Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011 [Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011 1. Pembuatan Besi Kasar dan Baja A. Tujuan Pembelajaran Siswa dapat memahami, menjelaskan & mengidentifikasi proses pembuatan besi kasar dan baja. Langkah kerja : Siswa memahami tentang teori proses pembuatan besi kasar Siswa dapat menjelaskan proses pembuatan besi kasar Siswa dapat mengidentifikasi proses pembuatan besi kasar B. Proses Pengolahan Biji Besi Dan Persiapan Dalam Tanur Tinggi. Didalam perut bumi tempat kita tinggal ternyata banyak sekali mengandung zat- zat yang berguna untuk keperluan hidup kita sehari-hari, misalnya minyak tanah, bensin, solar dan lain-lainnya yang disebut minyak bumi. Disamping itu juga terdapat unsur- unsur kimia yang berguna bagi manusia seperti bijih besi, nikel, tembaga, uranium, titanium, timah dan masih banyak lagi, beserta mineral dan batu-batuan. Salah satu zat yang terdapat di dalam bumi yang sangat berguna bagi manusia ialah air dengan rumus kimianya H2O, sebab tanpa air manusia sukar sekali mempertahankan kehidupannya. Mineral adalah suatu bahan yang banyak terdapat di dalam bumi, yang mempunyai bentuk dan ciri-ciri khusus serta mempunyai susunan kimia yang tetap. Sedangkan batu-batuan merupakan gabungan antara dua macam atau lebih mineral- mineral dan tidak mempunyai susunan kimia yang tetap. Bijih ialah mineral atau batu-batuan yang mengandung satu macam atau beberapa macam logam dalam prosentase yang cukup banyak untuk dijadikan bahan tambang. Banyaknya logam yang terkandung dalam bijih itu berbeda-beda. Logam dalam keadaan murni jarang sekali terdapat di dalam bumi, kebanyakan merupakan senyawa-senyawa oksida, sulfida, karbonat, dan sulfat yang merupakan bijih logam yang perlu diproses menjadi bahan logam yang bermanfaat bagi manusia. a) Macam-macam bijih besi. 1) Oksida-oksida besi, contoh nya: Ferri Oksida ( 3 2 O F e ) atau disebut: “hematit”. Kandungan Besi nya = 69,94 %, Oksigen nya = 30,06 % Warna nya: merah dan tidak mengandung air Ferro Oksida 4 3 O F e atau disebut: “magnetit” Kandungan Besi nya = 72,4 %, Oksigen nya = 27,6 % Warna nya abu-abu sampai dengan ke cokelat-cokelat an, Mempunyai sifat kemagnitan. 3 2 O F OH O F e e disebut juga: “limanit” Limanit ini disebut juga Ferro Oksida yang ada mengandung air. Kandungan Besi nya = (60 65) %, Oksigen nya = (8 20) %, Sisa nya =
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
1. Pembuatan Besi Kasar dan Baja
A. Tujuan Pembelajaran
Siswa dapat memahami, menjelaskan & mengidentifikasi proses pembuatan besi kasar dan
baja.
Langkah kerja :
Siswa memahami tentang teori proses pembuatan besi kasar
Siswa dapat menjelaskan proses pembuatan besi kasar
Siswa dapat mengidentifikasi proses pembuatan besi kasar
B. Proses Pengolahan Biji Besi Dan Persiapan Dalam Tanur Tinggi.
Didalam perut bumi tempat kita tinggal ternyata banyak sekali mengandung zat-
zat yang berguna untuk keperluan hidup kita sehari-hari, misalnya minyak tanah, bensin,
solar dan lain-lainnya yang disebut minyak bumi. Disamping itu juga terdapat unsur-
unsur kimia yang berguna bagi manusia seperti bijih besi, nikel, tembaga, uranium,
titanium, timah dan masih banyak lagi, beserta mineral dan batu-batuan. Salah satu zat
yang terdapat di dalam bumi yang sangat berguna bagi manusia ialah air dengan rumus
kimianya H2O, sebab tanpa air manusia sukar sekali mempertahankan kehidupannya.
Mineral adalah suatu bahan yang banyak terdapat di dalam bumi, yang
mempunyai bentuk dan ciri-ciri khusus serta mempunyai susunan kimia yang tetap.
Sedangkan batu-batuan merupakan gabungan antara dua macam atau lebih mineral-
mineral dan tidak mempunyai susunan kimia yang tetap.
Bijih ialah mineral atau batu-batuan yang mengandung satu macam atau
beberapa macam logam dalam prosentase yang cukup banyak untuk dijadikan bahan
tambang. Banyaknya logam yang terkandung dalam bijih itu berbeda-beda. Logam
dalam keadaan murni jarang sekali terdapat di dalam bumi, kebanyakan merupakan
senyawa-senyawa oksida, sulfida, karbonat, dan sulfat yang merupakan bijih logam
yang perlu diproses menjadi bahan logam yang bermanfaat bagi manusia.
a) Macam-macam bijih besi.
1) Oksida-oksida besi, contoh nya:
Ferri Oksida ( 32OFe ) atau disebut: “hematit”.
Kandungan Besi nya = 69,94 %, Oksigen nya = 30,06 %
Warna nya: merah dan tidak mengandung air
Ferro Oksida 43OFe atau disebut: “magnetit”
Kandungan Besi nya = 72,4 %, Oksigen nya = 27,6 %
Warna nya abu-abu sampai dengan ke cokelat-cokelat an, Mempunyai
sifat kemagnitan.
32OFOHOF ee disebut juga: “limanit”
Limanit ini disebut juga Ferro Oksida yang ada mengandung air.
Kandungan Besi nya = (60 65) %, Oksigen nya = (8 20) %, Sisa
nya =
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
air ( OH 2 ), Warna: cokelat
2OHFe disebut juga: “goethite”
Kandungan Besi nya = 62,9 %, Oksigen nya = 27, 0 %, Sisa
nya = air, Bentuk nya kristal atau seperti jarum. Warna: kuning,
merah atau cokelat.
OHOFe disebut juga: “lepidoerosite”
Bijih besi ini merupakan bentuk lain atau variasi dari goethite.
22 OHOFe disebut juga: “turgite”
Bijih besi ini merupakan bentuk lain atau variasi dari limanite
2) Karbonat-karbonat besi, contoh nya:
3COFe disebut juga: “sederit”
Kandungan Besi nya = 48,2 %, Karbonat nya = 50,8 %
Bentuk nya seperti kristal dan berlumpur. Mengandung unsur-unsur lain,
seperti: gM , nM , aC , oC
3) Sulfida-sulfida besi, contoh nya:
Magnetik pyrite
Kandungan Besi nya = 69,4 %, Sulfur nya = 30,6 %
Marcasite, atau disebut bijih besi bersifat putih
Kandungan Besi nya = 46,6 %, Sulfur nya = 39,4 %
Macam bijih besi ini, biasanya merupakan hasil sampingan dari
penambangan: uiun ANCZ ,,, , perak atau sulfur (belerang).
“Pyrite lythos”
Kandungan Besi nya = 46,6 %, Sulfur nya = 53,4 % , warna nya:
kuning.
b) Terjadinya bijih besi
Secara umum dapat dikatakan, bijih besi terjadi akibat fraksinasi kristalisasi yang
kemudian mengalami periode pendinginan, atau juga sedimentasi yang terbentuk
karena adanya proses erosi, desintegrasi, transportasi, dll. Atau bahkan karena
oksidasi pada cairan kimia (solvent). Namun secara ringkas, dapat dikatakan:
Karena proses geologi dan terjadi akibat pembagian geografis
Terjadi sekitar 25 juta tahun yang lalu
Hanya terdapat di beberapa tempat di dunia, seperti: India, Australia dan
Amerika
Deposit nya mempunyai kedalaman yang ber-variasi, dari beberapa meter
hingga beberapa ratus meter di bawah permukaan tanah.
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar 1. Proses produksi biji besi hingga menjadi besi siap pakai
c) Cara pengolahan bijih besi.
Teknologi pengolahan bijih besi disini adalah pengolahan bijih besi dari hasil
tambang yang masih kotor dan tidak teratur bentuk nya, hingga menjadi bersih dan
teratur, sehingga siap untuk di olah lebih lanjut.
Teknik-teknik pengolahan bijih besi tersebut adalah sbb:
- Pemecahan (Crushing)
- Gerinda (Grinding)
- Pencucian (Washing)
- Gaya berat (Gravity method)
- Pemisahan secara magnetik (Magnetic Separation)
- Pembuihan dan pengapungan (Froth floatation)
- Pemisahan secara elektrostatik ber tegangan tinggi (Electroststic/high tension
separation)
- Pemisahan secara magnetis dengan temperatur rendah (Low temperature
magnetizing separation)
- Menghilangkan zat cair dan dikeringkan (Dewatering and drying)
- Pengumpulan/penggumpalan.
d) Penjelasan Cara-Cara Pengolahan Bijih Besi
1) Pemecahan (Crushing)
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
- bijih besi hasil tambang, biasanya masih berbentuk bonglahan-bongkahan
besar, yakni antara 300 400 2mm
- untuk keperluan ―tanur tinggi”di perlukan ukuran bijih besi antara 10 30
s/d 50 2mm , oleh sebab itu bongkahan-bongkahan tadi perlu di pecah-
pecah sehingga mempunyai ukuran yang kecil dan seragam. Mesin nya:
Jaw Crusher dan atau Gyratory Crusher.
- agar ukuran nya seragam, maka digunakan ayakan (saringan).
2) Grinda (Grinding)
- adakalanya, bijih besi magnetit masih mengandung tanah, ada yang basah
ada pula yang kering dan sedikit bercampur dengan kotoran-kotoran lain
nya.
- guna memisahkan antara bijih besi dan kotoran-kotoran tersebut,
digunakan mesin: Ball mill dan atau Rod mill
3) Pencucian (Washing)
- bijih besi yang mengandung tanah liat dan kotoran-kotoran lain nya, dicuci
dengan menggunakan mesin pencuci berbentuk silindris maupun konis,
yang dilengkapi oleh alat pengangkat.
- kotoran-kotoran halus akan tertinggal dan yang telah tercuci disaring dalam
keadaan basah menggunakan saringan susun yang bergetar, maka akan
diperoleh bijih besi yang bersih.
4) Gaya berat (Gravity method)
- dengan memanfaatkan beda berat jenis dari bahan-bahan hasil tambang,
maka akan dapat diperoleh bijih besi yang bersih
- pralatan-peralatan yang sering dipakai adalah:
jigging; untuk bijih besi dengan ukuran 0,5 25 mm
hampherey spiral; untuk bijih besi dengan ukuran 0,1 0,5 mm
shaking tabel; untuk bijih besi dengan ukuran 0,1 1,5 mm
cyclone; untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang sangat halus.
5) Pemisahan secara magnetik (Magnetic separation)
- mineral-mineral dengan kemagnitan yang besar (contoh: bijih besi
magnetit), dapat dipisahkan dengan ―mineral non-magnetic separation‖
- Untuk kemagnitan yang lemah, digunakan ―high density dry magnetic
separation‖
6) Pembuihan dan pengapungan (Froth floatation)
- Untuk bijih-bijih besi yang kemagnitan nya sangat lemah/rendah, dapat
menggunakan cara pengapungan
- pH dari bahan yang di apungkan dapat diperlemah/diperkecil dengan cara
menambahkan asam atau alkali (tergantung dari bahan yang di
apungkan).
7) Pemisahan secara elektrostatik ber tegangan tinggi (Electrostatic/high tension
separation)
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
- Elektrostatik atau pemisahan dengan tegangan tinggi dipakai untuk
meningkatkan mutu dari konsentrat-konsentrat yang halus juga untuk
memisahkan bahan-bahan yang tidak di inginkan.
8) Pemisahan secara magnetis dgn temp. rendah (Low temperature magnetizing
separation)
- teknik ini biasanya dipakai untuk bijih-bijih besi yang halus dan non-
magnetik atau yang magnetik nya rendah serta menandung oksida-oksida
hidrat dan kadang-kadang siderite
- sebuah alat pemanggang (pemanas) ditempatkan persis dibawah alat
utama, guna memisahkan bahan-bahan yang non-magnit dengan yang
magnetis serta bahan-bahan lain yang tidak di inginkan
9) Menghilangkan zat cair dan dikeringkan (Dewatering and drying)
- bijih besi yang butiran-butiran nya sangat halus di dalam suatu konsentrat,
di beri air, kemudian dimampatkan kedalam mesin pemampat dan
kemudian dikeringkan.
10) Pengumpulan atau penggumpalan (Stockage)
Bijih besi dari tambang biasanya masih bercampur dengan pasir, tanah
liat, dan batu-batuan dalam bongkah-bongkahan yang tidak sama besar. Untuk
kelancaran proses pengolahan bijih besi, bongkah-bongkah tersebut dipecahkan
dengan mesin pemecah, kemudian disortir antara bijih besi dan batu-batuan
ikutan dengan tromol magnet. Pekerjaan selanjutnya adalah mencuci bijih besi
tersebut dan mengelompokkan menurut besarnya, bijih-bijih besi halus dan
butir-butir yang kecil diaglomir di dalam dapur sinter atau rol hingga berupa bola-
bola yang dapat dipakai kembali sebagai isi dapur.
Setelah bijih besi itu dipanggang di dalam dapur panggang agar kering dan
unsur-unsur yang mudah menjadi gas keluar dari bijih kemudian dibawa ke dapur tinggi
diolah menjadi besi kasar. Dapur tinggi mempunyai bentuk dua buah kerucut yang
berdiri satu di atas yang lain pada alasnya. Pada bagian atas adalah tungkunya yang
melebar ke bawah, sehingga muatannya dengan mudah meluncur kebawah dan tidak
terjadi kemacetan. Bagian bawah melebar ke atas dengan maksud agar muatannya
tetap berada di bagian ini.
Dapur tinggi dibuat dari susunan batu tahan api yang diberi selubung baja pelat
untuk memperkokoh konstruksinya. Dapur diisi dari atas dengan alat pengisi. Berturut-
turut dimasukkan kokas, bahan tambahan (batu kapur) dan bijih besi. Kokas adalah
arang batu bara yaitu batu bara yang sudah didestilasikan secara kering dan
mengandung belerang yang sangat rendah sekali. Kokas berfungsi sebagai bahan
bakarnya dan membutuhkan zat asam yang banyak sebagai pengembus. Agar proses
dapat berjalan dengan cepat udara pengembus itu perlu dipanaskan terlebih dahulu di
dalam dapur pemanas udara. Proses pada dapur tinggi seperti dalam gambar 1.
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar 2. Proses dalam dapur tinggi. (Bagyo Sucahyo, 1999).
Besi cair di dalam dapur tinggi, kemudian dicerat dan dituang menjadi besi kasar,
dalam bentuk balok-balok besi kasar yang digunakan sebagai bahan ancuran untuk
pembuatan besi tuang (di dalam dapur kubah), atau dalam keadaan cair dipindahkan
pada bagian pembuatan baja di dalam konvertor atau dapur baja yang lain, misalnya
dapur Siemen Martin.
Batu kapur sebagai bahan tambahan gunanya untuk mengikat abu kokas dan
batu-batu ikutan hingga menjadi terak yang dengan mudah dapat dipisahkan dari besi
kasar. Terak itu sendiri di dalam proses berfungsi sebagai pelindung cairan besi kasar
dari oksida yang mungkin mengurangi hasil yang diperoleh karena terbakarnya besi
kasar cair itu. Batu kapur (CaCO3) terurai mengikat batu-batu ikutan dan unsur-unsur
lain.
Karena besi kasar ini masih mengandung persentase karbon yang tinggi
(tidak dapat langsung dipakai), maka hasil dari Tanur Tinggi ini sering juga disebut
sebagai “besi mentah”, sebab besi kasar ini merupakan bahan baku dari tanur jenis lain,
yang kemudian di olah lebih lanjut agar persentase kadar karbon nya bisa sesuai
fatique cracking) dan korosi akibat pengaruh hidogen (corrosion induced
hydrogen) adalah bentuk korosi dimana material mengalami keretakan akibat
pengaruh lingkungannya. Korosi retak tegang terjadi pada paduan logam yang
mengalami tegangan tarik statis dilingkungan tertentu, seperti : baja tahan karat
sangat rentan terhadap lingkungan klorida panas, tembaga rentan dilarutan
ammonia dan baja karbon rentan terhadap nitrat.
Korosi retak fatik terjadi akibat tegangan berulang dilingkungan korosif.
Sedangkan korosi akibat pengaruh hidogen terjadi karena berlangsungnya
difusi hidrogen kedalam kisi paduan.
Korosi intergranular adalah bentuk korosi yang terjadi pada paduan logam
akibat terjadinya reaksi antar unsur logam tersebut di batas butirnya. Seperti
yang terjadi pada baja tahan karat austenitik apabila diberi perlakuan panas.
Pada temperatur 425 – 815°C karbida krom (Cr23C6) akan mengendap di
batas butir. Dengan kandungan krom dibawah 10 %, didaerah pengendapan
tersebut akan mengalami korosi dan menurunkan kekuatan baja tahan karat
tersebut.
Selectiveleaching adalah korosi yang terjadi pada paduan logam karena
pelarutan salah satu unsur paduan yang lebih aktif, seperti yang biasa terjadi
pada paduan tembaga-seng. Mekanisme terjadinya korosi selective leaching
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
diawali dengan terjadi pelarutan total terhadap semua unsur. Salah satu unsur
pemadu yang potensialnya lebih tinggi akan terdeposisi, sedangkan unsur yang
potensialnya lebih rendah akan larut ke elektrolit. Akibatnya terjadi keropos
pada logam paduan tersebut. Contoh lain selective leaching terjadi pada besi
tuang kelabu yang digunakan sebagai pipa pembakaran. Berkurangnya besi
dalam paduan besi tuang akan menyebabkan paduan tersebut menjadi porous
dan lemah, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pecah pada pipa.
Korosi erosi adalah korosiyang terjadi adanya kombinasi antara fluida yang
korosif dan kecepatan aliran yang tinggi, seperti yang terjadi pada pipa baja
yang digunakan untuk mengalirkan uap yang mengandung air.Pengukuran laju
korosi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Pengukuran yang paling
sederhana biasanya dilakukan dengan cara mengukur kehilangan logam
(berdasarkan perbedaan beratnya). Meskipun demikian beberapa metoda
pegukuran laju korosi yang dapat diterapkan antara lain adalah dengan
mengukur ion logam yang terdapat dilingkungan, mengukur konduktivitas
lingkungan, mengukur berat jenis lingkungan atau berdasarkan reaksi dengan
metoda elektrokimia.
Gambar 22. Mind maping jenis korosi.
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
5. PENGUJIAN LOGAM.
A. Pengantar Tujuan dari dilakukannya suatu pengujian mekanis adalah untuk menentukan
respon material dari suatu konstruksi, komponen atau rakitan fabrikasi pada saat dikenakan beban atau deformasi dari luar. Dalam hal ini akan ditentukan seberapa jauh perilaku inheren (sifat yang lebih merupakan ketergantungan atas fenomena atomik maupun mikroskopis dan bukan dipengaruhi bentuk atau ukuran benda uji) dari material terhadap pembebanan tersebut. Di antara semua pengujian mekanis tersebut, pengujian tarik merupakan jenis pengujian yang paling banyak dilakukan karena mampu memberikan informasi representatif dari perilaku mekanis material.
B. Perilaku mekanik material
Pengujian tarik yang dilakukan pada suatu material padatan (logam dan nonlogam) dapat memberikan keterangan yang relatif lengkap mengenai perilaku material tersebut terhadap pembebanan mekanis. Informasi penting yang bisa didapat adalah:
1) Batas proporsionalitas (proportionality limit) Merupakan daerah batas dimana tegangan dan regangan mempunyai hubungan proporsionalitas satu dengan lainnya. Setiap penambahan tegangan akan diikuti dengan penambahan regangan secara proporsional dalam hubungan linier σ = Eε (bandingkan dengan hubungan y = mx; dimana y mewakili tegangan; x mewakili regangan dan m mewakili slope kemiringan dari modulus kekakuan). Titik P pada Gambar 1.1 di bawah ini menunjukkan batas proporsionalitas dari kurva tegangan-regangan.
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar 22. Kurva tegangan – regangan dari sebuah benda uji terbuat baja ulet
2) Batas elastis (elastic limit)
Daerah elastis adalah daerah dimana bahan akan kembali kepada panjang semula bila tegangan luar dihilangkan. Daerah proporsionalitas merupakan bahagian dari batas elastik ini. Selanjutnya bila bahan terus diberikan tegangan (deformasi dari luar) maka batas elastis akan terlampaui pada akhirnya sehingga bahan tidak akan kembali kepada ukuran semula. Dengan kata lain dapat didefinisikan bahwa batas elastis merupakan suatu titik dimana tegangan yang diberikan akan menyebabkan terjadinya deformasi permanen (plastis) pertama kalinya. Kebanyakan material teknik memiliki batas elastis yang hampir berimpitan dengan batas proporsionalitasnya.
3) Titik luluh (yield point) dan kekuatan luluh (yield strength)
Titik ini merupakan suatu batas dimana material akan terus mengalami deformasi tanpaadanya penambahan beban. Tegangan (stress) yang mengakibatkan bahan menunjukkan mekanisme luluh ini disebut tegangan luluh (yield stress). Titik luluh ditunjukkan oleh titik Y pada Gambar 1.1 di atas. Gejala luluh umumnya hanya ditunjukkan oleh logam-logam ulet dengan struktur Kristal BCC dan FCC yang membentuk interstitial solid solution dari atom-atom carbon, boron, hidrogen dan oksigen. Interaksi antara dislokasi dan atom-atom tersebut menyebabkan baja ulet eperti mild steel menunjukkan titik luluh bawah (lower yield point) dan titik luluh atas (upper yield point). Baja berkekuatan tinggi dan besi tuang yang getas umumnya tidak memperlihatkan batas luluh yang jelas. Untuk menentukan kekuatan luluh material seperti ini maka digunakan suatu metode yang dikenal sebagai Metode Offset. Dengan metode ini kekuatan luluh (yield strength) ditentukan sebagai tegangan dimana bahan memperlihatkan batas penyimpangan/deviasi tertentu dari proporsionalitas tegangan dan regangan . Pada Gambar 1.2 di bawah ini garis offset OX ditarik paralel dengan OP, sehingga perpotongan XW dan kurva tegangan-regangan memberikan titik Y sebagai kekuatan luluh. Umumnya garis offset OX diambil 0.1 – 0.2% dari regangan total dimulai dari titik O.
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar 23. Kurva tegangan – regangan dari benda uji terbuat dari bahan getas.
Kekuatan luluh atau titik luluh merupakan suatu gambaran kemampuan bahan menahan deformasi permanen bila digunakan dalam penggunaan struktural yang melibatkan pembebanan mekanik seperti tarik, tekan bending atau puntiran. Di sisi lain, batas luluh ini harus dicapai ataupun dilewati bila bahan (logam) dipakai dalam proses manufaktur produk- produk logam seperti proses rolling, drawing, stretching dan sebagainya. Dapat dikatakan bahwa titik luluh adalah suatu tingkat tegangan yang:
Tidak boleh dilewati dalam penggunaan struktural (in service)
Harus dilewati dalam proses manufaktur logam (forming process)
4) Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength) Merupakan tegangan maksiumum yang dapat ditanggung oleh material sebelum terjadinya perpatahan (fracture). Nilai kekuatan tarik maksimum σ uts ditentukan dari beban maksium Fmaks dibagi luas penampang awal Ao.
Pada bahan ulet tegangan maksimum ini ditunjukkan oleh titik M (Gambar 1.1) dan selanjutnya bahan akan terus berdeformasi hingga titik B. Bahan yang bersifat getas memberikan perilaku yang berbeda dimana tegangan maksimum sekaligus tegangan perpatahan (titik B pada Gambar 1.2). Dalam kaitannya dengan penggunaan structural maupun dalam proses forming bahan, kekuatan maksimum adalah batas tegangan yang sama sekali tidak boleh dilewati.
5) Kekuatan Putus (breaking strength)
Kekuatan putus ditentukan dengan membagi beban pada saat benda uji putus (Fbreaking) dengan luas penampang awal Ao. Untuk bahan yang bersifat ulet pada
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
saat beban maksimum M terlampaui dan bahan terus terdeformasi hingga titik putus B maka terjadi mekanisme penciutan (necking) sebagai akibat adanya suatu deformasi yang terlokalisasi. Pada bahan ulet kekuatan putus adalah lebih kecil daripada kekuatan maksimum sementara pada bahan getas kekuatan putus adalah sama dengan kekuatan maksimumnya.
6) Keuletan (ductility)
Keuletan merupakan suatu sifat yang menggambarkan kemampuan logam menahan deformasi hingga terjadinya perpatahan. Sifat ini , dalam beberapa tingkatan, harus dimiliki oleh bahan bila ingin dibentuk (forming) melalui proses rolling, bending, stretching, drawing, hammering, cutting dan sebagainya. Pengujian tarik memberikan dua metode pengukuran keuletan bahan yaitu:
Persentase perpanjangan (elongation) Diukur sebagai penambahan panjang ukur setelah perpatahan terhadap panjang awalnya.
Elongasi, ε (%) = [(Lf-Lo)/Lo] x 100%
dimana Lf adalah panjang akhir dan Lo panjang awal dari benda uji.
Persentase pengurangan/reduksi penampang (Area Reduction) Diukur sebagai pengurangan luas penampang (cross-section) setelah perpatahan terhadap luas penampang awalnya.
Reduksi penampang, R (%) = [(Ao-Af)/Ao] x 100%
dimana Af adalah luas penampang akhir dan Ao luas penampang awal.
7) Modulus elastisitas (E)
Modulus elastisitas atau modulus Young merupakan ukuran kekakuan suatu material. Semakin besar harga modulus ini maka semakin kecil regangan elastis yang terjadi pada suatu tingkat pembebanan tertentu, atau dapat dikatakan material tersebut semakin kaku (stiff). Pada grafik tegangan-regangan (Gambar 1.1 dan 1.2), modulus kekakuan tersebut dapat dihitung dari slope kemiringan garis elastis yang linier, diberikan oleh:
E = σ/ε atau E = tan α
Dimana α adalah sudut yang dibentuk oleh daerah elastis kurva tegangan-regangan. Modulus elastisitas suatu material ditentukan oleh energi ikat antar atom-atom, sehingga besarnya nilai modulus ini tidak dapat dirubah oleh suatu proses tanpa merubah struktur bahan. Sebagai contoh diberikan oleh Gambar 1.3 di bawah ini yang menunjukkan grafik tegangan-regangan beberapa jenis baja:
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar24. Grafik tegangan-regangan beberapa baja yang memperlihatkan kesamaan modulus kekakuan
8) Modulus kelentingan (modulus of resilience)
Mewakili kemampuan material untuk menyerap energi dari luar tanpa terjadinya kerusakan. Nilai modulus dapat diperoleh dari luas segitiga yang dibentuk oleh area elastik diagram tegangan- regangan pada Gambar 1.1.
9) Modulus ketangguhan (modulus of toughness)
Merupakan kemampuan material dalam menyerap energi hingga terjadinya perpatahan. Secara kuantitatif dapat ditentukan dari luas area keseluruhan di bawah kurva teganganregangan hasil pengujian tarik seperti Gambar 1.1. Pertimbangan disain yang mengikut sertakan modulus ketangguhan menjadi sangat penting untuk komponen-komponen yang mungkin mengalami pembebanan berlebih secara tidak disengaja. Material dengan modulus ketangguhan yang tinggi akan mengalami distorsi yang besar karena pembebanan berlebih, tetapi hal ini tetap disukai dibandingkan material dengan modulus yang rendah dimana perpatahan akan terjadi tanpa suatu peringatan terlebih dahulu.
10) Kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya Kurva tegangan-regangan rekayasa didasarkan atas dimensi awal (luas area dan panjang) dari benda uji, sementara untuk mendapatkan kurva tegangan-regangan sesungguhnya diperlukan luas area dan panjang aktual pada saat pembebanan setiap saat terukur. Perbedaan kedua kurva tidaklah terlampau besar pada regangan yang kecil, tetapi menjadi signifikan pada rentang terjadinya pengerasan regangan (strain hardening), yaitu setelah titik luluh terlampaui. Secara khusus perbedaan menjadi demikian besar di dalam daerah necking. Pada kurva tegangan-regangan rekayasa, dapat diketahui bahwa benda uji secara aktual mampu menahan turunnya beban
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
karena luas area awal Ao bernilai konstan pada saat penghitungan tegangan σ = P/Ao. Sementara pada kurva tegangan-regangan sesungguhnya luas area actual adalah selalu turun hingga terjadinya perpatahan dan benda uji mampu menahan peningkatan tegangan karena σ = P/A. Gambar 1.4 di bawah ini memperlihatkan contoh kedua kurva tegangan-regangan tersebut pada baja karbon rendah (mild steel).
Gambar 25. Perbandingan antara kurva tegangan-regangan rekayasa dan sesungguhnya dari
baja karbon rendah (mild steel)
C. Mode Perpatahan Material Sampel hasil pengujian tarik dapat menunjukkan beberapa tampilan perpatahan
seperti diilustrasikan oleh Gambar 26 di bawah ini:
Gambar 26. Ilustrasi penampang samping bentuk perpatahan benda uji tarik sesuai dengan tingkat keuletan/kegetasan
Perpatahan ulet memberikan karakteristk berserabut (fibrous) dan gelap (dull), sementara perpatahan getas ditandai dengan permukaan patahan yang berbutir (granular) dan terang.
Perpatahan ulet umumnya lebih disukai karena bahan ulet umumnya lebih tangguh dan memberikan peringatan lebih dahulu sebelum terjadinya kerusakan Pengamatan kedua tampilan perpatahan itu dapat dilakukan baik dengan mata telanjang maupun
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
dengan bantuan stereoscan macroscope. Pengamatan lebih detil dimungkinkan dengan penggunaan SEM (Scanning Electron Microscope). 1) Perpatahan Ulet
Gambar 27 di bawah ini memberikan ilustrasi skematis terjadinya perpatahan ulet pada suatu spesimen yang diberikan pembebanan tarik: Sangat ulet Sangat getas
Gambar 27. Tahapan terjadinya perpatahan ulet pada sampel uji tarik: (a) Penyempitan awal;
(b) Pembentukan rongga-rongga kecil (cavity); (c) Penyatuan rongga-rongga membentuk suaturetakan; (d) Perambatan retak; (e) Perpatahan geser akhir pada sudut 45°.
Tampilan foto SEM dari perpatahan ulet diberikan oleh Gambar 1.7 berikut:
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar 28. Tampilan permukaan patahan dari suatu sampel logam yang ditandai dengan
lubang-lubang dimpel sebagai suatu hasil proses penyatuan rongga-rongga kecil (cavity) selama pembebanan berlangsung.
2) Perpatahan Getas
Perpatahan getas memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1. Tidak ada atau sedikit sekali deformasi plastis yang terjadi pada material 2. Retak/perpatahan merambat sepanjang bidang-bidang kristalin membelah atom-
atom material (transgranular). 3. Pada material lunak dengan butir kasar (coarse-grain) maka dapat dilihat pola-
pola yang dinamakan chevrons or fan-like pattern yang berkembang keluar dari daerah awal kegagalan.
4. Material keras dengan butir halus (fine-grain) tidak memiliki pola-pola yang mudah dibedakan.
5. Material amorphous (seperti gelas) memiliki permukaan patahan yang bercahaya dan mulus.
Contoh perpatahan getas dari suatu benda uji berbentuk pelat diberikan oleh Gambar 29 di bawah ini.
dimples
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar 29. Perpatahan getas pada dua sampel logam berpenampang lintang persegi panjang
(pelat). Sedangkan hasil foto SEM sampel dengan perpatahan getas diberikan oleh Gambar 30 pada halaman berikut ini:
Gambar 30. Foto SEM sampel dengan perpatahan getas. Perhatikan bentuk perambatan retak
yang menjalar (a) memotong butir (transgranular fracture) dan (b) melalui batasbutir material (intergranular fracture)
D. Pengujian tarik pada logam.
Pengujian ini menghasilkan angka-angka dan ciri-ciri bahan terpenting pada kekuatan, keregangan dan kekenyalan.
Dari bahan yang di uji dibuat sebuah batang coba (benda uji) dengan ukuran yang di standarisasikan, ditekan pada sebuah mesin uji tarik (gambar 1.1 dan 1.2) kemudian dibebani gaya tarik yang dinaikkan secara perlahan-lahan sampai bahan uji putus.
Selama percobaan/pengujian beban dan regangan batang coba diukur terus menerus. Kedua besaran ini ditampilkan dalam sebuah gambar diagram (gambar 1.4). Skala tegak menunjukkan teggangan tarik dalam daN/mm2 dengan berpatokan pada
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
penampang batang semula, sedangkan skala mendatar menyatakan regangan (perpanjangan) yang bersangkutan dalam prosentase terhadap panjang awal.
Gambar 31. Benda uji dan mesin untuk uji tarik.
Ketika mesin uji tarik dinyalakan, dan beban dinaikkan perlahanlahan. Tergambar
sebuah diagram pada kertas yang sudah ada disamping mesin tersebut. Pada diagram memperlihatkan lengkungan garis lurus miring, hal ini berati bahwa tegangan dan regangan naik sebanding (proporsional). Pada batas proporsionalitas (batas kesebandingan). Yaitu pada ujung atas garis lurus, maka harga orsinat menunjukkan harga tegangan sP. Jika beban terus ditingkatkan, maka akan dicapai batas elastisitas (batas kekenyalan) dengan tegangan s E. Jika pada saat ini batang dilepaskan dari tegangan, batang uji akan memegas kembali secara kenyal ke kedudukan semula ( panjang LO ) tanpa meninggalkan perubahan bentuk yang berarti. Tegangan yang menetap ini disebut tegangan elastis. Hal ini hanya boleh sampai setinggitingginya 0.01 % (gambar 1.3).
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Gambar 32. Kurva tegangan tarik suatu benda uji.
Jika beban dinaikkan melampaui batas-batas kekenyalan (batas elastisitas), maka
regangan membesar relatif lebih pesat dan lengkungan segera menunjukkan sebuah tekukan yang akan tampil semakin jelas, semakin ulet bahan tersebut. Tegangan sS dalam pengujian ini dinamakan batas rentang atau batas leleh. Hal ini merupakan angka ciri bahan yang penting, karena disini bahan uji untuk pertama kalinya mengalami kelonggaran menetap pada strukturnya yang dapat dikenal melalui munculnya wujud-wujud leleh pada permukaan batang uji.
Pada pembebanan yang ditingkatkan lebih lanjut, maka tegangan akan mencatat titik puncaknya seraya melajunya regangan batang uji. Batang uji telah mencapai pembebanan tertinggi, dan batang uji kini menyusut pada kedudukan yang nantinya merupakan tempat perpecahan. Hal ini dapat lagi menahan beban tertinggi dan terus meregang walaupun beban menukik, sampai batang uji putus pada batas perengutan (titik z). Tegangan tertinggi s B dalam (daN/mm2) atau (daN/cm2) yang berpatokan pada penampang batang semula, yang menghasilkan kekuatan tarik dari bahan uji. Regangan memanjang batang uji sampai saat perengutan (titik z) disebut regangan pecah dan diungkapkan (%) dari panjag semula L O. Contoh: batang uji ø 20 mm (penampang AO = 3,13cm2) panjang terukur LO = 200 mm. beban tertinggi yang terukur F = 12560 daN. panjang perengutan L=240 mm. hasil percobaan:
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
E. PENGUJIAN KEKERASAN 1. Sasaran pembelajaran
Setelah mempelajari teori dasar pengujian kekerasan ini mahasiswa mampu: a. Menjelaskan makna nilai kekerasan material dalam lingkup ilmu metalurgi dan ilmu-
ilmu terapan lainnya b. Menjelaskan perbedaan antara pengujian kekerasan dengan metode gores,
pantulan dan indentasi. c. Menjelaskan kekhususan pengujian kekerasan dengan metode Brinell, Vickers dan
Rockwell. d. Mengaplikasikan beberapa formulasi dasar untuk memperoleh nilai kekerasan
material dengan uji Brinell dan Vickers.
2. Pengantar Makna nilai kekerasan suatu material berbeda untuk kelompok bidang ilmu yang berbeda. Bagi insinyur metalurgi nilai kekerasan adalah ketahanan material terhadap penetrasi sementara untuk para insinyur disain nilai tersebut adalah ukuran dari tegangan alir, untuk insinyur lubrikasi kekerasan berarti ketahanan terhadap mekanisme keausan, untuk para insinyur mineralogi nilai itu adalah ketahanan terhadap goresan, dan untuk para mekanik work-shop lebih bermakna kepada ketahanan material terhadap pemotongan dari alat potong. Begitu banyak konsep kekerasan material yang dipahami oleh kelompok ilmu, walaupun demikian konsep-konsep tersebut dapat dihubungkan pada satu mekanisme yaitu tegangan alir plastis dari material yang diuji.
3. Prinsip pengujian
Dari uraian singkat di atas maka kekerasan suatu material dapat didefinisikan sebagai ketahanan material tersebut terhadap gaya penekanan dari material lain yang lebih keras. Penekanan tersebut dapat berupa mekanisme penggoresan (scratching), pantulan ataupun indentasi dari material keras terhadap suatu permukaan benda uji. Berdasarkan mekanisme penekanan tersebut, dikenal 3 metode uji kekerasan:
a. Metode gores Metode ini tidak banyak lagi digunakan dalam dunia metalurgi dan material lanjut, tetapi masih sering dipakai dalam dunia mineralogi. Metode ini dikenalkan oleh Friedrich Mohs yang membagi kekerasan material di dunia ini berdasarkan skala (yang kemudian dikenal sebagai skala Mohs). Skala ini bervariasi dari nilai 1 untuk
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
kekerasan yang paling rendah, sebagaimana dimiliki oleh material talk, hingga skala 10 sebagai nilai kekerasan tertinggi, sebagaimana dimiliki oleh intan. Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini diwakili oleh: 1. Talc 2. Gipsum 3. Calcite 4. Fluorite 5. Apatite 6. Orthoclase 7. Quartz 8. Topaz 9. Corundum 10. Diamond (intan)
Prinsip pengujian: bila suatu mineral mampu digores oleh Orthoclase (no. 6) tetapi tidak mampu digores oleh Apatite (no. 5), maka kekerasan mineral tersebut berada antara 5 dan 6. Berdasarkan hal ini, jelas terlihat bahwa metode ini memiliki kekurangan utama berupa ketidak akuratan nilai kekerasan suatu material. Bila kekerasan mineral-mineral diuji dengan metode lain, ditemukan bahwa nilai-nilainya berkisar antara 1-9 saja, sedangkan nilai 9-10 memiliki rentang yang besar.
b. Metode elastik/pantul (rebound)
Dengan metode ini, kekerasan suatu material ditentukan oleh alat Scleroscope yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul (hammer) dengan berat tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap permukaan benda uji. Tinggi pantulan (rebound) yang dihasilkan mewakili kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, yang ditunjukkan oleh dial pada alat pengukur, maka kekerasan benda uji dinilai semakin tinggi.
c. Metode indentasi
Pengujian dengan metode ini dilakukan dengan penekanan benda uji dengan indentor dengan gaya tekan dan waktu indentasi yang ditentukan. Kekerasan suatu material ditentukan oleh dalam ataupun luas area indentasi yang dihasilkan (tergantung jenis indentor dan jenis pengujian). Berdasarkan prinsip bekerjanya metode uji kekerasan dengan cara indentasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1) Metode Brinell Metode ini diperkenalkan pertama kali oleh J.A. Brinell pada tahun 1900. Pengujian kekerasan dilakukan dengan memakai bola baja yang diperkeras (hardened steel ball) dengan beban dan waktu indentasi tertentu, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 2.1. Hasil penekanan adalah jejak berbentuk lingkaran bulat, yang harus dihitung diameternya di bawah mikroskop khusus pengukur jejak. Contoh pengukuran hasil penjejakan diberikan oleh Gambar 2.2. Pengukuran nilai kekerasan suatu material diberikan oleh rumus:
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
dimana P adalah beban (kg), D diameter indentor (mm) dan d diameter jejak (mm).
Gambar 33. skematis prinsip indentasi dengan metode brinell
Prosedur standar pengujian mensyaratkan bola baja dengan diameter 10 mm dan beban 3000 kg untuk pengujian logam-logam ferrous, atau 500 kg untuk logam-logam non-ferrous. Untuk logam-logam ferrous, waktu indentasi biasanya sekitar 10 detik sementara untuk logamlogam non-ferrous sekitar 30 detik. Walaupun demikian pengaturan beban dan waktu indentasi untuk setiap material dapat pula ditentukan oleh karakteristik alat penguji. Nilai kekerasan suatu material yang dinotasikan dengan ‗HB‘ tanpa tambahan angka di belakangnya menyatakan kondisi pengujian standar dengan indentor bola baja 10 mm, beban 3000 kg selama waktu 1—15 detik. Untuk kondisi yang lain, nilai kekerasan HB diikuti angka-angka yang menyatakan kondisi pengujian. Contoh: 75 HB 10/500/30 menyatakan nilai kekerasan Brinell sebesar 75 dihasilkan oleh suatu pengujian dengan indentor 10 mm, pembebanan 500 kg selama 30 detik.
Gambar 32. Hasil indentasi Brinellberupa jejak berbentuk lingkaran dengan ukuran diameter
dalam skala mm. 2) Metode Vickers
Pada metode ini digunakan indentor intan berbentuk piramida dengan sudut
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
136o, seperti diperlihatkan oleh Gambar 2.3. Prinsip pengujian adalah sama dengan metode Brinell, walaupun jejak yang dihasilkan berbentuk bujur sangkar berdiagonal. Panjang diagonal diukur dengan skala pada mikroskop pengujur jejak. Nilai kekerasan suatu material diberikan oleh:
dimana d adalah panjang diagonal rata-rata dari jejak berbentuk bujur sangkar.
Gambar 33. skematis prinsip indensitas dengan metode vikers.
3) Metode Rockwell
Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter/diagonal jejak yang dihasilkan maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai dalam industry karena pertimbangan praktis. Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya. Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B (dengan indentor bola baja berdiameter 1/6 inci dan beban 100 kg) dan Rockwell C (dengan indentor intan dengan beban 150 kg). Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B: indentor 1/6 inci dan beban 100 kg. Berikut ini diberikan Tabel 2.1 yang memperlihatkan perbedaan skala dan range uji dalam skala Rockwell:
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, 1993. Metalurgi Las (Welding Metalurgy), Institut Sain dan Teknologi Nasianal,
Jakarta.
Bangyo Sucahyo, 1999. Ilmu Logam, PT. Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, Surakarta.
Cubberly William H, 1983, Metals Handbook Ninth Edition Vol. 1
Properties and Selection Iron and Steels. American Society For Metals, New York.
Hari Amanto dan Daryanto, 1999, Ilmu Bahan, Bumi Aksara, Jakarta.
Yanmar Diesel. 1980. Buku Petunjuk Mesin Diesel Yanmar. PT. Yanmar Indonesia. Jakarta.
Bahan Ajar Proses Perlakuan Logam Dasar 2011
[Type the company name] | KKN – PPL UNY 2011
Suyanto, 2001. Bahan Bakar dan Minyak Lumas, Sekolah Tinggi Perikanan,Jakarta.
Tata Surdia dan Saito Shinroku, 1999, Pengetahuan Bahan Teknik, Pradnya Paramita,
Jakarta.
Warsowiwoho dan Gandhi Harahap, 1984. Bahan Bakar, Pelumas, Pelumasan dan Servis,