Top Banner
7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) Bungur (Lagerstroemia) adalah tumbuhan sejenis pohon atau perdu yang dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Bunganya berwarna merah jambu, bila mekar bersama-sama akan tampak indah. Perbanyakan anakannya dari biji yang keluar setelah proses pembungaan selesai. Bijinya berbentuk bulat berwarna cokelat sebesar kelereng. Selain itu bisa juga diperbanyak dengan pencangkokan (Anonim, 2010). Gambar 2.1 Pohon Bungur (L. speciosa Pers.) Ada dua jenis bungur yang populer sebagai tanaman hias pekarangan: bungur biasa (L. speciosa) seperti yang tertera pada Gambar 2.1, pohon besar mencapai 8 m, dan bungur Jepang (L. faurieri, L. indica, dan hibrida keduanya) yang lebih kecil, berbentuk perdu. Bungur besar dulu juga banyak ditanam di pekuburan. Kini selain ditanam sengaja dipinggir jalan raya dan halaman rumah, juga banyak tumbuh liar di tepian sungai (Anonim, 2010). 7
22

7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

Dec 31, 2016

Download

Documents

LêHạnh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.)

Bungur (Lagerstroemia) adalah tumbuhan sejenis pohon atau perdu

yang dikenal sebagai pohon peneduh jalan atau pekarangan. Bunganya berwarna

merah jambu, bila mekar bersama-sama akan tampak indah. Perbanyakan

anakannya dari biji yang keluar setelah proses pembungaan selesai. Bijinya

berbentuk bulat berwarna cokelat sebesar kelereng. Selain itu bisa juga

diperbanyak dengan pencangkokan (Anonim, 2010).

Gambar 2.1 Pohon Bungur (L. speciosa Pers.)

Ada dua jenis bungur yang populer sebagai tanaman hias pekarangan:

bungur biasa (L. speciosa) seperti yang tertera pada Gambar 2.1, pohon besar

mencapai 8 m, dan bungur Jepang (L. faurieri, L. indica, dan hibrida keduanya)

yang lebih kecil, berbentuk perdu. Bungur besar dulu juga banyak ditanam di

pekuburan. Kini selain ditanam sengaja dipinggir jalan raya dan halaman rumah,

juga banyak tumbuh liar di tepian sungai (Anonim, 2010).

7

Page 2: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

8

Tanaman Bungur (Lagerstroemia speciosa Pers.) dalam Ilmu Botani

diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Sub devisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Sub Kelas : Dialypetalae

Bangsa : Myrtales

Suku : Lythraceae

Marga : Lagerstroemia

Jenis : Lagerstroemia speciosa Pers. (Heyne, 1987)

Dalam pengobatan tradisional sebagai obat diabetes, tanaman bungur

biasanya digunakan dalam bentuk rebusan. Biji tanaman ini dapat digunakan

untuk mengobati tekanan darah tinggi dan kencing manis. Daunnya digunakan

untuk mengobati kencing batu, kencing manis, dan tekanan darah tinggi,

sedangkan bagian kulit kayu digunakan untuk mengobati diare, disentri dan

kencing darah. Daun bungur memiliki kandungan kimia, seperti saponin,

flavonoid dan tanin, sedangkan pada kulit batang bungur mengandung flavonoid

dan tanin. Biji bungur mengandung senyawa plantisul (Dalimartha, 2003).

2.2 Diabetes Mellitus

Diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik yang

ditandai dengan hiperglikemia akibat kekuranagan sekresi insulin. Ada 2 tipe

diabetes mellitus (Badawi, 2009), yaitu :

Page 3: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

9

a. Diabetes mellitus tipe 1 (diabetes yang tergantung pada insulin)

Pada diabetes mellitus tipe 1 penyebab utamanya ialah terjadinya

kekurangan hormon insulin pada proses penyerapan makanan.

b. Diabetes mellitus tipe 2 (diabetes yang tidak tergantung pada insulin)

Pada diabetes mellitus tipe 2, gangguan utama terjadi pada volume

reseptor (penerima) hormon insulin, yakni sel-sel darah. Dalam kondisi ini

produktifitas hormon insulin bekerja dengan baik, namun tidak terdukung oleh

kuantitas volume reseptor yang cukup pada sel darah.

Penyebab terjadinya diabetes mellitus sangat bervariasi, bisa karena

faktor keturunan, usia, kegemukan, ras, serta gaya hidup. Faktor genetik dan

lingkungan berperan dalam timbulnya kedua tipe diabetes mellitus tetapi faktor

genetik lebih nyata pada tipe 2. Pada tipe 1, faktor genetik berhubungan dengan

pengaturan genetik pada respon imun, sehingga pada tipe 1 ini sering muncul pada

penyakit autoimun terhadap sel β-pankreas. Penyebab terbanyak dari kehilangan

sel β pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi autoimunitas yang

menghancurkan sel β-pankreas (Badawi, 2009).

Gejala awal diabetes berhubungan dengan efek langsung dari kadar

gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka

glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal

akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah glukosa yang hilang.

Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka

penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak. Akibatnya, penderita

merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum. Sejumlah besar kalori

Page 4: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

10

hilang ke dalam air kemih, sehingga penderita mengalami penurunan berat badan

(Badawi, 2009).

Gejala lainnya adalah pandangan kabur, pusing, mual dan berkurangnya

ketahanan tubuh selama melakukan olahraga. Penderita diabetes yang gula

darahnya kurang terkontrol lebih peka terhadap infeksi (Badawi, 2009).

2.2.1 Pengaturan kadar glukosa darah

Hasil pencernaan makanan diabsorpsi usus, glukosa dialirkan ke hati

melalui vena porta. Sebagian dari glukosa tersebut disimpan sebagai glikogen.

Pada saat itu kadar glukosa dalam vena porta lebih tinggi daripada kadarnya

dalam vena hepatik. Glikogen dalam hati dipecah lagi menjadi glukosa, setelah

absorpsi selesai. Pada saat ini kadar glukosa dalam vena hepatik lebih tinggi

daripada kadarnya dalam vena porta. Dalam keadaan biasa, persediaan glikogen

dalam hepar cukup untuk mempertahankan kadar glukosa darah selama beberapa

jam. Bila hepar terganggu fungsinya, mudah terjadi hipoglikemia maupun

hiperglikemia. Hormon pankreas yang penting dalam mengatur metabolisme

karbohidrat adalah glukagon. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan jalan

merangsang adenilsiklase, suatu enzim yang penting untuk mengaktifkan enzim

fosforilase. Enzim fosforilase berperan dalam glikogenolisis. Penurunan cadangan

glikogen hepar menyebabkan bertambahnya deaminasi dan transaminasi asam

amino, sehingga glukoneogenesis di hati jadi lebih aktif (Anonim, 1995).

Tanpa insulin, kontraksi otot dapat menyebabkan glukosa lebih banyak

masuk ke dalam sel. Suatu kerja fisik akan mengurangi kebutuhan insulin,

sehingga mudah terjadi hipoglikemia. Seorang penderita diabetes mellitus yang

Page 5: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

11

bekerja lebih berat dari biasanya, harus mendapat ekstra kalori atau dosis insulin

yang lebih rendah. Hiperglikemia dapat disebabkan oleh berbagai keadaan. Semua

keadaan yang menghambat produksi dan sekresi insulin, terdapatnya zat-zat yang

bersifat anti-insulin dalam darah serta keadaan yang menghambat efek insulin

pada reseptornya, semua dapat menyebabkan diabetes mellitus (Anonim, 1995).

2.2.2 Insulin

Insulin adalah polipeptida dengan BM kira-kira 6000. Polipeptida ini

terdiri dari 51 asam amino tersusun dalam dua rantai; rantai A yang terdiri dari 21

asam amino dan rantai B terdiri dari 30 asam amino. Insulin berperan penting

tidak hanya dalam metabolisme karbohidrat, tetapi juga dalam transpor berbagai

zat dalam membran sel, dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein

(Ganiswarna, 1995).

Pada diabetes mellitus, defisiensi insulin menyebabkan hambatan

transport asam amino ke dalam sel serta hambatan inkorporasi asam amino

menjadi protein. Pada hipoglikemia fungsional atau reaktif, gejala-gejala

hipoglikemia terjadi 1-2 jam setelah makan karbohidrat banyak. Hal ini

disebabkan terlalu banyak insulin disekresi, sehingga melampaui kebutuhan.

Gejala hipoglikemia pada syok insulin umumnya berupa gejala saluran cerna,

mental dan saraf. Mula-mula penderita lapar, seakan-akan perutnya kosong,

kemudian karena aktivitas saraf simpatis yang meningkat timbul tremor,

berkeringat banyak, gelisah, denyut nadi yang bertambah cepat dan tekanan darah

agak meninggi serta rasa lemah (Ganiswarna, 1995).

Page 6: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

12

Pada umumnya dalam keadaan hipoglikemik, badan berusaha

mengatasinya dengan berbagai cara; antara lain dengan memperbanyak sekresi

hormon yang menyebabkan hiperglikemia. Jika badan tidak dapat mengatasi

hipoglikemia tersebut, maka gejala-gejala makin hebat, kesadaran penderita

makin menurun dan timbul ataksia, afasia, koma dan kejang-kejang (Ganiswarna,

1995).

Pada saat ini insulin dianggap lebih baik dari pada antidiabetik oral

karena dapat mengendalikan gula darah lebih baik. Disamping itu penelitian yang

dilakukan oleh University Group Diabetes Program (UGDP) di Amerika Serikat

tahun 1970 melaporkan bahwa kelompok yang diberikan antidiabetik oral lebih

tinggi frekuensi kematiannya akibat penyakit jantung dibanding dengan yang

diberikan insulin (Ganiswarna, 1995).

2.3 Aloksan

Aloksan adalah suatu substrat yang secara struktural adalah derivat

pirimidin sederhana. Aloksan diperkenalkan sebagai hidrasi aloksan pada larutan

encer. Aloksan murni diperoleh dari oksidasi asam urat oleh asam nitrat

(Nugroho, 2004). Berikut ini merupakan beberapa informasi mengenai aloksan

dan struktur molekul seperti tertera pada Gambar 2.2 :

Rumus molekul : C4H2N2O4

Nama lain : 2,4,5,6-tetraoksoheksahidropirimidin

5,6-dioksiurasil

Mesoksalilurea

Mesoksalikarbamid

Page 7: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

13

struktur molekul :

Gambar 2.2 Aloksan (Budavari, 2001)

Aloksan terdapat dalam tiga bentuk senyawa yaitu aloksan anhidrat,

aloksan monohidrat, dan aloksan tetrahidrat. Aloksan mudah larut dalam air;

dalam air panas larutan berwarna kuning dan menjadi tidak berwarna dengan

pendinginan; dalam larutan air setelah terkena kulit dalam beberapa waktu akan

berwarna merah (Budavari, 2001).

Aloksan merupakan bahan kimia yang digunakan untuk menginduksi

diabetes pada binatang percobaan. Mekanisme aksi dalam menimbulkan

perusakan yang selektif belum diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis tentang

mekanisme aksi yang telah diajukan antara lain: pembentukan khelat terhadap Zn,

interferensi dengan enzim-enzim sel serta deaminasi dan dekarboksilasi asam

amino. Penelitian terhadap mekanisme kerja aloksan secara invitro menunjukkan

bahwa aloksan menginduksi pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang

mengakibatkan proses oksidasi sel terganggu. Keluarnya ion kalsium dari

mitokhondria ini mengakibatkan gangguan homeostasis yang merupakan awal

dari matinya sel (Suharmiati, 2003).

HN

NH

O

O

O

O

Page 8: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

14

2.4 Hewan Percobaan

Mencit (Mus musculus) adalah anggota Muridae (tikus-tikusan) yang

berukuran kecil. Mencit mudah dijumpai di rumah-rumah dan dikenal sebagai

hewan pengganggu karena kebiasaannya menggigiti mebel dan barang-barang

kecil lainnya, serta bersarang di sudut-sudut lemari. Hewan ini diduga sebagai

mamalia terbanyak kedua di dunia, setelah manusia. Mencit sangat mudah

menyesuaikan diri dengan perubahan yang dibuat manusia, bahkan jumlahnya

yang hidup liar di hutan barangkali lebih sedikit daripada yang tinggal di

perkotaan. Mencit percobaan (laboratorium) dikembangkan dari mencit, melalui

proses seleksi. Sekarang mencit juga dikembangkan sebagai hewan peliharaan

(Anonim, 2011).

Mencit adalah binatang asli Asia dan Eropa Barat. Jenis ini sekarang

ditemukan di seluruh dunia karena pengenalan oleh manusia. Mencit peliharaan

memiliki periode kegiatan selama siang dan malam, mencit memakan makanan

manusia dan barang-barang rumah tangga (Anonim, 2011).

Mencit (Mus. musculus) adalah jenis yang paling dikenal. Tikus ini

berukuran kecil namun sangat rakus jika sudah menemukan mebel, atau kain-kain

yang biasanya dijadikan tempatnya bersarang. Bahkan mereka juga menyantap

barang-barang rumah tangga lainnya (Anonim, 2011).

Hewan ini diperkirakan adalah memalia terbanyak setelah manusia.

Kelebihannya yaitu pandai menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang

sengaja dibuat oleh manusia. Inilah yang menyebabkan kebanyakan dari mereka

Page 9: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

15

hidup di rumah-rumah penduduk, sangat jarang hidup liar di hutan (Anonim,

2011).

Mencit memiliki organ yang terlengkap sebagai mamalia. Oleh karena

itu, sering dipilih sebagai makhluk percobaan untuk obat-obatan atau makanan

yang nantinya akan digunakan atau dikonsumsi oleh manusia (Anonim, 2011).

Mencit berkembangbiak dengan beranak. Ia kawin pada usia 50 hari.

Perkawinan biasanya dilakukan jika hari sudah malam. Masa kehamilan mencit

kebanyakan adalah selama 20 hari. Keunikannya, ketika Ia sudah melahirkan si

betina tidak mau diganggu sampai 2 hari setelah melahirkan (Anonim, 2011).

2.5 Tanin

Tanin adalah senyawa polifenol yang memiliki berat molekul cukup

tinggi (lebih dari 1000) dan dapat membentuk kompleks dengan protein. Tanin

terdapat luas dalam tumbuhan berpembuluh, dalam angoispermae terdapat khusus

dalam jaringan kayu. Dalam tumbuhan, letak tanin terpisah dari protein dan enzim

sitoplasma, bila jaringan tumbuhan rusak, misalnya hewan memakannya, maka

dapat terjadi reaksi penyamakan. Reaksi ini menyebabkan protein lebih sukar

dicapai oleh cairan pencernaan hewan. Sebagian besar tumbuhan yang banyak

mengandung tanin dihindari oleh hewan pemakan tumbuhan karena rasanya sepat,

sehingga mungkin mempunyai arti sebagai pertahanan bagi tumbuhan (Hagerman,

2002; Harbone, 1996).

Tanin memiliki peranan biologis yang kompleks. Hal ini dikarenakan

sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari pengendap protein hingga pengkhelat

Page 10: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

16

logam. Maka dari itu efek yang disebabkan tanin tidak dapat diprediksi. Tanin

juga dapat berfungsi sebagai antioksidan biologis (Hagerman, 2002).

2.5.1 Klasifikasi tanin

Senyawa tanin dibedakan menjadi dua, yaitu tanin terkondensasi dan

tanin terhidrolisis.

2.5.1.1 Tanin terhidrolisis

Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk

jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan

asam sulfat atau asam klorida (Hagerman, 2002). Salah satu contoh jenis tanin ini

adalah galotanin yang merupakan senyawa gabungan karbohidrat dan asam galat

seperti yang terlihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Galotanin (Hagerman, 2002)

Selain membentuk galotanin, dua asam galat akan membentuk tanin

terhidrolisis yang disebut elagitanin. Elagitanin sederhana disebut juga ester asam

hexahydroxydiphenic (HHDP) (Hagerman, 2002). Senyawa ini dapat terpecah

menjadi asam galat jika dilarutkan dalam air yang dapat dilihat pada Gambar 2.4.

Page 11: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

17

Gambar 2.4 Elagitanin (Hagerman, 2002)

Tanin terhidrolisis biasanya berupa senyawa amorf, higroskopis, dan

berwarna coklat kuning yang larut dalam air (terutama air panas) membentuk

larutan koloid bukan larutan sebenarnya (Harborne, 1996).

2.5.1.2 Tanin terkondensasi

Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis. Tanin jenis ini

kebanyakan terdiri dari polimer flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama

lain dari tanin ini adalah proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari

flavonoid, salah satu contohnya adalah Sorghum procyanidin (tertera pada

Gambar 2.5), senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epiccatechin dan

catechin (Hagerman, 2002).

Page 12: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

18

Gambar 2.5 Sorghum Procyanidin (Hagerman, 2002)

Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid

jenis flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol (Hagerman, 2002).

Tanin terkondensasi banyak terdapat dalam paku-pakuan, gymnospermae, dan

tersebar luas dalam angiospermae, terutama pada jenis tumbuhan berkayu

(Robinson, 1991).

Makin murni tanin terkondensasi, makin kurang kelarutannya dalam

air dan makin mudah diperoleh dalam bentuk kristal. Tanin larut dalam pelarut

polar dan tidak larut dalam pelarut non polar (Robinson, 1991).

2.5.2 Sifat-sifat umum tanin

Senyawa tanin mempunyai sifat-sifat umum sebagai berikut :

2.5.2.1 Sifat fisika

Sifat fisika dari tanin (Hangerman, 2002) adalah sebagai berikut :

a. Jika dilarutkan kedalam air akan membentuk koloid dan memiliki rasa

asam dan sepat.

Page 13: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

19

b. Jika dicampur dengan alkaloid dan gelatin akan terjadi endapan

c. Mengendapkan protein dari larutannya dan bersenyawa dengan protein

tersebut sehingga tidak dipengaruhi oleh enzim protiolitik.

2.5.2.2 Sifat kimia

Sifat kimia dari tanin (Hangerman, 2002) adalah sebagai berikut :

a. Merupakan senyawa kompleks dalam bentuk campuran polifenol yang

sukar dipisahkan sehingga sukar mengkristal.

b. Tanin dapat diidentifikasikan dengan kromotografi.

c. Senyawa fenol dari tanin mempunyai aksi adstrigensia, antiseptik dan

pemberi warna.

2.5.2.3 Sifat tanin sebagai pengkhelat logam.

Senyawa fenol yang secara biologis dapat berperan sebagai pengkhelat

logam. Karena itulah tanin terhidrolisis memiliki potensial untuk menjadi

pengkhelat logam. Hasil khelat dari tanin ini memiliki keuntungan yaitu kuatnya

daya khelat dari senyawa tanin ini membuat khelat logam menjadi stabil dan aman

dalam tubuh. Tetapi jika tubuh mengkonsumsi tanin berlebih maka akan

mengalami anemia karena zat besi dalam darah akan dikhelat oleh senyawa tanin

tersebut (Hangerman, 2002).

2.6 Isolasi Komponen Aktif Tanaman

Isolasi senyawa biasanya dilakukan dalam tiga tahap yaitu tahap

ekstraksi, pemisahan dan pemurnian serta identifikasi.

Page 14: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

20

2.6.1 Ekstraksi

Ekstraksi merupakan suatu cara untuk mengambil atau menarik

komponen kimia yang terkandung dalam sampel menggunakan pelarut yang

sesuai. Ekstraksi yang benar dan tepat tergantung dari jenis senyawa, tekstur dan

kandungan air bahan tumbuhan yang akan diekstraksi (Harbone, 1996). Dalam

mengekstraksi suatu tumbuhan sebaiknya menggunakan jaringan tumbuhan yang

masih segar, namun kadang-kadang tumbuhan yang akan dianalisis tidak tersedia

di tempat sehingga untuk itu jaringan tumbuhan yang akan diekstraksi dapat

dikeringkan terlebih dahulu (Harbone, 1996; Robinson, 1991; Kristanti, 2008).

Ektraksi serbuk kering jaringan tumbuhan dapat dilakukan secara

maserasi, perkolasi, refluks atau sokhletasi dengan menggunakan pelarut yang

tingkat kepolarannya berbeda-beda. Teknik ekstraksi yang akan digunakan dalam

penelitian ini adalah teknik maserasi (Harbone, 1996; Kristanti, 2008).

Maserasi adalah proses perendaman sampel untuk menarik komponen

yang kita inginkan, dengan kondisi dingin diskontinyu. Keuntungan dari maserasi

adalah lebih praktis, pelarut yang digunakan lebih sedikit dibandingkan perkolasi

dan tidak memerlukan pemanasan, sedangkan kekurangannya adalah waktu yang

dibutuhkan lebih lama. Filtrat yang diperoleh dari proses tersebut diuapkan

dengan alat penguap putar vakum (rotary evaporator) hingga menghasilkan

ekstrak pekat (Harbone, 1996; Kristanti, 2008).

2.6.2 Pemisahan dan pemurnian

Pemisahan dan pemurnian senyawa tanin dapat dilakukan dengan

teknik kromatografi seperti Kromatografi Lapis Tipis (KLT) dan Kromatografi

Page 15: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

21

Kolom. Pemilihan teknik kromatografi sebagian besar tergantung pada sifat

kelarutan senyawa yang akan dipisahkan (Harborne, 1996).

2.6.2.1 Kromatografi lapis tipis

Teknik ini dikembangkan tahun 1938 oleh Ismailoff dan Schraiber.

Adsorben dilapiskan pada lempeng kaca yang bertindak sebagai fase diam. Fase

bergerak akan merayap sepanjang fase diam dan terbentuklah kromatogram.

Metode ini sederhana, cepat dalam pemisahan dan sensitif. Kecepatan pemisahan

tinggi dan mudah untuk memperoleh kembali senyawa-senyawa yang terpisahkan

(Khopkar, 1990).

Biasanya yang digunakan sebagai meteri pelapisnya adalah silika-gel,

tetapi kadangkala bubuk selulosa dan tanah diatome, kieselguhr juga dapat

digunakan. Untuk fase diam hidrofilik dapat digunakan pengikat seperti semen

paris, kanji, dispersi koloid plastik, silika terhidrasi. Sekarang ini telah banyak

tersedia kromatografi lapis tipis siap pakai yang dapat berupa gelas kaca, yang

telah terlapisi, kromatotube, dan sebagainya. Kadar air dalam lapisan ini harus

terkendali agar didapat hasil analisis yang reprodusibel (Khopkar, 1990).

Pemilihan sistem pelarut dan komposisi lapisan tipis ditentukan oleh

prinsip kromatografi yang akan digunakan. Untuk meneteskan sampel yang akan

dipisahkan digunakan suatu mikro-syringe (penyuntik ukuran mikro). Sampel

diteteskan pada salah satu bagian tepi pelat kromatografi (sebanyak 0,01-10 μg

zat). Pelarut harus non polar dan mudah menguap. Kolom-kolom dalam pelat

dapat diciptakan dengan mengerok lapisan vertical searah gerakan pelarut. Teknik

ascending digunakan untuk melaksanakan pemisahan yang dilakukan pada

Page 16: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

22

temperatur kamar, sampai permukaan pelarut mencapai tinggi 15-18 cm. Waktu

yang diperlukan antara 20-40 menit. Semua teknik yang digunakan untuk

kromatografi kertas dapat dipakai juga untuk kromatografi lapis tipis. Resolusi

KLT jauh lebih tinggi dari pada kromatografi kertas karena laju difusi yang luar

biasa kecilnya pada lapisan pengadsorpsi (Khopkar, 1990).

Zat-zat warna dapat terlihat langsung, tetapi dapat juga digunakan

reagent penyemprot untuk melihat bercak suatu zat. Untuk menempatkan posisi

suatu zat, reagent dapat juga disemprotkan pada bagian tepi saja. Bagian yang

lainnya dapat diperoleh kembali tanpa pengotoran dari reagent dalam pengerokan

setelah pemisahan selesai (Khopkar, 1990).

Untuk analisis kuantitatif dapat digunakan plot fotodensitometer.

Analisisnya dapat dilakukan dengan spektrofotometer UV, sinar tampak, IR atau

fluorosens atau dengan reaksi dengan kolorimeter dengan reagent kromogenik

(Khopkar, 1990).

Aplikasi KLT sangatlah luas. Senyawa-senyawa yang tidak mudah

menguap serta terlalu labil untuk kromatografi cair dapat dianalisis dengan KLT.

KLT dapat pula untuk memeriksa adanya zat pengotor dalam pelarut. Ahli kimia

forensik menggunakan KLT untuk bermacam pemisahan. Pemakaiannya juga

meluas dalam pemisahan organik (Khopkar, 1990).

2.6.2.2 Kromatografi kolom

Kromatografi kolom juga merupakan suatu metode pemisahan

preparatif. Metode ini memungkinkan untuk melakukan pemisahan suatu sampel

Page 17: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

23

yang berupa campuran dengan berat beberapa g. Beberapa kelemahan dari metode

ini (Kristanti, 2008) adalah :

a. Diperlukan jumlah pelarut/eluen yang cukup besar

b. Waktu elusi untuk dapat menyelesaikan pemisahan sangat lama

c. Deteksi hasil pemisahan tidak dapat langsung dilakukan (masih

memerlukan KLT)

Pada prinsipnya kromatografi kolom adalah suatu teknik pemisahan

yang didasarkan pada peristiwa adsorpsi. Sampel yang biasanya berupa larutan

pekat diletakkan pada ujung atas kolom. Eluen atau pelarut dialirkan secara

kontinu ke dalam kolom. Dengan adanya gravitasi atau karena bantuan tekanan,

maka eluen/pelarut akan melewati kolom dan proses pemisahan akan terjadi.

Seperti pada umumnya, eluen atau pelarut yang digunakan dimulai dari yang

paling nonpolar dan dinaikkan secara gradien kepolarannya hingga pemisahan

dapat terjadi. Sama halnya pada KLT, pemisahan dapat terjadi karena adanya

perbedaan afinitas senyawa pada adsorben dan perbedaan kelarutan senyawa pada

eluen/pelarut (Kristanti, 2008).

Kecepatan elusi sebaiknya dibuat konstan. Kecepatan tersebut harus

cukup lambat sehingga senyawa berada dalam keseimbangan antara fase diam dan

fase gerak, sebaliknya jika kecepatan elusi ini terlalu kecil maka senyawa-

senyawa akan terdifusi ke dalam eluen dan akan menyebabkan pita makin lama

makin lebar yang akibatnya pemisahan tidak dapat berlangsung dengan baik.

Kecepatan elusi yang besar dapat dilakukan jika yang akan dipisahkan adalah

Page 18: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

24

campuran senyawa yang memiliki kepolaran yang sangat berbeda (Kristanti,

2008).

Pemisahan menggunakan kromatografi kolom, sebelum sangat

dianjurkan untuk mencobanya terlebih dahulu dengan KLT. Hal ini dilakukan

untuk mengetahui kompleksitas campuran yang akan dipisahkan dan sekaligus

untuk menemukan sistem eluen yang akan digunakan untuk proses pemisahan

menggunakan kromatografi kolom (Kristanti, 2008). Beberapa hal yang harus

diperhatikan :

a. Mencari campuran dua pelarut dengan perbedaan polaritas cukup besar

yang paling mungkin (misal: petroleum eter dengan diklorometana)

b. Rf sebagian besar senyawa sebaiknya lebih rendah dari 0,4. Dari beberapa

pengamatan bahwa semakin kecil harga Rf suatu senyawa, maka makin

besar jumlah eluen yang diperlukan untuk mengelusi senyawa tersebut dari

kolom. Dengan demikian, senyawa-senyawa yang memiliki harga Rf 0,8

dan 0,9 akan sulit untuk dipisahkan karena keduanya akan terelusi oleh

eluen hanya dalam jumlah kecil sehingga tidak ada waktu untuk terpisah.

Tahap yang paling sulit dalam kromatografi kolom adalah pengisian

kolom dengan adsorben. Pengisian tersebut harus sehomogen mungkin dan harus

benar-benar bebas dari gelembung udara. Permukaan adsorben harus benar-benar

horizontal untuk menghindari terjadinya cacat yang dapat terjadi selama proses

elusi berjalan. Untuk itu yang pertama harus diperhatikan adalah menempatkan

kolom pada posisi yang benar-benar vertikal (Kristanti, 2008).

Page 19: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

25

2.6.3 Identifikasi

Identifikasi suatu senyawa hasil isolasi sebaiknya dimulai dari

penentuan senyawa dengan menggunakan uji fitokimia yaitu pereaksi pendeteksi

senyawa tanin, dan dilanjutkan dengan mengukur spektra-spektra yang khas dari

suatu senyawa, misalnya dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet-

tampak dan inframerah (Harborne, 1996).

2.6.3.1 Uji senyawa tanin

Untuk mengetahui kandungan kimia dari tumbuh-tumbuhan diperlukan

identifikasi terhadap senyawa tersebut baik senyawa murni hasil isolasi maupun

dalam bentuk ekstrak kasarnya yang dapat dilakukan dengan beberapa test warna

(Robinson, 1995; Sirait, 1987) antara lain:

1. Uji senyawa tanin pereaksi yang digunakan adalah FeCl3. Adanya tanin

pada sampel ditunjukkan dengan terjadinya perubahan warna menjadi

hijau atau biru kehitaman.

2. Dengan menggunakan larutan gelatin. Sedikit sampel ditambahkan

beberapa tetes larutan gelatin, reaksi positif bila terbentuk endapan.

3. Dengan menggunakan air brom. Sedikit sampel ditambahkan beberapa

tetes air brom, reaksi positif bila terbentuk endapan.

2.6.3.2 Spektrofotometer ultraviolet-tampak

Serapan cahaya oleh molekul dalam daerah ultraviolet-tampak (UV-

Vis) tergantung pada struktur elektronik dari molekul. Energi yang diserap oleh

molekul digunakan untuk bertransisi dari tingkat energi dasar ke tingkat energi

yang lebih tinggi. Spekrofotometer UV-Vis dapat memberikan informasi

Page 20: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

26

mengenai adanya ikatan rangkap terkonjugasi, jenis transisi elektron, dan

memperlihatkan data-data spektrum seperti panjang gelombang maksimum (λmaks)

dan absorbansi. Spektra UV-Vis dari senyawa-senyawa organik berkaitan erat

dengan transisi-transisi diantara tingkat-tingkat energi elektronik. Umumnya

senyawa-senyawa yang mengalami transisi elektronik mempunyai ikatan elektron

σ→σ*, n→σ

*, n→π

*, dan π→π

* yang mengabsorpsi cahaya pada daerah

ultraviolet tampak dan dapat diperoleh spektrum dan informasi untuk penentuan

struktur. Energi tertinggi dimiliki oleh ikatan σ→σ*

sedangkan energi yang

terendah dimiliki oleh ikatan n→π*. Transisi yang terjadi sangat dipengaruhi oleh

kromofor dan auksokrom. Kromofor merupakan senyawa kovalen tak jenuh yang

dapat menyerap radiasi dalam daerah-daerah UV-Vis, sedangkan auksokrom

merupakan gugus jenuh yang mempunyai pasangan elektron bebas dan bila terikat

pada kromofor dapat mengubah panjang gelombang dan intensitas serapan

maksimum, seperti gugus –Cl, –OH, dan –NH2 (Sastrohamidjojo, 1992).

Karakteristik dari senyawa tanin yaitu untuk tanin jenis katekin diukur

pada panjang gelombang 270 nm dan 450 nm, untuk protokatetin diukur pada

panjang gelombang 258 nm, 290 nm dan 438 dan untuk epikatekin diukur pada

panjang gelombang 266 nm (Giurginca et al., 2007).

2.6.3.3 Spektrofotometer inframerah

Spektrofotometri inframerah (IR) sangat penting dalam kimia modern,

terutama dalam daerah organik. Spektrofotometer ini merupakan alat rutin untuk

mendeteksi gugus fungsional, mengidentifikasi senyawaan, dan menganalisis

campuran (Day and Underwood, 1999).

Page 21: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

27

Penerapan spektrofotometer inframerah sangat luas, biasanya untuk

analisis kualitatif. Sinar inframerah dilewatkan melalui suatu cuplikan senyawa

organik, sehingga sejumlah frekuensi diserap sedang frekuensi yang lain

diteruskan atau ditransmisikan tanpa diserap. Kegunaan utama dari

spektrofotometer IR yaitu untuk mengidentifikasi keberadan suatu gugus fungsi

dalam suatu senyawa organik berdasarkan spektrum yang khas pada daerah

inframerah. Radiasi inframerah menyebabkan terjadinya vibrasi dari gugus fungsi

suatu molekul. Vibrasi terjadi pada panjang gelombang 2,5-15 μm (4000 cm-1 –

650 cm-1) yang merupakan panjang gelombang umum dalam alat

spektrofotometer inframerah. Ikatan-ikatan yang berbeda (C-C, C=C, C≡C, C-O,

C=O, O-H, N-H, dst.) mempunyai frekuensi vibrasi yang berbeda dan kita dapat

mendeteksi adanya ikatan-ikatan tersebut dalam molekul organik menyebabkan

senyawa-senyawa organik dapat diidentifikasi melalui frekuensi yang

karakteristik sebagai pita serapan dalam spektrum inframerah (Sastrohamidjojo,

1992).

Senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometri inframerah

yang merekam secara otomatis dalam bentuk larutan (dalam kloroform,

karbontetraklorida, 1−5%), bentuk gerusan dalam minyak nuyol, atau bentuk

padat yang dicampur dengan kalium bromida. Pada cara terakhir, tablet atau

cakram tipis dibuat dari serbuk yang mengandung kira−kira 1 mg bahan dan

10−100 mg kalium bromida dalam kondisi tanpa air, dibuat dengan menggunakan

cetakan atau pengempa. Jangka pengukuran mulai dari 4000 sampai 667

Page 22: 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bungur (Lagerstroemia speciosa ...

28

cm−1

(atau 2,5 sampai 15 µm), dan perekaman spektrum memakan waktu kira−kira

tiga menit (Harborne, 1996).

Daerah pada spektrum inframerah diatas 1200 cm−1

menunjukkan pita

spektrum atau puncak yang disebabkan oleh getaran ikatan kimia atau gugus

fungsi dalam molekul yang ditelaah. Daerah di bawah 1200 cm−1

menunjukkan

pita yang disebabkan oleh getaran seluruh molekul, dan karena kerumitannya

dikenal sebagai daerah sidik jari. Intensitas berbagai pita direkam secara subjektif

pada skala sederhana: kuat (K), menengah (M), atau lemah (L) (Harborne, 1996).

Banyak gugus fungsi dapat diidentifikasi dengan menggunakan

frekuensi getaran khasnya mengakibatkan spektrofotometri inframerah merupakan

cara yang paling sederhana dan sering paling terandalkan dalam menentukan

golongan senyawa. Spektrofotometri inframerah dapat memberikan sumbangan

yang berguna bagi penentuan struktur bila dijumpai senyawa baru dalam

tumbuhan. Gugus-gugus yang biasanya teranalisis pada senyawa tanin adalah –

OH (sedang) pada bilangan gelombang 3500-3200 cm-1

, C=O (tajam) pada

bilangan gelombang 1640-1650 cm-1

, C=C (aromatik) pada bilangan gelombang

1675-1500, dan -C-H (aromatik, tajam) pada bilangan gelombang 3700-3050 cm-1

(Harborne, 1996).