-
PENDIDIKAN DAN ANALISA IMPLIKASINYA
DRS. ABDUL KADIR, M.Si
WIDYAISWARA MADYA - BKPP PEMERINTAHAN ACEH
ABSTRAK
Metodologi pendidikan Qurani sangat komprehensiv dan universal
dalam
rangka pengembangan kompetensi anak didik, baik dari aspek
intelektualitas, moralitas
dan sosialitas. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka Islam tidak
dapat menerima
metodologi pendidikan Barat justru implikasinya lebih
mengedepankan aspek
intelektualitas semata dan mengabaikan aspek nilai-nilai moral
yang bersifat absolut
atau transedental. Alasan ini terlihat dalam implementasi
pendidikan nasional kita hari
ini yang terus menonjolkan aspek intelektualitas tersebut,
dengan meminimkan aspek
pendidikan moral dan budi pekerti, bahkan disisi lain secara
tidak sadar terkesan jauh
dari implementasi nilai-nilai agama. Fenomena pendidikan hari
ini belumlah mencapai
sasaran yang diidam-idamkan sebagaimana yang tertera
dalamundang-undang dasar
Negara kita. Kondisi ini bekanlah sekedar ungkapan semata, akan
tetapi telah menjadi
kenyataan dalam perkembangan pendidikan dewasa ini. Berbagai
macam strategi,
pendekatan dan metodologi pembelajaran telah ditampilkan oleh
orang tua dalam
keluarga dan para pendidik di sekolah, namun implikasinya belum
tampak hasil yang
maksimal. Kualitas anak didik yang dihasilkan setelah proses
pembelajaran hari ini,
sungguh memprihatinkan para pakar pendidikan. Kenakalan remaja,
pemuda dan
bahkan orang dewasa sekalipun terjadi dimana-mana dalam berbagai
aspek kehidupan
umat hari ini. Konsekuensinya dapat dirasakan di dalam realitas
kehidupan ini.
Perkelahian, perampokan, perzinaan, pencurian, pemerkosaan,
tawuran, penipuan,
pembunuhan, korupsi dan lain-lain terjadi hampir di disetiap
ruang gerak masyarakat.
Siapa yang disalahkan dari tanggung jawab pendidikan hari ini,
melainkan pelaku
pendidikan dan pembelajaran yang sungguh meninggalkan
nilai-nilai moral dan budi
pekerti dengan mendominasi intelektualitas semata. Maka dari
semua itu, perlu disadari
bahwa kemajuan dan kemunduran pendidikan sangatlah ditentukan
oleh berbagai faktor,
mulai dari faktor sejarah, kesiapan institusi, sistem
pendidikan, model pembelajaran dan
materi yang disodorkan, media yang disampaikan, evaluasi yang
benar sebagai tolak
ukur dan bahasa sebagai alat pengembangannya. Untuk mewujudkan
sebuah kebersihan
-
yang ideal dan berkualitas, tentu solusi yang terbaik adalah
perlu adanya sebuah sistem
dan model pembelajaran yang sesuai dengan kualitas kemampuan
anak didik, mulai dari
tingkat sekolah dasar, menengah dan bahkan pada daratan
perguruan tinggi sekalipun.
Karena itu, pendidikan adalah pekerjaan bagi setiap individu.
Proses pencapaiannya
tidak terlepas dari aktivitas pembelajaran yang sistematis,
terstruktur dan memiliki
jenjang yang bervariasi. Kesuksesan pendidikan merupakan tujuan
kahir dari sebuah
proses belajar mengajar. Kesuksesan tentu akan sulit dicapai,
jika metode, strategi dan
pendekatan pembelajaran sebagai instrument penting yang
diterapkan dalam dunia
pendidikan tidak sesuai dengan kebutuhan, pemahaman dan
kemampuan peserta didik.
-
A. PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai harkat dan
martabat
yang paling mulia dan sempurna tinggi diantara makhluk-makhluk
lainnya. Kehadirannya
di atas permukaan bumi ini merupakan khalifatun fil Ardh.1
Sebagai makhluk yang paling
tinggi derajatnya, tentu ia dipengaruhi beberapa kemampuan
dasarnya atau potensi
dasar.2 Potensi ini dalam dunia pendidikan Islam lebih dikenal
dengan istilah al-fitrah.3
Kemampuan dasar ini memiliki kecendrungan tumbuh dan berkembang
tahap demi tahap
menuju kearah yang lebih sempurna. Proses penyempurnaan ini akan
dilalui dengan
pendekatan pendidikan. Tanpa pendidikan, tentu semua potensi ini
tidak akan tumbuh
optimal dalam kehidupannya. Pendidikan satu-satunya alat
pengasah bagi kesempurnaan
kemampuan tersebut. Pendidikan dapat dikatakan motor (penggerak
utama) untuk
membangkit energinya menuju ke arah yang lebih baik.
Selanjutnya, jika diperhatikan secara lebih filosofi lagi
tentang struktur kejadian
manusia, yaitu unsur fisik dan unsur psikis. Kedua unsur ini
mengalami perubahan secara
berkesinambungan. Keduanya berkembang dan saling mempengaruhi
satu sama lain.
Keduanya dikenal dengan istilah psiko-fisik.4 Unsur psiko-fisik
manusia berkembang
secara integral dan selalu berfungsi aktif dalam menata
kehidupannya. Keduanya
berhubungan timbal balik dengan penuh keseimbangan dan bersifat
harmonis dalam diri
manusia. Keduanya harus berjalan serasi dan seimbang pada setiap
gerak dan fungsi
1 Salah satu arti dari khalifah adalah mengganti atau Wakil
Allah, yang bertugas mewujudkan rencana
Allah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta (R a b b u l
A a l a m i n )
. Pemilihan Adam (atau manusia),
sebagai pengemban amanah yang amat berat tentulah memiliki
alasan kuat. Salah satu alasan terpenting
adalah adanya potensi ilmu pengetahuan pada diri manusia dan
kemampuan mengembangkannya. Kedua
hal tersebut sangat diperlukan didalam pelaksanaan tugas manusia
sebagai khalifah dimuka bumi, di
samping berbagai persyaratan-persyaratan lainnya. 2 Hasan
Langgulung, M
a n u s i a d a n P e n d i d i k a n ; S t u d y A n a l i s a
P s i k o l o g i d a n P e n d i d i k a n ,
(Jakarta:
Pustaka al-Husna, t.t), hal 263. 3 Fitrah dalam Islam dapat
dikatagorikan kedalam empat potensi dasar yaitu: H
i d d a y a h a l - g h a r i y y a h
(Naluri),h i d a y y a h a l - h i s s i y y a h
(indrawi),h i d a y a h a l - a l q i a h
(intelektual), dan h i d a y a h
a l - d i n i y y a h
(spiritual). Al-Quran banyak sekali berbicara tentang potensi h
i d a y a h a l - a q l i y y a h
(intelektual) dan h i d a y a h
a l - h i d a y y a h
(spiritual). Hal ini bisa dipahami dari beberapa ungkapan yang
disebutkan didalam al-Quran
yang mengacu kea rah itu, seperti: t a z a k k u r
, t a d a b b u r , t a f a k k u r
dan t a f a q q u b
. Lihat: Jalaluddin dan
Usman Said, Fi l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
, cet.2, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), hal 109. 4
Lihat: Abdul Mujib
,
F
i t r a h d a n K e p r i b a d i a n I s l a m , S e b u a h P
e n d e k a t a n P s i k o l o g i s ,
cet.1, (Jakarta
Pusat: Darulfalah, 1999), hal. 36. Lihat juga: Ikhwan al-safa, R
a s a i l I k h w a n a l - S a f a w a k h a l a n a l - W a f
a
,
Juz IV, (Baitut: Dar al-sadir, 1957), hal. 231.
-
organ-organ psikis dan fisiknya. Unsur-unsur fisik lebih sering
diistilahkan dengan
Biologis sedangkan unsur-unsur psikis lebih sering disebut
dengan istilahpsikologis.
Dengan pemperhatikan pada proses pertumbuhan dan perkembangan
psisko-fisik
manusia, tentu lingkungan memiliki peran yang sangat dominan
dalam mempengaruhi
kehidupannya. Semua aktifitas manusia diharapkan dapat mengubah
dan membentuk
perilaku manusia menuju ke arah yang lebih baik dan lebih
sempurna. Karena itu, lagi-
lagi pendidikan menjadi juru kunci utama bagi kelangsungan
kehidupannya,bahkan ia
dapat dikatakan kebutuhan mutlak yang wajib diisi sepanjang
hayatnya.Tanpa pendidikan
sama sekali mustahil manusia dapat hidup dan berkembang sesuai
dengan aspirasi dan
cita-citanya untuk maju. Pendidikan bagi manusia merupakan alat
untuk memperoleh
kesejahteraan dan kebahagian hidupnya. Oleh karena itu, untuk
menyempurnakan
kehidupannya, maka pendidikan menjadi sarana utama yang perlu
dikelola secara
sistematis, konsisten dan akuntabilitas sesuai dengan pandangan
teoritis dan praktis
sepanjang waktu berdasarkan lingkungan hidup manusia itu
sendiri.
Bagi umat islam tentu cita-cita yang dimaksudkan disini adalah
mempeloleh
kebahagian hidup di dunia dan akhirat. Namun cita-cita demikian
tak mungkian dicapai,
jika manusia sendiri tidak berupaya dengan maksimal melalui
proses pendidikan. Proses
pendidikan dimaksud yaitu suatu kegiatan berdasarkan pencernaan
yang matang untuk
mewujudkan tujuan dan cita-cita yang diharapkannya. Aspek
penting disini adalah
petunjuk ilahi yang mengundang nilai-nilai paedagogis yang mampu
membimbing dan
mengarahkan manusia untuk menjadi individu yang sempurna atau
al-insan al-kamil
5melalui proses penahapan yang terarah dan berencana secara
sistematis.
Tujuan pendidikan Islam secara umum adalah membentuk kepribadian
muslim
yang bulat, ulet, utuh dan berkualitas, baik di dalam dimensi
sebagai khalifah di
permukaan bumi, sebagai hamba Allah yang mengabdikan diri
kepada-Nya maupun
5 Konsep insan
a l - k a m i l
dipelopori oleh Ibn Arabi pada abad ke-7/13 M atas gagasan Mulyi
al-Din
Abu Abdul Allah. I n s a n a l - k a m i l
ini mempunyai kedudukan dalam dua aspek penting. Yaitu
sebagai
penyebab dan pelestari eksistensi alam semesta atau k h a l i f
a h f i y a l - a r d
sebagai pusat kesadaran semesta. I n s a n a l - k a m i l
itu merupakan wali tertinggi yang memiliki pengetahuan e s o t e
r i k ( a l - i l m a l - l a d u n n i ) .
Ia
memiliki kemampuan-kemampuan yang melebihi kemampuan kebanyakan
manusia, baik dari segi
kepribadian maupun pengetahuan. Pada diri i n s a n a l - k a m
i l
terdapat segenap asma dan sifat-sifat Allah
yang utuh. Lihat: Yunasril Aliy, Manusia Citra Ilahi,
Pengembangan i n s a n K a m i l I b n A r a b i o l e h a l - J i
l i ,
(Jakarta: Para Media, 1997), hal. 111-179.
-
sebagai makhluk sosial dan berbudaya.6 Berkaitan dengan tujuan
umum ini, Abdurahman
Saleh membaginya kepada tiga komponen utama, yaitu: tujuan
jasmaniah (al-ahdaf al-
jismiyyah), tujuan rohani (al-ahdaf al-rubaniyyah), dan tujuan
mental (al-ahdaf al-
aqliyyah).7 Ketiga komponen ini merupakan sifat dasar manusia
sebagai satu kesatuan
utuh dalam proses pendidikannya. Artinya ketiga komponen
tersebut harus mampu
dipadukan secara seimbang dalam diri manusia. Dalam kaitan ini,
Hamid Abdul Kadir
memberikan gambaran yang hampir senada dengannya yaitu:
Pendidikan merupakan
usaha manusia, baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja
bertujuan
mengambangkan fisik, akal, budi pekerti, dan perasaan.8 Melalui
proses pendidikan ini
diharapkan mampu mewujudkan individu-individu yang muslim
berilmu amaliah,
beramal ilmiah, beriman, bertaqwa dan berakhlak mulia.
Untuk merealisasikan tujuan tersebut, maka pendidikan Islam
harus dilaksanakan
dan dikembangkan secara konsisten dengan merujuk kepada sumber
utamanya yaitu al-
Quran dan al-Hadith sebagai Grand Theorynya, dibantu oleh
kajian-kajian para pakar
paedagogis muslim dan Barat. Melalui proses inilah diharapkan
akan mampu
menghasilkan tujuan yang sejalan den gan ruh pendidikan Islam
itu sendiri. Untuk
tercapainya wujud manusia paripurna (al-insan al-kamil) dengan
tingkat intensitas yang
tinggi pada seluruh komponen yang melekat padanya sebagaimana
digambarkan diatas,
maka sejak dini setiap individu muslim sebagai peserta didik
harus mendapatkan
pembinaan dan pendidikan yang tepat dan benar.
Dilihat dari dimensi kronologinya, menunjukkan bahwa keberadaan
manusia
dalam fase pertumbuhan dan perkembangan9 unsur psiko-fisiknya,
maka setiap peserta
6 Hadari Nawawi,
P e n d i d i k a n D a l a m I a l a m
,(Surabaya: al-Ikhlas, 1993), hal. 101. 7 Abdurrahman Saleh,
T
e o r i - t e o r i P e n d i d i k a n B e r d a s a r k a n a
l - Q u r a n ,
(Jakarta: Rineka Cipta, 1983),
hal. 137. 8 Hamid Abdul Qadir, M
a n h a j a l - h a d i t h f i y U s u l a l -
T
a r b a w i y y a h w a a l -
T
a d r i s
, (Misr: Maktabah al-
Nahdah, 1971), hal 5. 9
P e r t u m b u h a n
diartikan sebagai Perubahan-perubahan yang bersifat kwantitatif
dan evolutif,
terutama yang menyangkut aspek fisik jasmaniah, seperti
perubahan-perubahan yang terjadi pada
organ-organ dan struktur organ fisik, sehingga anak semakin
bertambah umurnya semakin besar dan
semakin tinggi pula badannya. Karena itu pertumbuhan umumnya
dimulai dari pembuaian dan diakhiri
dengan kematian. Sedangkan P e r k e m b a n g a n
dapat diartikan sebagai Perubahan-perubahan yang
bersifat kwalitatif dan kwantitatif yang menyangkut aspek-aspek
mental-psikologis manusia, seperti
perubahan-perubahan yang berkaitan dengan aspek ilmu
pengetahuan, kemampuan, sifat sosial, moral,
-
didik dipandang perlu pembinaan dan pendidikan yang diarahkan
secara sistematis dan
proporsional melalui proses pendidikan bertahap. Karena
sesungguhnya kemampuan
dasar (potensi dasar) psiko-fisik manusia itu berkembang secara
interaksional dengan
pengaruh faktor-faktor lingkungan, baik yang disengaja maupun
yang tidak disengaja.
Mengacu ke arah yang dimaksud, banyak pakar pendidikan yang
telah
mendefinisikan pengertian pendidikan, baik secara luas ataupun
sempit.
Diantara seperti dikemukakan oleh Ahmad D. Marimba, yaitu:
Bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan
jasmani dan rohani
peserta didik menuju terbentuknya kepribadian utama.10 Komentar
ini hampir senada
dengan ungkapan Jamil Shaliba yang mengemukakan bahwa pendidikan
merupakan
pengembangan fungsi-fungsi psikis melalui latihan, agar mampu
mencapai
kesempurnaannya sedikit demi sedikit.11
Dari dua penjelasan tadi dapat dimengerti bahwa pendidikan
disini lebih
menitikberatkan pada aspek usaha untuk mempersiapkan peserta
didik melalui proses
bimbingan, arahan, pengajaran dan atau latihan yang sesuai
dengan peranannya dimasa
yang akan datang. Konsepsi ini telah mampu menghasilkan peserta
didik yang lebih baik,
yaitu dapat memperluas cakrawala berfikir lebih tajam, kritis,
baik, untuk ilmu, iman,
moral, amal dan taqwa dalam dirinya.
Dari uraian diatas tadi menunjukkan bahwa kesuksesan pendidikan
yang
merupakan tujuan akhir dari sebuah proses belajar mengajar, akan
sulit dicapai, jika
metode, strategi dan pendekatan pembelajaran sebagai instrument
penting dalam dunia
pendidikan diterapkan tidak sesuai dengan pemahaman dan
kemampuan peserta didik.
Hal ini bukan hanya sekedar ungkapan saja, tetapi jelas terlihat
dalam perkembangan
pendidikan dewasa ini. Berbagai macam strategi, pendekatan dan
metode pembelajaran
telah ditempuh oleh orang tua dan para pendidik disekolah dan
keluarga dalam
mewujudkan cita-citanya yang luhur itu, namun belum tampak hasil
yang maksimal.
Konsekuensinya dapat dirasakan di dalam realita pembelajaran
sehari-hari, dimana
keyakinan agama, keccerdasan dan sebagainya. Lihat: M. Alisuf
Sabr, P s i k o l o g i P e n d i d i k a n ,
(Jakarta :
Pedoman Ilmu Jaya, 1996), hal 11.Lihat juga: Abdul Mujib, Fi t r
a h
, hal 88. 10 Ahmad D. Marimba, F
i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m
, cet. Ke-4,(Bandung: al-Marifin, 1980), hal. 19. 11 Jamil
Saliba
, a l -
M
u j a m a l -
F
a l s a f r y
, Jilid I, (Bairut: Dar al-Kitab al-Lubnainy, 1978), hal. 266.
Lihat
juga: Muhammad Noor Syam, Fi l s a f a t
, hal 11-12.
-
peserta didik memahami banyak kesulitan dan lamban dalam
memahami sejumlah materi
yang disampaikan oleh gurunya. Betapa banyak peserta didik yang
belajar di dalam
keluarga dan sekolah, namun masih tidak berubah dalam tingkah
lakunya ketika tampil
ditengah-tengah kehidupan masyarakat sekitarnya. Secara realita,
tampak terlihat masih
banyak orang-orang terpelajar yang melakukan kejahatan, maksiat
dan mungkar dimana-
mana. Apa yang m
enyebabkan persoalan ini selalu terjadi secara nyata dalam
realitas kehidupan umat hari
ini. Apanya yang menjadi kesalahan, gurunya yang tidak
professional atau muridnya
yang bodoh. Inilah pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengganjal
dalam benak kita hari
ini. Secara umum, hal ini barangkali terjadi karena belum adanya
kesesuaian antara
metode atau strategi atau pendekatan sistem dengan kebutuhan
atau kemauan atau tingkat
perkembangan peserta didik atau uswatun guru belum menjadi figur
bagi muridnya.
Karena itu, relevansi antara metode, strategi dan pendekatan
dalam tahap belajar
mengajar dengan periodesasi perkembangan biologis dan psikologis
sangat perlu
diperhatikan, di samping ketauladannya sebagai nilai yang
menjadi harapan bagi anak
muridnya. Untuk memperluas pandangan ini perlu menemukan
berbagai teori yang
menawarkan konsep-konsep baru tentang metodologi pembelajaran
yang ideal dan
kebutuhannya terhadap pendidikan peserta didik yang sesuai
dengan perkembangan
kehidupannya. Dengan demikian, untuk merespons terwujudnya
harapan yang maksimal
dalam pembelajaran peserta didik, al-Quran telah banyak
mengomentari persoalan ini
secara panjang lebar lewat kisah-kisah para nabi, rasul dan
pemimpin-pemimpin pilihan
yang pernah diabadikan dalam al-Quran ketika mengmbangkan dakwah
dan pendidikan
kaum atau umatnya. Dari latar belakang ini penulis mencoba
menelaah dan menganalisa
tentang apa saja metodologi yang pernah diterapan oleh para Nabi
dan orang-orang
ternama dalam mengembangkan dakwah dan pendidikan umatnya.
Bagaimana manusia
memerlukan pendidikan dan harus dididik dalam upaya
mengembangkan kehidupan
dimuka bumi ini?. Dari persoalan-persoalan ini penulis mencoba
mengkaji melalui suatu
topic pembahasan yaitu: pendidikan dan analisa metodologi
pembelajaran dalam Al-
Quran. Wacana ini hendaknya akan menjadi sebuah kontribusi
ilmiah yang paling baik
bagi guru dan orang tua untuk pendidikan anak nantinya.
-
B. Manusia Sebagai Subjek Didik Dalam Tinjauan Al-Quran
Pendidikan dalam pengertian yang lebih luas adalah mencakup
semua perbuatan,
tindakan atau usaha dari generasi tua untuk mengalihkan,
mewariskan atau melimpahkan
atau mentransferkan pengetahuan, pengalaman, kecakapan dan
ketrampilannya kepada
henerasi muda. Maka untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi
fungsinya, --baik
jasmaniah maupun rohaniah--, pendidikan sering juga diartikan
sebagai manusia untuk
membimbing anak yang belum dewasa kepada tingkat dalam arti ia
sadar dan mampu
memikul tanggung jawab atas segala perbuatannya dan dapat
berdiri diatas kaki sendiri.
Untuk memahami mengapa anak dikatakan subjek didik12 dalam
pendidikan
Islam. Tentu Islam. Tentu ada dimensi yang perlu diperhati kan
secara lebih
komprehensif. Pernyataan ini didasari pada eksistensi anak
semenjak lahir. Di mana
12 Dilihat dari segi kedudukannya, pengertian subjek didik
identik dengan anak didik atau peserta
didik, yaitu makhluk yang sedang berada dalam proses
perkembangan dan pertumbuhan sesuai dengan
fitrahnya masing-masing. Dalam tahapan seperti itu, mereka
memerlukan bimbingan dan pengarahan
yang konsisten menuju kearah titik optimal kemampuan fitrahnya.
Dalam pandangan yang lebih modern,
subjek didik tidak hanyan dianggap sebagai objek atau sasaran
pendidikan sebagaimana disebutkan
diatas, melainkan juga harus diperlakukan sebagai subjek
pendidikan. Hal ini antara lain dilakukan dengan
cara melibatkan mereka dalam memecahkan masalah dalam proses
belajar mengajar. Dalam bahasa Arab
ada tiga istilah yang sering dipakai untuk menyebutkan kata-kata
subjek didik ini. Tiga istilah tersebut
yaitu: arab (jamaknya) arab yang berarti murid atau secara
harfiyah dapat diartikan sebagai orang yang
menginginkan atau membutuhkan sesuatu arab yang berarti: pelajar
atau siswa, dan arab yang berarti
yang menutut ilmu atau mahasiswa. Ketiga istilah ini seluruhnya
mengacu kepada seseorang yang tengah
menempuh pendidikan. Perbedaannya hanya terletak pada
penggunaannya. Pada sekolah yang
tingkatnya rendah seperti Sekolah Dasar (SD dan MI) digunakan
istilah murid (tilmidh), sedangkan pada
sekolah tingkat menengah seperti SLTP dan SLTA diistilahkan
dengan pelajar atau siswa dan untuk Tingkat
Perguruan Tinggi digunakan istilah Mahasiswa (t a l i b a l - i
l m )
. Namun demikian berbeda maksud
penyebutan subjek didik dalam pendidikan Islam. Subjek didik di
sini adalah setiap manusia yang
sepanjang hayatnya selalu berada dalam perkembangan. Jadi, tidak
hanya anak-anak yang sedang dalam
pengasuhan dan pengasihan orang tuanya, bukan pula anak-anak
dalam usia sekolah seperti disebutkan
diatas. Tapi termasuk semua manusia yang terus menerus berusaha
belajar dan mengajar dalam rangka
mencapai kesempurnaan hidup, saling lengkap melengkapi kebutuhan
dan keinginan, yaitu manusia yang
selalu memposisikan dirinya pada tingkat a l - i n s a n a l - k
a m i l
sebagai manusia seutuhnya. Pengertian ini
nampaknya sesuai dengan tujuan pendidikan Islam yang sebenarnya,
yaitu penciptaan a l - i n s a n a l - k a m i l
(manusia sempurna). Maka untuk mencapai manusia seperti yang
dimaksudkan tadi, persiapan
pendidikannyaharus diusahakan terus menerus mulai dari masa
pembentukan awal sebuah keluarga,
proses janin, setelah lahir hingga akhir hayatnya lewat proses
tarbiyah, tadib danm talim. Dari proses
pelaksanaan itu akan memungkinkan terbentuknya pendidikan islam.
Maka konsep dasar pendidikan
Islam dapat di pahami di sini adalah pendidikan yang mengarah
pada upaya penyadaran subjek didik
(manusia), baik kesadaran spiritual maupun kesadaran
intelektual. Lihat: baihaqi A.K, Me n d i d i k A n a k
D a l a m K a n d u n g a n
M
e n u r u t A j a r a n P e d a g o s i s I s l a m i ,
cet, ke II, (Jakarta: Darul Ulum Press, 2001), hal. 27-
44. Lihat juga: Herry Noer Aly, MA.I l m u P e n d i d i k a n I
s l a m
, cet I(Jakarta Logos, 1999), hal 113, Lihat: M.
Nasir Budiman, P e n d i d i k a n D a l a m P e r s p e k t i f
A l - q u r a n ,
cet. I (Jakarta: Madani Press, 2001), hal 125.
-
kondisinya berbeda dengan eksistensi makhluk hewani. Makhluk
hewani setelah lahir,
secara sunatullah langsung mampu berjalan, makan dan minum
dengan sendirinya. Tapi
anak manusia tidaklah seperti itu. Mereka sejak dilahirkan,
kondisinya lemah, tak
berdaya dan tak mengerti apa-apa. Perihal ini sebenarnya telah
digambarkan oleh al-
Quran sebagaimana tertera dalam ayat-ayat seperti: dan manusia
dijadikan dalam
keadaan lemah. (QS. 4:28)13 Allah, Dialah yang menciptakan kamu
dari keadaan
lemah, kemudian Dia menjadikan (kamu) sesudah keadaan lemah itu
menjadi kuat,
kemudian. Dia menjadikan (kamu) sesudah kuat menjadi lemah lagi
(kembali) dan
berubah. Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya dan Dialah
Yang Maha
Mengetahui lagi Maha Kuasa.
(QS. 30:54)14 Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut Ibumu dalam
keadaan tidak
mengetahui satupun, dan Dia memberikan kamu pengetahuan,
penglihatan, dan hati,
agar kamu bersyukur. (QS. 16:78).15
Dari tiga ayat tadi menggambarkan bahwa manusia adalah makhluk
yang
mengalami kondisi sangat lemah dan dan serba tak berdaya pada
awal kelahirannya.16
Sehingga manusia hampir seluruh dimensi hidup dan kehidupannya,
hanya
menggantungkan diri kepada manusia dewasa. Jika saja anak (bayi)
tersebut tidak diberi
minum atau makan oleh ibunya, maka pasti ia akan mati kelaparan
atau kehausan. Karena
itu, anak manusia selalu butuh kenyamanan, kedamaian, keamanan,
ketenangan, dan
kebutuhan hidup berupa makan minum dari orang tuanya.
Meskipun eksistensi manusia ketika dilahirkan dalam kondisi
lemah dan tak
berdaya, namun ia telah dibekali potensi-potensi fitrah yang
siap dipertajam dan
diaktualkan melalui jalur pendidikan. Untuk menyempurnakan
dirinya, maka manusia
perlu belajar dan belajar dengan menggunakan al-sama, al-ubsar
dan al-afidah. Jika
ketiga dimensi ini dapat dipadukan dalam dirinya, maka kemampuan
kognitif akan
mampu mewujudkan secara baik dan benar. Karena ketiga dimensi
tadi merupakan alat
untuk mencapai pengetahuan. Sedangkan pengetahuan itu merupakan
pencerahan bagi
13 QS. An-Nisa ayat 28 14 QS. 30: 54. 15 QS. 16: 78. 16 Lihat:
Adnan Syarif, M
i n I l m a l - n a f s a l - q u r a n
terjemahannya dengan judul: P s i k o l o g i q u r a n i
oleh
Muhammad al-Mighwar, cet I (Bandung: Pustaka Hidayah, 2002),
hal.
-
kehidupannya. Begitu pula sebaliknya, jika ketiga dimensi ini
tidak berkembang secara
baik, maka manusia cenderung menyelewang dari kebenaran dan
menyesatkan.
Konsekuensi ini terlihat dari penegasan Allah yaitu: Dan
sesungguhnya Kami jadikan
untuk mereka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka
mempunyai hati, tapi
tidak dipergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka
mempunyai mata
(tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda
kekuasan Allah), dan mereka
mempunyai telinga (tetapi) dipergunakannya untuk melihat
(tanda-tanda kekuasaan
Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih
sesat lagi. Mereka
itulah orang-orang yang lalai. (QS. 7:179).17
Untuk merealisasikan tujuan hidup yang baik, perlu adanya
tanggung jawab
pendidikan kepada subjek didik, Nabi bersabda dalam
al-Hadist-Nya:
Artinya: Dari Ibn malik telah berkata: Rasulullah bersabda:
Menurut ilmu itu wajib bagi
setiap muslim.18
Dalam hadist yang lain juga di sabdakan:
Artinya: Tuntutlah ilmu dari mulai ayunan sampai ke liang
lahad.19
Bila dikaji secara lebih mendalam dari dua Hadist diatas, maka
akan tampak
bahwa tanggung jawab pendidikan sangat dibebankan kepada subjek
didik. Artinya
manusia akan terus mengembangkan dirinya lewat jalur pendidikan.
Dalam pengertian
lebih jauh lagi menunjukkan bahwa manusia akan selalu menjadi
subjek pelaksana
pendidikan, yang akan selalu berlangsung pendidikan dimana, dan
kapan saja. Karena itu,
untuk mengembangkan dirinya kearah yang lebih mantap dan
berpotensi, manusia perlu
kepada pendidikan.
Untuk mengaktualkan potensi subjek didik ada beberapa dimensi
potensi fitri
yang harus dikembangkan antara lain:
17 QS. 17: 179. 18 Lihat: Imam al-Hafid Abiy Abdillah Muhammad
Ibn Yazid al-RabiI Ibn Majah,
S u n a n I b n
M
a j a h ,
(Riyad Dar al-Salim, 1999), hal 34. Bisa juga: CD hadith Kutub
al-Sittah, Ver. 1998,K i t a b S u n a n I b n
M
a j a h
, Bab Muqaddimah, Hadith No. 220. 19 Ahmad al-Hasyimi, M
u k h t a r a l - A h a d i b a l - N a b a w i y y a h
,cet. 4 (Qairo:Dar al-Maarif, 1948). Hal 26.
-
1. Pengembangan Potensi Fitrah al-Ghariziyya
Jika dipandang dari dimensi potensi fitrah al-Ghariyyah tentu,
manusia dapat
dikatakan sebagai makhluk materi. Artinya manusia semenjak dari
lahir telah punya
insting (naluri) untuk tumbuh dan berkembang. Karena itu,
pertumbuhan dan
perkembangannya berproses dari materi, yaitu berawal dari
bergabungnya sel telur sang
ibu dengan sperma sang ayah. Manusia sebagai makhluk yang
bermateri, tentu ia akan
perlu kepada kebutuhan-kebutuhan yang bersifat materi, seperti
butuh makan, minum,
dan lain-lain.
Pada dimensi jismiyyah sebenarnya ada segi-segi persamaannya
dengan binatang,
bahkan manusia termasuk kedalam golongan binatangyang menyusui.
[QS.7 (al-Araf):
179]. Ia mempunyai sifat-sifat biologis yang sama dengan
binatang seperti membutuhkan
makan, udara, mengembangkan jenis dan lain-lain. Namun manusia
nampaknya lebih
sempurna bila dibandingkan dengan makhluk binatang. Ia mempunyai
cirri-ciri khusus
yang membedakannya dengan binatang. Manusia memiliki berbagai
macam potensi atau
kemampuan dasar (fitrah) yang dibawa semenjak lahir, seperti
kemampuan berfikir,
berkreasi, beragama, beradaptasi dengan lingkungan dan
sebagainya. Dengan adanya
berbagai macam kemampuan dasar tersebut, maka manusia dalam
hidup dan
kehidupannya tidak hanya berdasarkan instink atau naluri saja
seperti binatang, tapi juga
berdasarkan dorongan dari berbagai potensi yang dimilikinya.
Dalam mengambangkan kemampuan dimensi jismiyyah pada dirinya
--yang
sangat lemah dan serba tak berdaya--itu, perlu bantuan orang
lain untuk membimbing dan
mengarahkannya. Karena itu, ia perlu belajar dan terus belajar
(pendidikan), hingga
potensi tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara wajar dan
berdaya guna bagi
dirinya untuk mengisi hidup dan kehidupan ini.
2. Pengembangan Potensi Fitrah Ijma Iyyah
Manusia adalah makhluk homo-socius (makhluk sosial), maka pada
dirinya ada
sifat pembawaan untuk hidup bermasyarakat. Di sini manusia
membututuhkan interaksi
dengan yang lainnya. Dengan sendirinya makhluk sosial, akan
mempunyai rasa tanggung
jawab sosial untuk ikut mengambangkan fitrah ijmaiyyah antara
sesamanya.
-
Pendidikan dalam tatanan sosial (bermasyarakat) ini, harus
menitikberatkan
perkembangannya pada karakter-karakter manusia yang unik, agar
manusia mampu
beradaptasi dengan standar-standar masyarakat bersama-sama
dengan cita-cita yang ada
padanya. Untuk merealisasi kegiatan ini secara harmonis, maka
anak sebagai subjek didik
harus pandai bersikap toleran sesamanya, adil, ramah tamah,
pandai beradabtasi, rendah
hati sesamanya, gotong royong dan mampu mengontrol diri secara
normal dalam
kehidupan sehari-hari. Karena itu untuk mewujudkan semua sikap
ini secara lebih fair
dalam masyarakat, maka sebagai subjek didik membutuhkan
pendidikan sosial ini.
Keharmonisan seperti inilah yang merupakan karakteristik yang
akan dicapai dalam
tujuan pendidikan sosial.
3. Pengembangan Potensi Fitrah Aqliyyah (Intelek)
Manusia bila dilihat dari dimensi fitrah aqliyyah dapat
dikatakan sebagai Homo
education yaitu makhluk yang harus dididik. Karena bila dikaji
dari dimensi ini, maka
manusia dapat dikategorikan sebagai animal educable, yaitu
sebagai makhluk sebangsa
binatang yang dapat dididik. Sebab pada dasarnya manusia sudah
dibekali Fitrah intelek
ini. Fitrah ini berfungsi sebagai kemampuan untuk berkembang dan
untuk membentuk
dirinya sendiri. Oleh sebab itulah manusia dalam hidup dan
kehidupannya perlu
mengembangkan fitrah ini.
Pengembangan potensi fitrah ini bertujuan untuk mengaktualkan
intelegensi yang
mengarah manusia sebagai subjek didik untuk menemukan kebenaran.
Jika
perkembangan fitrah intelek ini berjalan normal, maka telaah
tentang tanda-tanda
kekuasaan Allah dan penemuan pesan ayat-ayat-Nya, akan mampu
membawanya untuk
beriman kepada Sang Pencipta. Dalam kondisi seperti ini, jika
manusia tidak bisa
memperoleh pendidikan tersebut, maka penyimpangan dan kesesatan
akan menyertainya.
Mencermati pertanyaan tersebut dapat dimengerti bahwa bila mana
anak tidak
mendapatkan pendidikan, maka mereka tidaki akan menjadi manusia
sempurna dalam
hidupnya. Dengan kata lain, hanya pendidikanlah yang dapat
memanusiakan atau
membudayakan manusia.
-
Perlu disadari bahwa meskipun semenjak awal kelahiran manusia
tidak akan
mampu berdiri sendiri, namun ia telah ada sejumlah potensi,
disposisi, dan karakter-
karakter yang unik yang diberikan oleh Allahyang menyertainya.
Fitrah potensial ini
memiliki beberapa unsur yang menentukan, terutama pembawaan,
kecendrungan, watak,
bakat, minat dan kemampuan. Semua potensi fitrah ini kemudian
teraktualisasikan
menjadi suatu kepribadian bersamaan dengan peran lingkungan
termasuk didalamnya
pendidikan.
Jika proses pembinaan dan pembimbingan itu berjalan dengan baik
dan sistematis,
maka perkembangan kepribadian subjek didik akan terpola secara
wajar dan harmonis.
Artinya proses perkembangannya akanberjalan dan seimbang dengan
kebutuhan fisik
material dengan kebutuhan mental spiritual. Karena itu,
kebahagiaan dan kesejahteraan
hidup akan terpenuhi secara baik didunia dan di akhirat
kelak.
Agama islam adalah agama yang universal. Untuk memenuhi
kebutuhan terhadap
pendidikan bukan hanya sekedar untuk mengembangkan aspek-aspek
indiviu dan
sosialisasi, melainkan juga harus mampu mengarahkan perkembangan
kemampuan dasar
tersebut kepada pola hidup yang diperlukan manusia, baik
duniawiyyah dan ukhrawiyyah
hingga mampu tercitanya fisik (materil) dan spiritual yang
harmonis.20 Karena itu, islam
telah memberikan sesuatu metode pendidikan yang paling sempurna
kepada manusia
untuk mengembangkan dan mengarahkan potensi-potensi yang fari
dalam dirinya lewat
suatu proses, yaitu Iqra Hal seperti ini seperti telah
digambarkan dalam al-Quran :
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan, Dia
telah menciptakan
manusia dengan segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang
Paling Pemura. Yang
mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa
yang tidak diketahuinya.(Q.S. 96:1-5)21
Dari ungkapan ayat-ayat, Nampak bahwa agama islam mendorong
umatnya, agar
menjadi umat yang pandai dan punya kemampuan intelektual yang
bgus untuk
mengembangkan kehidupan ini. Upaya ini telah ada semenjak dari
perintah pertama
membaca (sebagaimana tertera dalam ayat tadi).
20 Muhammad Faiz al-Math,
K e i s t i m e w a a n k e i s t i m e w a a n I s l a m ,
(Jakarta: Gema Insani Press, 1994),
hal 50 Lihat juga: Zuhairini, Fi l s a f a t P e n d i d i k a n
I s l a m ,
cet Ke-2, (Jakarta: Bumi askara, 1995) hal 16 21 QS. 96:
1-5.
-
Agama islam disamping mendekatkan kepada umatnya untuk belajar
juga
menyuruh umatnnya mengajarkan ilmunya kepada orang lain. Dalam
islam melakukan
proses belajar mengajar adalah bersifat manusiawi, yakni sesuai
dengan harkat
kemanusiaannya, sebagai makhluk: homo educandus atau animal
educadum , dalam
arti manusia itu sebagai makhluk yang dapat dididik dan dapat
dididik. Disamping itu,
manusia diistilahkan juga sebagai homo planemanel, yaitu makhluk
yang mempunyai
unsur rohaniah yang merupakan syarat mutlak untuk terlaksananya
program-program
pendidikan.22
Banyak ayat al-Quran dan Hadist yang mengajak umat manusia untuk
belajar dan
mengajarkan ilmu pengetahuan, antara lain: Ilmu itu kehidupan
Islam dan tiangnya
iman, dan barang siapa yang mengajarkan ilmu (kepada orang lain)
maka Allah akan
menyempurnakan pahalanya. Barang siapa belajar kemudian
mengamalkannya, maka
Allah menajarkan kepadanya yang belum diketahuinya. (HR. Abu
Syaikh).23 Hadist yang
lain : Barang siapa yang menempuh jalan dalam rangka mencari
ilmu, maka Allah
memudahkannya jalan ke syurga.(H.R.Baihaqiy).24
Begitulah pentingnya ilmu dalam islam, bahkan al-quran sendiri
memberikan
penghargaan yang cukup mengembirakan (Al-mujadalah 58.11)
4. Pengebangkan potensi fitrah al-Diniyyah
Manusia adalah makhluk berkentuan atau homo religius (makhluk
beragama).
Sesuai dengan fitrahnya pada prinsipnya setiap manusia mengakui
jati dirinya bahwa ia
ada yang menciptakannya kepada sang pengcipta tetap ada dalam
darinya. Kebutuhan
pendidikan relegius ini adalah kebutuhan manusia terhadap
pedoman hidup untuk
mencapai ketenangan dan kebahagian hidup, baik di dunia maupun
di akhirat kelak.
Karena itu, pendidikan agama merupakan pendidikan spiritual
(rubiyyah) yang muncul
lewat kesadaran manusia terhadap ketenangan dan kedamian
hidup.
22 Syahniman Zaini. M
e n g e m a l
M
a n u s i a L e w a t a l - Q u r a n ,
(Surabaya: tp,1980), hal. 5-6 Lihat juga:
Zuhairini, dkk. Fi l a s a f a t
, hal 82 23 HR. Abu Syaikh 24 H.R.Baihaqiy
-
Dalam konsep islam, pengembangan dimensi ini bertujuan untuk
mengerahkan
ruh kepada kebenaran dan kesucian. Maka dari itulan, islam
mengakui bahwa semenjak
manusia lahir ke dunia telah membawa fitrah diniyyahnya. Hal ini
seperti difirmankan
Allah: Maka hidupkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama
(Allah); (tetaplah atas)
fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.
Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak
mengetahui (QS. 30:30)25.
Dari ayat tadi dapat dipahami bahwa fitrah al-diniyyah pada
manusia telah dibawa
sejak lahirnya. Maka fitrah tersebut akan berkembang dengan
baik, jika diaktualkan lewat
pendidikan. Salah satu pendidikan yang paling penting
diperkenalkan adalah pendidikan
akhlaq. Ia merupakan dasar memunculkan berbagai kebaikan dalam
kehidupan manusia.
Pendidikan akhlaq identik dengan pendidikan moral. Moral adalah
akar kebaikan suatu
ummat, bila baiknya moral, maka kualitas suatu bangsa ikut akan
membawa nuasan
gemilang. Tapi sebaliknya, bobroknya moral bangsa, maka
malapetaka akan
menimpanya. Persepsi ini telah menjadi identitas suatu
negeri.
Islam datang membawa pencerahan bagi alam semesta. Begitulah,
ungkapan al-
Quran dan Hadist. Nabi Muhammad diutus oleh Allah ke alam ini,
tugas umatnya adalah
memperbaiki moral/akhlaq umat manusia. Semboyan ini jelas
diutarakan dalam
sabdanya: Aku tidak diutus ke atas permukaan bumi ini, melainkan
untuk meemperbaiki
akhlaq (manusia).
Kwalitas dan kemampuan suatu umat ditandai pada kondisi moral
rakyatnya.
Untuk meningkatkan kwalitas tersebut Islam lembaga pendidikan
rumah tangga dan
sekolah, pendidikan religius mengambil peran yang sangat ideal
yang melekat dalam
kehidupan subjek didik. artinya, keluarga dan lembaga pendidikan
lainnya ikut berperan
atau berkewajiban untuk memperkenalkan dan mengajak anak kepada
kehidupan
beragama. Tujuannya bukan sekedar mengetahui kaidah-kaidah
agama, melainkan juga
untuk menjadi insane beragama yang sadar dan eksistensi dan
posisinya. Manusia adalah
makhluk Allah yang dikaruniakan rahmat dan nikmat yang tiada
henti. Dengan kesadaran
yang tinggi atas eksistensi dan posisinya itu, akan
mengunggahnya untuk mengabdi dan
25 QS. 30: 30.
-
tunduk patuh kepada-Nya. Dengan demikian, hasil yang diharapkan
adalah bukan
sekedar melahirkan generasi yang serba tahu tentang berbagai
kaidah dan aturan hidup
beragama, melainkan juga yang benar-benar merealisasikannya
dengan penuh
kesungguhan. Karena itu, inti ajaran islam yang harus diajarkan
pada generasii didik
adalah keimanan, ibadah dan akhlak.
Manifestasi tanggung jawab yang mengacu pada tiga dimensi
tersebut hanya
dapat diwujudkan melalui jalur pendidikan yang benar. Artinya,
orang tua harus
melaksanakan tugas dan kewajibannya sebagai pendidik dalam
keluarga secara baik,
implementasinya dapat direalisasikan dalam bentuk bimbingan,
pembinaan dan tuntunan
terhadap anak-anaknya. Ketiga bentuk kegiatan ini dilakukan
dalam rangka membentuk
kepribadian anak menjadi sosok manusia berkualitas, ideal, yang
memiliki menalitas,
aktifitas dan moralitas yang tinggi, ketika ia menjadi dewasa
kelak. Dengan kata lain,
dapat menciptakan figure anak yang memiliki keimanan yang
tangguh, taat melaksanakan
ibadah, dan berakhlak mulia.
Dalam konsep pendidikan islam, pembinaan akhlak merupakan bagian
yang tidak
dapat dipisahkan dengan pendidikan keimanan. Pendidikan akhlak
ini juga merupakan
proses lanjutan dari tahap pendidikan keimanan dan ibadah
semenjak fase kanak-kanak,
agama Islam menganjurkan orang tua dan para guru untuk
mengajarkan, melatih dan
membiasakan subjek didik dengan akhlaq al-karimah, seperti
berbuat baik dan sopan
santun kepada orang tua, lemah lembut dalam berbicara,
menghormati tamu, dan
sebagainya. Namun pada fase usia remaja pendidikan akhlak bagi
subjek didik lebih
diarahkan pada proses penyempurnaan dan pemantapan spiritual dan
intelektual. Tujuan
ini diharapkan untuk bisa memenuhi kredibelitas perkembangan
kehidupan insani.
Untuk itu, perlu dibekali dengan berbagai alat dan potensi, baik
spiritual maupun
intelektual sebagaimana disebutkan sebelumnya. Dengan
menggunakan dan
mengambangkan potensi-potensi ini secara baik dan benar, manusia
akan menjadi
sempurna (al-kamil) . sempurna disini jika adanya usaha-usaha
penyadaran diri lewat
jalur pendidikan tadi. Karena itu salah satu peran utama untuk
mengambangkan dan
mengubah potensi-potensi ini adalah pendidikan (kebudayaan).
Pendidikan yang
ditempuh dalam islam adalah pembinaan yang mengacu kearah
penyadaran intelektual
-
dan spiritual. Emeg dari kedua penyadaran ini akan melahirkan
ibn al-nafi, yaitu ilmu
yang mampu memperkuat iman. Iman yang selingkuh dengan ilmu akan
melahirkan
amal salih , manakala amal yang disadari pada iman dan ilmu.
Begitulah kata M. Nasir
Budiman dalam buku karangannya. Dengan demikian dapat dikatakan
interaksi manusia
dengan lingkungannya secara baik dan berakhlak mulia akan
menghasilkan pengetahuan,
membutuhkan lembaga, tradisi, sistem atau structural sesuai
dengan peradaban dan
kebudayaan tertentu dalam suatu masyarakat.
Dari uraian tersebut, jelaslah bahwa anak sebagai subjek didik
itu berusaha
mengambangkan dan mengaktualkan potensi-potensi yang fitri
berupa aspek-aspek
kepribadiannya, baik jasmaniah maupun rohaniah, termasuk didalam
aspek individualitas,
sosialitas, moralitas, mentalitas maupun aspek religius.
Potensi-potensi ini tidak bisa
berjalan sendiri tanpa dipertajam lewat jalur pendidikan,
pembinaan dan bimbingan dari
orang lain. Dalam hal ini orang tua, sekolah, dan masyarakat.26
Jadi faktor-faktor yang
mempengaruhi aktualitas fitrah manusia dalam pembentukan
kepribadian adalah faktor
bawaan dari Tuhan (takdir), faktor warisan dari keturunan dan
faktor lingkungan sekitar
serta yang terakhir juga tidak terlepas dari faktor Hidayah
Allah.
C. Strategi Qurani sebagai suatu Pengembangan Pendidikan Subjek
Didik Yang
Berkualitas
Seorang guru yang berkwalitas paling kurang mempunyai tiga
kompetensi dasar
yang melekat dalam dirinya, baik kompetensi professional,
personality maupun sosial.
Masing-masing kompetensi ini turut menentukan eksistensinya
sebagai huru yang ideal.
Ketiga kompetensi ini selalu beriringan dan saling melengkapi
dalam menghadirkan
kwalitas eksistensinya. Kemampuan intelektualnya menunjukkan
power pengetahuan
yang mapan kemampuan spiritualnya memperkuat posisinya sebagai
intelek. Begitu juga
kemampuan bertindak selalu terkontrol dari kedua kemampuan tadi.
Jika saja ketiga
kemampuan tadi tidak berjalan sesuai dengan fitrahnya, maka
dikhawatirkan
eksistensinya akan bertentangan dengan fitrahnya. Problema ini
sungguh nyata terlihat
dlam kehidupan kaum guru di dalam dunia pendidikan hari ini.
Betapa banyak hari ini
26 Baca: Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, cet. 4,
(Jakarta: Bumi Askara, 2008), hal 177-180
-
guru tampil dengan skill dan profesionalnya tidak berkwalitas
dan dihargai orang anak
didiknya, karena tidak mampu memposisikan dirinya secara wajar
didepan muridnya.
Tauladan yang ditampilkan tidak menjadi ikatan dan dan panutan
bagi siswanya hari ini.
Perbuatannya yang dimunculkannya bekanlah menarik perhatian
muriidnya untuk
menjadi budi pekerti tauladannya. Justru menjauhkan mereka dari
akhlak mulia. Semua
persoalan ini terjadi akibat dari proses pengajaran dan strategi
yang dibangunnya tidak
mencapai sasaran dan acuannya yang telah dirumuskannya.
Strategi merupakan usaha untuk memperolah kesuksesan dan
keberhasilan dalam
mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan strategi dapat diartikan
sebagai a plan,
method, or series of activites designed to achieves a particular
educational goal (J.R.
David, 1976).27 Strategi pembelajaran dpat diartikan juga
sebagai perencanaan yang
berisi tentang sejumlah rangkaian kegiatan yang didesain secara
tepat untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu.28 Strategi pembelajaran merupakan
rencana tindakan
(rangkaian kegiatan) termasuk penggunaan metode dan pemanfaatan
berbagai sumber
daya atau kekuatan dalam pembelajaran yang disusun untuk
mencapai tujuan tertentu.
Dalam hal ini adalah tujuan pembelajaran. Begitu juga Kemp
(1995) menyebutkan bahwa
strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang
harus dikerjakan guru dan
siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan
efisien. Dilain pihak Dick
& Carey (1985) menyatakan bahwa strategi pembelajaran adalah
suatu setting materi dan
prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama untuk
menimbulkan hasi l
belajar yang maksimal pada siswa. Paling tidak ada 3 jenis
strategi yang berkaitan dengan
pembelajaran, yakni: (a) Strategi Pengorganisasian pembelajaran,
(b) Strategi
Penyampaian pembelajaran, dan (c) Strategi pengelolaan
pembelajaran.
Pada umumnya dalam proses pembelajaran, strategi ini tidak
selamanya
terlaksanakan sempurna oleh guru. Sebagian guru tidak pernah
memperhatikan pada
strategi pengorganisasian dan pengelolaan pembelajaran, tapi
hanya lebih memfokuskan
pada aspek strategi penyampaian saja. Hal ini sungguh
bertentangan dengan eksistensi
kompetensi profesionalnya. Kondisi ini telah banyak memunculkan
sejumlah setting yang
27 Joyce Brucee, Et al, M
o d e l s o f t e a c h i n g ,
(London:6th Ed. Allyn & Bacoon, 2000),P. 121 28 Oemar
Harmalik, M
e t o d e B e l a j a r d a n K e s u l i t a n - k e s u l i t
a n B e l a j a r ,
cet. I (Bnadung: Tarsito, 1990), hal.
25
-
error dalam pelaksanaan dan implementasinya di lapangan. Betapa
banyak guru
mengajar, tapi muridnya tidak menambah apa-apa dalam
pembelajaran. Inilah yang
sering dipertanyakan dalam dunia pendidikan hari ini. Untuk
menjawab tantangan-
tantangan ini, tentu al-Quran banyak menawarkan solusinya yang
perlu dibangun oleh
para generasi pendidik selama ini. Fenomena ini banyak yang bisa
dipertik dari
penggunaan strategi dalam penyampaian informasi penting kepada
Nabi, Rasul dan
orang-orang ternama lainnya, seperti dialog Lukmanul Hakim
dengan anaknya, Dialog
Ibrahim dengan putranya, Maryam dengan Isa, Musa dengan Khadir,
Allah dengan para
Malaikat, Musa dengan Firaun, Malaikat Jibril dengan Nabi
Muhammad ketika di gua
Hira dan lain-lain.
Kita ambil saja salah satu contoh yang mengandung penggunaan
strategi pada
percakapan Allah dan Malaikat. Ada satu fenomena menarik tentang
rencana penciptaan
manusia sebagai khalifah di muka bumi. Fenomena ini dimulai
dengan dialog antara
Allah SWT dan para malaikat tentang rencana penciptaan manusia
dan tujuannya di atas
permukaan bumi ini. Dialog ini telah diabadikan dalam al-Quran
tepatnya pada surah al-
Baqarah ayat 33 sampai keberadaan Adam AS di bumi dengan
berbagai opsi dan
konsekuensinya. Pemaknaan ayat ini jelas sekali informasinya
yang menyebutkan bahwa
salah satu tujuan penciptaan manusia adalah sebagai khalifah 29
Allah dimuka bumi
(khalifatullah fil Ardhi). Setidaknya ada dua pelajaran berharga
yang dapat dipetik dari
peristiwa ini. Dari satu sisi dapat dimaknai bahwa Allah SWT
adalah sumber pertama dan
utama dari ilmu pengetahuan. The Ultimate soursce of knowledge
sekaligus sebagai
facilitator dalam pendidikan. Dialah Sang Pencipta yang mampu
memfasilitasi proses
pembelajaran secara tepat, dan pengembangannya secara benar.
Dialah disainer ilmu
pengetahuan secara mandiri dalam diri manusia. Dari fenomena ini
secara umum dapat
dikatakan bahwa eksistensi Allah disini adalah Sang Maha Guru
pertama bagi manusia.
Dalam kaitan ini pemahaman dapat diungkap dari rangkaian
ayat-ayat tersebut adalah
29 Dari sini dapat dipahami bahwa arti khalifah adalah wakil
Allah, yang bertugas mewujudkan
rencana Allah sebagai pencipta dan pemelihara alam semesta ini.
Pemilihan Adam sebagai pengemban
amanah yang amat berat tentulah memiliki alasan kuat. Salah satu
alsan terpenting disini adalah adanya
potensi ilmu pengetahuan pada diri manusia dan kemampuan untuk
mengembangkannya. Kedua hal
tersebut sangat di perlukan didalam pelaksanaan tugas manusia
sebagai khalifah di muka bumi,
disamping berbagai persyaratan-persyaratan lainnya.
-
Adam AS sebagai manusia pertama yang ada di atas permukaan bumi
ini. Karena itu,
sebagai pemilik dan sumber dari semua ilmu pengetahuan, Allah
SWT memiliki ha
perogratif untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada siapapun
yang dikehendaki-Nya,
baik secara langsung maupun tidak langsung.
Di dalam filsafat ilmu, sumber-sumber ilmu pengetahuan yang
diakui hanyalah
yang berasal dari hasil proses berpikir manusia (nalar) maupun
pengalaman inderawi
(empirik) dengan menafikan hal-hal yang sifatnya langsung dari
sisi Allah SWT
(laddum). Hal ini berbeda dengan filsafat islam yang selalu
mengambil rujukan utama
wahyu, ilham atau insinc dan akal selalu beriringan dengannya
dalam mentransferkan
ilmu pengetahuan untuk makhluk yang dipilihdan dikehendakki-Nya.
Fenomena ini
secara tegas disampaikan dalam al-quran tentang bagaimana Allah
SWT, , sang maha
Guru , mengajarkan ilmu pengetahuan kepada manusia pertama ,
yaitu Adam dengan
terlebih dahulu mengajarkan nama-nama (benda) seluruhnya
(QS.2:31).
Jika dipahami dari makna dioligi yang dipahami dalam ayat
tersebut, maka kata
allama (mengajarkan) tersebut memiliki dimensi makna yang lebih
luas dan
komprehensip (nabaa), atau (akhbara) seperti apa yang dilakukan
oleh Adam kepada
malaikat. Aktifitas Mengajar memiliki tingkat yang lebih tinggi
dari pada memberi
tahu, mengabarkan atau memberi informasi. Perlu diperhatikan
bahwa proses dialog
didalam mengajarkan ilmu pengetahuan, Allah SWT memilainya
dengan cara
mengajarkan nama-nama benda seluruhnya secara lengkap. Proses
ditawarkan dalam ayat
tadi memberikan pemahaman kepada manusia bahwa cara seperti ini
merupakan strategi
atau teknik yang terbaik untuk mulai mengajarkan ilmu
pengetahuan kepada subjek didik.
Dari perspektif ilmu pengetahuan kata al-asma dapat pula
dipahami sebagai konsep-
konsep dasar yang diperlukan untuk menyusun teori-teori dan
membangun ilmu
pengetahuan. Dalam dunia pendidikan barat diinformasikan bahwa
tujuan proses
pembelajaran, baik untuk ranah kognitif, efektif, maupun
psikomotorik, dapat dimulai
dari tingkat terendah hingga ke tingkat lebih tinggi.30 Pada
tahap awal proses
pembelajaran kepada Adam (manusia), ternyata Allah SWT
memulainya dengan tujuan
30 Baca Buku: Taksonomi Bloom, Baca juga: Muzaiyyin Arifin,
F
i l s a f a t P e n d i d i k a n I s l a m ,
cet.2, (Jakarta:
Bumi Aksara, 2005),hal. 65
-
proses pembelajaran yang paling rendah. Dalam ranah kognitif
(cognitive domain),
keluaran yang paling rendah dari proses pembelajaran adalah
knowledge,sebelum
meningkat ke yang lebih tinggi, yaitu comprehension application,
analysis, synthesis, dan
evaluation. Secara sederhana knowledge atau pengetahuan dapat
didefinisikan sebagai
kemampuan untuk mengingat materi yang telah diajarkan
sebelumnya. Hal ini meliputi
penyebutan kembali (recall) berbagai materi, dari fakta spesifik
hingga ke teori yang
lebih lengkap. Itulah sebabnya Allah SWT mengefaluasi hasil
proses pembelajaran
tingkat pertama tersebut dengan cara meminta Adam untuk
menyebutkan kembali (me-
recall) nama-nama yang diajarkan kepadanya, disaat Allah SWT
memintanya untuk
memberitahukan kepada malaikat nama-nama tersebut.
Disini ada beberapa pemahaman yang perlu diamati, diantaranya
adalah potensi
manusia untuk mengembangkan pengetahuan jauh berada diatas
malaikat. Potensi ilmu
pengetahuan, sebagaimana halnya dengan dalam diri setiap manusia
(built in) atau
sesuatu yang bersifat fitthriyah berkaitan dengan
fasilitas-fasilitas yang telah disediakan
pada diri manusia, seperti akal dan 5 panca indera31. Jika
kemampuan malaikat hanya
sebatas mengetahui apa yang telah diajarkan Allah SWT kepadanya
sebagaimana yang
diakuinya, maka Adam (dan seluruh manusia) memiliki kemampuan
untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan yang telah dimilikinya dan
menemukan ilmu
pengetahuan baru. Pada malaikat, seperti yang diakuinya sendiri,
tidak terdapat potensi
untuk menemukan dan mengembangkan ilmu pengetahuan sebagaimana
yang dimiliki
oleh manusia. Itulah sebabnya mengapa Adam tidak diperintahkan
untuk Mengajarkan
konsep-konsep yang telah dikuasainya kepad malaikat tetapi cukup
sekedar
memberitahukannya (transfer of information). Karena memang
malaikat tidak
dianugerahi potensi yang sama seperti manusia untuk melakukan
proses pembelajaran
yang melibatkan nalar disamping pengalaman empiriknya
sebagaimana yang diakui oleh
malaikat sendiri. Proses pembelajarannya adalah menggali,
menemukan, dan menyusun
kembali pengetahuan, bukan sekedar pemindahan informasi dari
satu kepala ke kepala
lainnya. Salah satu metode yang dilakukan untuk mengeksplorasi
ilmu pengetahuan,
31 Panca indera yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah
pendengaran, penglihatan, lisan,
penciuman, dan peraba.
-
dengan landasan berfikir yang logis dan terstruktur (critical
thinking), adalah Socratic
Questioning. Teori ini mengakui adanya potensi untuk menemukan
sekaligus
mengembangkan ilmu pengetahuan pada manusia. Dalam konteks yang
lebih luas,
dikenal pula aliran konstruktivisme32 Dalam proses pembelajaran
(contructivism).
Hal menarik lainnya adalah tentang proses pembelajaran yang
terjadi, baik pada
para malaikat atau pada diri Adam. Di dalam teori pendidikan
proses pembelajaran dapat
dibagi menjadi beberapa tahap atau fase, dimulai dari fase
motivasi hingga umpan balik.
Motivasi dalam proses pembelajaran amatlah penting. Adam,
sebagai khalifah dimuka
bumi memiliki tugas pokok tertentu, yaitu mewujudkan rencana
Allah dimuka bumi dan
untuk dapat melaksanakannya, manusia memerlukan ilmu
pengetahuan. Dengan
demikian, terdapat alasan dan motivasi yang kuat pada diri adam
dan manusia seluruhnya
untuk mengmbangkan ilmu pengetahuan. Hal yang sama tidak terjadi
dengan malaikat.
tugas pokok malaikat tidak memerlukan ilmu pengetahuannya,
sehingga Allah SWT tidak
perlu mengajarkan ilmu pengetahuan, tetapi hanya
memberitahukannya melalui Adam.
Wallahualam.
Dalam dunia pendidikan tinggi, telah berkembang pendekatan baru
dalam proses
pembelajaran yang berpusat pada manusia, yaitu student-centered
learning. Pendekatan
yang pertama adalah problem based learning (PBL), yaitu proses
pembelajaran yang
berpusat pada mahasiswa sebagai subyek proses pembelajaran
dengan menggunakan
stimulus atau pemicu berupa masalah-maslah. PBL sebenarnya
bukanlah konsep yang
sama sekali baru bagi kita. Proses pembelajaran ini telah lama
dikembangkan dunia barat,
bahkan dalam islam pun selalu menggunakan model pembelajaran
ini. Dalam proses
penyampaian informasi dalam dialog Adam ada yang menarik untuk
dijadikan pedoman
bagi dunia pendidikan hari ini. Sesuatu yang menarik tersebut
adalah, Alla SWT memulai
dialog-Nya dengan sebuah pernyataan pemicu, bahwa allah SWT akan
menjadikan
seorang khalifah dimuka bumi dari pernyataan itulah muncul
pertanyaan kritis dari para
malaikat, berdasarkan pengetahuan yang telah mereka miliki
sebelumnya, untuk
kemudian memperoleh jawabannya sendiri, melalui pengalamannya
sendiri berupa
ketidak mampuan mereka untuk menyebutkan nama-nama benda serta
hasil pengalaman
32 Baca: Zuhairini, Filsafat Pendidikan, hal. 29.
-
inderawi mereka bahwa Adam dapat memberitahukan nama-nama
tersebut seluruhnya
seperti yang diperintahkan oleh Allah SWT. Adam dan seluruh
manusia dihadapkan pada
berbagai masalah nyata (real life problem) dalam kaitan dengan
tugasnya sebagai hamba
Allah dan khalifah Allah dimuka bumi. Manusia terus belajar,
mengembangkan potensi
pengetahuan yang dimilikinya berdasarkan masalah-masalah pemicu
tersebut. Belajar
dalam hal ini menjadi sangat dianjurkan jika sesuai dengan tugas
manusia atau bahkan
dapat menjadi kewajiban individu dan kolektif jika diperlukan
sebagai prasyarat penting
untuk dapat melaksanakan kewajiban, baik sebagai hamba
(Abdullah) maupun khalifah
Allah dimuka bumi (khalifatullah fil ardhi). Sebaliknya belajar
menjadi kurang
bermanfaat atau sia-sia jika tidak berkaitan dengan tugas
manusia atau bahkan menjadi
terlarang jika mendatangkan mudharat atau bersifat kontra
produktif . manusia dalam hal
ini dituntut untuk dapat menentukan sendiri kebutuhan belajarnya
dan mempelajari
sendiri apa yang diperlukannya berdasarkan hasil indentifikasi
tersebut. Sebagai hamba
misalnya, manusia diperintahkan untuk mendirikan shalat sebagai
salah satu bentuk
pengabdiannya secara khusus kepada Allah SWT. Untuk mendirikan
shalat dengan baik
diperlukan ilmu pengetahuan, baik yang berhubungan langsung
maupun tidak langsung,
baik pokok, maupun cabangnya. Seseorang misalnya harus tahu ilmu
tentang syarat sah,
wajib, dan rukun shalat sebelum mendirikan shalat. Salah satu
syarat misalnya, suci dari
hadast kecil dan besar. Untuk bersuci dibutuhkan air bersih yang
suci mensucikan.
Untuk menyediakannya diperlukan ilmu. Selain itu shalat harus
dilakukan pada
waktunya. Untuk itu diperlukan ilmu pengetahuan tentang waktu,
peredaran bumi dan
matahari yang melahirkan ilmu falak dan hisab, ilmu bumi dan
matematika. Sebagai
khalifah, lebih banyak, beragam, dan spesifik ilmu pengetahuan
yang harus dikuasai dan
dikembangkan untuk mengatasi berbagai macam permasalahan
global.
Demikianlah diantara berbagai permasalahan global yang harus
dipecahkan oleh
manusia sebagai khalifah Allah SWT dimuka bumi.
Permasalahan-permasalahan global
umat manusia tidak mungkin lagi diselesaikan secara
individualistik. Itulah sebabnya
diperlukan usaha kolektif untuk mengatasi permasalahan.
Prinsip-prinsip pembelajaran
bersama (collaborative learning) dalam hal ini dapat menjadi
sebuah solusi produktif
untuk mengatasi permasalahan bersama yang semakin kompleks dan
bersifat lintas, antar,
-
dan multi disiplin. Semua usaha akan semakin terarah jika
dilakukan di dalam kerangka
acuan dasar yang telah diajarkan oleh Allah SWT melalui
Rasul-Nya yaitu al-Quran dan
as-Sunnah. Demikianlah Islam sejak lama telah mengajarkan
prinsip-prinsip selfdirected
learning yang berlangsung sepanjang hayat (from cradle to
gravel) dengan pendekatan
pembelajaran berdasarkan masalah (problem based learning) dan
kolaborasi
(collaborative learning). Baru dipertengahan abad ke-20
pendidikan kedokteran modern
di dunia barat mulai menerapkan (kembali) pendekatan
pembelajaran berdasarkan
masalah tersebut, suatu perubahan yang (disangka) revolusioner
saat itu.
Jelaslah bahwa Allah telah mempersiapkan Adam (manusia) sebagai
khalifah
dengan membrikan potensi ilmu pengetahuan yang dapat digali,
ditemukan, disusun dan
dikembangkan secara mandiri sesuai dengan tugas pokoknya sebagai
hamba-Nya dimuka
bumi. Hal selanjutnya dilakukan oleh Allah SWT untuk
mempersiapkan Adam sebagai
khalifah-Nya adalah dengan memberinya pengalaman nyata disurga
sebelum diterjunkan
ke bumi (experiental learning). Menurut sebagian ulama, ada dua
pengalaman penting
yang dialami oleh Adam surga, yaitu pengalaman baik dan
pengalaman buruk.
Pengalaman baik adalah berada di surga yang semuanya serba
lengkap dan sempurna
sebagaimana digambarkan didalam beberapa ayat al-Quran kebutuhan
manusia telah
tersedia disurga mulai dari yang paling dasar (jasmani) hingga
yang paling tinggi berupa
kepuasan yang bersifat nurani. Pengalaman nyata tersebut
memberikan pelajaran kepada
Adam bahwa, sebagai khalifah dimuka bumi, ia harus berusaha
keras untuk mewujudkan
kembali pengalaman empirisnya tersebut. Pengalaman terburuk
adalah pada saat Adam
terpedaya oleh syaitan, hingga adam harus kehilangan segala
nikmat surga dan dijauhi
oleh Allah SWT. Pengalaman ini tentunya menjadi pelajaran
berharga bagi Adam dan
seluruh umat manusia untuk berhati-hati terhadap syaitan.
Perbuatannya akan selalu
memusuhi manusia dan terus berusaha memperdayakannya di mana dan
kapan saja.
Pengalaman adalah guru paling berharga, demikian pepatah lama
yang sering
diperdengarkan kepada kita. Namun, pengalaman nyata (concrete
experience) pada
dasarnya menjadi kurang berharga jika tidak desertai refleksi.
Dalam bahasa agama, hasil
dari reflective observation sering disebut sebagai hikmah dari
sebuah peristiwa.
Refleksi akan membuat setiap episode di dalam perjalanan hidup
umat manusia menjadi
-
sebuah pengalaman bermakna atau pelajaran berharga. Di dalam
sebuah proses
pembelajaran, refleksi adalah satu mata rantai penting dari
sebuah siklus pembelajaran.
Menurut ilmu pendidikan, peristiwa yang terlibat langsung di
dalam suatu proses
(concrete experience) dan melakukan refleksi secara
sungguh-sungguh terhadap apa yang
telah dialami (reflection atau reflective observation) merupakan
dua sisi yang paling
mendasar dari proses pembelajaran dengan pengalaman
(experiential learning) yang
sama pentingnya. Produktifitas sebuah proses pelajaran sangat
tergantung pada seberapa
banyak lessons learned yang diperoleh melalui refleksi. Secara
umum bahkan dapat
dikatakan bahwa kemampuan melakukan refleksi adalah jati diri
penting dari sebuah
entitas pembelajaran, baik individu (learning entity),
organisasi (learning organization),
maupun masyarakat (learning society). Di dalam al-Quran
dijelaskan bahwa hanya
orang-orang berakal (men of understanding atau ulil alhab) yang
dapat mengambil
pelajaran. Allah menganugerahkan al-hikmah (kefahaman yang dalam
tentang Al-Quran
dan As Sunnah) kepada siapa yang Ia kehendaki. Siapa saja yang
dianugerahi al-hikmah
itu, tentu ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.
Hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (dari firman Allah)
(QS. 2:269). Al-hikmah
selain ditafsirkan sebagai kefahaman yang mendalam tentang
al-Quran dan Sunnah, juga
dapat dipahami lebih luas, sebagai pengetahuan yang jelas dan
pemahaman yang
mendalam, sesuatu yang dicerahkan, memotivasikan, dan member
inspirasi ke jalan yang
baik dan benar serta kemampuan untuk berfikir, bersikap, berkata
dan bertindak di jalan
tersebut. Hikmah dalam hal ini memadukan aspek teoritis dan
praksis meliputi ranah
kognitif, afektif, dan psikomotorik. Perintah untuk melakukan
refleksi sebenarnya telah
tersurat secara jelas di dalam salah satu surat yang sering kit
abaca. Di dalam surat al-
Hasyr (59):18. Allah SWT berfirman: Hai orang-orang yang
beriman, bertaqwalah
kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang
telah diperbuatnya
untuk hari esok (akhirat), dan katakanlah kepada Allah,
sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Di dalam ayat ini bahkan
tersirat serangkaian
siklus yang lengkap dari sebuah proses pembelajaran berdasarkan
pengalaman
(experiential learning), yaitu pengalaman nyata (concrete
experience), refleksi (reflective
observation) , konsepsi abstrak (abstrack conceptualization),
dan percobaan aktif (Active
-
experimentation) . Siklus ini saat ini lebih banyak
diasosiasikan dengan D.A. Kolb
sebagai Kolbs EL Cycle. Bentuk experiential learning yang paling
dasar yaitu Learning
by Doing lebih banyak dikaitkan dengan filosofi belajar kuno
Confusius di Cina Yaitu I
hear and I forget, I see,and I remember, I do and I understand.
Sangat berat manah
yang kita emban sebagai khalifah Allah dimuka Bumi. Tetapi Allah
SWT telah
mempersiapkan segalanya untuk manusia, termasuk potensi ilmu
pengetahuan dan
kemampuan untuk terus menerus menggali, menemukan, menyusun,
dan
mengembangkannya. Semoga manusia dapat memanfaatkan potensi
tersebut dan tidak
menyia-nyiakannya. Berusaha menjadi entitas pembelajar yang
produktif sepanjang
hayat, mulai dari buaian hingga keliang lahat. Dengan pemahaman
bahwa belajar adalah
bagian yang tidak terpisahkan dari misi hidup manusia di bumi
sebagai hamba dan
khalifah Allah SWT.
D. Jenis-jenis Metode Pembelajaran Qurani dalam Pengembangan
Pendidikan
Subjek Didik
Guru yang baik adalah guru yang berpengalaman, pribahasa
mengatakan
Pengalaman adalah guru yang paling baik. Pengalaman adalah
faktor yang paling
dominan dalam menentukan keberhasilan subjek didik, umpamanya
guru peka terhadap
masalah, memecahkan masalah, memilih metode yang tepat,
memutuskan tujuan
instruksional, memotivasi siswa, mengelola siswa, mendapat umpan
balik dalam proses
belajar mengajar.33
Metode34 pembelajaran memiliki peran yang strategis dalam
mencapai tujuan
pendidikan. Tanpa adanya metode yang tepat, maka proses
pencapaian tujuan pendidikan
akan terhambat, bahkan tidak berhasil sama sekali. Fenomena ini
menjadi sangatlah
penting dipahami oleh setiap pendidik atau guru untuk menguasai
banyak metode dalam
melaksanakan tugas mendidik. Namun sebagai pendidik atau guru
agama, menjadi
33 Dirjen Pendidikan Nasional,
S t r a t e g i P e m b e l a j a r a n d a n P e m i l i h a n
n y a ,
(Jakarta: t, 2008). Hal 49) 34 Metode biasanya sering diartikan
sebagai cara, atau jalan untuk sampainya sesuatu kepada yang
diinginkan. Kadang-kadang metode sering juga disebut teknik
penyampaian.
-
penting juga untuk mengkaji, menemukan, dan menggunakan
metode-metode yang
bersumber dari Al-Quran.35
Al-Quran sebagai sumber utama ajaran Islam, yang wajib dipahami
oleh setiap
muslim, telah menampilkan banyak metode dan cara yang sangat
menarik dalam
penyampaian informasi-informasi kepada yang berhak menerimanya.
Metode ini
digunakan Al-Quran untuk memudahkan bagi manusia dalam
mempelajari dan
memahami informasi yang disampaikannya. Bagi seorang pendidik
atau guru Agama
Islam, juga dapat menggunakan beberapa metode seperti ini, untuk
memudahkan subjek
didik menguasai materi pelajaran yang disampaikan gurunya. Ini
menjadi penting
dilaksanakan untuk menambah wawasan pendidik atau guru khususnya
tentang metode
penyampaian pendidikan agama Islam disekolah-sekolah. Karena
itu, secara sederhana,
metode dapat diartikan sebagai cara untuk menyampaikan suatu
nilai tertentu dari si
pembawa pesan (guru) kepada si penerima pesan (siswa). Metode
diartikan sebagai
tindakan-tindakan pendidik dalam lingkup peristiwa pendidikan
untuk mempengaruhi
siswa kea rah pencapaian hasil belajar yang maksimal sebagaimana
terangkum dalam
tujuan pendidikan pada umumnya. Metode juga dapat disebut
sebagai alat yang
digunakan untuk menciptakan proses pendidikan yang lebih baik ,
membutuhkan
kegiatan yang bersifat edukatif, dan meningkatkan mutu
pendidikan.
Sedangkan metode pendidikan Qurani adalah suatu cara atau
tindakan-tindakan
dalam lingkup peristiwa pendidikan yang terkandung dalam
al-Quran. Beberapa metode
yang dapat digali dari Al-Quran antara lain adalah metode
Qashashyi, metode amtsaliy,
metode isbrah mauzhiah, metode taghlib-tarhib, metode hiwairy
dan metode ustwatun
hasanah. Adapun metode-metode pendidikan Quraniy dapat penulis
kemukakan sebagai
berikut:
1. Metode Qashshiy (Cerita)
Jika diperhatikan secara lebih komprehensive, maka isi Al-Quran
pada umumnya
banyak memuat kisah-kisah tentang orang-orang dahulu. Dalam
beberapa ayat
35 Baca: Zuhairini, Filsafat Pendidikan., hal 95
-
diinformasikan bahwa Rasulullah tidak hidup pada zaman
sebelumnya tetapi al-Quran
mengisahkan semua peristiwa kepada Nabi Muhammad untuk dijadikan
tauladan bagi
umatnya.
Demikianlah kami kisahkan kepadamu (Muhammad) sebagian kisah
umat yang
telah lalu, dan sesungguhnya telah kami berikan kepadamu dari
sisi Kami suatu
peringatan (Al-Quran) (QS. Thaha: 99.) Melalui cerita,
Rasulullah dapat mengetahui
tentang kisah-kisah Nabi dan umat sebelumnya. Demikian pula
melalui cerita, kita dapat
mengetahui kisah-kisah para nabi dan orang dahulu yang
diinformasikan oleh Al-Quran.
Dalam pendidikan islam, terutama pendidikan agama islam (sebagai
suatu bidang
study), kisah sebagai metode pendidikan amat penting diterapkan
untuk memberi
pengalaman dan peringatan bagi orang-orang yang hidup
sebelumnya. Dikatakan amat
penting, alasannya antara lain sebagai berikut:
1. Kisah Qurani selalu memikat, karena mengundang pembaca atau
pendengar
untuk mengikuti peristiwanya, merenungkan maknanya. Selanjutnya,
makna-
makna itu akan menimbulkan kesan dalam hati pembaca atau
pendengar tersebut.
2. Kisah Qurani dapat menyentuh hati manusia. Karena kisah itu
menampilkan
tokoh dalam konteksnya yang menyeluruh. Tokoh cerita ditampilkan
dalam
konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat ikut
menghayati atau
merasakan isi kisah itu, seolah-olah ia sendiri yang menjadi
tokohnya.
3. Kisah Qurani dapat memberikan pesan yang mendalam untuk
mendidik perasaan
keimanan dengan cara; membangkitkan berbagai perasaan seperti
khauf, rida,
cinta, mengarahkan seluruh perasaan sehingga bertumpuk pada
suatu puncak,
yaitu kesimpulan kisah, dan melibatkan pembaca atau pendengar ke
dalam kisah
itu sehingga ia terlibat secara emosional
2. Metode Amtsaliy (Perumpamaan)
Banyak sekali ayat-ayat Al-Quran dalam penyampaian pesan
menggunakan
perumpamaan-perumpamaan. Adakala Tuhan mengajari umat manusia
dengan membuat
-
perumpamaan, misalnya dalam surat Al-Baqarah ayat 17:
Perumpamaan orang-orang
kafir itu adalah seperti orang yang menyalakan api. Dalam surat
al-Ankabut ayat 41 :
Allah mengumpamakan sesembahan atau tuhan orang kafir dengan
sarang laba-laba:
perumpamaaan orang yang berlindung kepada selain Allah adalah
seperti laba-laba yang
membuat rumah; padahal rumah yang paling lemah adalah rumah
laba-laba. Cara seperti
itu dapat juga digunakan oleh guru dalam mengajar.
Pengungkapannya tentu saja sama
dengan metode kisah. Yaitu dengan menceramah atau membaca teks,
Kelebihan metode
ini antara lain adalah sebagai berikut:
1. Mempermudah siswa memahami konsep abstrak: ini terjadi karena
perumpamaan
itu mengambil benda kongkret seperti tuhan orang kafir
diumpamakan dengan
sarang laba-laba. Sarang laba-laba memang lemah sekali, disentuh
dengan lidipun
dapat rusak. Dalam hadist yang diriwayatkan oleh muslim,
Nabi
mengumpamakan harga dunia ini dengan anak kambing yang
bertelinga kecil
yang sudah mati: dari Jabir diriwayatkan bahwa Rasulullah SAW
sedang lewat di
sebuah pasar. Ada seekor anak kambing bertelinga kecil yang
sudah mati, lalu
diangkatnya anak kambing itu seraya Rasul berkata.Siapa diantara
kalian yang
ingin memiliki anak kambing seperti ini dengan membayar Satu
dirham? Orang-
orang manjawab.kami tidak sudi membeli anak kembing itu dengan
membayar
bayaran sejumlah itu. Apa manfaat bagi kami? dia bertanya lagi,
atau
barangkali kalian ingin memilikinya secara gratis? mereka
menjawab,demi
Allah. Seklipun anak kambing itu masih hidup, kami tak ingin
memilikinya
karena cacat pada telinganya, apalagi sudah mati. Maka
Rasulullah SAW
bersabda,Demi Allah, sesungguhnya bagi Allah dunia ini lebih
hina dari pada
anak kambing ini bagi kalian.
2. Perumpamaan dapat merangsang kesan terhadap makna yang
tersirat dalam
perumpamaan tersebut. Dalam hal ini Abduh menyatakan, tatkala
menafsirkan
kata dlarb dalam surat al-Baqarah: 26.Penggunaan kata dlarb
dimaksudkan
untuk mempengaruhi dan membangkitkan kesan, seakan si
pembuat
perumpamaan menjewer telinga pembaca dengannya sehingga pengaruh
jeweran
itu meresap ke dalam qalbu.
-
3. Pembelajaran yang disampaikan dengan perumpamaan harus logis,
agar siswa
mudah memahami, jangan sampai dengan menggunakan perumpamaan
kemudian
pengertiannya menjadi kabur atau hilang sama sekali. Perumpamaan
harus
memperjelas konsep, bukan sebaliknya. Keistimewaaan perumpamaan
dalam al-
Quran ialah natijah (konklusi) silogismennya justru tidak
disebutkan. Ini hebat
karena begitu jelas konklusinya sampai-sampai tidak
disebutkanpun konklusi itu
dapat ditangkap pengertiannya. Biasanya silogisme selalu
menyebutkan konklusi.
Konklusi silogisme dari Allah (perumpamaan itu) kebanyakan harus
ditebak
sendiri oleh pendengar atau pembaca; Allah tahu manusia dapat
menebaknya.
4. Amtsal Qurani dan Nabawi memberikan motivasi36 kepada
pendengarnya untuk
membuat amal baik dan menjauhi kejahatan. Jelas hal ini amat
penting dalam
pendidikan islam.
3. Metode Ibrah dan Mauizhah (nasehat)
Ibrah ialah suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia
kepada intisari
sesuatu yang disaksikan, yang dihadapi, dengan menggunakan
nalar, yang menyebabkan
hati mengakuinya. Adapun mauidzah ialah nasihat yang lembut yang
diteima oleh hati
dengan caramenjelaskan pahala atau ancamannya. Penggunaan Ibrah
dalam al-Quran
dan sunnah ternyata berbeda-beda sesuai dengan objek Ibrah itu
sendiri. Pengambilan
Ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh orang yang
berfikir dengan akal dan
hatinya seperti firman Allah dalam S.Yusuf: 111: sesungguhnya
pada kisah-kisah mereka
itu terdapat pengajaran yang bagi orang-orang yang mempunyai
akal. Al-Quran itu
bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan
(kitab-kitab) yang
sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk
dan rahmat bagi kaum
yang beriman. (12:111)
Esensi Ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa
menyelamatkan Yusuf
setelah dilemparkan kedalam sumur yang gelap, meninggikan
kedudukannya setelah
36 Baca: tahar Yusuf, dkk. Metodologi Pengajaran Agama dan
Bahasa Arab, cet. I (Jakarta: Raja
Grafindo Persada, 1995).hal. 97-98.
-
dijebloskannya kedalam penjara dengan cara menjadikannya raja
Mesir setelah dijual
sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan kekuasaan Tuhan.
Allah menyatakan
bahwa Ibrah (pelajaran) dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh
orang yang disebut
Ulil al-Bab, yaitu orang yang berfikir dan berzikir. Pendidikan
islam memberikan
perhatian khusus kepada metode ibrah agar pelajar dapat
mengambilnya dari kisah-kisah
dalam al-Quran, sebab kisah-kisah itu bukan sekedar sejarah,
melainkan sengaja
diceritakan Tuhan karena ada pelajaran (ibrah) yang penting
didalamnya pendidik dalam
pendidikan islam harus memanfaatkan metode ini. Mauizah berarti
tadzkir (peringatan).
Yang memberi nasihat hendaknya berulang kali mengingatkan agar
nasihat itu
meninggalkan kesan sehingga orang yang dinasihati tergerak untuk
mengikuti nasihat itu.
Konsep pembelajaran dengan metodeibrah ini sangat bertentangan
dengan
metode pembelajaran yang dikembangkan oleh Sigmound Freud dan
John Locke (1632-
1704), George Breackly (1685-1753), David Hume (1711-1776),
David Hartley (1705-
1757), James Mill (1773-1836), William Stern (1871-1938), Plato,
Descartes dan
Lombroso, termasuk tokoh-tokoh pendidikan modern seperti: Fouloe
Frite. Pada
umumnya menurut mereka, dalam pembelajaran tidak perlu
memberikan ibrah dan
nasehat kepada anak didik. Tapi yang dibutuhkan oleh anak didik
adalah kebebasan
dalam belajar.
4. Metode Targhib-Tarhib (Reward and Finishment)
Targhib adalah janji terhadap kesenangan, kenikmatan akhiratyang
disertai
bujukan. Tarhib adalah ancaman karena dosa yang dilakukan.
Keduanya bertujuan agar
menjadikan manusia patuh kepada aturan Allah . Akan tetapi,
tekanannya adalah targhib
untuk melakukan kebaikan, sedangkan tarhib untuk menjaugi
kejahatan. Metode ini
didasarkan atas fitrah manusia, yaitu sifat keinginan kepada
kesenangan, keselamatan,
dan tidak menginginkan kepedihan, kesengsaraan. Banyak sekali
ayat yang al-Quran
yang berkenaan dengan ancaman dan ganjaran. Ancaman
diperuntukkan bagi orang yang
durhaka dan ganjaran diperuntukkan bagi orang yang
taqwa.Perumpamaan surga
dijadikan kepada orang-orang yang taqwa ialah (seperti taman);
mengalir sungai-sungai
-
di dalamnya; buahnya tak henti-henti sedang naungannya (demikian
pula). Itulah tempat
kesudahan bagi orang-orang yang bertaqwa, sedang tempat
kesudahan bagi orang-
orang kajir ialah neraka (QS. Ar-Radhi: 35).
5. Metode Hiwar (dialog)
Hiwar adalah percakapan silih berganti antara dua pihak atau
lebih mengenai
suatu topik, dan sengaja diarahkan kepada satu tujuan yang
dikehendaki oleh guru.
Dalam al-Quran berbagai jenis hiwar, seperti:
1. Hiwar Khitabi atau Taabudi
Hiwar model ini merupakan dialog yang diambil dari dialog antara
Tuhan dan
Hamba-Nya. Tuhan mengambil hamba-Nya dengan mengatakan,wahai,
orang-orang
yang beriman , dan hamba-Nya menjawab dalam qalbunya dengan
mengatakan,
kusambut panggilan-Mu, ya Allah. Dialog antara Tuhan dengan
hamba-Nya ini menjadi
petunjuk bahwa pengajaran seperti itu dapat digunakan; dengan
kata lain, metode dialog
merupakan metode pengajaran yang pernah digunakan Tuhan dalam
mengajari hamba-
Nya. Logikanya, kita pun dapat digunakan dialog dalam
pengajaran.
2. Hiwar Washfi
Adapun hiwar washfi ialah dialog antara Tuhan dengan Malaikat
atau dengan
makhluk gaib lainnya. Dalam surat al-Shaffat ayat 20-23 ada
dialog antaraTuhan dengan
penghuni neraka: Dan mereka berkata: Aduhai celakalah kita!
Inilah hari pembalasan.
(37:19) Inilah hari keputusan yang kamu selalu mendustakannya.
(37:20) (kepada
malaikat diperintahkan): Kumpulkanlah orang-orang yang zalim
beserta teman sejawat
mereka dan sembahan-sembahan yang selalu mereka sembah, (37:22).
Disini Allah
berdialog dengan malaikat. Topik pembicaraannya tentang
orang-orang dzalim. Dalam
surat al-Shaffat ayat 27-28: Sebahagian darimereka menghadap
kepada sebahagian
yang lain berbantah-bantahan. (37:27). Pengikut-pengikut mereka
bekata (kepada
pemimpin-pemimpin mereka): Sesungguhnya kamulah yang datang
kepada kami dari
kanan.(37:28). Hiwar washfi menyajikan kepada kita gambaran yang
hidup tentang
-
kondisi psikis ahli neraka dan ahli surga. Dengan imajinasi dan
deskripsi yang rinci,
hiwar washfi memperlancar berlangsungnya pendidikan perasaan
ketuhanan. Gambaran
tentang penyesalan ahli neraka itu seolah-olah dirasakan oleh
pembaca atau pendengar
dialog itu: pendengar itu seolah terlibat dalam dialog itu,
lantas ada pemihakan.
Kemudian ada pertanyaan, dipihak mana aku? hiwar washfi
seolah-olah juga
mengingatkan pendengar dialog itu. jangan kalian terjerumus
seperti mereka itu.
Dialog juga terjadi antara ahli surga, seperti dialog yang
terdapat dalam surat al-
Shaffat ayat 50-57.
3. Hiwar qishasi
Hiwar qishasi tedapat dalam al-quran, baik bentuk atau rangkaian
ceritanya yang
jelas, merupakan bagian dari uslub kisah dalam al-quran.
Kalaupun disana terdapat kisah
yang keseluruhannya merupakan dialog lagsung, yang sekarang
disebut sandiwara, hiwar
ini tidak dimaksudkan sebagai sandiwara. Sebagai contoh ialah
kisah syuaib dan
kaumnya dalam surat Hud. Sepuluh ayat pertama dari surat ini
merupakan hiwar (dialog),
kemudian Allah mengakhiri kisah dengan dua ayat yang menerangkan
akibat yang
diterima oleh kaum nabi syuaib. Hiwar seperti ini banyak
terdapat dalam al-Quran.
Hiwar ini dapat mempunyai pengaruh kejiwaan pada pendengarannya.
Dengan hiwar ini
para pelajar yang diajak berdialog diharapkan memihak kepada
pihak yang benar dan
membenci pihak yang salah.
4. Hiwar jadali
Hiwar jadali bertujuan untuk mmemantapkan hujjah (alasan).
Contohnya antara
lain dalam surat al-Najm ayat 1-5: Demi bintang ketika terbenam,
kawan kalian
(Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru, dan tidaklah
diucapkannya itu menurut
kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu adalah wahyu yang diberikan
kepadanya yang
diajarkan oleh jibril yang perkasa. Dalam setiap hiwar jalam
dialog harus disusun sesuai
dengan tujuan yang hendak dicapai. Tujuan-tujuan itu tidak
selalu langsungkepada
pembinaan rasa, didikan rasa yang membentuk sikap dan tingkah
laku yang sesuai
dengan sikap itu.
-
E. Realitas Pesan Uswatun dalam Tatanan Metodologi
Pendidikan
Seorang guru yang baik wajib memiliki tiga kompetensi penting
dalam
kehidupannya, baik kompetensi professional, personaliti dan
sosial. Ketiga kompetensi
ini selalu berjalan seiring dalam kehidupan guru. Guru yang
ideal adalah guru yang
pandai dalam memasang strategi pembelajaran. Strategi yang
dimaksud disini bukan
hanya terfokus pada model pembelajaran akan tetapi juga termasuk
porformentnya
dalam berakting. Artinya seorang pendidik juga paham akan
moraliti sebagai langkah
awal pendekatan dengan siswanya. Strategi adalah usaha untuk
memperoleh kesuksesan
dan keberhasilan dalam mencapai tujuan. Dalam dunia pendidikan
strategi dapat diartikan
sebagai a plan, method, or series of activities designed to
achieves a particular
educational goal.37Strategi pembelajaran dapat ditentukan juga
sebagai perencanaan
yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk
mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Strategi pembelajaran merupakan rencana tindakan
termasuk penggunaan
metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan dalam
pembelajaran yang
disusun dengan baik untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi
pembelajaran adalah suatu
kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar
tujuan pembelajaran
dapat dicapai secara efektif dan efesien. Strategi pembelajaran
adalah suatu setting materi
dan prosedur pembelajaran yang digunakan secara bersama-sama
untuk menimbulkan
hasil belajar pada siswa. Paling tidak ada 3 jenis strategi yang
berkaitan dengan
pembelajaran, yakni: (a) Strategi Pengorganisasian pembelajaran,
(b) strategi
penyampaian pembelajaran, dan (c) Strategi pengelolaan
pembelajaran.
Di dalam al-Quran banyak sekali ditemukan pemaknaan dan analisa
yang
mengacu pada penggunaan strategi dalam menyampaikan informasi
penting kepada nabi,
rasul, dan orang-orang ternama lainnya, seperti dialog Lukmanul
Hakin dengan anaknya,
dialog Ibrahin dengan putranya, Maryam dengan Isa, Musa dengan
Khadir, Allah dengan
para malaikat, Musa dengan Firun, Malaikat Jibril dengan Nabi
Muhammad ketika di
Gua Hira dan lain-lain.
Kita ambil saja salah satu contoh yang mengandung penggunaan
strategi pada
percakapan Ibrahim dan anaknya. Ada satu fenomena menarik
tentang implementasi
37 Joyce Bruce. Et al, M
o d e l s o f
T
e a c h i n g ,
(London: 6th. Ed. Allyn & Bacon, 2000), p. 121
-
pembelajaran yang bisa dipetik. Fenomena ini dimulai dengan
dialog antara Ibrahim
dengan anaknya, Ismail tentang rencana penyembelihan anak semata
wayang sebagai
suatu perintah Allah yang harus dijalaninya. Meskipun demikian
proses persiapan
pembelajaran yang dibangun Ibrahim sangat penting. Ia
mempersiapkan dengan matang
segala perbekalan keluarga sebagai objek pendidikannya dengan
penuh kesabaran dan
rintangan yang menyertainya. Langkah awal yang dibangun Ibrahim
adalah dengan doa.
Doa adalah kunci utama bagi kesuksesan pembelajaran. Doa yang
pertama
dipersembahkan kepada Allah adalah tentang harapan fasilitasnya.
Doa yang pertama
kali disampaikan adalah:Ya Tuhanku, anugerahkanlah kepadaku
(seorang anak) yang
termasuk orang-orang saleh. Doa ini diabadikan Allah dalam surah
Ash-Shafaat: ayat 37.
Permohonan Ibrahim dikabulkan oleh Allah SWT. Selanjutnya
Ibrahim juga memohon
kembali lewat doanya dalam surah Ibrahim sendiri yang
menyebutkan bahwa: Dan
(ingatlah), ketika Ibrahim berkata: Ya Tuhanku, jadikanlah
negeri ini (Mekah), negeri
yang aman dan jauhkanlah aku beserta anak-anakku dari pada
menyembah berhala-
berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala-berhala itu telah
menyesatkan kebanyakan
dari pada manusia, maka barang siapa yang mengikutiku, maka
sesungguhnya orang itu
termasuk golonganku, dan barang siapa yang mendurhakai aku ,
maka sesungguhnya
Engkau, Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami,
sesungguhnya aku
telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak
mempunyai tanaman-
tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya
Tuhan kami,
sesungguhnya Engkau mengetahui apa yang kami sembunyikan dan apa
yang kami
lahirkan; dan tidak ada sesuatupun yang tersembunyi bagi Allah,
baik yang ada dibumi
maupun yang ada dilangit. Segala puji bagi Allah yang telah
menganugerahkan
kepadaku di hari tua (ku) Ismail dan Ishaq. Sesungguhnya
Tuhanku, benar-benar Maha
Mendengar (memperkenankan) doa. Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan
anak cucuku
orang-orang yang tetap mendirikan shalat, Ya