BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan berasal dari penerjemahan Bahasa Inggris yaitu “empowerment”, yang bermakna “pemberian kekuasaan” karena power bukan sekedar “gaya” tapi juga merupakan “kekuasaan”, sehingga kata “daya” tidak hanya bermakna “mampu” tapi juga “mempunyai kuasa” (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007:1). Wrihatnolo dan Dwidjowijoto( 2007: 74), mengemukakan bahwa “konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian community development (pembangunan masyarakat) dan community based development (pembangunan yang bertumpu pada masyarakat), dan tahap selanjutnya muncul istilah community driven development yang diterjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat atau diistilahkan sebagai pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat...” “Konsep empowerment (pemberdayaan) sebagai konsep alternatif pembangunan yang pada intinya menekankan pada otonomi pengambilan keputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan pada sumber daya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokratis, dan pembelajaran sosial melalui pengalaman langsung...” (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007: 59-60). Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Selain itu, pemberdayaan masyarakat juga merupakan upaya meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang mengalami kesulitan untuk 9
42
Embed
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pemberdayaan masyarakat · dengan konsep pertmbuhan ekonomi apabila konsep distribusi pembangunan menerapkan konsep pemberdayaan. Pemberdayaan ditantang
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
9
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan berasal dari penerjemahan Bahasa Inggris yaitu
“empowerment”, yang bermakna “pemberian kekuasaan” karena power bukan
sekedar “gaya” tapi juga merupakan “kekuasaan”, sehingga kata “daya” tidak
hanya bermakna “mampu” tapi juga “mempunyai kuasa” (Wrihatnolo dan
Dwidjowijoto, 2007:1).
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto( 2007: 74), mengemukakan bahwa
“konsep pemberdayaan masyarakat mencakup pengertian communitydevelopment (pembangunan masyarakat) dan community baseddevelopment (pembangunan yang bertumpu pada masyarakat), dan tahapselanjutnya muncul istilah community driven development yangditerjemahkan sebagai pembangunan yang diarahkan masyarakat ataudiistilahkan sebagai pembangunan yang digerakkan oleh masyarakat...”
“Konsep empowerment (pemberdayaan) sebagai konsep alternatifpembangunan yang pada intinya menekankan pada otonomi pengambilankeputusan dari suatu kelompok masyarakat, yang berlandaskan padasumber daya pribadi, langsung melalui partisipasi, demokratis, danpembelajaran sosial melalui pengalaman langsung...” (Wrihatnolo danDwidjowijoto, 2007: 59-60).
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya mempersiapkan
masyarakat seiring dengan upaya memperkuat kelembagaan masyarakat agar
rakyat mampu mewujudkan kemajuan, kemandirian, dan kesejahteraan dalam
suasana keadilan sosial yang berkelanjutan. Selain itu, pemberdayaan
masyarakat juga merupakan upaya meningkatkan harkat dan martabat
masyarakat yang dalam kondisi sekarang mengalami kesulitan untuk
9
10
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan
kata lain, pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan
masyarakat.
Dalam jurnal Empowerment and Poverty Reduction : a sourcebook
Empowerment and Development Effectiveness: Good Governance and
Growth oleh Helman dkk (2000:11), mengemukakan bahwa: Empowerment
is the expansion of assets and capabilities of poor people to participate in,
negotiate with, influence, control, and hold accountable institutions that
affect their lives.(Dengan adanya pemberdayaan maka orang-orang lemah
dapat memperluas kemampuannya untuk berpartisipasi di dalam
merundingkan, mempengaruhi, mengawasi dan mempertanggungjawabkan
lembaga yang mempengaruhi kehidupan mereka)
“...Pemberdayaan pada hakekatnya adalah untuk menyiapkanmasyarakat agar mereka mampu dan mau secara aktif berpartisipasi dalamsetiap program dan kegiatan pembangunan yang bertujuan untukmemperbaiki mutu hidup (kesejahteraan) masyarakat, baik dalampengertian ekonomi, sosial, fisik, maupun mental...”(Mardikanto, 2010:73).
Menurut Alsop, dkk dalam jurnal Empowertment in Pratice From Analysis
to Implementation (2006:1) menyatakan bahwa:“empowerment is defined as
group’s or individual’s capacity to make effective choices, that is, to make choices
and then to transform those choices into desired action and outcomes”
Dalam jurnal tersebut pemberdayaan digambarkan sebagai kapasitas
kelompok maupun individu di dalam membuat pilihan yang efektif, kemudian
mengubah pilihan tersebut ke dalam hasil dan tindakan yang diinginkan.
11
Payne (dalam Adi, 2008: 77-78) mengemukakan bahwa suatu
pemberdayaan (empowerment) pada intinya ditujukan guna:
“To help clients gain power of decision and action over their own live byreducing the effect of social or personal blocks to exercising exitingpower, by increasing capacity and self confidence to use power and bytransferring power from the environment to clients”
Jadi, inti dari pemberdayaan adalah untuk membantu klien memperoleh
daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan
terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan efek
sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan
kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara
lain melalui transfer daya dari lingkungannya.
Soetomo (2011: 22) menyatakan bahwa pemberdayaan masyarakat adalah
sebuah pendekatan yang memberikan kesempatan, wewenang yang lebih besar
kepada masyarakat terutama masyarakat lokal untuk mengelola proses
pembangunannya.
Perkins dan Zemmerman, 1995 (dalam Wrihatnolo dan Dwidjowijoyo,
2007: 179) mendefinisikan bahwa
“... pemberdayaan sebagai suatu proses sengaja yang berkelanjutan,berpusat pada masyarakat lokal, dan melibatkan prinsip saling menghormati,refleksi kritis, kepedulian dan partisipasi kelompok, dan melalui proses tersebutorang-orang yang kurang memiliki bagian yang setara akan sumber daya berhargamemperoleh akses yang lebih besar dan memiliki kendali atas suberdayatersebut...”
Berdasarkan pendapat dari para ahli diatas dapat diambil garis besarnya
bahwa pemberdayaan masyarakat merupakan suatu usaha atau upaya untuk
memandirikan dan mensejahterkan masyarakat.
12
Mardikanto (2010: 75-86), upaya pokok dalam setiap pemberdayaan
masyarakat adalah sebagai berikut:
a. Bina manusia
Yang termasuk ke dalam upaya bina manusia adalah semua kegiatan
yang termasuk dalam upaya penguatan atau pengembangan kapasitas
yaitu:
1) Pengembangan kapasitas individu, yang meliputi kapasitas
kepribadian, kapasitas di dunia kerja, dan pengembangan
keprofesionalan
2) Pengembangan kapasitas entitas/kelembagaan, yang meliputi:
a) Kejelasan visi, misi, dan budaya organisasi
b) Kejelasan struktur organisasi, kompetensi dan strategi
organisasi
c) Pengembangan jumlah dan mutu sumber daya
d) Interaksi antar individu di dalam organisasi
e) Interaksi dengan entitas organisasi dengan pemangku
kepentingan (stakeholders) yang lain
3) Pengembangan kapasitas sistem (jejaring) yang meliputi:
a) Pengembangan interaksi antar entitas (organisasi) dalam
sistem yang sama serta
b) Pengembangan interaksi dengan entitas/organisasi di luar
sistem.
13
b. Bina usaha
Bina usaha menjadi suatu upaya penting dalam setiap pemberdayaan
karena bina manusia tanpa memberikan dampak atau manfaat bagi
perbaikan kesejahteraan (ekonomi atau non ekonomi) akan
menambah kekecewaan. Sebaliknya, hanya bina manusia yang
mampu (dalam waktu dekat) memberikan dampak atau manfaat bagi
perbaikan kesejahteraan yang akan memperoleh dukungan dalam
bentuk partisipasi masyarakat.
c. Bina lingkungan
Terpenuhinya segala kewajiban yang ditetapkan dalam persyaratan
investasi dan operasi yang terkait dengan perlindungan, pelestarian
dan pemulihan (rehabilitasi/reklamasi) sumber daya alam dan
lingkungan hidup.
d. Bina kelembagaan
Kelembagaan sering diartikan sebagai pranata sosial atau organisasi
sosial, apabila memenuhi 4 komponen yaitu:
1) Komponen person, dimana orang-orang yang terlibat di dalam
suatu kelembagaan dapat tifikasi dengan jelas
2) Komponen kepentingan, dimana orang-orang tersebut pasti
sedang diikat oleh kepentingan atau tujuan, sehingga diantara
mereka terpaksa harus saling berinteraksi
3) Komponen aturan, dimana setiap kelembagaan mengembangkan
seperangkat kesepakatan yang dipegang secara besama, sehingga
14
seseorang dapat menduga apa perilaku orang lain dalam lembaga
tersebut
4) Komponen struktur, dimana setiap orang memiliki posisi dan
peran yang harus dijalankannya secara benar, orang tidak bisa
merubah-rubah posisinya dengan kemauan sendiri.
Menurut Adi (2008: 83-84) mengemukakan bahwa:
“...pemberdayaan dapat dilihat dari sisi keberadaanya sebagai suatuprogram ataupun sebagai suatu proses. Pemberdayaan sebagai suatuprogram dimana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan gunamencapai suatu tujuan yang biasanya sudah ditentukan jangka waktunya.Sedangkan pemberdayaan sebagai suatu proses adalah suatu kegiatan yangberkesinambungan (on going) sepanjang komunitas itu masih inginmelakukan perubahan dan perbaikan, dan tidak hanya terpaku pada suatuprogram saja...”
Berdasar berbagai konsep pemberdayaan secara luas diatas maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa pemberdayaan merupakan usaha
meningkatkan potensi sumber daya manusia merupakan sasaran
perubahan yang penting. Karyawan sebagai individu, di samping harus
memiliki keahlian, pengetahuan dan pengalaman yang cukup untuk
mendukung jabatan yang menjadi tanggung jawabnya, juga harus
memiliki kesamaan visi, misi, tujuan dan nilai-nilai yang dikembangkan
organisasi. Oleh sebab itu fokus sumber daya manusia sebagai sasaran
perubahan ditujukan pada aspek-aspek visi, nilai yang dianut, keahlian,
sikap dan persepsi mereka. Sikap dan persepsi yang tidak sama tentang
arti penting perubahan merupakan faktor penghambat perubahan yang
akan dilakukan.
15
Dilihat dari proses operasionalisasinya, ide pemberdayaan
memiliki dua kecenderungan, yakni:
1. Kecenderungan primer, yaitu kecenderungan proses yang
memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan,
ata kemampuan ( power) kepada masyarakat atau individu
menjadi lebih berdaya. Proses ini dapat dilengkapi pula dengan
upaya membangun asset material guna untuk mendukung
pembangnan kemandirian mereka melali organisasi, dan kedua
2. Kecenderungan sekunder, yaitu kecenderungan yang
menekankan pada proses memberikan stimulasi, mendorong
atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihan
hidpnya memalui proses dialog. Kecenderungan tersebut
memberikan ( pada titil ekstrem) seolah berseberangan, namun
seringkali untuk mewujudkan kecenderungan primer harus
memali kecenderungan sekunder terlebih dahulu
(Sumodiningrat :1999)
Arah pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari 3 sisi yakni:
1. Penciptaan iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang (enabling), disini titik tolaknya adlah pengenalan
bahwa setiap manusia, setiap masyarakat memilliki potensi yang
dapat dikembangkan. Artimya tidak ada masyarakat yang sama
sekali tanpa daya, karena demikian akan sudah punah.
Pemberdayaan adalah upaya untuk membangn daya itu, dengan
16
mendorong memotivasikan dan membangkitkan kesadaran akan
potensi yang di,ilikinya serta berupaya untuk mengembangkanya.
2. Upaya memperkuat potensi yang dimiliki oleh masyarakat
(empowering), dengan langkah-langkah lebih positif, selain hanya
menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkah-
langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan
(input), serta pembukaan akses kedalam berbagai peluang yang
akan membuat masyarakat jadi berdaya
3. Perlindungan. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang
lemah menjadi bertambah lemah, oleh karena itu perlindungan dan
pemikahkan kepada yang lemah amat berdasar asitnya dalam
konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi bukan berarti
mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal itu justru akan
mengkerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya
persaingan yang tidak seimbang, serta ekspolitasi yang kuat atas
yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat
masyarakat menjadi tergantung pada berbagai program pemberian.
Kerena pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan
atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat diperkirakan dengan pihak
lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adlah memandirikan
masyarakat, memampukan dan membangun kemampuan untuk
17
memajukaandiri kea rah kehidupan yang lebih baik secara
berkesinambungan. (Sumodiningrat, 1999:44).
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007: 2-7) mengemukakan bahwa
sebagai proses, pemberdayaan mempunyai 3 (tiga) tahapan yaitu
1. Tahap pertama yaitu tahap penyadaran, target yang hendak
diberdayakan diberi “pencerahan” dalam bentuk penyadaran bahwa
mereka mempunyai hak untuk mempunyai “sesuatu”.
2. Tahap selanjutnya adalah tahap pengkapasitaan atau capacity building
atau enabling yaitu memberikan kapasitas kepada individu dan
kelompok manusia untuk mampu menerima daya atau kekuasaan
yang akan diberikan.
3. Tahapan yang terakhir adalah pemberian daya itu sendiri atau
empowerment dalam makna sempit. Pada tahap ini, target diberikan
daya, kekuasaan, otoritas atau peluang.
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007:30-33), juga menjelaskan bahwa
ada 3 hal yang penting dalam pemberdayaan masyarakat :
1. Pemberdayaan dipandang sabagai jawaban atau pengalaman
pelaksanaan pembangunan yang didasari oleh kebijakan yang terpusat
sejak tahun 1970-an hingga tahun 1990-an. Proses pembangunan
terpusat dan akhirnya tidak partisipatif itu telah menyadarkan para
pemikir kebijakan publik untuk akhirnya berani mengadopsi konsep
pemberdayaan yang dipercayai mampu menjembatani partisipasi
18
rakyat dalam proses pembangunan. Pemberdayaan tersebut ditantang
untuk dapat menumbuhkan kembali inovasi dan kreatifitas rakyat.
2. Pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas tantangan konsep
pertumbuhan yang mendominasi pemikiran para pengambil kebijakan
publik yang cenderung melupakan kebutuhan rakyat pada level akar
rumput. Untuk menjamin penyaluran aset pembangunan lebih baik
kepada rakyat lahirlah konsep distribusi pembangunan. Dalam konsep
pertumbuhan, pemanfaatan pembanguanan adalah pelaku usaha besar.
Dalam konsep distribusi pembangunan, pemanfaata pembangunan
adalah rakyat pada level akar rumput. Para pengambil kebijakan public
percaya bahwa konsep distribusi pembangunanan dapat beriringan
dengan konsep pertmbuhan ekonomi apabila konsep distribusi
pembangunan menerapkan konsep pemberdayaan. Pemberdayaan
ditantang untuk dapat menjamin distribusi asset pembangunansecara
merata dengan proses dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat,
3. Pemberdayaan dipandang sebagai jawaban atas nasib rakyat yang
masih banyak didomisili oleh penduduk miskin, pengangguran,
masyarakat dengan kualitas hidup rendah dan masyarakat terbelakang/
tertinggal disejumlah daerah di Indonesia. Sebagaimana dikatakan oleh
pemikir pembangunan, pembangunan di negara berkembang banyak
diwarnai fenomena kemiskinn, pengangguran dan kesenjangan.
Sehingga muncl pandangan konsep bahwa konsep pertumbuhan tidak
sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan Indonesia. Akhirnya mereka
19
melirik konsep pemberdayaan untuk mencoba menjawab tantangan
pembangunan di Indonesia. dengan demikinan, konsep pemberdayaan
di Indonesia bukan tanpa nilai, tatapi justru memiliki nilai yang spirit
untuk menuntaskan permasalahan khas nagara berkembang seperti
yang dikatakan diatas. Lebih khusus, pemberdayaan mempunyai misi
yang jelas yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat miskin.
Berdasarkan tiga alas an diatas , pemberdayaan masyarakat memperoleh
justifikasi pemberlakuannya di Indonesia. Konsep pemberdayaan berdasarkan
pengalaman di beberapa negara berkembang dan beberapa negara maju
mempunyai berbagai bentuk yang sangat variatif bahwa pemberdayaan diarahkan
untuk orang, organisasi dan masyarakat. Para pengambil kebijakan public
kemudian mencoba menerapkan konsep ini dlam praktik-praktik pembangunan.
pemberdayaan dengan berbagai bentuk modelnya diterapkan untuk
memberdayakan orang, masyarakat dan organisasi, termasuk memberdayakan
organisasi pemerintahan.
Berkaitan dengan PNPM Mandiri dibidang ekonomi Musfirowati
dan Lituhayu dalam Jounal of public policy and Management Review vol 1 no 1
2012 ( dalam http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jppmr) memberikan hasil
kajian terhadap pemberdayaan masyarakat sebagai:
“Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu upaya untukmengurangi angka kemiskinan. Tujuan dari program ini adalah untukmemberdayakan masyarakat miskin agar lebih mandiri dan berpartisipasi dalampembangunan. Oleh karena itu, PNPM Mandiri Perdesaan hadir untukmeningkatkan kesetiakawanan dan kepedulian sosial untuk membantu sesamadalam peningkatan kesejahteraan secara lebih mandiri...”.
Penelitian Musfirowati dan Lituhayu (2010) diketahui bahwa :
“...Penelitian tersebut mengambil fokus pada pembangunan di bidang ekonomiyaitu Simpan Pinjam Perempuan di Kecamatan Kembang, Kabupaten Jepara,Jawa Tengah. Pada proses pelaksanaannya Simpan Pinjam Perempuan diKecamatan Kembang menghasilkan berbagai manfaat positif bagi masyarakat(perempuan). Diantaranya telah mampu membantu masyarakat lokal dalammeningkatkan taraf hidup kaum perempuan dan menjadi pribadi yang aktif,walaupun dalam pelaksanaan program muncul berbagai hambatan dalampelaksanaannya tetapi hal ini perlu menjadi perhatian dari tim fasilitatorkecamatan dan PNPM-MP Kecamatan Kembang agar pelaksanaan PNPM-MDselanjutnya berjalan lebih baik. Kegiatan Kelompok Simpan Pinjam Perempuandalam proses dana bergulir mempunyai alur tertentu. Mulai pembuatan proposaldari masing-masing Kelompok SPP mengenai rencana penggunaan dana bergulir,di dalam proposal dijelaskan dengan jelas tentang jenis usaha dan jumlahpinjaman yang akan diajukan...”
Hogan (dalam Adi, 2008: 85) menggambarkan proses pemberdayaan yang
berkesinambungan sebagai suatu siklus yang terdiri dari lima tahapan utama.
Kelima tahapan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Menghadirkan kembali pengalaman yang memberdayakan (recall
depowering/empowering experience).
2. Mendiskusikan alasan mengapa terjadi pemberdayaan dan
penidakberdayaan (discuss reason for depowerment/empowerment).
3. Mengidentifikasikan suatu masalah ataupun proyek (identify one
problem or project).
4. Mengidentifikasikan basis daya yang bermakna untuk melakukan
perubahan (identify useful power bases).
5. Mengembangkan rencana-rencana aksi dan mengimplementasikannya
(develop and implement action plans)
21
Gambar 1.1
Siklus Pemberdayaan
(Sumber: Adi, 2008: 86)
Wilson (dalam Mardikanto, 2010:139-140), sebagai berikut:
a. Menumbuhkan keinginan pada diri seseorang untuk berubah dan
memperbaiki, yang merupakan titik awal perlunya pemberdayaan.
b. Menumbuhkan kemauan dan keberanian untuk melepaskan diri dari
kesenangan atau kenikmatan dan atau hambatan-hambatan yang
dirasakan untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti
pemberdayaan demi terwujudnya perubahan dan perbaikan yang
diharapkan.
Menghadirkan kembalipengalaman yang
memberdayakan dan tidakmemberdayakan
Mendiskusikanalasan mengapa
terjadi pembedayaandan penidakberda-
yaan
Mengidentifi-kasikan suatu
masalah ataupunproyek
Mengidentifika-sikan basis daya(kekuatan) yangbermakna untuk
melakukanperubahan
Mengembang-kanrencana aksi danmengimplemen-
tasikannya
22
c. Mengembangkan kemauan untuk mengikuti atau mengambil bagian
dalam kegiatan pemberdayaan yang memberikan manfaat atau
perbaikan keadaan.
d. Peningkatan peran atau partisipasi dalam kegiatan pemberdayaan
yang telah dirasakan manfaat/perbaikannya.
e. Peningkatan peran dan kesetiaan pada kegiatan pemberdayaan, yang
ditunjukkan berkembangnya motivasi-motivasi untuk melakukan
perubahan.
f. Peningkatan efektifitas dan efisiensi kegiatan pemberdayaan.
g. Peningkatan kompetensi untuk melakukan perubahan melalui
kegiatan pemberdayaan baru
Gambar 1.2
Siklus Pemberdayaan
(Sumber : Mardikanto, 2010: 140)
Keinginanuntuk
berubah
Kemauan dankeberanian untuk
berubah
kemauanuntuk
berpartisipasi
peningka-tan
partisipasi
Timbulnyamotivasi baruuntuk berubah
Peningkatandan efektivitaspemberdayaan
Timbulnyakompetensi
untukberubah
23
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007: 119-120) mengemukakan
bahwa terdapat 3 (tiga) strategi dalam pemberdayaan. Ketiga strategi
tersebut adalah:
a. Pemberdayaan yang hanya berkutat di daun dan ranting atau
pemberdayaan konformis. Struktur sosial, ekonomi, dan politik
dianggap given, pemberdayaan masyarakat hanya dilihat sebagai
upaya meningkatkan daya adaptasi terhadap struktur yan sudah ada.
Bentuknya berupa mengubah mental yang tidak berdaya dan
pemberian bantuan baik modal maupun subsidi.
b. Pemberdayaan yang hanya berkutat di batang/pemberdayaan reformi.
Pemberdayaan difokuskan pada upaya peningkatan kinerja opersional
dengan membenahi pola kebijakan peningkatan kualitas sumber daya
manusia, penguatan lembaga dan sebagainya.
c. Pemberdayaan yang berkutat di akar (pemberdayaan struktural),
bahwa ketidakberdayaan masyarakat disebabkan oleh struktur sosial,
politik, budaya, dan ekonomi yang kurang memberikan peluang bagi
kaum lemah.
Wrihatnolo dan Dwidjowijoto (2007: 147-152) mengemukakan
bahwa terdapat 4 (empat) indikator dalam mengukur pemberdayaan.
Keempat indikator tersebut adalah sebagai berikut :
a. Akses, yaitu target yang diberdayakan pada akhirnya mempunyai
akses akan risorsis yang diperlukannya untuk mengembangkan diri;
24
b. Partisipasi, yaitu target yang diberdayakan pada akhirnya dapat
berpartisipasi mendayagunakan risorsis yang diaksesnya;
c. Kontrol, yaitu target yang diberdayakan pada akhirnya mempunyai
kemampuan mengontrol proses pendayagunaan risorsis tersebut;
d. Kesetaraan, yaitu pada tingkat tertentu saat terjadi konflik, target
mempunyai kedudukan sama dengan yang lain dalam hal pemecahan
masalah.
Helman, dkk (2000: 14-18) menyatakan bahwa terdapat 4 (empat)
elemen kunci dalam pemberdayaan. Keempat elemen kunci tersebut
adalah sebagai berikut :
a. Access to information (akses informasi)
Informasi adalah sumber kekuasaan/kekuatan dalam
pemberdayaan masyarakat. Informasi mengenai pemberdayaan
masyarakat dapat berupa akses terhadap pelayanan yang disediakan,
peluang-peluang yang ada dalam pemberdayaan, efektivitas dalam
negoisasi, dan akuntabilitas dari pemerintah maupun non-pemerintah
yang terkait dengan pemberdayaan. Sehingga informasi yang relevan
dengan keadaan yang sebenarnya sedang terjadi sangat dibutuhkan
bagi masyarakat miskin agar dapat terlibat dalam pemberdayaan.
b. Inclusion and participation (inklusi dan partisipasi)
Inklusi dan partisipasi merupakan hal yang sangat penting dalam
pemberdayaan karena merupakan cara agar masyarakat dapat terlibat
secara langsung dalam proses pemberdayaan. Dengan adanya
25
partisipasi memberikan kemungkinan kepada setiap masyarakat untuk
terlibat dalam program pemberdayaan yang dibuat oleh pemerintah.
Partisipasi memiliki bentuk yang berbeda-beda, diantaranya adalah
sebagai berikut:
1) Partisipasi yang dilakukan secara langsung
2) Partisipasi yang diwakilkan kepada anggota dari kelompok atau
asosiasi
3) Partisipasi melalui politik, yaitu melalui perwakilan pemilihan
c. Accountability (akuntabilitas)
Akuntabilitas merupakan tanggungjawab dari pemerintah
mengenai kebijakan-kebijakan yang telah dibuatnya. Terdapat 3
(tiga) tipe utama dalam akuntabilitas, yaitu sebagai berikut:
1) Politik
2) Administratif
3) Public
d. Local organizational capacity (kapasitas lokal organisasi)
Kapasitas lokal organisasi merupakan kesediaan masyarakat
untuk bekerja secara bersama-sama, mengelola organisasinya,
memobilisasi sumber daya yang ada untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi.
Pendapat lain dari Mardikanto (2010) mengemukakan bahwa
tahapan dalam pemberdayaan masyarakat memiliki 4 tahapan, antara lain
:
26
Pendapat lain dari Totok Mardikanto (2010) mengemukakan
bahwa tahapan dalam pemberdayaan masyarakat memiliki 4 tahapan,
antara lain :
1. Tahapan pertama seleksi lokasi. Seleksi wilayah sesuai dengan
kriteria yang telah disepakati oleh lembaga pihak-pihak terkait dan
masyarakat. Penetapan lokasi sangat penting agar pemberdayaan
masyarakat akan tercapai seperti yang diharapkan. Seleksi lokasi
untuk menentukan lokasi masyarakat miskin yang benar-benar harus
diberdayakan.
2. Sosialisasi pemberdayaan msyarakat. Sosialisasi merupakan upaya
untuk mengkomunikasikan kegiatan untuk menciptakan dialog dengan
masyarakat. Melalui proses sosialisasi akan membantu menciptakan
pemahaman masyarakat dan pihak terkait tentang program dan atau
kegiatan pemberdayaan masyarakat yang telah direncanakan. Proses
sosialisasi menjadi penting karena akan menentukan minat atau
ketertarikan masyarakat untuk berpartisipasi dalam program
pemberdayaan masyarakat yang dikomunikasikan
3. Proses pemberdayaan masyarakat
Hakekat pemberdayaan masyarakat adalah untuk meningkatkan
kemampuan dan kemandirian masyarakat dalam menungkatkan taraf
hidupnya. Dalam proses trsebut mayarakat bersama-sama melakukan
hal-hal berikut ini :
27
A. Mengidentifikasi dan mengkaji potensi wilayah, permaslahan serta
peluang-peluangnya. Kegiatan ini dimaksud agar masyarakat
mampu dan percaya diri dalam mengidentifikasi serta
menganalisa keadaanya, baik potensi maupun permaslahannya.
Pada tahap ini diharapkan dapat memperoleh gambaran mengenai
aspek sosial, ekonomi dan kelembagaan. Proses tersebut meliputi:
a) Persiapan masyarakat dan pemerintahan setempat untuk
melakukan pertemuan awal dan teknisi pelaksanaanya
b) Persiapan penyelengaraan pertemuan
c) Pelaksanaan kajian dan penilaian keadaan
d) Pembahasan hasil dan penyusuanan rencana tindak lanjut
B. Meyusun rencana kegiatan kelompok, berdasarkan hasil kajian
meliputi
a) Memprioritaskan dan menganalisa masalah-masalah
b) Indentifikasi alternatif pemecahan masalah yang terbaik
c) Identifikasi sumberdaya yang tersedia untuk pemecahan
masalah
d) Pengembangan rencana kegiatan serta perorganisasian
pelaksanaan
C. Menerapkan rencana kegiatan kelompok
Rencana tang telah disusun bersama-sama dengan dukungan
fasilitasi dari pendamping selanjutnya diimplementasikan dalam
kegiatan yang konkirt dengan tetap memperhatikan realisasi dan
28
rencana awal. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemantauan
pelaksanaan dan kemajuankegiatan menjadi perhatian semua
pihak, selain itu juga dilakikan perbaikan jika diperlukan
D. Memantau proses dan hasil kegiatan secara terus menerus secara
pertisipatif (participatory monitoring dan evaluation/PME). PME
ini dilakunan secara mendalam pada semua tahapan
pemeberdayaan masyarakat agar prosesnya berjalan dengan
tujuannya. PME adalah proses penilaian, pengkajian dan
pemantauan kegiatan, baik prosesnya (pelaksanaanya) maupun
hasil dan dampaknya agar dapat disusun proses perbaikan kalau
diperlukan
4. Pemandirian mayarakat
Arah kemandirian masyarakat adalah berupa pendampingan untuk
menyiapkan mayarakat agar benar-benar mampu mengelola sendiri
kegiatannya kerana prinsip pemberdayaan masyarakat adalah untuk
memendirikan masyarakat dan meningkatkan taraf hidupnya. Proses
pemberdayaan masyarakat terkait erat dengan faktor internal dan
eksternal. Dalam hubungan ini meskipun faktor internal sangat penting
sebagai salah satu wujud selforganizing dari masyarakat, namun kita juga
perlu memberikan perhatian terhadap faktor eksternalnya.
Proses pemberdayaan mayarakat mestinya juga didampingi oleh satu tim
fasilitator yang bersifat multidisiplin. Tim pendamping ini merupakan
salah satu faktor eksternal dalam pemberdayaaan masyarakat. Peran tim
29
pada awal proses sangat aktif tetapi akan berkurang secara bertahap
selama proses berjalan sampai masyarakat sudah mampu melanjutkan
kegiatannya secara mandiri
Dalam operasionalnya inisiatif tim pemberdayaan masyarakat akan pelan-
pelan berkurang dan akhirnya berhenti. Peran fasilitator akan dipenuhi
oleh pengurus kelompok atau pihak lain yang dianggap mampu oleh
masyarakat. Kapan waktu kemunduran tim fasilitator tergantung
kesepakatan bersama yang telah ditetapkan sejak awal program dengan
warga masyarakat
Menurut Rukminto Adi (2008: 78-80), pemberdayaan dapat
bervariasi berdasarkan tujuan pembangunan. Berbagai macam bentuk
pemberdayaan tersebut dapat dipadukan dan saling melengkapi guna
menciptakan kesejahteraan masyarakat.
Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar di bawah ini:
Gambar 1.3
Relasi Antara Pemberdayaan dan Kesejahteraan Masyarakat
E.
F.
G.
H.
I.
J. (Sumber : Rukminto Adi, 2008: 80)
Pemberdayaanekonomi
Pemberdayaankesehatan
PemberdayaanLingkungan
PemberdayaanHukum
PemberdayaanSosial Budaya
KesejahteraanMasyarakat
PemberdayaanSpiritual
PemberdayaanPolitik
30
Berdasarkan Gambar diatas., berbagai macam bentuk
pemberdayaan dapat dipadukan dan saling melengkapi guna menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Hal yang sering kali menjadi masalah adalah
bagaimana cara yang dilakukan untuk menyinergikan berbagai macam
upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan berbagai bidang dengan
mengakibatkan berbagai lembaga yang ada, baik itu lembaga pemerintah
maupun lembaga non pemerintah, ataupun menyinergikan pemberdayaan
yang dilakukan berdasarkan bidang yang berbeda.
Berkaitan dengan penjelasan diatas Musrizal1 dan Hakim
Muttaqim yang berjudul “Eefficiency refund loan program savings and
loans of women in poverty reduction in district north aceh Dewantara
district by using data envelopment analysis (DEA)” Fakultas Ekonomi
Universitas Almuslim
Pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri
Perdesaan (PNPM-MP) pada dasarnya terdiri atas tiga aspek, yaitu aspek
pembangunan sarana fisik (sarana dan prasarana), peningkatan bidang
pelayanan kesehatan dan pendidikan serta peningkatan kapasitas/keteram-
pilan masyarakat dan Simpan Pinjam Perem-puan (SPP). Pelaksanaan
Program Nasional. Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-
MP) ditiap-tiap kecamatan berbeda anta-ra satu kecamatan dengan
kecamatan yang lain tergantung keinginan dan kebutuhan kecamatan
tersebut.
31
B. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP)
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan
(PNPM-MP) merupakan program pemberdayaan masyarakat dalam upaya
untuk menentaskan atau memecahkan masalah kemiskinan. Program tersebut
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja
masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam
pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan.
1. Tujuan Umum PMPM Mandiri Perdesaan
Meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat
miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan
keputusan dan pengeloaan pembangunan.
2. Tujuan khusus PNPM Mandiri Perdesaan sebagai berikut :
a. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat
miskin dan atau kelompok perempuan, dalam pengambilan keputusan
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pelestarian pembangunan
b. Melembagakan pengelolaan pembangunan yang partisipatif dengan
mendayagunakan sumber daya lokal.
c. Mengembangkan kapasitas pemerintahan desa dalam memfasilitasi
pengelolaan pembangunan partisipatif
d. Menyediakan prasarana sarana sosial dasar dan ekonomi yang
diprioritaskan oleh masyarakat
e. Melembagakan pengelolaan dana bergulir
32
f. Mendorong terbentuk dan berkembangnya kerjasama antar desa
g. Mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya
1. Dasar peraturan perundangan sistem pemerintahan yang digunakan
adalah:
a. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-UndangNomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentangPemerintah Desa;
c. Peraturan Pemerintah No. 73 Tahun 2005 tentang Kelurahan;dan
d. Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2005 tentang Tim KoordinasiPenanggulangan Kemiskinan.
2. Sistem Perencanaan, dasar peraturan perundangan yang terkait yaitu :a. Undang-Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN);b. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025;c. Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional 2004-2009;d. Peraturan Pemerintah No. 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara
Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan RencanaPembangunan;
e. Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 2006 tentang Tata CaraPenyusunan Rencana Pembangunan Nasional; dan
f. Instruksi Presiden No. 9 Tahun 2000 tentang PengarusutamaanGender dalam Pembangunan Nasional.
3. Sistem Keuangan Negara, dasar peraturan perundangan yang terkait
yaitu :
a. Undang-Undang No. 17 Tahun 2003 tentang KeuanganNegara;
b. Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang PerbendaharaanNegara;
c. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang PerimbanganKeuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah;
d. Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 2005 tentang HibahKepada Daerah;
e. Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2006 tentang Tata CaraPengadaan Pinjaman dan/atau Penerimaan Hibah sertaPenerusan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri;
f. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang PedomanPelaksanaan Barang/jasa Pemerintah, sebagaimana telah diubah
36
dengan Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentangPengadaan Barang dan Jasa Pemerintah;
g. Peraturan Menteri PPN/Kepala Bappenas No.005/MPPN/06/2006 tentang Tata cara Perencanaan danPengajuan Usulan serta Penilaian Kegiatan yang Dibiayai dariPinjaman/Hibah Luar Negeri;
h. Peraturan Menteri Keuangan No. 52/PMK.010/2006 tentangTata Cara Pemberian Hibah kepada Daerah; dan
i. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 tentangPedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, sebagaimana telahdiubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 tentangPerubahan Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah.
(http://jdih.bpk.go.id/wp-content/uploads/2012/02/Tulisan-hukum-PNPM-Mandiri1.pdf)Lingkup Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan pada prinsipnya
adalah peningkatan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat
miskin perdesaan secara mandiri melalui peningkatan partisipasi
masyarakat (terutama masyarakat miskin, kelompok perempuan dan
komunitas/kelompok yang terpinggirkan), meningkatnya kapasitas
kelembagaan masyarakat dan pemerintah, meningkatnya modal sosial
masyarakat serta inovasi dan pemanfaatan teknologi tepat guna.
Program pemberdayaan masyarakat PNPM Mandiri bisa dikatakan
sebagai program pemberdayaan masyarakat terbesar di Indonesia. Dalam
pelaksanaanya PNPM Mandiri memusatkan kegiatan bagi msyarakat
miskin perdesaan. PNPM Mandiri Perdesaan menyediakan fasilitas-
fasilitas pemberdayaan, pendampingan, pelatihan dan Bantuan Langsung
Tunai (BLM) kepada masyarakat secara langsung.
Melalui PNPM Mandiri Perdesaan masyarakat secara langsung
ikut berpartisipasi dalam setiap tahapan kegiatan mulai dari tahap pertama