Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
1
ALAT PENGERING BIJI KAKOA TIPE SEMI LINGKARAN (Cacao Seed Dryer
Semi Circle Type) Baina Afkril1 ,Fendry YS Mamengko2 Laboratorium
Fisika, Fakultas MIPA, Universitas Negeri Papua, Jln. Gunung Salju
Amban, Manokwari 98314, Telp. (0986) 215938, Fax. (0986) 213089.
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh suhu pada alat
pengering biji kakao dan pengeringan alami (penjemuran langsung di
hamparan terbuka) terhadap laju pengeringan. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Juni Juli 2001, bertempat di Laboratorium
Fisika FMIPA Universitas Negeri Papua. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa waktu pengering efektif biji kakao dengan alat pengering biji
adalah 36 jam ,kadar air akhir adalah 6.7416 % (rata-rata dari
ketiga lokasi sampel) dengan laju pengeringan 0.32%/jam , sedangkan
dengan pengeringan alami adalah 60 jam , kadar air akhir 6.8861%
dengan laju pengeringan 0.12 %/jam. Laju pengeringan dengan
menggunakan alat pengering biji kakao lebih besar 0.38 kali
dibandingkan dengan pengeringan alami. Kata Kunci : Pengering, Semi
Lingkaran, Alami, Laju Pengeringan
PENDAHULUAN
Tanaman kakao telah dikenal masyarakat Manokwari sekitar tahun
1960 (Raharjo,1990). Hingga kini, luas areal perkebunan rakyat
untuk komoditi ini adalah 2.659,6 Ha dengan produksi 551,9
ton/tahun (Anonim, 1999). Bagi masyarakat Arfak, komoditi kakao
merupakan salah satu komoditi andalan untuk meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraannya.Penanganan pascapanen khususnya proses
pengeringan yang dilakukan petani kakao di Manokwari adalah dengan
pengeringan tradisional, pengeringan udara, atau penjemuran
(Pattisiana, 2000). Dengan sistem pengeringan tradisional,
efektivitas pengeringan sangat bergantung pada intensitas matahari.
Bila cuaca cerah, pengeringan dapat dilakukan sedangkan bila
mendung dan hujan, pengeringan tidak dapat dilakukan, akibatnya
waktu pengeringan relatif lama. Faktor negatif lainnya adalah
peluang biji kakao terkontaminasi dengan unsur pengotor (debu,
pasir, serangga, hewan pengerat ) relatif tinggi (Charles, 1986).
Menurut Pattisiana (2000), hasil identifikasi mutu biji kakao di
Pantai Utara Kecamatan Manokwari menunjukkan bahwa kadar air hasil
pengeringan dengan cara pengeringan udara tidak memenuhi standar
mutu perdagangan. Pengolahan merupakan salah satu periode dalam
rantai produksi perkebunan yang merupakan titik kritis dan ikut
mempengaruhi mutu akhir
produksi. Oleh sebab itu, upaya penyempurnaan cara pengolahan
terus dilakukan, agar diperoleh mutu akhir yang sesuai dengan
standar yang telah ditetapkan atau yang dikehendaki pasaran dunia.
Beracu pada kondisi di atas, maka perlu dilakukan perbaikan cara
pengeringan yang dianut petani lokal. Alternatif perbaikan tersebut
dapat dilakukan dengan cara mengoptimalkan energi matahari serta
mengisolasi biji dari unsur pengotor sehingga efektivitas
pengeringan dapat ditingkatkan. Penanganan pascapanen (pengeringan)
komoditi kakao oleh petani di Kawasan Pantai Utara Kecamatan
Manokwari dilakukan dengan cara pengeringan udara (penjemuran)
dengan waktu pengeringan 57 hari. Hasil pengeringan menunjukkan
bahwa kadar air sekitar 10,39% dan kadar unsur pengotor sekitar
0,24% (Pattiasina, 2000). Hasil ini mengidentifisikan bahwa mutu
biji kering yang dihasilkan tidak memenuhi syarat standar mutu
perdagangan. Syarat standar kadar air biji kakao adalah 6 7%
(Haryadi, 1991). Hal ini menunjukkan bahwa penanganan pascapanen
petani kakao di Manokwari masih lemah. Pendekatan yang dapat
diterapkan guna perbaikan sistem pengeringan udara adalah Konsep
Proses Hantaran Panas, yaitu konduksi, konveksi serta radiasi. Agar
ketiga proses ini dapat dioptimalkan, perlu dilakukan pada wadah
semi tertutup atau tertutup. Untuk keperluan tersebut maka perlu
dilakukan modifikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pengeringan.
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
2
Penelitian ini bertujuan mengkaji pengaruh suhu pada alat
pengering biji kakao dan pengeringan alami (penjemuran langsung di
hamparan terbuka) terhadap laju pengeringan. Akhirnya diharapkan
dengan alat pengering semi lingkaran ini dapat meningkatkan mutu
biji kakao kering. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan pada
bulan Juni Juli 2001, bertempat di Laboratorium Fisika FMIPA
Universitas Negeri Papua. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah biji kakao basah jenis forestro (15 kg) yang diambil dari
Kawasan Pantai Utara Kecamatan Manokwari. Kayu balok, seng plat
serta plastik transparan yang digunakan untuk rancang bangun alat
pengering. Bahan penunjang di antaranya adalah batu kali ukuran
kecil (pasir batu/sirtu) berwana kehitaman. Peralatan yang
digunakan adalah Hygrometer (West Germany, skala 1 100%, skala
terkecil 1%),
Termometer batang (Leybold Didactic, skala 0 1000C, skala
terkecil 10C), Timbangan Ohaus (Triple Beam Balance, skala terkecil
0,1 gram), Electronic Balance ER180A (skala terkecil 0,1 mg), Mini
Oven MO.1 Lab Master, Dessicator serta Timbangan Pegas. Data yang
diperoleh dianalisis secara tabulasi dan disajikan dalam bentuk
tabel dan grafik. Prosedur Penelitian - Persiapan Alat pengering
Alat pengering berbasis energi surya berbentuk rumah dengan tudung
semi lingkaran. Ukuran alat pengering adalah: tinggi 2,55 meter;
lebar 1,80 meter; panjang 2,5 meter. Komponen utama adalah plastik
transparan dan seng plat hitam. Biji kakao yang akan dikeringkan
dihamparkan di atas rak pengering berukuran 180 cm x 90 cm x 70 cm
(Lihat Gambar Model Alat Pengering Tipe Semi Lingkaran).
Cerobong Plastik Transparan
Plastik Transpa ran Rak PengeringPlastik Hitam
C B
Masuk Ruang Pengering Tengah Ruang Pengering Keluar Ruang
Pengering
Tampak Depan
Tampak Atas
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
3
Plastik Transpa ran
Ventilasi (Buka/TutuP
Plat Hitam
Plat Hitam
Plat Hitam
Tampak Samping
Perlakuan Pengeringan Biji Kakao Sebelum Pengeringan Fermentasi
biji kakao dilakukan di dalam karung plastik selama 5 hari. Selama
proses fermentasi, pengadukan biji di dalam karung dilakukan dengan
frekwensi 1 kali sehari. Tujuan pengadukan adalah agar temperatur
hasil fermentasi seragam sehingga diperoleh hasil fermentasi yang
sesuai. Setelah fermentasi , dilakukan penimbangan dengan
menggunakan timbangan pegas (berat total 12 kg berat basah ).
Selanjutnya diambil 4 biji kakao sampel untuk diukur berat basah
awal serta kadar air awal . Pengeringan Biji kakao hasil fermentasi
dikeringkan dengan menggunakan dua perlakuan yaitu perlakuan
Pengeringan Alami dan Pengeringan di dalam alat (rumah) pengering.
Pada pengeringan alami, biji kakao (3 kg berat basah) dihamparkan
di atas terpal dengan ketebalan satu biji. Untuk mengukur
temperatur
-
dan kelembaban relatif pada pengeringan alami digunakan
termometer batang dan hygrometer. Di rumah pengering, biji kakao
ditempatkan di atas rak pengering. Biji kakao di atas rak pengering
diletakkan dengan 3 tempat atau posisi yang berbeda, yaitu di ujung
masuk (dekat pintu), tengah, dan ujung keluar (dekat cerobong).
Pada setiap posisi , berat biji kakao masing-masing 3 kg berat
basah. Selanjutnya pada tiap posisi diletakkan masingmasing satu
buah termometer batang sedangkan hygrometer (satu buah) diletakkan
di dalam ruang pengering. Pengukuran temperatur dan kelembaban
relatif pada pengeringan alami dan pengeringan rumah pengering
dilakukan dengan interval waktu yang telah ditentukan. Pada kondisi
temperatur ruang lebih dari 400C atau kelembaban ruang meningkat,
maka setiap ventilasi alat pengering dibuka. Pengukuran berat
kering (pada setiap perlakukan) hari I , II , III, V dan VI,
masing-masing dilakukan pada pagi hari jam
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
4
07.00 , 09.00 ,11.00, 12.00, 13.00, 14.00, 16.00 dan 18.00 WIT.
Pengukuran berat kering oven (pada setiap perlakukan) sebelum
perlakuan, hari I , II , III, V dan VI, masing-masing dilakukan
sebelum jam 07.00 WIT. - Variabel Pengamatan Penetapan kadar air
awal (Maturbongs, 1999)
dengan KP K1 K2 T = Laju pengeringan rata-rata (%/hari atau
%/jam) = Kadar air awal (%) = Kadar air akhir (%) = Lama
pengeringan (hari atau jam)
B B K ( A% = ) a Bodengan KA Ba Bo
o
x1
0 % 0...............................(1)
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambar 1, 2, dan 3, melukiskan hubungan
antara suhu dan waktu pengeringan pada hari-I, hari-II, dan
hari-III dalam ruang pengering dengan posisi sampel secara
berurutan berada pada tempat masuk, tengah, dan keluar ruang
pengering. Pada hari II dan III, suhu maksimum di ketiga lokasi
sampel 65 0C, terjadi pada pukul 12.00 13.00 WIT waktu pengeringan,
sedangkan suhu minimum 27 0C, terjadi pada pukul 07.00 WIT. Rentang
suhu pengeringan hari-II dan hari-III adalah (31 65) 0C sedangkan
pengeringan hari-I adalah (27 31) 0C.
= Kadar air (%) = Berat awal (gram) = Berat kering oven
(gram)
Penetapan laju pengeringan (Maturbongs, 1999)
KP (%) =
K1 K 2 ..........................................(2) T
Gambar.1 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Masuk Ruang
Pengering)65 Suhu (Celsius) 55 45 35 2532 27 42 32 35 37 34 31 51
65 60 60.5 55
Pra - Hari 1 Hari 1-2 Hari 2-3
28
31 30
7:00
9:00
11:00
12:00
13:00
14:00
16:00
18:00
Waktu Pengeringan (Jam)
Gambar.2 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Tengah Ruang
Pengeringan)Pra-Hari 1
65 Suhu (Celsius) 55 45 35 2533 33 55
6560
65
Hari 1-2
60
6056
hari 2-3
51 4641
55 54
27
28
32
35
37
34
31
33
31 30 18:00
7:00
9:00
11:00 12:00
13:00
14:00
16:00
Waktu Penngeringan (Jam)
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
5
Gambar.3 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Keluar Ruang
Pengeringan)65 Suhu (Celsius) 55 45 35 2532 27 46 35 37 34 54 65 59
59 54
Pra-Hari 1 Hari 1-2 Hari 2-3
28
32
31
31 30
7:00
9:00
11:00
12:00
13:00
14:00
16:00
18:00
Waktu Pe nge ringan (Jam)Gambar 4, melukiskan hubungan antara
suhu dan waktu pengeringan alami. Suhu maksimum 47 0 C, terjadi
pada hari IV waktu pengeringan pada pukul 12.00 WIT, sedangkan suhu
minimum 24 0 C, terjadi pada hari I waktu pengeringan pada pukul
07.00 WIT.
Gambar.4 Hubungan Suhu-Waktu Pengeringan (Pengeringan Alami)48
Suhu (Celsius) 43 38 33 28 2327 24 33 29 26 42 40 35 30 27 26 30 47
45 41 45 42
44 41 40
Pra ke Hari 1 Hari 1-239 34 31 27
Hari 2-3 Hari 3-429 26
Hari 4-5 Hari 5-6
7:00
9:00 11:00 12:00 13:00 14:00 16:00 18:00 Waktu Pengeringan
(Jam)
Gambar 5, melukiskan hubungan antara kelembaban relatif - waktu
pengeringan pada ruang pengeringan dan pengeringan alami. Dalam
ruang
pengering, kelembaban relatif (30 33) % pada pukul 11.00 13.00
WIT, sedangkan kelembaban relatif (80 90) % terjadi pada pukul
07.00 dan
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
6
18.00 WIT. Pada pengeringan alami, kelembaban relatif 86 98)%
terjadi pada pukul 07.00 dan
18.00 WIT, kelembaban relatif (40 48) % terjadi pada pukul 11.00
- 13.00 WIT.
Gambar.5 Hubungan K elembaban Relatif T erhadap Waktu
Pengeringan
Kelembaban Relatif(RH) (%)
10 0 9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0 3 0 2 0
9 8
9 6 8 5
9 2 8 1
9 0
9 5
9 0 8 3
7 5 5 8 4 5 3 1 4 7 3 8 3 0 5 4 3 8 6 5
5 7
Waktu Pengeringan (Hari)PengeringanAlam i
RHRerataR.Pengering
55 49.67 6 5 49.2021 50 Keluar 45 R.Pengering 43.45 96 Tengah 40
R.Pengering Masuk 35 R.Pengering 35 63 .27 P.Alam i 30 25 .6499 25
20 15 1 2.0307 8.345 9 6.8861 1 5 0.1 26 10 6.91 4 5 5 pra-1 1 ke 2
2 ke 3 3 ke 5 5 ke 6 6Waktu Pengeringan (Jam)
Gam ar.6 b H b n a K a Air Terh ap W u u g n ad r ad aktu Pe g n
erin an g
Gambar 6, melukiskan hubungan kadar air waktu pengeringan pada
ruang pengeringan dan pengeringan alami. Kadar air dalam ruang
pengering dan pengeringan alami menunjukkan
Kadar Air (%)
trend yang menurun terhadap waktu pengeringan. Untuk memperoleh
laju pengeringan dari setiap perlakuan, maka Gambar 6 dinyatakan
dalam Tabel 1.
Tabel 1. Hubungan Kadar Air terhadap Waktu Pengeringan Pada
Setiap Perlakuan
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
7
Posisi Sampel A B C Alami
Pra Ke Hari-1 48.0557 47.0354 49.2021 49.6756
Hari I-II 33.6571 33.9536 35.2763 43.4596
Kadar Air (%) Hari II-III Hari III-IV 10.0069 11.4066 10.1526
25.6499 6.7841 6.5254 6.9154 12.0307
Hari IV-V
Hari V-VI
8.3459
6.8861
Ket: A Keluar R.Pengering , B Tengah R.Pengering, C Masuk
R.Pengering
Tabel 2. Laju Pengeringan (%/jam) Untuk Setiap Perlakuan Lokasi
Sampel/Perlakuan A B C Pengeringan Alami 1.20 1.09 1.16 0.52 Laju
Pengeringan (%/jam) 1.97 1.88 2.09 1.48 0.27 0.41 0.27 1.13
0.31
0.12
Berdasarkan Tabel 1 dan persamaan (2), maka laju pengeringan
biji kakao untuk setiap perlakuan dapat disajikan pada Tabel 2.
Dari Gambar 1 hingga 4, terlihat bahwa dengan waktu pengeringan
yang sama, suhu dalam ruang lebih tinggi dibandingkan suhu di luar
ruang pengering. Hal ini disebabkan, radiasi gelombang pendek dari
matahari dengan energi besar dirambatkan lewat plastik transparan
(proses konduksi) yang selanjutnya dipantulkan sebagian oleh
permukaan biji kakao (gelombang yang dipantulkan adalah gelombang
panjang). Energi kinetik gelombang pendek yang membawa energi yang
besar menembus atap alat pengering dan selanjutnya mengalami
tumbukan dengan molekul udara dalam ruang pengering sehingga akan
terjadi transfer energi (panas), akibatnya suhu dalam ruang
pengering akan meningkat. Kenaikan suhu ruang tergantung dari
jumlah energi panas yang masuk ke dalam ruang pengering. Dengan
suhu ruang pengering yang lebih tinggi dibandingkan dengan suhu
pada pengeringan alami atau di luar ruang pengering maka tekanan
udara di ruang pengering menjadi lebih rendah dibandingkan tekanan
udara pada pengeringan alami. Sedangkan rentang suhu minimum dan
maksimum pada pengeringan alami adalah relatif sempit sehingga
energi yang tersedia untuk menguapkan uap air pada biji relatif
sedikit. Hal ini dapat terjadi karena dalam waktu singkat, panas
yang diradiasi kembali oleh permukaan biji kakao akan dipindahkan
ke lingkungan melalui proses konveksi (tiupan angin) sehingga
akumulasi panas pada kumpulan biji kakao tidak berlangsung
lama.
Dari Gambar 5 hingga 6, terlihat bahwa pada ruang pengering dan
pengeringan alami, kelembaban relatif berbanding lurus terhadap
suhu. Hal ini disebabkan dengan naiknya suhu maka kapasitas udara
untuk menampung uap air dari hasil evaporasi biji kakao, semakin
meningkat. Sehingga pada pukul 11.00 13.00 WIT (waktu kisaran suhu
maksimal), terjadi kelembaban relatif yang rendah. Sebaliknya pada
pukul 07.00 dan 18.00 WIT (waktu kisaran suhu minimal), baik di
dalam dan di luar alat pengering, kelembaban relatif mengalami
kenaikan karena kapasitas untuk menampung uap air rendah. Dari
Gambar 6, terlihat bahwa kadar air dan laju pengeringan pada biji
kakao menurun dengan bertambahnya waktu pengeringan. Kadar air biji
kakao hasil fermentasi dari setiap perlakuan relatif sama yaitu 47
49%. Pada hari I terjadi penurunan kadar air yang relatif kecil dan
laju pengeringan yang lambat (untuk posisi masuk, tengah dan keluar
ruang pengering). Hal ini disebabkan pada hari I perbedaan suhu
terendah (pukul 07.00 WIT) dengan suhu maksimal (pukul 11.00 13.00
WIT) adalah kecil sehingga jumlah panas (energi) yang tersedia
untuk menguapkan uap air pada biji kakao relatif sedikit. Sedangkan
pada pengeringan hari II dan III, rentang suhu antara suhu terendah
(07.00 WIT) dan suhu tertinggi (pukul 11.00 13.00 WIT) adalah
besar, sehingga jumlah panas yang tersedia mampu untuk menguapkan
uap air pada biji kakao. Akibatnya pada hari II dan III terjadi
penurunan kadar air dan laju pengeringan yang relatif tajam
dibandingkan dengan hari I. Penurunan kadar air dan laju
pengeringan terhadap lama pengeringan karena
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
8
semakin lama waktu pengeringan, kadar air yang dikandung biji
kakao semakin sedikit. Berdasarkan Tabel 2, maka dapat dinyatakan
bahwa waktu pengering efektif biji kakao dengan alat pengering biji
adalah 36 jam dengan kadar air akhir adalah 6,7416%(rata-rata dari
ketiga lokasi sampel) sedangkan dengan pengeringan alami adalah 60
jam dengan kadar air akhir 6,8861%. Laju pengeringan rata-rata alat
pengering adalah 0,32%/jam sedangkan pengeringan alami adalah
0,12%/jam. Dengan demikian, laju pengeringan dengan menggunakan
alat pengering lebih besar 0,38 kali dibandingkan dengan
pengeringan alami. Faktor perbedaan tekanan (tekanan berbanding
terbalik terhadap suhu, sehingga jika suhu tinggi maka tekanan
relatif rendah sedangkan jika suhu rendah maka tekanan relatif
lebih tinggi) antara dalam ruang dengan di luar ruang sangat
berperan dalam penurunan kadar air biji kakao dalam ruang
pengering. Saat suhu ruang meningkat, maka uap air akan mengembang
dan naik ke bagian atas dalam ruang pengering sehingga tekanan
udara dalam ruang pengering menjadi rendah dibandingkan tekanan
udara di luar. Perbedaan tekanan ini mengakibatkan terjadi aliran
udara dari luar ke dalam ruang pengering melalui proses konveksi.
Uap air yang berada dalam ruang akan didorong keluar melalui
cerobong. Pada pengeringan alami, penurunan kadar air hingga
mencapai kadar air standar mutu perdagangan (6-7%) memerlukan 6
hari waktu pengeringan. Sedangkan laju pengeringan secara kumulatif
mengalami penurunan seiring dengan lama waktu pengeringan. Hal ini
disebabkan jumlah panas yang tersedia untuk menguapkan uap air yang
dikandung biji kakao relatif kurang. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan Pengeringan biji kakao pada alat pengering tipe semi
lingkaran mampu menurunkan kadar air biji kakao dari 49 % hingga
6-7% (kadar air standar mutu perdagangan) selama 36 jami. Hal ini
disebabkan rentang perbedaan suhu terendah dan tertinggi adalah
relatif lebar, sehingga panas yang tersedia untuk menguapkan air
biji kakao adalah memadai. Pengeringan biji kakao secara alami
memerlukan waktu yang relatif lama 60 jam untuk
menurunkan kadar air dari 49 % hingga mencapai 6 7%. Laju
pengeringan terhadap lama waktu pengeringan secara kumulatif
mengalami penurunan yang lambat. Hal ini disebabkan rentang
perbedaan suhu terendah dan tertinggi adalah relatif kecil,
sehingga panas yang tersedia untuk menguapkan air biji kakao adalah
kurang. Laju pengeringan dengan menggunakan alat pengering lebih
besar 0,38 kali dibandingkan dengan pengeringan alami. Saran Perlu
dilakukan pengkajian lanjut tentang hubungan daya tampung ruang
pengeringan dengan jumlah panas yang tersedia, serta koefisien
konduktivitas panas dari bahan yang digunakan sehingga energi
matahari dapat dioptimalkan untuk keperluan pengeringan. DAFTAR
PUSTAKA Charles, JM. 1986. Potential Improvements to Traditional
Solar Crop Dryer in Camerron. Solar Drying in Africa. Modibo, D.
1986. Drying in Africa. Solar Drying in Mali. Solar
Raharjo, D.J., 1990. Agro-Ekosistem Desa Warmare. Analisis Agro
Ekosistem Untuk Pembangunan Masyarakat Pedesaan Irian Jaya. Badan
Penelitian Pengembangan Pertanian dan PSLH Uncen dan The Ford
Foundation Haryadi. 1991. Pengolahan Kakao Menjadi Bahan Pangan,
UGM-Yogyakarta. Anonim. 1991. Pemetikan dan Pascapanen Kakao. Seri
Penyuluhan. Dinas Perkebunan Propinsi Dati I Irian Jaya.
Maturbongs, L. 1999. Pengaruh Berbagai Teknik Pengeringan Terhadap
Kadar Air Rotan Diameter Besar. Jurusan Kehutanan Fakultas
Pertanian Universitas Cenderwasih Manokwari. Anonim. 1999. Laporan
Tahunan Dinas Perkebunan Kabupaten Manokwari Pattiasina, E. 2000.
Identifikasi Mutu Biji Kakao Rakyat di Kawasan Pantai Utara
Kecamatan Manokwari. Laporan Penelitian D3 Perkebunan Faperta Uncen
Manokwari.
Natural, Oktober 2006. Vol 5. No.2
ISSN : 1412 - 1328
9