Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 1 KONTRAK BELAJAR Mata Kuliah : PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN Kode Mata Kuliah : N10B.242 SKS : 2 (2-0) MK Prasyarat : Mikrobiologi Pangan Semester : 4 (empat) Staf Pengajar : 1. Debby M. Sumanti, Ir., M.S. 2. Tita Rialita, S.Si., M.Si. Silabus : Membahas tentang definisi dan ruang lingkup limbah, peranan bota dalam penanganan limbah, prinsip-prinsip dan cara penanganan limbah (padat, cair dan gas) secara fisik, kimia dan biologis serta mendesain proses penanganan limbah industri pangan. Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa dapat (TIU) / Kompetensi menjelaskan cara-cara dan mendesain proses Penanganan Limbah Industri Pangan. Jadwal : Kuliah : Kamis, 10.30 – 12.10 Ujian UTS : Kamis, 03 April 2008 Ujian UAS : Sesuai Jadwal FTIP Kriteria Penilaian : Tugas Individu 10 % Tugas Makalah dan Presentasi (kelompok) 25 % UTS 30 % UAS 35 % Nilai : A ≥ 80 B 68 – 79 C 56 – 67 D 45 – 55 E ≤ 44 Peraturan Umum : - Kehadiran kuliah minimum 80 % - Tidak ada ujian susulan kecuali bila ada alasan yang kuat. - Tidak ada ujian perbaikan, kecuali yang mendapat nilai E dengan pertimbangan khusus dari Kordinator Mata Kuliah.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 1
KONTRAK BELAJAR
Mata Kuliah : PENANGANAN LIMBAH INDUSTRI PANGAN
Kode Mata Kuliah : N10B.242
SKS : 2 (2-0)
MK Prasyarat : Mikrobiologi Pangan
Semester : 4 (empat)
Staf Pengajar : 1. Debby M. Sumanti, Ir., M.S.
2. Tita Rialita, S.Si., M.Si.
Silabus : Membahas tentang definisi dan ruang lingkup limbah, peranan bota dalam penanganan limbah, prinsip-prinsip dan cara penanganan limbah (padat, cair dan gas) secara fisik, kimia dan biologis serta mendesain proses penanganan limbah industri pangan.
Tujuan Instruksional Umum : Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa
dapat (TIU) / Kompetensi menjelaskan cara-cara dan mendesain proses
Penanganan Limbah Industri Pangan. Jadwal : Kuliah : Kamis, 10.30 – 12.10 Ujian UTS : Kamis, 03 April 2008 Ujian UAS : Sesuai Jadwal FTIP Kriteria Penilaian : Tugas Individu 10 %
Tugas Makalah dan Presentasi (kelompok) 25 %
UTS 30 %
UAS 35 %
Nilai : A ≥ 80 B 68 – 79 C 56 – 67 D 45 – 55 E ≤ 44 Peraturan Umum : - Kehadiran kuliah minimum 80 % - Tidak ada ujian susulan kecuali bila ada alasan
yang kuat. - Tidak ada ujian perbaikan, kecuali yang
mendapat nilai E dengan pertimbangan khusus dari Kordinator Mata Kuliah.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 2
- Tugas makalah dibuat per kelompok dengan topik sesuai kesepakatan dengan dosen / Kordinator Mata Kuliah.
- Kehadiran diskusi 100 %, bila tidak hadir tetapi ada alasan kuat dan surat bukti sah dapat diganti dengan tugas yang lain atau nilai dipotong 10 %.
` - Selama kuliah berlangsung HP dimatikan. Pustaka :
Daftar Pustaka Wajib
Betty, S.L.J dan W.P. Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Bogor
Daftar Pustaka yang dianjurkan
1. Birch,G.G., K.J.Parker and J.T.Worgan. 1976. Food from Waste Appied Science Publishers, Ltd. London.
2. Herzka, A and R.G.Booth. 1981. Food Industry Wastes. Applied Science Publishers, Ltd. London.
3. John H.Green, Ph.D and Amihud Kramer, Ph.D. 1979. Foof Processing Waste Management. AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 3
TUJUAN PEMBELAJARAN UMUM (TPU)
Setelah mengikuti mata kuliah ini, maka mahasiswa diharapkan
memiliki kompetensi dapat menjelaskan cara-cara dan mendesain
proses penanganan Limbah Industri Pangan dan mampu
melakukan komunikasi ilmiah dan bekerja sama dalam sebuah
team work.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 4
BAB I
DEFINISI DAN RUANG LINGKUP LIMBAH
1.1. Pengertian Limbah Pertanian
Limbah (waste) menurut kamus Webster adalah bahan yang terbuang.
Sementara kamus besarnya menyebutkan limbah adalah bahan yang dibuang
atau kelebihan seperti abu, sampah, produk sampingan dan lain sebagainya.
Limbah pertanian dengan demikian bisa diartikan sebagai “bahan yang dibuang”
di sektor pertanian.
Secara garis besar limbah pertanian itu dibagi ke dalam limbah pra dan
saat panen serta limbah pasca panen. Limbah pasca panen juga bisa terbagi ke
dalam kelompok limbah sebelum diolah dan limbah setelah diolah atau limbah
industri pertanian.
Penanganan limbah didasari pada asas manfaat. Manfaat supaya tidak
menjadikan masalah (lingkungan, penyakit, estetika) serta manfaat limbah
dijadikan sebagai bahan baku industri (dimanfaatkan tanaman, hewan ternak dan
manusia). Ternyata limbah pertanian dari kuantumnya mempunyai potensi yang
sangat besar, bahkan dari sudut volume limbah pertanian dapat melebihi volume
bahan dasar aslinya (raw material). Sebagai misal dari satu kilogram kedelai
kering olah pada pembuatan tahu dihasilkan 1,5 – 1,8 kilogram ampas tahu
basah.
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti kuliah dengan pokok bahasan definisi, ruang
lingkup limbah, mahasiswa akan dapat memahami definisi dan
pengelompokkan limbah pertanian yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 5
1.2. Penggolongan Limbah Pertanian
Limbah pertanian terbagi ke dalam empat golongan menurut waktu
ketersediannya, yaitu limbah pertanian pra panen, panen, pasca panen dan
pasca pengolahan (limbah industri pertanian).
Limbah pra panen terdiri dari buangan sisa-sisa pemangkasan pada
tanaman yang secara intensif dipelihara atau mungkin anak ayam (DOC) hasil
penyeleksian kelamin (sexing), bagian-bagian yang tua dan jatuh atau diambil
seperti daun-daun, ranting, buah (misalnya biji karet), kotoran ternak dan lain-
lain.
Limbah panen relatif cukup banyak mulai dari ceceran hasil panen akibat
kurang efektifnya sarana dan prasarana pertanian. Misalnya penggunaan sabit
bergerigi di sawah dapat memperbaiki kehilangan padi hingga 5 – 7% sementara
kehilangan padi dewasa ini bisa mencapai 15 – 20%. Demikian juga sisa panen
yang ditinggalkan di lapangan seperti batang atau jerami pada tanaman setahun,
sampai sisa tanaman yang terambil seperti kelobot, tongkol, cangkang atau kulit,
dan lain-lain.
Limbah pasca panen-pra olah demikian juga cukup banyak seperti
tempurung, sabut dan air buah pada kelapa, afkiran buah atau sayuran dan hasil
lainnya yang rusak atau tidak memenuhi ketentuan kualitas, kulit, darah, jeroan
pada ternak potongan. Demikian pula kepala ikan dan jeroan, kulit kerang/tiram,
udang dan ikan, dan banyak lagi macam dan jenisnya yang lain termasuk
sampah-sampah basah baik dari rumah tangga maupun pabrik bekas-bekas
pembungkus seperti daun pisang.
Limbah industri pertanian adalah buangan dari pabrik/industri pengolahan
hasil pertanian. Seperti industri-industri lainnya justru jenis limbah ini yang
banyak menimbulkan polusi lingkungan kalau tidak ditangani secara baik. Jenis
Limbah Pertanian
Limbah Pertanian Pra Panen
Limbah Pertanian Panen
Limbah Pertanian Pasca Panen
Limbah Pertanian Pasca Pengolahan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 6
industri ini juga cukup banyak. Untuk memudahkan penanganannya limbah
industri pertanian ini bisa dikelompokkan berdasarkan komponen bahan
bakunya, apakah limbah karbohidrat, protein atau lemak demikian juga bisa
dikelompokkan berdasarkan fasanya yang terbesar apakah cairan atau padatan.
Untuk penanganannya, limbah cair biasanya dikelompokkan lagi berdasarkan
BOD (Biological Oxygen Demand)-nya.
1.3. Limbah Pertanian Pra Panen
Sebelum membicarakan limbah pertanian ada baiknya kita melihat kembali
mengenai pengelompokkan hasil pertanian terlebih dahulu. Seperti kita ketahui
hasil pertanian didapat dari jasad hidup baik tanaman maupun hewan.
Dari tanaman kita kelompokkan menurut jenis hasilnya seperti tanaman
serealia, umbi-umbian, legum atau kacang-kacangan, hortikultura yang terdiri
dari kelompok tanaman sayuran, buah-buahan dan tanaman hias, kelompok
tanaman penghasil nira, penghasil lateks, tanaman penghasil minyak, tanaman
serat-seratan, tanaman penyegar, penghasil minyak atsiri, tanaman penghasil
rempah, tanaman obat-obatan, tanaman makanan ternak, tanaman air (termasuk
rumput laut) dan tanaman kehutanan.
Dari hewan dua kelompok besar adalah hewan darat dan air. Hewan atau
ternak darat terbagi ke dalam ternak besar (sapi, kerbau, kuda, unta), ternak
sedang (domba, kambing, babi), kecil (kelinci, marmut) dan unggas (ayam, itik,
mentok, angsa, puyuh). Hewan air dikelompokkan pada hewan air tawar (ikan
dan udang) dan laut (ikan, udang, ketam, dan tiram). Pengelompokkan ini seperti
juga pada tanaman masih terbuka karena belum semua hewan yang diusahakan
masuk ke dalam kelompok mana seperti lebah madu, ulat sutera, buaya yang
diternakkan, cacing tanah yang sekarang banyak dipelihara orang serta jangkerik
dan lain-lain.
Dari pengusahaan baik tanaman maupun hewan, limbah pra panen, pasca
panen dan pasca olah mempunyai potensi yang luar biasa baik jumlahnya
maupun jenis usaha yang mungkin bisa diusahakan.
Yang dimaksud limbah pertanian pra panen yaitu materi-materi biologi
yang terkumpul sebelum atau sementara hasil utamanya diambil. Sebagai contoh
daun, ranting atau buah yang gugur sengaja atau tidak, biasa dikumpulkan
sebagai sampah dan ditangani umumnya hanya dibakar saja. Kotoran ternak
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 7
umumnya hanya dijadikan pupuk kandang saja walaupun sebenarnya masih bisa
diolah menjadi bahan bakar langsung, difermentasi menjadi gas bio, media atau
campuran media jamur, campuran makanan ternak lainnya (seperti misalnya
pada peternakan sistem longyam atau peternakan di atas kolam ikan).
Masih berbicara tentang contoh lainnya limbah pra panen adalah biji karet.
Perkebunan karet di Indonesia sebagian besar merupakan perkebunan rakyat,
selebihnya milik perkebunan besar baik swasta maupun BUMN. Tujuan utama
perkebunan karet tentunya mendapatkan lateksnya. Lateks disadap untuk diolah
di pabrik menjadi karet. Menurut data statistik di Indonesia terdapat lebih 2,3 juta
hektar perkebunan karet. Dari jumlah tadi kira-kira tujuhpuluh persennya
merupakan perkebunan rakyat yang umumnya kurang diusahakan secara
intensif. Diperkirakan dari sejumlah tanaman karet tersebut bisa dihasilkan biji
karet lebih dari 15 ribu ton biji karet setiap tahunnya. Hanya sedikit sekali dari
jumlah tersebut yang dimanfaatkan untuk pembuatan bibit atau paling tidak
sebagai batang bawah.
Kira-kira 40 – 50% dari berat biji karet adalah komponen lemak. Lemak
yang terkandung terdiri dari asam-asam lemak jenuh seperti stearat dan oleat,
sementara asam lemak tidak jenuhnya adalah linoleat. Di Sri Langka lemak biji
karet dimanfaatkan di pabrik sabun dan cat. Kemungkinan sebagai minyak sayur
pengganti minyak kelapa terus dilakukan, namun hasilnya belum nampak.
Ampas hasil perasan minyak biji karet sebagai bahan pangan sampai sekarang
sebatas dibuat untuk bahan tempe. Komponen protein pada biji karet cukup
bagus.
1.4. Limbah Pertanian Panen
Limbah pertanian saat panen cukup banyak berlimpah. Golongan tanaman
serealia misalnya yang populer di Indonesia antara lain padi, jagung, dan
mungkin sorgum.
Sisa potongan bawah jerami padi termasuk akar tanaman padi belum
digunakan dengan baik, selain bagian ini dirasakan kurang efisien kalau diambil,
juga bisa dikembalikan untuk kesuburan tanah. Sawah direndam, lalu dibajak
sehingga sisa tanaman padi ini masuk ke dalam tanah dan dibiarkan membusuk.
Potongan atasnya setelah diambil gagang dan bulir padinya daun dan sebagian
batangnya dibakar, dibuat atap, atau dibenamkan ke dalam lumpur untuk pupuk.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 8
Daun dan batang atau jerami padi dapat difermentasikan atau dibuat silase jadi
makanan ternak ruminansia atau dijadikan bahan baku untuk diambil silikatnya
untuk selanjutnya digunakan dalam pembuatan empelas. Batang padi atau dami
sering digunakan untuk keramas setelah dibakar hingga mengarang atau disusun
untuk penanaman jamur merang. Pemanfaatan dami padi dan malai padi untuk
kerajinan sapu nampaknya sudah tidak terlihat lagi sekarang. Pabrik kertas
masih bisa menggunakan dami padi untuk bahan pembuatan kertas.
Limbah panen padi mungkin tidak bisa dikatakan limbah, tapi kalau dalam
jumlah, cukup membuat kita harus mewaspadainya agar jumlah tersebut bisa
dihindarkan paling tidak dikurangi. Hal itu adalah ceceran padi yang tertinggal
akibat pelaksanaan dan cara kerja panenan yang kurang efisien. Ceceran padi
ini diperkirakan bisa mencapai 5 hingga 15 persen dari jumlah produksi. Bila
panen padi secara nasional dalam perhitungan kasar 10 juta hektar dikalikan
dengan produktivitas 4 ton per hektar akan didapat 40 juta ton padi. Hingga bila
kehilangan padi terendah saja di saat panen 5 persen, maka padi yang tersia-sia
adalah 2 juta ton padi atau kurang lebih 1,36 juta ton beras. Suatu jumlah yang
tidak sedikit. Dengan panen yang lebih baik misalnya penggunaan sabit
bergerigi, alat penebah yang lebih baik, pengemasan gabah yang lebih baik
ditambah pengangkutan gabah ke gudang atau ke tempat penggilingan, angka
kehilangan di atas dapat ditekan.
Panen jagung menyisakan batang dan daun yang mengering. Sering sisa
batang dan daun ini cukup dibakar saja. Demikian juga halnya pada panenan
sorgum, sisa tanaman jarang dimanfaatkan lebih optimal. Beberapa peternak
dapat membuat silase yang terkadang ditambahkan tetes tebu.
Hampir semua tanaman setahun masih menyisakan sisa tanaman yang
sampai sejauh ini hanya dibuang atau dibakar atau dimanfaatkan sebagian untuk
makanan ternak, kompos, bibit (misalnya ubi jalar), dan belum ada
pemanfaatannya yang lebih baik misalnya diekstrak klorofilnya untuk bahan
pewarna makanan dan lain sebagainya.
Sisa panen pisang berupa batang, pelepah dan daun di perkebunan
pisang perlu juga difikirkan cara penanganannya yang lebih baik. Serat batang
pisang masih bisa dimanfaatkan untuk karung misalnya. Sama halnya di kebun
nenas setelah diambil tunas batangnya untuk bibit, sisanya kebanyakan dipotong
lalu dibuang walaupun peremajaannya dilakukan setelah tanaman pokok
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 9
berumur 3 – 4 tahun bahkan ada yang membiarkannya terus. Serta yang ada di
daun-daunnya mungkin masih bisa dimanfaatkan.
1.5. Limbah Pasca Panen Pra Olah
Limbah pertanian pasca panen pra olah umumnya merupakan kulit-kulit
yang terkadang merupakan bagian terbesar dari komoditinya. Sebagian berupa
komoditas afkir sisa seleksi penentuan kualitas segarnya termasuk sisa
penggolongan yang tidak termasuk kelas apa pun serta komoditas cacat. Selain
kulit dalam bentuk yang berbeda-beda, juga ranting atau tandan buah, bonggol
dan jerami.
Pada saat akan diolah atau dikonsumsi segar, sisa selain kulit buah, biji
merupakan bagian yang mempunyai potensi untuk diolah lebih lanjut karena
komponennya yang masih mengandung pati, lemak, protein bahkan mungkin
vitamin, mineral atau minyak atsirinya bahkan untuk keperluan farmasi atau obat-
obatan. Pemanfaatan kemudian bisa menjadi pangan, pakan, kompos, media
tumbuh jamur, dan hasil industri lainnya.
Di penggilingan padi, limbah yang bisa dikumpulkan antara lain sekam
kasar, dedak, dan menir. Sekam banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengisi
untuk pembuatan bata merah, dipakai sebagai bahan bakar, media tanaman
hias, diarangkan untuk media hidroponik, diekstrak untuk diambil silikanya
sebagai bahan empelas dan lain-lain.
Dedak halus digunakan sebagai pakan ternak ayam, bebek atau kuda,
sementara menirnya dimanfaatkan sebagai campuran makanan bayi karena
kandungan vitamin B1 nya tinggi, makanan burung, dan diekstrak minyaknya
menjadi minyak katul (bran oil).
Hasil panen jagung menghasilkan limbah dalam bentuk klobot jagung yang
bisa dimanfaatkan sebagai bahan pengemas makanan secara tradisional (wajik,
dodol), tongkolnya kurang dimanfaatkan walaupun sebenarnya mungkin masih
bisa untuk media jamur atau lainnya. Hasil penggilingan jagung menjadi tepung,
lembaganya bisa diekstrak menjadi minyak jagung dan tentu saja ampasnya
masih bisa diberdayakan karena kandungan proteinnya dan mungkin juga
lemaknya masih ada.
Dari buah kelapa, sabutnya dan bubuknya diekspor. Demikian juga
tempurungnya setelah dijadikan arang aktif. Air kelapa sekarang sudah relatif
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 10
susah didapat karena banyak digunakan untuk media dalam pembuatan nata de
coco.
1.6. Limbah Industri Pertanian / Pasca Pengolahan
Kelompok ini biasanya yang menjadi perhatian para ahli penanganan
limbah, karena selain banyak dalam jumlah juga seperti industri-industri bukan
pertanian masalah yang ditimbulkannya terkadang menyangkut masyarakat
banyak terutama masyarakat sekeliling lokasi pabrik. Oleh karena itu dalam
penanganan limbah pertanian ini pun baik proses maupun hasilnya tidak
menyebabkan polusi yang menyebabkan adanya masalah kesehatan maupun
bau atau estetika lingkungan. Limbah industri pertanian dapat dikelompokkan
menurut jenis bahan bakunya misalnya limbah sayuran dan buah-buahan, limbah
pati dan karbohidrat lainnya, limbah deri atau pengolahan susu, limbah daging,
limbah ikan dan hasil laut lainnya, dan sebagainya.
Limbah industri pertanian biasanya dikelompokkan juga berdasarkan
karakteristik bahan organiknya, umumnya digunakan pengukuran BOD
(Biological Oxygen Demand). Angka BOD akhir biasanya dipakai sebagai
parameter untuk merancang proses penanganan limbah industri pertanian
tersebut. Selain BOD, angka COD (Chemical Oxygen Demand) dan TOC (Total
Organic Concentration) bisa digunakan untuk melihat sifat-sifat limbah industri
pertanian yang lebih baik lagi. Pengamatan parameter di atas khususnya biasa
digunakan untuk menangani limbah industri pertanian cair.
Limbah padat industri tapioka, tahu, minyak sayur (kelapa, kelapa sawit
dan lain-lain) banyak mendapat perhatian, diteliti di lembaga-lembaga penelitian
dan universitas.
Hasil gilingan tebu di pabrik gula menghasilkan blotong atau bagase yang
masih mengandung gula sekitar 1 persen. Blotong digunakan di pabrik gula
untuk bahan bakar lori pengangkut atau mesin pemanas pabrik (pengkristalan).
Sisa pengkristalan gula didapat cairan kental yang masih banyak mengandung
gula yaitu tetes atau melase. Melase selain digunakan untuk pembuatan spiritus
dan alkohol serta asetat, digunakan juga untuk proses-proses bioteknologi
seperti pembuatan glutamat, asam-asam amino lainnya, sitrat dan lain-lain.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 11
1.7. Sampah Rumah Tangga
Sampah rumah tangga sebenarnya mempunyai karakteristik tersendiri.
Tingkat kehidupan masyarakat yang membuang limbah atau sampah rumah
tangga. Makin maju masyarakat, maka limbah organis atau sampah basah
prosentasenya makin kecil. Sebaliknya pada masyarakat yang sedang
berkembang prosentase volume sampah basah masih tinggi. Sebagai gambaran,
dahulu sebelum diintroduksi pengemas-pengemas logam dan plastik untuk
makanan, hampir seratus persen sampah rumah tangga adalah sampah basah
yang nota bene umumnya merupakan limbah pertanian.
Gambaran dari rumah-rumah tangga dan gedung kantoran beserta
sampahnya, di perkotaan disebut sebagai sampah kota. Pemerintah setempat
biasanya mempunyai lembaga sendiri yang memikirkan masalah ini yang
kaitannya dengan kebersihan lingkungan daerahnya, sehingga peraturan dan
undang-undang untuk mengatasi masalah sampah kota ini perlu diberlakukan.
Wirausaha di bidang sampah sebenarnya sangat menjanjikan di Indonesia,
apalagi dengan adanya apa yang disebut laskar mandiri (pemulung sampah)
sumber tenaga kerja sudah tersedia.
Pada dasarnya limbah pertanian dapat digunakan sebagai bahan baku
industri baik pakan, pangan, obat-obatan, energi serta pertanian (pupuk dan
media).
Di bawah ini diuraikan mengenai penanganan limbah cair industri pertanian
yang banyak menimbulkan masalah terutama lingkungan dan kesehatan. Limbah
pertanian pra panen, panen dan pasca panen – pra olah umumnya berbentuk
padatan, biasanya penanganannya jauh lebih mudah baik dengan jalan
pembakaran, pemanfaatan menjadi pakan, pangan, atau pupuk tanaman.
Baik sifat-sifat maupun penanganan limbah industri pertanian banyak
mengambil dari buku Betty dan Winiati (1993) “Penanganan Limbah Industri
Pangan” terbitan Kanisius, Yogyakarta.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 12
1.8. Jenis-Jenis Limbah
1. Limbah Padat
2. Limbah Cair
3. Limbah Gas
Permasalahan
- Limbah pertanian terdiri dari bahan organik ⇒ busuk → polusi udara
dan polusi air
- Limbah padat bukan merupakan sumber mikroorganisme patogen,
tetapi bila menumpuk ⇒ menimbulkan keadaan tidak higienis karena
menarik lalat, kecoa dan tikus, yang seringkali merupakan pembawa
berbagai jenis kuman penyakit.
v Contoh Limbah padat : jerami, pulp buah cokelat dan kopi, kulit ari-
ari kopi, dedak dan bekatul dan lain-lain.
v Contoh Limbah cair : air buangan pabrik, air cucian kopi dan
cokelat, air kelapa dan lain-lain.
v Contoh Limbah gas : gas cerobong dan uap air buangan pabrik
sawit dan gula, amoniak dari pabrik lateks pekat, karbon dioksida
hasil fermentasi, dan lain-lain.
Berdasarkan Lokasi
v Limbah Lapangan : sisa tanaman yang ditinggalkan waktu panen,
peremajaan / pembukaan areal baru (kayu, ranting, daun, dan lain-
lain).
v Limbah di tempat pengolahan : yaitu hasil ikutan yang terbawa
pada waktu panen hasil utama dan kemudian dipisahkan dari
produk utama dalam proses pengolahan (misalnya tempurung dan
sabut kelapa).
1.9. Tujuan Penanganan Limbah
1. Pemberian perlakuan agar limbah dapat dibuang dalam keadaan
bebas bahaya pencemaran, tanpa usaha mengambil manfaat langsung
daripadanya.
2. Pemberian perlakuan terhadap limbah agar limbah dapat dimanfaatkan
kembali (recycling) sebagai bahan mentah baru, produk baru, bahan
bakar, makanan ternak dan pupuk.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 13
Catatan : Penanganan limbah yang buruk dapat mengakibatkan : bahaya
untuk kehidupan, masalah pelestarian lingkungan, bahaya
kesehatan masyarakat dan merusak estetika lingkungan.
1.10. Ringkasan
v Limbah (waste) adalah bahan yang dibuang di sektor pertanian.
v Limbah pertanian digolongkan atas 4 kelompok yaitu : (1) Limbah pertanian
• Untuk mencapai penanganan limbah secara biologik yang memuaskan,
limbah harus mengandung karbon, nitrogen, fosfor dan unsur kelumit yang
cukup untuk mempertahankan laju sintesis mikroba yang optimum.
• Pengukuran oksigen dan parameter lain menggunakan pengukuran
Kebutuhan oksigen secara biokimia dan kimia, Karbon organik total, dan
Kebutuhan oksigen total.
• Tahapan-tahapan perlakuan pendahuluan adalah penyaringan, pengendapan
dan pemisahan benda-benda kecil, pemisahan endapan dan efluen.
• Kesimpulan dari penanganan primer adalah menghilangkan sepertiga BOD,
padatan tersuspensi dan beberapa persen komponen organik dan nutrien
tanaman.
4.6. LATIHAN SOAL
1. Sebutkan karakteristik dari limbah pangan !
2. Sebutkan cara-cara untuk menangani limbah pangan !
3. Apa saja metode dari penanganan limbah industri pangan ? Sebutkan dan
jelaskan !
4. Jelaskan tahapan-tahapan perlakuan pendahuluan dari penanganan limbah
pangan !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 45
BAB V
PENANGANAN LIMBAH CAIR, PADAT DAN GAS
5.1. LIMBAH CAIR
Residu dalam Limbah Cair
Padatan Terendap. Ini adalah padatan dalam limbah cair yang
mengendap pada dasar dalam waktu 1 jam. Padatan ini biasanya diukur dalam
kerucut Imhoff berskala dan dilaporkan sebagai ml padatan terendap per liter.
Padatan terendap merupakan indikator jumlah padatan limbah yang akan
mengendap dalam alat penjernih dan kolam pengendapan. Teknik penetapan
endapan ini mudah dilakukan dan berguna bila akan merancang sistem
penanganan.
Padatan Tersuspensi Total. Pengukuran ini, yang kadang-kadang disebut
residu yang tidak dapat disaring, ditetapkan dengan cara menyaring sejumlah
volume air limbah melalui filter membran (atau tikar glas fiber) dalam cawan
Gouch. Berat kering dari padatan tersuspensi total diperoleh setelah satu jam
pada suhu 103° - 105°C.
Padatan Terlarut Total. Padatan terlarut total, atau residu yang dapat
disaring, ditetapkan dengan berat contoh yang telah disaring dan dievaporasi
atau sebagai perbedaan antara berat residu setelah evaporasi dan berat padatan
tersuspensi total. Oleh karena polutan ini sulit dihilangkan dari air limbah, maka
pengetahuan mengenai padatan terlarut total adalah penting bila menangani air
limbah. Penanganan padatan terlarut total membutuhkan mikroorganisme yang
umumnya terdapat, untuk konversi bahan partikulat.
Lemak, Minyak dan Gemuk. Lemak, minyak dan gemuk (FOG)
berbahaya untuk biota dan tidak diinginkan karena sifat-sifatnya yang tidak
TUJUAN PEMBELAJARAN KHUSUS (TPK) Setelah mengikuti mata kuliah dengan pokok penanganan limbah
cair, padat dan gas, mahasiswa akan dapat memahami tentang
penanganan limbah cair, padat dan gas yang benar.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 46
estetik. Ikatan antara udara dan air dikurangi oleh lapisan tipis yang dibentuk
oleh FOG, yang berbahaya untuk ikan dan mahluk air lainnya. Senyawa-
senyawa ini akan meningkatkan kebutuhan oksigen untuk oksidasi sempurna.
Metode analisis air limbah untuk senyawa-senyawa ini relatif cepat dan
sederhana.
Kekeruhan. Walaupun kekeruhan itu sendiri bukan polutan, sifat ini
disebabkan oleh adanya bahan tersuspensi (bahan organik, mikroorganisme dan
partikel-partikel cemaran lain). Kekeruhan merupakan sifat optik dari contoh yang
menyebabkan sinar tersebar dan atau diserap. Sifat ini diukur dengan
turbidimeter lilin. Pengukuran ini bukan indikasi bahan tersuspensi yang tepat
yang biasanya ditetapkan secara Gravimetri, karena metode yang terakhir
berdasarkan berat partikel sedangkan kekeruhan berdasarkan sifat-sifat optik.
Nitrogen. Dalam bahan limbah, nitrogen dapat berada dalam bentuk-
bentuk amonia tereduksi sampai senyawa nitrat teroksidasi. Konsentrasi tinggi
dari berbagai bentuk nitrogen beracun terhadap fauna dan flora tertentu. Bentuk
yang paling umum dari nitrogen yang ditmukan dalam air limbah adalah amonia,
protein, nitrit dan nitrat.
Fosfat. Polutan ini dapat diukur dan terdapat sebagai senyawa mineral
dan senyawa organik. Walaupun sejumlah kecil fosfat terlarut terdapat dalam air
alamiah, bila jumlahnya meningkat akan berbahaya terhadap kehidupan air.
Analisis rutin hanya mengukur ortofosfat terlarut. Analisis untuk fosfat total,
ortopolifosfat dan fosfat terendap, diselesaikan dengan mengubah polifosfat dan
fosfat terendap menjadi ortofodfat oleh hidrolisis asam dengan pengujian
ortofosfat secukupnya menggunakan metode kolorimetrik yang direkomendasi
oleh EPA (Enviromental Protection Agency, 1974).
Sulfur. Penggunaan sulfur dioksida dalam pra penanganan buah-buahan
atau natrium bisulfida dalam pengolahan dapat menyebabkan kadar sulfur dari
air limbah menjadi cukup tinggi untuk menyebabkan polusi. Polutan ini terutama
terdapat sebagai ion-ion sulfit dan sulfat atau presipitat. Sulfida juga
membutuhkan lebih banyak oksigen bila terdapat dalam air. Ion sulfida berikatan
dengan berbagai ion-ion logam multivalen untuk membentuk presipitat yang tidak
larut, yang dapat mengendap, dan dibuang bersama lumpur. Penentuan sulfat
dan sulfida mungkin dilakukan dengan teknisi yang terlatih dan peralatan minima.
Oleh karena sulfida menyebabkan bau dan rasa yang tidak diinginkan dalam air
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 47
minum, maka senyawa-senyawa ini perlu diuji bila air limbah disalurkan ke
sungai yang mensuplai air minum.
5.1.1. Sistem Kolam dan Lagun
- Sistem penanganan limbah yang sederhana
- Pengggunaannya untuk limbah kota dan pertanian
- Jenis kolam dan lagun ⇒ 1. Fakultatif (umum digunakan)
2. Anaerobik
3. Aerobik
- Jenis kolam dan lagun fakultatif ⇒ kolam yang mempunyai kondisi
aerobik pada lapisan atas dan proses anaerobik terjadi pada lapisan
bawah, terutama dalam padatan yang terendap.
- Kolam ⇒ kolam oksidasi atau lagun stabilisasi limbah
- Kolam oksidasi ⇒ digunakan untuk penanganan limbah pengalengan dan
bir, efluen yang dihasilkan cukup stabil, cenderung penanganan aerobik.
Masalah ⇒ butuh lahan yang luas, adanya bau yang timbul (pencegahan
ditambah oksidator), butuh waktu beberapa minggu/bulan.
- Reaksi biokimia yang terjadi :
v Bakteri dan ganggang merupakan mikroorganisme kunci dalam kolam
oksidasi.
v Bakteri heterotropik bertanggung jawab untuk stabilitas bahan organik
dalam kolam.
v Limbah (BOD) ⇒ sebagian yang masuk akan mengendap dan
melangsungkan fermentasi anaerobik dalam lumpur di bagian dasar.
Fermentasi ini akan mengurangi volume lumpur bila suhu cukup dan
produk fermentasi dilepaskan ke lapisan cairan.
v Limbah organik yang memasuki kolam dan dilepaskan dari dasar
kolam lumpur yang dimetabolisme oleh bakteri dan produk akhir
seperti karbon dioksida, ion amonium, nitrat dan ion fosfat yang dapat
digunakan untuk pertumbuhan ganggang. Ganggang ⇒
menghasilkan protoplasma baru, dihasilkan oksigen yang dapat
digunakan oleh bakteri heterotropik.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 48
v Pelepasan oksigen akan sebanding dengan karbon yang dikonversi
menjadi protoplasma ganggang.
v Peranan bakteri ⇒ untuk proses-proses oksidasi dan reduksi yang
berlangsung dalam kolam.
Peranan ganggang ⇒ menggunakan kelebihan karbon dioksida dan
menghasilkan O2.
Skema interaksi biologik dalam kolam oksidasi dapat dilihat dalam
Gambar 5.
- Penampilan kolam oksidasi yang memuaskan tergantung pada
kesetimbangan antara bakteri dan ganggang.
v Bila aktivitas bakteri melebihi aktivitas ganggang (misalnya : muatan
limbah yang tinggi atau hambatan oleh metabolisme ganggang)
menyebabkan pemecahan oksigen (berat O2 ± 2/berat ganggang),
bau yang mengganggu dan mutu efluen yang buruk.
v Bila aktivitas ganggang meningkat daripada bakteri (misalnya :
kelebihan nutrien ganggang, kondisi baik untuk pertumbuhan
ganggang) menyebabkan kelebihan sel-sel ganggang dalam efluen.
v Bila terjadi bau dapat diatasi dengan :
q Penambahan nitrat (nitrat akan bertindak sebagai aseptor
Hidrogen, bila O2 tidak ada untuk mencegah terbentuknya
senyawa-senyawa yang mengandung sulfur tereduksi).
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 49
q Aerasi mekanik untuk mengubah kolam oksidasi ⇒ lagun aerasi.
- Kolam oksidasi ⇒ jarang digunakan sebagai satu-satunya proses
penanganan untuk memenuhi persyaratan efluen (biasanya bagian dari
sistem penanganan keseluruhan).
- Lagun anaerob
v Tujuan : destruksi dan stabilisasi bahan organik dan bukan pemurnian
air.
v Penggunaan : perlakuan primer atau sekunder, sistem pengolahan
sludge (padatan yang dipisahkan dari limbah cair). Biasanya setelah
perlakuan ini harus diikuti oleh perlakuan limbah dalam lagun aerob
atau dengan metode filter/saringan tetes.
v Prinsip : oksidasi biologis dan sedimentasi bahan padat.
Bahan padat terlarut Gas : O2, CO2, N2, NH4
tersuspensi Air
endapan Biomassa : mikoflora
v Kondisi laguna anaerobik :
q Ukuran dalam lagun : 2,5 – 3 m
q Volume : kecil
q Suhu operasi : 22°C
q Waktu pengolahan : 4 – 20 hari
q Efisiensi penurunan BOD : 60 – 80%
v Catatan : keadaan aerob diperoleh dari memasukkan banyak bahan
organik ke dalam laguna. Keadaan anaerob dinyatakan dalam BOD5,
COD dan SS per satuan volume lagun (Bakteri jenis anaerob).
- Lagun aerob
v Prinsip : sama dengan lagun anaerob + pemasukan O2 sebanyak 1 –
3 mg/l dengan menggunakan alat aerator mekanis untuk
memungkinkan terjadinya oksidasi aerob.
v Tipe : 1. Lagun aerob sempurna
2. Lagun aerob fakultatif (sebagian dari logam anaerob diberi
aerasi)
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 50
v Kondisi lagun aerob :
q Kapasitas pengolahan : 450 kg/ha/hari BOD5
20% dari BOD limbah padatan “sludge”
70 – 90% q Umumnya perlakuan ini masih harus diikuti oleh suatu perlakuan
tertier pada efluen sekunder.
5.1.2. Penyaring Menetes (Trickling Filter)
- Prinsip : air limbah diteteskan melalui suatu media stasioner, biasanya
tersusun dari batu/karang yang dihancurkan (2 – 4 inchi) atau media
plastik dengan berbagai ragam konfigurasi ke dalam suatu
penampungan. Aerasi terjadi karena permukaan air limbah diperluas
waktu dilakukan penetesan.
- Penyaring menetes dirancang untuk menangani limbah cair yang encer.
Konsentrasi padatan organik dan anorganik yang tinggi akan
menyebabkan penyumbatan, mengurangi efisiensi, dan meningkatkan
masalah pemeliharaan. Jika limbah yang mengandung padatan seperti ini
diterapkan pada penyaring menetes (penanganan pendahuluan perlu
untuk mengurangi / menghilangkan padatan.
- Penyaring menetes bukan filter tetapi unit-unit oksidasi aerobik yang
menyerap dan mengoksidasi bahan organik dalam limbah yang melalui
media filter.
- Media merupakan tubuh penyaring dan tinggi ± 4 – 7 ft untuk batu/karang,
10 – 40 ft untuk plastik.
- Mikroorganisme yang berperan : bakteri fakultatif heterotropik (paling
besar) dan protozoa.
- Sifat-sifat fisik media filter umum disajikan pada Tabel 5.
- Limbah yang akan didistribusikan melalui bagian atas media dan mengalir
melalui media.
Sistem distribusi ⇒ 1. Distribusi berputar (umum digunakan)
2. Distribusi dengan katup (nozzle) yang tetap. Katup
pendistribusian dipasang secara permanen.
masalah : penyumbatan dalam distribusi cairan
yang buruk (jarang digunakan)
efisiensi
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 51
Tabel 5. Sifat-sifat Fisik Media Filter Umum
Media Ukuran nominal (in)
Berat (lb/ft3) Luas permukaan (ft2/ft3)
Ruang kosong (%)
Granit Granit Slag Plastik
1-3 4 3
21 x 38
90 90 68 6
19 13 20 27
46 60 49 94
- Air limbah dikeluarkan di atas penyaring menetes oleh suatu distributor
menetes sehingga aerasi cairan berlangsung sebelum kontak dengan
media. Aerasi lebih lanjut berlangsung ketika cairan mengalir di atas
media.
- Permukaan media bertindak sebagai pendukung mikroorganisme yang
memetabolisme bahan organik dalam limbah.
Lapisan lendir mikroba dan air yang mengalir melalui media akan
meningkatkan berat bahan dalam penyaring (untuk media plastik;
gabungan berat lendir, air dan media dapat 4 – 5 kali lebih besar dari
berat media sendiri).
- Media penyaring terletak dalam suatu sistem di bawah peniris yang
mengumpulkan cairan dari penyaring dan mengangkutnya ke dalam bak
sedimentasi akhir. Padatan dihilangkan secara kontinyu dari sistem yaitu
dari unit sedimentasi akhir dan padatan yang terendap tidak dikembalikan
lagi ke dalam penyaring menetes.
- Bakteri fakultatif heterotropik merupakan populasi mikroorganisme
terbesar dalam penyaring menetes. Protozoa dan yang lainnya lebih
sedikit. Ganggang tumbuh di permukaan penyaring.
- Bahan organik dalam air limbah akan merangsang pertumbuhan biologik
pada permukaan media. Pertumbuhan mula-mula terbentuk di daerah-
daerah dimana aliran tidak mencucinya dari media dan akan menyebar ke
seluruh media (waktu sekitar 4 – 6 minggu).
- Setelah lapisan mikroorganisme dalam media sudah tumbuh baik, cairan
mengalir di atas dan bukan melalui lapisan. Limbah cair mengalir turun ke
bawah media sebagai gelombang yang menghasilkan turbulen diantara
limbah dan lapisan cairan dalam permukaan mikroorganisme (seperti
Gambar 6). Bahan organik dalam limbah dipindahkan ke dalam lapisan
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 52
cairan dan produk hasil metabolisme limbah dipindahkan dari lapisan
cairan ke dalam limbah (hal terjadi secara kontinyu).
- Lapisan luar mikroorganisme terkena lapisan cairan yang terikat dan
memecah sebagian besar limbah. Metabolik aerobik dipertahankan
dengan perpindahan oksigen secara kontinyu dari ruang kosong dalam
penyaring menuju lapisan cairan yang terikat. Perpindahannya
berhubungan dengan perbedaan oksigen diantara udara dan lapisan
cairan terikat. Ketebalan mikroorganisme aerobik sekitar 0,005 cm,
sedang ketebalan mikroorganisme sebenarnya jauh lebih besar
sehingga :
v Hanya permukaan lapisan mikroorganisme yang mendapat sebagian
besar makanan dan oksigen.
v Mikroorganisme yang terikat pertumbuhan mikroba pada media mati
dan diangkut dari media oleh aliran air limbah.
v Pertumbuhan mikroba menjadi baik lagi dalam daerah dimana
pertumbuhan yang lebih tua telah dihilangkan. Daur ini berlangsung
secara kontinyu dalam penyaring menetes.
- Efluen dari penyaring mengandung bahan organik yang tidak
dimetabolisme dalam air limbah yang diterapkan, padatan biologik yang
dipisahkan dari media dan produk akhir metabolik.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 53
- Padatan biologik harus dipisahkan dari efluen penyaring menetes
sebelum cairan dikeluarkan dari tangki penanganan, bila diinginkan efluen
bermutu tinggi. Hal ini dilakukan dalam tangki sedimentasi akhir yang
merupakan bagian integral dari sistem penyaring tetes. Diagram alir
proses penanganan penyaring menetes dapat dilihat pada Gambar 7.
5.2. LIMBAH PADAT
A. Protein Sel Tunggal (PST)
PST atau Single Cell Protein (SCP) adalah istilah yang digunakan untuk
protein yang berasal dari sel mikroorganisme. Mikroba yang umum digunakan
sebagai penghasil protein adalah : bakteri, kapang, khamir, algae/ganggang.
Kandungan protein dalam mikroba tersebut berdasarkan berat keringnya adalah :
60 – 70% dalam bakteri
45 – 65% dalam khamir
35 – 40% dalam kapang
20 – 80% dalam algae/ganggang
PST dapat digunakan sebagai makanan manusia dan ternak. PST yang
digunakan untuk makanan ternak, tujuannya adalah :
1. Sebagai protein pengganti pada campuran makanan ternak. Sumber protein
pada makanan ternak yaitu kedele dan tepung ikan ternyata sudah tidak
mencukupi lagi.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 54
2. Dapat mengatasi persoalan limbah karena protein sel tunggal (PST) dapat
diperoleh dari limbah (sebagai bahan bakunya).
Produksi PST untuk bahan pangan manusia sudah dimulai pada tahun
1910. Pada waktu itu PST dari khamir diberikan pada para prajurit selama PD I
dan PD II. Di Indonesia, produksi PST sedang diusahakan pengembangannya,
terutama untuk makanan ternak karena kandungan asam aminonya lebih baik
daripada kandungan asam amino protein nabati.
Produksi PST mempunyai beberapa keuntungan :
1. Produksi protein lebih cepat dan efisien dibandingkan dengan produksi
protein nabati dan hewani.
2. Nilai gizi PST lebih tinggi daripada nilai gizi protein nabati (komposisi asam
amino PST lebih lengkap).
3. Tidak memerlukan tanah atau tempat yang luas seperti dalam produksi
protein nabati dan hewani.
4. Produksi PST tidak dipengaruhi oleh cuaca.
5. Prosesnya fleksibel karena dapat digunakan berbagai substrat dan
mikroorganisme.
Selain menguntungkan, produksi PST juga mempunyai beberapa
kelemahan yaitu :
1. Kandungan asam nukleat PST tinggi, dimana di dalam tubuh manusia akan
diubah menjadi asam urat sebagai produk akhir. Kandungan asam urat yang
terlalu tinggi di dalam tubuh manusia dapat merangsang timbulnya gejala
penyakit tulang (encok).
2. Dinding sel mikroorganisme kadang-kadang mengandung komponen yang
tidak dapat dicerna dan bersifat racun.
3. Fluktuasi harga dan persediaan substrat yang tidak tetap. Biaya penyediaan
substrat meliputi 40 – 50% dari total biaya produksi PST.
Kandungan asam nukleat pada PST (berdasarkan bobot kering) :
v Ganggang : 4.0 – 6.0%
v Kapang : 2.5 – 6.0%
v Khamir : 6.0 – 11.0%
v Bakteri : > 16.0%
Substrat yang dapat digunakan untuk memproduksi PST, dapat dibagi
dalam 3 golongan besar, yaitu :
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 55
1. Senyawa hidrokarbon dan turunannya, seperti :
v Gas alam
v Minyak bumi
v Alkana
v Metanol
v Metana
2. Bahan-bahan yang merupakan limbah :
v Molase dari pabrik gula
v Cairan sulfit dari pabrik kertas
v Whey dari pabrik susu dan tahu
v Ampas tapioka dan tebu
v Ampas dari pabrik pengolahan buah-buahan
3. Bahan-bahan hasil pertanian yang mengandung gula, pati dan selulosa.
Sekarang ini banyak digunakan limbah pertanian sebagai substrat PST
karena memiliki beberapa keuntungan :
a. Mengurangi pencemaran lingkungan
b. Dapat meningkatkan nilai guna limbah tersebut
c. Harganya murah dan cukup tersedia
d. Kandungan karbohidrat / selulosa cukup tinggi.
Mikroorganisme untuk produksi PST
Menurut Ganjar (1978), mikroorganisme yang digunakan untuk produksi
PST harus memenuhi persyaratan :
1. Mikroorganisme tidak boleh menghasilkan senyawa yang bersifat racun.
2. Mikroorganisme tersebut harus dapat menggunakan bahan mentah sebagai
sumber energinya.
3. Mikoorganisme tersebut harus tumbuh cepat.
4. Pemeliharaan mikroorganisme harus mudah dan tidak mahal.
Sampai sekarang mikroorganisme yang sudah digunakan untuk produksi
PST adalah khamir, bakteri, algae dan kapang yang masing-masing mempunyai
keunggulan dan kelemahannya.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 56
Khamir
Khamir adalah mikroba yang paling banyak digunakan dalam produksi PST.
Penggunaan khamir untuk produksi PST secara umum mempunyai keuntungan
dibandingkan dengan mikroba lainnya, karena :
a. Penerimaan oleh konsumen lebih baik
b. Kandungan asam nukleatnya rendah
c. Lebih mudah dipanen karena ukuran selnya lebih besar
d. Dapat tumbuh pada substrat dengan pH rendah (4 – 5).
Khamir yang banyak digunakan untuk produksi PST adalah :
1) Saccharomyces cerevisiae
Banyak digunakan dalam : produksi bir, minuman beralkohol, sebagai ragi
untuk roti. Mikroba ini tidak mampu menggunakan laktosa, pentosa dan
hidrokarbon untuk pertumbuhannya, disamping itu ke dalam substrat
perlu penambahan N organik dan vitamin B.
2) Candida utilis
Mikroba ini dapat tumbuh dalam limbah larutan sulfit dari proses
pengolahan pulp kertas yang banyak mengandung gula pentosa dan
heksosa.
C. lypolytica
C. intermedia
C. tropicalis
3) Kluyveromyces fragilis
Mikroba ini tumbuh secara anaerobik dengan memanfaatkan laktosa
sehingga whey keju dapat dimanfaatkan oleh mikroba ini untuk
menghasilkan massa sel.
Bakteri
Penggunaan bakteri untuk produksi PST masih sangat terbatas karena
mempunyai beberapa kelemahan yaitu :
a. Penerimaan bakteri sebagai makanan oleh konsumen sangat rendah
(beberapa jenis bakteri mempunyai bau yang tidak menyenangkan).
b. Ukuran sel bakteri sangat kecil, sehingga pemanenannya sulit dilakukan.
c. Kandungan asam nukleatnya tinggi (> 16%) berdasarkan berat kering.
Mampu menggunakan fraksi minyak bumi dan hidrokarbon untuk pertumbuhannya. Di daerah tropis, species ini cocok untuk tumbuh dalam hidrokarbon sebagai substratnya.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 57
Selain kelemahan di atas, penggunaan bakteri untuk produksi PST mempunyai
beberapa keuntungan karena :
a. Mempunyai waktu generasi (membelah diri) yang cepat.
Laju pertumbuhan bakteri ± 20 – 30 menit
khamir 16 jam
ganggang > 16 jam
b. Kandungan proteinnya tinggi
c. Dapat tumbuh pada berbagai substrat
Beberapa species bakteri yang mampu berkembang pada media hidrokarbon
(CH2) : Methanomonas methanica, M. methanooxidans, Methylococcus
cereficans, Pseudomonas sp., P. methanica.
Hydrogenomonas eutropa : bakteri ini mampu memanfaatkan hidrokarbon yang
berbentuk gas sebagai sumber energi dan CO2 sebagai sumber karbon.
Methylophilus methylotropus : tumbuh pada substrat metanol sebagai sumber
karbon dan energi.
Lactobacillus pentosis : hidup dalam substrat cairan limbah sulfit menghasilkan
asam laktat.
Algae / Ganggang
Mikroba ini mampu melakukan fotosintesa sehingga dihasilkan PST. Jenis
• Kemampuan mikroba nitrifikasi untuk pulih menyesuaikan
• terhadap kondisi anaerobik cukup baik :
• Pada penanganan limbah secara anaerobik selama 4 jam lalu
• dilakukan aerasi, maka kemampuan bakteri nitrifikasi untuk
• berkembang biak hingga jumlah semula hanya butuh waktu
• sekitar 20 menit.
Suhu
• Nitrifikasi berjalan baik pada suhu 30o – 36oC (mesofilik)
• Pada suhu 6o – 25oC → Nilai Q10 relatif konstan
• Nitrifikasi pada suhu < suhu optimum, laju pertumbuhan mikroba lambat
sehingga waktu retensi meningkat
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 81
pH
Pada umumnya mikroba nitrifikasi mempunyai pH pertumbuhan optimum
pada rentangan basa
Ion hidrogen yang dihasilkan akan terjadi penurunan pH
Penurunan 7,1 gram mol alkalinitas (contoh CaCO3) menyebabkan
terbentuknya 1 gram Nitrat
pH optimum nitrifikasi : 7,5 – 8,5
Pada pH 5,0 – 5,5 : alkalinitas turun dari 700 menjadi 100 mg/liter
Pada pH 5,5 – 6,0 : Bakteri nitrifikasi mampu beradaptasi dan laju oksidasi
amonia akan mencapai kondisi normal (pH 7)
Pengaruh penghambatan asam nitrit dapat dikurangi dengan cara :
• Dilakukan pengenceran
• Pengaturan pH
• Penggunaan proses denitrifikasi
NO2- + H3O+ HNO2 + H2O
Disosiasi Nitrit :
dipengaruhi oleh keasaman
Kons. Asam nitrit akan meningkat bila dibandingkan dengan keadaan netral
Kons. Amonia bebas dapat meningkat seiring dengan : peningkatan pH, dan pengaruh penghambatannya pada bakteri Nitrobacter lebih tinggi dibanding Nitrosomonas
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 82
Amonia bebas :
Menghambat Nitrosomonas pada kons. 10 – 150 mg/liter.
Menghambat Nitrobacter dengan kons. 0,1 – 1,0 mg/liter.
Asam nitrit :
Menghambat Nitrobacter pada kons. 0,2 – 2,8 mg/liter.
Beberapa jenis bakteri mampu menggunakan Nitrat yang terbentuk sebagai
penerima elektron seperti halnya oksigen
Reduksi nitrat dapat melalui proses peruraian :
• Asimilasi : NO3 →NH4 → molekul organik
• Desimilasi : menghasilkan molekul N sebagai produk akhir
Metode Denitrifikasi
l Metode penanganan nitrogen pada limbah yang paling sering digunakan
adalah dengan proses nitrifikasi-denitrifikasi secara biologis
Beberapa metode denitrifikasi :
1. Kolom oksidasi
2. Saringan anaerobik
3. Lagun anaerobik
4. Pengendalian pertumbuhan, dll.
Denitrifikasi secara biologis yaitu dengan menggunakan sistem dasar statis dan
dasar yang mengembang (sistem dasar non statis)
7.3. PENGGUNAAN GANGGANG
Prinsip : nutrisi yang masih terdapat dalam limbah dapat dimanfaatkan sebagai
pembentuk sel ganggang yang dapat dipanen dari limbah, sehingga kandungan
N berkurang.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 83
Sistem ganggang terdiri dari : Pertumbuhan, Pemanenan dan Pembuangan
ganggang pada limbah
l Sistem berlangsung baik bila ada tambahan bahan organik dan
CO2
l Dengan metode ini sebanyak 70-90 % limbah dengan kadar N 20
mg/L akan diubah menjadi sel ganggang
l Waktu retensi : 5-16 hari
l Metode panen : flokulasi dan sedimentasi, diikuti penyaringan
padatan terendapkan
l Kadar padatan ganggang yang telah dijemur sekitar 90 %
7.4. PENYERAPAN AMMONIA (AMMONIA STRIPPING)
l Prinsip :
Perubahan nitrogen dari bentuk cair ke bentuk gas (bukan proses akhir
dari penghilangan N dari limbah). Gas amonia yang terbentuk diharapkan jatuh
pada areal pertanian, dan akan digunakan tanaman untuk pertumbuhannya
(penyerapan amonia mencapai 20 kg/ha).
l Amonia bersifat larut dalam air, amonia dalam bentuk larutan tidak dapat
didesorbsi. Yang dapat didesorbsi hanya dalam bentuk gas tidak terionisasi
(NH3).
l Desorbsi amonia dari limbah dapat dilakukan dengan mencampur bentuk cair
dan gas seperti pada penggunaan semprotan, tangki aerasi dan sistem
difusi udara.
l Sistem perubahan bentuk amonia dari bentuk cair ke bentuk gas melalui
fase peralihan (interface), serta lapisan gas dan cairan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi : jumlah dan konsentrasi amonia bentuk cair, besar/luas fase
peralihan yang harus dilalui, waktu desorbsi, suhu dan tekanan udara.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 84
7.5. RINGKASAN
• Fungsi sistem penanganan limbah : menurunkan kadar BOD dan padatan
• ISO 14000 : Standar sistem pengelolaan/manajemen lingkungan
9.4. PERTANYAAN
1. Mengapa AMDAL penting dalam pengelolaan lingkungan ?
2. Sebutkan beberapa dampak penting pada pembuatan dokumen AMDAL !
3. Jelaskan kegunaan ISO-14000 bagi industri pangan !
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 97
DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N. 1986. Aktivitas Enzim Alfa-Galaktosidase dari Kapang Oncom. Pada Substrat Limbah Padat Pertanian. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Anonim. 1988. Laporan Penelitian Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian.
Balai Penelitian dan Pengembangan Industri. Semarang. __________. 1992. Enzym Nomenclaure 1992. Recommendations of the
Nomenclature Committee of the International Union of Biochemistry and Molecular Biology on Nomenclature and Classification on Enzymes. Academic Press. Inc. San Diego.
Bajpai, P. dan Bajpai, P.K. 1993. Eicosapentaenoic Acid (EPA) Production from
Microorganisme : a review. Journal of Biotechnology, 30 (1993) : 161 – 183.
Birch. G.G., Porker, K.J. and Worga, J.T. 1976. Food From Waste. Applied
Science Pubs. Ltd London. Betty D. Sofiah, Abdul Rivai da Debby M. Sumanti. 1998. Diktat Penuntun
Praktikum Mikrobiologi Pengolahan Pangan. Jurusan Teknologi Pertanian Faperta UNPAD. Jatinangor.
Boulton, C.A. 1985. The Biotechnology of Microbial Oil and Fats. Industrial
Biotechnology. Vol. 40 No. 5. Brogsstrom, B dan Brockman, H.L. 1984. The Lipases. Plenum Press New
Amsterdam Oxford. New York. Chalal, D.S. 1985. Solid State Fermentation with Trichoderma reesei.
Application Environt. Microbiol. 49(I) : 205 – 210. Ciptadi, W. 1982. Telaah Pembuatan Sirup Glukosa dan Sifat Limbah Cairnya
Dengan Bahan Ubi Kayu Secara Hidrolisa Asam Dalam Rangka Meningkatkan Teknik Pengolahannya. Thesis IPB. Bogor.
Cochrane, V.W. 1965. Phsyiology of Fungi. John Wiley and Sons Inc. New
York. Deanne. 1994. Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus purpureus Pada
Campuran Limbah Cair Tahu dan Dedak. Skripsi FATETA, IPB. Bogor.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 98
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1981. Daftar Komposisi Bahan Makanan Bharata. Jakarta.
Desnulle, P. 1972. The Lipases. Di dalam “The Enzymes”. Academic Press.
New York. Djuhana Wati. 1995. Seleksi Kapang Rhizopus dan Optimasi pH Serta Suhu
Untuk Produksi Minyak. Skripsi FATETA, IPB. Bogor. Evans, C.A. and Ratledge, C. 1985. A. Comparation of The Oleoginous Yeast,
Candada curvata, Grown on Different Carbon Sources a Continous and Batch Culture. Lipids Vol. 18, No. 9.
Evi Kuswiyanti. 1996. Penggunaan Limbah Industri Pertanian Sebagai Sumber
C dan Pengaruh Mineral Serta Waktu Inkubasi Terhadap Produksi Asam Gamma Linolenat dari Kapang Mucor inaequisporus M0511/4. Skripsi. FATETA. IPB. Bogor.
Fardiaz, S. 1988. Fisiologi Fermentasi. PAU-IPB. Bogor. ___________. 1992. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor
bekerja sama dengan P.T. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Frazier, W.C. 1958. Food Microbiology. McGraw-Hill Book Company, Inc. New
York Toronto London. Frost, G.M. and D.A. Moss. 1987. Production of Enzym by Fermentation.
Biotechnology Vol. 79 VHC. Germany. Gatut Kristianto. 1998. Pengaruh Jenis Inokulum dan Suhu Fermentasi
Terhadap Aktivitas Enzim - Glukosidase Pada Tempe. Skripsi. Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian, UNPAD. Jatinangor.
Hansson, L., . Dostalek dan B. Sorenby. 1989. Production of GLA by The
Fungus Mucor rouxii in Fed-Batch and Continuous Culture. Appl. Microbiol. Biotechnol 31 : 223 – 227.
Helianti. 1994. Pemanfaatan Ampas Tahu, Onggok dan Dedak Untuk Produksi
Pigmen Angkak oleh Monascus purpureus BC 88202 dengan Sistem fermentasi Padat. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Jenie, B.S.L. dan F. Fachda. 1991. Pemanfaatan Onggok dan Dedak Padi Untuk
Produksi Pigmen Angkak oleh Monascus purpureus. Pertemuan Ilmiah Tahunan, Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia. Bogor.
Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia. Jakarta. Kyle, D.J. dan Ratladge, C. 1992. Industrial Aplication of Single Cell Oils. P.G.I.
American Oil Chemists Society Champaign, Illinois.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 99
Liang, O.B., Buchanan dan D. Fardiaz. 1992. Development of Food Science and
Technology.Proceeding of Asean Food Conference. Jakarta. Linberg, A.M. dan L. Hansson. 1991. Production of Gamma Linolenic Acid by
Fungus Mucor rouxii on Cheap Nitrogen and Carbon Sources. Appl. Microbiol Biotech. 36 : 26 – 28.
Macrae, A.R. 1983. Lipase Catalyced Interesterification of Oil and Fats. J. Am.
Oil. Soc. 60 (2) : 243 – 246. Nagai S. 1979. Control of Solid State Cultivation, Proc. GIAM-V Bangkok. Nawangsari, R.T. 1996. Penggunaan Berbagai Sumber Karbon dan Produksi
Minyak Sel Tunggal Oleh Kapang Mucor inaequisporus M05II/4. Skripsi. Fakultas Teknologi Hasil Pertanian UGM. Yogyakarta.
Nuraida, L., N.L. Puspitasari-Nienaber, Winarno, G.A. Swandoko dan F.
Kusnandar. 1995. Produksi Asam Gamma Linolenat oleh Kapang Mucor. Buletin Teknologi Industri Pangan. 6 (3) : 66 – 73.
Nuraida, L., S.P. Sukarto dan N. Andarwulan. 1996. Produksi Minyak
Mengandung Asam Gamma Linolenat Oleh Kapang M. inaequisporus M05II/4 Dengan Berbagai Sumber Nitrogen. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan I (1) : 17 - 25.
Nuraida, L. 1997. Pemanfaatan Limbah Industri Pertanian Sebagai Media Untuk
Menghasilkan Asam Gamma Linolenat. Laporan Riset Unggulan Terpadu II 1996/1996. FATETA, IPB. Bogor.
Paoletti, A. dan Kritchevsky, D. 1977. Advanced in Lipid Research Vol. 15.
Academic Press. New York. Pape, H dan Rehm, H.J. 1986. Microbial Products II. Biotechnologgy. Vol. 4
Padi Untuk Memproduksi Pigmen Karotenoid dari Neurospora sitophyla dengan Sistem Fermentasi Padat. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Prabowo, A.D., Samain dan Rangkuti, M. 1985. Pemanfaatan Ampas Tahu
Sebagai Makanan Tambahan dalam Usaha Penggemukan Daging Potong. Buletin Limbah Pangan : 172 – 174.
Rahman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Mikrobiologi Pangan dan
Gizi PAU. Bogor. ___________. 1992. Teknologi Fermentasi. Arcan. Jakarta.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 100
___________. 1992. Teknologi Fermentasi Industrial II. Arcan. Jakarta. Ratledge, C. 1983. Microbial Oil and Fats : Assesment of Their Commercial
Potential. Industrial Microbiology No. 16. Ratledge, C. Dan Wilkinson, S.G. 1988. Microbial Lipid. Vol. 2. Academic
Press. London. Ridawati. 1993. Produksi Pigmen oleh Monascus purpureus BC 88202 pada
Media Campuran Limbah Cair Tapioka, Ampas Tapioka dan Ampas Tahu. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Rita Utari. 1997. Seleksi Kapang Mucor Untuk Produksi Minyak Mengandung
Asam Gamma Linolenat dengan Sistem Fermentasi Padat pada Media Onggok-Ampas Tahu dan Onggok-Dedak Padi. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Saputro, L. 1987. Produksi Alfa-amilase Pada Fermentasi Aspergillus nige dan
A. oryzae dengan Suplementasi Limbah Tapioka dan Dedak Padi. Skripsi. FATETA, IPB. BOgor.
Setiawiharja, B. 1982. Production of Fungal Pectinases by Solid State
Fermentation Using Tapioka Waste. UN/FAO International Food Technological Training Center Food Technology Research Institute, Mysore 570013, India.
Shaw, R. 1965. The Occurrence of Gamma Linolenic Acid in Fungi. Biochem.
Biophys. Acta. 98 : 230. Sinthia Prideaka Soekarto. 1996. Produksi Minyak Mengandung Asam Gamma
Linolenat Tinggi dari Kapang Mucor inaequisporus M0511/4 dengan Berbagai Sumber N dari Limbah Industri Pertanian. Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.
Sudarmadji, Bambang Haryono dan Suhardi. 1984. Penuntun Praktikum Analisis
Bahan Makanan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Suhartono, M.T. 1989. enzim dan Bioteknologi. PAU Bioteknologi, IPB. Bogor. Suliantari, L. Nuraida, N. Andarwulan, Djuahanawati dan Nugrahaningrum, 1996.
Produksi Asam Gamma Linolenat Menggunakan Rhizopus. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan, Vol. I (2) : 45 – 49.
Sundhagul, M. 1972. Feasibility Study on Tapioca Waste Recovery. The
Ministry of Education Malaysia, Kuala Lumpur. Svedsen, A. 1994. Action of Esterases in Presence of Organik Solvents.
Biochem. J. 30 : 609 – 617.
Bahan Ajar Penanganan Limbah – Revisi 0 – update 02 februari 2010 101
Tjiptadi, W. Dan R.T.M. Sutamiharja. 1985. Pemanfaatan Limbah Padat Industri Tapioka Sebagai Bahan Makanan Manusia. Laporan Riset Unggulan Terpadu II/1984. FATETA, IPB. Bogor.
Tsao, G. 1982. Annual Report on Fermentation Processes. Academic Press.