II - 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk menurut pengertian umum merupakan tempat untuk menampung air, baik itu berasal dari air hujan maupun dari aliran permukaan, yang kemudian digunakan untuk berbagai keperluan. Air hujan dapat berupa air hujan langsung ataupun limpasan permukaan,.sedangkan aliran permukaan dapat berupa air sungai atau badan air tetap yang lain, juga berupa penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Jadi ada tiga sumber air yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan discharge waduk yaitu: (1) air tanah yang keluar sebagai mata air dan kemudian mengalir sebagai sistem sungai yang dibendung, (2) curahan atau endapan atmosfir langsung di atas waduk berupa hujan, dan (3) penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Ketiga sumber ini menentukan ketersediaan potensial air yang dapat disimpan dalam waduk. Ketersediaan aktual air adalah ketersediaan potensial dikurangi dengan jumlah yang hilang karena penguapan dari permukaan air waduk dan yang meresap ke dalam tanah melalui dinding dan dasar waduk. Berapa jumlah air yang benar-benar dapat ditampung waduk dari jumlah yang tersediakan aktual, tergantung dari kapasitas teknik waduk. Pada gilirannya, kapasitas teknik waduk ditentukan oleh matra (dimension) dan geometri waduk. Air yang berlebih dibuang melalui saluran-saluran pembuangan ke daerah hilir. 2.1.1. Faktor Penentu Fungsi Waduk Secara teori, ketersediaan aktual air pengisi waduk dapat dibuat sama dengan ketersediaan potensial air melalui dengan jalan mencegah terjadinya penguapan dari permukaan waduk dan peresapan ke dalam tanah melalui dinding dan dasar waduk, walaupun hal ini sulit dilakukan pada kondisi riilnya. Kehilangan air akan bertambah besar apabila selain penguapan fisik (evaporasi) juga terjadi ‘penguapan’ biologi oleh tunaman air yang hidup di permukaan air (transpirasi). Makin jarang tanah dasar waduk makin banyak air yang hilang karena peresapan. Kapasitas waduk menyusut karena penyempitan luas permukaan dan atau pendangkalan dasar waduk. Permukaan waduk dapat menyempit karena pengendapan tepi atau guguran dinding waduk. Pendangkalan dasar waduk disebabkan karena terjadi pengendapan di dasar waduk. Materi yang mengendap berasal dari materi-materi yang masuk bersama dengan aliran air pengisi waduk.
17
Embed
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA rev270608 - digilib.itb.ac.id · oksigen terlarut tidak terlalu jauh berbeda seiring dengan kedalaman. ... Gambar 2.2 Komponen-komponen siklus hidrologi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
II - 1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Waduk
Waduk menurut pengertian umum merupakan tempat untuk menampung air, baik itu
berasal dari air hujan maupun dari aliran permukaan, yang kemudian digunakan untuk
berbagai keperluan. Air hujan dapat berupa air hujan langsung ataupun limpasan
permukaan,.sedangkan aliran permukaan dapat berupa air sungai atau badan air tetap yang
lain, juga berupa penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk.
Jadi ada tiga sumber air yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan
discharge waduk yaitu: (1) air tanah yang keluar sebagai mata air dan kemudian mengalir
sebagai sistem sungai yang dibendung, (2) curahan atau endapan atmosfir langsung di atas
waduk berupa hujan, dan (3) penyaluran air permukaan setempat sekeliling waduk. Ketiga
sumber ini menentukan ketersediaan potensial air yang dapat disimpan dalam waduk.
Ketersediaan aktual air adalah ketersediaan potensial dikurangi dengan jumlah yang hilang
karena penguapan dari permukaan air waduk dan yang meresap ke dalam tanah melalui
dinding dan dasar waduk. Berapa jumlah air yang benar-benar dapat ditampung waduk dari
jumlah yang tersediakan aktual, tergantung dari kapasitas teknik waduk. Pada gilirannya,
kapasitas teknik waduk ditentukan oleh matra (dimension) dan geometri waduk. Air yang
berlebih dibuang melalui saluran-saluran pembuangan ke daerah hilir.
2.1.1. Faktor Penentu Fungsi Waduk
Secara teori, ketersediaan aktual air pengisi waduk dapat dibuat sama dengan
ketersediaan potensial air melalui dengan jalan mencegah terjadinya penguapan dari
permukaan waduk dan peresapan ke dalam tanah melalui dinding dan dasar waduk,
walaupun hal ini sulit dilakukan pada kondisi riilnya. Kehilangan air akan bertambah besar
apabila selain penguapan fisik (evaporasi) juga terjadi ‘penguapan’ biologi oleh tunaman
air yang hidup di permukaan air (transpirasi). Makin jarang tanah dasar waduk makin
banyak air yang hilang karena peresapan. Kapasitas waduk menyusut karena penyempitan
luas permukaan dan atau pendangkalan dasar waduk. Permukaan waduk dapat menyempit
karena pengendapan tepi atau guguran dinding waduk. Pendangkalan dasar waduk
disebabkan karena terjadi pengendapan di dasar waduk. Materi yang mengendap berasal
dari materi-materi yang masuk bersama dengan aliran air pengisi waduk.
II - 2
Dua hal pokok yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan dalam menilai fungsi
waduk adalah: (1) kemampuannya menyediakan air dalam jumlah yang cukup dan pada
waktu yang dikehendaki bagi pemenuhan kebutuhan, dan (2) kemampuannya menyediakan
air dengan mutu memadai, dimana tidak berdampak buruk bagi kesehatan apabila
dikonsumsi juga tidak menimbulkan fenomena eutrofikasi.
2.1.2. Karakteristik Fisik dan Hidrologi
Beberapa karakteristik fisik suatu waduk di antaranya adalah panjang, kedalaman,
luas, dan volume. Berdasarkan kedalamannya waduk dibedakan menjadi waduk dangkal
dengan kedalaman kurang dari 7 meter, waduk sedang dan waduk dalam (Perdana, 2006).
Hubungan antara outflow suatu waduk dan volume waduk itu sendiri termasuk
karakteristik yang penting. Rasio volume waduk terhadap debit outflow dinyatakan sebagai
waktu detensi hidrolis, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan waduk jika
semua input menuju waduk berhenti. Waktu detensi hidrolis dinyatakan dalam formula:
Q
Vtd
(2.1)
Berdasarkan waktu detensi hidrolisnya, waduk dibedakan menjadi waduk dengan
waktu detensi hidrolis singkat yaitu kurang dari 1 tahun dan waduk dengan waktu detensi
hidrolis panjang yaitu lebih dari 1 tahun. Selain itu terdapat juga pembagian waduk
menjadi kategori danau kecil, danau sedang dan danau besar. Waduk tergolong kategori
danau kecil bila luas permukaannya kurang dari 0,5 km2 dengan kedalaman kurang dari 20
m, dan tergolong kategori danau ukuran sedang bila luas permukaannya sekitar 0,5 km2
dengan kedalaman rata-rata 20 sampai 50 m. Waduk dengan kedalaman lebih dari 50 m
tergolong kategori danau besar.
Di waduk yang dalam, perairan di permukaan dan di dasar bisa jadi akan sangat
berbeda secara fisik, kimia dan biologi. Permukaan waduk dipengaruhi oleh angin dan
temperaturnya hangat karena matahari. Terdapat banyak organisme yang hidup di
permukaan karena didukung oleh intensitas cahaya yang cukup dan temperatur yang
hangat. Semakin banyak organisme yang hidup, maka semakin banyak kegiatan
fotosintesis, respirasi, makan dan tumbuh yang menyebabkan meningkatnya produktivitas
waduk. Bagian dasar dari waduk hanya mendapatkan sedikit cahaya atau tidak mendapat
II - 3
cahaya sama sekali, sehingga air menjadi lebih dingin. Di bagian dasar juga terjadi
dekomposisi biota air yang mati, dan tidak terdapat pengadukan oleh angin. Sebaliknya
waduk yang dangkal memiliki perairan yang lebih homogen, mulai dari permukaan hingga
dasar waduk. Air waduk teraduk dengan baik oleh angin, dan perbedaan temperatur dan
oksigen terlarut tidak terlalu jauh berbeda seiring dengan kedalaman. Cahaya matahari
mampu mencapai dasar waduk, sehingga fotosintesis dan pertumbuhan organisme waduk
dapat berlangsung di seluruh bagian waduk (Fatya, 2007).
Ukuran waduk bervariasi dari mulai seukuran kolam yang besar (biasanya waduk
alam) hingga seukuran besar sekali (biasanya waduk buatan), sehingga sistem yang terjadi
dalam setiap waduk akan berbeda. Luas waduk akan mempengaruhi hubungan fungsi-
fungsi yang terjadi di dalam waduk, antara lain adalah perbandingan luas dan keliling
waduk, persentase volume waduk yang dipengaruhi sinar matahari, dan perbandingan
antara debit masukan dengan luas waduk. Waduk yang memiliki keliling yang luas dan
volume yang kecil akan rentan terhadap kerusakan dari limpasan air dan beban masukan
dari inlet sungai.
Seperti pada sungai dan estuari, pemahaman mengenai water balanced atau
kesetimbangan air merupakan sesuatu yang penting untuk dipertimbangkan dalam analisa
dan rekayasa kualitas air. Thomann (1997) menyatakan persamaan umum keseimbangan
hidrologi untuk suatu waduk adalah:
svsin AEPAQQdt
dV
(2.2)
Dimana V = volume waduk, As = luas permukaan waduk, Qin = dan Q menyatakan debit
aliran yang masuk dan keluar waduk. P adalah air hujan yang masuk langsung ke waduk,
dan Ev adalah besarnya evaporasi yang terjadi. Aliran masuk (inflow) meliputi aliran
permukaan, aliran bawah permukaan, dan air yang masuk ke dalam waduk. Aliran keluar
(outflow) meliputi aliran permukaan dan aliran bawah permukaan, juga air yang keluar
dari waduk.
2.1.3. Stratifikasi Temperatur Dalam Waduk
Salah satu yang unik dari air adalah fakta bahwa densitas air tidak naik secara
monoton seiring dengan menurunnya suhu. Sebagai gantinya, densitas air mencapai
II - 4
maksimum pada suhu 4ºC, yang sering kita kenal dengan anomali air. Salah satu efek dari
densitas air maksimum ini adalah es yang mengapung karena air di sekelilingnya sedikit
lebih hangat dan padat/kental. Jika air seperti cairan yang lainnya, es akan tenggelam dan
akan memungkinkan waduk untuk membekukan materi solid dari dasar ke atas permukaan.
Di atas 4ºC, densitas air berkurang sejalan dengan naiknya temperatur. Hasilnya,
waduk yang hangat akibat panas matahari pada musim panas akan cenderung membentuk
lapisan air hangat yang mengapung di atas bagian air yang lebih kental, dan air dingin
berada di bawahnya. Sebaliknya pada musim dingin, bila temperatur permukaan danau
turun hingga di bawah 4ºC, maka akan terbentuk lapisan air dingin yang mengapung di
atas air yang lebih kental. Perbedaan densitas, antara air di permukaan dan air yang dekat
dengan dasar, ini menghalangi pencampuran vertikal (vertical mixing) dalam waduk, yang
menyebabkan efek pelapisan yang sangat stabil yang dikenal dengan stratifikasi termal.
0
2
4
6
8
10
12
14
0 5 10 15temperatur air
keda
lam
an
Gambar 2.1 Stratifikasi termal pada waduk dan profil temperatur stratifikasi pada musim dingin dan panas (Thomann & Mueller, 1997 dan Masters, 1998)
Gambar 2.1 menunjukkan stratifikasi yang khas terjadi pada waduk dalam, di daerah
bertemperatur sedang pada musim panas. Lapisan atas disebut epilimnion, air hangat yang
tercampur sempurna oleh aktivitas angin dan gelombang menyebabkan profil temperatur
yang hampir seragam. Kedalaman zona epilimnion berbeda-beda pada tiap waduk dan pada
Epilimnion
Metalimnion
Hipolimnion
II - 5
tiap bulan. Pada waduk dangkal kedalam zona ini hanya sekitar satu meter, sedangkan
untuk waduk dalam, kedalaman zona epilimnion mencapai 20 meter atau lebih. Di bawah
zona epilimnion adalah lapisan transisi yang disebut thermocline atau metalimnion.di mana
temperature turun secara cepat. Di bawah thermocline adalah daerah air dingin atau
dikenal hypolimnion.
Suatu penelitian terhadap danau-danau di Indonesia menunjukkan bahwa temperatur
pada danau atau waduk di Indonesia sangat bervariasi dan sangat tergantung pada
ketinggian lokasi dari permukaan laut. Selain itu temperatur danau atau waduk juga sangat
tergantung pada musim yang berlangsung, dan hal ini sangat spesifik karena Indonesia
memiliki pola musim diurnal (Lehmusluoto (1997) dalam Kusumaningtyas (2003)).
2.1.4. Oksigen Terlarut Dalam Waduk
Dalam ekosistem perairan, oksigen terlarut penting untuk mendukung eksistensi
organisme dan proses-proses yang terjadi di dalamnya, yaitu untuk proses respirasi
organisme akuatik dan organisme dekomposer dalam proses dekomposisi bahan organik
dalam suatu perairan. Kadar oksigen terlarut digunakan sebagai indikator pencemaran yang
terjadi dalam waduk. Keberadaan oksigen terlarut dalam waduk harus dijaga tetap ada
apabila air waduk akan dimanfaatkan terutama untuk sumber air minum.
Tingkat kelarutan oksigen dalam perairan alami dan limbah tergantung dari aktifitas
fisik, biologi dan biokimia dalam badan air. Di antara beberapa faktor yang mempengaruhi
konsentrasi oksigen terlarut adalah jumlah alami kehadiran bahan organik, suhu, aktivitas
mikroorganisme, kelarutan, fotosintesis dan kontak dengan udara. Oksigen terlarut dalam
perairan waduk berasal dari difusi udara yang masuk melalui permukaan perairan, aliran
air yang masuk, air hujan dan hasil fotosintesis dari algae dan tetumbuhan air. Sedangkan
pengurangan oksigen terlarut disebabkan oleh proses respirasi, penguraian bahan-bahan
organik dan lain sebagainya. Pada suatu danau eutrofik, dampak yang akan terjadi dengan
rendahnya konsentrasi oksigen terlarut di suatu badan air akan terlihat dengan adanya
ketidakseimbangan ekosistem, kematian ikan, bau serta gangguan estetis lainnya.
2.2. Limpasan Permukaan
2.2.1. Siklus Hidrologi dan Limpasan Permukaan
Limpasan permukaan merupakan bagian dari suatu siklus hidrologi. Air hujan yang
turun namun tidak pernah sampai ke permukaan tanah dikarenakan tertahan oleh dahan
II - 6
atau daun pohon. Air ini kemudian menguap dan kembali ke atmosfer melalui proses
evaporasi, transpirasi atau kombinasi keduanya yang dikenal dengan terminologi
evapotranspirasi. Air hujan selanjutnya jatuh dan sampai ke permukaan tanah yang lekuk
ke dalam yang dikenal dengan istilah depression storage atau air hujan yang tersimpan di
permukaan tanah dan tidak pernah terlibat ke dalam proses runoff. Air hujan yang lain
jatuh dan menembus permukaan tanah atau terinfiltrasi ke dalam tanah. Jumlah air
terinfiltrasi atau laju infiltrasi dapat bervariasi pada jenis-jenis tanah yang berbeda dan
tergantung pada kondisi tanah itu sendiri. Air yang terinfiltrasi dapat menjadi bagian dari
kelembaban tanah, dapat juga mengalami perkolasi, yaitu terus mengalir melewati tanah
menuju permukaan air di bawah tanah dan menjadi bagian dari sistem air tanah, atau
mengalir ke bawah akibat gaya gravitasi dan kemiringan pada kedalaman tanah tertentu
yang dikenal sebagai interflow atau throughflow. Air yang berjalan sebagai interflow
maupun throughflow dapat menuju saluran sungai dan bergabung dalam aliran sungai,
dapat juga masuk ke dalam sistem air tanah, atau juga dapat kembali ke permukaan tanah
akibat tanah telah jenuh dan mengalir di atasnya yang dikenal dengan return flow atau
aliran balik. Yang disebut terakhir, menjadi bagian dari limpasan permukaan (runoff
surface atau overland flow). Air hujan yang lain jatuh dan sampai ke permukaan tanah,
akibat gaya gravitasi dan kemiringan tanah, akan mengalir pada permukaan tanah. Air
mengalir inilah yang kemudian dikenal sebagai limpasan permukaan dan terjadi ketika
jumlah air hujan (presipitasi) melebihi kapasitas infiltrasi tanah. Aliran limpasan
permukaan akan lebih mudah terjadi jika kemiringan lahan cukup untuk mendukung.
Untuk lahan yang cenderung datar, aliran limpasan permukaan terjadi akibat perbedaan
momentum massa dengan kecepatan aliran yang cukup lambat diabndingkan dengan
limpasan permukaan pada daerah dengan kemiringan yang curam. Untuk lebih jelasnya
perhatikan gambar 2.2.
II - 7
Gambar 2.2 Komponen-komponen siklus hidrologi pada suatu daerah tangkapan hujan dengan kemiringan (Chorley, 1980)
2.2.2. Presipitasi
Presipitasi adalah faktor utama yang mengendalikan berlangsungnya siklus hidrologi
dalam suatu wilayah DAS (daerah aliran sungai), sedangkan iklim berpengaruh terhadap
kondisi presipitasi. Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsoon yang ditimbulkan
oleh adanya sel tekanan udara tinggi dan sel tekanan udara rendah di daratan Asia dan
Australia secara bergantian. Iklim di Indonesia dipengaruhi oleh dua periode monsoon
yaitu Monson Barat pada periode Desember, Januari, dan Februari dan Monson Timur
periode Juni, Juli, dan Agustus (Asdak, 2000 dalam Rasid, 2005).
Presipitasi air hujan yang jatuh pada suatu badan perairan akan menjadi air
permukaan, baik danau atau waduk, sungai maupun laut. Presipitasi yang jatuh pada suatu
lahan, keberadaannya akan sangat bergantung kepada indeks konservasi, yakni
perbandingan tata guna lahan terhadap resapan air hujan yang menjadi air tanah, pada
lahan tersebut. Apabila indeks konservasinya baik, maka sebagian besar presipitasi tersebut
akan menjadi imbuhan bagi air tanah. Sebaliknya, jika indeks konservasinya jelek, maka
sebagian besar presipitasi akan menjasi air limpasan atau run-off.
P hujan Pc saluran hujan i intensitas hujan et evapotranspirasi ec kehilangan akibat intersepsi kanopi I intersepsi dan penyimpanan kanopi s tetesan dan aliran batang E evaporasi Rp penyimpanan pada permukaan R T penyimpanan yang tertahan f infiltrasi qh limpasan permukaan Horton qs limpasan permukaan jenuh
qr aliran balik t aliran pipa T penyimpanan pada pipa mu aliran bawah permukaan tak jenuh ms aliran bawah permukaan jenuh M penyimpanan pada kelembapan tanah sb rembesan menuju lapisan tanah keras a aliran air pada lapisan tanah keras A penyimpanan zona aerasi d rembesan dalam b aliran air tanah B penyimpanan air tanah
II - 8
2.2.3. Limpasan Permukaan dengan Unsur Hara Tanah
Limpasan permukaan mengalir di permukaan tanah setelah pori-pori tanah jenuh
terisi oleh air. Limpasan permukaan dapat melarutkan partikel-partikel tanah seperti
mineral-mineral tanah, bahan organik, serta nutrisi tanah lainnya dalam bentuk larutan.
Peristiwa perkolasi dapat menyebabkan hilangnya unsur hara pada tanah karena akan
mengalami proses leaching, seperti yang dialami oleh unsur hara makro nitrogen dan
kalium. Tercucinya nitrogen di dalam tanah juga dipermudah dengan tekstur tanah pasir
yang sifatnya sukar menahan air (Perdana, 2006).
Limpasan air permukaan akibat perubahan tataguna lahan dapat mengubah
kandungan hara pada permukaan air dan tanah, khususnya nitrogen (N) dan fosfor (P). Air
limpasan dari daratan dapat berupa limpasan dari lahan pertanian, peternakan, limpasan
dari lahan TPS/TPA, dan lain sebagainya. Penggundulan hutan dapat meningkatkan
konsentrasi nitrat (NO3) dalam limpasan air hujan. Konsentrasi nitrat dalam aliran
permukaan daerah tangkapan dimana terjadi penggundulan hutan dapat 50 kali lebih tinggi
daripada daerah tangkapan pada hutan alami pada beberapa tahun (Falkenmark and
Chapman, 1989; Brooks et al. 1991, dalam Kiersch, 2000).
2.3. Eutrofikasi
2.3.1 Pengertian Eutrofikasi
Eutrofikasi disebabkan karena adanya peningkatan nutrisi kimia dalam suatu
ekosistem, yang lazimnya nutrisi tersebut mengandung senyawa nitrogen atau fosfor.
Eutrofikasi dapat terjadi di darat maupun di air. Eutrofikasi merupakan suatu hasil dari
pencemaran, seperti pembuangan limbah domestik ke dalam badan air alami (sungai atau
danau) walaupun eutrofikasi sering ditemukan terjadi secara alami di alam dengan kondisi
di mana nutrisi-nutrisi kimia terakumulasi atau terbawa masuk ke dalam sistem
lingkungan. Dalam lingkungan akuatik, peningkatan pertumbuhan dari vegetasi akuatik
atau phytoplankton (yang dikenal dengan algae bloom) mengganggu fungsi ekosistem
tersebut, menyebabkan timbulnya beberapa masalah yang mempengaruhi kegiatan sosial
manusia. Eutrofikasi menurunkan nilai dan fungsi dari suatu badan air sungai, danau,
waduk dan estuari, seperti fungsi rekreasi, pemancingan, wisata dan nilai estetika.
Dari uraian di atas, eutrofikasi dapat kita kategorikan menjadi dua, yaitu:
II - 9
1) Eutrofikasi alamiah
Eutrofikasi yang terjadi secara alamiah akibat adanya nutrisi dan mikroorganisme akuatik
yang berasal dari badan air itu sendiri atau pertambahan nutrisi melalui air limpasan tanpa
adanya pengaruh aktivitas manusia. Eutrofikasi ini berjalan sangat lambat, bisa
berlangsung ratusan bahkan ribuan tahun (Novendra, 2002).
2) Eutrofikasi kultural
Eutrofikasi yang dipengarui oleh kegiatan manusia. Beberapa kegiatan manusia yang dapat
menyebabkan eutrofikasi di antaranya adalah pembuangan limbah domestik ke dalam
badan air, kegiatan pertanian, peternakan, budidaya ikan, pembuangan limbah industri, dan
lain-lain.
2.3.2 Akibat dari eutrofikasi
Proses perkembangbiakan tumbuhan air dengan cepat pada eutrofikasi dapat
menimbulkan beberapa konsekuensi yang berhubungan dengan fungsi badan air :
1. Gangguan estetika, rekreasi dan perikanan, seperti karpet algae, rumpun alga yang
melayang-layang, bau busuk, dan perubahan warna.
2. Konsentrasi DO yang bervariasi secara diurnal dapat mengakibatkan rendahnya level
DO di malam hari. Hal ini dapat menyebabkan kematian spesies ikan pada badan air.
3. Fitoplankton dan rumput-rumput liar mengendap di dasar badan air dan
menimbulkan suatu sedimen DO (SOD). Hal ini akhirnya akan menyebabkan
rendahnya nilai DO pada lapisan hipolimnion danau, reservoir dan dasar suatu
estuari.
4. Sejumlah besar diatom (jenis fitoplakton yang membutuhkan silika) dan algae
berfilamen dapat menyumbat saringan pada bangunan pengolahan air minum. Hal ini
menyebabkan saringan perlu lebih cepat di-backwash.
5. Perkembangbiakan tumbuhan air makrophyta yang berakar pada dasar badan air
dapat mengintervensi navigasi, proses aerasi dan kapasitas suatu saluran.
6. Algae toksik seringkali diasosiasikan dengan proses eutrofikasi di daerah pesisir dan
timbulnya suatu “red tide”. Hal ini menyebabkan peracunan pada kerang.
Jika kondisi eutrofik pada waduk dan danau tidak segera ditanggulangi maka selain
akan membunuh ikan-ikan, juga akan turut mempercepat proses pendangkalan yang
mengakibatkan badan air berubah menjadi rawa-rawa dan akhirnya menjadi tanah kering
II - 10
2.3.3 Mekanisme Dasar Terjadinya Eutrofikasi
Pertumbuhan dan perkembangbiakan flora akuatik merupakan hasil dari penggunaan
dan konversi dari nutrien anorganik menjadi material organik tanaman melalui mekanisme
fotosintesis. Faktor pendorong yang paling mendasar dalam proses eutrofikasi adalah
radiasi sinar matahari, sebagai sumber energi bagi reaksi fotosintesis.
Biomassa fitoplankton meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur air, dan
selanjutnya nutrien yang terlarut digunakan oleh fitoplankton. Mekanisme itu terus
berlanjut sampai nutrien mencapai tingkat di mana ia tidak dapat lagi mendukung
pertumbuhan biomassa fitoplankton. Meningkatnya masukan nutrien ke dalam waduk akan
memacu pertumbuhan flora air dan bila pertumbuhannya masal akan mengubah
karakteristik biologi perairan waduk. Kadar nitrogen dan fosfat dalam air sangat dinamis
karena nutrien tersebut dapat digunakan, ditimbun, ditransformasikan serta diekskresikan
dengan cepat dan berulang-ulang oleh berbagai macam organisme akuatik.
Peningkatan kadar nutrien dan zat organik akan menimbulkan perpindahan status
trofik dari oligotrofik di mana aktivitas organisme rendah kualitas air baik dan jernih,
menjadi eutrofik di mana aktivitas organisme tinggi dan kualitas air menjadi buruk, keruh
dan berbau. Penambahan air buangan secara ekstrem akan meningkatkan pertumbuhan
alga, dan pada akhirnya akan merusak kesetimbangan rantai makanan dalam danau. Satu
dari efek terburuk adalah oksigen digunakan di semua area di atas kedalaman antara 5
sampai 10 m. Di tengah danau, massa alga berkumpul dan menciptakan masalah ekologis
dengan menghalangi sinar matahari sampai ke dasar dan dari waktu ke waktu alga ini
mengambang ke permukaan sampai ketebalan tertentu.
Selanjutnya pada dasar suatu danau atau waduk yang eutrofik, suatu kondisi anoksis
atau defisiensi oksigen akan terjadi karena proses dekomposisi senyawa organik oleh
bakteri. Pada saat terjadi upwelling, biasanya pada musim hujan atau musim dingin kering,
air pada lapisan hipolimnion dengan defisiensi oksigen yang besar akan nampak pada
permukaan. Kondisi ini dapat menyebabkan kematian ikan.
II - 11
Nutrisi N dan P di air limpasan masuk ke badan air
Sinar matahari
Nutrisi menyuburkan tumb.air yg mengapung
Jumlah vegetasi aquatik mengambang berkurang
Tumbuhan mati lalu berdekomposisi, air menjadi kekurangan oksigen
Beberapa ikan mati
karena kurang oksigen
Gambar 2.3 Mekanisme terjadinya eutrofikasi.
2.3.4 Hubungan Limpasan Permukaan dengan Eutrofikasi
Danau yang masih jernih dengan produktivitas rendah disebut dengan danau
oligotrofik, danau yang memiliki produktivitas sedang disebut dengan danau mesotrofik,
dan danau yang sangat kaya dengan nutrisi disebut dengan danau eutrofik.
Limpasan permukaan dapat mengakibatkan erosi tanah dengan membawa partikel-
partikel tanah seperti mineral-mineral tanah, bahan organik, serta nutrisi tanah lainnya
dalam bentuk larutan. Dalam partikel-partikel tanah yang terbawa tersebut mengandung
senyawa nutrisi fosfat dan nitrogen yang mana kedua senyawa nutrisi tersebut merupakan
faktor penyebab terjadinya eutrofikasi. Kondisi eutrofik sangat memungkinkan ganggang,
tumbuhan air berukuran mikro, untuk tumbuh berkembang biak dengan pesat akibat
ketersediaan fosfat dan nitrogen yang berlebih serta kondisi lain yang memadai.
2.4. Senyawa Nitrogen
Nitrogen N dapat ditemui hampir di setiap badan air dalam bermacam-macam
bentuk. Bentuk unsur tersebut tergantung dari tingkat oksidasinya, antara lain sebagai
berikut:
-3 0 +3 +5
NH3 2N
2NO 3NO
Biasanya senyawa-senyawa nitrogen tersebut adalah senyawa terlarut.
II - 12
Nitrogen netral berada sebagai gas N2 yang merupakan hasil suatu reaksiyang sulit
untuk bereaksi lagi; N2 lenyap dari larutan sebagai gelembung gas, karena kadar
kejenuhannya agak rendah. Namun gas N2 juga dapat diserap oleh air dari udara dan
digunakan oleh ganggang dan beberapa jenis bakteri untuk pertumbuhannya. Biasanya
pengetahuan mengenai kadar yang N2 terlarut tidak begitu penting.
Amoniak NH3, merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4+ pada pH rendah
dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan tereduksi (-3). Amoniak
dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja; juga dari oksidasi zat organis
(HaObCcNd) secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau air buangan industri dan
penduduk, sesuai reaksi sebagai berikut:
organikzat
dNHOHda
cCOdba
cNCOHbakteridcba
_
)2
3
2()
4
3
24( 322
Dapat dikatakan bahwa amoniak berada di mana-mana, dari kadar beberapa mg/l
pada air permukaan dan air tanah, sampai kira-kira 30 mg/l lebih pada air buangan. Air
tanah hanya mengandung sedikit NH3, karena NH3 dapat menempel pada butir-butir tanah
liat selama infiltrasi air ke dalam tanah, dan sulit terlepas dari butir-butir tanah liat tersebut.
Kadar amoniak yang tinggi pada sungai selalu menunjukkan adanya pencemaran. Rasa
NH3 kurang enak, sehingga kadar NH3 harus rendah.; pada air minum kadarnya harus nol
dan pada air sungai harus di bawah 0,5 mg/l N (syarat mutu air sungai di Indonesia). NH3
tersebut dapat dihilangkan sebagai gas melalui aerasi atau reaksi dengan asam hipoklorik,
HOCl, atau kaporit dan sebagainya, sehingga menjadi kloramin yang tidak berbahaya atau
sampai menjadi nitrit, N2.
Nitrit dan nitrat merupakan bentuk nitrogen yang teroksidasi, dengan tingkat
oksidasi masing-masing +3 dan +5. Nitrit biasanya tidak bertahan lama dan merupakan
keadaan sementara proses oksidasi antara amoniak dan nitrat, yang dapat terjadi pada
instalasi air buangan, dalam air sungai dan sistem drainase, dan sebagainya.nitrit yang
ditemui pada air minum dapat berasal dari bahan inhibitor korosi yang dipakai di pabrik
yang mendapatkan air dari sistem distribusi PAM. Nitrit sendiri membahayakan kesehatan
manusia karena dapat bereaksi dengan hemoglobin dalam darah, hingga darah tersebut
II - 13
tidak dapat mengangkut oksigen lagi. Di samping ini, NO2- juga menimbulkan nitrosamin
(RR’N – NO) pada air buangan tertentu; nitrosamin tersebut dapat menimbulkan kanker.
Nitrat adalah bentuk senyawa nitrogen yang merupakan sebuah senyawa yang stabil.
Nitat merupakan salah satu unsur penting untuk sintesa protein tumbuh-tumbuhan dan
hewan, akan tetapi nitrat pada konsentrasi yang tinggi dalam air dapat menstimulasi
pertumbuhan ganggang yang tak terbatas (bila beberapa syarat lain seperti konsentrasi
fosfat terpenuhi), sehingga air kekurangan oksigen terlarut yang menyebabkan kematian
ikan. NO3- dapat berasal dari buangan industri bahan peledak, piroteknik, pupuk, cat dan
sebagainya. Kadar nitrat secara alamiah biasanya agak rendah; namun kadar nitrat dapat
menjadi tinggi sekali pada air tanah di daerah-daerah yang diberi pupuk yang mengandung
nitrat. Di dalam usus manusia, nitrat direduksi menjadi nitrit yang dapat menyebabkan
metamoglobinemi, terutama pada bayi.
2.4.1. Nitrogen Tanah
Bersama unsur fosfor (P), dan kalium (K), nitrogen merupakan unsur hara yang
mutlak dibutuhkan oleh tanaman. Bahkan tanaman kering mengandung sekitar 2 sampai 4
% N; jauh lebih rendah dari kandungan C yang berkisar 40 %. Namun hara N merupakan
komponen protein (asam amino) dan khlorofil. Bentuk ion yang diserap oleh tanaman
umumnya dalam bentuk NO3- dan NH4
+ (Russell, 1973 dalam Mukhlis, 2003).
Nitrogen adalah salah satu unsur hara yang bermuatan. Selain sangat mutlak
dibutuhkan, juga dapat hilang dengan mudah atau dengan kata lain menjadi tidak tersedia
bagi tanaman. Ketidaktersediaan N dari dalam tanah dapat melalui proses