5 VALUASI NILAI EKONOMI TOTAL KAWASAN MANGROVE MUARA ANGKE 5.1 Pendahuluan Kawasan pesisir Muara Angke memiliki nilai strategis sebagai kawasan lindung, kawasan permukiman, perkantoran dan wisata di wilayah Jakarta Utara khususnya dan umumnya wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kebutuhan ruang dan lahan, serta aktivitas pembangunan yang terus meningkat di wilayah DKI Jakarta mendorong semakin meningkatnya tekanan dan permasalahan bagi pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke. Meningkatnya pencemaran dan perusakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta yang disebabkan faktor alam dan faktor manusia, telah mempengaruhi manfaat dan fungsi kawasan mangrove Muara Angke. Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, memiliki fungsi fisik, ekologi dan sosial ekonomis yang cukup tinggi bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Secara fisik, keberadaan ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai penahan abrasi dan penjerap sedimen dan penahan angin. Fungsi ekologi yang menonjol dari ekosistem mangrove adalah sebagai habitat keanekaragaman hayati (burung, mamalia, reptilia, amphibia dan biota air, serta jenis-jenis tumbuhan), menciptakan iklim mikro, memelihara dan memperbaiki kualitas air (mereduksi keberadaan polutan atau zat pencemar lainnya, mencegah intrusi air laut), tempat mencari makan (feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tempat berkembangbiak (nursery ground) bagi jenis biota air. Sedangkan secara sosial ekonomi, ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber bahan makanan, tempat mencari ikan dan biota air lainya, serta memiliki nilai penting bagi hasil hutan non kayu (obat-obatan), dan wisata alam (pendidikan, penelitian dan wisata). Keberadaan kawasan mangrove Muara Angke (478 ha) di wilayah pesisir Pantai Utara Jakarta, semakin penting bagi pendukung keberlanjutan pembangunan DKI Jakarta. Namun demikian kondisi tersebut tidak banyak disadari oleh parapihak (stakeholders), dikarenakan belum tersedianya data informasi kuantitatif tentang nilai-nilai (manfaat dan fungsi) kawasan mangrove Muara Angke. Oleh karena itu penilaian terhadap nilai ekonomi total ( Total
27
Embed
5 VALUASI NILAI EKONOMI TOTAL KAWASAN …repository.ipb.ac.id/jspui/bitstream/123456789/54432/7/BAB V... · 5 VALUASI NILAI EKONOMI TOTAL KAWASAN ... tempat memijah (spawning ground),
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
5 VALUASI NILAI EKONOMI TOTAL KAWASAN
MANGROVE MUARA ANGKE
5.1 Pendahuluan
Kawasan pesisir Muara Angke memiliki nilai strategis sebagai kawasan
lindung, kawasan permukiman, perkantoran dan wisata di wilayah Jakarta Utara
khususnya dan umumnya wilayah Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Kebutuhan
ruang dan lahan, serta aktivitas pembangunan yang terus meningkat di wilayah
DKI Jakarta mendorong semakin meningkatnya tekanan dan permasalahan bagi
pengelolaan kawasan mangrove Muara Angke. Meningkatnya pencemaran dan
perusakan, baik secara langsung maupun tidak langsung, serta yang disebabkan
faktor alam dan faktor manusia, telah mempengaruhi manfaat dan fungsi kawasan
mangrove Muara Angke.
Ekosistem mangrove merupakan sumberdaya alam yang dapat
diperbaharui, memiliki fungsi fisik, ekologi dan sosial ekonomis yang cukup
tinggi bagi kehidupan masyarakat di sekitarnya. Secara fisik, keberadaan
ekosistem mangrove dapat berfungsi sebagai penahan abrasi dan penjerap
sedimen dan penahan angin. Fungsi ekologi yang menonjol dari ekosistem
mangrove adalah sebagai habitat keanekaragaman hayati (burung, mamalia,
reptilia, amphibia dan biota air, serta jenis-jenis tumbuhan), menciptakan iklim
mikro, memelihara dan memperbaiki kualitas air (mereduksi keberadaan polutan
atau zat pencemar lainnya, mencegah intrusi air laut), tempat mencari makan
(feeding ground), tempat memijah (spawning ground), dan tempat
berkembangbiak (nursery ground) bagi jenis biota air. Sedangkan secara sosial
ekonomi, ekosistem mangrove berfungsi sebagai sumber bahan makanan, tempat
mencari ikan dan biota air lainya, serta memiliki nilai penting bagi hasil hutan non
kayu (obat-obatan), dan wisata alam (pendidikan, penelitian dan wisata).
Keberadaan kawasan mangrove Muara Angke (478 ha) di wilayah pesisir
Pantai Utara Jakarta, semakin penting bagi pendukung keberlanjutan
pembangunan DKI Jakarta. Namun demikian kondisi tersebut tidak banyak
disadari oleh parapihak (stakeholders), dikarenakan belum tersedianya data
informasi kuantitatif tentang nilai-nilai (manfaat dan fungsi) kawasan mangrove
Muara Angke. Oleh karena itu penilaian terhadap nilai ekonomi total (Total
142
Economic Value) kawasan mangrove Muara Angke dapat dipergunakan sebagai
masukan bagi pemangku kepentingan dalam mewujudkan pengelolaan mangrove
Muara Angke berkelanjutan.
Pengertian nilai atau value, khususnya yang menyangkut barang jasa yang
dihasilkan oleh sumberdaya alam dan lingkungan, bisa berbeda, tergantung sudut
pandang ilmu yang digunakan. Dari sisi ekologi, nilai dari hutan mangrove bisa
berarti pentingnya hutan mangrove sebagai tempat reproduksi spesies ikan
tertentu atau untuk fungsi ekologis lainnya. Dari sisi teknik, nilai hutan mangrove
bisa berarti sebagai pencegah abrasi dan banjir. Perbedaaan konsep nilai tersebut
dapat menyulitkan pemahaman mengenai pentingnya suatu ekosistem. Oleh
karena itu diperlukan suatu persepsi yang sama untuk penilaian ekosistem tersebut
(Fauzi 2004).
Hutan mangrove sebagai suatu ekosistem memiliki multi manfaat yang
sangat berguna bagi kehidupan manusia dan lingkungannya. Manfaat hutan
mangrove dikawasan Muara Angke bisa di kelompokkan menjadi beberapa
kategori, yaitu direct use value (manfaat langsung), inderect use value (manfaat
tidak langsung, option value (nilai manfaat pilihan) dan bequest value (nilai
manfaat pewarisan). Kawasan hutan mangrove Muara Angke Jakarta merupakan
kawasan hutan mangrove yang pengelolaannya berada di bawah Kementrian
Kehutanan dalam hal ini adalah Balai Konservasi Sumberdaya Alam DKI Jakarta
dan Dinas Kehutanan dan Pertanian DKI Jakarta. Areal Suaka Margasatwa Muara
Angke dan Taman Wisata Alam Angke Kapuk berada dibawah pengelolaan
Kementrian Kehutanan, sedangkan yang masuk kedalam pengelolaan Dinas
Kehutanan DKI Jakarta adalah Kawasan Hutan Lindung, Areal Pembibitan,
kawasan Jalur Hijau dan jalan tol.
Disamping kawasan hutan mangrove, terdapat areal tambak (150,30 ha)
yang terdiri atas tambak BRKP-KKP (Balai Riset Kelautan dan Perikanan-
Kementrian Kelautan dan Perikanan) (57,30 ha) dan tambak masyarakat (93,00
ha). Kawasan tambak ini masih aktif dikelola untuk budidaya ikan bandeng
(Chanos chanos) dan hasil ikutan udang alam (Penaeus sp) dan ikan mujair.
143
5.2 Profil Responden
5.2.1 Responden CVM (Contingent Valuation Method)
Dalam pendekatan CVM yang dilakukan untuk melakukan estimasi
penilaian barang lingkungan non market khususnya di kawasan mangrove DKI
Jakarta dengan melibatkan responden sebanyak 130 orang. Responden dengan
jenis kelamin laki-laki sebanyak 102 orang atau sebanyak 78%, sedangkan
perempuan sebanyak 28 orang (12%). Responden merupakan kepala keluarga
dalam rumah tangga masyarakat yang tersebar Kelurahan Penjaringan, Tegal
Alur, Kamal Muara, Pluit, dan Kapuk Muara, Kecamatan Penjaringan,
Kotamadya Jakarta Utara. Kriteria responden yang digunakan adalah responden
yang menjadi warga di Kecamatan Penjaringan khususnya warga di keluruhan
tersebut di atas. Responden merupakan kepala rumah tangga dalam sebuah rumah
tangga yang tidak terbatas pada jenis kelamin lak-laki. Rumah tempat tinggal
responden mulai dari responden dengan jarak rumah dengan terdekat dengan
pantai Teluk Jakarta hingga warga masyarakat dengan jarak yang relatif jauh dari
pantai teluk Jakarta. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauhmana
kesediaan untuk membayar (Willingness To Pay) dan WTA (Willingness To
Accept) warga masyarakat atas keberadaan fungsi jasa ekosistem mangrove
Jakarta dimana memiliki nilai tidak hanya tangible tetapi juga intangible seperti
penjerap dan penyerap polutan, mengurangi laju abrasi pantai, mengurangi
dampak rob/gelombang pasang dan mengurangi intrusi air laut.
Tingkat pendidikan responden bervariasi dari mulai SD hingga perguruan
tinggi. Dari hasil penelitian responden dalam penelitian ini memiliki tingkat
pendidikan SD/MI sebanyak 32,25%, SLTP/MTs sebanyak 35,27%,
SMA/SMK/MA sebanyak 47,36%, diploma sebanyak 6,4%, dan perguruan tinggi
sebanyak 1,1% serta responden yang tidak sekolah sebanyak 9,7%. Pendidikan
tingkat menengah mendominasi latar belakang pendidikan responden. Dengan
demikian responden merupakan individu yang cukup logis, relevan, dan rasional
untuk dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini. Umur rata-rata responden
adalah 38 tahun. Usia tersebut merupakan usai matang dan produktif untuk
memberikan jawaban pertanyaan-pertanyaan dari peneliti. Dengan demikian bias
jawaban yang kemungkinan disebabkan oleh umur bisa dikurangi.
144
Gambar 18 Persentase tingkat pendidikan responden.
Pekerjaan responden menunjukkan jenis pekerjaan yang beragam. Dari
hasil penelitian ini latar belakang pekerjaan responden paling banyk berprofesi
sebagai pedagang/wirausaha sebanyak 42% dari jumlah responden. Kemudian
disusul pekerjaan petani/nelayan/kuli bangunan sebanyak 17% dengan dominansi
pekerjaan di sektor perikanan sebagai nelayan dengan pekerjaan sambilan sebagai
kuli bangunan. Responden yang berprofesi sebagai ibu rumah tangga sebanyak
15%, karyawan swasta sebanyak 16%, pegawai negeri sipil sebanyak 6%, dan 4%
freelance. Pekerjaan responden akan memberikan pengaruh pada besaran dari
nilai WTA dan WTP seseorang. Berdasarkan latar belakang responden dalam
penelitian ini menunjukkan keberagaman latar belakang responden memang
dengan profesi sebagai pedagang/wirausaha mendominasi dari latar belakang
pekerjaan responden.
145
Gambar 19 Pekerjaan responden.
5.2.2 Responden TCM (Travel Cost Method)
Responden TCM merupakan responden pengunjung wisata mangrove DKI
Jakarta di Teluk Jakarta. Respoden ini merupakan pengunjung di wisata mangrove
TWA Angke Kapuk, Suaka Margasatwa Muara Angke dan Ekowisata Tol
Sudyatmo. Jumlah responden sebanyak 90 orang dengan jumlah responden untuk
setiap wisata mangrove DKI Jakarta sebanyak 30 orang. Rata-rata umur
responden adalah 34 tahun. Usia tersebut merupkan usia sangat produktif dan
matang sehingga responden sangat memahami setiap pertanyaan dan memberikan
jawaban secara rasional.
Secara umum pengunjung berasal dari Jabotabek dengan persentase
pengunjung berasal dari Jakarta sebanyak 67% berasal dari Jakarta (Dominan
Jakarta Utara), kemudian disusul Tangerang dan Bogor berturut-turut sebanyak
11% dan 10% dan Bekasi dan Depok berturut-turut masing-masing sebanyak 8%
dan 4%.
5.2.3 Profil Wisata Mangrove DKI Jakarta
Keberadaan mangrove di teluk Jakarta telah menjadi salah satu tujuan
wisata Jakarta khususnya Jakarta Utara. Mangrove mampu memberikan atraksi
146
alam yang menarik bagi masyarakat sehingga banyak masyarakat yang ingin
mengunjungi dan menyaksikannya. Pemanfaatan kawasan hutan mangrove Teluk
Jakarta sebagai kawasan wisata yang terbuka untuk umum terletak di TWA
Angke Kapuk, Suaka Margasatwa dan Kawasan Ekowisata Tol Sudyatmo.
Keberadaan hutan lindung dan suaka margasatwa mangrove yang telah
dikembangkan menjadi kawasan wisata alam belum Angke Kapuk cukup dikenal
oleh masyarakat se-Jabodetabek. Kebanyakan masyarakat yang mengetahui
keberadaan mangrove tersebut adalah masyarakat sekitar pesisir/pantai teluk
Jakarta, pemerhati mangrove, pelajar sekolah, dan masyarakat dari kalangan
akademisi. Dari hasil penelitian menunjukkan masyarakat Jakarta yang
melakukan kunjungan wisata ke kawasan ini berasal dari Jakarta Utara. Hanya
sebagian kecil berasal dari Jakarta Barat dan wilayah Jakarta lainnya. Namun
kunjungan wisata yang berasal dari kota-kota sekitar Jakarta seperti Bogor,
Bekasi, Tangerang, dan Depok relatif banyak. Pengunjung dari Bogor kebanyakan
kalangan akademisi atau mahasiswa yang melakukan field trip, penelitian dan
pengamatan mangrove, sedangkan pengunjung lainnya adalah kalangan pelajar
dan orang yang ingin melakukan kegiatan refreshing dan berwisata mangrove.
Taman Wisata Alam Angka Kapuk merupakan salah satu kawasan
mangrove dengan status kawasan milik Kementrian Kehutanan yang telah
dimanfaatkan sebagai salah satu kawasan untuk tujuan wisata. Saat ini kawasan
ini pengelolaannya diberikan kepada PT. Murindra Karya Lestari melalui
mekanisme ijin pinjam pakai kawasan untuk pengembangan dan pemanfaatan
wisata alam mangrove. Kawasan TWA Angke Kapuk telah menjadi salah satu
kawasan pengembangan ekowisata mangrove yang sangat menarik dan
profesional. Pengelolaan kawasan oleh pihak swasta menjadikan kawasan ini
salah satu tujuan wisata di Jakarta khususnya Kotamadya Jakarta Utara.
147
Gambar 20 Tingkat pendidikan responden TWA Angke Kapuk.
Responden dalam TCM ini memiliki umur rata-rata 32 tahun. Asal
pengunjung kebanyakan dari Jakarta. Tingkat pendidikan responden pengunjung
wisata TWA Angke Kapuk terbanyak dengan latar belakang pendidikan sarjana.
Dari gambar 20 menunjukkan bahwa latar belakang pendidikan responden cukup
representatif dan menunjukkan dominansi pada responden dengan tigkat
pendidikan yang cukup baik. Hal ini akan menghasilkan data yang disebabkan
oleh bias pendidikan akan tereduksi.
PT Murindra Karya Lestari telah menginvestasikan banyak uang untuk
menyulap dan merekonstruksi ulang menjadi kawasan wisata yang sangat
memadai dan dilengkapi berbagai sarana dan prasarana penunjang kegiatan
wisata. Kawasan ini menyediakan fasilitas tidak hanya obyek pemandangan alam
saja tetapi dilengkapi fasilitas seperti camping ground, auditorium, villa, wisata
air (dayung, kayak dan perahu karet). Wisata ini juga dilengkapi dengan fasilitas
masjid, mushola, arena bermain bagi anak-anak, dan fasilitas ruang outbond serta
kantin.
148
Tabel 47 Fasilitas dan sarana prasarana penunjang wisata mangrove DKI Jakarta
Fasilitas TWA Angke
Kapuk
Suaka
Margasatwa
Muara Angke
Ekowisata Tol
Soedyatmo
Hutan
Lindung
Tempat ibadah ada (masjid dan
mushola) Tidak ada tidak ada
Tidak
ada
Tempat Parkir
ada sangat
memadai untuk
parkir dalam
jumlah yang banyak
Tidak ada.
Berhadapan
langsung
dengan jalan raya
ada sangat memadai
untuk parkir dalam
jumlah yang banyak
Tidak
ada
Toilet
ada. Dalam
jumlah yang
relatif banyak
ada. Cuma 1
bangunan saja
ada. Cuma ada 1
bangunan saja
Arena bermain anak-
anak
ada. cukup
memadai dan
menarik
tidak ada tidak ada Tidak
ada
Kawasan untuk
bersantai dan istirahat ada Ada Ada
Tidak ada
Outbond
tidak ada.
Namun
diberikan izin dan terdapat
lokasi untuk
outbond dengan luasan yang
relatif besar
Tidak ada
tidak ada. Namun diberikan izin dan
terdapat lokasi untuk
outbond dalam luasan
yang terbatas
Tidak
ada
Gapura/Pintu Gerbang Ada Ada Ada Tidak
ada
Papan Petunjuk
informasi Ada Ada Ada
Tidak
ada
Penginapan
ada. Sangat
memadai dan
sangat bagus
dsalam bentuk
villa dan cottage
Tidak ada Tidak ada Tidak
ada
Camping ground
ada. Dalam bentuk
bangunan
permanen
Tidak ada
ada. Tidak dalam bentuk permanen dan
pengelola juga tidak
menyediakan
penyewaan tenda
Tidak
ada
Kantin/restoran Ada Tidak ada
Tidak ada, tetapi
terdapat pedagang kaki
lima
Tidak
ada
Jembatan pengamatan
ada. Skaligus sebagai jalan
menuju
camping ground
yang di bagian di atas air
ada tapi dalam
kondisi rusak
ada dalam kondisi yang
sangat baik
Tidak
ada
Wisata/olahraga air
(kayak, perahu)
ada. Berbagai
jenis perahu dan
kayak
Tidak ada Tidak ada Tidak
ada
Wisata pemancingan tidak ada Ada Ada Tidak
ada
Harga Tiket
Tertinggi (Rp.
10.000 dengan komposisi Rp.
8000 PT
Murindra dan
Rp. 2000 untuk BKSDA)
sedang (Rp.
3500) Murah (Rp. 500)
Tidak
ada
Wisata pendidikan Ada Ada Ada Ada
149
Fasilitas TWA Angke
Kapuk
Suaka
Margasatwa
Muara Angke
Ekowisata Tol
Soedyatmo
Hutan
Lindung
(Penanaman mangrove,
pengamatan burung dan
satwa)
Sumber: data primer
Kawasan TWA Angke Kapuk yang telah dikembangkan dan dikelola oleh
PT. Murindra Karya Lestari juga dilengkapi dengan jalur wisata pengamatan
burung, jalur pengamatan mangrove, dan mangrove jungle tracking. Dengan
demikian fasilitas dan layanan jasa pariwisata yang disajikan oleh PT. Murindra
Karya Lestari untuk pengembangan dan pemanfaatan lestari TWA Angke Kapuk
melalui pariwisata sangat lengkap dan memadai. Wajar bilamana harga tiket
relatif lebih mahal dibandingkan dengan kawasan wisata mangrove di teluk
Jakarta lainnya (Suaka Margasatwa dan Ekowisata Tol Sedyatmo).
Lokasi TWA Angke Kapuk yang sangat dekat dengan hunian mewah
Pantai Indah Kapuk mendorong tingginya kunjungan wisata ke lokasi ini.
Kawasan ini banyak dijadikan sebagai tujuan dan lokasi olahraga bagi masyarakat
TWA Angke Kapuk. Hal ini bisa dilihat dari persepsi responden terhadap
keberadaan TWA Angke Kapuk (Gambar 21).
Gambar 21 Persepsi responden terhadap lokasi wisata TWA Angke Kapuk.
Dari persepsi responden menunjukkan cukup baik dimana sejumlah 19
responden menyatakan persepsi mengenai lokasi wisata TWA Angke Kapuk
menarik dan sebanyak 5 responden menyatakan persepsi sangat menarik. Hal ini
wajar dan sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa fasilitas, desain, dan atraksi
150
alam yang ditawarkan oleh TWA Angke menarik untuk dikunjungi dan dilihat
lagi. Hal ini didukung oleh pernyataaan responden dalam penelitian ini
menunjukkan ketertarikannya untuk mengunjungi lagi pada kesempatan waktu
yang lain.
5.2.4 Ekowisata Tol Soedyatmo
Responden di lokasi wisata ini sebayak 30 orang. Pengunjung lokasi
wisata ini yang menjadi responden kebanyakan berasal Jabodetabek dengan
pengunjung dominan berasal dari Jakarta. Umur rata-rata responden adalah 37
tahun. Umur tersebut merupakan usia produktif dan matang dalam berpikir dan
bertindak sehingga dimungkinkan responden akan memberikan jawaban yang
cukup rasional dan obyektif.
Ekowisata Mangrove Tol Soedyatmo merupakan salah satu kawasan
mangrove yang dikembangkan sebagai salah satu obyek tujuan wisata di beberapa
ruas jalan tol Soedyatmo. Kawasan ini dikelola oleh Dinas Pertanian, Kehutanan,
dan DKI Jakarta. Kawasan ini menawarkan atraksi alam berupa vegetasi
mangrove dengan berbagai jenis. Kawasan ini memiliki kondisi yang cukup baik.
Salah satu lokasi yang menarik di kawasan wisata ini adalah jembatan
pengamatan mangrove yang mengitari mangrove di sekitar kawasan ini yang
bersebelahan dengan tol Soedyatmo. Di kawasan ini vegetasi mangrove tumbuh
dengan sangat baik dengan teknik Guludan yang ditanam di atas air tergenang
atau bekas tambak. Sebagian lagi vegetasi mangrove tumbuh dengan baik di
sepanjang jalur pejalan kaki di dalam kawasan ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas dan pengelola Ekowisata
Tol Soedyatmo bahwa para pengunjung Ekowisata Tol Soedyatmo kebanyakan
dengan tujuan untuk memancing ikan di sekitar guludan-guludan dan mangrove.
Hampir sedikit sekali wisatawan yang benar-benar melakukan kunjungan dalam
rangka menikmati sajian wisata alam mangrove. Namun dalam penelitian ini latar
belakang responden berasal dari kalangan akademisi yang melakukan kunjungan
lapangan ke mangrove, sehingga tingkat pendidikan responden dalam penelitian
dengan menggunakan metode TCM kebanyakan dengan latar belakang tingkat
pendidikan sarjana (Gambar 22).
151
Gambar 22 Tingkat pendidikan responden TCM di Ekowisata Tol Soedyatmo.
Fasilitas dan sarana prasarana penunjang wisata ini kurang memadai dan
tidak lengkap seperti TWA Angke Kapuk. Fasilitas dan sarana prasarana di lokasi
ekowisata ini hanya sebatas jembatan pengamatan, WC/toilet dengan jumlah
terbatas dan tidak memiliki kantin. Penjaja makanan dan minuman hanya
ditawarkan oleh pedagang kaki lima. Lokasi wisata ini juga menyediakan tempat
untuk dijadikan arena outbond dan camping ground, meskipun tidak menyediakan
fasilitas outbond dan camping.
Gambar 23 Persepsi responden terhadap lokasi wisata Ekowisata Tol Soedyatmo.
Persepsi responden terhadap lokasi wisata ini sangat baik. Hal ini
dicerminkan dari hasil wawancara dengan respoden sebanyak 14 orang
menyatakan persepsi kawasan wisata ini menarik dan 11 responden menyatakan
sangat menarik (Gambar 23). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh murahnya
152
harga tiket masuk ke kawasan ini hanya sebesar Rp. 500, tetapi mendapatkan
sajian atraksi alam yang cukup menarik. Selain itu, fasilitas juga cukup tersedia
dengan baik. Meskipun sangat berbeda jauh dengan fasilitas sarana prasarana
yang disediakan pengelola TWA Angke Kapuk.
5.2.5 Suaka Margasatwa Muara Angke
Suaka Margasatwa Muara Angke merupakan salah satu kawasan lindung
dibawah pengelolaan BKSDA DKI Jakarta. Kawasan ini tidak banyak pengunjung
yang datang karena kondisi dan fasilitas penunjang kegiatan pariwisata sangat
terbatas. Kawasan ini juga dalam kondisi yang sangat buruk dimana
membutuhkan rekonstruksi dan rehabilitasi bangunan.
Lokasi kawasan ini yang berhadapan langsung dengan jalan raya
menjadikan kawasan ini kurang diminati oleh pengunjung. Kawasan ini juga tidak
memiliki lokasi parkir kendaraan bermotor bagi pengunjungnya sehingga mampu
mempengaruhi persepsi dan motivasi masyarakat untuk mengunjunginya. Selain
itu, kawasan suaka margasatwa Angke Kapuk yang bersebelahan dengan sungai
Angke juga tercium bau tidak sedap. Polusi udara di sekitar kawasan ini juga
mempengaruhi masyarakat untuk datang mengunjunginya.
Gambar 24 Tingkat pendidikan responden TCM Suaka Margasatwa Muara Angke.
Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas dan pengelola Suaka
Margasatwa Muara Angke bahwa pengunjung dalam 3 tahun terakhir semakin
menurun jumlahnya. Hal ini disebabkan oleh semakin rendahnya kualitas wisata
153
Suaka Margasatwa Muara Angke. Minimnya dana pemeliharaan dan pengelolaan
menjadikan kawasan ini kondisinya semakin memburuk.
Banyak bangunan yang sudah rusak dan rapuh. Pada beberapa titik juga
membahayakan para pengunjung untuk menikmati lokasi wisata ini. Apalagi
ditambah kondisi lingkungan sekitar. Hal yang sangat menganggu kenyamanan
pegunjung lokasi ini adalah polusi udara yang ditandai dengan bau tidak sedap
dari Sungai Kali Angke. Sungai Angke yang berwarna hitam dan ditutupi oleh
sampah pada permukaannya mengurangi nilai estetika dari lokasi ini. Hal ini pada
akhirnya akan mempengaruhi persepsi pengunjung terhadap lokasi ini.
Gambar 25 Persepsi responden terhadap lokasi wisata Suaka Margasatwa
Muara Angke.
Hasil wawancara dengan petugas dan pengelola kawasan wisata ini juga
sesuai dengan hasil wawancara dengan responden dalam penelitian ini yang
tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Gambar 24. Responden di kawasan
wisata ini memberikan penilaian yang relatif rendah. Hal ini ditunjukkan dengan
jawaban persepsi responden yang menyatakan lokasi wisata ini hanya “biasa
saja”, sebaliknya responden tidak ada satupun yang menyatakan ketertarikannya
terhadap lokasi wisata ini (Gambar 25).
5.3 Analisis Nilai Ekonomi Total
Nilai ekonomi total kawasan mangrove Muara Angke, merupakan jumlah
dari keseluruhan nilai penggunaan langsung, nilai penggunaan tidak langsung.
Dan nilai non-penggunaan. Nilai penggunaan langsung meliputi nilai pemanfaatan
154
ikan, cacing, wisata alam, obat-obatan. Nilai penggunaan tidak langsung adalah
nilai pemijahan, nilai penahan abrasi, penahan interusi, serta nilai penyerapan
karbon. Sedangkan nilai non penggunaan adalah nilai keberadaan.
5.3.1 Direct Use Value (Nilai Manfaat Langsung)
Nilai ekonomi langsung/direct use value adalah sumberdaya mangrove
yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasar atau
kebutuhan ekonomi, misalnya untuk memenuhi kebutuhan ikan masyarakat, kayu
bakar, pangan, obat-obatan dan pendapatan berupa uang. Lokasi survei untuk
mengetahui estimasi nilai manfaat langsung dari kawasan hutan mangrove Muara
angke adalah: Hutan Lindung Angke, Suaka Margasatwa, Tol Sedyatmo, Taman
Wisata Alam, Arboretum, Transmisi PLN dan Cengkareng Drain dengan luas
total 327,7 ha.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa manfaat langsung yang
dihasilkan dari kawasan hutan mangrove Muara Angke saat ini adalah
pemanfaatan cacing, ikan dan kepiting, memancing, wisata serta pendidikan dan
penelitian, serta tambak bandeng dengan hasil ikutan udang alam. Estimasi nilai
total pemanfaatan langsung di kawasan hutan mangrove Muara Angke adalah
Rp. 19.103.256.000. Rincian untuk masing-masing bentuk pemanfaatan disajikan
pada penjelasan dibawah ini.
a. Pemanfaatan Cacing
Pemanfaatan cacing di kawasan hutan mangrove Muara Angke hanya
ditemukan pada lokasi Hutan Lindung Angke. Metode yang dipergunakan untuk
menghitung estimasi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan hutan mangrove Muara
Angke sebagai tempat mengambil cacing adalah metode penghitungan nilai pasar
aktual. Jenis cacing yang dimanfaatkan adalah cacing laut yang akan
dimanfaatkan sebagai umpan memancing. Jumlah pencari cacing yang
diwawancara adalah 6 orang, dengan hasil tangkapan 1,75 gelas/orang/hari setara
dengan 70 cup/orang/hari, dengan frekuensi penangkapan cacing setiap hari.
Harga untuk satu cup cacing adalah Rp. 2000, yang dijual kepada para
pemancing. Dengan mengalikan jumlah cacing yang diambil selama satu tahun
155
dengan harga cacing maka diketahui estimasi nilai ekonomi dari pemanfaatan
cacing di kawasan hutan mangrove Muara Angke sebesar Rp. 306.600.000/tahun
atau Rp. 6.849.866/ha/tahun. Perhitungan secara terperinci bisa dilihat pada
lampiran 3.
b. Pemanfaatan Ikan dan Kepiting
Sama halnya dengan pemanfaatan cacing, pemanfaatan ikan dan kepiting
di kawasan hutan mangrove Muara Angke hanya terdapat di lokasi sekitar Hutan
Lindung Angke. Metode yang dipergunakan untuk menghitung estimasi nilai
ekonomi pemanfaatan kawasan hutan mangrove Muara Angke sebagai tempat
pemanfaatan ikan dan kepiting adalah metode penghitungan nilai pasar aktual.
Jumlah nelayan yang diwawancara sebanyak 4 orang dengan hasil tangkapan ikan
rata-rata sebanyak 1,5 kg/hari dengan frekuensi penangkapan ikan setiap hari.
Jumlah pencari kepiting yang diwawancarai sebanyak 2 orang dengan hasil
tangkapan rata-rata 6 ekor (1,2 kg)/orang per hari dengan frekuensi penangkapan
setiap hari. Harga jual ikan adalah Rp.20.000/hari sedangkan harga kepiting
adalah Rp.35.000/kg. Dengan mengalikan jumlah ikan dan kepiting yang
diperoleh selama satu tahun, maka dapat diketahui estimasi nilai ekonomi
pemanfaatan ikan dan kepiting dari kawasan hutan mangrove Muara Angke
sebesar Rp. 74.460.000/tahun atau Rp.1.663.539/ha/tahun. Perhitungan secara
terperinci bisa dilihat pada Lampiran 4.
c. Pemanfaatan Untuk Memancing
Pemanfaatan kawasan hutan mangrove Muara Angke untuk tempat
memancing ikan hanya ditemui di lokasi Tol Sedyatmo. Metode yang
dipergunakan untuk menghitung estimasi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan
hutan mangrove Muara Angke sebagai tempat memancing adalah Travel Cost
Method (Biaya Perjalanan). Kegiatan memancing dilakukan di kolam-kolam yang
ada di areal Tol Sedyatmo yang dikelola oleh masyarakat. Jumlah kolam tersebut
adalah 10 unit, dengan jumlah rata-rata pemancing 3 orang pada hari biasa,
sedangkan jumlah pemancing pada hari libur berjumlah 6 orang. Harga tiket rata-
rata untuk mesuk ke pemancingan tersebut adalah Rp. 10.000. Mayoritas
156
pemancing berasal dari sekitar Kecamatan Penjaringan, dengan moda transportasi
yang digunakan sepeda motor. Rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh para
pemancing adalah Rp.18.000/satu kali memancing. Estimasi nilai ekonomi di
duga dengan cara mengalikan jumlah pemancing dalam satu tahun dengan
pengeluaran/biaya yang dikeluarkan oleh pemancing. Berdasarkan perhitungan
tersebut diperoleh estimasi nilai ekonomi kawasan hutan mangrove Muara Angke
sebesar Rp. 393.120.00 per tahun atau Rp.4.116.440/ha/tahun. Perhitungan secara
terperinci bisa dilihat pada Lampiran 5.
d. Pemanfaatan untuk Wisata
Kawasan hutan mangrove Muara Angke yang dimanfaatkan untuk wisata
berlokasi di Tol Sedyatmo dan Taman wisata Alam (TWA). Metode yang
dipergunakan untuk menduga estimasi nilai ekonomi manfaat kawasan hutan
mangrove Muara Angke sebagai tempat wisata adalah Travel Cost Method
(TCM). Berdasarkan hasil wawancara dengan pihak pengelola, jumlah
pengunjung objek wisata Tol Sedyatmo adalah 12.000 orang pertahun, sedangkan
jumlah pengunjung objek wisata TWA adalah 16.517 per tahun. Mayoritas
pengunjung ke dua objek wisata tersebut berasal dari Jabotabek. Rata-rata jumlah
pengeluaran pengunjung TWA adalah Rp. 97.222/orang/hari, sedangkan rata-rata
pengeluaran pengunjung objek wisata Tol Sedyatmo adalah Rp.
124.433/orang/hari. Pengeluaran-pengeluaran tersebut dipergunakan untuk biaya
tiket, transportasi, makan minum, pendamping, dokumentasi dan biaya
menggunakan atraksi khusus (khusus TWA). Berdasarkan data tersebut diketahui
bahwa estimasi nilai ekonomi kawasan hutan mangrove Muara Angke yang
berlokasi di di TWA adalah Rp.1.605.848.181/ tahun atau Rp.
16.087.439/ha/tahun. Sedangkan untuk objek wisata Tol Sedyatmo adalah Rp.
1.493.200.000 atau Rp. 15.635.602 /ha/tahun. Dengan demikian estimasi nilai
ekonomi total kawasan hutan mangrove Muara Angke dari pemanfaatan wisata
adalah Rp. 3.099.048.181/tahun, atau Rp. 31.723.041/ha/th. Perhitungan secara
terperinci bisa dilihat Lampiran 6.
157
e. Pendidikan dan Penelitian
Kawasan hutan mangrove Muara Angke yang dimanfaatkan untuk
pendidikian dan penelitian berlokasi di Suaka Margasatwa (SM) Muara Angke.
Metode yang dipergunakan untuk menduga estimasi nilai ekonomi manfaat
kawasan hutan mangrove Muara Angke sebagai tempat pendidikan dan penelitian
adalah Travel Cost Method (TCM). Jumlah pengunjung SM Muara Angke pada
tahun 2011 adalah 2.735 orang. Dari jumlah pengunjung tersebut, 99% berasal
dari Jabotabek, sedangkan sisanya berasal dari Jawa Tengah. Biaya untuk tiket
masuk adalah Rp. 3000 per orang/kunjungan, biaya makan dan minum rata-rata
Rp. 15.000 dan biaya transportasi yang diperlukan rata-rata Rp. 15.000 untuk
pengunjung dari Jakarta, Rp. 20.000 untuk pengunjung dari Tangerang, Rp.
25.000 untuk pengunjung dari Bekasi/Depok, Rp. 35.000 untuki pengunjung dari
Bogor dan Rp. 400.000 untuk pengunjung yang berasal dari Jawa Tengah.
Berdasarkan data tersebut diperoleh estimasi nilai ekonomi kawasan hutan
mangrove Muara Angke dari pemanfaatan pendidikan dan penelitian sebesar
Rp. 120.891.250/tahun atau 4.831.785/ha/tahun.
f. Pemanfaatan untuk Tambak
Disamping kawasan hutan mangrove Muara Angke (327,7 ha) juga
terdapat kawasan tambak yang dimanfaatkan sebagai areal budidaya ikan bandeng
dengan hasil ikutan udang alam. Luas tambak yang di kelola oleh BRKP DKP
adalah 57,3 ha dengan jumlah pemilik/pengelola sebanyak 20 orang, sedangkan
luas tambak yang dikelola masyarakat (tambak rakyat) berjumlah 93 ha dengan
jumlah pemilik/pengelola sebanyak 45 orang. Metode untuk menghitung estimasi
nilai ekonomi hutan mangrove Muara angke untuk pemanfaatan tambak adalah
metode pasar aktual. Dengan demikian, estimasi nilai ekonomi dihitung dengan
cara mengalikan keuntungan bersih dari budidaya tambak/ha dengan luasan
kawasan hutan mangrove Muara Angke yang dijadikan sebagai lahan tambak.
Asumsi yang digunakan dalam perhitungan tersebut adalah periode panen
sebanyak 3 kali per tahun, produksi rata-rata bandeng pertahun 458,4 ton untuk
tambak DKP dan 744 ton/tahun untuk tambak milik rakyat. Produksi rata-rata
udang alam dari tambak DKP adalah 111,45 ton/tahun, sedangkan dari tambak
158
rakyat sebanyak 180,89 ton. Harga rata-rata bandeng adalah Rp. 15.000/kg dan
harga rata-rata udang adalah Rp. 50.000/kg. Biaya investasi Rp. 114.666.667/ha
dan biaya operasional Rp. 71.920.000/ha/tahun. Berdasarkan asumsi tersebut
diperoleh estimasi nilai ekonomi manfaat hutan mangrove Muara Angke sebagai
tempat tambak sebesar Rp. 5.541.196.500 untuk tambak DKP dan
Rp. 8.993.565.000 untuk tambak milik rakyat. Dengan demikian estimasi nilai
total dari hutan mangrove Muara Angke dari pemanfaatan sebagai lokasi tambak
adalah Rp. 14.534.761.500.
5.3.2 Indirect Use Value (Nilai Manfaat Tidak Langsung)
Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove adalah manfaat yang tidak
secara langsung dapat memberikan manfaat dalam bentuk uang atau pemenuhan
kebutuhan manusia. Manfaat tidak langsung dari hutan mangrove Muara Angke
yang diukur atau di nilai manfaat ekonominya adalah: manfaat hutan mangrove
sebagai penahan abrasi, penahan intrusi air laut, penyerap karbondioksida,
penjerap (filter) limbah, penyedia unsur hara, spawning dan nursery ground, juga
manfaat hutan mangrove sebagai penghasil oksigen. Berdasarkan hasil
perhitungan estimasi nilai ekonomi manfaat tidak langsung untuk manfaat-
manfaat diatas diperoleh nilai sebesar Rp. 79.732.453.719 per tahun. Rekapitulasi
estimasi nilai ekonomi untuk masing-masing manfaat tidak langsung yang
dihasilkan oleh hutan mangrove Muara Angke disajikan pada Tabel 48-56.
Berikut ini adalah penjelasan tentang estimasi nilai ekonomi dari manfaat tidak
langsung kawasan hutan mangrove Muara Angke secara terperinci.
a. Estimasi Nilai Ekonomi Kawasan Mangrove Muara Angke Sebagai
Penahan Abrasi
Kawasan hutan mangrove Muara Angke yang mempunyai nilai manfaat
sebagai penahan abrasi berada di lokasi Hutan Lindung Angke, Suaka
Margasatwa, TWA dan Cengkareng Drain. Metode yang dipergunakan untuk
menduga nilai ekonomi dari manfaat hutan mangrove sebagai penahan abrasi
adalah replacement cost (biaya pengganti) berupa biaya pembangunan
beton/tembok penahan gelombang yang setara dengan fungsi mangrove sebagai
penahan abrasi. Berdasarkan standar biaya pembuatan tembok pemecah
159
gelombang yang bersumber dari Sub Dinas Pekerjaan Umum Jakarta Utara tahun
2011, biaya pembuatan tembok penahan gelombang adalah Rp. 1.460.000/ meter,