Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan PENINGKATAN MUTU TEPUNG ILES-ILES (AMORPHOPHALLUS ONCOPHILLUS) (FOODGRADE: GLUKOMANNAN 80%) SEBAGAI BAHAN PENGELASTIS Ml (4% = MENINGKATKAN ELASTISITAS Ml 50%) DAN PENGENTAL (1% = 16.000 cps) MELALUI TEKNOLOGI PENCUCIAN BERTINGKAT DAN ENZIMATIS PADA KAPASITAS PRODUKSI250 KG UMBI/HARI ( PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN ] Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.09 Kode Kegiatan : 1.09.03 Peneliti Utama : lr. Edy Mulyono, MS BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Bogar 16114 Telepon: 0251-8321 762, Faximile: 0251-8350920 Emai l: [email protected]2010
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Akhir Pelaksanaan Kegiatan
PENINGKATAN MUTU TEPUNG ILES-ILES (AMORPHOPHALLUS ONCOPHILLUS) (FOODGRADE: GLUKOMANNAN 80%) SEBAGAI BAHAN PENGELASTIS Ml (4% = MENINGKATKAN ELASTISITAS
Ml 50%) DAN PENGENTAL (1% = 16.000 cps) MELALUI TEKNOLOGI PENCUCIAN BERTINGKAT DAN ENZIMATIS PADA
KAPASITAS PRODUKSI250 KG UMBI/HARI
( PROGRAM INSENTIF RISET TERAPAN ]
Fokus Bidang Prioritas : Ketahanan Pangan Kode Produk Target : 1.09 Kode Kegiatan : 1.09.03 Peneliti Utama : lr. Edy Mulyono, MS
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PASCAPANEN PERTANIAN Jl. Tentara Pelajar No. 12 Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Bogar 16114
Telepon : 0251-8321 762, Faximile: 0251-8350920 Emai l: [email protected]
2010
LEMBAR PENGESAHAN
1. Judul
2. Unit Kerja
3. Alamat
4. Tahap Penelitian
5. Status Kegiatan 6. Penanggungjawab
a. Nama b. Pangkat/Golongan c. Jabatan Fungsional
Lokasi Kegiatan
8. Agroekosistem
Jangka waktu kegiatan a. Tahun Mulai b. Tahun kegiatan berjalan
Peningkatan Mutu Tepung lies-lies (Amorphophallus oncophil/us) (foodgrade glukomannan 80%) Sebagai Bahan Pengelastis Mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan Pengental (1% = 16.000 cps) Melalui Teknologi Pencucian Bertingkat dan Enzimatis Pada Kapasitas Produksi 250 kg Umbi/hari
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Jl. Tentara Pelajar No. 12, Kampus Penelitian Pertanian Cimanggu Boger, 16114
Bangsal dan Laboratorium
Lanjutan
lr. Edy Mulyono, MS Pembina /IVa Peneliti Madya
Bog or
1 (satu) tahun 2010
Rp 276.181.818,-
Penanggungjawab RPTP,
lr. Edy Mulyono. MS NIP 19550730 198403 1 001
ABSTRAK
Hasil penelitian tahun 2009 menunjukkan bahwa metode produksi tepung iles-iles (Amorphophal/us oncophillus) yang prospektif untuk dikembangkan adalah dengan metode mekanis kering . Namun, produk tepung iles-iles yang dihasilkan belum memenuhi syarat sebagai tepung iles-iles bermutu food grade dikarenakan kadar glukomannannya kurang dari 80%. Tepung iles-iles akan memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi jika dalam bentuk tepung iles-iles food grade. Tujuan dari penelitian adalah: (1 ). Mendapatkan metode pencucian bertingkat yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food grade, (2). Mendapatkan metode enzimatis yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food grade, (3). Memperoleh teknologi produksi tepung ilesiles food grade (kadar glukomanan 80%), sebagai bahan pengelastis mi dan pengental. Untuk mendapatkan tepung iles-iles food grade adalah melalui pemurnian atau purifikasi glukomannan dengan menggunakan metode pencucian bertingkat dan metode enzimatis untuk menghilangkan zat pengotor, seperti pati, protein, lemak, dan komponen lainnya. Hasil sementara yang diperoleh adalah metode pencucian bertingkat terpilih adalah pencucian dengan alkohol 50% selama 3 jam dengan menghasilkan kadar glukomannan 68,87% dan viskositas 8.600 cps, dan metode enzimatis terpilih adalah konsentrasi enzim a-amilase 7,5% dengan waktu inkubasi selama 3 jam pada suhu sooc yang menghasilkan tepung mannan dengan kadar glukomannan sebesar 93,75% dan viskositas 18.840 cps.
==search results at 2009 showed that iles-iles flour from Amorphophallus oncophil/us · -=-s:s which is prospective to be developed its produced by dry mechanical method. -:.\ever, the resulting iles-iles flour not qualify as iles-iles flour food grade quality, caused - ~ ucomannan contents lower than 80%. lles-iles food grade flour quality is more = •::-s..,sive than iles-iles flour. The purposes of this study are: (1 ). Getting storied washing
methods to produce iles-iles flour food grade quality, (2). Getting enzymatis method to produce iles-iles flour food grade, (3). Getting production technology
=s-11 es flour food grade (80% glucomannan contents, white degree 80%) as a =-er and elasticizer agent. To get iles-iles flour food grade is through purification of
=--=.:-annan using storied washing methods and enzymatic method to eliminate -..;:'-~es , such as starch, protein, fat, and other components. Temporary results show
a! :.'le best method of storied washing is 50% alcohol for 3 hours to yield 68.87% ; :":!:::'":"'annan content and their viscosity of 8600 cps, and enzymatic methods chosen is .:-ar-{ ase enzyme concentration of 7.5% with incubation time for 3 hours at 50°C, which ·:""-::-:_ces glucomannan contents of 93.75% and their viscosity of 18840 cps.
=~- ss (Amorphophallus oncophillus) merupakan jenis talas-talasan yang tumbuh liar
-~:-:-:: i r diseluruh hutan di Indonesia. Potensi produksi umbi lles-iles yang sangat besar
-~..:- ·=-= _ 7::: ·: =antaatkan secara maksimal, padahal iles-iles merupakan bahan baku
; c.~--, a'l yang memiliki nilai ekonomi sangat tinggi dan kegunaan yang luas dalam
:~::-.; ·:a~gan . Permintaan iles-iles dalam bentuk segar maupun chip kering terus
-=-- -go<at. Sebagai contoh, produksi iles-iles di Jawa Timur tahun 2009 baru mencapai
: ·:~s- 1 000 ton chip kering sedangkan kebutuhan industri sekitar 3.400 ton chip kering
,anarko, 2009). Hasil suNey Agustus tahun 2009, harga umbi iles-iles di tingkat petani
·= Jawa Timur berkisar antara Rp. 2.900- Rp.3.600/kg dan chip kering sekitar Rp. 14.000-
~:J . 18.000/kg . Padahal harga tepung iles-iles komersial impor dari China dalam bentuk
:~emix tepung iles-iles (campuran tepung iles-iles, karagenan, kalsium laktat dan bahan
a '1nya) di Jakarta antara Rp.320.000-Rp.400.000/kg, sedangkan harga tepung iles-iles
::engan mutu food grade (kadar glukomanan <:::80%) di pasar internasional sekitar
~2 ...,97/kg (http://marketpublishers.com, 2 November 2009) .
=:-·:.:Lksi tepung iles-iles di Indonesia masih bersifat eksklusif dan produksinya sangat
=· :_a:as serta dilakukan oleh industri tertentu saja. Produk tepung iles-iles yang dihasilkan
: =-· s:Jor untuk ditingkatkan mutunya sehingga memenuhi standard food grade. Pad a
nya di tingkat petani dilakukan pengolahan umbi iles-iles menjadi bentuk chip kering
memasok industri tepung iles-iles atau tepung mannan. Dengan perbedaan harga
yang sangat jauh antara tepung mannan food grade bila dibandingkan dengan tepung
iles-iles atau tepung' mannan dan harga umbinya, maka peningkatan mutu tepung
mannan menjadi mutu food grade (memiliki kadar glukomannan <:::80%) akan memberikan
nilai tambah yang sangat nyata baik bagi pelaku industri dan petani di dalam negeri , serta
berpotensi mengurangi ketergantungan impor.
Penelitian tahun 2009 telah menghasilkan tepung mannan dengan metode mekanis
kering melalui pengeringan dengan oven dan screening, metode mekanis basah dan
metode mikrobiologis dengan pengeringan menggunakan spray drier. Rendemen yang
dihasilkan dengan metode mekanis kering berkisar antara 70-85% (bk) dan derajat
putihnya antara 73-82%, sedangkan dengan metode mekanis basah menghasilkan
rendemen antara 11-17% (bk) dan derajat putih antara 89-95%. Walaupun metode
mekanis basah menghasilkan produk dengan derajat putih yang jauh lebih tinggi
dibandingkan dengan metode mekanis kering, namun rendemennya jauh lebih rendah
3
dan biaya produksinya lebih mahal, sehingga secara ekonomis metode mekanis kering
lebih menguntungkan dan prospektif untuk dikembangkan. Tepung mannan yang
dihasilkan cara mekanis kering belum mencapai mutu tepung mannan food grade, baik
dari persyaratan warna, ukuran partikel maupun kadar glukomannan. Oleh karena itu,
diperlukan penelitian lebih lanjut untuk meningkatkan mutu tepung mannan melalui
purifikasi kadar glukomannan, pengecilan ukuran dan peningkatan derajat putih.
Kegunaan tepung mannan cukup luas, baik di bidang pangan maupun non pangan.
Dalam bidang pangan tepung mannan dapat digunakan sebagai ingredien atau bahan
tambahan pangan (BTP) untuk berbagai jenis produk olahan pangan, seperti pada
pengolahan mie/pasta ditambahkan glukomannan 1% - 4,5% untuk meningkatkan
kemampuan mengikat air, memperbaiki stabilitas suhu, thickener/pengental, perbaikan
mouthfeel, serta mengurangi pati solubisitas pada produk mie atau pasta. Fungsi lainnya
adalah sebagai texture improver, stabilizer, foaming agent, gel strenght, substitusi gelatin,
heat stability, moisture enhancer dan lain-lain (http://www.biomartnet.org/ f41 06fin.pdf,
diunduh tanggal 20 Oktober 2009). Kegunaan lainnya adalah sebagai drug delivery, bio
adhesive properties improvment, cellular therapy, bahan untuk immobilisasi sel, bahan
enkapsulasi , film dan membran, bahan coating, kosmetik, emulsifier, surfaktan, dan lain
lain (Zhang et al. , 2005).
Selain itu, penambahkan tepung mannan pada produk pangan dapat meningkatan
fungsional terhadap kesehatan sebagai sumber serat pangan (dietary fiber) . Manfaat
glukomannan bagi kesehatan antara lain dapat mengurangi kolesterol darah,
memperlambat pengosongan perut, dan mempercepat rasa kenyang sehingga cocok
untuk makanan diet ,dan bagi penderita diabetes. Bahkan produk berupa pasta yang
diklaim menyehatkan dari gandum yang ditambah tepung mannan telah dipatenkan di
Amerika dengan nomor US2008/02927696A1 oleh Tang dan Wang (2008) .
Sampai saat ini , teknologi produksi tepung mannan bermutu tinggi (food grade) di
Indonesia sangat terbatas dan diproteksi oleh perusahaan tertentu melalui perlindungan
patent dan rahasia dagang terhadap teknologi dan mesin pengolahannya, sehingga
sangat sulit untuk diakses dan dikembangkan oleh petani/masyarakat pengolah iles-iles
dan industri. Oleh karena itu, dari penelitian ini diharapkan akan menghasil paket
teknologi produksi tepung mannan bermutu food grade yang dapat dengan mudah untuk
diaplikasikan pada produksi skala 250 kg umbi iles-iles. Selain itu , tepung iles-iles yang
dihasilkan juga memiliki sifat fungsional yang baik, terutama sebagai bahan pengental
dan pengelastis produk pangan (mi).
4
b. Dasar Pertimbangan
Pada umumnya, umbi iles-iles (Amorphophal/us oncophil/us) di Indonesia diperdagangkan
dalam bentuk umbi segar, chip kering atau tepung yang kualitasnya masih rendah dan
hampir seluruhnya diekspor ke berbagai negara, seperti Jepang, Taiwan, China dan lain
lain untuk diproses lebih lanjut menjadi tepung iles-iles bermutu tinggi (food grade) yang
harganya jauh lebih tinggi. Oleh karena itu, nilai tambah yang diperoleh petani dan
pengolah iles-iles masih rendah sebagai akibat belum tersedianya teknologi pengolahan
yang menghasilkan tepung iles-iles bermutu baik.
Pada penelitian tahun 2009 telah dihasilkan teknologi pengolahan tepung iles-iles dengan
metode mekanis cara basah, mekanis kering dan mikrobiologis. Produksi tepung iles-iles
dengan metode mekanis kering lebih baik jika dibandingkan dengan metode basah dan
metode mikrobiologis baik dari ditinjau segi teknis maupun ekonomis. Namun mutu
tepung iles-iles yang dihasilkan masih belum termasuk kedalam mutu food grade, karena
kadar glukomannan masih rendah (±40%), banyak mengandung protein, lemak, pati dan
komponen lainya serta warnanya masih kurang putih.
Untuk meningkatkan mutu tepung iles-iles yang dihasilkan menjadi bermutu food grade
yang bernilai ekonomi tinggi, maka diperlukan teknologi purifikasi tepung iles-iles yang
efisien dan ekonomis dan memungkinkan diaplikasikan pada skala industri. Purifikasi
dimaksudkan untuk meningkatkan kadar glukomannan sampai kadar ;:::80% dengan
menghilangkan pati, protein, lemak, serat dan komponen pengotor lainnya. Sebagai
acuan standar mutu tepung iles-iles adalah tepung iles-iles bermutu food grade yang ada
di pasar internasional, terutama di USA sebagaimana yang dipublikasikan di
http://www.fareast!industries .com (diunduh tanggal 20 Oktober 2009), yaitu memiliki kadar
glukomannan ;:::80%, warna putih, ukuran kecil, mudah larut dalam air dingin atau panas,
viskositas larutan tinggi (1% larutan = 16.000 cps), kadar air, abu dan protein rendah,
residu S02 :5500 ppm dan TPC kurang dari 500cfu/g.
Teknologi purifikasi tepung iles-iles akan menggunakan metode pencucian bertingkat
dengan pelarut utamanya adalah alkohol , dan metode enzimatis untuk menghilangkan
pati, protein dan lemak. Penelitian akan dilakukan dalam dua tahap, yaitu tahap produksi
skala laboratorium dan bangsal , dan tahap produksi skala 250 kg umbi iles-iles dengan
parameter optimasi pada kadar glukomannan, pati , residu 802, benzoyl peroxide, kalsium
oksalat, warna, viskositas , elastisitas (pada mi), rendemen dan analisa ekonomi serta
kemudahan pengaplikasian di masyarakat.
5
c. Tujuan
Tujuan dari penelitian tahun 2010 adalah:
1. Mendapatkan metode pencucian bertingkat yang optimum untuk menghasilkan tepung
iles-iles food grade
2. Mendapatkan metode enzimatis yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles
food grade
3. Memperoleh teknologi produksi tepung iles-iles food grade (kadar glukomanan 80%,
de raj at putih 80%) sebagai Bahan Pengelastis Mi dan Pengental
d. lndikator Kinerja
Output tahun 2010 adalah:
1. Metode pencucian bertingkat yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food
grade
2. Metode enzimatis yang optimum untuk menghasilkan tepung iles-iles food grade
3. Teknologi produksi tepung iles-iles food grade (kadar glukomanan 80%, derajat putih
80%) sebagai bahan pengelastis (mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan
pengental (1% = 16.000 cps)
4. Tepung iles-iles food grade (kadar glukomanan 80%, derajat putih 80%) sebagai
bahan pengelastis mi (mi (4% = meningkatkan elastisitas mi 50%) dan pengental (1%
= 16.000 cps)
Output tahun tahun 2011 adalah:
1. Tersedianya scale-up dan studi kelayakan usaha produksi tepung iles-iles food grade
2. Terdifusinya teknologi produksi tepung iles-iles food grade dan produk olahannya ke
calon mitra/pelaku usaha/kooperator
Dampak yang diharapkan adalah:
Teknologi peningkatan kadar glukomanan (purifikasi) ini akan mendorong
berkembangnya industri pengolahan tepung iles-iles bermutu food grade skala kecil dan
menengah di sekitar sentra produksi umbi iles-iles, sehingga akan meningkatkan
permintaan dan kebutuhan umbi iles-iles, yang akan mendorong petani untuk
meningkatkan produksinya melalui budidaya yang baik. Dan akhrnya akan meningkatkan
nilai tambah dan kesejahteraan petan i, serta mendorong berkembangnya industri ikutan
lainnya berbasis tepung iles-iles yang akan mengurangi produk impor.
6
TINJAUAN PUSTAKA
Umbi iles-iles (Amorphophallus sp) merupakan salah satu jenis tanaman umbi-umbian
yang dapat tumbuh baik di Indonesia dan pada umumnya tumbuh secara liar, namun saat
ini sudah mulai banyak yang membudidayakannya. Keunikan iles-iles dibandingkan
dengan jenis umbi-umbian lainnya adalah kandungan glukomannannya atau biasa
disebut juga dengan mannan. Kandungan glukomannan pada iles-iles tergantung kepada
spesies dan varietasnya.
Dalam flora of Java jenis iles-iles yang dikenal adalah Amorphophal/us campanulatus, A.
dischophorus, A. spectabilis, A. sagitarius, A. decussilvae, A. mulleri (A. mutabilis, A.
punctulatus), A. Onchophyllus (A.blumet) , dan A. variabi/is (Backer et a/. 1968). Menurut
Kay (1973), marga Amorphophallus mempunyai 90 spesies, tetapi yang paling banyak
ditemukan di daerah tropis adalah Amorphophal/us campanulatus atau yang lebih dikenal
dengan nama umbi suweg, Amorphophal/us oncophyllus atau iles-iles kuning dan
Amorphophallus variabilis atau iles-iles putih.
Tabel 1. Karakter tiga jenis lles-iles Amorphophal/us spp
Karakter A campanulatus A variabilis A onchophyllus Penyebaran Umumnya ditanam di Tumbuh secara liar Tumbuh liar
pekarangan Tangkai daun Permukaan tangkai Permukaan tangkai kasar, Permukaan
daun licin, warna warna sangat tangkai daun licin , hijau muda sampai beraneka ragam warna hijau muda tua dengan bercak sampai tua dengan putih bercak putih
Pertumbuhan umbi Pada umbi batang Pada umbi Pada helaian Bib it batang Daun Warna umbi Kelabu coklat Putih (hijau ungu atau Kelabu coklat ,
kelabu bila kena cahaya)
Warna daging Kuning muda Putih Kuning umbi sampai tua
Kadar mannan (%) Sangat sedikit Rendah sampai Tinggi sampai (3, 1) sedang (30) Sangat tinggi (67)
Warna tepi daun Hijau Hijau Ungu muda tanaman muda Kadar pati (%) 52,6 45 12,3 Kekentalan (%) - 1,14 3,12 1 g tepung/300 ml
Sumber : Sufiani (1993); Rosman dan Rusli , 1991
Dari ketiga jenis ini , A. oncophylus Prain sin. Amorphophallus muelleri Blume sin . A.
blumei (Scott.) Engler merupakan jenis tanaman umbi yang mempunyai potensi dan
prospek untuk dikembangkan di Indonesia serta aksesi yang paling tinggi kandungan
7
glukomannannya (Heyne, 1987; Lahiya, 1993 ; Jansen et al., 1996; Supriati et al., 2003).
Menurut Backer dan Brink (1968) , iles-iles mempunyai klasifikasi sebagai berikut:
Tepung glukomannan yang disebut juga konjac flour merupakan soluble dietary fiber yang
mirip dengan pektin dalam struktur dan fungsinya. Glukomannan tidak dapat dihidrolisis
oleh enzim pencernaan di dalam tubuh manusia dan dikenal sebagai pangan tanpa kalori
di Jepang dan China (Li et al. ,2006). Glukomannan sebagai serat pangan memiliki
beberapa sifat fungsional antara lain menurunkan kadar kolesterol dan gula dalam darah,
meningkatkan fungsi pencernaan dan sistem imun serta '"1"Cerrbantu menurunkan berat
badan (Zhang et al. ,2005) .
Salah satu karakter istimewa dari glukomannan adalah poli
antara selulosa dan galaktomannan, sehingga zat terseb
er :e~e::::, -1 we-.. s~at-s ita
a-::;u -:-;a a~ :::""cses
pengkristalan serta dapat pula membentuk struktur serat-se:-ai: .... ,a _s j =-: _. :::.:i =:s::-
1967). Menu rut Sarko (1967), glukomannan Ia rut dalam air ding r can -:- :..::r~~!. ·----- _
yang bersifat kental. Larutan kental glukomannan dengan penambahan air kapur dapat
membentuk gel yang bersifat tidak mudah pecah (Sugiyama et a/., 1972). Perlakuan
pemanasan sampai terbentuk gel akan mengakibatkan glukomannan tidak larut kembali
di air. Namun glukomannan tidak larut dalam larutan NaOH 20%. Berdasarkan hasil
analisis termografik, suhu dekomposisi glukomannan adalah 280°C (Jianrong et al. dalam
Nurjanah, 201 0).
Glukomannan dalam air mempunyai kemampuan mengembang yang besar yaitu sekitar
138 sampai 200 persen. Larutan glukomannan di dalam air juga mempunyai sifat
merekat, namun sifat rekat tersebut akan hilang apa~ila ditambahkan asam asetat atau
asam pada umumnya. Larutan glukomannan dapat diendapkan dengan cara rekristalisasi
oleh etanol dan kristal yang terbentuk dapat dilarutkan kembali dengan menggunakan
asam klorida encer (Syaefullah, 1990). Glukomannan juga mempunyai sifat mencair
seperti agar, sehingga dapat digunakan dalam media pertumbuhan mikroba pengganti
agar (Boelhasrin et a/., 1970). Beberapa sifat glukomannan atau zat mannan yang penting
adalah sebagai berikut :
o Sifat Larut dalam Air : larut dalam air dan tidak larut dalam NaOH 20 persen.
Glukomannan dalam air dapat membentuk larutan yang sangat kental.
o Sifat Membentuk Gel : dalam air dapat membentuk larutan yang sangat kental maka
dengan penambahan air kapur zat glukomannan dapat membentuk gel. Gel yang
terbentuk mempunyai sifat yang khas dan tidak mudah rusak.
o Sifat Merekat : dalam air mempunyai sifat merekat yang kuat. Dengan penambahan
asam asetat sifat merekat tersebut akan hilang.
o Sifat Mengembang : dalam air mempunyai sifat mengembang yang besar. Daya , mengembangnya 138 sampai 200 persen.
o Sifat Tembus Pandang : larutan glukomannan dapat membentuki lapisan tipis (film)
yang mempunyai sifat tembus pandang. Film yang terbentuk dapat larut dalam air,
asam lambung dan cairan usus. Jika filem dari tepung mannan dibuat dengan
penambahan NaOH atau gliserin maka akan menghasilkan film yang kedap air.
o Sifat Mencair : mempunyai sifat mencair seperti agar sehingga dapat digunakan dalam
media pertumbuhan mikroba. Sifat mencair ini dapat digunakan sebagai kriteria untuk
klasifikasi Actinomycetes yang pertumbuhannya diperlambat dan diikuti dengan
metabolisme yang lambat dibandingkan dengan bakteri dan fungi lain.
Produk olahan umbi iles-iles dapat berupa keripik (chip) iles-iles, tepung iles-iles dan
tepung glukomanan. Sampai saat ini , kriteria mutu ketiga produk tersebut belum
10
terstandarisasi dengan jelas. Salah satu kriteria tepung glukomannan yang disyaratkan
asosiasi konyaku dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kriteria mutu tepung glukomannan murni dari iles-iles
Karakteristik Mutu
Uta rna I II Berat per kemasan (kg) 20 20 20 Kadar air(%) < 12 < 14 < 18 Derajat tumbuk sangat halus hal us agak halus Warn a putih mengkilap putih agak putih Bahan Tambahan negatif negatif negatif Jumlah kandungan asam
< 0,6 < 0,6 < 0,9 belerang {g/kg}
Sumber: Anonim (1976)
Standar mutu di dunia internasional juga sangat beragam, setiap negara berbeda-beda.
Sebagai contoh standar mutu tepung iles-iles bermutu food grade yang berlaku di
Amerika adalah memiliki kadar glukomannan ;::80%, warna putih, ukuran kecil, mudah
larut dalam air dingin atau panas, viskositas larutan tinggi (1% larutan = 16.000 cps),
kadar air, abu dan protein rendah, residu S02 ssoo ppm dan TPC kurang dari 500cfu/g
(http://www.fareast-industries.com diunduh tanggal 20 Oktober 2009).
,
11
METODOLOGI
Pendekatan
Pendekatan dalam penelitian ini adalah melalui eksperimen di laboratorium dan bangsal
Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian.
Ruang Lingkup
Hasil penelitian tahun 2009 menunjukkan bahwa tepung iles-iles yang dihasilkan belum
memenuhi syarat sebagai tepung iles-iles bermutu food grade dikarenakan kadar
glukomannannya masih di bahwa 80%. Oleh karena itu, ruang lingkup penelitian pada
tahun 2010 diarahkan pad a kegiatan sebagai berikut:
1. Optimasi Produksi Tepung lies-lies Food Grade Pada Skala Lab/Bangsal , yang
terdiri dari: a). Persiapan dan penyediaan bahan baku, b) Optimasi produksi tepung
iles-iles food grade dengan metode pencucian bertingkat, c). Optimasi produksi tepung
iles-iles food grade dengan metode enzimatis, dan d). Karakterisasi tepung iles-iles
food grade terpilih .
Standar tepung iles-iles yang food grade adalah sebagai berikut: kadar glukomanan
yang tinggi (;::80%) , kadar pati rendah , kadar residu so2 dibawah 500 ppm , kadar
residu benzoyl peroxide :540 ppm (WHO, 1964). Selain itu , kriteria dalam menentukan
produksi tepung iles-iles antara lain: kalsium oksalat rendah sehingga tidak
menimbulkan gatal di kulit, warna putih dengan derajat putih cukup tinggi, larutan 1%
memiliki viskositas tinggi , memberikan peningkatan elastisitas pada produK panga
rendemen tinggi, .biaya produksi relatif rendah dan teknolog i yang dihasilkan daoa·
aplikasikan pada skala IKM.
2. Produksi Tepung lies-lies Food Grade Pada Produksi Skala 250 kg umbi /hari.
Teknologi terpilih dari tahap pertama diaplikasikan pada skala produksi 250 kg
umbi/hari atau setara dengan 30 kg tepung iles-iles/hari. Pada tahap ini dilakukan
rekayasa proses dan peralatan yang digunakan sehingga mampu menghasilkan
tepung iles-iles food grade seperti pada tahap pertama. Selanjutnya dilakukan analisa
ekonomi pada produksi skala 250 kg umbi/hari dengan parameter analisa B/C ratio ,
IRR dan NPV untuk mengetahui perkiraan kelayakan usaha produksi tepung iles-iles
food grade pada kondisi suku bunga, harga jual dan harga beli existing.
Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan tahun 2010 dapat dilihat pad a Gam bar 3.
0 30 60 90 120 150 180 HO 240 270 lOO JJO l60 390 420 450 430 510 540 570 MO 630 660 690 720 750 780
Waktu P•ncadukan (manit)
Gambar 15. Kadar glukomanan selama pengadukan kontinyu masing-masing 4 jam
dalam alkohol 50%, 70% dan 90%
(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)
29
Pada gambar diatas terlihat bahwa kadar glukomanan meningkat secara cepat pada
pengadukan 30 menit dalam alkohol 50%, kemudian naik sampai maksimum 66,70%
setelah diaduk selama 3 jam dalam alkohol 50%. Selanjutnya kadar glukomanan
menurun pada perlakuan dengan alkohol 70% dan terus menurun pada alkohol 90%.
Dari hasil ini terlihat bahwa kombinas perlakuan pencucian tidak memberikan dampak
yang baik untuk mempercepat peningkatan kadar glukomanan. Untuk itu, perlakuan
terbaik dengan cara pencucian bertingkat ini adalah pengadukan selama 3 jam dalam
alkohol 50% yang menghasilkan kadar glukomannan 68,87%. Hasil analisa viskositas
dengan menggunakan broekfield sampai data stabil sekitar 8.600 cps. Rendahnya nilai
viskositas ini disebabkan karena ukuran partikel tepung masih besar (60 mesh) yang sulit
dihaluskan dengan blender atau dengan penepung yang biasa karena teksturnya sangat
keras.
Kadar glukomannan yang dihasilkan ini belum memenuhi tujuan penelitian yang
menargetkan kadar glukomannan sampai 80%. Salah satu faktor penyebabnya adalah
kuran partikel tepung iles-iles masih cukup besar, yaitu 60 mesh, sehingga
memungkinkan pati dan komponen pengotor lainnya masih menempel atau bercampur
dengan glukomannan. Namun demikian, kadar glukomannnan tepung iles-iles ini sudah
sama dengan kadar tepung konjac komersial dari Jepang dari perusahaan CV. Indo
Sweet, Jakarta yang mengandung kadar glukomannan sekitar 67,55%. Harga per kilo
jenis tepung konjac saat ini (November 201 0) di Jakarta sekitar Rp. 360.000/kg.
C. OPTIMASI PRODUKSI DENGAN METODE ENZIMATIS
Prinsip dari metode enzimatis yang dilakukan pada penelitian ini adalah bahwa , kandungan pati yang masih cukup tinggi pada tepung mannan menyebabkan kadar
glukomannan dan sifat fisik masih belum terlalu baik. Sehingga diharapkan dengan
adanya reduksi kandungan pati dan bahan pengotor lainnya yang terdapat dalam tepung
mannan dapat meningkatkan kadar glukomannan dan sifat fisiknya. Enzim a-amilase
merupakan enzim yang dapat memecah pati menjadi senyawa yang lebih sederhana.
Adapun perlakuan enzimatis yang telah dilakukan pada penelitian ini adalah sebagai
berikut: tepung man nan didialisis menggunakan air dingin, kemudian diinkubasi selama 2,
3 dan 4 jam dan pengadukan 200 rpm dengan konsentrasi enzim a-amilase 2,5; 5,0; dan
7,5 % v/w. Kemudian dilakukan perendaman dalam alkohol, dan endapan glukomannan
dikeringkan dan ditepungkan kembali, sehingga diperoleh tepung iles-iles berkadar
glukomanan tinggi dengan derajat putih tinggi dan ukuran partikel kecil . Hasil perlakuan
enzimatis terhadap tepung mannan dapat dilihat pada Tabel 5.
30
Tabel 5. Hasil analisis kadar glukomannan dan viskositas perlakuan enzimatis
Konsentrasi a- Waktu Kadar amilase lnkubasi Glukomannan {%)
2 jam 42,29
2,50% 3 jam 63,50 4 jam 68,60
Rata-rata 58,13
2 jam 47,54
5,00% 3 jam 64,39 4 jam 74,20
Rata-rata 62,04 2jam 45,53 3jam 93,75
7,50% 4 jam 68,10
Rata-rata 69,13
Keterangan: rata-rata dari 3 kali ulangan
* c t"\1 c c t"\1
E 0
..¥ :::l
G ... ~
t"\1 !-'
100 ' 90 ~ 80
70 ' 60 1
so .; 42 ,29
40 30 20 10
63 ,5 68,6
64,39
47,54
74,2
Viskositas (cps)
7.760 11.520
15.340 11.540
12.920
14.675
17.240 14.945 11.560 18.840 14.980
15.127
93,75
68,1
45,53
0 i • • • • • • • • • 2jam 3jam 4jam j 2 jam 3jam 4 jam i 2jam 3 jam 4jam ,
2,50% 5,00% 7,50%
Konsentrasi Enzim dan Waktu lnkubasi
Gam bar 16. Kadar glukomanan tepung iles-iles pada berbagai perlakuan
konsentrasi enzim dan waktu inkubasi
(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)
Pada tabel dan gambar diatas terlihat bahwa kadar glukomanan yang dhasi lkan berkisar
antara 42,29 % sampai 93 ,75%. Kadar glukomannan tertinggi dihasilkan pada perlaKua
konsentrasi a-amilase 7,5% (v/w) dengan waktu inkubasi selama 3 jam sebesar 93,75%
Waktu inkubasi 3 jam merupakan waktu yang optimum karena setelah 4 jam Kaaar
glukomannan menurun. Hal ini mengindikasikan bahwa setelah 3 jam, enzi
3
menghidrolisis kadar glukomannan sehingga kadarnya menjadi menurun. Selain itu,
konsentrasi enzim juga mempengaruhi kadar glukomanan yang dihasilkan. Rata-rata
kadar glukomanan pada perlakuan konsentrasi 2,5% sebesar 58,13%, konsentrasi 5,0%
sebesar 62,04% dan konsentrasi 7,5% sebesar 69,13%. Artinya semakin tinggi
konsentrasi enzim yang digunakan maka kadar glukomanan yang dihasilkan juga
cenderung akan meningkat.
Namun deniikian, dalam proses produksi skala komersial, konsentrasi penggunaan enzim
ini sangat mempengaruhi efisiensi biaya produksi, sehingga diupayakan konsentrasi
enzim yang digunakan seminimal mungkin karena enzim tidak dapat di-recovery atau
digunakan kembali . Kadar glukomanan yang diperoleh dengan perlakuan terbaik ini
melebihi dari target penelitian yang hanya 80% kadar glukomanan dalam tepung iles-iles.
20.000 l 18.ooo 1 16.000 •i
~ 14.000 1 ~ 12.000 -1 "' ~ ~ 10.000 l 7.760
.§ 8.000 ! I ~ 6.000
> ~ ·~~~ .•. . .
11.520
18.840 17.240
15.340 14.675 14.980 12.920
11.560
I 2 jam 3jam 4jam ! 2 jam 3 jam 4jam i 2 jam 3jam 4 jam i
2,50% 5,00% 7,50%
Konsentrasi Enzim dan Waktu lnkubasi
Gambar 17. Viskositas tepung iles-iles hasil berbagai perlakuan konsentrasi
enzim dan waktu inkubasi
(Nilai rata-rata dari 3 kali ulangan)
Pengukuran viskositas dilakukan menggunakan broekfield dengan spindle no. 7 dengan
konsentrasi 1% larutan glukomanan dalam air destilasi. Pad a gam bar 17 terlihat bahwa
nilai viskositas tepung iles-iles bervariasi antara 7. 760 cps sampai 18.840 cps. Viskositas
tertinggi dihasilkan pada perlakuan konsentrasi enzim 7,5%, inkubasi 3 jam dan suhu
50°C sebesar 18.840 cps . Hal ini menunjukkan bahwa kadar glukomanan berbanding
lurus dengan viskositas larutannya, semakin tingg i kadar glukomanan maka semakin
tinggi pula viskositasnya. Hasil viskositas ini melebihi dari target penelitian yang hanya
sekitar 16.000 cps.
Secara umum, tepung iles-iles yang dihasilkan dengan metode enzimatis ini sudah
memenuhi target dari tujuan penelitian, dimana kadar glukomanan yang dihasilkan lebih
dari 80% dan viskositasnya juga sudah lebih dari 16.000 cps, sehingga metode terpilih
untuk proses purifikasi glukomanan dengan metode enzimatis ini adalah konsentrasi
enzim a-amilase 7,5% dan waktu inkubasi selama 3 jam pada suhu 50°C.
KESIMPULAN
1. Sosialisasi hasil penelitian 2009 dan koordinasi penelitian 2010 dengan pihak PT.
Perhutani Jawa Timur dalam penyediaan bahan baku dan kerjasama pengembangan
iles-iles sudah dilaksanakan.
2. Penyiapan bahan baku berupa tepung iles-iles kasar (crude) dilakukan dengan
menggunakan teknologi yang dihasilkan tahum 2009, yaitu pengupasan umbi,
pengirisan 3-5 mm, perendaman dalam larutan natrium meta bisulfit 1500 ppm,
pengeringan dengan tray drier pada suhu 80°C, dan penepung dengan menggunakan
screen 1 mm menghasilkan 30,55 kg tepung iles-iles kasar dari bahan baku 250 kg
umbi iles-iles segar atau persentase rendemen sekitar 12,12%
3. Metode pencucian bertingkat terpilih adalah pencucian dengan alkohol 50% selama 3
jam dengan menghasilkan kadar glukomannan 68,87% dan viskositas 8.600 cps.
4. Metode enzimatis 'terpilih adalah konsentrasi enzim a-amilase 7,5% dengan waktu
inkubasi selama 3 jam pada suhu sooc yang menghasilkan tepung mannan dengan
kadar glukomannan sebesar 93,75% dan viskositas 18.840 cps.
33
PERSONALIA PENELITI
No. Nama lengkap dan Gelar Posisi Dalam Bidang Keahlian Jenjang Pendidikan Waktu Kegiatan Fungsional Uam per minggu)
1. Edy Mulyono, lr. MS Pen-Jab Rekayasa proses Pen. Madya S2 34
2. lr. Wisnu Broto, MS Anggota Penanganan Pen. Madya S2 34
3. Risfaheri, lr, MS, Dr Anggota Teknologi industri Ahli Pen. Utama S3 34
4. Drs. Hadi Setyanto Anggota Rekayasa proses · Pen. Madya S1 18 .. 5. Misgiyarta, STP, MSi Anggota Mikrobiologi Pangan Pen. Muda S2 23
6 . Agus Budiyanto, STP Anggota Teknologi lndustri Pen.Pertama S1 23
7. Asep W. Permana, STP, MSi Anggota Rekayasa proses Peneliti Non Kelas S2 23
8. Fajar Kurniawan, STP Anggota Pengolahan Pangan Peneliti Non Kelas S1 23
10 Pia Lestina Anggota Analis Kimia Tek. Litkayasa Non D3 21
Fungsional
11 Triyono, SSi Anggota Teknisi Tek. Litkayasa Non S1 19
Fungsional
12 M. Gousul Adom Anggota Teknisi Tek. Litkayasa Non SMA 19
Fungsional
13 Wahyudiono,SSi Anggota Analis Kimia T ek. Litkayasa Non S1 19
Fungsional
34
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A. D. Fardiaz, N.L.Puspitasari, S. Yasni dan B. Budiyanto. 1999. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. PAU IPB, Boger.
AOAC [Association of Official Analytical Chemist]. 2006. Official Methods of Analytical of The Association of Official Analytical Chemist. Washington, DC: AOAC
Bin, L and X. Bi-jun. 2003. Study on Gel Formation Mechanism of Konjac Glucomannan. Agricultural Sciences in China 2 (4) : 424-428
Catherwooda, D. J. et al. 2007. Oxalate content of cormels of Japanese taro (Colocasia esculenta (L.) Schott) and the effect of cooking. Original Article. Journal of Food Composition and Analysis 20 (2007) 147-151
Gray, C., Simanjuntak, P., Subur, L.K., Mapaitella, P.F.L., dan Varley, R.C.G. 1997. Pengantar Evaluasi Proyek. Gramedia, Jakarta.
Ito H, Miura N, Masai M, Yamamoto K, and Hara T. 1996. Reduction of oxalate content of foods by the oxalate degrading bacterium, Eubacterium lentum WYH-1 . lnt J Urol. Jan;3(1) :31-4.
Kadariah, Karlina, L, dan Gray, C. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Edisi revis i. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta.
Khalil. 1999. Pengaruh kandungan air dan ukuran partikel terhadap perubahan perilaku fisik bahan pakan lokal : kerapatan tumpukan, kerapatan pemadatan dan berat jenis. J. Media Peternakan. 22 ( 1) : 1 - 11 .
Khanna, S. and R.F. Tester. 2006. Influence of purified konjac glucomannan on the gelatinisation and retrogradation properties of maize and potato starches. Food Hydrocolloids 20 (2006) 567-576
Li, B and B.J. Xie. 2006. Single molecular chain geometry of konjac glucomannan as a high quality dietary fiber in East Asia. Food Research International 39 : 127-132
Li, B., B. J. Xie, and J.F. Kennedy. 2006. Studies on the molecular chain morphology of konjac glucomannan. Carbohydrate Polymers 64 : 510-515
Mulyono, E., Risfaheri, Misgiyarta, A.W. Permana, dan F. Kurniawan. 2009. Teknologi Produksi Tepung Mannan dari Umbi lies-lies (Amorphophallus Oncophillus) Yang Dapat Menghasilkan Rendemen 85% dan Derajat Putih 80%. Makalah pada Seminar Hasil Penelitian SINTA TA. 2009, 9-10 Oktober 2009. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta
Noonan, S.C and G.P. Savage. 1999. Oxalate content of foods and its effect on human. Asia Pacific J. Clin Nutr 8 (1) : 64-74.
Prosky, L., Asp, N. P., Furda, 1., Devries, J. W., Schweizer, T. F., & Harland, B. F. (1984). Determination of total dietary fibre in foods, food products and total diets:
35
interlaboratory study. Journal of the Association of Official Analytical Chemists, 67, 1044-1052.
Ohtsuki, T. 1968. Studies on Reserve Carbohydrate of Flour Amorphophallus Species with Special Reference to Mannan. Botanical Magazine Tokyo. Vol. 81 : 119-126.
Purwani, E.Y., Y.Setiawati , H. Setyanto, S.J. Munarso, N. Richana, dan Widaningrum. 2004. Utilization of sago starch for Transparent Noodle in lndoesia. Presiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisional. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogar.
Rasper, V.F. and J.M. de Man. 1980. Effects of granule size of substituted starches on the rheological character of composite doughs. J. Cereal Chemist 57(5):331-340
Savage, G.P., Vanhanen , L., Mason, S.M., Ross, A.B., 2000. Effect of cooking on the soluble and insoluble oxalate content of some New Zealand foods. Journal of Food Composition and Analysis 13, 201-206.
Shehyn H. and D. B. Pall. 1940. The Solubility of Calcium Oxalate in Various Salt Solution. Analytical Laboratories, Aluminum Company of Canada, Arvina, Quebec, Canada.
Shimizu, M and H. Shimahara. 1973. METHOD OF SELECTIVE SEPARATION OF KONJAC FLOUR FROM THE TUBERS OF AMORPHOPHALLUS KONJAC. United States Patent 3767424
Shuey, Wand K.H . Tippies. 1980. The Amilography Handbook. Physical Testing Methods Com mite of The American Association of Cereal Chemists. USA
Soekarto, S. T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk lndustri Pangan Hasil Pertanian. Bhatara Karya Aksara, Jakarta
Tang, J and J. Wang . 2008. Method and Composition of Making Pasta with Konjac Flour as a Main Ingredient. Patent US No. US2008/02927696 A 1. http://www.freepatentsonline.com/y2008/0220136.html (tanggal 21 November 2009). ,
Widjanarko, 2009. Prospek Pengembangan Porang di Jawa Timur. http://simonbwidjanarko.worldpress.com/. (diunduh tanggal 3 September 2009)
Yiu, P.H., S.L.Loh, A.Rajan, S.C.Wong and C.F.J.Bong. 2008. Physiochemical properties of sago starch modified by acid treatment in alcohol. American Journal of Applied Sciences 5 (4): 307-311 .
Zhang, Y.Q., Xie, B.J, and K. Gan. 2005. Advance in the application of konjac glucomannan and its derivatives. Carbohydrate Polymer 60 : 27-31 .