PENGOBATAN INFEKSI KONJUNGTIVITIS AKUT DENGAN ASAM FUSIDIC : Uji Coba Acak Terkontrol PICO P : Penggunaan gel asam fusidic sebagi pengobatan primer untuk infeksi konjungtivitis akut. I : Pengobatan Konjungtivitis akut dengan gel asam fusidic. C : Membandingkan efektivitas pasien yang diberikan gel asam fusidic dengan pasien yang diberikan placebo untuk infeksi konjungtivitis akut. O : Menilai efektivitas gel asam fusidic dibandingkan dengan placebo untuk konjungtivitis akut infeksius. Diambil dari jurnal yang berjudul : “The treatment of acute infectious conjunctivitis with fusidic acid: a randomised controlled trial” Dimuat dalam British Journal of General Practice, December 2005. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PENGOBATAN INFEKSI KONJUNGTIVITIS AKUT DENGAN ASAM FUSIDIC : Uji
Coba Acak Terkontrol
PICO
P : Penggunaan gel asam fusidic sebagi pengobatan primer untuk infeksi konjungtivitis
akut.
I : Pengobatan Konjungtivitis akut dengan gel asam fusidic.
C : Membandingkan efektivitas pasien yang diberikan gel asam fusidic dengan pasien yang
diberikan placebo untuk infeksi konjungtivitis akut.
O : Menilai efektivitas gel asam fusidic dibandingkan dengan placebo untuk konjungtivitis
akut infeksius.
Diambil dari jurnal yang berjudul :
“The treatment of acute infectious conjunctivitis with fusidic acid: a randomised controlled
trial” Dimuat dalam British Journal of General Practice, December 2005.
1
PURPOSE
Untuk menilai efektivitas gel asam fusidic dibandingkan dengan plasebo untuk
konjungtivitis akut infeksius.
DESIGN
Double-blind acak, plasebo-uji coba terkontrol.
METHODS
Orang dewasa yang memperlihatkan mata merah dan sekret baik (muco) purulen atau
kelopak mata menempel yang dialokasikan untuk menerima satu tetes gel asam fusidic 1% atau
plasebo, empat kali sehari selama satu minggu. Hasil utama mengukur perbedaan tingkat
kesembuhan dalam 7 hari. Hasil sekunder mengukur perbedaan tingkat eradikasi bakteri, analisis
waktu kelangsungan hidup dari durasi gejala, dan perbedaan dalam tingkat kesembuhan dalam
kultur-positif dan kultur-negatif pasien.
CONCLUSION
Pada 7 hari, angka kesembuhan pada gel asam fusidic dan kelompok plasebo adalah
sama, tetapi interval kepercayaan terlalu luas untuk menjelaskan kesetaraan mereka. Penemuan
ini tidak mendukung praktek meresepkan asam fusidic pada saat ini oleh para dokter umum.
2
DEFINISI OPERASIONAL
1. Antibiotik : Zat kimiawi yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan dalam larutan-larutan encer untuk menghambat pertumbuhan
atau membunuh mikroorganisme lain.
2. Agar Coklat : Bouillor nutrient atau agar nutrient yang telah ditambahkan darah
segar dan kemudian dipanaskan, darah berubah warna menjadi coklat, digunakan untuk
menumbuhkan organism influenza.
3. Agar Mac Conkey : Medium perbenihan yang mengandung pepton, empedu banteng,
laktosa, dan bromokresol ungu, digunakan pada tes dugaan adanya bakteri dalam air.
4. Agar Mueller Hilton : Medium perbenihan infuse-sapi padat yang mengandung kanji
dan agar, digunakan untuk isolasi primer Neisseria. Medium kaldu yang dibuat dengan
menghilangkan agarnya.
5. Asam Fusidic : nama kimia : asam 3α, 11α, 16β-trihidroksi-29-nor-8α, 9β,13α,
14β-damara-17(20), 24-dien-21-oat 16 asetat. Suatu produk fermentasi dari Fusidium
coccineum, C13H48O2, dipakai sebagai antibiotic.
6. Fotofobia : Intoleransi visual yang abnormal terhadap cahaya.
7. Infeksius : Disebabkan oleh atau dapat ditularkan melalui infeksi.
8. Inhibisi : Penghentian atau pengekangan suatu proses.
9. Inkubasi : Induksi perkembangan, seperti perkembangan penyakit infeksi
dari masuknya pathogen tersebut hingga timbul gejala klinis.
10. Konjungtivitis : Peradangan pada konjungtiva, biasanya terdiri dari hyperemia
konjungtiva disertai dengan pengeluaran secret.
11. Mukus : Lendir bebas dari membrane mukosa terdiri dari sekresi kelenjar-
kelenjar bersama dengan berbagai garam anorganik, sel yang berdeskuamasi, dan
leukosit.
12. Mucopurulent : Mengandung mucus maupun pus.
3
13. Plasebo : Zat atau preparat tak aktif yang diberikan untuk memuaskan
kebutuhan simbolik pasien terhadap pengobatan dan dipakai dalam penelitian-penelitian
terkontrol untuk menentukan kemujaraban bahan obat.
14. Purulen : Terdiri atas atau mengandung nanah (pus), disertai dengan
pembentukan nanah/ disebabkan oleh nanah.
15. Swab : Segumpal kapas atau absorben lain yang dilekatkan erat pada
kawat atau batang, digunakan untuk memberikan obat-obatan, mengangkat sesuatu,
mengumpulkan bahan bakteriologis.
16. Topikal : Berkaitan dengan daerah permukaan tetentu, seperti anti-infeksi
topical yang dioleskan pada daerah tertentu di kulit dan yang hanya mempengaruhi
daerah yang dioles tersebut.
4
RESULT
41 dokter merujuk 184 pasien ke dokter umum, dimana 181 secara acak (Gambar 1).
Dengan memperhatikan karakteristik dasar, kelompok tampak berbanding dengan kemungkinan
usia, jenis kelamin, riwayat konjungtivitis infeksius, sensasi benda asing di mata, dan
keterlibatan bilateral (Tabel 1). Dalam kelompok asam fusidic dan plasebo masing-masing 8 dan
10 pasien, tidak di follow up (Gambar 1). Jadi, 163 pasien yang dianalisis.
Median konsumsi obat penelitian adalah 1.51 g (interval interkuartil ([IQR] = 0.75-2.24)
pada kelompok asam fusidic, dan 1.21 g (IQR = 0.87-1.69) pada kelompok plasebo (P = 0,303).
Setelah 7 hari, proporsi pasien sembuh adalah 45/73 (62%) pada kelompok gel asam
fusidic dan 53/90 (59%) pada kelompok plasebo (Tabel 2). Akibatnya, kemungkinan
kesembuhan adalah 2.8% lebih besar pada kelompok asam fusidic dengan resiko perbedaan 2.8%
(95% CI = -13.5 menjadi 18.6), jumlah yang diperlukan untuk mengobati (NNT) (keuntungan)
adalah 36.3 (95% CI = NNT [kerugian] 7,4 sampai ∞ sampai NNT [keuntungan] 5.4). Usia
merupakan faktor yang mengacaukan dan setelah menyesuaikan resiko perbedaan adalah 5.3%
(95% CI = -11.0 sampai 18.0). Efek pengobatan tampaknya lebih kuat pada kultur-positif pasien
(resiko perbedaan disesuaikan = 22.9% [95% CI = -6.0 ke 42.0]) (Tabel 3). Analisis tambahan
menunjukkan efek kecil pada kami hasil dimana resiko perbedaan menurun dari 5.3% (95% CI =
-11.0 sampai 18.0) menjadi 3.8% (95% CI = -11.0 sampai 18,0) Kurva gejala survival Kaplan-
Meier (buku harian) tidak berbeda secara signifikan antara kedua kelompok (Gambar 2; P =
0.422, logrank tes). Tidak ada pasien tanpa gejala dalam waktu 2 hari.
Dalam kelompok pasien dengan mata sembuh pada 1 minggu, 3.1% (3/98) pada tanpa
penelitian mata menunjukkan tanda-tanda dan gejala konjungtivitis; masing-masing 2.2% (1/45)
pada kelompok asam fusidic, dan 3.8% (2/53) pada kelompok plasebo. Dalam kedua uji coba
tidak ada hasil klinis serius yang merugikan.
Pada dasarnya, 58/181 (32%) pasien kultur positif. Spesies yang dikultur yang paling
umum adalah Streptococcus pneumoniae, terhitung 27/58 (47%) dengan kultur positif. Secara
keseluruhan, 38/58 (66%) kultur terbukti resisten terhadap asam fusidic (Tabel 5). Setelah 7 hari,
tingkat eradikasi bakteri adalah 16/21 (76%) pada kelompok dengan pengobatan dan 12/29
5
(41%) pada kelompok plasebo dengan resiko perbedaan 34.8% (95% CI = 9.3-60.4) dan NNT
(keuntungan) 2.9 (95% CI = 1.7-10.8) (Tabel 6).
Proporsi pasien yang dicatat dengan efek merugikan adalah 10/73 (14%) dalam
kelompok pengobatan dan 3/90 (3%) pada kelompok plasebo dengan resiko perbedaan 10.4%
(95% CI = 1.6-19.1) dan NNT untuk mengobati 9.7 (95% CI = 5.2-60.6). Efek samping yang
paling umum adalah sensasi terbakar dari obat penelitian, dengan prevalensi 8 dari 10 pada
kelompok pengobatan dan 1/3 dalam kelompok plasebo.
6
Konjungtivitis bakteri akut
A. Definisi
Konjungtivitis merupakan radang konjungtiva atau radang selaput lendir yang
menutupi belakang kelopak mata dan mata.8,9
B. Etiologi
Bakteri yang menjadi penyebab paling umum konjungtivitis adalah
Streptococcus pneumoniae, Staphylococcus aureus dan Haemophilus influenzae.
Frekuensi relatif masing-masing organisme tergantung pada usia pasien dan lokasi.6
Streptokokus pneumonia biasanya merupakan penyebab paling umum dari
perdarahan konjungtiva purulen bakteri akut. Inflamasi pada membran konjungtiva tarsal
sering dikaitkan dengan konjungtivitis akut yang disebabkan oleh S. pneumonia. Ulkus
Kornea jarang terjadi.6
Konjungtivitis yang disebabkan oleh H influenzae lebih sering terjadi pada anak-
anak, kadang-kadang berhubungan dengan otitis media, dan pada kebanyakan orang
dewasa, terutama konjungtivitis kronis disebabkan oleh H influenzae (misalnya, perokok
atau pasien bronchopneumonia kronis). Konjungtivitis purulen akut yang disebabkan oleh
H influenza biotipe III (sebelumnya disebut H aegyptius ) mirip dengan konjungtivitis
yang disebabkan oleh S pneumonia, bagaimanapun, membran konjungtiva tidak
berkembang, sedangkan ulkus epitel kornea perifer dan infiltrasi stroma lebih sering
terjadi .6
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan blefaroconjunctivitis akut.Sekret
purulen lebih sedikit serta tanda dan gejala tidak terlalu berat bila dibandingkan dengan
konjungtivitis pneumokokus. Pewarnaan Gram dan kultur dari konjungtiva tidak
diperlukan dalam kasus yang dicurigai konjungtivitis bakteri tanpa komplikasi, tetapi
harus tetap dilakukan dalam situasi berikut: beberapa host yang spesifik seperti bayi yang
baru lahir atau individu yang immunocompromised ; kasus konjungtivitis purulen yang
berat untuk membedakan dengan konjungtivitis hyperpurulent yang biasanya
membutuhkan terapi sistemik; kasus yang tidak responsive terhadap pengobatan awal.6
7
C. Fisiologi dan Gejala
Cedera pada epitel konjungtiva oleh agen perusak dapat diikuti edema epitel,
kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel, atau granuloma. Mungkin pula terdapat
edema pada stroma konjungtiva (kemosis) dan hipertrofi lapis limfoid stroma
(pembentukan folikel). Sel-sel radang, termasuk neutrofil, eosinofil, basofil, limfosit, dan
sel plasma, dan sering menunjukkan sifat agen perusak. Sel-sel radang bermigrasi dari
stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel-sel ini kemudian bergabung dengan
fibrin dan mucus dari sel goblet, membentuk eksudat konjungtiva yang menyebabkan
“perlengketan” tepian palpebra, (terutama di pagi hari).9
Sel-sel radang tampak dalam eksudat atau dalam kerokan yang diambil dengan
spatula palatine steril dari permukaan konjungtiva yang telah dianestesi. Materi itu
dipulas dengan pulasan Gram (untuk menetapkan organism bakteri) dan dengan pulasan
Giemsa (untuk menetapkan jenis dan morfologi sel). Banyak leukosit polimorfonuklear
adalah ciri khas untuk konjungtivitis bakteri.9
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores
atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal, fotofobia. Sensasi benda asing dan
sensasi tergores atau panas sering menyertai pembengkakan dan hipertrofi papilla yang
biasanya terdapat pada hyperemia konjungtiva. Jika ada rasa sakit, korneanya terkena.
Sakit pada iris atau corpus ciliaris mengesankan korneanya terkena.9
Tanda penting konjungtivitis adalah hyperemia, berair mata, eksudasi,
pseudoptosis, hipertrofi papiler, kemosis, folikel, pseudomembran dan membrane,
granuloma, dan adenopati pre-aurikuler.9
Hiperemia adalah tanda klinik paling mencolok pada konjungtivitis akuta.
Kemerahan paling nyata pada forniks dan mengurang kearah limbus disebabkan dilatasi
pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior (dilatasi perilimbus atau kemerahan siliaris
mengesankan adanya radang kornea atau struktur yang lebih dalam.) Warna merah terang
mengesankan konjungtivitis bacterial dan keputihan mirip susu mengesankan
konjungtivitis alergika.9
8
Berair mata (epiphora) sering mencolok pada konjuntivitis. Sekresi air mata
diakibatkan oleh adanya sensasi benda asing, sensasi terbakar atau gatal, atau karena
gatal. Transudasi ringan juga timbul dari pembuluh yang hiperemik dan menambah
jumlah air mata itu. Kurangnya sekresi air mata yang abnormal mengesankan
keratokonjungtivitis sicca.9
Eksudasi adalah ciri semua jenis konjungtivitis akut. Eksudat itu berlapis-lapis
dan amorf pada konjungtivitis bacterial dan berserabut pada konjungtivitis alergika.
Palpebra “bertahi mata” saat bangun tidur pada hampir semua jenis konjungtivitis, dan
jika eksudat berlebihan dan palpebra itu saling melengket, konjungtivitis itu disebabkan
oleh bakteri atau klamidia.9
Pseudoptosis adalah turunnya palpebra superior karena infiltrasi ke muskulus
Muller. Keadaan ini dijumpai pada beberapa jenis konjungtivitis berat.9
Hipertrofi papilla adalah reaksi konjungtiva non-spesifik yang terjadi karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di bawahnya oleh serabut-serabut halus.
Ketika berkas pembuluh yang membentuk substansi papilla (selain unsure sel dan
eksudat) sampai di membrane basal epitel, pembuluh ini bercabang-cabang di atas papilla
mirip jeruji payung. Eksudat radang menggumpal di antara serabut-serabut dan
membentuk tonjolan-tonjolan konjungtiva. Bila papillanya kecil, konjungtiva umumnya
tampak licin mirip beludru. Konjungtiva papiler merah mengesankan penyakit bakteri
atau klamidia.9
Kemosis konjungtiva sangat mengesankan konjungtivitis alergika namun dapat
terjadi pada konjungtivitis gonokok atau meningokok akut dan terutama konjungtivitis
adenovirus.9
Folikel tampak pada kebanyakan kasus konjungtivitis. Folikel dalam forniks
inferior dan pada tepian tarsus mempunyai manfaat diagnostic terbatas, namun jika
terdapat pada tarsus (terutama tarsus superior), harus dicurigai adanya konjungtivitis
klamidia, virus atau toksik. Folikel terdiri atas hyperplasia limfoid fokal di dalam lapis
9
limfoid konjungtiva dan biasanya mengandung sebuah pusat germinal. Secara klinik
dapat dikenali sebagai struktur kelabu atau putih avaskular dan bulat.9
Pseudomembran dan membrane adalah hasil proses eksudatif dan hanya berbeda
derajatnya. Sebuah pseudomembran adalah pengentalan (koagulum) di atas permukaan
epitel. Bila diangkat, epitel tetap utuh. Sebuah membrane adalah pengentalan yang
meliputi seluruh epitel, jika diangkat akan meninggalkan permukaan kasar dan berdarah.9
Adenopati preaurikular. Pembesaran kelenjar preaurikular jarang terlihat pada
konjungtivitis kataral atau purulen. Pembesaran kelenjar preaurikular baru terlihat jelas
pada konjungtivitis bacterial yang berat seperti konjungtivitis gonokokus.10
D. Klasifikasi
Berdasarkan Penyebab :
1. Virus
2. Bakteri
3. Jamur
4. Alergi
5. Trauma
6. Toksin.1,7
Berdasarkan klinis :
1. Hiperakut
2. Subakut
3. Akut.7
10
Berdasarkan eksudat secret :
1. Serous
Terdapat pada konjungtivitis viral akut dan konjungtivitis alergi.
2. Mukoid
Terdapat pada konjungtivitis vernal dan keratokonjungtivitis sika.
3. Purulen
Terdapat pada konjungtivitis bacterial akut yang berat.
4. Mukopurulen
Terdapat pada konjungtivitis bakteri ringan seperti infeksi Chlamydia.10
Berdasarkan membrane
1. Pseudomembran
Merupakan koagulasi dari eksudat konjungtiva. Biasanya, dapat dengan mudah
dilepaskan dan meninggalkan epitelium utuh, permukaannya rata, bila diangkat tidak
menimbulkan berdarah.3,10 Empat penyebab utama adalah: infeksi adenoviral berat,
konjungtivitis gonokokal , konjungtivitis ligneous,sindrom Steven Johnson.10
2. Membran
Merupakan reaksi nekrose dan koagulasi dari jaringan konjungtiva.3 Upaya untuk
menghapus membran dapat disertai dengan robeknya epitel dan perdarahan.3,10
Penyebab utama adalah infeksi yang dihasilkan dari difteri dan streptokokus beta