Top Banner
Skenario Tn. Fatris BS FP Jenazah Tn. Fatris, laki-laki, 35 tahun, dibawa ke Departemen Kedokteran Forensik oleh menajemen perusahaan pabrik gula di daerah untuk dilakukan autopsi guna mengetahui penyebab kematian. Dr. BS menganjurkan lapor ke penyidik untuk dibuat permintaan visum et repertum, pihak manajemen mengatakan tidak usah karena tidak menuntut dan hanya untuk kepentingan perusahaan. Tn. Fatris meninggal dunia setelah makan siang di pabrik tersebut, ±1 jam setelah makan mengalami mual, muntah, kepala pusing, perut terasa sakit, sesak napas, dan badan lemah, lalu dibawa ke emergensi. Dalam perjalanan ke emergensi, sesak napas bertambah. Di emergensi, timbul kejang, dan belum sempat mendapatkan pengobatan apapun di emergensi Tn. Fatris meninggal dunia. Pemeriksaan luar (PL) Kulit :sawo matang, sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, terlihat penonjolan pembuluh darah pada leher Mata : bola mata bening, terdapat bintik perdarahan pada kedua bola mata Lebam mayat : warna merah keunguan, agak lebih terang, sukar hilang pada penekanan 1
55

76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Aug 07, 2015

Download

Documents

Diah Permata
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Skenario Tn. Fatris

BS FP

Jenazah Tn. Fatris, laki-laki, 35 tahun, dibawa ke Departemen Kedokteran Forensik oleh

menajemen perusahaan pabrik gula di daerah untuk dilakukan autopsi guna mengetahui

penyebab kematian. Dr. BS menganjurkan lapor ke penyidik untuk dibuat permintaan visum et

repertum, pihak manajemen mengatakan tidak usah karena tidak menuntut dan hanya untuk

kepentingan perusahaan.

Tn. Fatris meninggal dunia setelah makan siang di pabrik tersebut, ±1 jam setelah makan

mengalami mual, muntah, kepala pusing, perut terasa sakit, sesak napas, dan badan lemah, lalu

dibawa ke emergensi. Dalam perjalanan ke emergensi, sesak napas bertambah. Di emergensi,

timbul kejang, dan belum sempat mendapatkan pengobatan apapun di emergensi Tn. Fatris

meninggal dunia.

Pemeriksaan luar (PL)

Kulit :sawo matang, sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, terlihat penonjolan

pembuluh darah pada leher

Mata : bola mata bening, terdapat bintik perdarahan pada kedua bola mata

Lebam mayat : warna merah keunguan, agak lebih terang, sukar hilang pada penekanan

Kaku mayat : terdapat pada mulut, leher, kedua lengan agak sukar dilawanm kedua tungkai

agak mudah dilawan

Luka-luka : tidak ada

1

Page 2: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Pemeriksaan dalam (PD)

1. Pada pengirisan, darah berwarna merahm agak gelap, kental

2. Alat-alat dalam (paru-paru, limpa, ginjal) distended, warna merah agak gelap, pada

pengirisan darah berwarna merah gelap dan kental

3. Lambung berisi makanan yang dicerna dan permukaan dalam dinding lambung hiperemis

4. Darah dan organ-organ (lambung beserta isinya, usus halus 60 cm, ginjal, limpa, otak)

diambil untuk dilakukan pemeriksaan laboratoris guna mengetahui penyebab

kematiannya.

2

Page 3: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Klarifikasi istilah

1. Autopsi : pemeriksaan terhadap tubuh jenazah yang meliputi

pemeriksaan luar dan dalam dengan tujuan menemukan proses

penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi,

menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab

akibat

2. Departemen kedokteran forensik

3. Penyidik : polisi/ pejabat negara yang diatur oleh undang-undang untuk

mencari dan mengumpulkan bukti atas pelaku tindak pidana

4. Visum et repertum : surat keterangan yang dibuat oleh dokter atas apa yang dilihat

dan ditemukan berdasarkan pemintaan dari pihak penyidik, pada

barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan atas

pemeriksaan tersbut guna kepentingan peradilan

5. Lebam mayat : pengumpulan sel-sel darah (eritrosit) pada pembuluh darah

kapiler/ vena karena adanya gaya gravitasi pada bgian tubuh

terendah setelah kematian klinis.

6. Kaku mayat : kekakuan pada otot yang kadang-kadang disertai dengan

pemendekan serabut otot yang terjadi setelah oeriode pelemasan

yang terjadi karena perubahan kimiawi pada protein dalam serabut

otot.

7. Pemeriksaan luar

8. Pemeriksaan dalam

3

Page 4: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Identifikasi masalah

1. Jenazah Tn. Fatris, laki-laki, 35 tahun, dibawa ke Departemen Kedokteran Forensik oleh

menajemen perusahaan pabrik gula di daerah untuk dilakukan autopsi , Dr. BS

menganjurkan lapor ke penyidik untuk dibuat permintaan visum et repertum,namun

pihak manajemen perusahaan menolak

2. Tn. Fatris meninggal dunia setelah makan siang di pabrik tersebut, ±1 jam setelah makan

mengalami mual, muntah, kepala pusing, perut terasa sakit, sesak napas, dan badan

lemah, lalu dibawa ke emergensi.

3. Timbul kejang di emergensi, dan belum sempat mendapatkan pengobatan apapun, Tn.

Fatris meninggal dunia.

4. Hasil pemeriksaan luar a. Kulit :sawo matang, sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki,

terlihat penonjolan pembuluh darah pada leherb. Mata : terdapat bintik perdarahan pada kedua bola matac. Lebam mayat : warna merah keunguan, agak lebnih terang, sukar hilang pada

penekanand. Kaku mayat : terdapat pada mulut, leher, kedua lengan agak sukar dilawan

kedua tungkai agak mudah dilawan

5. Hasil pemeriksaan dalama. Pada pengirisan, darah berwarna merah agak gelap, kental

b. Alat-alat dalam (paru-paru, limpa, ginjal) distended, warna merah agak gelap,

pada pengirisan darah berwarna merah gelap dan kental

c. Lambung berisi makanan yang dicerna dan permukaan dalam dinding lambung

hiperemis

4

Page 5: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Analisis Masalah

1. a. Mengapa timbul gejala mual, muntah, kepala pusing, perut terasa sakit, sesak napas,badan lemah, kejang setelah makan siang di pabrik gula?

b. Makanan/ zat apa yang dimakan oleh Tn Fatris?

c. Adakah hubungan antar gejala yang dialami Tn Fatris dengan kematiannya?

2. Apa yang menyebabkan timbulnya :

a. sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, terlihat penonjolan pembuluh darah pada

leher

b. bintik perdarahan pada kedua bola mata

c. warna merah keunguan, agak lebih terang, sukar hilang padapenekanan

d. kaku pada mulut, leher, kedua lengan agak sukar dilawan, kedua tungkai agak mudah

dilawan

e. bagaimana perkiraan saat kematian berdasarkan hasil PL yang ditemukan dan disesuaikan

dengan anamnesis dari pihak manajemen?

3. Apa yang menyebabkan timbulnya :

a. Pada pengirisan, darah berwarna merah agak gelap, kental

b. Alat-alat dalam (paru-paru, limpa, ginjal) distended, warna merah agak gelap,

c. Lambung berisi makanan yang dicerna dan permukaan dalam dinding lambung hiperemis

d. Apakah penyebab pasti kematian berdasarkan hasil autopsi? Bagaimana cara

membuktikannya?

4. a. Apakah boleh dilakukan autopsi tanpa disertai permintaan dari penyidik?

b. Permintaan penyidik disebut apa?

c. Pembagian visum et repertum?

d. Tujuan Visum et repertum?

e. Mengapa harus pihak berwenang yang meminta visum et repertum?

5

Page 6: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Hipotesis

Tn Fatris, laki-laki 35 tahun, meninggal dunia akibat keracunan makanan setelah makan

siang di pabrik gula.

6

Page 7: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Sintesis Learning Issue

1. a. Mengapa timbul gejala mual, muntah, kepala pusing, perut terasa sakit, sesak

napas,badan lemah, kejang setelah makan siang di pabrik gula?

Gejala yang timbul ini adalah gejala yang biasa ditemukan pada kasus keracunan

makanan yang biasanya disebabkan oleh golongan sianida dan pestisida.

7

Enzim tidak aktif

Enzim cytochrom oksidase (cytochrom a-a3komplek) + sistem transport elektron

Transport elektron dari cytochrom a3 diblok

Oksigen sel menurun

Sel mengikat PO2 (racun) sel cukup oksigen ttp tdk dapat digunakan

Penurunan respirasi aerobik sel

Hipoksia

Sianida mengikat trivalen Fe

Page 8: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Mual muntah disebabkan karena terjadinya iritasi pada mukosa lambung yang

disebabkan oleh zat yang terdapat pada makanan yang dimakan oleh Tn. Fatris.

Kejang berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh,

kesadaran hilang dengan cepat, spinkter mengalami relaksasi sehingga feses dan urin

dapat keluar spontan. Denyut nadi dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas.

Bila kekurangan O2 ini terus berlanjut, maka penderita akan masuk ke stadium apnoe.

b. Makanan/ zat apa yang dimakan oleh Tn Fatris?

Dilihat dari gejala yang dialami olehnya, kemungkinan Tn. Fatris mengalami

keracunan sianida.Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik karena garam

sianida dalam takaran kecil saja sudah cukup untuk menimbulkan kematian pada

seseorang dengan cepat.

Sianida dapat masuk ke tubuh melalui mulut, inhalasi maupun melalui kulit.

Sianida mempunyai afinitas yang kuat terhadap enzim pernafasan yaitu enzim

cytochrome oxydase, kemudian mengikat Fe (ferril heme), sehingga sel tidak dapat

menggunakan zat asam dari HbO akibatnya terbentuk CN bebas sehingga terjadi

gangguan pada transportasi dan pemakaian oksigen dalam sel mengakibatkan anoksia

(sitotoksik anoksia).

Untuk terjadi tanda dan gejala keracunan pada korban tentu sangat bergantung

pada posisi dan lamanya korban terpapar (akut dan kronik).

Gejala-gejala yang sering dijumpai pada keracunan akut antara lain perasaan

seperti terbakar pada kerongkongan dan lidah, sesak nafas, hipersalivasi, mual, muntah,

sakit kepala, vertigo, fotofobia, tinnitus, pusing dan kelelahan.

Selanjutnya dapat pula ditemukan sianosis pada muka, busa keluar dari mulut, nadi cepat

dan lemah, pernafasan yang tidak teratur, pupil dilatasi, refleks melambat, udara

pernafasan berbau “amandel” dan juga dari muntahan. Menjelang kematian, timbul

kejang – kejang dengan inkontinensia urin.

8

Page 9: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

c. Adakah hubungan antar gejala yang dialami Tn Fatris dengan kematiannya?

Gejala yang dialami Tn. Fatris berhubungan dengan kematiannya, karena gejala

tersebut merupakan tanda telah terjadi toksikasi (keracunan) di dalam tubuhnya yang

menyebabkan asfiksia.

Pada orang yang mengalami asfiksia akan timbul gejala yang dapat dibedakan

dalam 4 stadium (Amir, 2008), yaitu:

1. Stadium Dispnea

Terjadi karena kekurangan O2 disertai meningkatnya kadar CO2 akan

merangsang pusat pernafasan, gerakan pernafasan (inspirasi dan ekspirasi)

bertambah dalam dan cepat disertai bekerjanya otot-otot pernafasan tambahan.

Wajah cemas, bibir mulai kebiruan, mata menonjol, denyut nadi dan tekanan

darah meningkat. Bila keadaan ini berlanjut, maka masuk ke stadium kejang.

2. Stadium Kejang

Berupa gerakan klonik yang kuat pada hampir seluruh otot tubuh, kesadaran

hilang dengan cepat, spinkter mengalami relaksasi sehingga feses dan urin dapat

keluar spontan. Denyut nadi dan tekanan darah masih tinggi, sianosis makin jelas.

Bila kekurangan O2ini terus berlanjut, maka penderita akan masuk ke stadium

apnoe.

3. Stadium Apnea

Korban kehabisan nafas karena depresi pusat pernafasan, otot menjadi lemah,

hilangnya refleks, dilatasi pupil, tekanan darah menurun, pernafasan dangkal dan

semakin memanjang, akhirnya berhenti bersamaan dengan lumpuhnya pusat-pusat

kehidupan. Walaupun nafas telah berhenti dan denyut nadi hampir tidak teraba, pada

stadium ini bisa dijumpai jantung masih berdenyut beberapa saat lagi.

9

Page 10: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

4. Stadium akhir

Paralise total pusat pernafasan, jantung masih berdenyut beberapa saat

postapneu.Pernafasan berhenti setelah kontraksi otomatis otot pernafasan

kecil pada leher

2. Apa yang menyebabkan timbulnya

a. Sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, terlihat penonjolan pembuluh darah pada leher

Terdapatnya sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki mengindikasikan

adanya gangguan perfusi oksigen ke jaringan perifer akibat hipoksia.

b. Bola mata masih bening, bintik perdarahan pada kedua bola mata

Bola mata yang bening mengindikasikan waktu kematian yang masih dibawah 10-

12 jam, karena jika waktu post mortal diatas 10-12 jam, akan terdapat kekeruhan yang

menyeluruh pada kornea, yang tergambar dengan bola mata yang menjadi keruh.

Kekeruhan tersebut tidak dapat dihilangkan.

c. Bintik perdarahan meggambarkan

Terdapatnya bintik perdarahan pada kedua bola mata (tardieus’s spot) merupakan

gambaran adanya kerusakan endotel kapiler sehingga dinding kapiler yang terdiri dari

selapis sel akan pecah dan menimbulkan bintik- bintik perdarahan. Kapiler yang lebih

mudah pecah adalah kapiler pada jaringan ikat longgar, misalnya pada konjungtiva bulbi,

palpebra dan subserosa lain. Gambaran kerusakan ini khas pada kasus asfiksia.

d. Warna merah keunguan, agak lebih terang, sukar hilang pada penekanan

Hal ini terjadi akibat pengumpulan darah dalam pembuluh-pembuluh darah kecil,

kapiler, dan venule pada bagian tubuh terendah akibat tekanan gravitasi. Warna yang

ditemukan pada pemeriksaan : merah keunguan (livide), akan tetapi pada beberapa

keadaan tertentu dapat ditemukan perbedaan. Hal tersebut memberikan informasi bahwa

10

Page 11: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

pada korban telah terjadi sesuatu yang dapat berkaitan dengan penyebab kematian

korban. Pada keracunan sianida, akan memberikan warna lebam yang merah terang, hal

ini disebabkan oleh kadar oksi-hemoglobin dalam darah vena tetap tinggi.

e. Sukar hilang pada penekanan, hal ini berarti mengindikasikan waktu kematian korban.

Terdapatnya lebam mayat warna merah keunguan, agak lebih terang, sukar hilang

pada penekanan. Lebam mayat dengan warna lebih terang tersebut dapat dikarenakan

kadar oxyhaemoglobin berlebihan (karena jaringan tidak dapat menggunakan oksigen)

pada pembuluh vena kapiler dan adanya cyanmethaemoglobin

Lebam mayat akan mulai tampak sekitar 30 menit setelah kematian somatis dan

intensitas maksimal terjadi pada 6-7 jam post mortal. Dengan demikian, jika waktu

kematian diatas 6-7 jam, pada penekanan tidak akan menghilang. Pada kasus ini,

ditemukan lebam mayat yang sukar menghilang pada penekanan. Sulitnya tanda lebam

mayat untuk menghilang disebabkan oleh tertimbunnya sel-sel darah dalam jumlah yang

semakin banyak sehingga menjadi sulit untuk berpindah, kekakuan dari pembuluh darah

juga mempemgaruhi tidak menghilangnya dari lebam mayat. Sehingga, disimpulkan

bahwa waktu kematian mendekati waktu diatas, dibawah dari 6 jam post-mortal.

f. Kaku pada mulut, leher, kedua lengan agak sukar dilawan, kedua tungkai agak mudah dilawan

Kaku mayat merupakan kekakuan pada otot yang kadang-kadang disertai dengan

pemendekan serabut otot yang terjadi setelah oeriode pelemasan yang terjadi karena

perubahan kimiawi pada protein dalam serabut otot, baik otot lurik maupun otot polos.

Kaku mayat mulai terdapat sekitar 2 jam post mortal dan mencapai puncaknya setelah

10-12 jam post mortal, keadaan ini akan menetap sekitar 24 jam, setelah 24 jam kaku

mayat akan menghilang. Urutan menghilangnya kaku mayat sesuai dengan pertama

kalinya terdapat kaku mayat. Urutan terjadinya adalah wajah, leher, lengan, dada, perut,

dan tungkai.

11

Page 12: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Pada kasus ini bagian tubuh yang sudah terdapat kaku mayat adalah mulut

(wajah) dan leher, sedangkan pada lengan agak sukar dilawan, namun kedua tungkai

masih mudah untuk dilawan. Jadi, perkiraan waktu kematian dapat dinilai sesuai dengan

bagian tubuh yang sudah kaku. Perkiraan waktunya melebihi 2 jam setelah Tn. Fatris

meninggal dunia.

g. Bagaimana perkiraan saat kematian berdasarkan hasil PL yang ditemukan dan disesuaikan dengan anamnesis dari pihak manajemen?

Berdasarkan hasil temuan pada perubahan pada jenazah, maka perkiraan waktu kematian telah lebih dari 2 jam, mengingat adanya kaku mayat.

3. Apa yang menyebabkan timbulnya :

a. Pada pengirisan, darah berwarna merah agak gelap, kental

Pada pengirisan, darah ditemukan berwarna merah, agak gelap, dan kental. Darah

berwarna merah agak gelap diakibatkan oleh proses kematian yang diakibatkan oleh

asfiksia, dan biasanya ditemukan dalam bentuk lebih cair, namun pada kasus ini darah

yang ditemukan kental.

b. Alat-alat dalam (paru-paru, limpa, ginjal) distended, warna merah agak gelap

Alat dalam distended, warna merah agak gelap, pada pengirisan darah berwarna

merah agak gelap pada pengirisan darah, berwarna merah gelap dan kental . Ini

merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah

terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang

diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang

terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang

mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan

perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi

pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema)

12

Page 13: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

c. Lambung berisi makanan yang dicerna dan permukaan dalam dinding lambung hiperemis

Kecepatan pengosongan lambung sangat bervariasi, sehingga tidak dapat

digunakan untuk memberikan petunjuk pasti waktu antara makan terakhir dan saat mati.

Namun, keadaan lambung dapat membantu tentang keputusan dalam pemeriksaan dalam.

Ditemukannya makanan tertentu dapat digunakan untuk informasi, namun dalam kasus

ini terdapat makan yang sudah dicerna. Tidak dijelaskan jenis makanan apa yang terdapat

didalam lambung, jadi susah untuk menyimpulkan apa makanan yang terakhir kali

dimakan oleh Tn. Fatris.

Menurut literatur lainnya, terdapat standar untuk waktu pengosongan lambung,

yakni sekitar 4-6 jam. Dengan demikian penafsiran waku kematian atas pemeriksaan isi

lambung dapat dilihat dari ada tidaknya makanan yang dicerna dalam lambung, Dalam

kasus ini, makanan masih terdapat, sehingga disimpulkan waktu kematiannya dibawah 4

jam.

Hiperemis pada lapisan dalam lambung, perubahan warna pada jaringan tubuh,

khususnya lapisan dalam lambung menandakan adanya sesuatu yang tertelan. Pada kasus

tertelannya racun sianida terspat perubahan dari lapisan mukosa dalam lambung. Karena

termasuk dari zat korosif, makan akan tampak perubahan dari bagian dalam lambung,

khususnya di daerah kurvatura mayor.

d. Apakah penyebab pasti kematian berdasarkan hasil autopsi? Bagaimana cara membuktikannya?

Penyebab pasti kematian Tn.Fatris berdasarkan hasil autopsi disebabkan oleh

asfiksia yang dikarenakan keracunan zat makanan. Untuk membuktikannya harus

dilakukan pemeriksaan lebih lanjut berupa analisa toksikologi.

13

Page 14: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

4. a. Apakah boleh dilakukan autopsi tanpa disertai permintaan dari penyidik?

Tidak boleh, karena definisi Visum et Repertum adalah keterangan tertulis

yang dibuat dokter atas permintaan tertulis (resmi) penyidik tentang pemeriksaan

medis terhadap seseorang manusia baik hidup maupun mati ataupun bagian dari tubuh

manusia, berupa temuan dan interpretasinya, di bawah sumpah dan untuk kepentingan

peradilan.

b. Permintaan penyidik disebut apa?Visum et Repertum

c. Pembagian visum et repertum?

Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu:

1 . VeR hidup

VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu:

a.VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan

perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan

korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat

I atau luka golongan C.

b.VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban

memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi

pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada

kesimpulan.

Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu

· Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak

· Mengarahkan penyelidikan

· Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara

terhadap terdakwa

· Menentukan tuntutan jaksa

14

Page 15: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan

sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban

meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka

pada bagian kesimpulan VeR.

2. VeR jenazah , yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan

pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.

3. Ekspertise , yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh

korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada

sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.

d. Tujuan Visum et repertum?

Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis

dalam Pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian

suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR

menguraikan segala sesuatu tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam

bagian pemberitaan, yang karenanya dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti.

e. Mengapa harus pihak berwenang yang meminta visum et repertum?

Prosedur Permintaan, Penerimaan, dan Penyerahan Visum et Repertum

Pihak yang berhak meminta VeR

1. Penyidik, sesuai dengan pasal I ayat 1, yaitu pihak kepolisian yang diangkat negara

untuk menjalankan undang-undang.

2. Di wilayah sendiri, kecuali ada permintaan dari Pemda Tk II.

3. Tidak dibenarkan meminta visum pada perkara yang telah lewat.

4. Pada mayat harus diberi label, sesuai KUHP 133 ayat C.

15

Page 16: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Syarat pembuat:

· Harus seorang dokter (dokter gigi hanya terbatas pada gigi dan mulut)

· Di wilayah sendiri

· Memiliki SIP

· Kesehatan baik

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk

membuat VeR korban hidup, yaitu:

1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.

2. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau

keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos.

3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter.

4. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter.

5. Ada identitas korban.

6. Ada identitas pemintanya.

7. Mencantumkan tanggal permintaan.

8. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk

membuat VeR jenazah, yaitu:

1. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan.

2. Harus sedini mungkin.

3. Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar.

4. Ada keterangan terjadinya kejahatan.

5. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.

6. Ada identitas pemintanya.

7. Mencantumkan tanggal permintaan.

8. Korban diantar oleh polisi.

16

Page 17: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Saat menerima permintaan membuat VeR, dokter harus mencatat tanggal dan jam,

penerimaan surat permintaan, dan mencatat nama petugas yang mengantar korban. Batas

waktu bagi dokter untuk menyerahkan hasil VeR kepada penyidik selama 20 hari. Bila

belum selesai, batas waktunya menjadi 40 hari dan atas persetujuan penuntut umum.

17

Page 18: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

TOKSIKOLOGI FORENSIK

DEFINISI

Toksikologi merupakan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan sumber, karakteristik

dan kandungan racun, gejala dan tanda yang disebabkan racun, dosis fatal, periode fatal,dan

penatalaksanaan kasus keracunan. Periode fatal merupakan selang waktu antara masuknya racun

dalam dosis fatal rata-rata sampai menyebabkan kematian pada rata-rata orang sehat.

Dalam berbagai kepustakaan, terdapat berbagai pengertian tentang keracunan

(poisoning) dan intoksikasi. Beberapa kepustakaan menyatakan pengertian keracunan dan

intoksikasi berbeda, dimana keracunan dinyatakan sebagai overdosis yang mempunyai efek

sentral sedangkan intoksikasi merupakan overdosis yang bersifat umum baik sentral maupun

perifer. Namun kepustakaan lain menyatakan keracunan dan intoksikasi memiliki pengertian

yang sama.

Berbagai definisi racun telah dipublikasikan berdasarkan sudut pandang yang berbeda

dari berbagai ahli. Semua definisi memiliki kelemahan dan kelebihan tersendiri dalam

interpretasi dan banyak definisi yang tumpang tindih satu dengan lainnya. Paracelcus (1493-

1541) yang lebih dikenal sebagai Theopraxis Bombastus von Honhenheim, orang yang pertama

mendefinisikan racun, menyatakan semua substansi di alam adalah racun hanya dosis yang

membedakan substansi tersebut racun atau bukan (sola dosis facit venenum). Ahli toksikologi

SEINEN (1989) menyatakan racun adalah substansi yang diberikan secara berlebihan sehingga

toksikologi dianggap sebagai pengetahuan tentang sesuatu yang berlebihan (toxicology is the

knowledge of too much).

SANGSTER secara lebih rinci menyatakan tentang sumber substansi yang dianggap

racun. Keracunan dianggap sebagai cidera yang diakibatkan konsentrasi berlebihan dari

substansi eksogenous (dari luar tubuh manusia).

Toksikologi forensik Pemeriksaan racun dan keracunan yang berhubungan dengan perkara

pidana atau perdata.

18

Page 19: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Kata Racun, tidak disebutkan dalam undang-undang yang berlaku di Indonesia

KUHAP ps 133 ayat 1 : hanya ada kata “keracunan”

KUHP ps 356 : ada kata “meracuni” penyaniayaan

Racun zat/bahan yang dalam jumlah tertentu bila terjadi kontak atau masuk kedalam tubuh

akan menyebabkan penyakit dan/atau kematian.

Sumber Racun :

Racun rumah tangga : desinfektan, detergen, insektisida

Racun pertanian : pestisida, herbisida

Racun kedokteran : hipnotika, sedatif, analgetika, obat

o penenang, antidepresan, antibiotika

Racun industri : asam dan basa kuat, logam berat

Racun bebas : opium, ganja, sianida, racun pada jamur

Cara Masuk :

Mulut/peroral

Saluran pernafasan/inhalasi

Suntikan/parenteral

Perrektal

pervaginal

Melalui kulit

19

Page 20: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Skema. Cara masuknya racun ke tubuh

MEKANISME KERJA RACUN

1. Titik tangkap kerja

- Gangguan sistem enzim

Arsen dan Hg : enzim sulfhidril

- Gangguan transport O2 Ekstraseluler

Ex : CO

- Inaktivasi asetilkolin esterase

Ex : insektisida organofosfat, karbamat

20

Page 21: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

2. Spektrum kerja

- sistemik

- lokal

Racun yang bekerja lokal :

• zat-zat korosif : lisol, asam kuat, basa kuat

• iritan : arsen, HgCl2,

• anestetik : kokain, asam karbol

Racun yang bekerja sistemik

• narkotika, barbiturat dan alkohol terutama berpengaruh terhadap

susunan saraf pusat

• digitalis dan asam oksalat terutama berpengaruh terhadap

jantung

• karbonmonoksida dan sianida terutama berpengaruh terhadap

sistem enzim pernafasan dalam sel

• cantharides dan HgCl2 terutama berpengaruh terhadap

ginjal

Racun yang bekerja lokal & Sistemik :

- asam oksalat

- asam karbol

- arsen

- garam Pb

21

Page 22: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KERJA RACUN

Cara Pemberian

Keadaan Tubuh : umur, keadaan umum, kebiasaan, hipersensitifitas

Racunnya sendiri : Dosis, konsentrasi, bentuk dan kombinasi fisik, addisi dan sinergisme,

antagonisme

Cara pemberian, pada umumnya racun akan paling cepat bekerja pada tubuh jika masuk

secara inhalasi, kemudian secara injeksi (i.v, i.m, dan s.k), ingesti, absorbsi melalui mukosa dan

yang paling lambat jika racun tersebut masuk ke dalam tubuh melalui kulit yang sehat.

Umur, pada umunya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila

dibandingkan dengan orang dewasa, tetapi pada beberapa jenis racun, seperti barbiturat dan

belladonna, justru anak-anak lebih tahan.

Kesehatan, pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal biasanya

akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang yang sehat. Pada mereka yang

menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran

pencernaan, penyerapan racun biasanya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi

kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita

diakibatkan oleh racun.

Kebiasaan, faktor ini berpengaruh dalam hal dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-

gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi.

Hipersensitif (alergi-idiosinkrasi), banyak preparat-preparat seperti vitamin B1, penisilin,

streptomisin dan preparat-preparat yang mengandung yodium menyebabkan kematian, karena si

korban sangat rentan terhadap oreparat-preparat tersebut.

Dosis, besar kecilnya dosis racun akan menentukan berat ringannya akibat yang

ditimbulkan, dalam hal ini tidak boleh dilupakan adanya toleransi/intoleransi individu. Pada

intoleransi, gejala keracunan akan tampak walaupun racun yang masuk ke dalam tubuh belum

mencapai level toksik.

22

Page 23: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Konsentrasi, untuk racun-racun yang kerjanya dalam tubuh bersifat lokal, misalnya zat-zat

korosif, konsentrasi lebih penting bila dibandingkan dengan dosis total. Keadaan tersebut

berbeda dengan racun yang bekerja secara sistemik, dimana dalam hal ini dosislah yang berperan

dalam menentukan berat ringannya akibat yang ditimbulkan oleh racun tersebut.

Bentuk, racun yang berbentuk cair tentunya akan lebih cepat menimbulkan efek bila

dibandingkan dengan racun yang berbentuk padat.

Seseorang yang menelan racun dalam keadaan lambung kosong, tentu akan lebih cepat

keracunan bila dibandingkan dengan orang yang menelan racun dalam keadaan lambungnya

berisi makanan.

Addisi dan sinergisme. Barbiturate misalnya, jika diberikan bersama-sama dengan alkohol,

morfin atau CO, dapat menyebabkan kematian, walaupun dosis barbiturate yang diberikan jauh

dibawah dosis letal

Antagonisme, kadang-kadang dijumpai kasus dimana seseorang memakan lebih dari satu

macam racun, tetapi tidak mengakibatkan apa-apa, oleh karena racun-racun tersebut saling

menetralisir.

Dalam hal klinik sifat antagonistik ini dimanfaatkan untuk pengobatan, misalnya nalorfin dan

naloxone dipakai untuk mengatasi depresi pernafasan dan oedema paru-paru yang terjadi pada

keracunan akut obat-obat golongan narkotika.

23

Page 24: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

TOKSISITAS RACUN

Dalam pemeriksaan keracunan harus diperhatikan kondisi-kondisi yang mempengaruhi

fatalitas racun pada korban, baik pada anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan.

Banyak substansi yang hanya bersifat toksik dalam jumlah yang besar tetapi ada yang bersifat

toksik meskipun jumlahnya kecil. Demikian juga adanya substansi tertentu secara tersendiri tidak

bersifat toksik atau toksisitasnya rendah tetapi dengan adanya substansi lain, menyebabkan

substansi tersebut menjadi toksik.

Hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan korban hidup, antara lain :

1. Toksisitas intrinsik

Ikatan kimia (struktur kimia) suatu zat secara intrinsik membentuk sifat racun zat

tersebut,misalnya unsur sodium.

2. Dosis dan bioavailabilitas

Farmakokinetik untuk substansi yang bersifat sistemik sangat tergantung dosis zat yang

masuk ke dalam tubuh dan kecepatan metabolisme zat terutama di organ detoksifikasi (hati).

Metabolisme zat di dalam hati sebelum beredar ke dalam sirkulasi sistemik (first pass effect)

sangat menentukan toksisitas zat yang masuk ke dalam tubuh secara oral.

3. Konsentrasi

Fatalitas beberapa zat tergantung konsentrasi seperti halnya gas karbonmonoksida (CO),

asam kuat dan basa kuat.

4. Frekuensi dan waktu paruh

Seringnya kontak, lama kontak (durasi) dan waktu paruh zat yang kontak juga

mempengaruhi toksisitas racun.

5. Cara masuk zat ke dalam tubuh

Cara masuk zat ke dalam tubuh sangat menentukan kecepatan kecepatan absorbsi dan

beredarnya zat secara sistemik. Pemekaian zat per oral relatif lebih lambat dibandingkan

secara injeksi dan inhalasi.

24

Page 25: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

6. Ko-medikasi

Adanya zat lain (ko-medikasi) dapat meningkatkan toksisitas zat dengan toksisitas rendah

atau mengubah zat yang tidak toksik menjadi toksik. Alkohol merupakan ko-medikasi yang

paling sering digunakan, yang dapat meningkatkan efek depresan dari obat-obat yang

menekan sistem saraf pusat.

7. Kondisi pemakai

Kondisi korban harus diperiksa dengan teliti terhadap adanya penyakit-penyakit yang

melibatkan sistem metabolisme dan detoksifikasi, dimana penyakit tersebut dapat

meningkatkan toksisitas suatu zat. Demikian juga halnya faktor umur, jenis kelamin, status

gizi, reaksi alergi, dan idiosinkrasi.

KERACUNAN DALAM BIDANG MEDIS

Pelayanan forensik klinis kasus keracunan pada prinsifnya adalah mengumpulkan bukti-

bukti penggunaan racun dan menginterpretasikannya dalam bentuk sertifikasi yang dapat

dijadikan bukti da dapat diterima di pengadilan. Informasi yang melatarbelakangi keracunan

menjadi salah satu bukti yang perlu digali dan dikumpulkan. Pemeriksaan forensik dalam kasus

keracunan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu atas dasar dari tujuan pemeriksaan itu sendiri.

Yang pertama bertujuan untuk mencari penyebab kematian, misalnya kematian karena keracunan

morfin, sianida, keracunan karbonmonoksida serta keracunan insektisida dan lain sebagainya.

Yang kedua, dan ini sebenarnya yang terbanyak kasusnya akan tetapi belum banyak disadari,

adalah untuk mengetahui mengapa suatu peristiwa, misalnya peristiwa pembunuhan, kecelakaan

lalu lintas, kecelakaan pesawat udara dan perkosaan dapat terjadi. Dengan demikian tujuan yang

kedua bermaksud untuk membuat suatu rekaan rekonstruksi atas peristiwa yang terjadi, sampai

sejauh mana obat-obatan atau racun tersebut berperan sehingga kecelakaan pesawat udara

misalnya, dapat terjadi.

25

Page 26: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

BENTUK KERACUNAN BERDASARKAN MOTIF

Salah satu tujuan pelayanan forensik klinik adalah memberikan informasi atau fakta-

fakta yang membuat terang kasus keracunan yang mencurigakan termasuk motif yang

melatarbelakangi kasus tersebut. Dalam kasus tindak pidana harus dibuktikan adanya perbuatan

yang salah (actua rheus) dan situasi batin yang melatarbelakangi tindakan tersebut (men rhea).

Motif keracunan harus ditentukan sebagai unsur men rhea, apakah timbul akibat kecerobohan

(recklessness), kealpaan (negligence) atau kesengajaan (intentional).

Secara umum, motif keracunan dapat dibedakan menjadi dua bentuk (tipe) berdasarkan

korban keracunan, yaitu:

1. Tipe S (spesific target)

Menunjukkan bahwa korban keracunan hanya orang tertentu dan biasanya antara pelaku dan

korban sudah saling kenal. Motivasi yang biasanya melatarbelakangi, antara lain: uang,

membunuh, pembunuhan lawan politik dan balas dendam. Keracunan tipe S berdasarkan

terjadinya dibagi ke dalam dua sub grup yaitu:

a. Sub grup S tipe S/S (spesific/slow) dimana keracunan terjadi secara perlahan dan

direncanakan oleh pelaku.

b. Sub grup Q tipe S/Q (spesific/quick) dimana keracunan terjadi secara mendadak dan

tanpa perencanaan sebelumnya.

Pemeriksaan terhadap korban keracunan tipe S/S perlu mendapat perhatian lebih sebab

kegagalan pembuktian tanda-tanda keracunan oleh dokter sangat sering membuat kasus

tersebut menjadi kasus tersebut menjadi kasus pembunuhan yang sempurna (the perfect

murder). Pembunuhan yang sempurna adalah kematian korban yang sesungguhnya akibat

tindaan pidana tetapi dokter menyatakan sebagai kematian wajar karena faktor penyakit.

Kasus pembunuhan yang sempurna terjadi bukan karena keahlian si pembunuh, tetapi akibat

kegagalan dokter mengenali tanda-tanda keracunan pada korban.

2. Tipe R (random target)

Terjadi pada korban yang acak. Motivasi bentuk keracunan ini biasanya ego, sadistik, dan

teror. Berdasarkan kejadiannya keracunan tipe R dibagi:

26

Page 27: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

a. Sub grup S tipe R/S (random/slow), terorisme merupakan salah satu benuk keracunan

tipe ini bila racun yang dipakai sebagai alat untuk menjalankan teror.

b. Sub tipe Q tipe R/Q (random/quick).

PEMERIKSAAN PERISTIWA KERACUNAN

Meliputi :

Pemeriksaan TKP

Pemeriksaan korban

- pemeriksaan dalam

- pemeriksaan luar

Pemeriksaan Toksikologi

- pengambilan dan pengumpulan bahan

PEMERIKSAAN TKP

Pemeriksaan TKP Penting untuk proses penyidikan selanjutnya

Tujuan :

Menentukan korban hidup/ meninggal

Mengumpulkan barang bukti

Memperkirakan cara kematian

Menentukan saat kematian

27

Page 28: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

PEMERIKSAAN FORENSIK KLINIK TERHADAP KORBAN KERACUNAN

Pemeriksaan korban keracunan pada prinsipnya sama secara medis maupun secara

forensik klinis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Perbedaan

yang ada adalah pada hasil akhir pemeriksaan, berupa sertifikasi yang memberi batuan

pembuktian hukum terhadap korban. Sertifkasi yang dimaksud adalah diterbitkannya visum et

repertum peracunan.

Dalam pemeriksaan forensik klinis, anamnesis dapat bersifat autoanamnesis bila korban

kooperatif atau alloanamnesis baik terhadap keluarga koban atau penyidik. Beberapa hal yang

perlu ditekankan dalam anamnesis :

- Jenis racun

- Cara masuk racun (route of administration) : melalui ditelan, terhisap bersama udara

pernafasan, melalui penyuntikan, penyerapan melalui kulit yang sehat atau kulit yang sakit,

melalui anus atau vagina.

- Data tentang kebiasaan dan kepribadian korban

- Keadaan sikiatri korban

- Keadaan kesehatan fisik korban

- Faktor yang menigkatkan efek letal zat yang digunakan seperti penyakit, riwayat alergi atau

idiosinkrasi atau penggunaan zat-zat lain (ko-medikasi)

Dalam pemeriksaan fisik, harus dicatat semua bukti-bukti medis meliputi tanda-tanda

mencurigakan pada tubuh korban seperti bau tertentu yang keluar dari mulut atau saluran napas,

warna muntahan dan cairan atau sekret yang keluar dari mulut atau saluran napas, adanya tanda

suntikan, dan tanda fenomena drainage. Gejala-gejala dan perlukaan tertentu harus dicatat seperti

kejang, pin point pupil atau tanda gagal napas. Demikian juga terhadap luka-luka lecet sekitar

mulut, luka suntikan atau kekerasan lainnya. Bau-bau tertentu harus dikenali dalam pemeriksaan

seperti bau amandel pada keracunan sianida, bau pestisida atau bau minyak tanah yang dipakai

sebagai pelarut.

28

Page 29: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Pengambilan dan analisis sampel dilakukan dengan mengambil sisa muntahan, sekret

mulut dan hidung, darah serta urin. Bila racun per oral, analisis isi lambung harus dilakukan

secara visual, bau dan secara kimia. Skrening racun diambil dari sampel urin dan darah.

Hasil akhir pemeriksaan forensik klinik adalah diterbitkannya Visum et Repertum

Peracunan yang merupakan salah satu alat bukti sah di pengadilan. Prosedur penerbitan Visum et

Repertum Peracunan sesuai dengan prosedur medikolegal penerbitan visum dimana harus dibuat

berdasarkan Surat Permintaan Visum resmi penyidik (Pasal 133 KUHAP). Dalam Visum et

Repertum peracunan ditentukan kualifikasi luka akibat peracunan, dimana penentuannya

berdasarkan penilaian efek racun terhadap metabolisme dan gangguan fungsi organ yang

diakibatkan oleh racun.

PEMERIKSAAN FORENSIK KASUS KERACUNAN TERHADAP KOBAN YANG

SUDAH MENINGGAL

Beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan pada pemeriksaan keracunan pada

korban yang sudah meninggal antara lain:

1. Pemeriksaan post mortem

a. Pemeriksaan luar

Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, kemungkinan didapatkan:

- Racun jenis tertentu mengeluarkan bau aroma yang khas, misalnya asam

hidrosianida, asam karbonat, kloroform, alkohol, dll. Untuk menjaga keutuhan

jenazah tidak boleh menggunakan cairan desinfektan yang mempunyai bau (aroma).

- Pada permukaan tubuh jenazah mungkin ditemukan bercak-bercak yang berasal dari

muntahan, feses dan kadang-kadang jenis racun itu sendiri.

- Perubahan warna kulit, misalnya menjadi kuning pada keracunan fosfor dan

keracunan akut akibat unsur tembaga sulfat.

- Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas atau mengepal.

- Pemeriksaan lubang pada tubuh jenazah untuk melihat adanya tanda-tanda bekas zat

korosif atau benda asing.

29

Page 30: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

- Livor mortis yang khas, merah terang, cherry red atau merah coklat (bila racunnya

menyebabkan perubahan warna darah sehingga warna lebam jenazah mengalami

perubahan.

b. Pemeriksaan dalam

Pada umumnya tanda-tanda keracunan tampak pada traktus gastrointestinal, terutama jika

keracunan akibat zat korosif atau iritan. Perubahan yang terjadi adalah:

- Hiperemia

Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat pada bagian cardiac

lambung dan pada bagian curvatura major. Warnanya adalah merah gelap dan

hiperemia ini bentuknya bisa merata atau bercak, misalnya pada keracunan arsen

hiperemia adalah merah merata.

Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai unsur lainnya seperti sari buah.

Asam nitrat menyebabkan warna kuning pada usus. Hiperemia harus dibedakan

dengan kongesti vena secara menyeluruh yang terjadi pda kematian akibat asfiksia.

Gambaran yang membedakan dengan hiperemia yang disebabkan oleh penyakit

adalah pada hiperemia karena penyakit sifatnya merata dan terdapat pada seluruh

permukaan serta tidak berupa bercak, selain itu gambaran membran mukosa lebih

banyak terkena pada kasus keracunan.

- Perlunakan

Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat pada kardiak

lambung, kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan esofagus. Jika disebabkan karena

penyakit, gambaran ini hanya tampak pada lambung. Juga harus dibedakan dengan

perlunakan post mortem yang terdapat pada bagian yang lebih rendah dan mengenai

seluruh lapisan dinding lambung. Pada bagian yang mengalami perlunakan tidak ada

tanda-tanda inflamasi.

30

Page 31: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

- Ulserasi

Paling sering ditemukan ditemukan pada curvatura major lambung dan harus

dibedakan dengan tukak peptik yang paling sering terdapat di curvatura minor

lambung dan ditandai dengan adanya hiperemia di sekitar tukak tersebut.

- Perforasi

Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat. Perforasi juga bisa

terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini biasannya lonjong

atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar dan lambung menunjukkan tanda-tanda

perlekatan dengan jaringan sekitar.

2. Pemeriksaan kimia/toksikologi pada organ tubuh bagian dalam

Ditemukannya jenis racun pada darah, feses, urin atau dalam organ tubuh merupakan bukti

yang memastikan bahwa telah terjadi keracunan. Racun bisa ditemukan dalam lambung, usus

halus, dan kadang-kadang pada hati, limpa dan ginjal. Organ tubuh dan bahan yang diperiksa

antara lain :

- Urin dan feses

- Darah

- Lambung dan isinya

- Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum)

- Hati

- Setengah bagian dari masing-masing ginjal

- Otak dan medulla spinalis, terutama pada keracunan striknin

- Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada kecurigaan abortus

kriminalis

- Paru-paru terutama pada keracunan kloroform

- Tulang, rambut, gigi dan kuku

- Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun.

3. Pengumpulan bukti-bukti dari sekitar tempat kejadian

31

Page 32: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

KUNCI PEMBUKTIAN KASUS KERACUNAN

Dalam pembuktian kasus keracunan sebagai tindak pidana, banyak hal yang harus

dibuktikan dan dalam pembuktiannya banyak melibatkan dokter forensik klinis. Hal yang

dibuktikan antara lain :

1. Bukti hukum (legally proving): bukti hukum yang dapat diterima di pengadilan

(adminissible) sangat tergantung dari keaslian bukti tersebut sehingga penatalaksanaan

terhadap bukti-bukti pada korban sangat diperlukan. Terlebih lagi pada kasus tindak pidana

yang memerlukan standar pembuktian dengan tingkat kepercayaan yang lebih tinggi yaitu

sampai tidak ada keraguan yang beralasan.

2. Pembuktian motif keracunan

3. Kondisi yang memungkinkan dapat diperolehnya racun seperti adanya resep, toko obat atau

toko yang menyediakan substansi yang digunakan.

4. Bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan korban, gangguan kepribadian, kondisi kesehatan,

dan penyakit serta kesempatan dilibatkannya racun.

5. Bukti kesengajaan (intentional)

6. Bila korban meninggal harus ditentukan sebab kematian korban adalah racun dengan

menyingkirkan sebab kematian yang lainnya.

7. Bukti peracunan adalah homicide.

Dari 7 bukti pembuktian kasus keracunan tersebut, tampak bantuan dokter sangat

diperlukan dalam beberapa langkah terutama :

Pengumpulan, pencatatan dan interpretasi bukti keracunan medis dalam upaya memberikan

pembuktian hukum

Menemukan bukti-bukti pada korban seperti kebiasaan, kondisi fisik dan keadaan psikiatri

korban

Penentuan sebab kematian bila korban dengan mengeklusi penyebab kematian lainnya

32

Page 33: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

MEKANISME KERJA RACUN DALAM TUBUH MANUSIA

1. Racun yang bekerja lokal atau setempat, zat-zat korosif : lisol, asam kuat, basa kuat, yang

bersifat iritan : arsen, HgCl2, yang bersifat anestetik : kokain, asam karbol

2. Racun yang bekerja secara sistemik

- narkotika, barbiturat dan alkohol; terutama berpengaruh terhadap susunan saraf pusat

- digitalis dan asam oksalat; terutama berpengaruh terhadap jantung

- karbonmonoksida dan sianida, terutama berpengaruh terhadap sistem enzim pernafasan

dalam sel

- insektisida golongan “chlorinated hydrocarbon” dan golongan fosfor organik

- cantharides dan HgCl2, terutama berpengaruh terhadap ginjal.

3. Racun yang bekerja secara lokal dan sistemik

- asam oksalat

- asam karbol

- arsen

- garam Pb

33

Page 34: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

KERACUNAN SIANIDA

Sianida adalah racun yang digunakan baik untuk bunuh diri, kecelakaan atau

pembunuhan. Meskipun diagnosis autopsi tentang keracunan sianida sangat jarang diragukan,

analisis toksikologi mungkin sulit untuk interpretasi akibat destruksi maupun produk sianida

dalam tubuh yang sudah mati dan bahkan pada sampel darah yang disimpan untuk menunggu

diperiksa. Keracunan sianida akut merupakan kasus yang paling sering dilaporkan sendiri, dalam

beberapa kasus biasanya garam natrium maupun kalium ikut masuk ke saluran cerna. Hal ini bisa

tiba-tiba maupun dalam kecelakaan kerja (industri) yang dalam beberapa kasus garam-garam

tersebut ikut dilibatkan, atau mungkin gas-gas yang dibebaskan dari beberapa proses komersil.

Sianida (CN) merupakan racun yang sangat toksik, cara masuk ke dalam tubuh dapat

secara :

- inhalasi, misalnya gas HCN (gas penerangan, sisa pembakaran seluloid, fumigasi kapal)

- oral, yaitu garam CN yang dipakai pada peyepuhan emas, pengelasan besi dan baja, serta

fotografi dan amigdalin yang didapat dari singkong, ubi dan biji apel

Setelah diabsorbsi, CN masuk ke dalam sirkulasi sebagai CN bebas dan tidak dapat

berikatan dengan Hb kecuali dalam bentuk methemoglobin akan terbentuk sianmethemoglobin.

CN akan mengaktifkan enzim oksidatif beberapa jaringan secara radikal, terutama sitokrom

oksidase juga merangsang pernapasan bekerja pada ujung sensorik sinus (kemoreseptor)

sehingga pernapasan cepat. Dengan demikian proses oksidasi-reduksi dalam sel tidak

berlangsung dan oksihemoglobin tidak dapat berdisosiasi melepaskan O2 ke sel jaringan

sehingga timbul anoksia jaringan. Hal ini merupakan keadaan paradoksal karena korban

meninggal akibat hipoksia tetapi darahnya kaya akan O2.

Takaran toksik per oral untuk HCN adalah 60-90 mg, sedangkan KCN atau NaCN

adalah 200 mg. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit sedangkan

gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.

34

Page 35: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Penemuan Autopsi pada Keracunan Sianida

Tanda dan gejala keracunan akut CN yang ditelan dapat dengan cepat menyebabkan

kegagalan pernafasan dan kematian dapat timbul dalam beberapa menit. Dalam interval yang

pendek antara menelan racun sampai kematian, korban mengeluh merasa terbakar pada

kerongkongan dan lidah, hipersalivasi, mual, muntah, sakit kepala, vertigo, photophobia, tinitus,

pusing, kelelahan dan sesak napas. Dapat pula ditemukan sianosis pada muka, keluar busa dari

mulut, nadi cepat dan lemah, napas cepat dan kadang-kadang tidak teratur, refleks melambat,

udara pernapasan berbau amandel. Menjelang kematian sianosis nyata dan timbul kedutan otot-

otot berlanjut dengan kejang dengan inkontinensia urin dan alvi. Racun yang diinhalasi

menimbulkan palpitasi, kesukaran bernapas, mual muntah sakit kepala, salivasi, lakrimasi, iritasi

mulut dan kerongkongan, pusing, kelemahan ekstremitas, kolaps, kejang, koma, dan meninggal.

Pemeriksaan luar jenazah dapat tercium bau amandel yang merupakan tanda

patognomonik untuk keracunan CN. Selain itu didapatkan sianosis pada wajah dan bibir, busa

keluar dari mulut, dan lebam jenazah berwarna merah terang. Pemeriksaan selanjutnya biasanya

tidak memberikan gambaran yang khas.

Dari luar, ada banyak variasi dalam penampilanya. Yang klasik, lebam mayat dikatakan

menjadi berwarna merah bata, sesuai dengan kelebihan oksi hemoglobin (karena jaringan

dicegah dari penggunaan oksigen) dan ditemukannya cyanmethemoglobin. Banyak deskripsi

lebam mayat yang mengarah pada kulit yang berwarna merah muda gelap atau bahkan merah

terang, terutama bergantung pada daerahnya, yang mana dapat dibingungkan dengan karboksi

hemoglobin.

Mungkin bau sianida ada pada tubuh dan dapat dikenal, tapi perlu diketahui bahwa

banyak orang tidak bisa mendeteksi bau ini, kemampuan menciumnya berhubungan dengan

genetik (bukan berdasarkan pengalaman). Ini penting diketahui oleh ahli patologi dan pegawai

kamar mayat, bahwa keracunan sianida dapat membawa resiko. Para petugas terkait menjadi

sakit dan untuk sementara mengalami gangguan fungsi setelah mengautopsi mayat bunuh diri

yang telah menelan sejumlah besar kalium sianida. Diasumsikan mungkin akibat menghirup

hidrogen sianida dari isi perut mayat ketika melakukan pemeriksaan organ dalam.

35

Page 36: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

Pada autopsi dapat tercium bau amandel waktu membuka rongga dada, perut dan otak.

Darah, otot dan penempang organ berwarna merah terang. Juga ditemukan tanda-tanda asfiksia.

Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan dengan pemeriksaan toksikologis terhadap isi

lambung dan darah.

Perut dapat berisi darah maupun rembesan darah akibat erosi maupun pendarahan di

dinding perut. Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada

perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa

petechiae. Mungkin juga sianida tersebut menjadi kristal / bubuk putih yang tidak dapat larut,

dengan bau seperti almond.

Seperti kematian yang biasanya berlangsung cepat, sedikit bagian dari sianida dapat

sudah melewati masuk ke dalam sel cerna. Esofagus dapat mengalami kerusakan, terutama pada

bagian mukosa esofagus yang ketiga yang lebih bawah, yang bisa mengalami perubahan post

mortem dari regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphincter jantung setelah mati. Organ lain

tidak menunjukkan perubahan yang spesifik dan diagnosis dibuat berdasarkan ceritanya, bau dan

warna kemerahan pada jaringan dalam tubuh maupun kulit.

Analisis Toksikologi

Darah, isi perut, urin dan muntahan harus diserahkan ke laboratorium, membutuhkan

perhatian khusus bahwa sampel terhindar dari resiko dalam pengemasannya, transportasinya atau

tidak dikemasnya sampel tersebut. Pemerikasaan laboratorium harus dilakukan dan diperhatikan

jika ada kemungkinan terjadinya keracunan sianida.

Jika kematian mungkin disebabkan oleh inhalasi gas hidrogen sianida, paru-parunya

harus dikirim utuh, dibungkus dalam kantong yang terbuat dari nilon (bukan polivinil klorida).

Penting untuk membawa sampel ke laboratorium sesegera mungkin (dalam beberapa

hari) untuk menghindari struktur sianida yang tidak seperti aslinya lagi dalam sampel darah yang

telah disimpan. Hal ini biasanya dapat terjadi akibat suhu ruangannya, sehingga jika ada

penundaan, adanya kulkas pendingin menjadi penting. Jika dibandingkan, beberapa sampel

positif sesungguhnya dapat menurun kualitasnya pada penyimpanan. Lebih dari 70% isi sianida

36

Page 37: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

dapat hilang setelah beberapa minggu, akibat reaksi dengan komponen jaringan dan konversi

menjadi thiosianad. Dikatakan bahwa tidak ada struktur sianida  yang tidak seperti aslinya lagi,

sianida yang ditemukan dalam jumlah cukup adalah bukti bahwa sianida masuk dalam tubuh

yang mana hal itu sendiri tidak normal dan dikonfermasi sebagai barang bukti dari terjadinya

keracunan.

37

Page 38: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

HISTOTOXIC ASFIKSIA(KERACUNAN SIANIDA)

KeteranganBatasan Seseorang meninggal asfiksia karena keracunan sianida.Sumber Berasal dari umbi-umbian, ada juga sudah dalam bentuk jadi.Sifatnya Bisa dalam bentuk padat; dalam bentuk gugusan garam

(kalium sianida, natrium sianida), mudah larut dalam air sehingga terdapat dalam bentuk cairan. Contohnya : apabila kita membuang racun sianida dalam umbi-umbian dengan cara membilas-bilas umbi-umbian sehingga sianidanya larut. Bisa juga dalam bentuk gas bila dengan asam pekat.

Dikenal sebagai (dalam masyarakat)

Sianida ini dikenal masyarakat Indonesia dengan nama "Potas", yang sebetulnya kata ini kurang tepat karena yang dimaksud adalah potassium sianida dan yang beracun adalah sianidanya. Yang terkenal karena digunakan untuk menangkap ikan dengan meracuni dengan bongkahan potassium sianida.

Mekanisme kerja Sianida merusak enzim pernafasan di dalam sel yaitu sitokrom oksidase. Dengan terganggunya enzim ini, maka timbullah proses hipoksia/anoksia secara sistemik. Artinya setiap sel tubuh korban (otak, ginjal, paru-paru, dll kecuali sel darah merah yang tidak berinti) akan mengalami hipoksia. Dengan demikian seseorang bisa mengalami hipoksia/asfiksia tidak harus mengalami kerusakan pada proses di paru-paru, tetapi bisa juga kerusakan proses pernafasan di dalam inti sel. Ini terbukti seseorang keracunan sianida dalam bentuk padat (potassium sianida) melalui makanan atau saluran pencernaan juga akan menimbulkan hipoksia/asfiksia. Dengan kata lain janganlah kita berpikir seseorang yang meninggal karena asfiksia selalu berhubungan dengan paru-paru.

Tanda-tanda khas Warna darah merah terang seperti warna merah batu bata, begitu juga warna lebam mayatnya. Untuk membedakannya dengan lebam mayat keracunan CO, jelas keracunan CO berhubungan dengan asap, sedangkan sianida tidak.

Tes Tes yang dilakukan pada sianida yaitu “Prussian Blue Test” (lihat bab Toksikologi).

Tanda asfiksia Tanda-tanda asfiksia sesuai dengan tanda-tanda asfiksia umum.

38

Page 39: 76796947 Skenario Tn Fatris Forensik

DAFTAR PUSTAKA

1. Idries, Abdul Mun’im, 1997, Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa Aksara,

Jakarta,

2. Budiyanto, A., dkk, 1997, Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik,FK UI

3. Anonim. Tanatologi Dan Identifikasi Kematian Mendadak (Khususnya Pada Kasus

Penggantungan). Available at http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=14

4. Amir A, Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik, ed 2, Bagian Ilmu Kedokteran Forensik dan

Medikolegal Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan, 2007

39