bagi anak autis. Lebih lanjut,

penulis akan pula membahas tentang peran pangan serta layanan pendidikan bagi

penyandang autisme.

C.Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gejala-gejala yang menandakan seseorang mengidap autisme?

2. Apakah faktor yang mempengaruhi autisme?

3. Bagaimanakah penanganan dini yang harus dilakukan pada anak autis?

4. Bagaimanakah Metode Lovaas dapat menangani anak autis?

D.Tujuan Penulisan

Karya Tulis ini ditulis dengan tujuan untuk:

1. Menjelaskan gejala dan faktor penyebab autisme.

2. Menguraikan deteksi serta penanganan dini terhadap autisme.

3. Memaparkan bagaimana Metode Lovaas sebagai terapi efektif autisme.

E. Manfaat Penelitian

Karya Tulis ini ditulis dengan harapan akan memberikan manfaat, seperti:

1. Memenuhi salah satu tugas akhir tahun siswa kelas XI SMA 1 Kudus sebagai

syarat kenaikan kelas.

2. Agar pembaca dapat lebih mengetahui gejala autisme sehingga dapat

melakukan upaya pengobatan dini.

3. Sebagai informasi bagi pembaca mengenai berbagai faktor yang menyebabkan

autisme sehingga pembaca dapat lebih awal mendeteksi.

4. Memperkenalkan terapi pada anak autis menggunakan metode Lovaas.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 4

Page 5: 9. ISI

5. Menambah informasi mengenai pencegahan dan pengobatan autisme. Sebagai

tambahan informasi bagi pembaca mengenai kesehatan otak penyandang

autisme.

6. Sebagai sumber informasi bagi pembaca sehingga dapat meningkatkan

kesadaran pembaca untuk peduli terhadap penanganan anak autis.

7. Sebagai sumber informasi bagi pembaca agar menambah wawasan pembaca.

F. Metode Penulisan

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan metode studi

pustaka. Penulis menggunakan buku cetakan maupun buku elektronik sebagai

bahan referensi dalam menulis. Selain itu, sumber data juga diperoleh dengan

melakukan kajian literatur melalui informasi yang terdapat di berbagai web di

internet. Metode tersebut dipilih karena lebih mudah dalam segi pelaksanaan,

waktu, dan juga biaya.

G.Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan karya tulis ini adalah sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab pertama, penulis memaparkan latar belakang masalah yang

mendasari karya tulis ini sekaligus membatasinya yaitu dalam lingkup metoda

Lovaas. Penulis juga menjabarkan rumusan serta tujuan penulisan karya tulis ini.

Tidak lupa, penulis menyertakan manfaat penulisan karya tulis ilmiah bagi

pembaca.

BAB II LANDASAN TEORI

Pada bab kedua, penulis menjelaskan landasan teori yang mendasari

penulisan karya tulis ini, yang antara lain adalah mengenai definisi dari autism

sendiri serta definisi dari metode Lovaas sebagai penanganannya.

BAB III METODEOLOGI PENELITIAN

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 5

Page 6: 9. ISI

Pada bab ketiga yang merupakan isi dari karya tulis ini, penulis membagi

pembahasan menjadi beberapa sub bab. Sub bab yang pertama mengulas

mengenai autisme. Hal yang dibahas dalam sub bab ini yaitu berkisar tentang

klasifikasi autisme, penyebab autisme, gejala awal autisme, pentingnya deteksi

dan intervensi dini.

Sedangkan pada sub bab kedua, penulis menekankan pembahasan

mengenai metode lovaas, langkah awal dengan teori lovaas, kurikulum metode

lovaas, serta metode lovaas bagi penyandang autism.

Pada sub bab ketiga, penulis menjelaskan hal-hal yang mendukung

tumbuh kembang penyandang autistik yaitu autisme dan peran pangan, kesalahan

yang kerap dilakukan saat menangani anak autis, salurkan kecerdasan sesuai

minat dan bakat, dan layanan pendidikan bagi anak autis

BAB IV PENUTUP

Pada bab empat sekaligus bab terakhir dalam karya tulis ini, penulis

memberikan kesimpulan atas topik yang menjadi pokok bahasan serta

memberikan saran bagi masalah yang menjadi ulasan dalam karya tulis ini.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 6

Page 7: 9. ISI

BAB II

LANDASAN TEORI

A.Definisi Autisme

Istilah autisme berasal dari kata “Autos” yang berarti diri sendiri dan

“isme” yang berarti suatu aliran, sehingga dapat diartikan sebagai suatu paham

tertarik pada dunianya sendiri (Suryana, 2004). Autisme pertama kali ditemukan

oleh Leo Kanner pada tahun 1943. Kanner mendeskripsikan gangguan ini sebagai

ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan orang lain, gangguan berbahasa yang

ditunjukkan dengan penguasaan bahasa yang tertunda, echolalia, mutism,

pembalikan kalimat, adanya aktivitas bermain repetitive dan stereotype, rute

ingatan yang kuat dan keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di

dalam lingkungannya. (Dawson & Castelloe dalam Widihastuti, 2007).

Gulo (1982) menyebutkan autisme berarti preokupasi terhadap pikiran dan

khayalan sendiri atau dengan kata lain lebih banyak berorientasi kepada pikiran

subjektifnya sendiri daripada melihat kenyataan atau realita kehidupan sehari-hari.

Oleh karena itu penderita autisme disebut orang yang hidup di “alamnya” sendiri.

Istilah autisme dipergunakan untuk menunjukkan suatu gejala psikosis pada anak-

anak yang unik dan menonjol yang sering disebut sindrom Kanner yang dicirikan

dengan ekspresi wajah yang kosong seolah-olah sedang melamun, kehilangan

pikiran dan sulit sekali bagi orang lain untuk menarik perhatian mereka atau

mengajak mereka berkomunikasi (Budiman, 1998).

Autistik adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks

menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Gejalanya mulai

tampak sebelum anak berusia 3 tahun (Suryana, 2004).

Menurut dr. Faisal Yatim DTM&H, MPH (dalam Suryana, 2004), autisme

bukanlah gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan gejala) dimana terjadi

penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan berbahasa dan kepedulian

terhadap sekitar, sehingga anak autisme hidup dalam dunianya sendiri.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 7

Page 8: 9. ISI

Sehingga autisme dapat didefinisikan sebagai kondisi seseorang yang luar

biasa asik dengan dirinya sendiri (Reber, 1985 dalam Trevarthendkk, 1998).

Pengertian ini menunjuk pada bagaimana anak-anak autis gagal bertindak dengan

minat pada orang lain, tetapi kehilangan beberapa penonjolan perilaku mereka.

Ini, tidak membantu orang lain untuk memahami seperti apa dunia mereka.

Ketidakmampuan sosial meliputi suatu kegagalan untuk menggunakan

kontak mata langsung untuk membangun interaksi sosial, jarang mencari orang

lain untuk memperoleh kenyamanan atau afeksi, jarang memprakarsai permainan

dengan orang lain dan tidak memiliki relasi dengan teman sebaya untuk berbagi

minat dan emosi secara timbal balik. Selain kekurangan sosial ini, anak-anak

autistik juga memperlihatkan keabnormalan komunikasi yang terfokus pada

masalah penggunaan bahasa dalam rangka membangun komunikasi sosial, tidak

adanya keselarasan dan kurangnya timbal balik, serta penggunaan bahasa yang

stereotip dan berulang-ulang. Misalnya jika kita bertanya (pada anak autistik)

“Apa kabar Budi?” Budi akan menjawab “Apa kabar Budi” anak-anak autistik

juga juga bingung dengan kata ganti misalnya ialah ketika mereka memakai kata

anda untuk aku.

Autisme adalah suatu kondisi mengenai seseorang sejak lahir ataupun saat

masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau

komunikasi yang normal. Akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan

masuk dalam dunia repetitive, aktivitas dan minat yang obsesif. (Baron-Cohen,

1993).

Autisme adalah suatu gangguan perkembangan yang kompleks

menyangkut komunikasi, interaksi sosial dan aktivitas imajinasi. Dan anak

autistik adalah anak yang mempunyai masalah atau gangguan dalam bidang

komunikasi, interaksi sosial, gangguan sensoris, pola bermain, perilaku dan

emosi. (Depdiknas, 2002).

Autisme merupakan gangguan perkembangan organik yang

mempengaruhi anak-anak dalam berinteraksi dan menjalani kehidupannya

(Hanafi, 2002).

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 8

Page 9: 9. ISI

Autisme merupakan gangguan perkembangan yang berentetan atau

pervasive (Matsondalam APA, 1987).

Autisme bukan suatu gejala penyakit tetapi berupa sindroma (kumpulan

gejala) dimana terjadi penyimpangan perkembangan sosial, kemampuan

berbahasa dan kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Sehingga anak autisme

seperti hidup dalam dunianya sendiri. Dengan kata lain pada anak autisme terjadi

kelainan emosi, intelektual dan kemauan (gangguan pervasive). Autisme

merupakan suatu keadaaan dimana seorang anak berbuat semaunya sendiri baik

cara berpikir maupun berperilaku. Keadaan ini mulai terjadi sejak usia masih kecil

biasanya sekitar usia 2-3 tahun. Autisme bisa mengenai siapa saja, baik yang sosio

ekonomi mapan maupun kurang, anak maupun dewasa, dan semua etnis.

Berdasarkan uraian di atas, maka autisme adalah gangguan perkembangan

yang sifatnya luas dan kompleks, mencakup aspek interaksi sosial, kognisi,

bahasa dan motorik.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 9

Page 10: 9. ISI

B. Definisi Metode Lovaas

Ada beberapa pengertian tentang terapi Lovaas atau ABA ( Applied

Behaviour ) Yang digunakan untuk penanganan anak autistik.

Menurut Handoyo dalam Jessica Kingley ( 2006 : 8) Terapi ini sangat

representatif bagi penanggulangan anak spesial dengan gejala autisme. Sebab

memiliki prinsip yang terukur, terarah dan sistematis juga variasi yang diajarkan

luas sehingga dapat meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial dan motorik

halus maupun kasar.

Terapi Lovaas adalah metode tatalaksana perilaku yang berkembang sejak

puluhan tahun, ditemukan psikolog Amerika, Universitas California Los Angeles,

Amerika Serikat, Ivar O. Lovaas (Handojo, 2008: 15)., Beliau memulai

eksperimen dengan cara mengaplikasikan teori B.F. Skinner, Operant

Conditioning. Di dalam teori ini disebutkan suatu pola perilaku akan menjadi

mantap jika perilaku itu diperoleh si pelaku (penguat positif) karena

mengakibatkan hilangnya hal-hal yang tidak diinginkan (penguat negatif).

Sementara suatu perilaku tertentu akan hilang bila perilaku itu diulang terus

menerus dan mengalami sesuatu yang tidak menyenangkan (hukuman) atau

hilangnya hal-hal yang menyenangkan si pelaku (penghapusan).

Dari beberapa pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa Metode

Lovaas / Applied Behavior Analysis (ABA) merupakan metode yang mengajarkan

kedisiplinan dimana pada kurikulumnya telah dimodifikasi dari aktivitas sehari-

hari dan dilaksanakan secara konsisten untuk meningkatkan perilaku yang

signifikan. Kepatuhan dan kontak mata merupakan kunci utama dalam penerapan

metode Lovaas, tanpa penguasaan kedua kemampuan tersebut anak autisme akan

sulit diajarkan aktivitas-aktivitas perilaku yang lain.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 10

Page 11: 9. ISI

BAB III

METODEOLOGI PENELITIAN

A.Autisme

Autisme terjadi pada 5 dari setiap 10.000 kelahiran, di mana jumlah

penderita laki-laki empat kali lebih besar dibandingkan penderita wanita.

Meskipun demikian, bila kaum wanita mengalaminya, maka penderitaanya akan

lebih parah dibandingkan kaum pria. Gejala-gelaja autisme mulai tampak sejak

masa yang paling awal dalam kehidupan mereka. Istilah autisme dikemukakan

oleh Dr Leo Kanner pada 1943. Ada banyak definisi yang diungkapkan para ahli.

Chaplin menyebutkan: “Autisme merupakan cara berpikir yang dikendalikan oleh

kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan

penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan

pikiran dan fantasi sendiri”.

Pakar lain mengatakan: “Autisme adalah ketidaknormalan perkembangan

yang sampai yang sampai sekarang tidak ada penyembuhannya dan gangguannya

tidak hanya mempengaruhi kemampuan anak untuk belajar dan berfungsi di dunia

luar tetapi juga kemampuannya untuk mengadakan hubungan dengan anggota

keluarganya.”

Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan 3 serangkai gangguan

yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada

anak autistik adalah: (1) Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2)

gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, (3) pola

perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya timbul pada tiga

tahun yang pertama.

Teori awal menyebutkan, ada 2 faktor penyebab autisme, yaitu: (1). Faktor

psikososial, karena orang tua “dingin” dalam mengasuh anak sehingga anak

menjadi “dingin” pula; dan (2). Teori gangguan neuro-biologist yang

menyebutkan gangguan neuroanatomi atau gangguan biokimiawi otak. Pada 10-

15 tahun terakhir, setelah teknologi kedokteran telah canggih dan penelitian mulai

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 11

Page 12: 9. ISI

membuahkan hasil. Penelitian pada kembar identik menunjukkan adanya

kemungkinan kelainan ini sebagian bersifat genetis karena cenderung terjadi pada

kedua anak kembar.

Meskipun penyebab utama autisme hingga saat ini masih terus diteliti,

beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autisme adalah: faktor

genetik, gangguan pertumbuhan selotak pada janin, gangguan pencernaan,

keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autisme juga

sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti:

prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama-kedua, anak

yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula

dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan.

Gangguan autisme mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih

banyak pada anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat

pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal

dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan

berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupunkeinginannya

yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan

perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara

yang samaseperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari

lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain.

Autisme hadir bersama sejumlah gangguan psikiatrik lainnya, seperti

sindrom Tourettes, obsesif-kompulsif, dan gangguan bipolar. Terdapat sejumlah

informasi sehubungan dengan gejala-gejala yang menyertai gangguan autisme:

64% memiliki kemampuan untuk memusatkan perhatian yang buruk, 36-48%

menderita hiperaktif, 43-88% memustkan perhatian pada hal-hal ganjil, 37%

memperlihatkan fenomena obsesif, 16-6% memperlihatkan ledakan-ledakan

emosional atau ritualistik, 50-89% mengucapkan kata-kata stereotip, 68-74%

memperlihatkan manerisme stereotip, 17-74% mengalami rasa takut yang tidak

wajar, 9-44% memiliki gejolak perasaan depresif, agitatif, seta tidak wajar, 11%

mengalami gangguan tidur, 24-43% pernah melukai dirinya sendiri, dan 8%

gemar menggerak-gerakkan badannya.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 12

Page 13: 9. ISI

Sebagian besar penderita autisme, yakni sekitar 75% termasuk dalam

kategori keterlambatan mental. Tetapi sejumlah 10% dari mereka malah dapat

digolongkan sebagai orang jenius. Orang-orang semaca ini memiliki kemampuan

luar biasa dalam berhitung, musik atau seni. Pandangan umum terhadap orang-

orang jenius ini digambarkan dalam film Rainman yang diperankan oleh Dustin

Hoffman. Meskipun demikian, telah dipertanyakan apakah jumlah orang-orang

yang menderita keterlambatan mental ini sesungguhnya lebih tinggi ataukah tidak,

karena adanya pengaruh gejala-gejala autisme lain selama proses pengujian. Hasil

pengujian sering kali memperlihatkan adanya gelaja-gejala psikiatrik dan medis

lainnya.

Terlepas dari gejala-gejala nyata autisme yang diderita seseorang, masih

terdapat perdebatan sehubungan dengan diagnosis pada tingkatan yang tidak

begitu parah. Batas-batas diagnosis autisme masih samar-samar sehingga

keberadaannya lebih ke arah suatu tingkatan. Banyak anak (dan juga orang

dewasa) yang juga memiliki gejala-gejala lebih ringan, yang beberapa diantaranya

dapat dikategorikan berdasarkan metode diagnosis APA sebagai penderita

gangguan perkembangan parah yang belum diperinci secara pasti pada sebagian

kasus, penderita autisme ringan sulit dibedakan dengan penderita gangguan

kebpribadian, seperti schizoid seta pemilik kepribadian obsesif atau bahkan dari

orang-orang yang bertingkah laku eksentrik dan tak wajar.

Terdapat beragam pendekatan terapi untuk membantu penyandang

autistik, mulai dari obat-obatan hingga makanan tambahan berupa vitamin dengan

pendukung dan penganjurannya masing-masing. Namun, untuk lebih jelasnya,

akan dibahas pada bagian selanjutnya.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 13

Page 14: 9. ISI

A. 1 Klasifikasi Autisme

Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-

IV merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD

(Pervasive Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit

Hyperactivity Disorder) dan ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan

perkembangan perpasiv (PDD) adalah istilah yang dipakai untuk

menggambarkan beberapa kelompok gangguan perkembangan di bawah

(umbrella term) PDD, yaitu:

1. Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan

adanya hambatandalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan

bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan

aktivitas.

2. Aspergers Syndrome Hambatan perkembangan interaksi sosial dan

adanya minat dan aktivitasyang terbatas, secara umum tidak

menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat

intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.

3. Pervasive Developmental Disorder Not Otherwise Specified (PDD-NOS)

Merujuk pada istilah atypical autisme, diagnosa PDD-NOS berlaku bila

seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa

tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).

4. Retts Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang

terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang

normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangankemampuan yang

dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan

dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang usia

14 tahun.

5. Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan

yang normal selama 2tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-

tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya

Menurut Yatim (2002) klasifikasi anak autis dikelompokkan menjadi tiga, antara

lain :

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 14

Page 15: 9. ISI

1. Autisme Persepsi : dianggap autisme yang asli karena kelainan sudah

timbul sebelum lahir. Ketidakmapuan anak berbahasa termasuk pada

penyimpangan reaksi terhadap rangsangan dari luar, begitu juga

ketidakmampuan anak bekerjasama dengan orang lain, sehingga anak

bersikap masa bodoh.

2. Autisme Reaksi : terjadi karena beberapa permasalahan yang

menimbulkan kecemasan seperti orangtua meninggal, sakit berat, pindah

rumah/ sekolah dan sebagainya. Autisme ini akan memumculkan gerakan-

gerakan tertentu berulang-ulang kadang-kadang disertai kejang-kejang.

Gejala ini muncul pada usia lebih besar 6-7 tahun sebelum anak memasuki

tahapan berpikir logis.

3. Autisme yang timbul kemudian : terjadi setelah anak agak besar,

dikarenakan kelainan jaringan otak yang terjadi setelah anak lahir. Hal

akan mempersulit dalam hal pemberian pelatihan dan pelayanan

pendidikan untuk mengubah perilakunya yang sudah melekat.

Dalam berinteraksi sosial anak autistikdikelompokan atas 3 kelompok yaitu:

1. Kelompok menyendiri

Terlihat menghindari kontak fisik dengan lingkungannya

Bertedensi kurang menggunakan kata-kata, dan kadang-kadang sulit

berubah meskipun usianya bertambah lanjut. Dan meskipun ada ada

perubahan, mungkin hanya bisa mengucapkan beberapa patah kata

yang sederhana saja.

Menghabiskan harinya berjam-jam untuk sendiri, dan kalau berbuat

sesuatu, akan melakukannya berulang-ulang.

Gangguan perilaku pada kelompok anak ini termasuk bunyi-bunyi

aneh, gerakan tangan, tabiat yang mudah marah, melukai diri sendiri,

menyerang teman sendiri, merusak dan menghancurkan mainannya.

2. Kelompok anak autisme yang pasif

Lebih bisa bertahan dengan kontak fisik, dan agak mampu bermain

dengan kelompok teman bergaul dan sebaya, tetapi jarang sekali

mencari teman sendiri.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 15

Page 16: 9. ISI

Mempunyai perbendaharaan kata yang lebih banyak meskipun masih

agak terlambat bisa berbicara dibandingkan dengan anak sebaya.

Kadang-kadang malah lebih cepat merangkai kata meskipun kadang-

kadang pula dibumbui kata yang kurang dimengerti.

Kelompok pasif ini masih bisa diajari dan dilatih dibandingkan dengan

anak autisme yang menyendiri dan yang aktif tetapi menurut

kemauannya sendiri.

3. Kelompok anak autisme yang aktif tetapi menurut kemauannya sendiri

Kelompok ini seperti bertolak belakang dengan kelompok anak

autisme yang menyendiri karena lebih cepat bisa bicara dan memiliki

perbendaharaan kata yang paling banyak

Meskipun dapat merangkai kata dengan baik, tetapi tetap saja terselip

kata-kata yang aneh dan kurang dimengerti.

Masih bisa ikut berbagi rasa dengan teman bermainnya.

Dalam berdialog, seringmengajukan pertanyaan dengan topik yang

menarik, dan bila jawaban tidak memuaskan atau pertanyaannya

dipotong, akan bereaksi sangat marah

A. 2 Penyebab Autisme

Sampai sekarang belum terdeteksi faktor yang menjadi penyebab tunggal

timbulnya gangguan autisme. Namun demikian ada beberapa faktor yang di

mungkinkan dapat menjadi penyebab timbulnya autisme. berikut:

1. Menurut Teori Psikososial

Beberapa ahli (Kanner dan Bruno Bettelhem) autisme dianggap

sebagai akibat hubungan yang dingin, tidak akrab antara orang tua

(ibu) dan anak. Demikian juga dikatakan, orang tua/pengasuh yang

emosional, kaku, obsesif, tidak hangat bahkan dingin dapat

menyebabkan anak asuhnya menjadi autistik.

2. Teori Biologis

Faktor genetic: Keluarga yang terdapat anak autistik memiliki

resiko lebih tinggi dibanding populasi keluarga normal.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 16

Page 17: 9. ISI

Pranatal, Natal dan Post Natal yaitu: Pendarahan pada

kehamilan awal, obat-obatan, tangis bayi terlambat, gangguan

pernapasan, anemia.

Neuro anatomi yaitu: Gangguan/disfungsi pada sel-sel otak

selama dalam kandugan yang mungkin disebabkan terjadinya

gangguan oksigenasi, perdarahan, atau infeksi.

Struktur dan Biokimiawi yaitu: Kelainan pada cerebellum

dengan cel-sel Purkinje yang jumlahnya terlalu sedikit, padahal

sel-sel purkinje mempunyai kandungan serotinin yang tinggi.

Demikian juga kemungkinan tingginya kandungan dapomin

atau opioid dalam darah.

Keracunan logam berat misalnya terjadi pada anak yang tinggal

dekat tambanga batu bara, dlsb.

Gangguan pencernaan, pendengaran dan penglihatan. Menurut

data yang ada 60 % anak autistik mempunyai sistem

pencernaan kurang sempurna. Dan kemungkinan timbulnya

gejala autistik karena adanya gangguan dalam pendengaran dan

penglihatan

Perbedaan antara gangguan perkembangan satu dengan yang lain :

1. Gangguan autis untuk kasus yang berat dan memenuhi kriteria DSM

IV atau ICD-10

2. PDD-NOS (Pervasive Developmental Disorder not Otherwise

Specified) untuk kasus yang tidak menunjukkan kriteria lengkap DSM-

IV untuk gangguan autis namun gangguan interaksi dan komunikasi

merupakan ganggun primer. Bila menggunakan istilah autisme atipik

dijelaskan istilah tersebut berasal dari klasifikasi ICD-10 yang

mempunyai arti sama dengan PDD-NOS

3. MSDD (Multisystem Developmental Disorder) untuk kasus-kasus

yang menunjukkan bahwa gangguan interaksi sosial dan komunikasi

bukan hal primer, namun diduga merupakan hal sekunder akibat

gangguan pemrosesan sensoris dan perencanaan gerak motoris.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 17

Page 18: 9. ISI

A. 3 Kenali Gejala Awal Autisme

Anak-anak penyandang spektrum autisme biasanya memperlihatkan

setidaknya setengah dari daftar tanda-tanda yang disebutkan di bawah ini.

Gejala-gejala autisme dapat berkisar dari ringan hingga berat dan intensitasnya

berbeda antara masing-masing individu. Kenali dan intervensi gejala awal

autisme sejak dini. Berikut merupakan gejala-gejala awal pada perkembangan

anak autis:

Sulit bersosialisasi dengan anak-anak lainnya

Tertawa atau tergelak tidak pada tempatnya

Tidak pernah atau jarang sekali kontak mata

Tidak peka terhadap rasa sakit

Lebih suka menyendiri; sifatnya agak menjauhkan diri.

Suka benda-benda yang berputar / memutarkan benda

Ketertarikan pada satu benda secara berlebihan

Hiperaktif/melakukan kegiatan fisik secara berlebihan atau malah tidak

melakukan apapun (terlalu pendiam)

Kesulitan dalam mengutarakan kebutuhannya; suka menggunakan

isyarat atau menunjuk dengan tangan daripada kata-kata

Menuntut hal yang sama; menentang perubahan atas hal-hal yang

bersifat rutin

Tidak peduli bahaya

Menekuni permainan dengan cara aneh dalam waktu lama

Echolalia (mengulangi kata atau kalimat, tidak berbahasa biasa)

Tidak suka dipeluk (disayang) atau menyayangi

Tidak tanggap terhadap isyarat kata-kata; bersikap seperti orang tuli

Tidak berminat terhadap metode pengajaran yang biasa

Tentrums – suka mengamuk/memperlihatkan kesedihan tanpa alasan

yang jelas

Kecakapan motorik kasar/motorik halus yang seimbang (seperti tidak

mau menendang bola namun dapat menumpuk balok-balok)

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 18

Page 19: 9. ISI

A. 4 Diagnosis

Melakukan diagnosis autism tidak memerlukan pemeriksaan yang

canggih-canggih seperti brain-mapping, CT-Scan, MRI dan lain sebagainya.

Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut hanya dilakukan bila ada indikasi, misalnya

bila anak itu kejang, maka EEG atau brainmapping dilakukan untuk melihat

apakah ada epilepsi. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah merumuskan

suatu criteria yang harus terpenuhi untuk dapat melaksanakan diagnosis autism.

Rumusan ini dipakai di seluruh dunia, dan dikenal dengan sebutan DSM-IV

(Diagnostic and Statistical Manual) 1994, yang dibuat oleh grup psikiatri dari

Amerika. Untuk mempermudah pengertian, berikut sedikit pembahasan

mengenai DSM-IV

a. Perkembangan anak menurun dan tidak normal, yang mulai terlihat sejak

anak usia 3tahun, disertai salah satu gejala berikut:

Menggunakan bahasa yang tidak wajar dalam berkomunikasi sehari-

hari.

Tidak mampu menciptakan hubungan persahabatan yang akrab dan

hangat

Tidak mampu berakting (peran), misalnya kadang-kadang berperan

sebagai bapak atau guru dll.

b. Paling tidak ditemukan sebanyak enam (6) gejala dari No. 1, 2, dan 3:

Sekurang-kurangnya dua (2) gejala dari No. 1, serta paling tidak satu (1)

gejala dari No.2 dan No. 3. berikut:

1. Secara kualitas interaksi sosial sangat kurang, yang terlihat paling

tidak 2 gejala pada keadaan berikut:

Tidak mau berpandangan secara kontak mata, raut wajah

gerakan tubuh dan tangan dalam mengekspresikan keakraban

pergaulan sehari-hari.

Gagal mengembangkan pemkiran yang wajar dalam

menghadapi sejumlah kesempatan, menghadapi teman

sebaya,berbagi perhatian , bebagi kegiatandan emosi.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 19

Page 20: 9. ISI

Tidak mampu berbagi rasa terhadap perasaan orang sekitar,

dalam hal hubungan antarteman sepergaulan dan perilaku

berkomunikasi.

Kurang mampu mencari kegembiraaan bersama-sama dengan

temansepergaulan dan kurang bisa memperlihatkan atau

menunjuk seseorang yang menjadi perhatiannya.

2. Kurangnya kualitas dalam berkomunikasi, seperti terlihat paling tidak

1 gejala berikut:

Terlambat atau tidak mampu sama sekali berbahasa sehingga

kadang-kadangdidimbangi dengan bahasa isyarat melalui

gerakan tangan, mimik, dangerakan tubuh. Keadaan ini sering

dimulai dengan bersungut-sungut.

Kurang mampu bercakap-cakap dengan teman sepergaulan

meskipunmungkin masih ada kemampuan berbahasa.

Mengulang-ulang kata atau kalimat-kalimat.

Tidak bisa spontan mempercayai teman bermain

3. Perilaku dan perhatian yang berulang-ulang, seperti terlihat paling

tidak 1 gejala berikut:

Buah pikiran yang berulang-ulang dan perhatian terbatas baik

itensitas maupun isinya.

Kegiatan rutin dan gerakan ritual seperti dipaksakan

Gerakan otot berulang-ulang, seperti melambai-lambaikan

tangan atau memutar-mutar tangan, atau menggerak-gerakakan

tubuh.

Perhatian terpaku pada atu bahan/benda permainan, (seperti

mencium-cium bau, meraba-raba halusnya permukaan mainan.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 20

Page 21: 9. ISI

B.Metode Lovaas

Setiap orangtua akan mengalami berbagai macam perasaan pada saat

mendengar dari mulut professional bahwa anaknya mengalami gangguan

perkembangan yang termasuk dalam spectrum autisme. Yang sering terjadi adalah

perasaan tak percaya, marah, tak dapat menerima dengan harapan bahwa

diagnosis tersebut salah, rasa shock, panik, sedih, bingung, dan lain sebagainya.

Banyak yang kemudian mencari pendapat dokter lain untuk lebih mendapat

kepastian mengenai diagnosis tersebut, oleh karena memang masih banyak dari

kalangan profesi kedokteran pun yang belum begitu mendalami gangguan yang

datu ini.

Bagi seorang dokter pun rasanya sangat berat untuk menjadi pembawa

kabar buruk tersebut pada orangtua yang datang untuk berkonsultasi dengan

perasaan harap-harap cemas. Namun memberi harapan semu pada orangtua

penyandang autisme adalah suatu hal yang sangat merugikan bagi penyembuhan

anak tersebut, sehingga tatalaksana terapi harus secepat mungkin diterakpan.

Untunglah bahwa sebagian besar orangtua dapat menerima dengan tabah

kabar tersebut dan langsung mau bekerjasama untuk menerapkan tatalaksana

penanganan autisme secara terpadu untuk anaknya.

Penanganan terpadu harus secepat mungkin dilaksanakan bila diagnosis

autisme sudah terbentuk. Meskipun kelalaian yang ada di otak tidak dapat

disembuhkan, namun dengan pola penanganan terpadu dan intensif, gejala-gejala

autisme dapat dikurangi bahkan dihilangkan, sehingga diharapkan bisa berbaur

dan hidup mandiri dalam masyarakat normal.

Dalam karya tulis ini, penulis akan memaparkan suatu jenis terapi yang

terbukti efektif dalam menangani penyandang autistik secara terpadu. Terapi ini

dikenal dengan Metode Lovaas atau terapi ABA ( Applied Behaviour ) Yang

digunakan untuk penanganan anak autistik.

Metode Lovaas ini didasarkan pada teori “Operant Conditioning” yang

dipelopir oleh Burrhus Frederic Skinner (1904-1990) seorang behavioralis dari

Amerika Serikat. Dasar teori Skinner sendiri adalah pengendalian perilaku melalui

manipulasi imbalan dan hukuman. Skinner percaya bahwa sebenarnya orang yang

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 21

Page 22: 9. ISI

telah memberinya kunci untuk memahami perilaku adalah Ivan Pavlov, seorang

fisiolog Rusia dengan teorinya Classical Conditioning. Pavlov mengatakan:

kendalikanlah kondisi (lingkungan) dan kita akan melihat tatanan (order)

Modifikasi perilaku (behavior modification) ini pada mulanya merupakan

cara untuk melatih hean percobaan dengan menggunakan imbalah dan hukuman

secara sistematis, namun seperempat abad belakangan ini telah berkembang

menjadi pendekatan ilmu pendidikan (pedagogical approach) yang dangat jelas

dan efektif.

Ivar Lovaas adalah seorang psikolog klinis yang sejak tahun 1964

menggunakannya dalam upaya membantu anak-anak yang mengalami gangguan

perkembangan, lalu ia mencoba menggunakan metode ini untuk melatih anak-

anak autis di UCLA.

Metodenya terutama didasarkan pada pemecahan tugas-tugas, termasuk

tugas yang kompleks, abstrak seperti komunikasi, dengan menggunakan bahasa

menjadi serangkaian langkah secara runtun, dan setiap langkah menyiapkan jalan

untuk langkah berikutnya. Mengajar dengan menggunakan “discrete trials”

orangtua dan terapis bekerja sebagai tim untuk menciptakan suasana belajar yang

sangat terstruktur dan konsisten. Secara berangsur-angsur, si anak tidak hanya

dapat mengerti “discrete bits” dari masalah pokok yang diajarkan, tetapi lebih

penting lagi untuk memfokuskan perhatian mereka, berkonsentrasi dengan lebih

efektif, dan dengan itu dapat belajar dengan lebih mudah. Begitulah akhirnya

mengapa metode ini juga dikenal dengan kata discrete trial training.

Sesuai dengan namanya, teknik ini berangkat dari teori behavioristik

dimana mereka meyakini bahwa perilaku berhubungan dengan system reward

( hadiah / penghargaan ) dan konsekwensi ( akibat ). Berangkat dari pemahaman

dasar ini maka teknik ini biasanya digunakan sebagai dasar untuk metode

mengajar. Oleh sebab itu, berangkat dari teori ini, Lovaas dan The Lovaas

institute mengembangkan teknik ini dan menjabarkannya menjadi beberapa

pengertian di bawah ini :

a. Applied

Meletakkan penugasan pada kondisi yang real

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 22

Page 23: 9. ISI

b. Behavioral Analysis

Observasi dan analisis yang dilakukan untuk obyek perilaku tertentu

dengan tujuan untuk merubah atau menciptakan perilaku baru yang

diinginkan.

Sehingga secara ringkas dapat dikatakan bahwa Metode Lovaas adalah

suatu teknik yang telah disusun secara sistematis untuk mengurangi perilaku yang

tidak diinginkan dan meningkatkan perilaku yang diharapkan.

Teknik ini diberikan dengan tujuan untuk meningkatkan pemahaman dan

kepatuhan anak autis terhadap aturan. Dari terapi ini hasil yang didapatkan

signifikan bila mampu diterapkan secara intensif, teratur dan konsisten pada usia

dini.

Mengapa Anak Autis ?

Seperti yang sudah ditulis diatas, terapi ini digunakan untuk anak yang

autis. Anak autis memiliki gambaran unik dari anak lainnya hal ini menyebabkan

perilaku anak autistis berbeda dari perilaku normal. Gambaran Unik Anak Autis

antara lain adalah sebagai berikut:

Selektif yang berlebihan terhadap rangsangan sehingga kemampuan

menangkap isyarat yang berasal dari lingkungan sangat terbatas.

Kurang motivasi, bukan hanya sering menarik diri dan asyik sendiri tetapi

juga cenderung tidak termotivasi menjelajah lingkungan baru atau

memperluas lingkup perhatian mereka.

Memiliki respon stimulasi diri tinggi. Mereka menghabiskan sebagian

besar waktu untuk merangsang diri sendiri misalnya bertepuk tangan.

Memiliki respon terhadap imbalan. Mereka belajar paling efektif pada

kondisi imbalan langsung yang jenisnya sangat individual. Namun respon

ini berbeda untuk setiap anak autis.

Dari gambaran di atas maka tampak beberapa perilaku yang tentunya

berbeda pada anak normal. Perilaku ini kemudian dapat dijabarkan ke dalam

perilaku yang berlebihan, perilaku yang berkekurangan atau bahkan tidak ada

sama sekali. Contoh perilaku yang berlebihan ini misalnya mengamuk. Sedangkan

perilaku yang berkekurangan contohnya gangguan bicara, perilaku sosial yang

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 23

Page 24: 9. ISI

tidak tepat. Semuanya hal di atas tentunya menjadi hal yang serius untuk segera

ditangani. Oleh sebab itu, karena berkaitan dengan perilaku, maka Metode Lovaas

inipun diterapkan.

B.1 Langkah Awal dengan Teori Lovaas

1. Teori Lovaas

Teknik Lovaas yang didasarkan pada “behavior modification” atau

“Discrete Trial Training” menggunakan urutan: A-B-C. A atau Antecedent (pra

kejadian) adalah pemberian intruksi, misalnya: pertanyaan, perintah, atau visual.

Dalam memberikan instruksi, perhatikan bahwa si anak ada dalam keadaan siap

(duduk, diam, tangan ke bawah). Suara dan instruksi harus jelas, dan instruksi

tidak diulang.. untuk permulaan, gunakanlah SATU kata perintah.

B atau behavior (perilaku) adalah respons anak. Respons yang diharapkan

haruslah jelas dan anak harus member respons dalam 3 detik. Mengapa demikian,

karena ini normal dan dapat meningkatkan perhatian.

C atau consequence (konsekuensi atau akibat). Konsekuensi haruslah

seketika, berupa reinforcer (pendorong atau penguat) atau “TIDAK”

Contohnya:

1) Untuk respons yang BENAR; A- bila instruksi diberikan, yaitu: “tepuk

tangan;” B- anak menepuk tangannya; C- terapis berkata “BAGUS”

sebagai imbalaan positif.

2) Untuk respons yang SALAH; A-bila instruksi diberikan, yaitu: “tepuk

tangan;” B- anak melambaikan tangannya; maka C- terapis berkata

“TIDAK”.

3) tidak ada respons; A- bila instruksi diberikan, yaitu: “tepuk tangan;” B-

anak tidak mengerjakan apa-apa; maka C- terapis akan mengatakan

“LIHAT” atau”DENGAR” (prompt atau bantuan).

a. Reinforcers

Reinforcers adalah konsekuensi yang diberikan setelah perilaku, di mana

reinforcers ini akan memungkinkan perilaku itu untuk terulang dalam kondisi

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 24

Page 25: 9. ISI

yang sama, ATAU reinforcers itu adalah konsekuensi yang aakan menambah

frekuensi terjadinya perilaku itu.

Reinforcers positifakan berbentuk: pujian, pelukan, elusan atauun

kelitikan yang menyenangkan. Makanan dan minuman dapat dijadikan

reinforcers, maupun aktivitas yang menyenangkan seperti menyanyi dan

menempelkan gambar-gambar. Istirahat untuk bermain-main dari belajar dan

bermain sandi adalah reinforcers dalam bentuk lain. Reinforcers dapat berbentu

apa saja asalkan itu adalah sesuatu yang disenangi oleh anak dan ia akan

berperilaku lebih baik untuk mendapatkannya. Sesutau yang menyenangkan bagi

anak yang satu, belum tentu menyenangkan untuk anak yang lainnya.

Bila kita mengajarkan perilaku yang baru, imbalan sebaiknya diberikan

setiap kali si anak mengerjakan yang diperintahkan kepadanya, walaupun kita

memberikan bantuan atau promt, untuk memberikan hasil yang baik. Selanjutnya

imbalan dapat dikurangi sedikit demi sedikit dan dihilangkan sama sekali. Bila

perilaku yang diinginkan sudah terbentuk.

Reinforces harus bermacam-macam agar si anak tidak bosan. Gunakanlah

reinforcers yang mudah dan cepat diberikan, dan selalu sertakan dengan pujian.

Reinforcers ini hanya didapatkan apda waktu belajar dan tidak di luar aktivitas

balajar.

b. Prompt

Prompt adalah bantuan atau apa saja yang bersifat membantu agak sia

anak dapat menjawab dengan benar, setelah si anak menjawab atau memberikan

respons yang benar, dia lalu diberikan reinforcers yang positif.

Prompt yang biasa diberikan:

FISIK- secara fisik si anak dibantu untuk merespons dengan benar.

MODEL- si anak diberi contoh agar ia dapat meniru dengan benar.

VERBAL- mengucapkan kata yang benar untuk ditiru, atau menjelaskan

apa yang harus dikerjakan oleh si anak, atau menanyakan misalnya, “apa

lagi?”

GESTURAL- secara isyarat, dengan menunjuk, melirik, ataupun

menggerakkan kepala.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 25

Page 26: 9. ISI

POSISIONAL- dengan meletakkan apa yang diminta lebih dekat dengan si

anak dari benda-benda lainnya yang kita minta untuk membedakan.

Kapan kita perlu memberikan PROMPT? Prompt diberikan saat si anak

tidak bisa mengerjakan atau member respons (contohnya bila mngerjakan tugas

yang baru). Sebagai aturan yang umum, promt dengan seketika ditunjukkan

setelah perintah diberikan.

Gunakanlah prompt sedikit mungkin dan seperlunya, dan hilangkan

secepat mungkin agar si anak tidak tergantung pada bantuan tersebut.

2. Analisa Tugas

Bila tugas yang kompleks dipecah-pecah menjadi langkah-langkah kecil

berurutan, si anak akan lebih mudah mengerti dan akan dapat lebih sering

mengalami keberhasilan.

Untuaian rantai (chaining): langkah-langkah berantai yang bila dikerjakan

akan menjadi satu tugas kompleks pada akhirnya.

Forward chaining: dimulai dengan mengajarkan langkah pertama, dan

membantu anak dengan langkah-langkah beriktunya dari suatu pekerjaan yang

kompleks. Bila anak telah menguasai langkah yang pertama, ajarkanlah langkah

kedua, dan pada langkah-langkah berikutnya si anak tetap dibantu

mengerjakannya sampai selesai. Prosedur ini diulang sampai seluruh langkah dari

analisis tugas ini dikuasai oleh si anak. Misalnya: mengajarkan makan secara

mandiri, langkahlangkah yang diajarkan adalah memegang sendok, mengambil

makanan dengan sendok, memasukkan sendok ke dalam mulut, dan mengeluarkan

sendok dari dalam mulut.

Sedangkan backward chaining adalah mengajarkan kebalikannya, yaitu

dengan mengerjakan langkah yang terakhir dahulu.

3. Jenis Ajaran

Jenis ajaran yang bisa diterapkan dari teori Lovaas adalah bersifat:

LANGSUNG: mengajar langsung secara terstrukur, dengan objektif dan

cara oenyampaian yang sudah ditentukan.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 26

Page 27: 9. ISI

SITUASI YANG DIRANCANG: belajar dengan sitausi yang telah

dirancang. Misalnya: untuk mengajarkan “BUKA”, si anak sesuatu untuk

DIBUKA.

KEBETULAN: mngajarkan sesuatu secara kebetulan dengan mengikuti

yang dikerjakan si anak. bila respons pada anak atas apa yang dilakukan.

AKTIVITAS dengan INSTRUKSI: mengajarkan sesuatu dengan langkah-

langkah yang sudah ditentukan, misalnya: memasak.

4. Apa dan Bagaimana Cara mengajarkannya

Cara mengajarkannya adalah:

a. Dengan menggunakan kurikulum (lihat contohnya di sub bab selanjutnya).

Kita dapat memilih dan menggunakan objektif-objektif yang ada sesuai

dengan kemampuan di anak. Biasanya 15-20 objektif setiap tahapnya

(untuk 3-6 bulan). Mulailah dengan 3-5 objektif, dan secara bertahap

tambahkan aktivitas lain bila si anak sudah dapat lebih menoleransi waktu

belajar yang lebih lama dan session yang lebih sering. Kurikulum ini

dibagi menkadi kemampaun siap sendiri, kemampuan meniru gerakan

motorik halus sampai oral, kemampuan pemahaman bahasa dan bahasa

ekspretif, kemampuan pra-akademik, kemampuan bantu diri.

b. Kriteria bahwa aktivitas tertentu telah tercapai (scoring) pengambilan data

di sini sangatlah penting untuk intervensi yang efektif dan juga untuk

mencegah penghentian program atau aktivitas secara prematur. Ada

beberapa cara untuk menilai kemajuan diantaranya:

Kriteria 80% tercapai dari 10 trial pertama dalam tiga kali waktu

yang berbeda-beda secara urut.

Anak mampu member respons yang benar untuk tiga kali yang

pertama pada sesi itu, maka ia akan mendapat “A” sebagai

Achieved atau tercapai, dan terjadi dalam tiga kesempatan yang

berbeda, idealnya dengan tiga orang yang berbeda.

c. Maintenance

Untuk memelihara yang sudah dapat dikerjakan, dengan mengulang

sekali-sekali.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 27

Page 28: 9. ISI

5. Menangani Anak Autis yang Memberontak

Masa-masa permulaan menghadapi anak autis bisa sangat sulit. Saat kita

meminta si anak mengerjakan sesuatu (misalnya: duduk), si anak akan

memberontak secara verbal atau menggunakan fisiknya.

Pilihlah reinforce yang ia sukai, tentukan waktu belajar dan aktivitas yang

singkat-singkt, dan kembangkan bila toleransi anak membaik. Berikan reinforce

saat ia dapat duduk tanpa harus memnangis.

Pada awalnya ini berarti menggunakan fisik untuk mengambil si anak,

mendudukannya pada kursi, dan memberinya reinforce, dan biarkan dia pergi.

Secara bertahap, tambahkan waktu duduk lebih lama, dan ini akan mengajarkan

pada anak bahwa menangis atau kelakuan negative lainnya tidak aka nada

pengaruh bila si terapis mengistruksikan sesuatu. Perkataan “TIDAK” akan sangat

berguna untuk mengajarkan sesuatu yang tidak boleh dikerjakan.

Hasil positif dapat juga didapatkan dengan mengajarkan kemampuan

alternative yang lain untuk menggantikan perilaku yang bermasalah. Misalnya,

dari pada melempar segala yang ada di atas meja, si anak harus memasukkannya

ke dalam ember.

B.2 Kurikulum Metode Lovaas

Dengan menggunakan kurikulum kita dapat memilih dan menggunakan

objektif-objektif yang ada sesuai dengan kemampuan di anak.

Contoh Kurikulum

Kurikulum Awal

A. Kemampuan Siap Diri

1. Duduk sendiri di kursi

2. Kontak mata bila namanya dipanggil

3. Kontak mata bila dikatakan “lihat”

4. Member respons untuk perintah “tangan ke bawah”

B. Kemampuan Meniru

1. Meniru gerakan motorik kasar

2. Meniru gerakan dengan benda

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 28

Page 29: 9. ISI

3. Meniru gerakan motorik halus

4. Meniru gerakan motorik oral

C. Kemampuan Pemahaman Bahasa

1. Mengikuti satu-langkah perintah

2. Mengenali bagian-bagian dari tubuh

3. Mengenali benda-benda

4. Mengenali gambar-gambar

5. Mengenali orang-orang dekat (anggota keluarga)

6. Mengikuti perintah kata kerja

7. Mengenali kata kerja dalam gambar

8. Mengenali benda-benda disekitarnya

9. Menunjuk gambar-gambar di dalam buku

10. Mengenali benda dari kegunaannya

11. Mengenali kepemilikan

12. Mengenali suara-suara di lingkungan

D. Kemampuan Bahasa Ekspresif

1. Menunjuk ke sesuatu yang diinginkan bila ditanya “mau apa?”

2. Menunjuk sesuatu yang diinginkan secara spontan

3. Menirukan suara dan kata

4. Menamakan benda

5. Menamakan gambar

6. Mengatakan apa yang diinginkan

7. Mengatakan/mengisyaratkan dengan ya atau tidak, benda yang ia inginkan

atau tidak inginkan.

8. Menamakan orang-orang dekat (anggota keluarga)

9. Membuat pilihan

10. Saling menyapa

11. Menjawap pertanyaan sehari-hari

12. Menamakan kata kerja pada gambar, pada orang lain, dan pada diri sendiri

13. Menamakan benda dari kegunaannya

14. Menamakan kepemilikan

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 29

Page 30: 9. ISI

E. Kemampuan Pra-akademik

1. Mencocokkan

a. Benda-benda yang identik

b. Gambar-gambar yang identik

c. Benda ke gambar

d. Gambar ke benda

e. Warna, bentuk, huruf, angka

f. Benda-benda yang non identik

g. Benda-benda dari hubungannya

2. Menyelesaikan aktifitas mudah senidir

3. Mengenali warna

4. Mengenali bentuk

5. Mengenali huruf

6. Mengenali angka

7. Menghafal hitungan sampai 10

8. Menghitung benda

F. Kemampuan Bantu Diri

1. Minum dari cangkir

2. Menggunakan sendok dan garpu untuk makan

3. Melepaskan sepatu

4. Melepaskan kaus kaki

5. Melepaskan celana

6. Melepaskan baju

7. Menggunakan serbet/tissue

8. Sudah terlatih untuk buang air kecil

Latihan Membuka Sepatu

Langkah 1: si anak harus dalam keadaan duduk untuk dapat meraih sepatunya

Langkah 2: katakan “BUKA KANCING” atau “BUKA TALI” ambil tangannya

dan bantu dia membuka kancing atau talinya

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 30

Page 31: 9. ISI

Langkah 3: katakan “SEPATU LEPAS” ambil telunjuknya dan arahkan ke tumit

sepatu dan dorong sepatu sampai lepas (kerjakan yang sama untuk

sebelahnya)

Latihan Memakai Sepatu

Langkah 1: dorong tumit kaki ke dalam tumit sepatu

Langkah 2: tarik sepatu ke arah tumit

Langkah 3: dorong kaki ke dalam sepatu

Langkah 4: letakkan sepatu pada jari kaki

Langkah 5: pegang sepatu dengan benar untuk dimasukkan

Langkah 6: ambil sepatu

Langkah 7: duduk

Jangan lupa memujinya bila benar dan sedikit demi sedikit kurangi

bantuan untuk mengerjakannya.

B. 3 Metode Lovaas bagi Penyandang Autistik

Sebelum memulai dengan terapi itu sendiri, orangtua dan terapis biasanya

membicarakan persiapan untuk memulai terapi. Karena metode ini tidak dapat

ditangani sendiri, sebaiknya suatu tim dibentuk dengan serangkaian jadwal yang

akan dilalui sang anak. Dalam mengerjakan metode Lovaas anak akan dituntut

waktu belajar tidak kurang dari 40 jam per/minggu, dan adanya suatu tim terapis

dan orangtua yang dijadwalkan bergantian memberikan drill, dan biasanya

pertemuan rutin 2-3 minggu sekali oleh anggota tim untuk membahas segala

sesuatu yang dialami bersama anak termasuk memastikan instruksi dan program

yang dipakai selalu sinkron.

Secara umum, tujuan programnya adalah sebagai berikut:

1. Usaha suatu tim pengajar-para guru bekerja sama dan anak

2. Compliance (kepatuhan), misalnua duduk dan siap bila diminta

3. Mengurangi self-stimulatory dan perilaku agresif

4. Mengajarkan kemampuan menirukan secara umum

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 31

Page 32: 9. ISI

5. Setelah pra-kemampuan diajarkan, perkenalkan anak yang lain sebagai

model

6. Ajarkan suatu cara untuk berkomunikasi:

a. Berbicara

b. Gambar, misalnya menggunakan COMPIC sebagai jembatan untuk

nantinya berbicara menggunakan suara

c. Bahasa isyarat, biasanya tidak begitu disarankan karena kemungkinan

penggunaannya sebagai cara untuk self-stimulatory. Bahasa isyarat ini

juga seharusnya tidak boleh diajarkan pada anak yang masih sangat

kecil (di bawah 4 tahun) yang konsep bahasanya kemungkinan

terlambat, atau anak-anak yang belum banyak menerima verbal

training

7. Ajarkan anak bermain secara mandiri dan dengan anak yang lain

8. Ajarkan kemampuan pra-sekolah (misalnya menggunting, menempel dan

duduk di lantai)

9. Ajarkan kemampuan bantu diri (untuk ke kamar mandi)

10. Ajarkan kemampuan bersosialisasi (misalnya menyapa “halo”)

11. Ajarkan kemampuan motorik kasar dan halus

12. Ajarkan bahasa reseptif/ekspresif (kata benda, kata kerja, kemampuan

memulai pembicaraan)

Kemampuan yang telah diajarkan kemudian digeneralisasikan ke orang-

orang lain dan situasi lainnya.

Terapi wicara dan Lovaas

Koordinasi antara terapi wicara dengan program metode Lovaas antara

lain:

1. Terapi wicara mengambangkan objektif untuk bicara serupa dengan

program perilaku untuk mencapai generalisasi

2. Terapi wicara turut menggunakan program Discrete Trial sekomunikatif

dan sefungsional mungkin

3. Terapi wicara dapat menambahkan informasi penting tentang bicara dan

bahasa

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 32

Page 33: 9. ISI

4. Terapi wicara dapat membantu memastikan bahwa semua terapis yang ada

menggunakan kata, perintah dan mainan dalam mencapai tujuan tersebut

5. Terapi wicara dapat memberikan informasi kepada timnya tentang

perkembangan linguistik yang wajar serta urutan komunikasi yang normal

6. Terapi wicara dapat menunjukkan bagaimana melakukan penyatuan

objektif untuk kegiatan sehari-hari ataupun aktivitas harian, misalnya

makan, mandi, dan waktu tidur untuk membantu generalisasi dan urutan

7. Terapi wicara dapat mengembangkan reinforcers yang dapat digunakan

seperti mainan, permen, pelukan, pujian dan lainnya

8. Terapi wicara seharusnya mengevaluasi bagaimana cara keterampilan

bahasa dipakai dalam lingkungan kelas untuk mendapat yang maksimum

dari interaksi ini

9. Terapi wicara juga dapat membantu memecahkan masalah-masalah yang

berkaitan dengan linguistik

10. Terapi wicara pun dapat membantu dalam evaluasi dan terapi untuk

masalah-masalah yang ada bersamaan dengan masalah autisme yang

menyangkut bicara misalnya apraxia dan lain-lain

Kurikulum untuk speech sendiri harus termasuk language technique

facilitation (eyecontact, modelling, pemakaian pertanyaan langsung, misalnya

“apa ini?”) dan sebagainya.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 33

Page 34: 9. ISI

C.Autisme dan Peran Pangan

Ahli gizi telah mengatakan bahwa autisme diduga berhubungan dengan

lingkungan, gen dan makanan. Untuk menyediakan gizi seimbang dan nutrisi

yang baik bagi perkembangan otak, anak autis perlu banyak memakan makanan

yang mengandung omega 3 dan mineral.

Beberapa ahli gizi menganjurkan untuk berpantang dari makanan yang

mengandung gluten dan kasein. Sebenarnya belum ada penelitian yang jelas

mengenai dampak pola makan ini terhadap gejala autis. Namun banyak orangtua

yang mengklaim pola makan ini efektif mengurangi gejala autis pada anaknya.

Berikut adalah jenis makanan yang harus dipantang oleh penderita autis:

Gluten

Gluten adalah protein yang terkandung dalam gandum, barley dan tepung

terigu. Kelompok advokasi autisme bernama Talk About Curing Autism (TACA)

merekomendasikan orangtua dengan anak autis untuk membaca label makanan

dengan hati-hati dan menghindari asupan gluten.

TACA juga merekomendasikan untuk menghindari millet dan oat karena

diolah di dekat pengolahan gluten dan besar kemungkinannya telah

terkontaminasi. Baik barley, millet dan oat merupakan bahan yang banyak

digunakan dalam sereal.

Karena gluten banyak mengandung vitamin dan serat, menerapkan pola

makan anti gluten akan memerlukan panduan ketat dari ahli gizi dan dokter agar

anak autis tetap mendapat nutrisi yang cukup.

Kasein

Kasein adalah protein yang ditemukan pada banyak produk makanan.

Semua produk susu mengandung kasein termasuk keju, yoghurt, susu sapi, susu

kambing, susu domba dan bahkan ASI. Kasein sama seperti gluten, diduga

mempengaruhi proses metabolisme pada individu autis.

Menurut TACA, mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan ini

menyebabkan gejala sulit berkomunikasi dan sulit melakukan kontak sosial.

Menghindari asupan kasein dari makanan harus dilakukan secara hati-hati karena

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 34

Page 35: 9. ISI

dapat menyebabkan tubuh kekurangan nutrisi berharga seperti kalsium dan

vitamin C.

Kedelai

Kecap, tempe dan minyak kedelai adalah beberapa makanan yang

mengandung kedelai. Beberapa makanan lain juga menggunakan kedelai sebagai

bahan bakunya.

TACA merekomendasikan penyandang autis untuk menghindari produk

kedelai karena kedelai yang diproduksi di Amerika sering dimodifikasi secara

genetik sehingga bisa menyebabkan alergi makanan. Bacalah label makanan

dengan cermat dan waspada.

Meskipun tidak ada penelitian yang dengan jelas menegaskan bahwa

membatasi asupan kedelai dapat membantu meringankan gejala autisme, TACA

menyatakan bahwa orangtua yang menerapkan pola makan ini menyaksikan

perbaikan gejala autis pada anak-anaknya.

Hal terpenting yang dapat dilakukan orangtua untuk anak yang mengidap

autis adalah menyediakan makanan dengan gizi yang seimbang. Jika orangtua

berfokus hanya menghindari makanan tertentu tanpa memberikan makanan

dengan gizi seimbang, akibatnya justru bisa berbahaya

D.Kesalahan yang Kerap Dilakukan saat Menangani Anak Autis

Anak autis memiliki kepekaan yang berlebih pada inderanya. Suara-suara

bising, cahaya terang atau terkadang hanya sentuhan biasa saja bisa membuat

anak autis takut atau justru marah. Tak heran jika banyak ditemui kasus anak autis

mudah rewel dan terlihat hiperaktif, itu karena mereka mudah terganggu oleh hal-

hal yang menurut mereka tidak nyaman. Ketika menjelang remaja, kepekaan ini

juga semakin meningkat. Perubahan hormon yang dialami juga bisa menimbulkan

gangguan jika tidak ditangani dengan baik.

Orangtua tentu sangat sayang kepada anaknya dan mau melakukan apapun

agar anaknya dapat tumbuh dengan baik. Namun terkadang orangtua salah

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 35

Page 36: 9. ISI

memahami dan menangani anak autis. Berikut adalah kesalahan-kesalahan yang

sering dilakukan orangtua anak autis dalam menangani anaknya:

1. Selalu mengikuti kemauan anak agar tidak marah

Hal ini akan membuat anak menjadi semakin menuntut sebab keinginan

anak akan semakin meningkat. Sebaiknya jelaskan kepada anak mengapa

tidak terkadang keinginannya tidak boleh dipenuhi.

2. Sering tidak menepati janji tanpa penjelasan sebelumnya

Anak autis sangat tergantung pada rutinitas yang terstruktur. Jadi orangtua

harus menjelaskan mengapa tidak bisa menepati janji. Jika sering

melanggar janji tanpa alasan yang jelas sebelumnya, anak autis bisa

menjadi tantrum atau rewel dan tak lagi percaya orangtanya.

3. Tidak membolehkan sama sekali tingkah laku stimulasi anak

Anak autis memiliki kepekaan indera, baik penglihatan, pendengaran,

pengecapan, perabaan dan pembauan. Tapi bukan berarti anak autis harus

dihindarkan dari hal-hal yang mengganggu. Terkadang anak perlu diajak

ke tempat-tempat yang ramai seperti mall atau pusat perbelanjaan untuk

meningkatkan kemampuan berinteraksinya.

4. Menanyai anak autis dengan berbagai pertanyaan-pertanyaan

Seringkali anak autis merasa kesal dengan tiba-tiba. Apabila hal ini terjadi,

jangan ganggu anak dengan pertanyaan-pertanyaan yang justru

membuatnya marah. Biarkan saja sampai moodnya membaik lagi baru

kemudian diajak berkomunikasi.

E.Salurkan Kecerdasan Sesuai Minat dan Bakat

Anak-anak autis memiliki beberapa keterbatasan dalam kemampuan

belajarnya dan memiliki ketidakseimbangan antara EQ dan IQ. Anak autis

umumnya memiliki IQ tinggi, tetapi tidak fungsional. Contohnya, banyak anak

autis yang sangat hapal perkalian, tetapi tidak dapat menerapkannya dalam

kehidupan nyata. Beberapa anak autis ada yang mendapat nilai sangat baik dalam

mata pelajaran bahasa namun mendapat nilai yang sangat buruk dalam

kemampuan berhitung, atau sebaliknya. Maka, pendidikan anak autis memang

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 36

Page 37: 9. ISI

sebaiknya ditekankan pada apa yang bisa dilakukan dan disukai. Ada beberapa hal

yang dapat dilakukan untuk mengenali potensi kemampuan anak.

Hal pertama yang perlu dilakukan adalah mengenali minat dan bakat anak.

Hal yang kedua adalah melakukan evaluasi oleh profesional, bisa lewat tes bakat

dan minat oleh psikolog atau lewat tes fingerprint. Namun tes fingerprint tidak

dianjurkan untuk anak berkebutuhan khusus karena ada beberapa kemampuan

anak yang tidak optimal.Setelah mengetahui minat dan bakat anak, maka anak

autis sebaiknya mempertimbangkan untuk mengikuti pendidikan vokasional yang

berfokus dalam pengembangan potensi dan kemampuan yang dimiliki.

Dalam pendidikan vokasional, orangtua dan anak perlu memilih apakah

masih akan tetap meneruskan pendidikan formal atau tidak. Pada beberapa kasus,

ada anak yang memiliki nilai bagus dalam pendidikan formal, maka dia boleh-

boleh saja meneruskan pendidikan formal. Tapi jika anak memang terlihat

kesulitan mengikuti pendidikan formal, maka sebaiknya anak diberikan

pendidikan vokasional sepenuhnya.

Vokasi secara harfiah berarti kerja. Pendidikan vokasional adalah

pendidikan yang berhubungan dengan kerja. Konsep vokasional berbasis dari

bakat, minat dan kemampuan anak yang diarahkan sejak dini. Pendidikan

vokasional adalah pendidikan yang ideal untuk anak berkebutuhan khusus,

terutama anak autis. Pendidikan vokasional sebaiknya diberikan sejak anak

berusia 10 tahun setelah anak-anak autis selesai menjalani berbagai macam terapi

untuk meningkatkan kemampuan emosi, komunikai dan interaksinya.

Apabila terapi yang diberikan belum selesai atau tidak berjalan baik,

biasanya anak masih sulit untuk mengembangkan potensinya agar dapat

mengikuti pendidikan vokasional.

Ada berbagai macam pendidikan vokasional yang bisa diberikan, mulai

dari tingkat rendah seperti mengaduk-aduk roti, membersihkan, hingga

ketrampilan kerajinan tangan, ketrampilan salon, bermusik dan desain grafis.

Pilihan ini tentu disesuaikan dengan kemampuan anak.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 37

Page 38: 9. ISI

Sayangnya, pendidikan vokasional yang ada saat ini lebih berfokus pada jenjang

SMK dan Diploma. Untuk anak-anak usia 10 tahun ke atas dan SMP, pendidikan

vokasional baru bisa diperoleh lewat kursus. Harapannya, program ini bisa

memberikan alternatif pendidikan bagi anak-anak autis agar dapat

mengoptimalkan potensinya yang dimiliki.

F. Layanan Pendidikan bagi Anak Autis

Pendidikan untuk anak autistik usia sekolah bisa dilakukan di berbagai

penempatan. Berbagai model antara lain:

1. Kelas transisi

Kelas ini diperuntukkan bagi anak autistik yang telah diterapi memerlukan

layanan khusus termasuk anak autistik yang telah diterapi secara terpadu

atau struktur. Kelas transisi sedapat mungkin berada di sekolah reguler,

sehingga pada saat tertentu anak dapat bersosialisasi dengan anak lain.

Kelas transisi merupakan kelas persiapan dan pengenalan pengajaran

dengan acuan kurikulum SD dengan dimodifikasi sesuai kebutuhan anak.

2. Program Pendidikan Inklusi

Program ini dilaksanakan oleh sekolah reguler yang sudah siap

memberikan layanan bagi anak autistik. Untuk dapat membuka program

ini sekolah harus memenuhi persyaratan antara lain:

Guru terkait telah siap menerima anak autistik

Tersedia ruang khusus (resourse room) untuk penanganan

individual

Tersedia guru pembimbing khusus dan guru pendamping.

Dalam satu kelas sebaiknya tidak lebih dari 2 (dua) anak autistik.

3. Program Pendidikan Terpadu

Program Pendidikan Terpadu dilaksanakan disekolah reguler. Dalam

kasus/waktu tertentu, anak-anak autistik dilayani di kelas khusus untuk

remedial atau layanan lain yang diperlukan. Keberadaan anak autistik di

kelas khusus bisa sebagian waktu atau sepanjang hari tergantung

kemampuan anak.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 38

Page 39: 9. ISI

4. Sekolah Khusus Autis

Sekolah ini diperuntukkan khusus bagi anak autistik terutama yang tidak

memungkinkan dapat mengikuti pendidikan di sekolah reguler. Anak di

sekolah ini sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi

sekeliling mereka. Pendidikan di sekolah difokuskan pada program

fungsional seperti bina diri, bakat, dan minat yang sesuai dengan potensi

mereka.

5. Program Sekolah di Rumah

Program ini diperuntukkan bagi anak autistik yang tidak mampu

mengikuti pendidikan di sekolah khusus karena keterbatasannya. Anak-

anak autistik yang non verbal, retardasi mental atau mengalami gangguan

serius motorik dan auditorinya dapat mengikuti program sekolah di rumah.

Program dilaksanakan di rumah dengan mendatangkan guru pembimbing

atau terapis atas kerjasama sekolah, orangtua dan masyarakat.

6. Panti Rehabilitasi Autis.

Anak autistik yang kemampuannya sangat rendah, gangguannya sangat

parah dapat mengikuti program di panti (griya) rehabilitasi autistik.

Program dipanti rehabilitasi lebih terfokus pada pengembangan:

Pengenalan diri

Sensori motor dan persepsi

Motorik kasar dan halus

Kemampuan berbahasa dan komunikasi

Bina diri, kemampuan sosial

Ketrampilan kerja terbatas sesuai minat, bakat dan potensinya.

Dari beberapa model layanan pendidikan di atas yang sudah eksis di

lapangan adalah Kelas transisi, sekolah khusus autistik dan panti rehabilitasi.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 39

Page 40: 9. ISI

BAB IV

PENUTUP

A.Kesimpulan

Akhir-akhir ini bermunculan berbagai cara atau obat yang ditawarkan

dengan jaminan bisa menyembuhkan autisme. Para orang tua harus berhati-hati

dan jangan sembarangan membiarkan anaknya sebagai kelinci percobaan.

Sekarang ini, dikenal salah satu terapi yang terbukti efektif untuk menindak-

lanjuti penyandang autistik yaitu dengan Metode Lovass. Terapi menggunakan

metode Lovaas atau Applied Behavior Analysis (ABA) ini, mendasarkan proses

pengajaran pada pemberian stimulus (intruksi), respon individu (perilaku) dan

konsekuensi (akibat perilaku). Namun, jangan lupa bahwa gangguan spektrum

Autisme adalah suatu gangguan proses perkembangan, sehingga terapi jenis

apapun yang dilakukan akan memerlukan waktu yang lama dan intensitas yang

konsisten. Selain itu, terapi harus dilakukan secara terpadu dan setiap anak

membutuhkan jenis terapi yang berbeda.

B.Saran

Dari hasil karya tulis yang telah dibuat, penulis menyarankan agar ketika

melaksanakan teknik Lovaas, seorang terapis atau helper mesti konsisten

memberikan stimulus, respon dan konsekuensi yang diberikan. Selain itu,

dibutuhkan juga kemampuan (skill), pengetahuan memadai tentang autisme dan

teknik Lovaas. Dan yang terpenting adalah; bersikap baik, optimis dan memiliki

minat perasaan (sense) terhadap anak spesial autistik sangat menentukan proses

terapi yang berkelanjutan.

Terakhir, penulis juga sangat menyarankan agar kita lebih peduli bagi

anak-anak barkebutuhan khusus terutama bagi anak autis. Sebagai manyarakat

secara umum kita harus bisa menerima anak-anak tersebut.

Semoga makalah ini menjadi rujukan bagi kita untuk bisa memberikan

layanan pendidikan bagai anak-anak autis.

Metode Lovaas, Terapi Efektif bagi Penyandang Autistik 40