MAKALAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KRANIOFASIAL Disusun oleh: Yudha Ari Winata (071610101008) Meganita utami (071610101075)
MAKALAH
PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KRANIOFASIAL
Disusun oleh:
Yudha Ari Winata (071610101008)
Meganita utami (071610101075)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS JEMBER
2011
Bab 1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Pada hampir semua mahluk hidup suatu generasi baru dimulai dari suatu
telur yang telah difertilisasi (dibuahi), atau zigot yaitu suatu sel hasil
penggabungan dari sel induk betina dan sel induk jantan, dimana masing-masing
induk berperan dalam menentukan sifat-sifat individu baru yakni dalam hal
ukuran, bentuk, perlengkapan fisiologis dan pola perilakunya (Purwanto, 2000).
Selama minggu ke-4 intra uterin, mesensim yang berasal dari mesodermal
paraaksial dan neural crest berkondensasi antara otak sedang berkembang ddan
foregut membentuk dasar kapsul ektomeningeal. Kondensasi ini merupakan
pembentuka awal dari tengkorak. Walau demikian, perkembangan tetap
berlangsung lebih lanjut setelah perkembangan primordial dari beberapa struktur
cranial lainnya, seperti otak, saraf cranial, mata dan pembuluh darah (Syahrum
dkk, 1994).
Semua dimensi skeletal dan muscular dipengaruhi oleh pertumbuhan dan
kecepatan tumbuhnya berbeda. Peningkatan tinggi badan pada periode
pertumbuhan maksimum ini terjadi pada tubuh. Pertumbuhan muskuler dimulai
kira-kira 3 bulan setelah panjangnya meningkat, sementara pertambahan berat
badan mencapai puncaknya tiga bulan kemudian.
1.2. Tujuan
1. Untuk mengetahui lebih jelas proses pertumbuhan dan perkembangan manusia
2. Untuk lebih memahami hal-hal yang terjadi disetiap tahapan yang terjadi pada
pertumbuhan dan perkembangan embrio
3. Untuk lebih memahami hal-hal yang terjadi disetiap tahapan yang terjadi pada
pertumbuhan dan perkembangan kondrokranial
Bab 2. Pembahasan
A. Pertumbuhan dan Perkembangan
I. Pertumbuhan
Tumbuh merupakan perubahan ukuran organisme karena bertambahnya
sel-sel dalam setiap tubuh organisme yang tidak bisa diukur oleh alat ukur atau
bersifat kuantitatif. Atau secara bahasanya perubahan ukuran organisme dari kecil
menjadi besar.
Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel organ maupun individu yang bisa diukur
dengan berat, ukuran panjang, umur tulang dan keseimbangan metabolic
(Soetjiningsih, 1988).
Pertumbuhan merupakan cara dasar untuk membentuk organisme.
Kenaikan besar embrio merupakan akibat dari:
1. Kenaikan jumlah sel yang berasal dari pembelahan mitosis
2. Kenaikan ukuran sel (hipertropi)
3. Kenaikan jumlah bahan non seluler
Pertumbuhan dapat intersisial dimana terjadi peningkatan ketebalan dalam
suatu jaringan atau organ atau aposisional dimana deposit permukaan dari
jaringan akan menambah besar organ tersebut. Pertumbuhan intersisial merupakan
cirri jaringan lunak, sedang jaringan keras (tulang, jaringan gigi) membesar
dengan aposisi.
Pertumbuhan tidak hanya berarti peningkatan ukuran, karena bila hal ini
terjadi embrio akan membesar seperti balon dan orang dewasa hanya merupakan
fetus yang membesar saja. Pertumbuhan yang tidak seimbang dapat menimbulkan
kelainan pada orang dewasa, dengan kepala yang sama besarnya dengan ukuran
bagian tubuh yang lain. Tidak semua jaringan, organ atau bagian lain memiliki
pertumbuhan yang sama, karena pertumbuhan deferensial, dapat menimbilkan
peningkatan ukuran yang berbeda-beda. Kepala umumnya berkembang dengan
sangat cepat, merupakan setengah dari ukuran tubuh fetus, tetapi nantinya akan
mengalami penurunan ukuran dalam hubungannya dengan ukuran keseluruhan
tubuh. Tiap sistem organ bertumbuh dengan kecepatan tertentu sehingga terjadi
perbedaan ukuran pada berbagai periode kehidupan. Beberapa sistem organ
membesar secara cepat dan kemudian akan tetap pada ukuran tersebut selama
organ lain bertumbuh sampai masa remaja. Siste limpoid setelah mengalami
pertumbuhan yang cepat pada masa kanak-kanak, akan mengalami pengecilan
sebelum masa dewasa. Proses penyempurnaan merupakan batas pertumbuhan dan
tidak hanya dapat menentukan ukuran dan proporsi manusia dewasa, tetapi juga
menunjukkan keadaan jaringan dewasa serta kemampuan organ untuk melakukan
fungsi yang diharapkan (Sperber, 1991).
II. perkembangan
Berkembang merupakan salah satu perubahan organisme ke arah
kedewasaan dan biasanya tidak bisa diukur oleh alat ukur atau bersifat kualitatif.
Perkembangan adalah bertambah kemampuan (skill) dalam struktur da fungsi
tubuh yang lebih kompleks dalam pola teratur dan dapat diramalkan sebagai hasil
proses pematangan. Perkembangan menyangkut adanya proses pematangan.sel-sel
tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang
sedemikian rupa, sehingga masing-msing dapat memenuhi fungsinya termasuk
juga emosi, intelektual dan tingkah laku sebagai hasil iteraksi dengan lingkungan
(Soetjiningsih, 1988).
Perkembangan (Development) adalah bertambahnya kemampuan (skill)
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan
dapat diramalkan, dari kemajuan yang sederhana ke keterampilan yang lebih
kompleks melalui proses belajar sebagai hasil dari proses pematangan.
Perkembangan menyangkut adanya proses difrensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan
tubuh, organ-organ dan sistem organ yang berkembang sedemikian rupa sehingga
masing-masing dapat memenuhi fungsinya. Termasuk perkemabngan emosi,
intelektual dan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
Prinsip – prinsip pertumbuhan dan perkembangan :
1. Pertumbuhan dan perkembangan manusia akan berjalan sesuai dengan yang
diprediksikan, berkelanjutan dan berurutan.
2. Pertumbuhan dan perkembangan neuromuskular mengikuti atau sesuai dengan
pola cephalo-caudal atau proximodistal
3. Setiap perkembangan terkini adalah diyakini sebagai tanda telah selesainya
tugas perkembangan yang sebelumnya, dan sebagai dasar untuk
mengembangankan keahlian baru.
4. Pertumbuhan dan perkembangan mungkin untuk sementara akan gagal atau
menurun selama periode kritis
5. Pola pertumbuhan dan perkembangan setiap individu berbeda tergantung
genetic (Purwanto, 2000).
Faktor-faktor yang mempengaruhi :
1. Faktor genetic
2. Faktor lingkungan
a. Pranatal (gizi, mekanis, toksin, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas,
anoksia, embrio).
b. Post natal
3. Lingkungan biologis (pertumbuhan somatic, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, penyakit kronis, metabolism dan hormon)
B. Embriologi dan Proses Pentumbuhan dan Perkembangan
Kondrokranium
I. Embriologi
Embriologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang pertumbuhan dan
diferensiasi yang dialami oleh suatu organisme selama masa perkembangannya,
dari satu sel yang mengalami pembuahan menjadi makhluk hidup yang kompleks.
Setiap makhluk hidup memulai kehidupan dalam bentuk sel yang
sederhana, suatu telur yang telah dibuahi atau zigot. Suatu zigot dibentuk oleh 2
sel, yaitu sel gamet dari kedua orang tuanya. Apabila gamet si ayah (spermatozoa)
bergabung dengan gamet dari sel ibunya (sel telur atau ovum) maka dihasilkan
suatu zigot. Gamet dipersiapkan untuk pembuahan melalui pembelahan meiosis,
yaitu pembelahan reduksi pada kromosom. Jumlah kromosom pada sel somatic
normal adalah 46, terdiri dari 22 pasang autosom dan sepasang kromosom seks
yang kemudian bersama-sama membentuk jumlah kromosom diploid. Pada waktu
meiosis, pada gonad kedua orang tuanya, anggota-anggota dari pasangan
kromosom terpisah sehingga setiap gamet menerima setengah set kromosom
(haploid). Pada waktu terjadi pembuahan, kedua kromosom haploid tersebut
bergabung, menyebabkan terbentuknya zigot dengan jumlah kromosom diploid
yang kemudian diikuti dengan pembelahan mitosis yang menyebabkan proses
pertumbuhan dan differensiasi (Sperber, 1991).
Pembuahan terjadi ketika sperma dan ovum menyatu menjadi zigot.
Spermatozoa dapat menembus ovum pada setiap bagian dari permukaan ovum
tersebut. Kepalanya membengkak dan bahan di dalam nukleusnya terbuka,
membran nukleus kedua sel menghilang dan kromosomnya bergabung.
Kromosom dalam zigot yang baru terbentuk tersebut segera memulai pembelahan
pertamanya.
Hasil dari suatu pembuahan, secara singkat adalah:
1. restorasi jumlah kromosom
2. penentuan jenis kelamin
3. Inisiasi pembelahan mitosis
(Purwanto, 2000)
II. Tahap-tahap Perkembangan
1. Periode preimplantasi
Selama 2-3 hari pertama pasca pembuahan, zygot berkembang dari
satu sel menjadi kelompok 16 sel, morula, tidak lebih besar daripada ovum
semula. Blastomer totipontensial awal ini dapat berkembang menjadi jaringan,
tetapi nantinya akan berdiferensiasi membentuk 100 sel blastosit yang terisi
cairan. Bagian luar sel membentuk tropoblast dan masa sel dalam bentuk
embrio. Selama periode ini, hasil pembuahan berjalan sepanjang saluran
uterus, serta tertanam dalam endometrium uterin, pada hari ke 7 pasca-
pembuahan. Tropoblast berubah menjadi korion dengan mengeluarkan vili.
Penanaman korionik menghasilkan plasenta, organ perpindahan nutrisi dan
pembuangan produk sisa fetomaternal.
2. Periode Embrionik
Tahap ini dimulai dari akhir minggu pertama sampai minggu ke 8,
serta dibagi menjadi 3 periode:
a. Periode Pra-Somit
Cakram benih embrionik primordial terdiri dari dua lapisan benih
primer; ektodermal, yang membentuk dasar rongga amniotic dan
endodermal, yang membentuk atap kantung telur. Ini adalah garis batas
awal pada hari ke 14, katup anterior cakram yang mulanya oval; penebalan
endodermal, bidang pakordal (fungsi pengatur kepala) muncul pada daerah
midsephalik. Bidang prakordal mendahului perkembangan daerah
orofasial, mengeluarkan lapisan endodermal dari membrane orofaringeal.
Lapisan benih primer ketiga, mesodermal, muncul pada awal minggu
ketiga, sebagai hasil proliferasi sel ektodermal dan diferensiasi pada
aderah kaudal cakram embrionik. Tonjolan yang terbentuk di cakram
memiliki groove kraniokaudal yang disebut garis primitive. Dari garis
primitive terbentuk jaringan yang berproliferasi dengan cepat yang disebut
mesenchim, yang membentuk mesodermal embrionik, yang bergerak ke
segala arak antara ektodermal dan endodermal, kecuali pada daerah
membrane orofaringeal di depan dan membrane kloakal di belakang.
Munculnya mesodermal akan merubah cakram bilaminar menjadi
trilaminar. Sumbu garis tengah terlihat dengan pembentukan notochord
dari proliferasi dan diferensiasi ujung cranial garis primitive. Notokord
berakhir di depan pada bidang prakordal pada bakal kelenjar pituitary.
Notokord berfungsi sebagai sumbu pada embrio, dan merangsang
pembentukan bidang neural pada ektodermal di atasnya (ektodermal
neural) dan mesodermal lateral merangsang perkembangan epidermal
(ektodermal kutaneus) (Sperber, 1991).
Ketiga lapisan benih primer berfungsi sebagai dasar diferensiasi
jaringan dan organ serta berasal dari masing-masing lapisan. Sistem saraf
dan kulit berasal dari ektodermal. Struktur kutaneus termasuk kulit dan
bagiannya, membrane mukosa mulut, dan enamel gigi. Struktur saraf
termasuk sistem saraf sentral dan perifer. Mesodermal menghasilkan
sistem kardiovaskular (jantung dan pembuluh darah), sistem lokomotor
(tulang dan otot), jaringan ikat dan pulpa gigi. Endodermal membentuk
batas epithelium dari sistem pernafasan dan saluran pencernaan di antara
faring dan anus, serta sel-sel sekretoris dari hati dan pancreas (Sperber,
1991).
Perkembangan ektodermal menjadi bagian kutaneus dan saraf
dimulai pada hari ke 20, dengan terbukanya lipatan ektodermal bidang
saraf sepanjang garis tengah sepanjang garis tengah, membentuk lipatan
neural; membentuk groove neural. Pada hari ke 22, lipatan neural
bergabung pada daerah somit ke 3-5, daerah bukal osipital. Penutupan
awal meluas ke sephalik dan kaudal, membentuk tube neural, yang
terbenam di bawah lapisan superficial dari ektodermal kutaneus. Pada
tahap ini, plakoda optic dan otik, yang akan membentuk lensa mata dan
telinga dalam, muncul pada permukaan ektodermal. Neuropor anterior dan
posterior tertutup pada hari ke 25 dan 27 (Sperber, 1991).
(http://grandmall10.wordpress.com/2010/03/02/system-saraf-pusat)
Neural Crest
(http://en.wikipedia.org/wiki/File:Neural_Crest.png)
Neural crest merupakan suatu jaringan ektomesenchimal yang
keluar dari crest lipatan neural dimana pengaruh netralisasi dan
epidermalisasi terjadi. Sel-sel neural crest membentuk jaringan terpisah
yang dalam hubungannya dengan lapisan benih primer, pluripotensial.
Ektomesenkim neural crest memiliki daya pergerakan yang besar,
mengikuti bidang pencukilan alami antara mesodermal, ektodermal dan
endodermal, serta mengarah intramesodermal. Populasi ini tergeser baik
melalui translokasi pasif yang berasal dari pergeseran jaringan atau
perpindahan sel aktif. Translokasi sel neural crest pada saat mencapai titik
akhir sudah ditentukan, mengalami sitodiferensiasi menjadi berbagai tipe
sel yang sebagian diantaranya menjadi khusus karena pengaruh
lingkungan. Sel-sel neural crest membelah ketika bergerak, membentuk
populasi yang lebih besar pada titik akhir daripada awal. Sel-sel ini
membentuk sumber utama dari komponen jaringan ikat, termasuk tulang
rawan, tulang, dan ligament daerah wajah dan mulut, serta ikut berperan
membentuk daerah otot dan arteri (Sperber, 1991).
(http://www.answers.com/topic/neural-crest)
Jaringan neural crest cranial tidak saling berhubungan dan terbagi
atas segmen-segmen ke daerah di dekat otak. Kelompok sel-sel neural
crest di dekat tube neural membentuk ganglia sistem saraf autonom dan
saraf sensoris. Dari diensephalon sampai midmetensephalon, jaringan
neural crest membentuk ektomesnkim untuk daerah periokular dan
lengkung brankial pertama; dari miensephalon sampai bagian tengah
plakoda otik, jaringan bergerak ke lengkung brankial kedua; dan dari
midplakoda ke somit ketiga, jaringan neural membentuk lengkung
brankial ketiga sampai keenam, kantung aorta, dan bagian-bagian jantung
(Sperber, 1991).
Sel-sel neural crest yang dapat membelah memiliki berbagai
karakteristik regional pada berbagai daerah asal, beberapa di antaranya
tetap rostral dan dorsal terhadap forebrain, serta ikut membentuk
leptomeninges dan sebagian dari tengkorak, sedang sel neural di sekitar
midbrain membentuk sebagian anlagen dari ganglion saraf trigeminal, dan
dalam hubungannya terhadap mesodermal paraaksial cranial, membentuk
kondrokranium. Penggabungan dengan epithelium (neural atau epidermal)
diperlukan sebelum dapat terjadi kondrogenesis (Sperber, 1991).
Sel neural crest bergerak ke ventral dan kaudal, melintasi
endodermal faringeal yang merangsang pembentukan lengkung brankial.
Beberapa derivate brankial termasuk tulang wajah berasal dari neural
crest. Sel-sel ini bergerak dalam mesodermal paraaksial cranial
membentuk somitomer yang menghasilkan sebagian besar otot wajah dan
rahang, sel neural crest lain menghasilkan mesenkim untuk angiogenesis,
membentuk pembuluh darah, dan lainnya adalah sebagai sumber melanosit
untuk kulit dan pigmen mata (Sperber, 1991)..
b. Periode somit
Tipe jaringan dasar sudah terbentuk selama hari ke 21, pada 10 hari
perkembangan selanjutnya terlihat adanya pembentukan struktur dan
lipatan, serta diferensiasi dari jaringan dasar, yang merubah diskus
embrionik yang datar menjadi tubular. Perubahan yang pertama terjadi (21
hari) adalah pembentukan bidang neural, yang nantinya akan membentuk
otak dan spinal cord. Baru kemudian mesodermal akan membentuk bidang
lateral intermediate dan mesodermal dengan sifat yang berbeda-beda.
Bidang lateral mesodermal akan membentuk dinding-dinding kolom
embrionik yang nantinya akan membentuk dinding-dinding kolom
embrionik yang nantinya akan membentuk pleural, pericardial dan rongga
peritoneal. Intermediate mesodermal akan membentuk gonad, ginjal, dan
kortek adrenal. Paradoksial mesodermal bersama notokord akan terbagi
menjadi beberapa segmen blok yang disebut somit, yang merupakan cirri
dari tahap perkembangan (hari ke 21-31) embrionik tersebut42-44 pasang
somit sering terlihat pada arah kraniokaudal dan akan menentukan pola
suatu daerah dengan cara dikelompokkan menjadi 4 osipital, 8 servikal, 12
torak, 5 lumbal, 5 sakral, dan 8-10 koksigeal(Sperber, 1991)..
Tiap somit akan membelah menjadi 3 bagian, dengan fungsi yang
sesuai dengan namanya. Bagian ventromedial somit disebut skleretom
yang ikut berperan pada pembentukan kolumna vertebra, dan sifat
segmennya, kecuali pada daerah occipital, dimana akan terjadi
penggabungan, untuk membentuk tulang kepala occipital. Bagian lateral
dari somit disebut dermatom, dan ikut berperan pada pembentukan dermis
kulit. Bagian intermediate, miotom akan berdiferensiasi membentuk otot
kaki dan lengan dan dapat ikut membentuk beberapa otot dari daerah
orofacial (Sperber, 1991).
Tahap somit ditandai dengan adanya pembentukan sebagian besar
sistem organ embrio. Sistem kardiovaskular, pencernaan, pernafasan,
genitor-urinaria, dan saraf, telah terbentuk dan primodia mata serta bagian
dalam telinga juga terbentuk pada periode ini. Diskus embrionik akan
berkembang ke lateral, kepala dan ekor mengecil, memungkinkan
dilakukannya penutupan lapisan endodermal dari kantung telur, sehingga
di dapat dasar pertumbuhan intestine tubular. Bagian endodermal katung
telur bergabung dengan ujung cranial dari embrio, disebut foregut, dengan
batas bagian depan yang dikelilingi oleh membrane oropharingeal. Sedang
bagian kantung telur yang bergabung dengan bagian kaudal embrio
disebut hindgut serta dikelilingi oleh membrane kloakal pada bagian
ventral. Bagian saluran pencernaan yang terputus disebu midgut, yang
tetap mempunyai hubungan dengan kantung telur melalui batang kantung
telur. Kedua ujung gut mula-mula tertutup, dan hanya dapat dirubah
menjadi saluran dengan pecahnya membrane oropharingeal dan kloakal
(Sperber, 1991).
Bentuk luar dari tahap somit akhir dari embrio, menunjukkan
adanya otak yang lebih besar yang membentuk bagian kepala yang besar,
dengan wajah dan leher yang dibentuk oleh lengkung brankial, serta
melentur pada jantung yang terbentuk terlalu cepat. Mata, hidung, dan
telinga dipisahkan oleh plakode, sedang pembengkakan ventrolateral
menunjukkan mulainya pembentukan lengan. Dinding perut bagian bawah
akan tampak menonjol dalam hubungannya dengan plasenta, melalui
batang tubuh dan ekor tampak berakhir pada ujung kaudal embrio
(Sperber, 1991).
c. Periode pasca somit
Perkembangan segmental yang merupakan cirri luar tahap awal
embrio akan hilang perlahan-lahan selama 6 minggu intra uterin. Kepala
mendominasi tahap perkembangan ini. Ciri wajah makin jelas terlihat bila
telinga, mata dan hidung menunjukkan bentuk normal manusia dan leher
tampak makin jelas terlihat dengan terjadinya perpanjangan penutupan
lengkung brankial. Lengan yang terbentuk seperti tongkat dari tahap awal
perkembangan akan meluas dan berdiferensiasi sampai didapat garis batas
pertama dan jari-jari. Pergerakan otot pendahuluan akan terlihat pada
tahap ini. Batang tubuh dari periode pertama akan terkondensasi menjadi
umbilical cord karena hal ini akan makin kurang terlihat pada dinding
tubuh. Daerah torak akan mengalami pembengkakan sangat besar pada
periode somit, dengan hati yang tumbuh cepat dan ukuran yang
mendominasi organ-organ perut pada awal perkembangan ini. Ekor yang
panjang akan mulai memendek disertai dengan perkembangan paha yang
membantu menyamarkannya. Embrio pada akhir periode ini disebut fetus
(Sperber, 1991).
3. Periode fetus
Organ dan sistem utama tubuh telah terbentuk selama peiode somit dan
embrionik sehingga pada tahap kehidupan fetus yang berlangsung selama 6 bulan
akan terjadi pertumbuhan yang sangat cepat dan perbaikan proporsi komponen-
komponen tubuh, dengan sedikit organogenesis atau deferensiasi jaringan.
Pertumbuhan dan perkembangan kepala yang sangat cepat pada periode
embrionik tidak akan terjadi pada periode fetus sehingga dapat berkembang
dengan lebih cepat. Proporsi kepala akan berkurang sebesar setengah dari seluruh
panjang tubuh pada tahap fetus sampai kira-kira sepertiga pada bulan ke-5 dan
seperempat pada saat bayi lahir. Pada bulan ke-4 intra uterin, wajah akan
menunjukkan kesamaan dengan wajah manusia normal, dengan pergerakan mata
yang terarah ke lateral ke bagian depan wajah dan telinga bergerak dari daerah
mandibuloservikal ke daerah setinggi mata. Lengan bertumbuh dengan cepat
walaupun tidak proporsional, lengan bawah bertumbuh dengan lebih lambat
daripada lengan atas. Pusat osifikasi akan timbul pada sebagian besar tulang pada
periode ini. Jenis kelamin fetus dapat terlihat secara eksternal pada bulan ke-3 dan
kulit yang keriput akan tertutup oleh rambut pada bulan ke-5. Lemak mulai
muncul pada wajah ketika jaringa lemak berdiferensiasi dan berproliferasi sejak
minggu ke-14 intra uterin. Lemak muncul pertama kali pada lapisan lemak bukal,
kemudian di pipi, dan akhirnya subkutis dagu. Pada 2 bulan terakhir kehidupan
fetus, lemak akan terdeposit subkutaneus untuk mengisi keriput pada kulit
(Sperber, 1991).
III. Tahap Perkembangan Orofasial
Perkembangan kepala tergantung pada aktifitas induksi pusat pengatur
prosensephalik dan rombenshephalik. Pusat prosensephalik, berasal dari
mesodermal prakordal yang berjalan melalui garis primitive, berada di ujung
rostral notokord di balik forebrain (prosensephalon) merangsang pembentukan
alat indra penglihatan dan telinga tengah serta sepertiga atas wajah. Pusat
rombensephalik kaudal merangsang pembentukan sepertiga bawah dan tengah
dari wajah (rangka viseroskletal), termasuk telinga luar dan tengah.
Perkembangan orofasial yang cepat merupakan ciridari tahap
perkembangan bagian cranial embrio, bila dibanding dengan bagian kaudal.
Perbedaan kecepatan pertumbuhan, menyebabkan discus embirionik mempunyai
bentuk seperti perlonjong, dengan daerah kepala yang membentuk bagian yang
memanjang , baru kemudian ketiga laisan pada bagian cranial embrio, mulai
mengalami perkembangan pada pertengahan minggu ke 3 sedang pemisahan
lapiasan-lapisan benih tersebut tetap berlangsung pada bagian kaudal sampai akhir
minggu ke 4. perkembangan ujung cranial embrio yang sangat cepat,
menyebabkan kepala mempunyai besar setengah dari seluruh besar tubuh selama
periode pasca –somit embrionik (minggu ke 5- ke 8). Perkembangan pasca –
cranial selanjutnya akan menyebabkan kepala mempunyai besar seperempat dari
seluruh panjang tubuh pada saat lahir, dan hanya 6-8% dari seluruh besar tubuh
pada manusia dewasa (Sperber, 1991).
1. Pembentukan wajah
Wajah berasal dari 5 tonjolan yang mengelilingi cekungan sentral
stomodeum yang membentuk bakal mulut. Tonjolan adalah frontonasal tengah
tunggal dan seasang tonjolan maksila dan mandibula. Kedua tonjolan terakhir
berasal dari pasangan pertama dari ke enam lengkung brankial. Semua
tonjolan dan lengkung ini berasal dari ektomesensim neural crest yang
bergerak dari daerah dorsal ke daerah wajah dan leher.
Tonjolan fronto nasal mengelilingi forebrain yang mengeluarkan
devertikulum optic lateral yang akan membentuk mata. Bagian frontal dari
tonjolan antar mata membentuk dahi pada sudut inferolateral, membentuk
penebalan plakoda nasal ektodermal (olfaktoris) plakoda ini dirangsang oleh
saraf olfaktoris di bawahnya ditembus oleh perpanjangan ridge berbentuk
tapal kuda terbalik, tonjolan nasal medial dam lateral yang mengelilingi tiap
celah nasal yang terbenam. Celah ini merupakan bakal nares anterior yang
pada awalnya berhubungan dengan stodeum.
Penggabungan tonjolan-tonjolan wajah terjadi melalui dua tahap
perkembangan pada letak yang berbeda ; melalui penggabungan tonjolan
frontonasal, maksila, dan mandibula, atau melalui penggabungan komponen-
komponen maksilanasal sentral. Penyartuan dari organ yang awalnya
meruakan tonjolan terpisah, terjadi ketika groove yang memisahkan hilang
akibat perpindahan ke dan/atau proliferasi mesensim di bawahnya.
Engabungan tonjolan nasal medial yang dahulunya terletak bebas dengan
tonjolan nasal lateral dan maksila pada tiap sisi membutuhkan disinsintegrasi
dari permukaan kontak epitelia (sayap nasal) memungkinkan bergabungnya
sel-sel mesensim dibawahnya.kegagalan dientegrasi normal dari saya nasal,
melalui kematian sel atau pertukaran mesensimal, merupakan enyebab dari
celah bibir atas dan celah bagian depan palatum, dengan cara menghalangi
penyatuan mesensim nasal medial dan maksila.
Penggabungan tonjolan nasal medial dan maksila membentuk
hubungan dengan rahang atas dan bibir serta memisahkan celah nasal dari
stomadeum. Penyatuan di garis tengah tonjolan nasal medial membentuk
tuberkulum medial dan hiltrum bibir atas, ujung hidung dan alatum primer.
Segmen intermaksilaris rahang atas (premaksila) untuk tempat perkembangan
ke 4 gigi insisivus, berasal dari bagian tengah palatum primer, yang pada
mulanya berupa pasangan pembengkakan dari penyatuan tonjolan nasal
medial yang terpisah jauh. Celah abnormal bilateral berasal dari kegagalan
penggabungan tonjolan nasal medial dan maksila membentuk ‘probosi’
tonjolan nasal medial (proc. globular).
Rahang bawah dan bibir berbentuk oleh penyatuan garis tengah dari
sepasang tonjolan mandibula dan bagian pertama wajah akan terbentuk.
Penyatuan lateral dari tonjolan maksila dan mandibula membentuk comisura
sudut mulut.
Selama minggu ke 7 intra uterin, pertukaran suplai darah dari wajah,
dari arteri carotid internal menjadi ekternal terjadi sebagai hasil atropi normal
arteri stapedial. Pertukaran ini I terjadi pada saat kritis dari perkembangan
bagian tengan wajah dan palatum, menyebabkan kurang nya supalai darah dan
terbentuknya celah bibir atas serta palatum. Tidak smua daerah wajah
bertumbuh sama cepat selama awal perkembangan. Daerah tengah wajah (di
antara mata ) cukup konstan dalam hubungannya dengan pertumbuhan lebar
keseluruhan wajah yang cepat dan minggu ke 5 sampai 9 jarak interokuler
akan , berkurang tetapi akan terjadi pembesarab dan konsulidasi dari
primordial lain, suatu perubahan yang proporsi pertumbuhan yang salah pada
saat ini, merupakan dasar dari terbentuknya cacat kraniofasial (Sperber, 1991).
(http://en.wikipedia.org/wiki/Secondary_palate_development)
a. Mata
Mata berasal dari neuro-ektoderm, ectoderm permukaan dan
mesoderm. Mula-mula tampak adanya gelembung ke lateral dari bagian
otak depan yang disebut gelembung optic (optic vesicle). Gelembung optic
tersebut akan berpisah dengan lapisan di dinding otak, tetapi masih
dihubungkan oleh tangkai optic (optic stalk). Bersamaan dengan itu
lapisan ektoderm makin menebal, bundar dan padat yang disebut
gelembung lensa (lens vesicle). Gelembung optic membentuk lapisan baru
sehingga menjadi dua lapisan yang disebut mangkuk mata (optic cup).
Antara gelembung lensa dan mangkuk optic dihubungkan oleh khoroid
mata. Khoroid mata tersebut dilalui oleh pembuluh darah arteri, vena, dan
serabut saraf (Syahrum, dkk., 1994).
(http://www.freshbrainz.com/2007/12/evolution-of-eye-recent-
review.html)
b. Telinga
Secara anatomis, organ telinga dibedakan menjadi:
1. Telinga dalam
Tampak penebalan ectoderm kepala di daerah samping setinggi
otak belakang (sepasang) yang disebut otic placode. Selanjutnya
placode tersebut berinvaginasi ke lapisan mesenkim di sebelah
dalamnya. Sehingga terbentuk lengkung otosis. Placode yang tertanam
di lapisan mesenkim ini desebut otosis. Otosis memanjang dan
berdiferensiasi membentuk duktus endolimfatik dan kantung (sac).
2. Telinga tengah
Kantung faring I bagian dalam berkembang menjadi tuba
eustachii. Bagian tengah dari kantung faring I akan menjadi rongga
timpani. Rongga timpani kemudian berkembang menjadi telinga
tengah. Lapisan entoderm yang melapisi rongga ini akan membungkus
tulang-tulang (maleus, inkus, stapes), tendon, ligament dan saraf dari
telinga tengah.
3. Telinga Luar
Termasuk telinga luar adalah daun telinga, liang telinga luar,
dan membrane timpani. Closing membrane yang disusun oleh lapisan
entodermdan lapisan ectoderm akan menjadi membrane timpani. Liang
telinga luar berasal dari epitel lekuk branchial (ectoderm). Daun
telinga dibentuk dari proliferasi mesenchim dari lengkung branchial I
dan II.
(Syahrum dkk, 1994)
(http://cwx.prenhall.com/bookbind/pubbooks/martini10/chapter18/
custom3/deluxe-content.html)
c. Hidung
Mula-mula tampak olfactory palacode yaitu penebalan ectoderm di
daerah ventrolateral kepala embrio. Placode berkembang menjadi lesung
olfactory hidung (olfactory pit). Di sekitar lubang hidung tepinya agak
menonjol, terdapat tonjolan medial dan tonjolan lateral yang dekat dengan
proc. maksila. Masa jaringan di antara tonjolan medial sebelah kanan dan
kiri disebut septum nasi. Lama kelamaan tonjolan medial hidung
bergabung dengan proc. maksila yang terletak di sebelah lateralnya dan
dengan demikian terbentuklah rongga hidung. Di sebelah dalam rrongga
hidung, mula-mula masih ada membrane oro-nasal. Membrane ini pun
akhirnya pecah, dan terjadilah hubungan antara rongga hidung dan rongga
mulut (Syahrum dkk, 1994).
(http://www.drtbalu.co.in/emb_nose.html)
d. Pembentukan Awal Palatum
Maksila propium (kecuali premaksila) terbentuk berupa proc.
maksilaris dari arcus mandibularis. Penulangan pada maksila
berlangsung pada minggu ke-9. Palatum terbentuk dari proc.
maksilaris kanan dan kiri serta proc. nasal medial. Proc. nasal
medial membentuk jaringan yg meliputi area incisivus maksila
sentral dan lateral dan sebuah proc kecil berbentuk segi 3 yang meluas
ke belakang diketahui sebagai palatum primer atau premaksila. Pada
sekitar minggu perkembangn ke-6, dua perluasan proc. maksilaris
akan tumbuh ke arah dalam dan ke bawah sebagai proc. palatinus.
Palatum terbentuk dalam 2 bagian yaitu palatum primer dan
palatum sekunder. Bagian bwh proc. frontonasalis ikut membentuk
regio philtrum dari labium oris superius berupa segmen pre-maksilaris yg
mengandung 4 gigi incisivus. Pada minggu ke 8, proc palatines akan
menjadi horizontal, saling berkontak satu sama lain dan
bergabung tepat dibawah ujung bebas septum nasi. Dengan terjadinya
perubahan proc. palatinus, cavum oris primitiv akan terbagi menjadi 3
bagian yaitu cavum nasi kanan dan kiri diatas palatum sedang
berkembang, dan cavum oris definitif yang terletak dibawah
palatum. Palatum yg sedang berkembang nantinya akan terkena
perluasan tulang di bagian depan dan otot di bagian belakang
(regio palatum molle). Pertumbuhan tulang dari pusat penulangan
premaksilaris, maksila dan palatinum akan membentuk palatum durum
(Dixon, 1993).
(http://www.urmc.rochester.edu/biomedical-genetics/faculty/molecular-
mechanisms-palate-development.cfm)
e. Rongga mulut
Sekitar hari ke 25 setelah pembuahan, cavum oris
primitivum (stomatodeum) akan berkembang sebagai suatu celah
sempit yang dikelilingi oleh capsul otak di bagian atas,
pericardium di bagian bawah, proc. mandibula dan proc. maksila di bag
samping. Proc. mandibula meluas ke medial untuk membentuk
mandibula primitiv dan memisahkan stomatodeum dari
pericardium. Pada saat bersamaan, capsul otak akan terpisah dari
cavum oris primitiv melalui pembentukan Proc frontonasalis. P ro c
f ron to nasa l i s a t a u s ep tum nas i p r ime r , pada t ah ap i n i
akan mem ben t uk sebagian besar tepi atas orifisium cavum oris. Proc
mandibularis akan berkontak pada garis median, untuk
membentuk batas bawah cavum oris. Proc maksilaris terbentuk
dari proc. mandibularis dari sudut mulut d a n a k a n t u m b u h
k e b a w a h p a d a k e d u a s i s i w a j a h d i b a l i k m a t a untuk
berkontak dgn proc nasalis lateralis, selanjutnya akan berkontak dengan
ujung bawah proc nasalis medial.
Pertumbuhan mandibula biasanya didahului dengan
pertumbuhan cartilago Meckel. Pada embrio manusia cartilago
Meckel akan berkembang ke bentuk sempurna pada minggu ke-6.
Cartilago Meckel pada tahap perkembangan ini berhubungan
erat terhadap n .m and ibu l a r i s , s a r a f a r cus pha r yng eus
p r i smu s , c abang2 nya aka n be r fun gs i s eb aga i pendukung
skeletal. Riwayat perkembangan selanjutnya dari cartilago Meckel
umumnya berhubungan dgn perkembangan corpus mandibula. Pada
mand ibu l a t e rdapa t 3 dae rah pemben tukan ca r t i l ago
s ekunde r yang utama. Yang pertama dan terbesar adalah
cartilago condylaris berperan penting pada pertumbuhan mandibula.
Cartilago ini muncul pertama kali pd minggu ke-12. Pada tahap ini
terlihat berupa potongan cartilago pada aspek superior dan
lateral tulang pada proc. co ndy l a r i s . Pada bu l an ke - 5 masa
keh idupan f e tu s , s emua ca r t i l ago sudah d igan t i kan
sebagian besar oleh trabekula tulang. Selama periode ini
penebalan zona cartilago akan berkurang perlahan-lahan karena
aktifitas proliferasi dari sel sel fibro sellular tumbuh lebih
lambat, sampai akhirnya cartilago menghilang dan tulang
pengganti membentuk seluruh bagian proc condylaris tersebut.
(http://www.nature.com/nrg/journal/v12/n3/fig_tab/nrg2933_F1.html)
2. Perkembangan Saraf Kranial
Nuklei yang diperlukan untuk membentuk saraf kranial sudah ada pada
minggu keempat perkembangan mudigah. Pada otak belakang, proliferasi pusat-
pusat di neuroepitelium akan membentuk delapan segmen terpisah yang disebut
rhombomere. Pasangan-pasangan rhombomere tersebut akan membentuk nuklei
motorik saraf kranial IV, V, VI, VII, IX, X, XI, dan XII. Ganglia sensorik untuk
saraf kranial berasal dari plakoda ektoderm dan sel neural krista. Plakoda
ektoderm mencakup plakoda hidung, telinga, dan empat plakoda epibrankial.
Plakoda epibrankial turut membentuk ganglia untuk saraf V, VII, IX, dan X.
Sedangkan sel krista neuralis membentuk hampir semua ganglia saraf kranialis
Bab 3. Penutup
Tahap perkembangan mahluk hidup di dahului dengan adanya proses
fertilisasi yaitu peleburan sperma dan ovum yang akan menghasilkan inti zigot
yang diploid. Dan setelah zigot terbentuk akan mengalami pembelahan mitosis
dan memulai tahapan perkembangan embrio. Tahap perkembangan embrionik ini
disebut juga embriogenesis yaitu proses perkembangan dari zigot dengan
perkembangan organ tubuh (organogenesis), sehingga terbentuk individu yang
fungsional.
Daftar Pustaka
Dixon, A, D. 1993. Buku Pintar Anatomi untuk Kedokteran Gigi. alih bahasa
Lilian Yuwono. Edisi 5. Jakarta: Hipokrates.
Purwanto. 2000. Buku Ajar Biologi Kedokteran. Jember: Bagian Biomedik
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Jember.
http://cwx.prenhall.com/bookbind/pubbooks/martini10/chapter18/custom3/
deluxe-content.html
http://en.wikipedia.org/wiki/File:Neural_Crest.png
http://en.wikipedia.org/wiki/Secondary_palate_development
http://grandmall10.wordpress.com/2010/03/02/system-saraf-pusat
http://www.answers.com/topic/neural-crest
http://www.drtbalu.co.in/emb_nose.html
http://www.freshbrainz.com/2007/12/evolution-of-eye-recent-review.html
http://www.nature.com/nrg/journal/v12/n3/fig_tab/nrg2933_F1.html
http://www.urmc.rochester.edu/biomedical-genetics/faculty/molecular-
mechanisms-palate-development.cfm
Soatjiningsih, Widjaya. 1988. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC
Sperber, G, H. 1991. Embriologi Kraniofasial. Alih bahasa Lilian Yuwono. Edisi
4. Jakarta: Hipokrates.
Syahrum, Hatta, Muhammad, dkk. 1994. Reproduksi dan Embriologi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.