Kolaborasi ; Konsep Dan Implementasi A. Kerjasama Dalam mempercepat penanganan perumahan dan permukiman kumuh, pemerintah tidak dapat bekerja sendiri. Pemerintah dan Pemerintah Daerah membutuhkan kerjasama yang melibatkan semua pihak. Kerjasama yang dibutuhkan adalah kerjasama yang tidak biasa, yakni kerjasama berkesinambungan. Kerjasama diharapkan melahirkan sinergi, baik horizontal (antara Pemda, masyarakat dan dunia usaha) maupun vertikal (antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah). Dibutuhkan penanganan secara bersama-sama karena kekumuhan terbukti melemahkan sendi kehidupan sosial dan menurunkan kualitas kota. Kekumuhan dalam jangka panjang akan menyebabkan penurunan kualitas hidup, setidaknya dari aspek kesehatan, lingkungan dan pendidikan. Tanpa upaya bersama, penanganan kumuh sulit teratasi. Dibutuhkan peran banyak pihak B. Kolaborasi Kerjasama yang berkesinambungan disebut dengan Kolaborasi. Apa sebenarnya makna Kolaborasi? Kolaborasi adalah proses yang mendasar dari bentuk kerjasama yang melahirkan kepercayaan, integritas dan terobosan melalui pencapaian konsensus, kepemilikan dan keterpaduan pada semua aspek organisasi. Sehingga kata kunci dari kolaborasi adalah keterpaduan, atau yang dikenal dengan harmonisasi. C. Kolaborasi sebagai Strategi Negosiasi Kolaborasi berfungsi dalam setiap tahap pengorganisasian. Pada tahap awal kolaborasi bisa merupakan bagian dari strategi negosiasi. 1
13
Embed
4... · Web viewperkembangannya sekarang agak berbeda karena pembangunan membutuhkan peranan minimal 3 pihak, yakni pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah butuh partner.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Kolaborasi ;Konsep Dan Implementasi
A. Kerjasama
Dalam mempercepat penanganan perumahan dan permukiman kumuh, pemerintah tidak dapat
bekerja sendiri. Pemerintah dan Pemerintah Daerah membutuhkan kerjasama yang melibatkan
semua pihak. Kerjasama yang dibutuhkan adalah kerjasama yang tidak biasa, yakni kerjasama
berkesinambungan. Kerjasama diharapkan melahirkan sinergi, baik horizontal (antara Pemda,
masyarakat dan dunia usaha) maupun vertikal (antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah
Daerah). Dibutuhkan penanganan secara bersama-sama karena kekumuhan terbukti melemahkan
sendi kehidupan sosial dan menurunkan kualitas kota. Kekumuhan dalam jangka panjang akan
menyebabkan penurunan kualitas hidup, setidaknya dari aspek kesehatan, lingkungan dan
pendidikan. Tanpa upaya bersama, penanganan kumuh sulit teratasi. Dibutuhkan peran banyak
pihak
B. Kolaborasi
Kerjasama yang berkesinambungan disebut dengan Kolaborasi. Apa
sebenarnya makna Kolaborasi? Kolaborasi adalah proses yang
mendasar dari bentuk kerjasama yang melahirkan kepercayaan,
integritas dan terobosan melalui pencapaian konsensus,
kepemilikan dan keterpaduan pada semua aspek organisasi.
Sehingga kata kunci dari kolaborasi adalah keterpaduan, atau yang
dikenal dengan harmonisasi.
C. Kolaborasi sebagai Strategi Negosiasi
Kolaborasi berfungsi dalam setiap tahap pengorganisasian. Pada tahap awal kolaborasi bisa
merupakan bagian dari strategi negosiasi. Dengan demikian fungsi kolaborasi dalam proses negosiasi
adalah untuk mencapai kesepakatan bersama dari adanya kepentingan yang berbeda-beda dari
pihak-pihak yang sesungguhnya mempunyai kepentingan yang sama atas suatu tujuan. Kolaborasi
menemukan bentuknya apabila telah sampai pada pernyataan ; "Jalan terbaik manakah yang akan
kita tempuh untuk mencapai tujuan bersama".
D. Prinsip, Nilai dan Proses Kolaborasi
Kolaborasi dapat mempercepat terjadinya proses perubahan. Awalnya praktek yang berkembang
dalam pembangunan adalah konfrontasi, kemandirian, kedaulatan, dan kesatuan. Namun dalam
1
perkembangannya sekarang agak berbeda karena pembangunan membutuhkan peranan minimal 3
pihak, yakni pemerintah, masyarakat dan dunia usaha. Pemerintah butuh partner. Konsepnya secara
bertahap; kolaborasi, kompetisi, koneksitas, dan keunggulan. Sukses Kolaborasi didasarkan pada
prinsip-prinsip : 1)meningkatkan hubungan kerja hingga tercapai fase stabil, 2)membantu
menetapkan ketentuan-ketentuan baru, dan 3) memampukan para manajer menggunakan nilai-nilai
kebersamaan dalam pengambilan keputusan. Sedangkan Nilai-nilai Dasar (Values) kolaborasi
meliputi : 1)saling menghormati , 2)penghargaan dan integritas, 3) rasa memiliki dan bersatu, 4)
kesepakatan , 5) hubungan saling percaya, 6)tanggung jawab penuh dan tanggung gugat, 7)
pengakuan dan perkembagan. Kolaborasi sendiri dapat dicapai ke dalam 3 Tahap utama sebagai
Tahapan Proses kolaborasi, yakni :
1. Identifikasi Masalah (Problem Setting)
a menentukan permasalahan,
b mengidentifikasikan sumber-sumber, dan
c Membangun kesepakatan untuk kolaborasi
2. Penentuan rencana (Direction Setting)
a menentukan aturan dasar,
b menyusun agenda kerja dan
c mengorganisasikan sub-sub kelompok.
d Menyatukan informasi yang ada, meneliti pilihan, dan
e memperbanyak persetujuan yang diinginkan.
3. Pelaksanaan (Implementation)
a ketentuan yang telah disepakati dan didorong oleh pihak luar diimplementasikan,
b pelaksanaan persetujuan harus selalu dimonitor berkala
E. Kolaborasi dan Jejaring
Dalam kolaborasi dibutuhkan orang-orang yang berani mengambil peluang dan resiko serta ”open
minded”. Kolaborasi sulit diwujudkan oleh orang-orang yang berpikiran tidak progresif dan
menggunakan manajemen tertutup. Mereka yang telah biasa bekerjasama dan memiliki
interpersonal relathionship yang bagus akan lebih mudah berjaringan dan membangun modal sosial.
Oleh karenanya membangun jaringan adalah prasyarat utama dari kolaborasi. Manajemen jejaring
dalam rangka kolaborasi bermaksud untuk mencapai tujuan bersama secara lebih cepat. Jejaring
penting untuk Kolaborasi karena :
1. merupakan proses aktif membangun dan mengelola hubungan-hubunngan yang produktif,
jejaring hubungan yang luas, kokoh, baik personal maupun organisasi.
2
2. merupakan proses pemeliharaan, penumbuhan serta pengintegrasian kemampuan
kemampuan terpilih, bakat-bakat, hubungan dan partner dengan mengembangkan
kemitraan yang kreatif dan strategis bagi peningkatan kinerja organisasi
F. Akar Persoalan Permukiman Kumuh
Permukiman kumuh adalah wujud dari kegagalan kebijakan, tata-pemerintahan yg buruk, korupsi,
peraturan yang tidak tepat, alokasi lahan yang dikendalikan pasar, sistem pembiayaan yang tidak
responsif dan kurangnya kemauan politik (good will). Segala perencanaan pembangunan yang dibuat
secara tertutup akan mengakibatkan pelaksanaan pembangunan tidak sesuai dengan kebutuhan
masyarakat. Perbedaan pertumbuhan antara Pedesaan dan Perkotaan mengakibatkan kesenjangan
pendapatan bagi penduduknya. Keragaman pertumbuhan inilah yang disebut dengan disparitas
regional.
Disparitas regional merupakan fenomena universal. Di semua negara, disparitas pembangunan
merupakan masalah pembangunan antar wilayah yang tidak merata. Pembagian ekonomi yang tidak
merata ini telah melahirkan masalah sosial-politik. Hampir di semua negara, baik yang menganut
sistem ekonomi pasar maupun ekonomi terpusat, kebijakan pembangunan diarahkan untuk
mengurangi disparitas antar wilayah. Jika dikaitkan dengan kondisi saat ini, terlihat bahwa
pemerintahan saat ini sedang menggalakkan visi untuk membangun dari pinggiran; yaitu dari
perbatasan dan pedesaan.
Pola pembangunan dari pinggiran ditempuh karena pendekatan pembangunan yang menekankan
pada pertumbuhan ekonomi makro cenderung mengabaikan terjadinya kesenjangan pembangunan
antar wilayah. Investasi dan sumberdaya terserap dan terkonsentrasi di perkotaan dan pusat-pusat
pertumbuhan, sementara itu wilayah-wilayah penyangga (hinterland) justru mengalami pengurasan
sumberdaya berlebihan. Sehingga secara makro, ketimpangan pembangunan terjadi cukup signifikan
antara desa-kota dan antara Indonesia bagian barat dengan Indonesia bagian timur, termasuk antara
Jawa-luar Jawa.
Ketidakseimbangan ini merugikan pembangunan dan mengakibatkan ketidakseimbangan
pembangunan antar kawasan, baik dalam wujud buruknya distribusi dan alokasi pemanfaatan
sumberdaya yang menciptakan inefisiensi dan tidak optimalnya sistem ekonomi. Disisi lain potensi
konflik berpotensi meledak di wilayah-wilayah yang tidak tersentuh pembangunan. Wilayah
hinterland menjadi lemah karena pengurasan sumberdaya berlebihan (backwash), yang
3
mengakibatkan akumulasi nilai tambah tertarik ke kota atau pusat-pusat pembangunan secara
massif (Ernan: et al 2009).
Akumulasi pembangunan di pusat-pusat pertumbuhan mendorong terjadinya migrasi penduduk ke
perkotaan, sehingga kota dan pusat pertumbuhan pada gilirannya menjadi “melemah” akibat
berbagai penyakit urbanisasi seperti lingkungan yang tidak sehat, sumpek, polusi, penurunan
kualitas kesehatan, tersebarnya penyakit menular, kriminalitas, peredaran obat-obat terlarang dan
pendidikan anak-anakpun terganggu. Fenomena urbanisasi yang memperlemah perkembangan kota
ini disebut juga dengan over-urbanization dengan berbagai bentuk ketidakefisienan dan
permasalahan seperti munculnya kawasan kumuh (slum area).
G. Cita-cita Pembangunan Kota
Cita-cita pembangunan kota diarahkan pada mimpi Bupati/Walikota, seperti misalnya hendak
membagun warga kotanya yang sehat, mandiri, disiplin, taat azas serta berbudaya maju beradab.
Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana dapat mengembangkan program yang secara efektif,
mendidik dan mencerdaskan warga kotanya? Hanya satu kata kucinya, yakni peningkatan kapasitas
yang memampukan (enabling) masyarakatnya. Memampukan dalam arti memberdayakan.
Persoalannya sekarang adalah bagaimana memberdayakan sebuah kota yang didalamnya terdiri dari
beragam penghuni dan bentuk hunian, termasuk kawasan kumuh.
Sebagaimana disinggung sebelumnya, keberadaan kawasan permukiman kumuh merupakan
ancaman yang serius bagi kesehatan dan kesejahteraan warga kota, bahkan menghambat potensi
produktivitas dan kewirausahaan penduduk yang tinggal dilingkungan tersebut. Agenda 21 dan
4
Potret kawasan kumuh perkotaan ; sebagian besar akibat urbanisasi
Deklarasi Habitat II juga telah menyatakan perlunya pembangunan yang mengedepankan strategi
pemberdayaan (enabling strategy).
Tantangan yang dihadapi dalam penanganan kumuh adalah mengubah mindset Pemda agar
memprioritaskan penanganan kumuh sebagai tujuan strategis pembangunan daerah. Bila perlu
tujuan tersebut secara ekspisit disebut dalam Visi RPJM Daerah. Apalagi orientasi Pembangunan
dewasa ini mulai berubah, menuju pada peningkatan kapasitas manusia (human development).
Pergeseran mindset tersebut dilatarbelakangi oleh pandangan-pandangan berikut :
1. Mengakui realita habitat “kampung kota” dan menatanya, bukannya malah menolak dan
meniadakan
2. Karena Kampung Kota sifatnya “Unik”; Penataan permukiman perkotaan dalam rangka
meningkatkan kualitas permukiman yang ada perlu dilakukan dengan pola yang tepat sesuai
dengan karakter permasalahan di lapangan.
3. Menyelesaikan permasalahan perumahan di kota-kota kita bukanlah sesuatu yang mustahil.
4. Untuk melakukannya, semua pemangku kepentingan pemerintah lokal dan nasional,
lembaga bantuan, LSM pendukung, para ahli serta masyarakat itu sendiri — perlu dilibatkan
dan diberikan ruang untuk bekerja sama dan membangun berbagai solusi yang inovatif. –
Kolaborasi.
Sementara itu di sisi lain ditemukan persoalan dasar permukiman kumuh yang diakibatkan oleh
pembangunan yang terlalu berorientasi pada pertumbuhan sehingga pada gilirannya mengakibatkan
kesenjangan. Persoalan-persoalan dasar yang jamak ditemui akibat pembangunan yang tidak
menegakkan prinsip-prinsip Good Governance adalah :
4. Keamanan dan keselamatan warganya dari resiko bencana dan perubahan cuaca terancam
5. Kurangnya pelayanan sarana / prasarana (sanitasi dan air minum)
6. Lemahnya penegakan hukum, Tata pemerintahan (governance) dan kelembagaan
7. Faktor-faktor sosial-ekonomi (kemiskinan)
8. Kebutuhan kepastian kepemilikan dan administrasi pertanahan
H. Menyatukan Program Sektor
Sejauh ini pemerintah telah melaksanakan penanganan kumuh melalui berbagai program
Kementerian dan Lembaga antara lain Kementerian PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan
5
Rakyat), Kementerian Sosial, Kementerian Koordinator PMK (Pembangunan Manusia dan
Kebudayaan), Kementerian Kesehatan, dan BPN (Badan Pertanahan Nasional). Program-program
tersebut masih berjalan sampai sekarang, hanya saja kementerian yang memfasilitasi berubah
nomenklatur; mengikuti pemerintahan Jokowi-JK. Program-program tersebut tergambar sebagai
berikut :
Gambar 1Program-Program Penanganan Kumuh yang telah dan sedang berjalan
Catatan : Kementerian Perumahan Rakyat sekarang terintegrasi dengan Kementerian PU menjadi Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Koordinator Kesejahteraan Rakyat saat ini berubah nama menjadi Kementerian Pembangunan Manusia dan Kebudayaan mengikuti nomenklatur Pemerintahan Jokowi-JK
Sekian banyak program sektor tersebut harus dipahami sebagai bagian dari program daerah untuk
mencapai visi daerah. Bukan program pusat yang dilaksanakan oleh daerah. Oleh sebab itu, berbekal