ARSITEKTUR KOTA “ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“ Dosen : Ir. Niniek Anggriani,MT Disusun oleh : Kelompok 1 Eka SuryaWulan F / 0851010001 Lili Indah Aryani / 0851010027 Yoerina Dwi O / 0851010045 Raflesia MAhendra /0851010051 Syahfitri / 0851010062 1 TEKNIK ARSITEKTUR
112
Embed
61245501 Kondisi Eksisting Kawasan AMPEL Surabaya Berdasar 3 Teori Perancangan Kota Dan RTBL
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
ARSITEKTUR KOTA“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL
SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN
KOTA DAN RTBL“
Dosen :
Ir. Niniek Anggriani,MT
Disusun oleh :
Kelompok 1Eka SuryaWulan F / 0851010001
Lili Indah Aryani / 0851010027
Yoerina Dwi O / 0851010045
Raflesia MAhendra /0851010051
Syahfitri / 0851010062
Lucky M / 0851010093
Angga Aditya / 0951010013
1TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
DAFTAR ISI
halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. iv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Dahulu : Komposisi warga mayoritas etnis Jawa asli kampung Ampel.
Sekarang : Komposisi warga etnis Jawa, Madura, keturunan Arab-
Yaman (Hadramawt).
1.1.3 Kondisi Eksisting Permukiman
Dahulu : Kawasan asri, rimbun, dan tidak sepadat sekarang.
Sekarang : Padat penduduk, rumah-rumah bertingkat memenuhi gang-
gang sempit dan saluran air mayoritas tertutup.
1.1.4 Pola Permukiman
Bersifat lebih alami, dengan lebih bersifat sirkular. Menjadikan Masjid dan
makam Sunan Ampel sebagai pusatnya.
1.1.5 Arsitektural
Mengangkat langgam tradisional asimilatif antara Majapahit dan
Tiongkok.
1.2 TUJUAN
Adapun tujuan dari laporan tugas perancangan kota ini antara lain :
1. Mengenalkan kepada masyarakat umum tentang kondisi eksesting
wilayah Ampel Surabaya yang mengacu pada tiga teori, yaitu:
- Hamid Shirfani :
Tata guna lahan
Bentuk dan massa
Sirkulasi dan parkir
Jalan pedestrian
Actifity support
Perpapanan
Preservasi
Open space
- Kevin link :
Path
Edge
District
9TEKNIK ARSITEKTUR
Bentuk dan massa
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Node
Landmark
- Roger Trancik :
Figure/ground
Linkage
Place
2. Untuk mengetahui kondisi eksisting wilayah Ampel berdasarkan teori-
teori diatas sehingga kedepannya dapat menjadi acuan dalam
merancang sebuah kota.
BAB II
ISI
2.1 TINJAUAN UMUM
2.1.1 TEORI HAMID SHIRVANI, 1985
2.1.1.1 Tata Guna Lahan
Pengaturan penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik
dalam mengalokasikan fungsi tertentu sehingga secara umum dapat memberikan
gambaran keseluruhan bagaimana daerah pada suatu kawasan tertentu.
Penggunaan lahan merupakan salah satu elemen kunci dalam urban
desain yang menjabarkan rencana dua dimensi menjadi tiga dimensi.
Penetapan land use pada lingkup urban design menentukan hubungan
antara sirkulasi/parkir dengan intensitas kegiatan dalam urban area. Ada
beberapa area yang memiliki intensitas, pencapaian, parkir, sistem transportasi;
yang membutuhkan penggunaan tersendiri.
Beberapa masalah yang terjadi pada masa lalu hingga masa kini antara lain :
Kurangnya variasi penggunaan lahan, kompartementalisasi dan segregasi
penggunaan lahan;
Kurang memperhitungkan faktor lingkungan dan kondisi fisik alamiah,
10TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Tidak memperhitungkan infrastruktur, misal: kawasan industri tua
membutuhkan biaya operasional dan pemeliharaan.
Bagaimana mengalokasikan penggunaan campuran (mixed use) untuk
menghidupkan vitalitas kota selama 24 jam, melalui peningkatan sirkulasi,
sistem infrastruktur, analisa lingkungan alami, dan kemudahan
pemeliharaan.
Pengembangan floor area distrct untuk mengendalikan coverage dan
ketinggian bangunan di kawasan pusat kota.
Contoh bangunan yang beralih fungsi lahan tanpa merubah wujud
bangunan secara mendasar yaitu:
a. Pabrik Garmen Tua
b. Sekolah Tua Madison Hight School
2.1.1.2 Bentuk dan Massa Bangunan
Bentuk dan per-massa-an bangunan harus mencakup: ketinggian, blok
massa, KDB, KLB, GSB, gaya atau langgam, skala, material, tekstur, warna.
Studi mengenai bentuk terbangun dan jaringan fisik tidak boleh semata-mata
11TEKNIK ARSITEKTUR
Gambar 1 : Pabrik garmen tua di Utica
New York, yang dialihfungsikan menjadi
shopping mall yang cukup berhasil.
Gambar 2 : Sekolah tua Madison
High School, Syracuse, New York,
yang dialihfungsikan menjadi
kondomonium.
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
hanya menitikberatkan pada ketinggian, blok massa, set-back, dan sebagainya
(Spreiregen; 1965).
Prinsip-prinsip dasar rancang kota dan teknik dasar yang disajikan
Spreiregen (1965) menetapkan beberapa isu penting mengenai bentuk dan per-
massa-an; yang mencakup:
Skala; yang berkaitan dengan pengamatan visual manusia, sirkulasi,
bangunan, dan ukuran lingkungan permukiman.
Ruang luar kota; sebagai sebuah elemen utama rancangan kota dan
pentingnya artikulasi oleh bentuk, skala urban, enclosure, serta tipe
ruang luar urban.
Massa; yang meliputi bangunan-bangunan, permukaan tanah, serta
obyek lain di dalam ruang yang dapat diatur.
Bentuk dan massa bangunan tidak semata-mata ditentukan oleh ketinggian
atau besarnya bangunan, penampilan bentuk maupun konfigurasi ari massa
bangunan akan tetapi ditentukan juga oleh besaran selubung bangunan (building
envelope), BCR / KBD, KLB, ketinggian bangunan, sempadan bangunan, ragam
arsitektur, skala, material yang digunakan, warna yang terdapat pada bangunan
dan sebagainya.
2.1.1.3 Sirkulasi dan perparkiran
12TEKNIK ARSITEKTUR
Gambar 3 : Suatu kawasan yang baik ditunjukkan oleh Pedoman Perancangan Perumahan oleh Departemen Perencanaan Kota San Francisco (1970) yang menekankan pada analisis fisik kota (perbukitan) dan bangunan.
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Elemen parkir mempunyai pengaruh langsung terhadap kualitas
lingkungan, yaitu: Kelangsungan kegiatan komersial pusat kota, Kesan visual
terhadap wujud fisik dan bentuk kota. Ada beberapa cara untuk menangani
parkir:
Membuat bangunan parkir
Lantai dasar bangunan parkir dapat dirancang untuk perdagangan
eceran agar mendapatkan kesinambungan visual dengan jalan.
Program multiguna
Dengan memaksimalkan tempat parkir untuk digunakan bersama oleh
berbagai penggunaan berbeda, yang dapat menarik pengunjung berbeda
pada saat yang berbeda.
Package-plan parking
Beberapa kegiatan bisnis yang mempunyai banyak pegawai
membentuk distrik parkir atau menyediakan beberapa blok untuk
kegiatan parkir sehari penuh.
Urban-edge parking
Developer bekerjasama dengan pemerintah kota mengembangkan area
parkir pada periferi wilayah kota yang padat.
Sirkulasi merupakan salah satu elemen pembentuk struktur lingkungan
kota. Bisa berupa arah; kontrol aktivitas; sistem jalan umum, pedestrian
ways, transit dan sistem hubungan.
Teknik penataannya dibentuk oleh beberapa prinsip:
Jalan harus menjadi elemen ruang luar positip.
Mencakup penataan lansekap, tinggi dan pemunduran bangunan, ROW
dan median, pembentukan lingkungan alami.
Jalan harus diorientasikan bagi pengendara dan membuat lingkungan
menjadi mudah dibaca.
Mencakup penyediaan lansekap, lighting, rancangan jalan ke arah vista
dan landmark, pembedaan hirarki jalan.
13TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Sektor publik dan privat harus bekerjasama untuk mencapai tujuan
tersebut.
Kecenderungan dalam perencanaan transportasi dewasa ini memiliki
tujuan umum:
Meningkatkan mobilitas di dalam central bussiness districts;
Mengurangi penggunaan kendaraan pribadi;
Meningkatkan penggunaan transportasi umum;
Meningkatkan akses ke central bussiness districts.
Kelangsungan kegiatan komersial pusat kota;
Di San Deigo, bangunan parkir diintegrasikan dengan perdagangan eceran untuk
menghidupkan kegiatan pada street level.
Gambar 4 : Kelangsungan kegiatan komersial pusat kota di San Deigo
2.1.1.4 Jalan Pendestrian
Pedestrian berasal dari bahasa Yunani, dimana berasal dari kata pedos
yang berarti kaki, sehingga pedestrian dapat diartikan sebagi pejalan kaki atau
orang yang berjalan kaki, sedangkan jalan merupakan media diatas bumi yang
memudahkan manusia dalam tujuan berjalan, Maka pedestrian dalam hal ini
memiliki arti pergerakan atau perpindahan orang atau manusia dari satu tempat
14TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
sebagai titik tolak ke tempat lain sebagai tujuan dengan menggunakan moda jalan
kaki.
Pedestrian juga berarti “person walking in the street“, yang berarti
orang yang berjalan di jalan. Namun jalur pedestrian dalam konteks perkotaan
biasanya dimaksudkan sebagai ruang khusus untuk pejalan kaki yang berfungsi
sebagai sarana pencapaian yang dapat melindungi pejalan kaki dari bahaya yang
datang dari kendaraan bermotor.
Beberapa pengertian dasar Pedestrian menurut:
John Fruin (1979) Berjalan kaki merupakan alat untuk pergerakan
internal kota, satu – satunya alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap muka
yang ada didalam aktivitas komersial dan kultural di lingkungan kehidupan kota.
Amos Rapoport (1977) Dilihat dari kecepatannya moda jalan kaki
memiliki kelebihan yakni kecepatan rendah sehingga menguntungkan karena
dapat mengamati lingkungan sekitar dan mengamati objek secara detail serta
mudah menyadari lingkungan sekitarnya.
Giovany Gideon (1977) Berjalan kaki merupakan sarana transportasi
yang menghubungkan antara fungsi kawasan satu dengan yang lain terutama
kawasan perdagangan, kawasan budaya, dan kawasan permukiman, dengan
berjalan kaki menjadikan suatu kota menjadi lebih manusiawi. Dengan demikian
jalur pedestrian merupakan sebuah sarana untuk melakukan kegiatan, terutama
untuk melakukan aktivitas di kawasan perdagangan dimana pejalan kaki
memerlukan ruang yang cukup untuk dapat melihat-lihat, sebelum menentukan
untuk memasuki salah satu pertokoan di kawasan perdagangan tersebut
Jalur pejalan kaki merupakan salah satu unsur penting dalam urban
design, dan bukan sekedar bagian dari program untuk mempercantik kota. Jalur
pejalan kaki cenderung merupakan suatu sistem pemberian kenyamanan, di
samping unsur penunjang bagi pedagang eceran.
Sebuah sistem pedestrian yang baik dapat mengurangi ketergantungan
pada kendaraan bermotor di kawasan pusat kota, dan menambah kegiatan “cuci
mata”, meningkatkan kualitas lingkungan, menciptakan lebih banyak kegiatan
15TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
penjualan eceran, dan menunjang perbaikan kualitas udara. Contohnya adalah
Minneapolis yang membuat jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki (lihat
gambar).
Sebuah konsep penting dalam perencanaan pedestrian adalah bahwa suatu
skema pedestrianisasi semacam mall dan penyeberangan harus dijalin dengan
sangat hati-hati untuk menyelesaikan persoalan tertentu.
Gambar 5 : Minneapolis yang membuat jembatan penyeberangan untuk pejalan kaki.
2.1.1.5 Pendukung Kegiatan (Activity Support)
Merupakan salah satu bangunan yang mendukung kegiatan yang ada di
sekitar lingkungan, Penunjang aktivitas (acitivity support) mencakup semua
penggunaan dan kegiatan yang memperkuat ruang publik, yang saling melengkapi
satu sama lain yaitu :
Membuat pedestrian plaza atau bangunan korporasi tanpa toko-toko,
merupakan salah satu contoh tidak efisiennya urban design, karena tidak
mempertimbangkan acitivity support di dalam maupun di dekat bangunan.
Demikian pula, suatu wilayah yang tidak memasukkan penunjang aktivitas
dalam rancangannya, akan menyebabkan wilayah tersebut secara gradual
mengalami kemerosotan lingkungan.
Contohnya adalah Bonaventura Hotel di Los Angeles yang konsepnya
disebut “inward looking” karena tidak mengintegrasikan hubungan antara
bagian dalam dan luar bangunan – tidak bisa dinikmati pada street level.
16TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Secara umum menimbulkan kesan: sepi, terasing, kaku, tidak ada interaksi
dengan jalan dan pedestrian.
Gambar 6 : Bonaventura Hotel di Los Angeles yang konsepnya disebut “inward looking”
Penunjang aktivitas tidak hanya berupa penyediaan pedestrian way atau
plaza, tetapi juga mempertimbangkan perlunya fungsi utama untuk
membangkitkan dan menghidupkan kegiatan kota. Wujudnya bisa berupa: pusat
perdagangan, taman rekreasi, pusat kegiatan lingkungan, perpustakaan umum dan
lainnya. Penempatan penunjang kegiatan yang tidak tepat akan berimplikasi buruk
pada lingkungan sekitarnya. Misalnya, sebuah mall menjadi kurang berhasil dan
kurang hidup karena tidak menghubungkan dua pusat kegiatan.
Menurut Long Beach (1980): Kegiatan belanja, makan-makan, menunggu,
istirahat, kegiatan pulang dan pergi ke tempat kerja; merupakan tanda-tanda vital
sehatnya pusat kota – untuk menjamin berlangsungnya kegiatan tersebut
dibutuhkan penyediaan penunjang aktivitas yang sesuai dengan kebutuhan
masyarakat penggunanya.
2.1.1.6 Perpapanan atau Reklame
Branch (1995) dalam bukunya ”Comprehensive City Planning :
Introduction and Explanation”, mengatakan bahwa perancangan kota berkaitan
dengan tanggapan inderawi manusia terhadap lingkungan fisik kota, yaitu ;
penampilan visual, kualitas estetika dan karakter kota . Shirvani (1985) dalam
”The Urban Design process” , bahwa ada 8 (delapan) unsur yang mempengaruhi
17TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
bentuk fisik kota : guna lahan, bentuk bangunan, sirkulasi dan perparkiran, ruang
terbuka, jalan dan pedestrian, pendukung kegiatan, perpapanan nama dan
preservasi.
Perpapanan nama/reklame adalah merupakan unsur tampilan visual yang
cukup penting dalam membentuk karakter kota. Sehingga dari sisi perancangan
kota/arsitektur kota, perpapanan nama/reklame dengan berbagai bentuknya perlu
diatur dan ditata agar terjalin kecocokan lingkungan, pengurangan dampak visual
negatif, mengurangi kompetisi antara reklame dan juga mencegah kebisingan
masyarakat atau warga kota akan tampilan visual kotanya Pedoman Rancangan
Papan Tanda di Long Beach membagi tanda komunikasi menjadi dua
tingkat; yang langsung dan tidak langsung.
Langsung : khusus ditujukan untuk identitas bisnis, menujukkan lokasi
serta memberitahukan barang dan jasa yang diberikan.
Tidak langsung : menampilkan citra, karakter, dan bentuk-bentuk tanda
tertentu, menunjukkan komunikasi yang bersifat tak langsung.
Charlotte Design Guideline menyusun panduan penempatan signage pada
tiga zona, yaitu :
1. Private information zone: ditempatkan sampai batas proyeksi teritis kanopi
bangunan – small sign, orientasi untuk pejalan kaki.
2. Pedestrian zone: ditempatkan dalam batas persil bangunan – untuk
informasi lokasi, historis, nama kios; orientasi pejalan kaki.
3. Traffic zone: ditempatkan di dalam ROW – hanya diijinkan untuk rambu-
rambu lalu lintas.
18TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Gambar 7 : Skema Charlotte Design Guideline
Adapun sisi positif dari perpapanan nama/reklame ini adalah menambah
kesemarakan kota dan juga dapat sebagai sumber pemasukan bagi Pendapatan
Asli Daerah (PAD). Dan sisi negatifnya adalah karena perpapanan nama/reklame
ini tidak direncanakan sebagai elemen ruang luar yang merupakan bagian dari
arsitektur kota, umumnya asal menempatkan saja, yang pada akhirnya dapat
merusak pemandangan atau estetika kota. Jadi merencanakan atau menempatkan
perpapanan nama/reklame jangan melalui pendekatan ekonomi saja, karena yang
akan diperoleh hanya pendapatan (PAD), sementara tata ruang kota ada
kemungkinan semrawut. Yang seharusnya dilakukan adalah menempatkan
ekonomi sebagai dampak positif dari pendekatan perancangan kota. Sehingga
yang diperoleh disamping pendapatan (PAD) adalah juga kondisi teratur dan
harmonis pada tata ruang kota.
2.1.1.7 Preservasi
Pelestarian tidak hanya berkenaan dengan kepentingan bangunan dan
tempat bersejarah, tetapi juga semua tempat dan bangunan yang ada; sepanjang
mereka secara ekonomi adalah vital dan secara budaya mempunyai arti
penting. Di dalam rancangan kota pelestarian harus ditujukan untuk melindungi
19TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
atau mempertahankan lingkungan; dan juga diarahkan pada pelestarian suatu
kegiatan.
Pelestarian memberikan keuntungan bagi lingkungan baik kultural,
ekonomi, maupun sosial (California; 1976).
a. Keuntungan kultural:
Menawarkan pengkayaan terhadap pendidikan dan estetika yang
dikaitkan dengan imaginasi akan tempat dan bangunan yang
penggunaan asalnya telah ditinggalkan.
b. Keuntungan ekonomis:
Meningkatkan nilai properti;
Meningkatkan penjualan eceran dan persewaan;
Menghindari biaya penggantian (alasan untuk pencadangan
konservasi);
Meningkatkan pemasukan pajak (di negara maju).
2.1.1.8 Ruang Terbuka Hijau (Open Space)
Pada elemen perancangan kota ruang terbuka didefinisikan sebagai
lansekap, hardscape (jalan, jalur pejalan kaki, dan sejenisnya), park, dan rekreasi
terbuka di dalam kota. Lahan kosong di dalam kota yang lazim disebut “super
hole” pada masa peremajaan kota tidak termasuk ruang terbuka. Elemen ruang
terbuka meliputi :
Taman,
jalur hijau kota,
termasuk pohon,
bangku, pot tanaman,
kolam,
lampu penerangan,
paving,
kios,
tempat sampah,
air mancur,
skulptur,
jam, dan semua yang berada di
dalamnya.
Jalur pedestrian, rambu, dan
unsur kenyamanan juga
(dipertimbangkan) termasuk
elemen ruang terbuka
20TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Ruang terbuka adalah unsur penting dalam urban desain. Pada masa lalu
ruang terbuka dirancang sesudah desain arsitektur dibuat sehingga Perencanaan
ruang terbuka juga merupakan salah satu instrumen pengendali pelestarian fisik
lingkungan dan kerusakan lingkungan sebagaimana dilakukan di Dallas.
Pada Natural Open Space Plan Dallas, menitikberatkan perencanaan
ruang terbuka yang terintegrasi antara ekologi dan masalah pembangunan, dengan
cara:
1. Melestarikan kawasan alamiah potensial dan kawasan rawan bencana,
kawasan semacam ini sama sekali tidak boleh dikembangkan. Antara lain
perairan, tebing, lembah, ngarai.
2. Memberikan insentif kepada para pihak yang melaksanakan pelestarian
dan menghindarkan lingkungan dari bahaya kerusakan.
2.1.2 TEORI KEVIN LYNCH
2.1.2.1 PATH (JALUR)
Merupakan jalur sirkulasi yang digunakan masyarakat untuk menuju atau
meninggalkan lingkungannya. Bisa berupa jalur jalan, pedestrian ways, jalur
kereta api, jalur sungai. Secara umum path dilengkapi dengan elemen pengarah,
peneduh, pembatas, dan elemen pembentuk estetika lingkungan.
21TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
CONTOH WUJUD TIGA DIMENSI ELEMEN LINGKUNGAN PATH By
LYNCH
Jalur sebagai salah satu pencitraan kota menurut Kevin linch
Gambar 8 : Tiga dimensi elemen lingkungan path by Lynch
2.1.2.2 NODE (SIMPUL)
Adalah titik-titik kegiatan kota yang mempunyai peranan sebagai titik
orientasi yang lebih ditekankan pada bentuk kegiatan atau aktivitas rutin yang
sudah dikenal masyarakat.
Nodes bisa berada pada lokasi yang sama dengan landmark.
22TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Gambar 9 : Tiga dimensi elemen lingkungan node by Lynch
2.1.2.3 EDGE (TEPIAN)
Adalah batas wilayah yang mempunyai peranan sebagai pemutus suatu
kontinuitas. Edge bisa berupa batas alam seperti pantai, tebing curam, sungai; atau
batas buatan seperti tembok tinggi, saluran atau lalu-lintas padat.
Gambar 10 : Tiga dimensi elemen lingkungan edge by Lynch
2.1.2.4 DISTRICT
Adalah daerah di dalam kota yang timbul dalam imajinasi masyarakat
setempat yang ditentukan oleh kesamaan karakteristik wilayah bersangkutan.
Gambar 11 : Tiga dimensi elemen lingkungan edistrict by Lynch
23TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
2.1.2.5 LANDMARK
Adalah struktur fisik yang ditekankan pada fungsinya sebagai titik
orientasi (terutama secara visual) bagi masyarakat sekitarnya. Pada umumnya
landmark berupa struktur fisik yang mendominasi lingkungan sekitarnya.
CONTOH WUJUD TIGA DIMENSI ELEMEN LINGKUNGAN LYNCH
Gambar 12 : Tiga dimensi elemen lingkungan landmark by Lynch
“Pembentuk kota yang dapat berupa bangunan fisik atau gubahan massa atau ruang atau detail arsitektur yang sangat spesifik dan terkadang sangat
kontekstual terhadap kawasan.”
SALING TERHUBUNGAN DI ANTARA ELEMEN PEMBENTUK
IDENTITAS LINGKUNGAN
24TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Gambar 13 : Hubungan antar elemen pembentuk identitas lingkungan
2.1.3 TEORI ROGER TRANCIK DALAM ZAHNDMenurut Trancik, pendekatan figure/gound, linkage and place, merupakan
landasan yang dapat digunakan untuk melakukan perancangan kota, baik secara
historis maupun modern.
Ketiga pendekatan tersebut sama-sama memiliki potensi sebagai salah satu
strategi perancangan kota yang menekankan produk rancang kota secara terpadu.
Ketidakpahaman terhadap tiga pendekatan ini (menurut Zahnd; 1999)
seringkali menyebabkan kegagalan dalam mendesain kawasan kota dengan baik,
terutaa terhadap hubungan-hubungan antara tiga pendekatan tersebut.
Prinsip-prinsip pendekatan figure/gound, linkage and place, adalah sebagai
berikut :
2.1.3.1 TEORI FIGURE/GROUND
Teori ini dapat dipahami melalui pola tatanan kota sebagai hubungan
tekstural antara bentuk yang akan dibangun (building mass) dan ruang terbuka
(open space).
25TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Figure adalah istilah untuk massa yang dibangun (biasanya di dalam
gambar ditunjukkan dengan warna hitam) dan ground adalah istilah untuk semua
ruang di luar massa tersebut (biasanya ditunjukkan dengan warna putih).
Gambar semacam ini menunjukkan keadaan tekstur kota atau kawasan
kota bersangkutan. Kadang-kadang figure/ground digambarkan dengan warna
sebaliknya supaya dapat mengekspresikan efek tertentu.
HUBUNGAN FIGURE/GROUND – LINKAGE - PLACE
Gambar 14 : Tiga pendekatan pokok teori-teori perancangan yang menganggap kota sebagai produk.
Sumber : Trancik dalam Zahnd, 1999
26TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
CONTOH BERBAGAI PENGGAMBARAN FIGURE/GROUND
Gambar 15 : figure/ground
27TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Figure juga dimaknai sebagai solid (blok massa) dan ground dimaknai
sebagai void (ruang). Figure/ground dapat digambarkan dalam skala makro dan
mikro.
Dalam skala makro, figure/ground memperhatikan kota atau bagian
kota keseluruhannya.
Dalam skala mikro biasanya difokuskan pada satu kawasan saja.
Figure/ground pada skala ini berfokus pada ciri khas tekstur dan
permasalahan tekstur secara mendalam.
Analisa figure/gound adalah alat yang sangat baik untuk :
Mengidentifikasikan sebuah tekstur dan pola-pola tata ruang perkotaan
(urban fabric).
Mengidentifikasikan masalah keteraturan massa/ruang.
Kelemahan analisis figure/gound adalah :
Perhatiannya hanya mengarah pada gagasan-gagasan ruang perkotaan
yang bersifat dua dimensi saja.
Perhatiannya seringa dianggap terlalu statis.
28TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
BEBERAPA CONTOH GAMBARAN TIGA DIMENSI HUBUNGANANTARA FIGURE-GROUND ATAU SOLID-VOID
Gambar 16 : Urban poche (skala makro) di berbagai kawasan di Paris, Perancis.
Sumber : Benevolo, Leonardo, dalam Zahnd; 1999.
29TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
2.1.3.2 TEORI LINKAGE
Teori ini dapat dipahami dari segi dinamika rupa perkotaan yang dianggap
baik sebagai generator penggerak kegiatan kota dan antar bagian kota.
Penjelasan mengenai teori figure/ground belum memberikan gambaran
mengenai hubungan pergerakan kegiatan di antara keduanya, karena itu perlu
dipertegas dengan hubungan-hubungan dan gerakan-gerakan pada sebuah tata
ruang kota, yang disebut dengan istilah linkage (penghubung).
A. LINKAGE VISUAL
Linkage visual menghasilkan hubungan visual : garis, koridor, sisi,
sumbu dan irama.
Elemen garis menghubungkan secara langsung dua tempat dengan
satu deretan massa, baik berupa bangunan maupun deretan pepohonan
yang memiliki massivitas.
Gambar 17 Garis (line)
Elemen koridor dibentuk oleh dua deretan massa yang membentuk
sebuah ruang.
Gambar 18 Koridor (corridor)
Elemen sisi menghubungkan suatu kawasan dengan satu massa, tetapi
tidak perlu diwujudkan dalam bentuk massa yang tipis seperti garis.
Gambar 19 Sisi (odge)
30TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Elemen sumbu mirip dengan koridor tetapi lebih banyak mengunakan
axes untuk menonjolkan bagian yang dianggap penting.
Gambar 20 Sumbu (axis)
Irama menghubungkan dua tempat dengan variasi massa dan ruang
(ulang, varian, kontras, dan lainnya).
Gambar 21 Irama (rythm)
Analisis linkage adalah alat yang baik untuk :
Memperhatikan dan menegaskan hubungan-hubungan dan gerak
aktivitas pada sebuah ruang perkotaan.
Kelemahan analisis linkage adalah :
Kurangnya perhatian dalam mendefinisikan ruang perkotaan secara
spasial dan kontekstual.
31TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
BEBERAPA CONTOH LINKAGE VISUAL
Gambar 22 : Elemen koridor kota. Dalam contoh ini lansekap dan bangunan dipakai untuk
mendefinisikan hubungan antara berbagai kawasan perkotaan (Zahnd; 1999).
32TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
CONTOH TIGA DIMENSI LINKAGE VISUAL
Gambar 23 : Elemen sumbu kota. Selain menghubungkan suatu kawasan dengan kawasan lainnya,
sumbu juga mengatur tatanan lingkungan sekitarnya secara hirarkis (Zahnd; 1999).
33TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
B. LINKAGE STRUKTURAL
Linkage struktural digunakan untuk menyatukan kawasan-kawasan kota
melalui bentuk jaringan struktural yang disebut collase (Colin Rowe dalam
Zahnd) atau disebut dengan istilah pattern atau pola struktur kota.
Linkage struktural pada dasarnya bertujuan :
Menggabungkan dua atau lebih kawasan sesuai dengan pola yang
diinginkan.
Menggabungkan dua kawasan dengan menonjolkan suatu kawasan
tertentu.
Dalam penataan ruang kota, linkage sruktural yang baik menggunakan
pola kota dan bangunan sebagai stabilisator dan koordinator. Tanpa adanya
koordinasi dalam pembetukan struktur ini maka akan muncul tatanan ruang dan
bangunan kota yang berkesan kacau. Penerapan elemen linkage struktural
dapat dilakukan dengan cara
Menambahkan atau melanjutkan pola yang sudah ada. Bentuk massa
dan ruang boleh berbeda tetapi harus tetap dipahami sebagai bagian dari
kawasan tersebut.
Menyambung elemen dengan memasukkan unsur-unsur baru dari
elemen-elemen di sekitar atau di luar kawasan.
Menembus; sedikit mirip dengan elemen tambahan tetapi lebih rumit
karena polanya merupakan penggabungan dari pola-pola yang ada di
sekitanya, sehingga memberikan kesan sebagai campuran dari wujud
lingkungan di sekitarnya.
34TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
CONTOH ELEMEN TAMBAHAN
Gambar 24 : Elemen tambahan; (a) sebelum pembangunan; (b) sesudah pembangunan (Rowe dan Koetter dalam Zahnd; 199).
Gambar 25 : Elemen tambahan untuk proposal Kota Goteborg, Swedia.(a) sebelum, (b) sesudah pembangunan (Trancik dalam Zahnd; 1999.
35TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
CONTOH ELEMEN SAMBUNGAN
Gambar 26 : Elemen sambungan untuk tiga proposal Kota Goteborg, Swedia.Kiri : sebelum pembangunan. Kanan : sesudah pembangunan (Trancik dalam Zahnd; 1999).
CONTOH ELEMEN TEMBUSAN
36TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Gambar 27 : Elemen tembusan. Studi untuk Kota Roma dan Firenze, Italia(Peterson dalam Zahnd; 1999).
C. LINKAGE KOLEKTIF
37TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Linkage kolektif menunjukkan hubungan menyeluruh yang bersifat
kolektif dari ciri khas dan organisasi wujud fisik (spatial) kota.
Ini disebabkan karena sebuah kota memiliki banyak wilayah yang
mempunyai makna terhadap hubungan dari dalam (internal) maupun dari luar
(eksternal), yaitu dari dirinya sendiri maupun dari lingkungannya. Dalam tipe
ini, linkage dikembangkan secara organis.
Ada tiga tipe bentuk kolektif (Fumihiko Maki; 1964):
Bentuk komposisi (compositional form)
Merancang obyek-obyek seperti komposisi dua dimensi.
Gambar 28 : Bentuk komposisi (compositional form)
Bentuk mega (mega form)
Menghubungkan struktur seperti bingkai yang linier atau sebagai grid
(pola spatial kota). Linkage dicapai melalui hirarki yang bersifat open
ended (masih terbuka untuk berkembang).
Gambar 29 : Bentuk mega (mega form)
Bentuk kelompok (group form)
38TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Muncul dari penambahan akumulasi bentuk dan struktur yang biasanya
berada di sekitar ruang terbuka public.
Gambar 30 : Bentuk kelompok (group form)
CONTOH COMPOSITIONAL FORM
Gambar 31 : Elemen compositional form (a) Kompleks apartemen di Bern, Swiss.
(b) perspektif udara kompleks apartmen di Brasilia, Brasil.
CONTOH MEGAFORM
39TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Gambar 32 : Elemen megaform (a) proyek Tokyo Bay (Kenzo Tange)
(b) proyek Ville Radieuse (Le Corbusier) (c) proyek pengembangan Brasilia sebagai ibukota baru
Brasil (Costa/Niemayer). Le Corbusier dalam Zahnd; 1999.
40TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
CONTOH PROYEK UTOPIA YANG MENGGUNAKANELEMEN MEGAFORM
Gambar 33 : Bebarapa proyek utopis yang menggunakan konsep megaform
Sumber : Baham dalam Zahnd; 1999.
41TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
CONTOH GROUP FORM
Gambar 34 : Elemen groupform dalam lingkungan modern; dua proyek baru di Tokyo yang menggunakan elemen grupform (Japan architects Dalam Zahnd; 1999).
42TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
2.1.3.3 TEORI PLACE
Pendekatan ini dipahami dari segi seberapa besar pentingnya ruang-ruang
kota dikaitkan dengan nilai kesejarahan, kehidupan budaya dan kehidupan sosial
masyarakatnya.
Pendekatan ini adalah alat yang baik untuk :
Memberikan makna pada ruang kota melalui tanda kehidupan kota yang
dicerminkan pada aktivitas masyarakatnya.
Memberikan makna pada ruang kota secara kontenkstual.
Kelemahan pendekatan ini adalah :
Perhatiannya hanya difokuskan pada satu tempat saja.
Teori place (dapat) merujuk pada pemahaman pembentukan identitas
lingkungan berdasarkan teori Kevin Lynch yaitu :
Paht (jalur)
Edge
Landmark
Node
Distrik
Gagasan Lynch dalam Image of Environment mengenai pembentukan
identitas lingkungan dapat dimaknai sebagai berikut :
Identitas lingkungan merupakan karakter spesifik yang tidak dimiliki
wilayah lain;
Identitas lingkungan ditempatkan pada unsur-unsur lingkungan yang
mudah diamati dan dikenali;
Identitas lingkungan ditampilkan dalam wujud yang bersifat inderawi.
Ketiganya merupakan rangkaian proses yang berkesinambungan, bahkan
menghubungkan konsep yang bersifat transenden sampai ke wujud fisik yang
mudah dipahami.
43TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
A. PEMBENTUKAN IDENTITAS LINGKUNGAN
Citra atau identitas lingkungan dapat digali dan dikembangkan
melalui penelusuran sejarah dan/atau potensi suatu wilayah, karena pada
dasarnya suatu lingkungan itu mempunyai karekter yang berbeda dengan
lingkungan lainnya.
Adalah suatu kesalahan besar jika membuat identitas lingkungan
yang dilakukan dengan cara meniru atau mengkopi ciri wilayah lain.
Identitas yang ditelusur melalui aspek historis, misalnya adalah
lingkungan sekitar keraton, lingkungan religius, kawasan urban
heritage, Pecinan, dan lainnya.
Identitas yang ditelusur melalui potensi wilayah, misalnya adalah
lingkungan industri rokok kretek, kawasan pendidikan,
perkampungan nelayan, kebun buah-buahan khas daerah.
B. WUJUD IDENTITAS
Wujud identitas sifatnya adalah inderawi; artinya bisa ditangkap oleh
panca indera. Wujud identitas bisa berupa :
Wujud yang bisa ditangkap indera penglihatan; seperti gerbang,
skulptur, monumen, bangunan menara, jembatan, dan sejenisnya.
Wujud yang bisa ditangkap indera pendengaran; seperti suara
burung, terminal bus, stasiun kereta api, pasar, dan sejenisnya.
Wujud yang bisa ditangkap indera penciuman; seperti bau bunga di
pasar kembang, bau ikan di perkampungan nelayan, bau limbah
pencemaran pabrik atau sungai, dan sejenisnya.
Wujud yang bisa ditangkap suasananya oleh semua indera; seperti
suasana hening di kompleks makam pahlawan, suasana kegiatan
pasar dan pertokoan yang ramai, suasana tempat rekreasi yang
ceria.
44TEKNIK ARSITEKTUR
ARSITEKTUR KOTA
“ KONDISI EKSISTING KAWASAN AMPEL SURABAYA MENURUT 3 TEORI PERANCANGAN KOTA DAN RTBL“
Melalui tiga langkah tersebut maka citra suatu lingkungan bisa
diwujudkan dalam bentuk yang dapat dipahami dan dibaca oleh masyarakat,
dalam wujud yang bisa dilihat secara visual, didengarkan secara auditif, bisa
dikenali baunya, dan ditangkap suasananya.
Pemahaman terhadap pembentukan identitas lingkungan tidak dilihat
secara parsial, tetapi secara berkesinambungan yang menghubungkan unsur
satu dengan yang lain yang memandu pengguna sampai ke tempat tujuannya
melalui pengamatan secara sekuensial.
2.2 TINJAUAN KHUSUS
2.2.1 TEORI HAMID SHIRVANI
2.2.1.1 Tata Guna Lahan
Land use kawasan Ampel diperuntukan atas : permukiman, perdagangan &
jasa, Fasum (lihat peta landuse 2001).
Permaasalahan saat ini :
Terjadinya mix use (penggandaan fungsi suatu bangunan), misalnya