32
BAB II
KAJIAN PUSTAKAA. Energi
Menurut Kadir (1945) dalam Manalu (2010: 1) energi adalah
kemampuan untuk melakukan pekerjaan. Ringkasnya energi adalah
kapasitas atau kemampuan melaksanakan kerja. Berdasarkan pengertian
di atas energi merupakan sumber daya yang dapat digunakan untuk
melakukan berbagai proses kegiatan. Yang termasuk energi bisa
berupa bahan bakar, listrik, energi mekanik serta panas. Sedangkan
sumber energi merupakan sebagian dari sumber daya alam yang
meliputi minyak dan gas bumi, batu bara, air, panas bumi, gambut,
biomassa dan sebagainya, baik secara langsung atau tidak langsung
dapat dimanfaatkan sebagai energi.
Sumber energi dari bumi dapat dikelompokan menjadi 2 jenis,
yaitu energi terbarukan (renewable energy) dan energi tidak
terbarukan (non-renewable). Energi tidak terbarukan (non-renewable)
merupakan suatu energi yang tidak dapat diperbaharui kembali jika
ketersedianya telah habis. Contoh seperti minyak bumi, batu bara
dan gas alam. Sedangkan energi yang terbarukan adalah sumber energi
yang dihasilkan dari sumber daya energi yang secara alamiah. Energi
ini tersedia cukup melimpah dan tidak akan pernah habis serta dapat
berkelanjutan jika dikelola dengan baik dan benar.
Mengingat sebagian besar sumber energi utama yang digunakan
rakyat Indonesia berasal dari bahan bakar fosil yang berupa minyak
bumi yang terus menipis ketersedianya, tentu hal ini merupakan
salah satu masalah krusial yang harus segera dicarikan jalan
keluarnya. Oleh karena itu, pemerintah menghimbau agar masyarakat
mengadakan langkah-langkah penghematan energi dan beralih
menggunakan energi alternatif. Beberapa sumber energi alternatif
yang bisa dikembangkan di Indonesia antara lain adalah energi
matahari, energi angin, energi panas bumi, serta energi biomassa.B.
Biomassa
Menurut Silalahi (2000) biomassa adalah campuran material
organik yang kompleks, biasanya terdiri dari karbohidrat, lemak,
protein dan mineral lain yang jumlahnya sedikit seperti sodium,
fosfor, kalsium dan besi. Komponen utama tanaman biomassa adalah
karbohidrat (berat kering 75%), lignin ( 25%) dimana dalam beberapa
tanaman komposisinya bisa berbeda-beda.
Menurut Ndraha, Nodali (2009) biomassa merupakan material
tumbuhan, sisa hasil pertanian yang digunakan sebagai bahan bakar
atau sumber bahan bakar. Dari dua pengertian di atas maka dapat
disimpulkan biomassa merupakan campuran material organik yang sudah
menjadi limbah atau produk dan memiliki kandungan energi yang
meliputi karbohidrat, lemak, protein dan sebagainya. Biomassa bisa
berasal dari daun, kayu, akar, buah-buahan, dan limbah-limbah
pertanian, perkebunan, hutan dan juga komponen organik dari
industri maupun rumah tangga. Sumber biomassa secara umum dapat
diperoleh dengan mudah, diantaranya adalah sebagai berikut:1.
Pertanian dan Perkebunan : gandum, baggase (ampas tebu), batang
jagung, jerami, sekam padi , kulit kacang, kulit pisang, kulit
singkong
2. Hutan: pohon, limbah kayu, kulit kayu, serbuk gergaji,
potongan kayu, dan sisa penggilingan.
3. Industri dan Perkotaan: sisa hasil produk olahan yang tak
terpakai, endapan kotoran, limbah makanan, limbah kertas, dan
guntingan kain.
4. Biologi: kotoran binatang, limbah biologi, dan
sebagainya.
Berikut ini merupakan tabel sifat biomassa yang umumnya terdapat
pada biomassa.
Tabel 2.1 Sifat Biomassa
NoSifatBiomassa
1Kadar volatileLebih tinggi di atas 50%
2Kadar Karbon tetapRendah
3Kadar AbuTergantung jenis bahan
4Nilai KalorSedang, tergantung jenis dan kadar airnya
Sumber: Jamilatun (2011)
Pada umumnya semua biomassa memiliki sifat yang berada pada
tabel di atas, namun untuk mendapatkan biomassa dengan kualitas
yang baik maka harus memperhatikan sifat-sifat seperti kadar abu
yang harus seminimal mungkin. Biomassa dengan kualitas yang bagus
adalah biomassa dengan kadar karbon terikat yang tinggi.C. Proses
Konversi Biomassa Menjadi Energi
1. Teknologi konversi termal biomassa pirolisis
Merupakan suatu teknologi pembakaran pada biomassa tanpa
menggunakan oksigen. Tujuanya adalah melepaskan zat terbang
(volatile matter) yang terkandung pada biomassa. Hasil atau produk
pada proses pirolisis ini biasanya dalam bentuk cair, gas dan juga
padat. Produk pirolisis yang padat ini berupa arang yang kemudian
disebut juga dengan karbonisasi.2. Teknologi konversi termal
biomassa proses pembakaran langsung
Merupakan suatu proses yang dilakukan secara langsung pada suatu
pembakaran. Cara ini sangatlah mudah dibandingkan dengan proses
yang lainnya. Cara pengarangan seperti ini sangatlah lazim ditemui
dikalangan masyarakat. Hampir setiap daerah di pedesaan menggunakan
cara seperti ini untuk bahan bakarnya sehari-hari. Sedangkan
didunia industri pembakaran seperti ini digunakan untuk produksi
listrik seperti di pabrik kelapa sawit dan gula yang memanfaatkan
limbahnya sebagai bahan bakar alternatif. 3. Teknologi konversi
termal biomassa gasifikasi
Teknologi konversi termal biomassa menggunakan proses gasifikasi
pada dasarnya merupakan suatu proses pemakaian pada bahan bakar
padat yang terlebih dahulu dilakukan pengubahan dalam bentuk gas.D.
Tanaman Jagung (Zea mays)
Merupakan salah satu tanaman pangan dunia selain padi dan
gandum. Tanaman ini berasal dari Amerika yang kemudian tersebar ke
Asia dan Afrika
melalui kegiatan bisnis orang-orang Eropa ke Amerika. Sekitar
abad ke-16 orang Portugal menyebarluaskannya ke Asia termasuk
Indonesia (Prihatman (Ed.), 2000). Selain sebagai sumber
karbohidrat, jagung juga ditanam sebagai pakan ternak (hijauan
maupun tongkolnya), diambil minyaknya, dibuat tepung (dari bulir,
dikenal dengan istilah tepung jagung atau maizena), dan bahan baku
industri (dari tepung bulir dan tepung tongkolnya). Gambar 2.1
tanaman jagung
(Sumber: Umiyasih dan Wina (2008)
Budidaya tanaman jagung pada umumnya sangatlah mudah untuk
diterapkan di Indonesia ini. Tanaman jagung berasal dari daerah
tropis yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan di luar
daerah tersebut. Jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan,
tetapi dapat tumbuh pada berbagai macam tanah bahkan pada kondisi
tanah yang agak kering.
Tanaman jagung terdiri dari buah (tongkol), daun, batang, dan
akar jagung. Batang jagung yang tegak hampir sama dengan batang
tebu. Namun batang jagung lebih ringan dan tidak memiliki rasa
manis seperti batang tebu. Batang jagung beruas-ruas. Ruas-ruasnya
terbungkus pelepah daun. Batang jagung juga cukup kokoh namun tidak
banyak mengandung lignin. Sedangkan untuk tongkol jagung tumbuh
diantara batang dan pelepah daunya. Pada umumnya satu tanaman
jagung menghasilkan satu tongkol jagung yang produktif meskipun
memiliki bunga betina. Untuk tanaman jagung yang unggul bisa
menghasilkan lebih dari satu tongkol jagung yang produktif.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) produksi jagung di Indonesia
pada tahun 2011 adalah mencapai 17.64 juta ton. Dengan melimpahnya
produksi panen jagung tentunya produksi akan limbah dari tanaman
jagung tersebut juga melimpah. Berikut ini akan disajikan informasi
beberapa limbah pada tanaman jagaung jagung.1. Jenis-Jenis Limbah
Tanaman Jagung
Tebon jagung adalah seluruh tanaman jagung termasuk batang, daun
dan buah jagung muda yang umumnya dipanen pada umur tanaman 45- 65
hari (Soeharsono dan Sudaryanto, 2006) dalam Umiyasih dan Wina
(2008). Kebanyakan para petani dan masyarakat memanfaatkan limbah
tanaman jagung ini sebagai pakan ternak. Tebon jagung yang
digunakan dalam pakan ternak ini adalah tebon jagung yang masih
berwarna hijau atau masih muda. Sedangkan tebon jagung yang sudah
tua kebanyakan oleh para petani dan masyarakat hanya dibakar atau
dibiarkan sampai membusuk.
Jerami jagung/brangkasan adalah bagian batang dan daun jagung
yang telah dibiarkan mengering di ladang dan dipanen ketika tongkol
jagung dipetik. Jerami jagung seperti ini banyak diperoleh waktu
panen sudah selesai atau pascapanen. Kebanyakan jerami jagung yang
dibiarkan sampai mengering ini tidak dimanfaat kembali oleh para
petani dan masyarakat.
Kulit buah jagung/klobot jagung adalah kulit luar buah jagung
yang biasanya dibuang. Kemudian tongkol jagung/janggel adalah
limbah yang diperoleh ketika biji jagung dirontokkan dari buahnya.
Maka diperoleh jagung pipilan sebagai produk utamanya dan sisa buah
yang disebut tongkol atau janggel (Rohaeniet al.,2006) dalam
Umiyasih dan Wina (2008).2. Kandungan limbah batang jagung
Kandungan yang berada di dalam limbah tanaman jagung menyebabkan
limbah ini dapat dimanfaatkan kembali. Dalam hal ini khususnya
untuk limbah batang jagung masih memiliki kandungan di dalamnya.
Berikut ini merupakan kandungan limbah batang jagung.Tabel 2.2
Tabel Kandungan Limbah Batang Jagung
KomponenJumlah (%)
Selulosa30 50 %
Hemiselulosa15 35 %
Lignin13 30 %
Abu6 %
Kadar air9 11 %
Sumber: Muniroh dan Lutfi (2011)
Dari tabel tersebut dapat dilihat kandungan abu pada batang
jagung 6 %, jika dibandingankan dengan standart mutu biomassa
berupa briket Indonesia yaitu sekitar 10 %, maka batang jagung
merupakan salah satu bahan yang berpotensi baik untuk dijadikan
biobriket dengan kandungan abu yang lebih rendah dibandingan dengan
standart mutu briket Indonesia. E. Pengertian Biobriket
Biobriket merupakan suatu bentuk briket yang dibuat dari bahan
biomassa atau limbah biomassa. Adapun jenis-jenis briket
berdasarkan bahan baku penyusunnya terdiri dari Briket Batubara,
Briket Bio-Batubara dan Biobriket. Biobriket merupakan suatu bahan
bakar padat yang dibuat dari limbah pertanian, limbah tanaman atau
kotoran hewan. Sedangkan briket bioarang adalah bahan bakar padat
yang diolah dari biomassa menjadi arang dan kemudian dibuat bentuk
briket yang mempunyai penampilan dan kemasan yang lebih praktis
serta dapat digunakan untuk keperluan energi alternatif
sehari-hari.
Adapun salah satu jenis pengaplikasian biobriket adalah briket
bioarang. Briket bioarang merupakan bahan bakar padat yang
mengandung karbon, mempunyai nilai kalor yang tinggi, dan dapat
menyala dalam waktu yang lama. Briket bioarang ini dapat diproduksi
dari aneka macam bahan hayati atau biomassa seperti kayu, ranting
dedaunan, rumput, jerami, dan limbah pertanian lainnya.
Dalam briket bioarang terdapat arang yang menjadi komponen utama
dalam briket ini. Menurut Sani, Hardy Rakhman (2009) arang adalah
suatu padatan berpori yang mengandung 85% - 95% karbon, dihasilkan
dari bahan yang mengandung karbon dengan pemanasan pada suhu
tinggi. Sebagian besar pori-pori arang masih tertutup oleh
hidrokarbon, tar, dan senyawa organik lain yang komponenya terdiri
dari abu air, nitrogen dan sulfur. Berikut ini adalah proses
pengarangan yang terjadi pada suatu bahan:
1. Suhu 100 0C 120 0C terjadi penguapan air dan sampai suhu 270
0C mulai terjadi penurunan selulosa. Destilat mengandung asam
organik dan sedikit methanol. Asam cuka terbentuk pada suhu 200
0C-270 0C.
2. Suhu 270 0C - 310 0C reaksi esotermik berlangsung dimana
terjadi peruraian selulosa secara intensif menjadi larutan
pirolignat, gas kayu dan sedikit ter. Asam pirolignat merupakan
asam organik yang memiliki titik didih rendah seperti asam cuka dan
methanol sedangkan gas kayu terdiri dari CO dan CO2.
3. Suhu 310 0C 500 0C, terjadi peruraian lignin, dihasilkan
lebih banyak ter sedangkan larutan pirolignat menurun. Gas CO2
menurun sedangkan gas CO, CH4 dan H2 meningkat.
4. Suhu 500 0C - 1000 0C terjadi tahap pemurnian arang atau
peningkatan kadar karbon.
Adapun beberapa bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan
biobriket antara lain:
1. Kayu, termasuk benda hayati atau biomassa. Kayu dapat
dijadikan barang konsumsi lain yang memiliki nilai ekonomis yang
lebih tinggi. Kayu juga dapat dijadikan bioarang, namun
penggunaannya tidak disarankan kecuali kalau kayu tersebut sudah
tidak dapat digunakan untuk keperluan lain yang lebih penting.
2. Sampah, merupakan barang atau benda yang sudah tidak
digunakan kembali atau sudah harus dibuang. Sampah yang dapat
dijadikan bahan baku bioarang adalah sampah yang bersifat alami,
yakni benda-benda hayati atau biomassa contohnya sampah atau limbah
perhutanan, pertanian dan sebagainya.
3. Remukan Arang, remukan arang atau arang kayu dapat langsung
diolah mejadi briket arang. Karena wujudnya sudah arang, maka
pengolahannya tidak memerlukan proses pembakaran.Kelebihan briket
bioarang (biobriket) adalah sebagai berikut :
1. Bentuknya seragam dan lebih padat atau memperkecil tempat
penyimpanan dan transportasi.
2. Lebih menguntungkan karena pada umumnya 40% terdiri dari
bahan baku arang.3. Bahan baku tidak hanya pada satu jenis
biomassa, tetapi hampir segala jenis biomassa dapat digunakan
sebagai bahan pembuatan briket arang.
Briket yang memiliki kualitas baik adalah yang memiliki kadar
karbon tinggi. Kadar karbon sangat dipengaruhi oleh kadar zat mudah
menguap dan kadar abu. Semakin besar kadar abu akan menyebabkan
turunnya kadar karbon briket arang. Namun jika kadar karbon dalam
biobriket tinggi, maka energi yang tersimpan didalamnya juga
tinggi.
Penggunaan biobriket yang berasal dari limbah biomassa memiliki
banyak kelebihan sebagai subtitusi bahan bakar minyak dan bahan
bakar gas. Kelebihan tersebut diantaranya adalah : merupakan sumber
energi terbarukan (renewable energy), murahnya biaya produksi bahan
bakar, serta dapat membantu mengatasi masalah limbah yang ada
dilingkungan sekitar.
Berikut ini standar kualitas secara baku untuk briket arang
Indonesia mengacu pada Standar Nasional Indonesia (SNI) dan juga
mengacu pada sifat briket arang buatan Jepang, Inggris, dan Amerika
seperti pada Tabel berikut:Tabel 2.3 Nilai Standar Mutu Briket
Batubara Secara Umum
NoKarakteristikStandart Mutu
JepangInggrisAmerikaSNI
1Kadar Air (%)6 83 468
2Kadar Abu (%)5 78 101610
3Kerapatan (g/cm)1,0 1,20,46 0,841,0 1,20,5 0,6
4Kuat Tekan (Kg/cm)6012,76250
5Nilai Kalor (Kal/gr)5000 600058704000 65005600
Sumber: Hendra. (1999)F. Pengertian Perekat
Perekat merupakan suatu bahan yang memiliki kemampuan untuk
mengikat dua benda atau lebih melalui suatu ikatan antar partikel.
Zat perekat dalam pembuatan briket disini bertujuan sebagai
pembentuk ikatan didalam partikel biomassa. Selain itu zat perekat
juga dapat meningatkan kekuatan briket. Berdasarkan jenis
perekatnya bahan perekat dalam pembuatan biobriket dibagi menjadi
dua jenis yaitu sebagai berikut:
1. Perekat Anorganik
Bahan perekat anorganik adalah bahan pencampur pada pembuatan
briket yang berfungsi sebagai perekat antar permukaan
partikel-partikel yang tidak reaktif (inert) dan berfungsi sebagai
stabilizer selama pembakaran. Namun kelemahan dari perekat ini
yaitu adanya tambahan abu yang berasal dari bahan pengikat sehingga
dapat menghambat pembakaran dan menurunkan nilai kalor. Termasuk
dalam jenis ini adalah sodium silikat, magnesium, cement, dan
sulphit.2. Perekat Organik
Bahan perekat organik merupakan bahan perekat yang digunakan
pada pembuatan biobriket yang masuk kedalam permukaan dengan cara
terabsorbsi sebagaian kedalam pori. Perekat ini cenderung
menghasilkan abu yang relatif sedikit setelah pembakaran briket
dibandingkan dengan perekat anorganik. Kerugian yang dapat
ditimbulkan adalah briket yang dihasilkan kurang tahan terhadap
kelembaban. Salah satu contoh perekat organik yan sering ditemui
dalam pembuatan briket adalah tepung tapioka (kanji) dan tetes tebu
(molase).a. Perekat organik tepung tapioka
Tepung tapioka merupakan salah satu bahan yang bisa dijadikan
perekat. Tepung tapioka bersumber dari tanaman singkong dan
merupakan hasil produk olahan pati. Pati merupakan polisakarida
yang terdiri dari molekul glukosa yaitu amilosa dan amilo pektin.
Pati berbentuk makromolekul, tidak bermuatan, berbentuk granula
padat dan tidak dapat larut di dalam air dingin. Sehingga
penggunaanya harus dengan menggunakan air yang sudah dipanaskan. b.
Perekat organik tetes tebu (molase)
Molase atau tetes tebu juga merupakan bahan yang bisa digunakan
untuk perekat. Tetes tebu adalah hasil samping dari industri
pembuatan gula tebu (saccharum officinarum) dan masih mengandung
bahan organik. Tetes tebu berwujud cairan kental dan berwarna
coklat tua yang diperoleh dari tahap pemisahan kristal gula. Molase
atau tetes tebu ini masih mengandung sukrosa yang tinggi berkisar
antara 48-55%. Penambahan sukrosa yang tinggi ini berfungsi sebagai
sumber karbon. Salah satu karakteristik pembakaran pada bahan bakar
padat adalah kandungan karbonya. Sehingga Molase atau tetes tebu
dengan yang masih mengandung sukrosa didalamnya ini sangat
berpotensi untuk digunakan sebagai bahan perekat dalam pembuatan
biobriket. Pada penelitian ini juga menggunakan perekat dari tetes
tebu, sehingga berdasarkan teori diatas maka akan menghasilkan
biobriket dengan kualitas yang baik apabila menggunakan tetes tebu
sebagai perekat biobriket.
Perekat tetes tebu ini selain bertujuan untuk mengurangi kadar
air yang ada juga berfungsi untuk membentuk struktur yang padat
atau mengikat dua substrat yang akan direkatkan. Susunan dalam
briket dapat lebih baik, teratur, dan padat dengan adanya bahan
perekat, sehingga dalam proses pengempaan keteguhan tekan dan
briket arang akan semakin lebih baik. Tetes tebu juga mempunyai zat
terbang (volatile matter) yang lebih tinggi dari pati sehingga
memungkinkan biobriket mudah terbakar dan menyala. (Ismayana A. dan
Moh. Rizal A, 2011).
Penelitian ini, menggunakan bahan perekat yang berasal dari
tetes tebu (molase) yang dapat menghasilkan nilai kekuatan tekan
yang lebih tinggi pada briket dari pada dengan menggunakan perekat
dari pati sehingga dapat meningkatkan nilai kalor yang ada didalam
briket. G. Pembuatan Biobriket
Ada lima tahapan pembuatan biobriket dari limbah batang jagung
dan menggunakan tetes tebu sebagai perekatnya yaitu sebagai
berikut: 1. Persiapan
Langkah pertama ialah melakukan persiapan bahan baku. Bahan baku
pembuatan biobriket yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu
batang jagung. Bahan baku harus dikeringkan terlebih dahulu. Proses
pengeringan bahan baku dapat dilakukan secara langsung dibawah
terik matahari.
Menurut Yudanto (2005), pada pembuatan briket dari serbuk
gergaji, meyebutkan bahwa dalam penggunaan serbuk gergaji berwarna
coklat dan mempunyai kadar air 0,1% yang dikeringkan dibawah sinar
matahari, jika bahan baku yang sudah kering, maka dapat langsung
dilakukan proses pengarangan.
Dari keterangan di atas maka dapat disimpulkan bahwa bahan baku
yang masih basah atau memiliki kandungan air maka bahan baku perlu
dilakukan pengeringan terlebih dahulu untuk mengurangi kadar air
yang terdapat dalam bahan baku tersebut.2. Pengarangan
(Karbonisasi)
Proses pembakaran dikatakan sempurna jika hasil akhir pembakaran
berupa abu berwarna keputihan dan seluruh energi di dalam bahan
organik dibebaskan. Namun proses pengarangan (karbonisasi) adalah
proses dekomposisi kimia dengan menggunakan pemanasan tanpa adanya
oksigen yang masuk di dalam pembakaran. Proses ini bertujuan untuk
memperoleh karbon atau arang dalam jumlah yang relatif besar.
Prinsip proses karbonisasi adalah pembakaran biomassa tanpa adanya
kehadiran oksigen. Sehingga yang terlepas hanya bagian volatile
matter, sedangkan karbonnya tetap tinggal di dalamnya.
Menurut Kurniawan dan Marsono (2008: 24-26), metode karbonisasi
dalam pelaksanaannya meliputi teknik yang paling sederhana hingga
yang paling canggih. Tentu saja metode pengarangan yang dipilih
disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi keuangan. Berikut ini akan
dijelaskan beberapa metode dalam karbonisasi sebagai berikut:a.
Pengarangan Super cepat
Dinamakan pengarangan super cepat dikarenakan proses pengarangan
seperti ini tidak membutuhkan waktu yang lama. Prinsip metode ini
yaitu dengan penerapan roda berjalan, dimana bahan baku untuk
pembuatan biobriket akan bergerak serta diarahkan melewati lorong
besi yang sangat panas.b. Pengarangan Terbuka
Metode ini tidak dilakukan di dalam ruangan. Sehingga udara
dapat kontak langsung dengan bahan yang diarangkan. Akibatnya bahan
yang diarangkan akan lebih cepat dan banyak yang menjadi abu.
Pengarangan dengan model seperti ini harus dilakukan pengawasan
dengan baik. Sehingga dapat diperoleh pengarangan yang diinginkan.
Bahan yang dilakukan pengarangan harus senantiasa dibolak balik
agar pengarangan bisa merata dan tidak cepat menjadi abu.c.
Pengarangan Semi Modern
Metode pengarangan ini meruakan metode pengarangan yang sedikit
lebih maju dibandingkan dengan lain. Dimana sumber api pengarangan
ini berasal dari plat yang dipanasi atau batu bara yang telah
dibakar. Akibat dari pembakaran ini udara yang berasal disekitar
bara api yang dihasilkan akan menjadi panas dan terjadinya pemuaian
ke seluruh ruangan pembakaran. Panas yang ditimbulkan akan
dihembuskan oleh sebuah kipas atau blower yang bertekanan tinggi ke
dalam seluruh ruangan. Bahan baku yang ada dalam ruangan akan
mendapatkan panas dan kemudian akan menjadi arang.d. Pengarangan
Tertutup (di dalam drum)
Metode pengarangan tertutup dilakukan di dalam ruangan tertutup
atau dalam hal ini di dalam drum. Metode ini dilakukan dalam
ruangan tertutup sehingga kadar oksigenya akan dibatasi. Dengan
membatasi kadar oksigen yang ada, maka akan didapatkan arang dan
meminimalisir kadar abu yang mungkin terjadi. Model pengarangan
dengan melubangi sebagian drum untuk tempat memasukkan bahan baku
kemudian ditutup kembali, hal ini menjadikan proses pengarangan
menjadi cukup praktis karena bahan baku tidak perlu ditunggu
terus-menerus sampai menjadi arang. Metode ini yang digunakan oleh
peneliti dalam proses pengarangan.
Selama proses pengarangan dengan alur konveksi pirolisa, perlu
diperhatikan asap yang ditimbulkan selama proses tersebut :
1) Jika asap tebal dan putih, berarti bahan sedang
mengering.
2) Jika asap tebal dan kuning, berarti pengkarbonan sedang
berlangsung. Pada fase ini sebaiknya tungku ditutup dengan maksud
agar oksigen pada ruang pengarangan serendah-rendahnya.
3) Jika asap semakin tipis dan berwarna biru berarti pengarangan
hampir selesai, kemudian drum dibalik dan proses pembakaran
selesai.
(Anonimous, 1989) dalam Manalu (2010)3. Penghalusan Arang
Tahap penghalusan arang merupakan tahapan menjadikan bahan baku
yang sudah diarangkan menjadi halus atau menjadi partikel-partikel
kecil. Penghalusan arang ini bisa dilakukan dengan menggunakan alat
atau mesin penggiling/penghalus yang dilengkapi ayakan. Mesin
penggiling/penghalus yang dapat digunakan dalam proses penghalusan
bisa menggunakan mesin penggilingan tepung, dan juga bisa
menggunakan blender atau dengan cara ditumbuk. Setelah arang
dihaluskan dengan ditumbuk sampai menjadi serbuk arang, langkah
selanjutnya serbuk arang akan dilakukan pengayakan agar dihasilkan
serbuk arang yang seragam atau homogen.
4. Pencampuran Dengan Perekat
Tahap ini merupakan tahapan untuk mencampurkan bahan yang sudah
menjadi serbuk arang dengan perekat agar serbuk arang bisa
disatukan dan dibentuk sesuai keinginan. Penentuan bahan perekat
yang digunakan sangat berpengaruh terhadap kualitas briket ketika
dibakar dan dinyalakan. Jenis perekat yang akan dipilih harus
dipertimbangkan dari segi harga, ketersediaan dan kualitas perekat
tersebut karena setiap bahan perekat memiliki daya lekat yang
berbeda-beda tergantung dari jenis dan karakteristik bahan perekat
itu sendiri.5. Pencetakan Biobriket
Pencetakan briket bertujuan untuk memperoleh bentuk yang seragam
dan memudahkan dalam pengemasan serta penggunaannya. Proses
pencetakan briket dilakukan dengan mencetak bahan briket yang sudah
dicampur dengan perekat dan dalam bentuk adonan di dalam tempat
cetakan, kemudian memastikan bahwa siap untuk diberikan tekanan,
kemudian memberikan tekanan pada briket sesuai dengan tujuan yang
akan diharapkan yaitu briket dengan tekanan tinggi yang memiliki
tingkat kerapatan partikel yang tinggi atau briket dengan tekanan
rendah yaitu dengan tingkat kerapatan partikel yang rendah juga.6.
Pengeringan Biobriket
Pengeringan briket merupakan tahapan terakhir dalam proses
produksi biobriket. Kadar air yang cukup tinggi pada briket setelah
melewati tahap pencetakan membuat briket masih memiliki sedikit
sifat basah dan lunak. Proses pengeringan briket bisa dilakukan
dengan mengeringkan briket dibawah sinar matahari secara langsung
atau juga bisa dilakukan pengeringan briket dengan menggunakan
oven.
Pengeringan ini bertujuan untuk mengurangi kadar air yang ada di
dalam briket dan mengeraskannya sehingga aman dari gangguan jamur
dan benturan fisik.
H. Karakteristik Biobriket1. Nilai Kalor atau (Heating
Value)
Nilai kalor bahan bakar adalah jumlah panas yang ditimbulkan
oleh satu gram bahan bakar dan satuannya adalah kalori (Makhrani,
2012). Dengan kata lain nilai kalor adalah besarnya panas yang
diperoleh dari pembakaran suatu jumlah tertentu bahan bakar. Nilai
kalor ditentukan melalui rasio komponen dan jenisnya serta rasio
unsur didalam biomassa itu sendiri (terutama kadar karbon).
Nilai kalor sangat berpengaruh pada kualitas briket. Semakin
tinggi nilai kalor, maka semakin baik kualitas briket yang
dihasilkan. Kadar air, kadar abu dan volatile matter yang rendah
dapat meningkatkan nilai kalor. Nilai kalor dapat meningkat dengan
adanya kandungan karbon yang tinggi pada bahan. Pengujian terhadap
nilai kalor bertujuan untuk mengetahui sejauh mana nilai panas
pembakaran yang dihasilkan oleh briket. Pengujian nilai kalor dapat
dilakukan dengan menggunakan alat kalori meter bom atau Oxygen Bomb
Calorimeter yaitu suatu alat yang digunakan untuk menentukan panas
yang dibebaskan oleh suatu bahan bakar dan oksigen pada volume
tetap. Penentuan nilai kalor dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan:
Q = m. c. T
Keterangan :
Q= Banyaknya kalor yang dibutuhkan (joule)
m= Massa benda (kg)
c= Panas jenis benda / kalor jenis benda (joule/kgC)
T= Beda temperatur antara setelah terjadi pembakaran
dengan temperatur mula-mula. (C)(Sumber: Alljabar, 2008)2. Kadar
Air
Kadar air briket adalah perbandingan berat air yang terkandung
dalam briket dengan berat kering briket tersebut setelah dioven.
Peralatan yang digunakan dalam pengujian ini antara lain oven,
cawan kedap udara, timbangan dan desikator (Kardianto, 2009).
Sumangat dan Broto (2009:21) menyebutkan bahwa kadar air briket
diharapkan serendah mungkin agar nilai kalornya tinggi dan mudah
dinyalakan. Kadar air mempengaruhi kualitas briket yang dihasilkan.
Semakin rendah kadar air semakin tinggi nilai kalor dan daya
pembakarannya. Sebaliknya, kadar air yang tinggi menyebabkan nilai
kalor yang dihasilkan akan menurun, karena energi yang dihasilkan
banyak terserap untuk menguapkan air. Menurut Wijayanti (2009:29)
Untuk mengetahui kadar air pada briket yaitu dengan cara contoh uji
yang akan diuji ditimbang terlebih dahulu sekitar 1 gram kemudian
dimasukkan kedalam oven dengan suhu 104 0C - 110 0C selama 1 jam
sampai beratnya konstan dan ditimbang. Kadar air dihitung dengan
persamaan berikut ini:
KA = x 100 %Keterangan : KA = Kadar Air (%)
X1 = Berat contoh mula-mula (gram)X2 = Berat contoh setelah
dikeringkan pada suhu 104 0C - 110 0C (gram)3. Kadar Abu
Abu merupakan bagian yang tersisa dari proses pembakaran yang
sudah tidak memiliki unsur karbon lagi. Unsur utama abu adalah
silika dan pengaruhnya kurang baik terhadap nilai kalor yang
dihasilkan. Semakin tinggi kadar abu maka semakin rendah kualitas
briket karena kandungan abu yang tinggi dapat menurunkan nilai
kalor briket (Sumangat dan Broto, 2009:22).
Kadar abu yang tinggi pada bahan (biomassa) akan memiliki dampak
negatif pada proses pembakaran. Kadar abu akan dapat menyebabkan
timbulnya kerak atau slag dalam alat pembakaran yang disebabkan
oleh mencairnya abu. Menurut Billah Mustaim (2009:28), penghitungan
kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Kadar Abu = x 100 %Keterangan :
Kb = Kadar Abu (%)
4. Kuat Tekan
Kuat tekan merupakan suatu kemampuan biobriket untuk menahan
gaya tekan yang diberikan yang dapat mengakibatkan biobriket
tersebut pecah dan hancur.
Menurut Hendra dan Darmawan (2000), semakin besar nilai kuat
tekan berarti daya tahan atau kekompakan biobriket semakin baik.
Kondisi tersebut sangat menguntungkan di dalam pengemasan maupun
distribusi atau pengangkutan dari biobriket tersebut. Menurut
Wijayanti (2009:29) kuat tekan atau keteguhan tekan biobriket dapat
dihitung dengan persamaan:
Kt = Keterangan :
Kt = Keteguhan tekan/kuat tekan (kg/cm)
P = Beban penekanan (kg)
L = Luas permukaan (cm)5. Kerapatan atau (Densitas)Besar kecinya
kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan keseragaman partikel
penyusunan biobriket tersebut. Semakin tinggi keseragaman ukuran
partikel kecil, kerapatan dan keteguhan biobriket semakin tinggi
pula. Soeparno dkk (1990) dalam Manalu (2010), mengemukakan
kerapatan yang tinggi menunjukkan kekompakan partikel arang briket
yang dihasilkan.
Kerapatan biobriket erat kaitannya dengan besarnya tekanan yang
diberikan pada saat pencetakan briket (Sumangat dan Broto, 2009).
Penghitungan kerapatan biobriket dapat dihitung dengan
persamaan:
Keterangan :
= kerapatan biobriket (g/cm3)
m = massa biobriket (g)
v = volume biobriket (cm3)
6. Nyala Api
Nyala api merupakan salah satu pengujian yang harus diperhatikan
untuk mengetahui kualitas dari pembakaran briket tersebut. Nyala
api briket diperhatikan dari mulai briket tersebut dinyalakan
dengan api/dibakar sampai briket habis menjadi abu. Briket dengan
nyala api yang paling lama merupakan briket dengan kualitas nyala
api yang bagus. Alat yang dipakai untuk menghitung kualitas nyala
api pada briket adalah stopwatch. Menurut Santosa dan Anugrah
(2010) perhitunga nyala api berkaitan dengan laju pembakaran pada
briket tersebut. Laju pembakaran briket merupakan kecepatan briket
habis sampai menjadi abu dengan berat tertentu.I. Sifat Briket yang
Bermutu Baik
Menurut Sukandarrumidi (2009:41), pada umumnya briket batu bara
dianggap baik apabila :
1. Tidak berasap dan tidak berbau pada saat pembakaran.
2. Mempunyai kekuatan tertentu sehingga tidak mudah pecah/hancur
apabila diangkat, diangkut dan dipindahkan.
3. Mempunyai suhu pembakaran tetap (350C) dalam waktu lama (8-10
jam).
4. Setelah pembakaran, sisanya masih mempunyai kakuatan tertentu
sehingga mudah untuk dikeluarkan dari tungku masak.
5. Gas hasil pembakaran tidak mengadung gas karbon monoksida
yang cukup tinggi.J. Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan penelitian
skripsi ini antara lain adalah sebagai berikut :
Menurut Pria Kardianto, 2009. Dalam penelitianya yang berjudul
Pengaruh Variasi Jumlah Campuran Perekat terhadap Karakteristik
Arang Briket Batang Jagung menyimpulkan bahwa perekat berpengaruh
baik terhadap : stability, shatter index, durability, kadar abu dan
berat jenis. Semakin banyak campuran perekat, maka semakin baik
stability, shatter index, durability, kadar abu dan berat jenisnya.
Namun faktor campuran perekat berpengaruh kurang baik terhadap
nilai kalor, kadar air, volatile matter, dan fixed carbon. Dilihat
dari pengujian nilai kalor dan kadar air, arang briket campuran 6%
adalah yang terbaik yaitu dengan nilai kalor 5146,53 kalori/gram
dan kadar air 6,746%.
Menurut Asri Saleh, 2013. Dalam jurnalnya yang berjudul
Efisiensi Konsentrasi Perekat Tepung Tapioka Terhadap Nilai Kalor
Pembakaran Pada Biobriket Batang Jagung (Zea mays) menyimpulkan
bahwa tidak ada perbedaan pengaruh konsentrasi perekat tepung
tapioka yang nyata terhadap nilai kalor pembakaran yang dihasilkan
pada biobriket batang jagung. Konsentrasi perekat yang menghasilkan
nilai kalor yang optimum yaitu 10% dengan nilai kalor 4100,3496
kalori.
Menurut Justin Rexanindita Nugraha (2013) dalam penelitianya
yang berjudul Karakteristik Termal Briket Arang Ampas Tebu Dengan
Variasi Bahan Perekat Lumpur Lapindo menyimpulkan bahwa penambahan
komposisi bahan perekat lumpur lapindo pada briket arang ampas tebu
dapat meningkatkan nilai kalor pada briket arang ampas tebu
tersebut. Berdasarkan pengujian briket arang ampas tebu dengan
variasi bahan perekat lumpur lapindo 100 gr : 40 gr mempunyai nilai
kalor tertinggi sebesar 3564 kal/gr dan laju pembakaran terendah
sebesar 0,142 gr/menit.
Menurut Henni Elika Simanungkalit dalam jurnal penelitianya yang
berjudul Pembuatan Briket Arang Dari Tanah Gambut Lintongnihuta
Dengan Perekat Tetes Tebu menyimpulkan bahwa briket arang yang
memiliki perekat lebih banyak memiliki nilai kalor yang lebih
tinggi. Konsentrasi perekat dan lama pengeringan sangat berpengaruh
terhadap nilai kalor. Hasil pengujian menunjukkan perekat tetes
tebu/molase dengan variasi perekat 10%, 15%, 20%, 25% dan 30% dan
dari semua keseluruhan nilai kalor briket arang tertinggi adalah
6573 kal/gr dengan perekat 30%.
Menurut Fefen Dwi Ardianto (2011) dalam skripsinya yang berjudul
Pengaruh variasi jumah campuran perekat terhadap karakteristik
arang briket jerami padi menyimpulkan bahwa perekat gondorukem dan
amilum berpengaruh secara signifikan terhadap nilai kalor briket
jerami padi. Berdasarkan penelitian jumlah campuran yang terbaik
bila dilihat dari nilai kalor, berat jenis, shatter index, kadar
abu , volatile matter, stability, berat jenis dari briket adalah
dengan campuran 30 %. yaitu nilai kalor sebesar 5040,39 kcal/kg,
berat jenis 0,7558kg/l, kadar abu 16,78%, volatile matter 16,72%,
stability diameter dan tinggi 2,36 % dan 3,11% dan shatter index
sebesar 0,005%.
Persamaan dari ke lima penelitian diatas yaitu penelitian diatas
meneliti pengaruh variasi perekat terhadap karakteristik briket.
Dan persamaan dari penelitian di atas juga melakukan pengujian
karakteristik nilai kalor briket.Tabel 2.4. Rekapitulasi Hasil
Penelitian Orang Lain Terdahulu Yang Sejenis Dengan Penelitian
Peneliti
NoNama Peneliti dan SubstansiJudul PenelitianMetode
PenelitianHasil Akhir
1Pria Kardianto (Universitas Negeri Semarang)Pengaruh Variasi
Jumlah Campuran Perekat terhadap Karakteristik Arang Briket Batang
JagungKarbonasi, pembebanan kompaksi 9 ton dengan penahanan selama
1 menit dan suhu cetakan 100 0C.Nilai kalor antara 4818.34 -5146.53
kalori/gram. Kadar air 6,746-7,878 %. Kadar abu 10,493-12,723%.
Fixed carbon 34,34-42,52%, volatile matter 36,87-46,80%. Berat
jenis antara 0,77-1,27gram/cc. Untuk stability dibagi menjadi dua
yaitu diameter dan tinggi, stability diameternya antara 1,15-2,46%
dan tingginya 2,48-12,25%. Kemudian shatter index antara 0,70-0,23%
dan durability antara 19,67-59,34%.
2Asri Saleh (UIN Alauddin Makassar)Efisiensi konsentrasi perekat
tepung tapioka terhadap nilai kalor pembakaran pada biobriket
batang jagung (zea mays)karbonasi, penghancuran dengan blender,
pengayakaan dengan menggunakan ukuran 20 mesh, perekat tepung
tapiokaNilai kalor tertinggi dengan konsentrasi perekat yang
meliputi 10,20,30,40 dan 50 % adalah 10% dengan hasil nilai kalor
yaitu untuk sampel A: 4257,47 kal/g dan untuk sampel B: 3943,23
kal/g dan didapatkan rata-ratanya adalah: 4100,35 kal/g. Hasil
analisa efisiensi pembakaran terbaik yang meliputi konsentrasi
perekat diatas adalah perekat dengan konsentrasi 10 % mendapatkan
efisiensi 24,92 %. Kesimpulan berdasarkan penelitian bahwa tidak
ada perbedaan pengaruh konsentrasi perekat tepung tapioka yang
nyata terhadap nilai kalor pembakaran yang dihasilkan pada
biobriket batang jagung.
3Candra Aris Setyawan(Universitas Negeri Surabaya)Pengaruh
Variasi Campuran Batang Pohon Jagung Dan Perekat Tetes Tebu Dalam
Pembuatan Briket Sebagai Bahan Bakar Alternatif
Karbonasi, pengayakan dengan ayakan 10 mesh, perekat tetes tebu,
pencetakkan briket dengan penekanan 200 bar, pengovenan 2 jam pada
suhu 100 0CHasil yang diharapkan adalah adanya pengaruh yang
signifikan terhadap karakteristik briket yang meliputi: nilai
kalor, kadar air, kadar abu, kerapatan (densitas), dan kuat tekan
serta nyala api.
8