LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI “RESPIRASI KECAMBAH” Dosen Pengampu: Prof. Dr. Djukri, M.S. Disusun oleh: Nama : Sofyan Dwi Nugroho NIM : 16708251021 / Pendidikan Sains B PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2017
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM BIOLOGI
“RESPIRASI KECAMBAH”
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Djukri, M.S.
Disusun oleh:
Nama : Sofyan Dwi Nugroho
NIM : 16708251021 / Pendidikan Sains B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SAINS
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
KEGIATAN 8
RESPIRASI KECAMBAH
A. TUJUAN
Mengetahui kecepatan respirasi kecambah pada tingkatan umur yang berbeda
B. DASAR TEORI
Proses tumbuh merupakan salah satu aktivitas fisiologi. Pada proses pertumbuhan ini
banyak dipengaruhi berbagai faktor lingkungannya salah satunya seperti suhu udara. Proses
pertumbuhan memiliki keterkaitan fungsi dengan aktivitas fisiologi lain yang merupakan satu
kesatuan fungsi. Aktivitas fisiologi yang terkait dengan proses tumbuh ini antara lain meliputi
respirasi, transpirasi, absorbsi, transportasi bahan, fotosintesa, dan proses biosintesa lainnya.
Semua sel hidup melakukan respirasi secara terus-menerus untuk mencukupi kebutuhan
energinya. Pada umumnya respirasi merupakan proses oksidasi substrat glukosa, berlangsung
dalam rangkaian proses pemecahan (katabolisme) yang melibatkan sistem enzim pada
glikolisis (jalur EMP) dan daur Trikarboksilat (daur krebs). Respirasi membutuhkan O2 dan
menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air (H2O), karbondioksida (CO2), dan panas
sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan sempurna, dari
pembakaran substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan menghasilkan rasio CO2/O2
tertentu disebut “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat lipida akan diperoleh
RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2014).
Semua sel aktif terus menerus melakukan respirasi, sering menyerap O2 dan melepaskan
CO2 dalam volume yang sama. Namun seperti kita ketahui, respirasi lebih dari sekadar
pertukaran gas secara sederhana. Proses keseluruhan merupakan reaksi oksidasi-reduksi, yaitu
senyawa dioksidasi menjadi CO2 dan O2 yang diserap direduksi menjadi H2O. Pati, fruktan,
sukrosa, atau gula yang lainnya, lemak, asam organik, bahkan protein dapat bertindak sebagai
substrat respirasi. (Salisbury & Ross, 1995).
Respirasi merupakan proses katabolisme atau penguraian senyawa organik menjadi
senyawa anorganik. Respirasi sebagai proses oksidasi bahan organik yang terjadi didalam sel
dan berlangsung secara aerobik maupun anaerobik. Dalam respirasi aerob diperlukan oksigen
dan dihasilkan karbondioksida serta energi. Sedangkan dalam respirasi anaerob dimana
oksigen tidak atau kurang tersedia dan dihasilkan senyawa selain karbondiokasida, seperti
alkohol, asetaldehida atau asam asetat dan sedikit energi. (Lovelles, 1997).
Karbohidrat merupakan substrat respirasi utama yang terdapat dalam sel tumbuhan tinggi.
Secara umum, respirasi dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut.
C6H12O6 + O2 → 6CO2 + H2O + ENERGI
Proses respirasi diawali dengan adanya penangkapan O2 dari lingkungan. Proses transport
gas-gas dalam tumbuhan secara keseluruhan berlangsung secara difusi. Oksigen yang
digunakan dalam respirasi masuk ke dalam setiap sel tumbuhan dengan jalan difusi melalui
ruang antar sel, dinding sel, sitoplasma dan membran sel. Demikian juga halnya dengan CO2
yang dihasilkan respirasi akan berdifusi ke luar sel dan masuk ke dalam ruang antar sel. Hal
ini dikarenakan membran plasma dan protoplasma sel tumbuhan sangat permeabel bagi kedua
gas tersebut. Setelah mengambil O2 dari udara, O2 kemudian digunakan dalam proses respirasi
dengan beberapa tahapan, diantaranya yaitu glikolisis, dekarboksilasi oksidatif, siklus krebs,
dan transpor elektron.
Respirasi membutuhkan O2 dan menghasilkan zat sisa metabolisme berupa uap air, CO2
dan panas sebagai entropi (energi panas yang tidak termanfaatkan). Bila respirasi berjalan
sempurna, dari pembakaram substrat (karbohidrat, lipida, atau protein) akan dihasilkan rasio
CO2/O2 tertentu yang disebut dengan “Respiratory quotient” [RQ]. Respirasi dengan substrat
lipida akan diperoleh RQ<1, dan RQ=1 untuk substrat glukosa. (Suyitno, 2007). Perbedaan
antara jumlah CO2 yang dilepaskan dan jumlah O2 yang digunakan dikenal dengan Respiratory
Ratio atau Respiratory Quotient dan disingkat RQ. Nilai RQ ini tergantung pada bahan atau
subtrat untuk respirasi dan sempurna atau tidaknya proses respirasi tersebut dengan kondisi
lainnya (Simbolon, 1989).
Jumlah mol CO2 yang dilepaskan dan jumlah mol O2 yang diperlukan tidak selalu sama.
Hal ini bergantung pada bahan yang digunakan. Diketahui nilai RQ untuk karbohidrat = 1,
protein < 1 (= 0,8 – 0,9), lemak <1 (= 0,7) dan asam organik > 1 (1,33). Nilai RQ ini tergantung
pada bahan atau subtrat untuk respirasi dan sempuran tidaknya proses respirasi dan kondisi
lainnya (Krisdianto dkk, 2005). Sebagian besar energi yang dilepaskan selama respirasi kira-
kira 2870 kj atau 686 kcal per mol glukosa berupa bahang. Bila suhu rendah, bahang ini dapat
merangsang metabolisme dan menguntungkan beberapa spesies tertentu, tapi biasanya bahang
tersebut dilepas ke atmosfer atau ke tanah, dan berpengaruh kecil terhadap tumbuhan. Yang
lebih penting dari bahan adalah energi yang terhimpun dalam ATP, sebab senyawa ini
digunakan untuk berbagai proses esensial dalam kehidupan, misalnya pertumbuhan dan
penimbunan ion. (Salisbury & Ross, 1995).
Respirasi merupakan rangkaian dari 50 atau lebih reaksi komponen, masing-mas ing
dikatalisis oleh enzim yang berbeda. Respirasi merupakan oksidasi (dengan produk yang sama
seperti pembakaran) yang berlangsung di medium air dengan Ph mendekati netral, pada suhu
sedang dan tanpa asap. Pemecahan bertahap dan berjenjang molekul besar merupakan cara
untuk mengubah energi menjadi ATP. Lebih lanjut, sejalan dengan berlangsungnya
pemecahan, kerangka karbon-antara disediakan untuk menghasilkan berbagai produk esensial
lainnya dari tumbuhan. Produk ini meliputi asam amino untuk protein, nukleotida untuk asam
nukleat, dan prazat karbon untuk pigmen porfirin (seperti klorofil dan sitokrom). Tentu saja
bila senyawa tersebut terbentuk, pengubahan substrat awal respirasi menjadi CO2 dan H2O
tidaklah lengkap. Biasanya hanya beberapa substrat respirasi yang dioksidasi seluruhnya
menjadi CO2 dan H2O (proses katabolik/penguraian), sedangkan sisanya digunakan dalam
proses sintesis (anabolisme/pembentukan) terutama di dalam sel yang sedang tumbuh. Energi
yang ditangkap dari proses oksidasi sempurna beberapa senyawa dapat digunakan untuk
mensintesis molekul lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan. Bila tumbuhan sedang tumbuh,
laju respirasi meningkat sebagai akibat dari permintaan pertumbuhan, tapi beberapa senyawa
yang hilang dialihkan ke dalam reksi sintesis dan tidak pernah muncul sebagai CO2. (Salisbury
& Ross, 1995).
Berbagai faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi laju respirasi, diantaranya adalah
sebagai berikut.
1. Ketersediaan substrat
Respirai bergantung pada ketersediaan substrat. Tumbuhan yang kandungan pati,
fruktan, atau gulanya rendah, melakukan respirasi pada laju yang rendah. Tumbuhan
yang kahat gula sering melakukan respirasi lebih cepat bila gula disediakan. Bahkan
laju respirasi daun sering lebih cepat segera setelah matahari tenggelam, saat
kandungan gula tinggi dibandingkan dengan ketika matahari terbit, saat kandungan
gulanya lebih rendah. Selain itu, daun yang ternaungi atau daun bagian bawah biasanya
berespirasi lebih lambat daripada daun sebelah atas yang terkena cahaya lebih banyak.
Bila hal ini tidak terjadi, maka daun sebelah bawah akan lebih cepat mati. Perbedaan
kandungan gula akibat tak berimbangnya laju fotosintesis mungkin yang menyebabkan
laju respirasi yang lebih rendah pada daun yang ternaungi. (Salisbury & Ross, 1995).
2. Ketersediaan oksigen
Ketersediaan oksigen akan mempengaruhi laju respirasi, namun besarnya pengaruh
tersebut berbeda bagi masing-masing spesies dan bahkan berbeda antara organ pada
tumbuhan yang sama. Fluktuasi normal kandungan oksigen di udara tidak banyak
mempengaruhi laju respirasi, karena jumlah oksigen yang dibutuhkan tumbuhan untuk
berespirasi jauh lebih rendah dari oksigen yang tersedia di udara.
3. Suhu
Pengaruh faktor suhu bagi laju respirasi tumbuhan sangat terkait dengan faktor Q10,
dimana umumnya laju reaksi respirasi akan meningkat untuk setiap kenaikan suhu
sebesar 10oC, namun hal ini tergantung pada masing-masing spesies. Bagi sebagian
besar bagian tumbuhan dan spesies tumbuhan, Q10 respirasi biasanya 2,0 sampai 2,5
pada suhu antara 5 dan 25°C. Bila suhu meningkat lebih jauh sampai 30 atau 35°C, laju
respirasi tetap meningkat, tapi lebih lambat, jadi Q10 mulai menurun. Penjelasan
tentang penurunan Q10 pada suhu yang tinggi ini adalah bahwa laju penetrasi O2 ke
dalam sel lewat kutikula atau periderma mulai menghambat respirasi saat reaksi kimia
berlangsung dengan cepat. Difusi O2 dan CO2 juga dipercepat dengan peningkatan
suhu, tapi Q10 untuk proses fisika ini hanya 1,1, jadi suhu tidak mempercepat secara
nyata difusi larutan lewat air. Peningkatan suhu sampai 40°C atau lebih, laju respirasi
malahan menurun, khususnya bila tumbuhan berada pada keadaan ini dalam jangka
waktu yang lama. Nampaknya enzim yang diperlukan mulai mengalami denaturasi
dengan cepat pada suhu yang tinggi, mencegah peningkatan metabolik yang semestinya
terjadi. Pada kecambah kacang kapri, peningkatan suhu dari 25°C menjadi 45°C mula -
mula meningkatkan respirasi dengan cepat, tapi setelah dua jam lajunya mulai
berkurang. Kemungkinan penjelasannya ialah jangka waktu dua jam sudah cukup lama
untuk merusak sebagian enzim respirasi. (Salisbury & Ross, 1995).
4. Jenis dan umur tumbuhan
Masing-masing spesies tumbuhan memiliki perbedaan metabolisme, dengan
demikian kebutuhan tumbuhan untuk berespirasi akan berbeda pada masing-mas ing
spesies. Tumbuhan muda menunjukkan laju respirasi yang lebih tinggi dibanding
tumbuhan yang tua. Demikian pula pada organ tumbuhan yang sedang dalam masa
pertumbuhan.
C. ALAT DAN BAHAN
Alat:
- Botol jam 4 buah
- Sumbat (kantong plastik)
- Labu erlemenyer 200 mL 3 buah
- Seperangkat alat titrasi
- Pipet
- Termometer
- Kain kasa
- Bennag kasur
- Karet gelang
Bahan:
- Biji kecambah
- Larutan 0.5 N KOH
- Larutan 0.1 N HCl
- Larutan pp
- Air
D. LANGKAH KERJA
1. Menimbang biji kecambah umur 1 hari, 2 hari, masing-masing 25 gram.
2. Membungkus biji dengan kain kasa
3. Mengisi 4 botol jam masing-masing dengan 100 mL KOH 0.5 N
4. Memasukkan bungkusan kacang hijau ke dalam botol jam I dengan posisi
digantung dengan menggunakan benang kasur, dan jangan sampai tercelup ke
dalam larutan KOH yang terdapat dalam botol tersebut
5. Dengan cara yang sama menggantungkan bungkusan kain kasa yang berisi
kecambah umur 1 dan 2 hari ke dalam botol jam II dan III. Botol jam IV hanya
larutan KOH tanpa kecambah
6. Menutup keempat botol jam dengan sumbat yang rapat dan meletakkannya pada
tempat yang sama
7. Menghentikan percobaan setelah 24 jam dan melakukan titrasi terhadap KOH yang
terdapat pada masing-masing botol jam untuk menghitung seberapa banyak CO2
hasil respirasi
8. Mengulangi titrasi sebanyak 6 kali
Cara Titrasi
1. Mengambil KOH dari botol jam sebanyak 25 mL
2. Menambahkan 2 tetes indicator pp pada KOH sehingga larutan menjadi berwarna
merah
3. Menitrasi dengan HCL 0,1 N tetes demi tetes
4. Menghentikan titrasi ketika warna merah telah hilang
5. Mengulang titrasi sebanyak 6 kali pada masing-masing botol jam
E. DATA HASIL PRAKTIKUM
Perlakuan Titrasi
ke-
Banyaknya
HCL (ml)
Rata-rata
Jumlah HCl
Jumlah CO2 Hasil
Respirasi (liter)
Tanpa
kecambah
1 19 46 0.024
2 43
3 53
4 48
5 62
6 51
Kecambah
0 hari
1 98 90,5 0.022
2 83
3 88
4 92
5 95
6 87
Kecambah
1 hari
1 130 146,3 0.019
2 155
3 150
4 143
5 152
6 148
Kecambah
2 hari
1 208 194,3 0.017
2 186
3 192
4 180
5 196
6 204
F. ANALISIS DATA
a. Tanpa Kecambah
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 23jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer : KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0.5 N = 0,5 X 1000
100ml grol = 0.05 grol
KOH sisa habis dititer oleh 46 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah
yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0.05 grol – 4.6 x 10-3 grol) = 0.0454 grol Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0.5 grol
CO2.
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0.5 x 0.0454 grol = 0.0227 grol Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22.4 liter, maka volume
V2 (CO2) terlarut sebagai hasil respirasi = 22.4 𝑥 303 𝑥 0.0227
273
= 0.5644 liter
Jadi volume CO2 respirasi tiap jam = 0.5644
23 = 0.024 liter
b. Kecambah 0 Hari
Cara menghitung volume CO2 hasil titrasi:
Diketahui : Lama inkubasi (respirasi) = 23 jam
Larutan KOH 0,5 N x 100ml
Larutan standar (peniter) = 0,1 N HCl
Reaksi : 2 KOH + CO2 K2CO3 + H2O
BaCl2 + K2CO3 BaCO3 + 2 KCl
Yang dititer : KOH sisa (yang tidak mengikat CO2)
KOH + HCl KCl + H2O
Konsentrasi KOH semula : 100 ml 0.5 N = 0,5 X 1000
100ml grol = 0.05 grol
KOH sisa habis dititer oleh 90.5 ml 0,1 N HCl, karena jumlah grol peniter = jumlah
yang dititer, maka grol KOH sisa dapat dicari sebagai berikut
Jadi jumlah KOH yang bereaksi dengan CO2 = (0.05 grol - 9.05 x 10-3 grol) = 0.04095 grol Dari persamaan reaksi di atas, maka jumlah grol KOH equivalen dengan 0.5 grol
CO2.
Grol KOH = 0.1 x 90.5
1000 grol = 9.05 x 10-3 grol
Jadi tiap grol gas CO2 yang berkaitan dengan KOH = 0.5 x 0.04095 grol = 0.020475 grol
Jika tiap grol gas (0 0C, 76 Cm Hg) banyaknya gas terlarut = 22.4 liter, maka volume