Top Banner
MAKALAH MIKOLOGI Aspergillus flavus Oleh : Sulfiah (093204055) UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI 2012
19

88386415 Aspergillus Flavus

Aug 13, 2015

Download

Documents

Hery NA
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 88386415 Aspergillus Flavus

MAKALAH MIKOLOGI

Aspergillus flavus

Oleh :

Sulfiah (093204055)

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

JURUSAN BIOLOGI

2012

Page 2: 88386415 Aspergillus Flavus

BAB I

PENGANTAR

TB, asma, kanker paru – paru, dan pneumonia adalah kasus paru – paru yang

umum ditemui di rumah-rumah sakit di Indonesia. Masyarakat awam pun relatif

familiar dengan penyakit di atas. Namun sebenarnya ada salah satu penyakit paru

yang kejadiannya tidak terlalu sering namun kerap terjadi karena terdapat penyakit

paru lain yang mendasarinya, yaitu aspergilosis, penyakit infeksi paru akibat jamur.

Di antara jutaan jamur di muka bumi ini, jenis Aspergillus sp. paling sering

menimbulkan infeksi paru. Jamur ini merupakan jamur rumahan yang sporanya

sangat banyak bertebaran di udara dan di dalam rongga pernapasan manusia yang

sehat. Pada saat kekebalan tubuh rendah, pertumbuhan jamur akan merajalela dan

Aspergillus mampu menginvasi arteri dan vena, sehingga lokasinya bisa menyebar

hingga ke seluruh tubuh.

Spesies Aspergillus merupakan jamur yang umum ditemukan di materi organik.

Meskipun terdapat lebih dari 100 spesies, jenis yang dapat menimbulkan penyakit

pada manusia ialah Aspergillus flavus, Aspergillus niger, Aspergillus fumigatus dan

Aspergillus clavatus yang semuanya menular dengan transmisi inhalasi. Umumnya

Aspergillus akan menginfeksi paru-paru. Aspergillus dapat menyebabkan banyak

penyakit pada manusia, bisa jadi akibat reaksi hipersensitivitas atau invasi langsung.

Makalah ini akan membahas tentang Aspergillus flavus yang menyebabkan infeksi

pada paru-paru manusia.

Page 3: 88386415 Aspergillus Flavus

BAB II

KAJIAN TEORI

Aspergillus flavus

Klasifikasi:

Super kingdom : Eukaryota

Kingdom : Fungi

Sub kingdom : Dikarya

Phylum : Ascomycota

Subphylum : Pezizomycotina

Classis : Eurotiomycetes

Sub classis : Eurotiomycetidae

Ordo : Eurotiales

Familia : Trichocomaceae

Genus : Aspergillus

Spesies : Aspergillus flavus

Aspergillus flavus pada sistem klasifikasi yang terdahulu merupakan spesies

kapang yang termasuk dalam divisi Tallophyta, sub-divisi Deuteromycotina, kelas

kapang Imperfecti, ordo Moniliales, famili Moniliaceae dan genus Aspergillus. Sistem

klasifikasi yang lebih baru memasukkan genus Aspergillus dalam Ascomycetes

berdasarkan evaluasi ultrastruktural, fisiologis, dan karakter biokimia mencakup

analisis sekuen DNA. Kapang dari genus Aspergillus menyebar luas secara geografis

dan bisa bersifat menguntungkan maupun merugikan bergantung pada spesies kapang

tersebut dan substrat yang digunakan. Aspergillus memerlukan temperatur yang lebih

tinggi, tetapi mampu beradaptasi pada aw (water activity) yang lebih rendah dan

mampu berkembang lebih cepat bila dibandingkan dengan Penicillium. Genus ini,

sekalipun memerlukan waktu yang lebih lama dan intensitas cahaya yang lebih untuk

membentuk spora, tetapi mampu memproduksi spora yang lebih banyak sekaligus

lebih tahan terhadap bahan-bahan kimia. Hampir semua anggota dari genus

Aspergillus secara alami dapat ditemukan di tanah dimana kapang dari genus tersebut

Page 4: 88386415 Aspergillus Flavus

berkontribusi dalam degradasi substrat anorganik. Spesies Aspergillus dalam industri

secara umum digunakan dalam produksi enzim dan asam organik, ekspresi protein

asing serta fermentasi pangan. Koloni Aspergillus flavus pada media Czapek’s agar

dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Koloni Aspergillus flavus pada media Czapek agar

Aspergillus flavus merupakan kapang saprofit di tanah yang umumnya

memainkan peranan penting sebagai pendaur ulang nutrisi yang terdapat dalam sisa-

sisa tumbuhan maupun binatang. Kapang tersebut juga ditemukan pada biji-bijian

yang mengalami deteriorasi mikrobiologis selain menyerang segala jenis substrat

organik dimana saja dan kapan saja jika kondisi untuk pertumbuhannya terpenuhi.

Kondisi ideal tersebut mencakup kelembaban udara yang tinggi dan suhu yang tinggi.

Sifat morfologis Aspergillus flavus yaitu bersepta, miselia bercabang biasanya tidak

berwarna, konidiofor muncul dari kaki sel, sterigmata sederhana atau kompleks dan

berwarna atau tidak berwarna, konidia berbentuk rantai berwarna hijau, coklat atau

hitam. Ruiqian et al. (2004) menyatakan bahwa tampilan mikroskopis Aspergillus

flavus memiliki konidiofor yang panjang (400-800 μm) dan relatif kasar, bentuk

kepala konidial bervariasi dari bentuk kolom, radial, dan bentuk bola, hifa berseptum,

dan koloni kompak (Gambar 2). Koloni dari Aspergillus flavus umumnya tumbuh

dengan cepat dan mencapai diameter 6-7 cm dalam 10-14 hari (Ruiqian et al. 2004).

Kapang ini memiliki warna permulaan kuning yang akan berubah menjadi kuning

kehijauan atau coklat dengan warna inversi coklat keemasan atau tidak berwarna,

sedangkan koloni yang sudah tua memiliki warna hijau tua.

Page 5: 88386415 Aspergillus Flavus

Keberagaman ceruk ekologi yang dicakup oleh Aspergillus sub-genus Aspergillus

bagian Flavi (grup Aspergillus flavus) dipadukan dengan kemampuan beberapa

spesiesnya untuk memproduksi aflatoksin menjadikan grup Aspergillus flavus sebagai

grup yang paling banyak dipelajari hingga saat ini.

Gambar 2. Tampilan mikroskopis dari Aspergillus flavus

Aspergillus flavus tersebar luas di dunia. Hal ini disebabkan oleh produksi

konidia yang dapat tersebar melalui udara (airborne) dengan mudah maupun melalui

serangga. Komposisi atmosfir juga memiliki pengaruh yang besar terhadap

pertumbuhan kapang dengan kelembaban sebagai variabel yang paling penting.

Tingkat penyebaran Aspergillus flavus yang tinggi juga disebabkan oleh

kemampuannya untuk bertahan dalam kondisi yang keras sehingga kapang tersebut

dapat dengan mudah mengalahkan organisme lain dalam mengambil substrat dalam

tanah maupun tanaman. Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan

bagian grup Aspergillus yang sudah sangat dikenal karena peranannya sebagai

patogen pada tanaman dan kemampuannya untuk menghasilkan aflatoksin pada

tanaman yang terinfeksi. Kedua spesies tersebut merupakan produsen toksin paling

penting dalam grup Aspergillus flavus yang mengkontaminasi produk agrikultur.

Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus mampu mengakumulasi aflatoksin pada

berbagai produk pangan meskipun tipe toksin yang dihasilkan berbeda. Aspergillus

sp. umumnya mampu tumbuh pada suhu 6-60°C dengan suhu optimum berkisar 35-

38°C. Aspergillus flavus dapat tumbuh pada Rh minimum 80% (aw minimum=0.80)

Page 6: 88386415 Aspergillus Flavus

dengan Rh minimum untuk pembentukan aflatoksin sebesar 83% (aw minimum

pembentukan aflatoksin=0,83). Rh minimum untuk pertumbuhan dan germinasi spora

adalah 80% dan Rh mininum untuk sporulasi adalah 85%. Kenaikan suhu, pH, dan

persyaratan lingkungan lainnya akan menyebabkan aw minimum bertambah tinggi.

Tampilan mikroskopis Aspergillus flavus dapat dilihat lebih jelas melalui mikroskop

tiga dimensi

Gambar 3. Tampilan mikroskopis 3-D dari Aspergillus flavus

Vujanovic et al. (2001) berpendapat bahwa Aspergillus flavus dapat tumbuh

optimal pada aw 0,86 dan 0,96. Sauer (1986) menyatakan bahwa Aspergillus flavus

tidak akan tumbuh pada kelembaban udara relatif di bawah 85% dan kadar air di

bawah 16%. Aw minimum yang dibutuhkan Aspergillus flavus untuk tumbuh adalah

0,80. Aspergillus flavus menyebabkan penyakit dengan spektrum luas pada manusia,

mulai dari reaksi hipersensitif hingga infeksi invasif yang diasosiasikan dengan

angioinvasion. Sindrom klinis yang diasosiasikan dengan kapang tersebut meliputi

granulomatous sinusitis kronis, keratitis, cutaneous aspergillosis, infeksi luka, dan

osteomyelitis yang mengikuti trauma dan inokulasi. Semntara itu, Aspergillus flavus

cenderung lebih mematikan dan tahan terhadap antifungi dibandingkan hampir semua

spesies Aspergillus yang lainya. Selain itu, kapang tersebut juga mengkontaminasi

berbagai produk pertanian di lapangan, tempat penyimpanan, maupun pabrik

pengolahan sehingga meningkatkan potensi bahaya dari Aspergillus flavus.

Penyebaran Aspergillus flavus yang merata sangat dipengaruhi oleh iklim dan

faktor geografis Pertumbuhan Aspergillus flavus dipengaruhi oleh lingkungan seperti

kadar air, oksigen, unsur makro (karbon, nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium) dan

Page 7: 88386415 Aspergillus Flavus

unsur mikro (besi, seng, tembaga, mangan dan molibdenum). Faktor lain yang juga

berpengaruh antara lain cahaya, temperatur, kelembaban dan keberadaan kapang lain.

Temperatur yang optimal untuk pertumbuhan Aspergillus flavus berkisar pada 30°C

dengan Rh ≥ 95%. Secara umum kapang adalah organisme aerobik sehingga gas O2

dan N2 akan menurunkan kemampuan kapang untuk membentuk aflatoksin. Efek

penghambatan oleh CO2 dipertinggi dengan menaikkan suhu atau menurunkan Rh

dengan kadar O2 minimum 1% untuk pertumbuhan. Perlakuan dan analisis yang tepat

sangat dibutuhkan untuk mencegah penurunan produksi aflatoksin dalam lingkungan

laboratorium.

Aflatoksin

Aflatoksin merupakan sekelompok toksin yang memiliki struktur molekul yang

mirip. Aflatoksin ditemukan secara tidak sengaja pada insiden kematian seratus ribu

ekor kalkun di suatu peternakan di Inggris pada tahun 1960. Penyakit tersebut dikenal

dengan nama Turkey X Disease karena belum diketahui penyebabnya pada waktu itu.

Penyebab penyakit tersebut ditemukan berupa sejenis toksin yang terdapat dalam

tepung kacang tanah pada ransum ternak. Pengujian yang melibatkan sampel ransum

ternak mengungkapkan keberadaan sejenis. Toksin tersebut berasal dari kontaminasi

Aspergillus flavus pada campuran ransum ternak tersebut. Nama toksin tersebut

diambil dari penggalan kata Aspergillus flavus toksin yang disingkat menjadi

aflatoksin karena Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan spesies

dominan yang bertanggung jawab atas kontaminasi aflatoksin pada tanaman sebelum

dipanen maupun selama penyimpanan. Aflatoksin memiliki karakteristik seperti dapat

dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Berbagai Jenis Aflatoksina

Aflatoksin Rumus Molekul Berat Molekul Titik leleh (0C)

B1 C17H12O6 312 268-269

B2 C17H14O6 314 286-289

G1 C17H12O7 328 244-246

G2 C17H14O7 330 237-240

M1 C17H12O7 328 299

M2 C17H14O7 330 293

Page 8: 88386415 Aspergillus Flavus

B2A C17H14O7 330 240

G2A C17H14O8 346 190

Produksi aflatoksin merupakan sebuah konsekuensi dari kombinasi berbagai

faktor antara lain karakteristik biologis dan kimiawi spesies, substrat, dan lingkungan

seperti iklim dan faktor geografis. Faktor-faktor yang mempengaruhi meliputi

temperatur, kelembaban, cahaya, aerasi, pH, sumber karbon dan nitrogen, faktor

stress, lipida, trace metal salt, tekanan osmosis, potensi oksidasi-reduksi, dan

komposisi kimiawi dari nutrien yang diberikan. Beberapa faktor-faktor tersebut bisa

mempengaruhi ekspresi gen yang meregulasikan produksi aflatoksin (aflR) maupun

gen struktural kemungkinan dengan mengubah ekspresi faktor-faktor transkripsi

global yang merespons sinyal dari lingkungan dan nutrisi. Aflatoksin disintesis dari

malonyl CoA dalam dua tahap. Tahap pertama ialah pembentukkan hexaonyl CoA

dilanjutkan tahap kedua berupa pembentukkan decaketide anthraquinone. Beberapa

seri reaksi oksidasi-reduksi (Gambar 4) yang sangat terorganisir kemudian

menghasilkan aflatoksin. Skema produksi aflatoksin yang umum diterima saat ini

ialah sebagai berikut:

hexanoyl CoA precursor —> norsolorinic acid, NOR —> averantin, AVN

—> hydroxyaverantin, HAVN —> averufin, AVF —>

hydroxyversicolorone, HVN—> versiconal hemiacetal acetate, VHA —>

versi-conal, VAL —> versicolorin B, VERB —> versicolorin A, VERA —

> demethyl-sterigmatocystin, DMST —> sterigmatocystin, ST —>

Omethylsterigmatocystin,

OMST—> aflatoxin B1, AFB1 and aflatoxin G1,

AFG1.

Gambar 4. Skema produksi aflatoksin

Biosintesis aflatoksin merupakan proses yang sangat kompleks (Gambar 5) dan

diatur oleh gen-gen yang tersusun dalam suatu kelompok gen. Efek posisi

kromosomal dan juga beberapa gen regulator akan bergantung pada kontrol nutrisi

dan lingkungan. D’Mello (2002) secara singkat menyatakan bahwa aflatoksin, seperti

halnya patulin dan fumonisin, memiliki jalur biosintesis polipeptida dengan metabolit

primer berupa Asetil koenzim-A. Meskipun demikian, pentingnya produksi aflatoksin

Page 9: 88386415 Aspergillus Flavus

secara biologis maupun dalam kaidah evolusi bagi kapang itu sendiri masih sangat

sedikit dipahami. Aflatoksin merupakan metabolit sekunder yang umumnya

diasosiasikan dengan respon kapang terhadap lingkungan

yang membatasi pertumbuhan.

Fente et al. (2001) menyatakan aflatoksin sebagai mikotoksin dengan sifat

beracun dan karsinogenik tinggi yang dihasilkan dari beberapa strain Aspergillus

flavus, Aspergillus parasiticus, dan Aspergillus nomius. Aflatoksin yang terutama

dihasilkan oleh Aspergillus flavus dan Aspergillus parasiticus merupakan metabolit

fungi yang terjadi secara alami dan telah lama dikenal sebagai kontaminan lingkungan

yang signifikan. Kapang-kapang tersebut umum dijumpai pada bahan pakan atau

pangan yang mengalami proses pelapukan atau disimpan dalam kondisi kelembaban

tinggi, meskipun tidak semua kapang tersebut menghasilkan aflatoksin. Hal tersebut

mendorong munculnya metode untuk menyeleksi kemampuan kapang untuk

memproduksi aflatoksin. Aflatoksin diberi akhiran sesuai dengan penampakan

fluorosensinya dibawah sinar UV pada lempeng kromatografi lapisan tipis dengan

silika gel yang disinari ultraviolet. Penampakan fluoresensi biru diberi akhiran B

(blue) dan penampakan fluorosensi hijau diberi akhiran G (green). Berdasarkan

mobilitas pada kromatografi lapisan tipis, penamaan aflatoksin diberi indeks angka

tambahan menjadi B1, B2, G1, dan G2, masing-masing dengan struktur molekul yang

berbeda namun mirip (Gambar 5).

Page 10: 88386415 Aspergillus Flavus

Gambar 5. Struktur molekul berbagai jenis aflatoksin

Di Indonesia, aflatoksin sering ditemukan pada produk-produk pertanian dan

hasil olahan. Residu aflatoksin dan metabolitnya juga ditemukan pada produk

peternak seperti susu, telur, dan daging ayam.

Gambar 6. A. flavus pada kacang tanah

Page 11: 88386415 Aspergillus Flavus

Morfologi

Dalam media Czapek dox agar, koloni berbentuk granular, datar, awalnya

berwarna kuning tapi dengan cepat menjadi hijau gelap kekuningan seiring usia.

Kepala konidiofor tipe radial, berdiameter hampir 300 – 400 μm. Konidiofor panjang

dan kasar, semakin dekat dengan vesikel akan semakin kasar. Konidia berbentuk bulat

atau lonjong (berdiameter 3 – 6 μm), hijau pucat dan terlihat berbentuk echinulate.

Beberapa strain memproduksi sclerotia.

Siklus hidup

1. Mycelium dan Sclerotia

Mycelium jamur merupakan struktur yang cukup dominan ditemukan dalam

tanah. Sclerotia juga bisa terbentuk yang membuatnya bisa bertahan hidup

cukup lama dalam tanah

Gambar 7. Hifa dari A. flavus

2. Konidiofor

Sementara A. flavus masih muda dan bertumbuh, mycelium membentuk

banyak konidofor. Konidiofor tumbuh secara tunggal dari badan hifa

Page 12: 88386415 Aspergillus Flavus

Gambar 8. Konidiofor dari A. flavus

3. Konidia

Konidiofor yang matang akan membentuk konidia pada ujungnya. Konidia

berbentuk bulat dan unisel dengan dinding yang kasar. Konidia bisa tumbuh,

menyebar di udara, menempel pada tubuh serangga, pada tanaman, pada hasil

panen.

Gambar 9. Konidia

4. Mycelia saprofit

A. flavus biasanya tumbuh dan hidup sebagai saprofit di dalam tanah.

Pertumbuhannya sangat didukung dengan adanya sisa – sisa tanaman dan

hewan dalam jumlah besar.

Page 13: 88386415 Aspergillus Flavus

Gambar 10. Diagram infeksi A. flavus

Epidemiologi Aspergillus flavus

berbeda, tergantung pada spesies inang.

Gambar ke kiri menunjukkan siklus hidup

dari jamur pada jagung. Jamur baik sebagai

miselium atau sebagai struktur tahan

dikenal sebagai sclerotia. Para sclerotia

baik berkecambah untuk menghasilkan

hifa tambahan atau mereka menghasilkan

konidia (spora aseksual), yang dapat

tersebar di dalam tanah dan udara. Spora

ini dibawa ke telinga jagung oleh serangga

atau angin mana mereka berkecambah dan

menginfeksi kernel jagung. Tidak seperti

kebanyakan jamur, Aspergillus flavus

menyukai kondisi kering panas.

Gambar 11. siklus hidup dari Aspergillus flavus pada jagung

Page 14: 88386415 Aspergillus Flavus

Penyakit yang ditimbulkan

1. Aflatoxicosis

Keracunan akibat aflatoksin yang tertelan mengakibatkan kerusakan hati secara

langsung yang diikuti kematian

Gejala :

Sakit perut

Koma

Muntah

Kanker

Rasa seperti terbakar

Demam

Batuk

2. Aspergillosis

Ada 2 jenis aspergillosis. Salah satunya allergic bronchopulmonary aspergillosis

(ABPA), kondisi di mana jamur menyebabkan gejala alergi pada sistem

pernapasan tapi tidak menginvasi dan menghancurkan jaringan. Jenis

aspergillosis yang lain adalah aspergillosis invasif, penyakit yang

mempengaruhi sistem kekebalan tubuh manusia. Pada kondisi ini jamur

menginvasi ke seluruh tubuh dan merusak jaringan tubuh.

Gejala :

Demam

Sakit kepala

Menggigil

Peningkatan produksi

lendir hidung

Batuk

Sesak nafas

Penurunan berat badan

Sakit pada bagian dada

Nyeri tulang

Kencing berdarah (Hematuria)

Penurunan pengeluaran urine

Meningitis

Penglihatan berkurang sampai buta

Sinusitis

Radang pada jantung

3. Aspergilloma

Ini adalah gangguan paru – paru yang paling umum

disebabkan oleh A.flavus. Aspergilloma merupakan

bola jamur yang berisi mycelia dari A.flavus, yang

menyebabkan infeksi sel, fibrin, otot dan jaringan,

biasanya menyebabkan lubang pada paru – paru.

Page 15: 88386415 Aspergillus Flavus

Obat yang digunakan

1. Amphotericin B

Farmakologi

Amfoterisin B merupakan antibiotik polyene yang dihasilkan

oleh galur Streptomyces nodosus. Obat ini bisa bertindak

sebagai fungistatik maupun fungisidal dengan mengikat

sterol (misalnya ergosterol) dalam membran sel yang

berujung pada kematian sel. Formulasi yang lebih baru

amfoterisin lipid, ternyata sama efektif dengan formulasi

lama namun lebih kurang nefrotoksik. Hidrasi yang adekuat

bisa mengurangi nefrotoksisitas, dan pasien mentolerir cairan

harus diberikan sebelum dan sesudah hidrasi.

Kontraindikasi Riwayat hipersensitif

Dosis & Cara

Pemberian

Amfoterisin : 0,25 mg/kg BB dengan infusi lambat selama 2-

6 jam. Dosis maksimal 1,5 mg/kg BB per hari.

Interaksi

Obat antineoplastik bisa meningkatkan potensi toksisitas

ginjal, bronkospasma, dan hipotensi.

Kortikosteroid, digitalis, dan tiazid berpotensi

hipokalemia.

Siklosporin, aminoglikosida, cidofovir, pentamidin,

tacrolimus, dan vancomisin bisa meningkatkan risiko

toksisitas ginjal.

Antifungi azol mengurangi efikasi amfoterisin.

Zidovudin bisa menambah nefrotoksisitas dan

mielotoksisitas.

Amfoterisin bisa meningkatkan toksisitas flutikason.

Amfoterisin bisa meningkatkan aktivitas daunorubisin dan

doksorubisin.

Efek Samping

Demam, sakit kepala, anoreksia, kehilangan bobot badan,

gangguan gastrointestinal, malaise, nyeri epigastrik,

dispepsia, anemia.

Nama dagang Fungizone

Page 16: 88386415 Aspergillus Flavus

2. Itraconazole

Farmakologi

Itrakonazol, antifungi sintetik triazol, memiliki aktivitas

yang lebih besar melawan Aspergillus dibandingkan dengan

flukonazol atau ketokonazol. Obat ini bersifat fungistatik

dengan memperlambat pertumbuhan sel jamur melalui

inhibisi cytochrome P-450–dependent synthesis of

ergosterol, suatu komponen vital dalam membarn sel jamur.

Formulasi per oral (kapsul, suspensi) biasa dgunakan untuk

terapi antifungi jangka panjang. Formulasi kini juga telah

tersedia. Karena tidak larut dalam air, suspensi per oral dan

intravena dilarutkan dengan hydroxypropyl-beta-

cyclodextrin.

Kontraindikasi Hipersensitif, menyusui, gagal ginjal, gagal ventrikular kiri

Dosis & Cara

Pemberian

Kapsul: 200-400 mg/ hari dengan makanan atau cola

Infeksi yang mengancam jiwa: 200 mg 3 x sehari untuk 3

hari pertama, selanjutnya 200 mg dua kali sehari

Suspensi oral: 200-400 mg/hari saat perut kosong

IV: 200 mg dua kali sehari untuk 2 hari, selanjutnya 200

mg/hari

Anak: dosisnya belum ada, namun direkomendasikan

untuk anak 3-16 tahun, 5-10 mg/kg/ hari per oral untuk

profilaksis Aspergillus pada anak dengan chronic

granulomatous disease (gunakan suspensi per oral)

Peringatan Hati-hati penggunaan itrakonazol pada insufisiensi hepatik;

pasien dengan factor risiko jantung.

Interaksi

Karena menghambat enzim cytochrome P-450 hepatik, maka

itrakonazol meningkatkan kadar banyak obat lain; toksisitas

jantung serius bisa terjadi saat pemberian bersamaan dengan

cisapride, dofetilide, pimozide, atau kuinidin; mempengaruhi

metabolisme beberapa obat golongan benzodiazepine

sehingga memperpanjang sedasi; pemberian bersamaaan

dengan lovastatin atau simvastatin meningkatkan risiko

Page 17: 88386415 Aspergillus Flavus

rhabdomyolysis; monitor kadar siklosporin, takrolimus, dan

digoksin (itrakonazol meningkatkan kadar dan perlu

dilakukan pengaturan dosis); penyerapan itrakonazol per oral

perlu suasana lambung asam (penghambat H2 dan PPI

sebaiknya tidak diberikan secara bersamaan).

Efek Samping Sakit kepala, nyeri abdomen, nausea, pusing, dispepsia,

ruam, pruritus, rambut rontok, dan edema.

Nama dagang Sporanox, Forcanox, Fungitrazol, Furolnok, Itzol, Nufatrac,

Sporacid, Unitrac

3. Voriconazole

Farmakologi

Vorikonazol, digunakan untuk pengobatan primer invasive

aspergillosis dan pengobatan penyelamatan dari infeksi

spesies Fusarium atau Scedosporium apiospermum. Obat ini

merupakan antifungi triazol yang bekerja dengan

menghambat cytochrome P-450–mediated 14 alpha-

lanosterol demethylation yang sangat esensial dalam

biosintesis ergosterol jamur.

Kontraindikasi

Hipersensitif, jangan diberikan dalam bentuk IV dengan

CrCl <50 mL/menit (mengurangi eksresi IV); pemberian

bersamaan dengan rifampisin, rifabutin, carbamazepin,

barbiturat, sirolimus, pimozide, kuinidin, cisapride, atau

alkaloid ergot.

Dosis & Cara

Pemberian

Pemberian cara infusi dengan kecepatan maksimal

3mg/kg/jam selama 1-2 jam. Terapi inisial dengan loading

dose: 6 mg/kg IV tiap 12 jam untuk 2 dosis, diikuti dengan

dosis pemeliharaan: 4 mg/kg IV tiap 12 jam. Bila pasien

tidak mampu menerima pengobatan, maka dosis

pemeliharaan dikurangi hingga 3 mg/kg tiap 12 jam.

Interaksi

Penginduksi CYP-450 (misalnya rifampin) tampak

menurunkan kadar steady state peak plasma hingga 93%;

meningkatkan kadar serum obat yang dimetabolisme oleh

Page 18: 88386415 Aspergillus Flavus

CYP-450 2C19 atau 2C9, yang sebagian diantaranya

kontraindikasi ( sirolimus, pimozide, quinidine, cisapride,

alkaloid ergot); monitoring yang sering harus dilakukan pada

penggunaan bersama dengan siklosporin, tacrolimus,

warfarin, inhibitor HMG CoA, benzodiazepin, penghambat

kanal kalsium.

Efek Samping

Gangguan penglihatan, demam, kedinginan, sakit perut,

nyeri abdomen, takikardia, gangguan tekanan darah,

vasodilatasi, gangguan gastrointestinal, mulut kering,

halusinasi, pusing, dan ruam.

Nama Dagang Vfend

Page 19: 88386415 Aspergillus Flavus

Daftar Pustaka

Anonim. 2007. Taxonomy browser (Aspergillus flavus), http://www.ncbi.nlm.nih.

gov/Taxonomy/Browser/wwwtax.cgi?id=5059, diakses pada tanggal 6 april

2012.

Anonim. 2008. Aspergillosis (Aspergilus). http://www.cdc.gov/nczved/dfbmd/ disease

listing/aspergillosis_gi.html, diakses pada tanggal 6 april 2012.

Anonim. 2008. Deuteromycetes. mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/07-0852.doc,

diakses pada tanggal 7 april 2012.

Anonim. 2008. Aspergillus flavus. http://pathport.vbi.vt.edu/pathinfo/ pathogens/A-

f.html, diakses pada tanggal 6 april 2012.

Ellis, D. 2006. Aspergillus flavus. http://www.mycology.adelaide.edu.au

/images/flavus.gif, diakses pada tanggal 6 april 2012.

Fekete. 2009. Conidia of Aspergillus flavus mold.

http://enfo.agt.bme.hu/drupal/en/node/2780, diakses pada tanggal 7 april 2012.

Maryam, R. 2002. Mewaspadai Bahaya Kontaminasi Mikotoksin pada Makanan.

http://tumoutou.net/702_04212/romsyah_m.htm, diakses pada tanggal 6 april

2012.

Meta. 2009. Deuteromycetes. http://deuteuro4.blogspot.com/, diakses pada tanggal 6

april 2012.

Sari. 2009. Fungi. http://princessary.webnode.com/products/fungi/, diakses pada

tanggal 7 april 2012.