digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id 200 BAB IV POLEMIK, DESIMINASI, REKONSILIASI DAN PENERIMAAN TERHADAP IDEOLOGI LDII A. Setting Sosial Keagamaan Masyarakat Kediri Kediri merupakan lahan subur bagi perkembangan agama Islam, yang ditandai dengan banyaknya aliran atau ormas serta tarikat yang tumbuh dan berkembang di Kediri, seperti Nahdlatul Ulama, Muhammadiyah, Wah}idiyyah, serta Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII). Bukan hanya itu, Kediri banyak sekali memiliki pondok-pondok pesantren yang menjadi sumber utama perkembangan Islam. pada kenyataannya masyarakat Kediri cukup agamis. Salah satu indikatornya adalah persebaran tempat ibadah dan kajian keagamaan yang cukup merata. Mengutip dari catatan Drs. Rifa’i, M.Pd.I, Kepala Seksi Penerangan Masyarakat Departemen Agama Kota Kediri, di sekitar Burengan terdapat 55 masjid, 107 langgar, 45 musala, 3 gereja Katolik, 17 gereja Protestan, dan 2 pura/wihara. Tempat peribadatan Hindu sebenarnya masih ada, namun agak jauh dari Burengan, tepatnya di Kecamatan Mojoroto. Di Kota Kediri terdapat 16 pondok pesantren dengan jumlah santri 12.339 orang. Lembaga pendidikan keagamaan lainnya adalah Madrasah Ibtidaiyah (MI) 18 buah dengan 1.246 siswa; Madrasah Diniyah 18 buah dengan 525 siswa; Madrasah Tsanawiyah (MTs) 8 buah dengan 3.707 siswa; 200
124
Embed
200digilib.uinsby.ac.id/6438/9/Bab 4.pdf · Yayasan Perjuangan Wahidiyah dan Pondok Pesantren Kedunglo adalah lembaga pusat kegiatan Wahidiyah yang mempunyai cabang di berbagai wilayah
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Madrasah Aliyah (MA) 5 buah dengan 2.634 siswa; dan 7 buah perguruan
tinggi.1
Berikut setting masyarakat Muslim di Kediri:
1. Masyarakat Sufisme
Sufisme atau mistisisme adalah suatu bentuk pengalaman religious
yang tertinggi dalam ajaran agama Islam, namun sufisme pada
perkembangannya lebih bersifat institusi keagamaan dalam Islam.Institusi
tersebut memiliki tujuan yang sama, yaitu memperoleh pengalaman
keagamaan secara mendalam. Dalam buku Fenomenologi Agama, menurut
Dhavamony mistisisme memiliki ciri-ciri ekstasis, entasis dan teistis.
Ekstasis yang berarti jiwa merasakan dirinya disatukan (itti>h}ad) dengan
kehidupan yang tak terjamah oleh maut,2 sedangkan entasis adalah
terserapnya jiwa kedalam hakikatnya sendiri, semuanyalenyap dan jiwa
melihat dirinya sebagai sesuatu yang satu utuh serta mengatasi segala
dualitas kehidupan duniawi (manunggaling kawula gusti atau wahdatul
wujud).3 Sedangkan teistis adalah sebuah kecintaan akan Tuhan yang
sangat mendalam melebihi segala hal (al-h}u>bb).4
Clifford Geertz mengatakan mistisisme adalah suatu gerakan
metafisika terapan, dan merupakan serangkaian aturan praktis untuk
memperkaya kehidupan batin orang yang didasarkan pada analisa
1 Dikutip dari data Kasi Penerangan Masyarakat Departemen Agama Kota Kediri tahun 2014
2Ajaran Ma’rifatu>llah ini diperkenalkan oleh Imam al-Ghazali, dan merupakan tingkatan tertinggi dari tahapan kesufian yang diajarkannya. Sedangkan al-itti>h}ad diajarkan oleh seorang tokoh sufi semi falsafi yang bernama Abu Yazid al-Bustami.
3Wahda>tal-wuju>ddi perkenalkan oleh sufi falsafi yaitu Al-Hallaj dan Ibnu Arabi, akan tetapi memiliki pendapat yang berbeda mengenai proses dan pengetahuan tentang wahda>tal-wuju>d.
4Marisusai Dhavamony, Fenomenologi Agama (Yogyakarta: Kanisius, 1995), 288.
intelektual atau pengalaman.5 Mistisisme bisa dilakukan secara individu
maupun secara berkelompok. Bila dilakukan secara personal maka aturan
yang diterapkan lebih longgar dari pada mistisisme yang dilakukan secara
berkelompok. Mistisisme yang bersifat individu biasanya dilakukan oleh
masyarakat pedesaan, sedangkan gerakan mistisisme berkelompok
dilakukan di tengah-tengah masyarakat perkotaan.
Perkembangan Sufisme yang terorganisir dan besar di Kediri
dimulai pada awal bulan Juli 1959, ketika KH Abdoel Madjid Ma’roef,
Pengasuh Pesantren Kedunglo, Desa Bandar Lor, Kota Kediri,6 menerima
“alamat ghaib” (istilah yang digunakan KH. Abdul Majid) dalam keadaan
terjaga dan sadar, bukan dalam mimpi. Meskipun Kediri memiliki banyak
kelompok tariqah seperti Shidiqiyah, Naqsabandiyah wa Qadiriyah dan
kelompok sufi yang lain, hanya Wahidiyah yang terbesar dan terorginisir.
Selain itu Wahidiyah memiliki pengaruh yang besar dalam perkembangan
sosial keagamaan masyarakat di Kediri.7
Pada tahun 1964, s}alawat Wah}idi>yyah di Kedonglo diadakan oleh
para kiai dan tokoh agama dari daerah Kediri, Blitar, Nganjuk, Jombang,
Mojokerto, Surabaya, Malang, Madiun dan Ngawi. Acara ini dilaksanakan
selama tujuh hari tujuh malam. Kuliah-kuliah Wah}idi>yyah diberikan
langsung oleh KH. Abdoel Madjid Ma’roef sendiri. Widodo menuturkan:
5 Clifford Geertz, Abangan Santri Priyayi Dalam Masyarakat Jawa (Jakarta: Pustaka Jaya, 1989),
425. 6KH. Latief Majid, Pengasuh Pondok Kedunglo, Wawancara, Kediri , 12 Maret 2014. 7 Wahidiyyah menjadi objek penelitian dalam penelitian ini dikarenakan Kota Kediri merupakan
pusat dari penyebaran ajaran s}alawatWahidiyyah dan memiliki pengaruh yang besar terhadap perkembangan sosial keagamaan di Kota Kediri.
Di dalam acaratahun 1964 diperkenalkan kalimat nida’ “Ya> Sayyi>di> Ya> Rasu>lalla>h”. Untuk melengkapi amalan S}alawat Wah}idi>yyah yang telah ada, kalimat nida’ tersebut dimasukkan dalam lembaran S}alawat Wah}idi>yyah. Lembaran S}alawat Wah}idi>yyah yang berisi tiga rangkaian itu beredar dengan tidak ada perubahan sampai awal tahun 1968.8
Pada tahun 1990, KH. Abdul Latief Madjid mendirikan gedung
untuk SLTP dan SMA dengan menelan biaya lebih dari 1 milyar. Dia
menuturkan:
Biaya pembangunan gedung berlantai dua ini didapat dari para pengamal Wahidiyyah, alumni Pondok Pesantren Kedunglo dan kas pondok pesantren. Seluruh managemen pondok, SLTP dan SMU Wahidiyyah ditingkatkan, sehingga terjalin hubungan timbal balik antara pengamal Wahidiyyah, para alumni pondok, dan pondok pesantren Kedunglo.9
Dengan banyaknya tuntutan dari para pengamal disekitar pondok
pesantren Kedunglo yang menginginkan anaknya memperoleh pendidikan
Wahidiyyah yang masih berusia Sekolah Dasar, akhirnya pada tahun 1996
KH. Abdul Latief Madjid mendirikan Sekolah Dasar (SD).10 KH. Abdul
Latief Madjid menuturkan:
Dengan lebih meningkatnya mutu pendidikan di pondok pesantren Kedunglo, maka pengamal Wahidiyyah tidak ragu lagi untuk menyekolahkan putra-putrinya di TK, SD, SLTP dan SMA Wah}idi>yyah. Santri pondok pesantren Kedunglo semakin lama semakin meningkat dengan pesat,dan sarana dan prasaranapun dicukupi. Santri diharapkan hanya untuk belajar, sebab kebutuhan makan dan minum terorganisir dengan baik dengan terbentuknya katering pondok pada akhir tahun 1996. Sistem yang dianut pondok pesantren Kedunglo menggunakan sistem konvensional atau adat.11
8Widodo, Wawancara, Kediri, 20 Maret 2014. 9KH. Abdul Latief Madjid, Wawancara, Kediri, 23 Maret 2014. 10Moch. Alfian, “Seputar Wahidiyyah”, http://almujahadah-miftahulhidayah.blogspot.com/p/info-
seputar-situs.html, diunduh tanggal 12 Maret 2014. 11KH. Abdul Latief Madjid, Wawancara, Kediri, 23 Maret 2014.
Saat ini telah terbentuk cabang kepengurusan Yayasan Perjuangan
Wahidiyah di 15 propinsi dan ratusan kota dan kabupaten di wilayah
Indonesia. Di luar negeri pun sudah banyak orang yang mengamalkan
Shalawat Wah}idi>yyah seperti di Brunai Darussalam, Malaysia, Australia,
Thailand, Hongkong, Saudi Arabia, Singapura, Amerika, Perancis yang
disebar luasakan oleh para TKI.14 Heri Cahyono mengatakan:
Untuk mencetak kader-kader Wah}idi>yyah sejak dini seperti yang dicita-citakan oleh KH. Abdul Madjid Ma'roef, KH. Abdul Latief Madjid pada tahun 1998 mendirikan pondok pesantren kanak-kanak, yang bertujuan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berwawasan ilmu pengetahuan dan teknologi dan bertaqwa berlandaskan ajaran Islam.15
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin menuntut
SDM (Sumber Daya Manusia) yang berkualitas, pada tahun 1998 KH.
Abdul Latief Madjid mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi
Wahidiyah (STIEWA) dengan jurusan Menejemen dan Akuntansi, dan
pada tahun 2002 mendirikan Sekolah Tinggi Ilmu Syari’ah (STIS) dengan
jurusan Ahwalus Syahsiyah. KH.Abdul Latief Madjid juga ingin
mendirikan Sekolah Tinggi Teknik (STT) dengan jurusan Teknik
Informasi dan Teknik Industri untuk menambah kualitas SDM.16 Widodo
mengatakan:
Pada masa ini pula nama Kedunglo mendapatkan tambahan gelar al-Munaz}z}arah dari pengasuh pengasuh perjuangan Wahidiyahdan
14 Mulyadi, “Universitas Wahidiyyah”, Berita Informasi Baru, http://beritainformasibaru.blogspot.
com/2013/07/universitas-wahidiyah-ponpes-kedunglo.html, diunduh tanggal 14 Maret 2014. 15 Heri Cahyono, Wawancara, Kediri, 20 Maret 2014. 16 Mulyadi, “Universitas Wahidiyyah”, Berita Informasi Baru, http://beritainformasibaru.blogspot.
com/2013/07/universitas-wahidiyah-ponpes-kedunglo.html, diunduh tanggal 14 Maret 2014.
Sahabatnya dengan mengabaikan tradisi intelektual Muslim Abad
Pertengahan yang amat kaya itu sebagai kenaifan belaka.
Di kota Kediri masyarakat tradisionalis diinterpretasikan terhadap
kalangan Nahdlatul Ulama (NU). Padahal NU adalah satu-satunya wadah
untuk menghimpun kekuatan dari seluruh ulama dan cendekiawan muslim
untuk kemajuan Islam dan Bangsa Indonesia.22
Pada hakekatnya, NU dapat dikategorikan sebagai kalangan
moderat yang tidak kaku dalam penafsiran ayat al-Qur’an maupun Hadis.
Mayoritas Ulama NU merepresentasikan dakwahnya dalam lembaga yang
berbentuk pesantren.23 Pondok pesantren yang memiliki perjuangan
Nahdlatul Ulama yang sangat kuat dan militan di kota Kediri adalah
pondok pesantren Lirboyo. Hal ini disebabkan KH. Mahrus Ali, selain
merupakan pengasuh pondok pesantren Lirboyo, dia juga salah satu
22
Keadaan NU yang demikian ini sebagaimana digambarkan oleh Azyumardi Azra, yang menulis sebagai berikut: Akibat bias intelektual itu adalah terdapatnya kecenderungan kuat di kalangan para ahli atau pengamat tentang Islam (baik pada tingkat Indonesia, maupun pada tingkat internasional) untuk lebih memberikan perhatian kepada organisasi-organisasi “modernis” atau reformis. Terdapat banyak sekali kajian yang dihasilkan para ahli dan pengamat tentang organisasi atau kaum modernis atau reformis semacam Muhammadiyah. Bahkan organisasi dan kaum modernis dan reformis ini cenderung mendapat pemberitaan lebih luas dan ekstensif dalam media massa. Karena itu, tidak aneh kalau terdapat complaints dari kalangan “tradisionalis” bahwa media massa di negara-negara Muslim, termasuk Indonesia, semacam memiliki “bias” modernis, dengan mengorbankan kaum “tradisionalis”. Azyumardi Azra, “NU: Islam Tradisional dan Modernitas di Indonesia”, Book Reviw terhadap buku Nahdlatul Ulama: Tradisional Islam and Modernity in Indonesia, Greg Fealy dan Gerg Barton (ed.) dalam Studi Islamika, IV, 4, 1997
23Mujamil Qomar menyebut bahwa dahulu pesantren berfungsi sebagai pusat pendidikan dan penyiaran agama Islam yang bergerak saling menunjang. Kini pesantren ternyata lebih populis dan peka terhadap program-program pembangunan pemerintah maupun masalah-masalah sosial yang menjadi sasaran konsentrasi masyarakat.Namun sejauh ini pesantren-pesantren yang mashur disebut pesantren salaf masih tetap melestarikan model khas pembelajaran bagi santrinya. Keunikan pembelajaran di pesantren dimaksud tidak mengurangi kualitas output santrinya dalam kemahiran membaca teks berbahasa Arab, terutama kitab-kitab klasik. Mujamil Qomar, Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi (Jakarta: Erlangga, 2007), 76.
pendiri Nahdlatul Ulama dan turut membesarkannya.24 Meskipun
demikian pada hakikatnya kelompok fundamentalis di Kediri bukan hanya
NU, tetapi ada Hizbut Tahrir Indonesia, al-Irsyad dan Jama’ah Tabliq.
Akan tetapi NU adalah basis terbesar kaum fundamentalis yang berada di
Kediri.
Pondok pesantren Lirboyo sebagai representasi NU di Kota Kediri
terletak di wilayah Barat dari kota Kediri Propinsi Jawa Timur.
Keberadaannya tidak bisa dilepaskan dari peran Kiai Sholeh Banjarmelati,
mertua dari KH. Abdul Karim (Mbah Manab), pendiri sekaligus
pemimpinnya. Pon. Pes. Lirboyo didirikan pada tahun 1910, dan pada
tahun 1913 di Pon. Pes. Lirboyo didirikan musholla dan masjid untuk
menampung masyarakat sekitar yang telah memeluk agama Islam.25 Hal
ini sebagaimana yang dituturkan oleh Qodir (ketua pondok Lirboyo):
Dahulu kepala Desa Lirboyo menyediakan tanah seluas 1785 M,2
yang dibelinya dari seorang muslim yang tidak tahan dengan lingkungan Desa Lirboyo yang pada waktu itu sebagai sarang rampok dan pencuri. Semenjak Pondok Lirboyo didirikan dengan diawali dibangunnya surau kecil sebagai tempat mengaji para santrinya.26
Pada awalnya pondok Lirboyo menggunakan metode pendidikan
salafi yaitu dengan format pengajian weton sorogan (santri membaca dan
mengulas pelajaran langsung di hadapan kiai) dan bandongan (santri
menyimak dan memaknai kitab sesuai makna yang dibacakan kiai).Namun
seiring dengan perkembangan pondok Lirboyo, pada tahun 1925 Kiai
24Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi tentang Pandangan Hidup Kyai (Jakarta: LP3ES,
Abdul Karim menerapkan sistem klasikal di pondok tersebut. Dari sistem
klasikal ini lahirlah madrasah di pondok pesantren Lirboyo yang dikenal
dengan nama Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien. Firrin (ketua lembaga
bahsal-massa’il pondok Lirboyo) menuturkan:
Madrasah Hidayatul Mubatadi-ien pada mulanya pernah mengalami pasang surut, dikarenakan negara pada waktu itu masih dijajah (1925-1931). Bahkan pada tahun keenam (1931) Madrasah ini pernah mengalami kevakuman selama dua tahun. Pada tahun 1933 KH.Jauhari bersama Kiai Kholil dan Kiai Faqih As’yari dari Sumbersari Pare, menghidupkan kembali Madrasah Hiadayatul Mubtadi’ien. Untuk mendukung kegiatan belajar mengajar setiap santri ditarik 5 sen setiap bulan dan ditangani oleh pengurus pondok pada waktu itu.27
Sepeninggal KH. Abdul Karim 1954, kepemimpinan dilanjutkan
oleh KH. Marzuqi Dahlan (1906-1975) dengan dibantu oleh KH.Machrus
Aly (1907-1985) dengan jumlah santri yang mencapai 2.500.Pada masa
kepemimpinan KH.Marzuqi Dahlan dan KH. Machrus Aly, Pondok
Lirboyo mengalami perkembangan yang pesat, dan semakin terkenal di
seantero wilayah Indonesia.28
Berkat komitmen pemimpin tersebut, Pondok Lirboyo banyak
mengalami kemajuan, diantaranya pada tahun 1958 didirikan Majelis
Musyawarah Madrasah Hidayatul Mubtadi’ien (M3HM), untuk menangani
pelaksanaan musyawarah dan muhafadzah. Selain itu pada tanggal 30
April 1966 didirikan Universitas Islam Tribakti (UIT) yang diresmikan
oleh Menteri Agama, KH. Saifuddin Zuhri pada tanggal 25 Oktober 1966,
27 Firrin, Wawancara, Kediri, 28 Februari 2014. 28Pupuh Fathurrahman, Keunggulan Pendidikan Pesantren; Alternatif Sistem Pendidikan Terpadu
dengan tiga fakultas yaitu, Tarbiyah, Syari’ah dan Dakwah. Bapak Qodir
menuturkan:
Seiring dengan perubahan orientasi perkembangan pendidikan, maka UIT sekarang berganti menjadi IAIT (Institut Agama Islam Tribakti). Bukan hanya itu, pada tanggal 15 Nopember 1966 dibentuk Badan Pembina Kesejahteraan Pondok Pesantren Lirboyo (BPK-P2L), untuk menentukan langkah-langkah strategis dalam kaitannya dengan pelestarian, pembinaan dan kesejahteraan pesantren.29
Secara umum, perkembangan dan pembaharuan yang dinamis di
Pondok Lirboyo ditandai dengan kurikulum pendidikan dan materi
pengajaran yang semakin lengkap, baik dalam pendidikan formal maupun
non-formal. Fasilitas sarana dan prasarana juga semakin lengkap,dan juga
jumlah santri semakin meningkat. Pondok Pesantren Lirboyo hingga kini
masih tetap eksis dengan pendidikan salafnya yang menerapkan sistem
klasikal dan sistem pengajian bandongan.30 Firrin mengatakan:
Sistem klasikal dikelola oleh Madrasah Hidayatul Mubtadi-ien (MHM) dengan tiga tingkatan pendidikan Ibtida’iyah, Tsanawiyah dan Aliyah. Sedangkan sistem pengajian bandongan dilaksanakan oleh beberapa mas}ayikh dan para asatiz}yang membaca bermacam-macam kitab dan boleh dipilih oleh para santri sesuai dengan kemampuannya.31
Selain dua sistem pendidikan di atas, Pondok Pesantren Lirboyo
juga mengelola pendidikan organisasi dan pendidikan ekstra kurikuler.
Pendidikan organisasi adalah untuk mengembangkan bakat para santri,
hingga kelak siap terjun di masyarakat, meliputi belajar berpidato,
memimpin tahlil, khutbah jum’at dan tajh<iz janazah. Selain Pondok
29Qodir, Wawancara, Kediri, 28 Februari 2014. 30 Observasi di Pondok Lirboyo, 16 Maret 2014. 31 Firrin, Wawancara, Kediri, 28 Februari 2014.
Lirboyo menyediakan pendidikan intrakurikuler, ia juga menyediakan
ekstrakurikuler yang meliputi kursus komputer, seni baca al-Qur’an,
bahasa Inggris dan bahasa Arab yang dapat dipilih santri sesuai dengan
minatnya. Selain itu pondok Lirboyo juga menyediakan pendidikan dasar-
dasar jurnalistik dan mengelola majalah bulanan yang bernama “Misykat”
(Media Santri dan Masyarakat). Semua pendidikan ekstrakurikuler itu
telah dilakukan secara rutin, walaupun masih terdapat juga yang secara
temporer, seperti kursus pertukangan, perbengkelan, kepribadian dan lain
sebagainya.32 Qodir mengatakan:
Pada awal berdirinya pondok pesantren Lirboyo, ketika masih diasuh oleh sang Pendiri, KH. Abdul Karim, menerapkan sistem pembelajaran sorogan. Praktek pembelajaran atau pengajaran ini juga berlaku untuk anak cucu beliau, bahkan mereka mendapat pengajaran yang lebih ketat langsung dari beliau.Hal ini adalah bentuk perhatiannya kepada santri sekaligus keluarganya.33
Kiai Abdul Karim sangat terampil dalam mengajar,dia
memberikan pengajaran mulai dari pelajaran dasar, diantaranya baca al-
Qur’an, tajwid,aqa’id, tas}rif, dan sebagainya, sebelum pelajaran yang
lebih tinggi. Pengajaran tersebut dia mulai setelah Subuh hingga siang
hari. Di sela-sela pengajian atau pengajaran, dia sering memberikan
nasehat (maw>’id}ah h}asanah) untuk bekal hidup santri dengan lemah
Kiai Manaf (Abdul Karim)sering mengingatkan santri agar tekun belajar. Jika dia mengetahui ada santri yang “nakal”, dia melampiaskan kegundahannya dengan menangis (mengadu kepada
32 Observasi di Pondok Lirboyo,16 Maret 2014. 33 Qodir, Wawancara, Kediri, 28 Februari 2014.
Allah) serta mendoakannya agar lekas diberi petunjuk, bukan mengumpatnya.34 Macam-macam pendidikan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1) Pendidikan berorganisasi
2) Pendidikan Ekstrakurikuler
Kegiatan ekstrakurikuler diadakan oleh Pondok Pesantren
Lirboyo juga untuk menggali bakat-bakat khusus yang dimiliki
seorang santri.Kegiatan ekstrakurikuler yang diadakan berupa kursus
komputer, seni baca al-Qur’an, bahasa Inggris, dan bahasa Arab, serta
diajarkan pula dasar-dasar jurnalistik.35
3) Pondok-pondok Unit dan Cabang
Pondok Pesantren Lirboyo sampai sekarang memiliki sembilan
Pondok Unit, yaitu Pondok Pesantren Haji Mahrus (PPHM), Pondok
Pesatren Putri HM Qur’aniyah (P3HMQ), Pondok Pesantren Putri
Tahfizhil Qur’an (P3TQ), Pondok Pesantren HM Tahap Remaja
(PPHM ANTARA), Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiaat
(P3HM), Pondok Pesantren Haji Ya’qub (PPHY), Pondok Pesantren
HM Al-Mahrusiyah, Pondok Pesantren Darusslam (PPDS), dan
Pondok Pesantren Salafy Terpadu Ar-Risalah.36 Qodir menuturkan:
Pondok Pesantren Lirboyo juga memiliki tiga pondok cabang, yaitu Pondok Pesantren yang berada di Desa Pagung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, lalu Pondok Pesantren
34 Firrin, Wawancara, Kediri, 28 Februari 2014. 35 Tim Lirboyo, “Madrasah Hidayatul Mubatadien”, http://www.pondokpesantren.net/ponpren/
index.php?option=com_content&task=view&id=37, diunduh tanggal 10 Maret 2014. 36Tim Pondok Haji Ya’qub, Sejarah Pondok Unit Lirboyo”, http://www.lirboyo.net/ pesantren
/pondok-unit-lirboyo/ponpes-haji-yaqub-hy/, diunduh tanggal 10 Maret 2014.
Di dalam aktivitas dakwahnya Muhammadiyah berdampingan dan
bersama-sama melakukannya dengan ormas keagamaan yang lain seperti
Nahdlatul Ulama, Wah}idiyyah dan Al-Irsyad. Dengan demikian, ormas
tersebut dapat mencapai fungsinya di masyarakat.42 Hal ini sebagaimana
yang disampaikan oleh Fauzan Saleh (wakil DPM Muhammadiyah Kota
Kediri):
Di Kediri, Muhammadiyah merupakan salah satu ormas keagamaan yang memiliki fungsi untuk meningkatkan peranannya dalam berbagai bidang kehidupan sosial masyarakat. Aktivitas Muhammadiyah Kediri meliputi: bidang keagamaan, bidang pendidikan, bidang sosial, bidang kesehatan, bidang ekonomi, dan bidang budaya. Sampai dengan sekarang PDM Kediri memiliki 7 majelis yang terdiri dari Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran, Majelis Pengembangan Kader dan Sumber Daya Insani, Majelis Wakaf dan Keharta bendaan, Majelis Pembina Kesejahteraan Sosial dan Pengembangan Masyarakat, Majelis Pembina Kesehatan, Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah, serta Majelis Ekonomi.43
Muhammadiyah daerah kota Kediri didirikan dengan tujuan tajdid
(pembaruan), yangmempunyai dasardari surat pengesahan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah No. 48 PMD Tanggal 17 Agustus 1965, dan pada saat itu
aktivitas keagamaan Muhammadiyah di Kediri mendapatkan
legitimasinya, meskipun sebenarnya aktivitas PDM Kediri telah dilakukan
41 Tim Muhammadiyah Kota Kediri, ”Sejarah Muhammadiyah”, http://muhkotakediri. wordpress.
com/organisasi/profil-muhammadiyah/ diunduh tanggal 14 Maret 2014. 42 PDM Kediri, Tanfidz Musyawarah Daerah Muhammadiyah Kota Kediri Tahun 2003, 37-39. 43 Fauzan Saleh, Wakil Ketua PDM Kota Kediri,Wawancara, Kediri, 10 Maret 2014.
sebelum tahun 1965,44 dan pada masa yang akan datang Muhamadiyah
Kota Kediri PDM Kediri terus eksis dalam kehidupan umat Islam di
Kediri.45
PDM kota Kediri telah mendirikan 98 Pimpinan Ranting yang
beranggotakan 10.937 orang. Dari 98 rantingMuhammadiyah baru 66
pimpinan ranting yang memiliki Surat Keputusan PDM, dan 32 pimpinan
ranting lainnya belum memiliki Surat Keputusan PDM.46
Selama ± 37 tahun perjalanannya PDM Kediri telah berhasil
melakukan pembaruan di berbagai bidang yaitu di bidang pendidikan
dengan mendirikan sekolah yang terdiri dari 119 Taman kanak-kanak, 8
44Yang dimaksud ialah pembaruan atau pemurnian sebagai upaya pemeliharan matan (isi) ajaan
Islam yang didasarkan dan bersumber pada al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun pengertian yang lain, ialah peningkatan pengembangan modernisasi, dan pengertian modernisasi, ialah menempatkan tajdid sebagai usaha rasional dalam penafsiran, pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan as-Sunnah. Dikutip dari Abdur Munir Mulkhan, Warisan Intelektual K.H. Ahmad Dahlan dan Amal Muhammadiyah (Yogyakarta: Persatuan, 1990), 215.
45Pimpinan Daerah Muhammadiyah adalah jenjang struktural Muhammadiyah setingkat Kota (district). Dalam level yang lebih tinggi dari Pimpinan Cabang Muhammadiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah mempunyai fungsi koordinatif bagi seluruh Pimpinan Muhammadiyah yang ada di wilayah Kota tersebut, sekaligus juga mengkoordinasikan gerakan dakwah Islamiyah di seluruh wilayah Kota tersebut melalui berbagai bentuk, seperti aktivitas keagamaan, pendidikan, kesejahteraan sosial, kesehatan, dan sebagainya. Dalam melaksanakan gerak dakwah Islamiyah, Pimpinan Daerah Muhammadiyah mempunyai seperangkat pengurus dan lembaga-lembaga yang berfungsi secara praktis untuk melaksanakan program-program Muhammadiyah di tingkat daerah atau Kota.Sebagaimana di ranting dan cabang, proses kaderisasi dalam Pimpinan Daerah Muhammadiyah juga dilakukan secara intensif melalui organisasi-organisasi otonom Muhammadiyah di level daerah yang mempunyai segmentasi tersendiri.Pengambilan keputusan di Pimpinan Daerah Muhammadiyah juga dilaksanakan secara demokratis dalam bentuk permusyawaratan. Permusyawaratan tertinggi ialah Musyawarah Daerah Muhammadiyah yang berfungsi untuk memilih pengurus dalam Pimpinan Daerah Muhammadiyah, strategi dan program dakwah Muhammadiyah di wilayah Kota tersebut, mengevaluasi gerakan dakwah pada periode kepengurusan sebelumnya, dan lain-lain yang penting untuk diputuskan dalam permusyawaratan tersebut. Musyawarah Wilayah Muhammadiyah melibatkan seluruh Pimpinan Cabang dan Ranting Muhammadiyah di wilayah Kota tersebut. Pimpinan Daerah Muhammadiyah dalam melakukan gerakan dakwah juga bekerjasama dengan elemen-elemen lain dalam masyarakat, baik pemerintah daerah setingkat II, organisasi masyarakat lain, LSM, dan sebagainya. Tim Muhammadiyah Kota Kediri,”Tugas Pokok Pimpinan Muhammadiyah”,http://muhkotakediri.wordpress.com /organisasi/jaringan-muhammadiyah/, diunduh tanggal 14 Maret 2014.
46 PDM Kediri, Laporan Tahunan dalam Angka Tahun 2013.
Sekolah Dasar Muhammadiyah, 4 Madrasah Tsnawiyah Muhammadiyah,
2 Sekolah Menengah Atas Muhammadiyah dan 2 Sekolah Menengah
Kejuruan Muhammadiyah47. Selain itu, di bidang kesehatan PDM Kediri
telah memiliki Rumah Sakit Umum PKU Muhammadiyah Kediri sejak
tahun 1966.48
Di bidang keagamaan, aktivitas PDM Kediri sangat variatif.
Keinginannya untuk melakukan pembaruan ditempuh dengan berbagai
macam aktivitas keagamaan, seperti pengajian, pelatihan mubaligh,
pelatihan da’i dan lain-lain. Kapasitas Muhammadiyah sebagai ormas
keagamaan didukung olehperan serta Majelis Tabligh49dan Tarjih50di
bidang keagamaan turut membina warga masyarakat Kediri.
Aktivitas kelompok-kelompok pengajian seperti Baitul Arqam dan
Baitul Arqam II pada hakikatnya merupakan gerakan dakwah IslamAmar
ma’ruf nahi munkar PDM Kediri.51 Dari aktivitas pengajian tersebut
muncul pembagian wilayah daerah Kediri menjadi 3 wilayah dakwah yang
meliputi: Wilayah Kediri bagian Timur, Wilayah Kediri bagian Tengah
dan Wilayah Kediri bagian Barat.Kegiatan dakwah PDM yang rutin
dilakukan ialah pengajian pimpinan dan pengajian muballigh, serta
47Ibid. 48 PDM Kediri, Peran Serta Muhammadiyah Daerah Kota Kediri dalam Era Pembangunan,
(sebuah informasi), (Kediri : PDM, 1989), 12. 49Yang dimaksud ialah gerakan dakwah yang bertugas memberikan pengarahan dan pembinaan
kepada umat dalam hal tuntunan praktis mengenai khitanan, kematian, kelahiran, dan perkawinan dengan penjelasan agama.Dikutip Margono Poespo Suwarno, Gerakan Islam Muhammadiyah, Cet IV (Yoyakarta: Persatuan, 1995), 56.
50 Yang dimaksud ialah pelaksana dan pengakomodir usaha Muhammadiyah dengan memberikan fatwa dan nasehat yang didasarkan pada hukum Islam dan merumuskannya menjadi tuntunan Islam terutama di bidang Tauhid, Ibadah, dan Muamalah, lalu dijadikan pedoman hidup pada anggota dan keluarga Muhammadiyah, Ibid.,58.
51 PDM Kediri, Arsip Laporan PDM Kota Kediri periode 1995-2000, 26.
Muhammadiyah, tetapi juga Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah
salah satu golongan tersebut. LDII memiliki kecenderungan untuk
52Ibid., 25-27. 53 Yudi Wahyudi, Muhammadiyah Daerah Kota Kediri, 1965-1999 (Kajian Terhadap Amal
Usaha) Sebuah Skripsi Fakultas Adab IAIN Sunan Ampel, yang tidak diterbitkan, 38. 54 PDM Kediri, Laporan Muhammadiyah tahun 1995-2000,20. 55Ibid., 12-13.
mempropagandakan kemurnian dalam beragama dengan menggunakan al-
Qur’an dan Hadis yang harus manqul dari sang Ketua yang dulu disebut
Amir.
B. Tahap Pengenalan LDII
Mistisisme Islam yang sudah mentradisi pada akhirnya menimbulkan
resistensi sehingga mengecilkan dukungan terhadap posisi ortodoksi Islam
yang diusung Nur Hasan al-Ubaidah sebagai pihak yang mengaku mewakili
Islam yang paling “benar” atau “sejati”. Darul Hadits yang diperkenalkan Nur
Hasan al-Ubaidah pun ditolak di mana-mana sehingga kehidupan pengikutnya
menjadi terasing di negerinya sendiri. Penolakan terhadap Darul Hadits
karena dikelompokkan ke dalam ortodoksi model Saudi Arabia modern
(Wahabi).56 Meminjam bahasa Quintan, melihat gerakan-gerakan sosial
keagamaan sebagai sesuatu yang rasional dan merupakan manifestasi tindakan
kolektif yang terorganisir, inilah yang disebut Teori Mobilisasi Sumber Daya
(TMSD).57
56Wahabi adalah kelompok puritanisme dalam sejarah Islam atau sejarah Arab. Pada pertengahan
abad ke-18, muncul gerakan pembaruan puritan yang didirikan oleh seorang Najed dari suku ‘Uyainah bernama Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab (w. 1792).Setelah mengembara di Hijaz, Irak, dan Suriah, Ibn ‘Abd al-Wahhab pulang ke tanah air dengan menanamkan pemikiran bahwa Islam, seperti yang dipraktikan oleh umat pada zaman itu, telah mengalami penyimpangan besar-besaran dari praktik ortodok dan teori yang diajarkan oleh Nabi dan Alquran.Kemudian dia menetapkan diri untuk memurnikan ajaran Islam, dan menyelamatkannya ke dalam bentuk ajaran terdahulu yang ketat. Dengan jelas ia mendapatkan ilhamnya dari ajaran Ibn Hanbal yang ditafsirkan oleh Ibn Taymiyah. Dia menjadikan Muhammad bin Su’ud (1765) yang kemudian menjadi pemimpin kecil kawasan Arab Tengah sebagai sekutu dan menantunya. Inilah fenomena pernikahan antara agama dan penguasa.Persekutuan ini berhasil menyebarkan keyakinan agama, dan kekuasaan Ibn Su’ud dengan cepat menyebar ke seluruh jazirah Arab.Para pengikut Ibn ‘Abd al-Wahhab disebut golongan Wahabi oleh lawan-lawan mereka. Philip K. Hitti, History of The Arabs, Ibid., 948.
57 Quintan Wictorowicz, Gerakan Sosial Islam: Teori Pendekatan dan Studi Kasus. Terj. Paramadina (Jakarta: Paramadina, 2012), 31.
Komunitas LDII dipandang sebagai kelompok yang mempunyai
perilaku berbeda dengan masyarakat kebanyakan sehingga dianggap
menyimpang. Perilaku menyimpang sebagai suatu gejala sosial yang selalu
ada dalam perkembangan kehidupan masyarakat perlu dijelaskan. Durkheim,
lewat penelitiannya terhadap perilaku menyimpang bunuh diri, memperoleh
penjelasan bahwa perilaku menyimpang (deviance) muncul karena adanya
anomi dalam masyarakat. Menurut Ritzer anomi adalah suatu kondisi
masyarakat yang di dalamnya tidak ada keleluasaan moral yang cukup, tidak
mempunyai konsep yang jelas tentang perilaku apa yang sesungguhnya tidak
layak dan apa yang dapat diterima. Jary mengatakan bahwa perilaku
menyimpang menurut Durkheim, yang kemudian diikuti oleh Merton, adalah
problem sosial yang muncul dari bentuk-bentuk “patologis” atau “ketidak
normalan” solidaritas sosial, terutama individualisme dan anomi yang
berlebihan.
Terjadinya persinggungan berupa konflik antara nilai agama yang
mapan dengan lingkungan sekitar memunculkan gerakan sempalan yang
bersifat “menolak dunia” atau mungkin juga “berkompromi dengan dunia”.58
O’dea juga menambahkan, bahwa dalam pandangan Wilson, munculnya sekte
atau gerakan sempalan adalah juga dikarenakan kontak agama dengan dunia
58
Menurut Troeltsch, sekte atau gerakan sempalan muncul sebagai akibat dari konflik antara prinsip dan nilai agama Kristen dengan lembaga-lembaga masyarakat yang telah mapan. Thomas F. O’dea, Sosiologi Agama, terjemahan : Tim Yasogama (Jakarta : Rajawali, 1992), 65.
sekitar. Wilson memperluas sekte pada pelbagai agama. Sekte kadang-kadang
dapat menyesuaikan diri menjadi “sekte yang mapan”.59
Turner menyatakan bahwa masyarakat yang berada pada situasi
peralihan akan mengalami krisis sehingga membutuhkan gerakan penguatan
untuk membangkitkan semangat. Gerakan penguatan itu diaktifkan dengan
seluruh peranti yang mampu membangkitkan emosi keagamaan dalam bentuk
ritual. Dengan ritual, gerakan sosial yang sebelumnya biasa-biasa saja menjadi
gerakan atas nama agama dan menjadi kekuatan dahsyat yang mengejutkan.
Di sisi lain, dengan ritual itu anggota masyarakat yang berada dalam dunia
liminal antara ada dan tiada (between and betwixt) bisa memasuki dunia
komunitas yang normal yang gemilang.60
Agama tidak bisa dilepaskan dari sebuah komunitas kepercayaan (atau
disebut pula umat beragama). Namun, ada beragam cara bagaimana komunitas
keagamaan tersebut tersusun atau terorganisir. Dalam melihat hal tersebut,
salah satu teori penting dalam mengklasifikasikan komunitas keagamaan
adalah teori yang dirumuskan oleh Max Weber bersama koleganya, Ernst
Troeltsch.Teori ini memberikan sumbangan penting dalam mengategorikan
komunitas keagamaan sekaligus dalam melihat kontestasi di antara komunitas
tersebut.
59 Terlepas dari perubahan yang ada di dalam diri dan situasinya, mereka itu tetap (meskipun
generasi pendiri mereka telah berlalu) menarik diri dari atau bertentangan dengan masyarakat umum. Ibid., 70.
60Artinya, dalam ritual itu konsepsi yang abstrak menjadi nyata adanya, wilayah yang tidak tersentuh menjadi tersentuh, dan wilayah yang tidak mungkin menjadi mungkin. Bryan S.Turner, Religion And Social Theory (London : Sage Publications Ltd, 1991), 132.
mendorong mereka untuk menjadi denominasi, bahkan kelompok ortodoksi
baru.62
Sebagaimana paparan data sebelumnya, bahwa LDII tidak bisa
dilepaskan dari sosok seorang yang bernama Nur Hasan al-Ubaidah, tokoh
utama dan pendiri pesantren sekitar tahun 1952. nama lengkap tokoh penting
dalam LDII tersebut adalah Nur Hasan al-Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir
bin Irsyad. Lahir di Desa Bangi, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Kediri,
Jawa Timur, pada tahun 1915 (sumber lain menyebutkan tahun 1908). Di
masa kecilnya, Nur Hasan al-Ubaidah mendapat bimbingan keagamaan
langsung dari ayahnya sendiri, H. Abdul Aziz bin Tahir bin H. Isyad. Setelah
beranjak remaja, Nur Hasan al-Ubaidah mulai menuntut ilmu dari satu pondok
ke pondok yang lain, seperti Pedes, Samelo, Perak Jombang, Balong Jeruk,
bahkan pernah mondok di Lirboyo, pesantren terbesar yang menjadi basis dan
dikenal sebagai “Pesantren NU” Pada mulanya sasaran dakwah Nur Hasan al-
Ubaidah adalah keluarganya sendiri, kemudian menyebar luas ke masyarakat.
Momen berharga dari proses dakwah tersebut dimulai dengan baiat kesetiaan
pada Nur Hasan al-Ubaidah sebagai pemimpin oleh para pengikutnya yang
terjadi pada tahun 1941.
Nur Hasan al-Ubaidah kemudian mulai mengajar di Gading Mangu,
Jombang, sebuah desa yang sekarang menjadi lokasi Pesantren Gading Mangu
62Sebuah sekte yang survive, dalam perjalanan sejarahnya biasanya berubah menjadi denominasi.
Dalam sejarah Kristen misalnya, ditemukan sekte seperti Calvinisme dan Metodis yang pada awalnya merupakan sekte, namun belakangantelah berubah menjadi denominasi. Dalam hal status sosial, denominasi sedikit banyak mendapatkan pengakuan dari gereja atau kelompok keagamaan mapan dan selalu menjaga sikap kooperatif dengan pihak gereja. Howard S. Becker, Writing for Social Scientist: How to Start and FinishYour Thesis, Book, or Article (Chicago: University of Chicago Press, 1986), 212.
sekali, dan perpindahan nama itu hanya bersifat politis saja untuk
menyelamatkan diri sebagai ajaran yang dilarang oleh pemerintah ketika itu.64
Nama-nama yang pernah digunakan oleh gerakan social keagamaan
adalah:
a. Jama’ah Qur’an dan Hadits
Setelah pengikutnya semakin banyak, maka sebagai pelaksanaan
dari ketentuan organisasi perkumpulan ini diberi nama “Jama’ah Qur’an
dan Hadits”. Dengan dibentuknya jama’ah ini maka harus ada Amirnya
dan harus berbai’at. Dengan diangkatnya Nurhasan al-Ubaidah sebagai
amir maka detik itu juga secara resmi berdiri “Aliran Islam Jama’ah”,
gerakan ini hanya bertahan kurang lebih 10 tahun lamanya, mereka
berganti nama “Darul Hadits”
b. Pondok Darul Hadits
Setelah organisasi yang masih bersifat sangat sederhana dan hanya
mengurusi pengajian saja, maka pada tahun 1950 berdirilah cabangnya
yang pertama di Burengan – Banjaran – Kota Kediri, tetapi akhirnya
berubah menjadi pusat sampai sekarang. Sedangkan pondok di dukuh
Bangi – Wonomarto – Purwoasri – Kediri tempat awal keberadaanya
sudah musnah, dan sekarang ditempati adik kandungnya yaitu H. Fattah, ia
tidak mengikuti ajaran kakaknya. Nama Darul Hadits ini diambil dari
nama madrasah Nurhasan al-Ubaidah ketika di Makah dulu. Meskipun
gerakan ini sudah berjalan beberapa tahun, namun secara resmi disahkan
64
Mundzir Thohir, BA, Tinjauan Terhadap Keamiran Islam Jama’ah (Skripsi Doktoral lengkap sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana, Fak. Ushuluddin IAIN Sunan Ampel, 1977), 16.
muncul.68 Dibukanya kran demokrasi membuat masyarakat bergerak dan
muncul dalam beragam bentuk: Dalam ceramahnya di hadapan para
peserta rapat koordinasi Bapilu tingkat I/II Golkar Se-Sulawesi pada hari
Mingggu, 21 Maret 1971 dalam rangka kampanye Golkar, tapi yang
disampaikan menyangkut ajaran pokok gerakannya juga.69
f. Lemkari (Lembaga Karyawan Islam)
Gerakan ini sebenarnya adalah gerakan yang bertujuan khusus
untuk orang Islam dibawah Golongan Karya, dengan hal ini maka mereka
bias mengadakan kegiatan-kegiatan yang selaras dan dikehendaki
pemerintah, mereka bias mengadakan kegiatan ke luar dan ke dalam.
Dalam perkembanganya pada tahun 1975 gerakan ini mengadakan
reuni keluarga alumni Pondok Burengan. Maksud utama mengadakan
reuni ini adalah untuk menghimpun kembali serta mengadakan suatu
kekompakan di dalam menyebarkan gerakan Islam Jama’ah di seluruh
Indonesia. Dari rapat reuni itu menghasilkan 4 poin yang kemudian
menjadi cikal bakal LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia),
sebagaimana dikutip dari hasil skripsi Mundzir Thahir, bahwa 4 hal itu
adalah:
1) Lemkari (Lembaga Karyawan Islam) adalah suatu lembaga yang merupakan wadah Aliran Islam Jama’ah di seluruh Indonesia.
2) Menentukan Pusat Lembaga Karyawan Islam Jama’ah seluruh Indonesia di Kediri.
3) Membentuk susunan pengurus Pusat Lemkari dan membentuk Kepala Perwakilan Lemkari
68
Quintan wiktorowicz, Islam Activism An Social Movement Theory. A New Direction of Research, dalam B.A. Roberson (eds) Shaping Current Islamic Reformations (London and Portland: Farank Cass, 2003).
69 Nur Hasyim, Islam Adalah Agama Allah (Bandung: tp, 1971), 4.
4) Membagi 20 daerah perwakilan diseluruh Indonesia, dan tiap-tiap profinsi didirikan satu perwakilan Lemkari.70
g. LDII
Pergantian nama gerakan ini terjadi lagi pada tahun 1990, dalam
forum Musyawarah Besar VI LEMKARI di Jakarta yang memutuskan
nama LEMKARI berubah menjadi LDII. Rudini, menteri dalam negeri
saat itu, mempunyai peran besar dalam proses perubahan nama ini.
Campur tangan pemerintah didasarkan pada beberapa hal. Di samping
karena kesamaan nama antara LEMKARI dengan Lembaga Karatedo
Indonesia yang juga disingkat “LEMKARI”, faktor kerisauan masyarakat
juga diperhitungkan.
Paparan di atas kiranya cukup menggambarkan dari sebuah Social
framing yang pernah digagas Quintan yaitu menjadi landasan moral sebuah
gerakan sosial muncul. Artinya, para aktivis gerakan sosial tidak bisa
meninggalkan akar-akar tradisi, melainkan bahkan menggunakannya secara
efektif.71
Gus Lik, sapaan akrab seorang tokoh NU Kediri asal Jamsaren yang
memiliki pondok pesantren yang berlokasi di dekat Pondok LDII, berjarak
kurang lebih 200 meter dari Pondok LDII, yang sekarang berubah nama
menjadi Pondok wali barokah. Ketika di Tanya soal LDII beliau mengatakan:
LDII itu ngajinya sama saja dengan NU, al-Qur’an dan Hadis yang dipakai pegangan sama, hanya saja mereka punya cara menerjemahkan sendiri, metode penafsiran yang lain. 72
70
Mundzir Thohir, BA, Tinjauan Terhadap Keamiran., 22. 71
Quintan wiktorowicz, Islam Activism An Social Movement Theory., 176. 72 Gus Lik, Wawancara, Kediri, 15 Nopember 2014.
Sementara di sisi lain, beliau mempertayakan soal nasab keilmuan
pendiri LDII, apakah berujunng pada ulama salafi, ataukah wahabi. Karena
dalam buku tebal yang beliau miliki yang didalamnya berisi lengkap ajaran
dan bimbingan bagi warga LDII, tidak tercantum tentang hal tersebut.
Kemudian ketika kami bertanya soal bagaimana dengan pengaruh sepak
terjang LDII terhadap warga masyarakat, terutama warga Kediri, beliau
dengan senyum khasnya memberi jawaban demikian:
“arek-arek kene gak enek sing doyan, biyen tahu gawe nggon nek kene karo cah-cah dirubuhne. Sing doyan roto-roto dudu wong Kediri. Dadi LDII lek dakwah kuwi carane misale iki enek santri sepuluh, cah sepuluh ki ditugasne kon golek jamaah dewe-dewe, misal santri siji dikei tugas golek jamaah sepuluh, tapi yo dibiayai (anak-anak sini tidak ada yang mau, dulu pernah membuat tempat disini tapi dirobohkan. Rata-rata yang mau bergabung itu bukan anak Kediri. LDII itu cara dakwahnya, semisal santri sepuluh, masing-masing santri ditugaskan untuk mencari anggota sepuluh dengan cara dibiayai).73
Kalau masyarakat penduduk asli Kediri, menurut Gus Lik sama-sekali
tidak berminat untuk menjadi pengikut LDII. Jadi mayoritas pengikut LDII
adalah bukan orang Kediri tapi pendatang, dan rata-rata orang awam dalam
hal agama, jadi mudah dipengaruhi dan dibujuk. Karena menurut beliau, dulu
H. Nurhasan Ubaidah memang memiliki ilmu mahabbah (pengasihan) yang
cukup tinggi dan ampuh. Dia punya khadam (pembantu dari bangsa jin) yang
beliau bawa dari Makkah. Kemudian mahabbah itu berada pada air wudlu
para santri. Jadi siapa saja, santri atau bukan santri yang berwudlu di
(misalnya dalam menafsirkan hadis tentang cara bercelana bagi kaum laki-
laki), dan berbagai kemiripan lain.76
Fenomena Islam Jamaah atau LDII dilihat dari klasifikasi di atas,
memang tergolong unik dalam arti, memiliki beberapa tipe ideal. Gerakan ini
bisa dikatakan sebagai golongan reformis, dalam arti ingin kembali pada
kemurnian ajaran Islam. Di saat yang bersamaan kelompok ini memiliki ciri
khas gnostik, dalam arti adanya susunan hierarkis ketat melalui janji kesetiaan,
pemimpin, dan sistem manqul.77
76
Namun, sebagaimana yang terjadi dengan ormas-ormas yang menekankan konsep ijtihad yang merujuk langsung kepada al-Qur’an dan as-Sunnah, LDII agaknya sudah mengalami proses moderasi. Artinya, ormas ini mulai realistis dengan berpandangan bahwa untuk menetapkan suatu hukum, mereka tidak bisa mengabaikan prestasi ijtihad ulama-ulama Salaf atau bahkan ulama Khalaf.
77 Kegelisahan akan adanya gerakan Islam model baru juga dirasakan oleh Muhammadiyah. Misalnya, orang-orang Muhammadiyah cukup risau melihat sepak terjang organisasi-organisasi tersebut sehingga PP Muhammadiyah merasa perlu mengirimkan surat instruksi kepada jajaran PD Muhammadiyah se-Indonesia untuk mewaspadai adanya upaya yang dilakukan oleh partai/organisasi dakwah yang disinyalir mengambil kader muda dan aset-aset Muhammadiyah. Kegelisahan yang sama dirasakan pula oleh NU. Pada awalnya NU tidak terlalu risau dan kurang responsif menyikapi sinyalemen upaya perebutan asset ritual yang berada di kantong-kantong NU. Namun, NU mulai merespons dengan keras sejak awal kepemimpinan Dr. K. H. Said Aqil Siradj. Di masa lalu isu yang menggelinding adalah ancaman ideologi transnasional. Sedangkan di masa sekarang Said Aqil menyoroti beberapa gerakan Islam radikal, termasuk beberapa kelompok Islam yang mendapatkan aliran dana dari Timur Tengah. Mereka ini kelompok anti-tahlil, anti-maulid dan ritual lain tradisi yang telah menjadi bagian dari masyarakat Islam tradisional di Indonesia, khususnya Kediri. Mengutip dari Hilmi Muhammadiyah (2012), kesimpulan disertasi dengan judul Pergulatan Komunitas Lembaga Dakwah Islam Indonesia Di Kediri Jawa Timur, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Antropologi Program Studi Pascasarjana Universitas Indonesia.
a. Respon Tokoh MUI Terhadap Ideologi Keagamaan LDII
Kalangan MUI kota Kediri bersikap resistensif terhadap
ideologi keagamaan LDII, meski pada kenyataannya LDII juga tetap
masuk dalam kepengurusan MUI bahkan. Dalam wawancara kami
dengan bapak Slamet (sekretasis MUI kota Kediri), ia menyatakan
demikian:
MUI kota Kediri sangat keberatan ketika mereka (LDII) meminta kepada kami (MUI) untuk dimasukkan ke jajaran kepengurusan di MUI kota Kediri. Mereka berulang kali minta hal itu kepada kami. Namun bapak Shobir (Ketua MUI), enggan menerima mereka, dan kami semua dijajaran pengurus juga demikian. Karena mereka (LDII) di sisi lain sulit untuk di akses informasinya, terutama tentang ideologi yang mereka kembangkan di pondok mereka. Jadi kami merasa hal demikiran kurang adil. Jadi hingga saat ini, dalam jajaran kepengurusan MUI kota Kediri, tidak ada satupun yang merupakan anggota dari LDII. Meskipun mereka minta berkali-kali, kami tidak akan mau mengabulkan permintaan mereka, selama mereka tertutup untuk diakses langsung oleh kami tentang ideologi keagamaan mereka.78
Namun dalam memberikan fatwa terhadap LDII, MUI tidak
secara tegas menghukumi LDII aliran sesat, ataupun menyatakanbahwa
LDII menganut ajaran Islam Jamaah.79 Hal ini membuktikan bahwa
surat dari Kejaksaan Agung mengenai keputusan pelarangan terhadap
ajaran Islam Jamaah tidak dialamatkan kepada LEMKARI atau LDII.
Jadi MUI tidak dapat mendefinisikan keterkaitan dan keterikatan
Telah aku tinggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan sesat selama berpegang teguh pada keduanya, yaitu kitabullah (al-Qur’an) dan sunah Nabinya.
Namun tidak cukup dengan penggunaan keduanya, karena
keduanya adalah teks berbahasa Arab yang diturunkan ratusan tahun
yang lalu. Oleh karena itu tentu diperlukan seperangkat metode tafsir
yang baku dan berlaku, agar didapatkan hasl yang baik, tidak
melenceng, tidak pula terlalu menyederhanakan terjemahnya.
b. Respon Tokoh Wahidiyah Terhadap Ideologi Keagamaan LDII
Secara doktrinal anggota Wah}idiyah mempermasalahkan
beberapa hal dari LDII, seperti yang diungkapkan pula oleh Mundir
Thohir dalam tesisnya: Bagi Wahidiyah berdasarkan kefahaman warga
LDII tentang dalil-dalil al-Qur’an dan Hadis, mereka berpendapat
bahwa mengaji al-Qur’an dan Hadis adalah wajib hukumnya, karena
bagi LDII yang menjadikan syarat sahnya menuntut ilmu agama yaitu
mengaji al-Qur’an dan Hadis, mengamalkan al-Qur’an dan Hadis,
membela al-Qur’an dan Hadis, berjama’ah secara al-Qur’an dan Hadis,
serta taat kepada Allah, Rasulullah Saw. dan Imam (Amir).81
Lima syarat yang merupakan doktrin LDII, diformulasikan
dalam doktrin “sistem 354”. Tiga (3) berarti, al-Qur’an, Hadis dan
jama’ah. Lima (5) berarti, lima syarat sahnya mengaji di atas yang
menjadi janji atau sumpah bai’at kepada amir, yang berisi mengaji,
mengamal, membela, sambung jama’ah dan taat Allah, Rasulullah Saw.
serta amir. Sedang empat (4) berarti, syukur pada amir, mengagungkan
amir, bersungguh-sungguh dan berdo’a.82 Menurut Yusuf (salah satu
pengurus perjuangan S}alawatWahidiyyah:
Kecuali itu, mengaji al-Qur’an dan Hadis seorang warga baru dianggap sah, apabila dilakukan secara manqu>l. Maksudnya, alur pengajian harus bersambung pada H. Nur Hasan al-Ubaidah, sebagai imam besar, hingga Nabi saw. dan sanadnya harus disebutkan dengan ungkapan ”Haddatsana Imam H. Nur Hasan al-Ubaidah” yang biasa dilakukan ketika memulai mengaji. Manqu>l ini, sangat penting, karena tanpa manqu>l bagaikan sesuatu yang tiada sarinya.83
Berdasarkan hasil studi Mundir Thohir tentang “Perilaku
beragama: Doktrin Islam Jama’ah dan sosialisasinya dalam membentuk
kesalehan warga LDII” dinyatakan, bahwa doktrin “354” sangat fokus,
jelas dan tegas, praktis, simpel dan bisa diamalkan tanpa harus
diperdebatkan, karena memang al-Qur’an dan Hadis menurut mereka
sudah jelas. Kefahaman itu, ternyata berdampak terhadap kesalehan
81Mundir Thohir, Perilaku Beragama : Doktrin Islam Jama’ah Dan Sosialisasinya Dalam
Membentuk Kesalehan Warga LDII (Malang: PPS.UNMUH, 2000), 73-79, (Tesis, tidak diterbitkan). Lihat juga Nur Hasyim, Imam Jama’ah Di Dalam Agama Islam dan 7 Faktor Syahnya Keamiran di Indonesia, (tk.: tp., tth.), 23, (Diktat, tidak diterbitkan).
82 Nasution, Bahaya Islam Jamaah: Lemkari-LDII., 41. 83Yusuf, Wawancara, Kediri,4 Maret 2014. Lihat juga Mundir Thohir, Perilaku Beragama, 79-81.
beragama warga LDII. Kecuali itu, sosialisasi doktrin di atas
menggunakan prinsip-prinsip fungsional, maksudnya al-Qur’an dan
Hadis dipelajari untuk diamalkan dalam kehidupan sehari-hari.84
Konsep manqu>l dinilai sangat efektif dalam membentuk
kesalehan beragama warga, sebab langsung merujuk pada al-Qur’an
dan Hadis, sehingga menimbulkan rasa yang kuat tentang keaslian dan
kebenaran suatu ajaran, untuk kemudian para warga merasa puas dan
terus terikat untuk melaksanakannya.85 Itulah beberapa alasan yang
memperkuat, bahwa tingkat pelaksanaan agama warga LDII cukup
tinggi, termasuk dalam hal kehidupan sosialnya. Menurut Agus Heri
(salah satu pengurus s}alawatWah}idiyah):
Aqidah LDII sama dengan kaum Khawarij menurut mereka orang yang melakukan dosa besar kekal di dalam neraka. Orang-orang yang tidak membai’at imam mereka adalah kafir dan najis. Selain itu mereka mempunyai suatu aqidah yang identik dengan taqi>yyah-nya kaum Syi’ah. Mereka menamakannya fat}anah, bit}anah,budiluhur Luhuring budi karena Allah. Yaitu bolehnya berbohong demi kepentingan jamaah mereka, dan melindungi amirnya.Mereka berdalil dengan kisah berbohongnya Nabi Ibrahim ketika berkata bahwa patung besar yang telah menghancurkan patung-patung yang kecil.86
Pernyataan Agus Heri di atas bukanlah tanpa alasan, sebab sikap
eksklusif LDII dalam beragama dan pengkultusan kepada amir atau
imam mereka terlalu berlebihan.Hal ini seolah-olah LDII mengadopsi
dua ajaran aliran teologis dalam Islam, yaitu Khawarij dan Syi’ah.87
84Thohir, Perilaku Beragama, 78, (Tesis, tidak diterbitkan). 85Ibid., 160-162. 86 Agus Heri, Wawancara, Kediri, 17 Maret 2014. 87 Nuhrison, Aliran/Faham Keagamaan., 18.
Berbeda dengan Khawarij maupun Syi’ah, praktek LDII dalam
menjaring orang atau sering dikatakan mencari “penginsaf baru” sangat
halus dan manis,apa saja si penginsaf baru inginkan akan mereka
penuhi. Setelah si penginsaf baru telah menjadi anggotanya maka
keaslian mereka tampak. Mursadat (pengurus yayasan perjuangan
Wah}idiyah) menyatakan:
Kita harus berhati-hati terhadap LDII, jangan sampai tertipu oleh mereka. Sering sekali mereka menutupi sifat-sifat mereka. Sehingga ketika mereka mendakwahi orang awam seakan-akan mereka seperti orang biasa yang mau berjabat tangan dengan orang lain, tidak mengkafirkan orang lain, dan tidak menganggap orang lain membawa najis dan sebagainya. Padahal ini semua adalah tipuan mereka yang mereka sebut dengan bithonah agar bisa mempunyai anggota yang sebanyak-banyaknya.88
Dalam menjalankan dakwah di masyarakat mereka mempunyai
dua wajah. Wajah yang pertama mereka membawa nama otoritas
organisasi LDII dengan berbudi luhur, gaya bahasa dibuat semenarik
mungkin, setelah mendapatkan simpatisan maka wajah yang kedua di
munculkan yakni diajarkan tentang hakikat hidup harus berbai’at dan
mengangkat seorang imam.89
c. Respon Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Ideologi
Keagamaan LDII
Mengenai soal perkembangan ideologi keagamaan LDII untuk
sekarang ini, penulis bertanya dengan sedikit memberikan informasi
yang penulis dapatkan ketika berkunjung ke Pondok Wali Barokah
88 Mursadat, Wawancara, Kediri, 12 Maret 2014. 89 Mursadat, Wawancara, Kediri, 12 Maret 2014.
Sistem keamiran di LDII merupakan tema yang paling menjadi
perhatian Gus Lik. Karena seorang Amir LDII semua perkataannya
harus diyakini sebagai kebenaran mutlak dan harus dijalankan. Hal ini
tentu memberikan paradigma terhadap seluruh pengikut LDII bahwa
sang Amir adalaah orang yang ma’shum (terjaga dari dosa), satu sifat
yang dimiliki oleh seorang Rasulullah. Satu ungkapan singkat beliau
yang cukup dalam maknanya: “Dikongkon ngalor ngidul manut ae koyo
wong goblok”.91 Artinya adalah para pengikut LDII terhadap semua
perintah san Amir harus patuh tunduk, tidak boleh membangkang jika
tidak mau masuk neraka, dan mereka-pun selalu patuh tanpa bisa
berpendapat seperti orang bodoh atau tidak berpendidikan saja.
Sistem pengajian LDII yang diketahui oleh golongan NU Kota
Kediri disebut manq<ul yaitu sebuah kajian Hadis dan al-Qur’an yang
mengharuskan memakai isnad. Mereka berdalil dengan perkataan Ibnul
Mubarak: Isnad itu bagian dari agama. Kalau tanpa isnad, maka siapa
saja akan berkata apa yang dia sukai.92 Hari Widyasmoro (Pengurus
PCNU Kota Kediri) menuturkan:
Dalam masalah Hadis, Nur Hasan Ubaidah mengaku mempunyai isnad sampai ke Imam Bukhari dan Imam-Imam yang lainnya bahkan bersambung sampai kepada Rasulullah (lihat kitab salat versi LDII). Sedang dalam masalah al-Qur’an, dia mengaku mempunyai isnad sampai ke Ali bin Abu Thalib dan Utsman bin Affan, bahkan sampai ke malaikat Jibril. Siapa saja yang memiliki isnad selain Islam Jama’ah dianggap tidak sah dan palsu. Menurut mereka barang siapa yang beramal tanpa isnadsama saja amalnya tidak sah dan tidak diterima oleh Allah.
Sehingga wajar saja jika kita masuk masjid atau rumah mereka, mereka selalu mengepel bekas kita karena menganggap t}aharah kita tidak sah dan membawa najis. Menurut mereka sahih tidaknya suatu Hadis tergantung kepada amir mereka. Sebuah Hadis palsu dapat dianggap Hadissahih jika menurut amir mereka Hadis tersebut sahih.93
Manqu>l H. Nur Hasan Ubaidah adalah proses pemindahan ilmu
dari guru ke murid. Ilmu itu harus musnad (mempunyai sandaran) yang
disebut sanad, dan sanad itu harus mutashil (bersambung) sampai ke
Rasulullah sehingga manqu>l musnad muttashil (disingkat M.M.M.).
Manqu>l musnad muttashil sendiri diartikan belajar atau mengaji al-
Qur’an dan Hadis dari guru dan gurunya bersambung terus sampai ke
Rasulullah, atau mempunyai urutan guru yang sambung menyambung
dari awal hingga akhir. Dalam menuntut ilmu warga LDII harus tahu
gerak lisan/badan guru, telinga langsung mendengar, dapat menirukan
amalannya dengan tepat, tanpa terhalang dinding.94Jika warga LDII
belajar lewat buku dianggap tidak sah, dan tidak dibenarkan
mengajarkan apa saja yang tidak manqu>l sekalipun ia menguasai ilmu
tersebut, kecuali murid tersebut telah mendapatkan ijazah dari guru.95
Menurut Musadat (Pengurus PCNU Kota Kediri):
Keyakinan LDII bahwa ilmu tidak sah kecuali bila diperoleh dengan musnad mutashil dan manqu>l, adalah keyakinan yang tidak berdasarkan dalil, adapun dalil-dalil yang LDII pakai sangat lemah dan tidak tepat sebagai dalil. Hal ini bertentangan
93 Hari Widyasmoro, Wawancara, Kediri, 17 Maret 2014. 94 Menurut sebagian warga LDII, berkaitan dengan aturan “terhalang dinding”pada saat ini sudah
tidak diberlakukan kembali. Bagi NU hal ini sungguh aneh, karena aqidah mereka bisa berubah-ubah sesuai dengan keinginan mereka sendiri.
95 Ijazah artinya pemberian ijin untuk meriwayatkan hadits misalnya saya katakan: 'Saya perbolehkan kamu untuk meriwayatkan hadis-hadis yang telah saya riwayatkan dari guru saya'.
dengan dalil-dalil syar'i yang menunjukan bahwa sampainya ilmu tidak mesti dengan manqu>l, bahkan kapan ilmu itu sampai kepadanya dan ilmu itu benar, maka ilmu itu adalah sah dan harus ia amalkan. Sebagaimana firman Allah:
" وأو�� إ�� ه�ا ا����ن � �رآ �� و�� ���Dan diwahyukan kepadaku al-Qur’an ini untuk aku peringatkan kalian dengannya dan siapa saja yang al-Qur’an sampai padanya.96
Kata 1 (kepada siapa saja yang dapat menerima al-Qur’an) و�� �
ditafsirkan oleh Ibnu Abbas : "Dan apabila ayat al-Qur’an sampai
kepada seseorang, maka al-Qur’an sebagai pemberi peringatan
baginya.".97 Sebagian ulama mengatakanbahwa” kepada siapa saja yang
dapat menerima al-Quran” adalah Nabi sebagai pemberi peringatan bagi
orang yang sampai kepadanya al-Qur’an. Menurut Firrin yang mengutip
dari pendapat As}-S}inqit}i bahwa 1 kepada siapa saja yang dapat) و�� �
menerima al-Qur’an) adalah bahwa Nabi Muhammad pemberi
peringatan bagi setiap orang yang al-Qur’an sampai kepadanya. Dapat
dipahami dari ayat ini bahwa peringatan ini bersifat umum bagi semua
yang sampai kepadanya al-Qur’an. Dari tafsir di atas jelas bahwa tidak
seorangpun dari mereka mengatakan bahwa sampainya ilmu harus
dengan musnad muttashil atau bahkan manqu>lnya LDII”.98 Bagi Firrin
(Ketua LBM Pondok Lirboyo):
Siapa saja yang sampai padanya al-Qur’an dengan riwayat atau tidak, selama itu memang ayat al-Qur’an, maka ia harus beriman dengannya. Apabila tidak maka nerakalah tempatnya. Nabi juga bersabda: �2 �5ا 4!3 و��� “Sampaikan dariku walaupun satu
96 Musadat, Wawancara, Kediri, 7 Maret 2014. 97Hasan Bin Fala>h al-Qaht}ani,Pedoman Harakah Islamiyah, terj. Ummu ‘Udhma ‘Azmina (Solo:
���& وس4 ����- ا�6 3(��& ا�!4 "Rasulullah menulis surat kepada Kisra, Qaisar, Najas}i dan kepada seluruh penguasa, mengajak mereka kepada Allah, bukan an-Najas}i yang Nabi mensalatinya"100
An-Nawawi mengatakan ketika menafsirkan hadis ini bahwa
hadis ini menunjukkan bolehnya beramal dengan isi surat Nabi
Muhammad kepada raja Bahrain, lalu kepada Kisra dan banyak lagi
surat Nabi kepada raja atau tokoh-tokoh masyarakat.101 Surat Nabi ini
tentu tidak sah menurut kaidah manqu>l-nya Nur Hasan Ubaidah. Nabi
Muhammad menganggap itu sah, sehingga Nabi Muhammad menerima
mereka yang masuk Islam, karena surat itu tidak menganggap mereka
kafir karena tidak manqu>l. Nabi menganggap surat itu sebagai hujjah
atas mereka yang tidak masuk Islam setelah datangnya surat itu,
sehingga tidak ada alas an lagi jika tetap kafir. Hasan Basri (pengurus
PCNU Kota Kediri) menyatakan:
Setelah Nabi Muhammad wafat cara surat menyurat dipakai oleh para sahabatnya seperti surat Umar kepada Abu Musa al-'Asy'ari yang terdapat di dalamnya hukum-hukum yang
99 Firrin, Wawancara, Kediri, 9 Maret 2014. 100 Shahih, HR Muslim, Kitabal-Jihad.no:4585 cet Darul Ma'rifah (Surat Nabi kepada Heraqlius)
Aisyah menulis surat kepada Hisyam bin Urwah berisi tentang salat, Mu'awiyahpun menulis kepada al-Mughirah bin Syu'bah tentang zikir setelah salat, Utsman bin Affan mengirim mushaf ke pelosok-pelosok, belum lagi para ulama setelah mereka.102
Semua ini apabila dilihat dari sudut pandang manqu>l-nya LDII
maka Islam mereka tidak sah, yang berarti teori 'manqu>l justru tidak
manqu>l, sebab kenyataannya LDII berpendapat ilmu mereka
bersambung dari Nabi Muhammad namun ternyata berbeda dengan cara
Nabi Muhammad. Hasan Basri (pengurus PCNU Kota Kediri)
menyatakan:
Surat-menyurat ini lalu diistilahkan dengan mukatabah, dan para ulama ahlal-Hadis menjadikannya sebagai salah satu tata cara tah}a>mmul wal ada' (mengambil dan menyampaikan Hadis), bahkan mereka menganggap ini adalah cara yang musnad dan muttashil, walaupun tidak diiringi dengan ijazah. Hal ini ditegaskan oleh As Sakhowi yang mengatakan: "Cara itu benar menurut pendapat yang sahih dan masyhur menurut ahlul Hadis. dan mereka sepakat untuk mengamalkan kandungan Hadisnya serta mereka menganggapnya musnad tanpa ada khilaf (perselisihan) yang diketahui.103
Imam al-Bukhari juga membolehkan cara ini. Al-Bukhari
membuat sebuah bab dalam kitab sahih-nya berjudul: bab muna>walah
dan surat ulama yang berisi ilmu ke berbagai negeri.104 Demikian pula
Imam Nasa'i ketika meriwayatkan dari gurunya yang bernama al-Harith
Ibnu Mis}kin, dia hanya duduk di balik pintu, karena tidak boleh
102 Hasan Basri, Wawancara, Kediri, 9 Maret 2014. 103 Hasan Basri, Wawancara, Kediri, 12 Maret 2014. 104 Al-Bukhari, Shahih al-Bukhari :Kitab al-Zakah (Beirut: dar al-Fikr, 1989), II, 139.
dibedakan antara keduanya, tidak bisa disamakan antara riwayat dan
pengamalan.107 Menurut Qodir (Ketua Pondok Lirboyo):
Musnad muttasil bukan satu-satunya syarat dalam riwayat Hadis,karena Hadis yang shahih itu harus terpenuhi padanya 5 syarat yakni pertama, diriwayatkan oleh seorang yang adil (adil dalam pengertian ilmu mustalah adalah seorang muslim, baligh, berakal selamat dari kefasikan dan hal-hal yang mencacat kehormatannya (muru'ah). Kedua yakni yang sempurna hafalannya, ketiga, sanadnya bersambung, keempat, tidak syaz} (seorang rawi yang bisa diterima menyeleksi yang lebih utama dari dirinya yakni dalam meriwayatkan Hadis bertentangan dengan rawi yang lebih kuat darinya atau lebih banyak jumlahnya). Kelima tidak mu'allal artinya memiliki cacat atau penyakit yang tersembunyi sehingga membuat Hadis itu menjadi lemah.108
Menurut Firrin (Ketua LBM Pondok Lirboyo):
Kalaupun benar apa yang dikatakan oleh Nurhasan bahwa ilmu harus musnad muttashil, mana syarat-syarat yang lain? Kenapa hanya satu yang diambil? Jangan-jangan ilmu tersebut sengaja disembunyikan karena memang tidak terpenuhi padanya.Atau kalau kita berprasangka baik, mungkin tidak tahu syarat-syarat itu, atau lupa, apa ada kemungkinan lainnya lagi? Semua kemungkinan itu pahit. Jadi tidak cukup sekedar musnad muttashil bahkan semua syaratnya harus terpenuhi dan tampaknya keempat syarat yang lain memang tidak terpenuhi sama sekali. Hal itu bisa dibuktikan apabila kita melihat kejanggalan-kejanggalan yang ada pada ajaran LDII, misalnya dalam hal imamah, bai'at, makmum salat, zakat, dan lain-lain. Ini kalau kita anggap syarat musnadmuttas}il terpenuhi pada mereka, sebenarnya itu juga perlu dikaji.109
Kenyataannya mereka hanya mementingkan MMM, tidak
mementingkan kesahihan hadis. Menurut Firrin hal ini dapat dibuktikan
dalam buku himpunan yang dibuat LDII bahwa ada hadis-hadis dha'if,
107Ibid., 73-75. 108 Qodir, Wawancara, Kediri, 4 Maret 2014. 109 Firrin, Wawancara, Kediri, 19 Maret 2014.
bahkan mawd}u' (palsu). Firriin (Ketua LBM Pondok Lirboyo)
menyatakan:
Dalam ilmu mushta}lah al-hadis pada bab tah}ammu>l wal ada' (menerima dan menyampaikan Hadis) terdapat cara periwayatan yang diistilahkan dengan al-wi>jadah, yaitu seseorang mendapatkan sebuah hadis atau kitab dengan tulisan seseorang dengan sanadnya. Dari sisi periwayatan, al-wi>jadah termasuk munqat}i’,110'
Menurut Ibnu Katsir al-wi>jadah, bukan termasuk bab
periwayatan, sebab seseorang hanya menceritakan apa yang ia dapatkan
dalam sebuah kitab. Untuk itu al-wi>jadah yang digunakan oleh LDII
untuk mendapatkan ilmu tidak boleh dilanjutkan, karena kurang kuat
dasarnya.Bahkan hal ini menjadikan haram mengamalkan ilmu yang
diperoleh dengan cara al-wi>jadah.111
Beberapa ulama berpendapat bahwa penulis kitab yang
ditemukan adalah orang yang terpercaya dan amanah dan sanad
Hadisnya sa}h}ih, sehingga wajib diamalkan. Seandainya tidak demikian,
maka ilmu akan terhenti dan umat Islam akan kesulitan mendapatkan
kitab yang menjadi panutan, akan tetapi harus ada patokan-patokan
ilmiah yang detail yang diterangkan para ulama' dalam hal itu sehingga
urusan tetap teratur pada jalannya.112 Dengan demikian pendapat tidak
tepat lebih-lebih di masa ini. Diantara yang mendukung kebenaran
pendapat yang membolehkan atau mewajibkan sesuatu berdasarkan
sabda nabi berikut ini: 110Munqa>thi: terputus sanadnya,mursal: terputus dengan hilangnya rawisetelah tabi'in, mu'allaq:
terputus dengan hilangnya rawidari bawah sanad. 111Tim Saluran Teologi Lirboyo, Akidah Kaum Sarungan(Kediri: Lirboyo Press, 2005), 112. 112Ibid., 114.
"Makhluk mana yang menurut kalian paling ajaib imannya?" Mereka mengatakan: "para malaikat." Nabi Muhammad mengatakan: "bagaimana mereka tidak beriman sedang mereka di sisi Tuhan mereka?". Merekapun (para sahabat) menyebut para Nabi, Nabi Muhammadpun menjawab: "bagaimana mereka tidak beriman sedang wahyu turun kepada mereka". Mereka mengatakan: "kalau begitu kami?" Nabi Muhammad menjawab: "bagaimana kalian tidak beriman sedang aku ditengah-tengah kalian." Mereka mengatakan: "maka siapa wahai Rasul<ullah?" Rasul menjawab: "orang-orang yang datang setelah kalian, mereka mendapatkan lembaran-lembaran lalu mereka beriman dengan apa yang di dalamnya.113
Padahal Ibnu Umar dalam masalah al-wijadah, meriwayatkan
Hadis dari ayahnya dengan al-wijadah. Al-Khatib al-Baghdadi dalam
bukunya meriwayatkan dengan sanadnya sampai kepada Nafi, dari Ibnu
Umar, bahwa Nafi mendapatkan pada gagang pedang Umar sebuah
lembaran (tertulis) tidak ada zakat pada unta yang jumlahnya kurang
dari lima.Kalau jumlahnya 5 maka zakatnya satu kambing jantan.114
Firrin (ketua LBM Pondok Lirboyo) menyatakan:
Abdul Malik bin Habib mengatakan: "Kami dulu mendengar tentang adanya sebuah lembaran yang terdapat padanya ilmu, maka kami silih berganti mendatanginya, bagaikan kami mendatangi seorang ahli fiqih. Sampai kemudian keluarga az- Zubair datang kepada kami disini dan bersama mereka orang-
113(HR Ahmad, Abu Bakar Ibnu Ma>rduyah, ad-Dari>mi, al-H}akim dan Ibu 'Ara>fa>h, Ali H}asan
mengatakan: Cukuplah Hadis itu dalam pandangan saya sebagai Hadis Hasan lighairihi> (bagus dengan jalan-jalan yang lain), semua jalannya lemah namun lemahnya tidak terlalu sehingga dihasankan dengan seluruh jalan-jalannya. Dan al-Haitsami dalam al-Majma:10/65 serta al-Hafiz} dalam al Fath:6/7 cenderung kepada hasannya hadis itu. (al-Baitsu>l H}atsith:1/369 dengan tah}qiq-nya), maraji': Ad-Dha'ifah:647-649, Syekh al-Albani cenderung kepada lemahnya, Fa>th al-Mughi>th:3/28 ta'liq-nya, al-Mustadrak:4/181, musnadAhmad:4/106, Sunan ad-Darimi:2/108 ,It}af al-Mah}arah:14/63. Tafsir Ibnu> Katsi>r:1/44 al-Baqarah:4- pen).
114Tim Saluran Teologi Lirboyo. Akidah Kaum Sarungan., 112.
orang faqi>h."Bila seperti ini keadaannya maka seberapa besar faidah sebuah sanad hadis yang sampai ke para penulis Kutubus Sittah di masa ini, tanpa sanad inipun kita bisa langsung mendapatkan buku mereka. Kita dapat mengambil langsung hadis-hadis itu darinya, walaupun tanpa melalui sanad 'mutashil musnadmanqu>l' kepada mereka.115
Tidak seperti yang dikatakan LDII bahwa tidak boleh
mengamalkanya bahkan itu haram. Ahmad Syakir mengatakan: "Kitab-
kitab induk dalam sunnah Nabi dan selainnya, telah mutawatir
periwayatannya sampai kepada para penulisnya dengan cara al-
wijadah.116
Demikian pula manuskrip yang dipercaya, tidak meragukannya
kecuali orang yang lalai dari ketelitian makna pada bidang riwayat dan
al-wijadah atau orang yang membangkang, yang tidak puas dengan
hujjah.Oleh karenanya para ulama yang memiliki sanad sampai penulis
kutubus sittah, tidak membanggakan sanad mereka apabila amalannya
tidak sesuai dengan Nabi Muhammad. Firrin (ketua LBM pondok
Lirboyo) menyatakan:
Untuk membuktikan benar atau salahnya ajaran manqu>l. Kita perlu membandingkan ajaran LDII dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya. Seandainya manqu>lnya benar maka tentu ajaran LDII akan sama dengan ajaran Nabi dan para sahabatnya, kalau ternyata tidak sama maka pastikan bahwa manqu>l dan ajaran LDII itu salah, dan ternyata itulah yang terbukti.117
Qodir (ketua pondok Lirboyo) menambahkan pendapat di atas:
Sistem pengakuan LDII selalu mengklaim bahwa jamaah mereka adalah yang pertama dan satu-satunya jamaah yang di
115 Firrin, Wawancara, Kediri,19 Maret 2014. 116Tim Saluran Teologi Lirboyo. Akidah Kaum Sarungan., 97. 117 Firrin, Wawancara, Kediri, 9 Maret 2014.
terima oleh Allah. Hal ini didasarkan tujuhkeyakinan tentang jamaah, yaitu: 1. Dibaiat pertama kali, 2. Pedomannya sudah benar, 3. Hanya semata-mata urusan akhirat, 4. Sudah terwujud dan berjalan lancar, 5. Sudah lulus uji bahkan terus berbuah dan berkembang, 6. Mampu menampung semua orang, 7. Niatnya karena Allah. Itulah sebabnya pengakuan itu membuat kesombongan buat mereka.118
Namun hal itu dibantah oleh Zaenal (ustadz LDII) dengan
mengatakan bahwa LDII tidak memiliki sistem pengakuan di atas, yang
ada Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) mempunyai Visi yang
sesuai dengan cita-cita Islam dan Negara Indonesia, sebagai berikut:
LDII memiliki visi menjadi organisasi dakwah Islam yang profesional dan berwawasan luas, mampu membangun potensi insani dalam mewujudkan manusia Indonesia yang melaksanakan ibadah kepada Allah, menjalankan tugas sebagai hamba Allah untuk memakmurkan bumi dan membangun masyarakat madani yang kompetitif berbasis kejujuran, amanah, hemat, dan kerja keras, rukun, kompak, dan dapat bekerjasama yang baik. Sejalan dengan visi organisasi tersebut, maka misi Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah: Memberikan konstribusi nyata dalam pembangunan bangsa dan negara melalui dakwah, pengkajian, pemahaman dan penerapan ajaran Islam yang dilakukan secara menyeluruh, berkesinambungan dan terintegrasi sesuai peran, posisi, tanggung jawab profesi sebagai komponen bangsa dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).119
Sedangkan sistem keamiran yang menjadi perdebatan di
kalangan di luar LDII (khususnya NU) adalah mendirikan kelompok
dan berbaiat terhadap amir adalah wajib. Dalil-dalil yang mereka
gunakan adalah: 1. Hadis tentang terpecahnya umat menjadi 73
golongan. Dalam suatu lafad Hadis tersebut Rasulullah menjelaskan
hanya satu golongan yang masuk surga yaitu al-Jamaah. Menurut LDII,
118 Qodir, Wawancara, Kediri, 4 Maret 2014. 119 Zaenal, Wawancara, Kediri, 19 Maret 2014.
itulah jamaah mereka yang disebut oleh Rasulullah. 2. Sebuah
Hadisyang menurut mereka diriwayatkan oleh Imam Ahmad, namun
ternyata tidak ada,yaitu hadis: Tidak ada Islam kecuali dengan jama’ah
dan tidak ada jama’ah kecuali dengan amir dan tidak ada amir kecuali
dengan baiat. Itu hanyalah ucapan Umar bin al-Khatthab yang
diriwayatkan oleh al-Darimi dengan sanad yang dhaif didalam sanad-
nya ada perawi majhul dan lemah.120
Sistem keamiran LDII sendiri selain diadasarkan hadis di atas,
juga didasarkan Surat al-Isro’ ayat 71. Pada hari yang Kami panggil
setiap orang dengan imamnya (kitab catatan amalnya), maka barang
siapa yang didatangkan kitabnya dari kanannya, maka mereka membaca
kitabnya dan mereka tidak dirugikan sedikitpun.121 Menurut Firrin
(ketua LBM Pondok Lirboyo):
Bagi LDII pada hari kiamat nanti setiap orang akan dipanggil bersama imamnya yaitu amirnya. Barang siapa yang tidak punya amir, maka dia akan dikumpulkan bersama orang-orang kafir. Anggota-anggota Islam Jamaah sangat militan untuk taat kepada amirnya. Mereka berdalil dengan surat an-Nisa ayat 59 :Hai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah dan taatlah kepada Rasul dan Ulil Amri diantara kalian.Menurut mereka hanyalah disebut orang beriman jika telah taat kepada Allah, Rasulullah, dan amir mereka. Jadi perintah Allah sama dengan perintah Rasul dan sama dengan perintah amir mereka.122
120Moh.Asror Yusuf, Persinggungan Islam Dan Barat Studi Pandangan Badiuzzaman Said Nursi
Pengkultusan kepada amir ini bagi Qodir (Ketua Pondok
Lirboyo) terkadang melewati batas, sebagaimana yang dia sampaikan
berikut ini:
Dalam Islam Jamaah jika mereka berbuat maksiat kepada Allah, bisa dimaafkan dengan cukup pengakuan taubat. Namun jika bersalah kepada amir, maka tidak cukup hanya ber-istighfar tetapi juga harus dengan membuat surat pernyataan taubat (hal ini merupakan adopsi dari ajaran dengan agama Katolik) dan membayar kafarah yang ditentukan sesuai dengan keinginan amir mereka.123
Menurut golongan NU Kota Kediri fenomena LDII akhir-akhir
ini bersifat puritan dan eksklusif. Hal ini dapat menimbulkan sentimen
keagamaan, fanatisme buta dan fundamentalisme radikal pada tingkat
penghayatan tentang agama. Reza Ahmad Zaid (pimpinan IAI Tribakti-
Lirboyo) menerangkan:
Memang beberapa gerakan keagamaan LDII terdapat adanya kegairahan dalam beragama yang mereka sebut dengan kebangkitan agama. Tapi jika dicermati lebih mendalam lagi, apa yang disebut dengan kebangkitan itu masih berada pada tataran penghayatan skriptual, simbolik, dan eksklusif serta sarat dengan klaim-klaim kebenaran (truth claim). Meskipun mengundang perdebatan, banyak dari kalangan pengamat sosial-keagamaan yang menyebut keberagaman semacam itu dengan fundamentalisme, yang mengarah kepada militanisme agama.124
Sebuah fundamentalisme, apapun bentuknya, menurut Taufiq al-
Amin biasanya bermakna “pejoratif”, dan mengundang kekhawatiran
dari pihak lain, tidak terkecuali dalam kehidupan agama. Setidaknya
ada tiga ciri utama dalam fundamentalisme agama ini.Pertama, dalam
memahami agama lebih mengutamakan teks. Segala bentuk penafsiran
123 Qodir, Wawancara, Kediri, 4 Maret 2014. 124 Reza Ahmad Zahid, Wawancara, Kediri, 9 Maret 2014.
dihindari, karena dikhawatirkan akan mereduksi absolusitas dan
universalitas kebenaran agama. Dengan pemahaman seperti ini
kalangan fundamentalisme agama dikatakan terpasang oleh teks.125
Kedua, agar pemahaman yang tekstual atau skriptual itu selalu
diakui otoritasnya, fundamentalisme agama melembagakan
kepemimpinan agama yang tunggal, monolitik dan otoritatif. Pemimpin
ini diberi hak penuh dalam menentukan hitam putihnya agama.126
Ketiga, sebagai konsekuensi pertama dan kedua, klaim-klaim
kebenaran menjadi sesuatu yang tak terhindarkan. Klaim-klaim ini
biasanya menyimpan “prejudice” terhadap kelompok agama lain.127
Taufiq al-Amin (pengurus PCNU Kota Kediri) mengatakan:
Nuansa fundamentalisme belakangan ini sudah merasuki pada sebagian masyarakat LDII. Hal ini dapat diamati dari sejumlah tindakan kekerasan yang terjadi akhir-akhir ini pada LDII, meski bukan di Kediri. Menurut sinyalemen, tindakan kekerasan itu salah satunya dipicu oleh praktik manipulasi simbol-simbol agama yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang bertujuan meraih kepentingan sesat (sebagaimana yang dilakukan oleh LDII, yang mewarisi ajaran Islam Jamaah atau Darul Hadis). Jelas bahwa fundamentalisme agama merupakan contoh keberagaman parsial yang berpotensi menimbulkan persoalan-persoalan destruktif dalam kehidupan sosial.128
Masyarakat Indonesia telah berabad-abad yang lalu hidup dalam
kemajemukan dan berbasis pada multikultural lapisan etnisitas dan
agama-agama.129 Setiap kelompok memiliki pandangan tentang sistem
nilai yang dipegang sebagai landasan hidupnya. Sistem nilai itu disebut
125 Mun’im A. Sirry, Membendung Militansi Agama (Jakarta: Erlangga, 2003), 40. 126Ibid. 127Ibid., 41. 128Taufiq al-Amin, Wawancara, Kediri, 20 Maret 2014. 129 M. Jadra, Pluralisme., 295
ketakwaan terhadap Tuhan YME sebagai ideologi nasional yang
termaktub dalam pancasila.130
Pancasila di Negara Indonesia sebagai common platform, yaitu
landasan bagi tumbuhnya ideologi-ideologi yang beragam dan menjadi
kalimatun sawa’ bagi kehidupan sosial-ekonomi bangsa Indonesia yang
mempunyai latar belakang keagamaan yang beragam. Indonesia sendiri
merupakan salah satu negara di dunia yang memiliki jumlah penduduk
relatif besar, menempati urutan ketiga setelah China dan India.131
Pluralitas etnik, budaya, bahasa, dan agama serta ideologi bagaikan
pisau bermata dua. Di satu sisi kekakayaan ini merupakan khazanah
yang patut dipelihara dan dapat memberikan nuansa dinamika bangsa,
namun di sisi lain kemajemukan ini menjadi pemicu terjadinya konflik
dengan disertai kekerasan dengan dalih etnis dan agama.132 Kekerasan
dan kerusuhan yang akhir-akhir ini terjadi di belahan penjuru daerah
nusantara menunjukkan tidak adanya sikap yang arif dan bijak terhadap
130Moh. Asror Yusuf (ed). Agama Sebagai Kritik Sosial (Yogyakarta: IRCiSod, 2006), 133-134. 131 Bachtiar Effendi, “Menyoal Pluralisme di Indonesia” dalam Raja Juli Antoni (ed.) Living
Together in Plural Societies; Pengalaman Indonesia Inggris (Yogyakarta: Pustaka Perlajar, 2002), 6.
132Asep Syamsul M.Romli, Isu-isu Dunia Islam (Yogyakarta: Dinamika, 1996), 68; RM Burel.Fundamentalisme Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), 14.
perbedaan yang ada.133 Menurut Taufiq al-Amin (pengurus PCNU Kota
Kediri):
Gejala ini dapat muncul setiap saat dan harus tetap diwaspadai. Berbagai pihak baik aparat pemerintah, tokoh politik, tokoh agama, mapun tokoh masyarakat untuk segera menemukan solusi pemecahannya. Dalam kehidupan masyarakat majemuk yang diperlukan adalah penghormatan atas berkembangnya budaya masyarakat dengan segala bentuknya. Hal ini dikarenakan budaya menjadi salah satu fakor perekat sosial demi tegaknya kehidupan yang harmonis bagi suatu bangsa dan masyarakat dalam rangka membangun kehidupan yang lebih maju di era globalisasi dan modernisasi.134
Budaya sebagai hasil karya masyarakat merupakan eksistensi
asasi dari manusia yang perlu dilestarikan keberadaannya, karena
dengan ini akan tercipta kesatuan dalam keaneka-ragaman. Manusia
merupakan mahluk sosial yang membawa karakter biologis dan
psikologis alamiah sekaligus warisan dari latar belakang historis
kelompok etniknya, yaitu pengalaman kultural dan warisan kolektif.
Dengan demikian perilaku sikap dan nilai manusia sangat dipengaruhi
oleh budaya masyarakat. Perilaku manusia adalah hasil dari proses
sosialisasi dan sosialisasi selalu terjadi dalam konteks lingkungan etnik,
kultur dan agama.135
Para pakar sepakat bahwa faktor utama peristiwa kekerasan dan
kerusuhan adalah kesenjangan ekonomi dan sosial dan sangat sedikit
sekali agama sebagai faktor yang cukup signifikan dan potensial dalam
133 Kasus kekerasan dan kerusuhan terjadi karena berawal dari adanya perbedaan cara pandang
sepihak yang menganggap pihak lain sebagai lawan, keliru, dan harus dilawan. Muqowim, Shifting., 346
134 Taufiq Al-Amin, Wawancara, Kediri, 19 Maret 2014. 135 Zakiyuddin Baidhawy, “Pendidikan Agama Berwawasan Multikultural”,Jurnal Tashwirul
memicu kerusuhan yang berbau SARA. Ada keseganan tersendiri dari
para pakar untuk menyebut agama sebagai penyebab konflik di
nusantara, karena masyarakat Indonesia adalah masyarakat religious,136
sehingga tertutup sudah usaha-usaha untuk mempertanyakan ulang
bagaimana proses praktik pengajaran agama di sekolah-sekolah baik
formal, in formal maupun non formal. Menanggapi konsep bit}hanah
dan manqu>l yang dilakukan oleh LDII, Reza Ahmad Zahid (pimpinan
IAI Tribakti-Lirboyo) menuturkan:
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh LDII selama ini, mengarah kepada bahaya pembelajaran secara sistemik. Hal ini terlihat dari model pengajaran agama yang cenderung bersifat monolitik: melihat sesuatu dari satu sudut pandang: benar-salah, baik buruk, surga-neraka. Belum adanya saling menghormati atas perbedaan yang ada, seandainya sudah, paling hanya pada permukaan belaka yang bersifat formal simbolik.137
Menurut Reza pendidikan agama merupakan usaha yang
tersistematisir sebagai upaya mentransfer nilai-nilai religius dalam hal
ini yang digarap meliputi aspek kognitif, afektif, dan aspek
psikomotorik kepada peserta didik dinilai telah gagal. Reza Ahmad
Zahid (pimpinan IAI Tribakti-Lirboyo) mengatakan:
Ajaran LDII merupakan kegagalan pendidikan, karenaakan menghambat terwujudnya manusia yang kritis, kreatif dan inovatif serta keluhuran budi penuh etika-moral. Selama ini proses pembelajaran LDII baru dapat menyentuh aspek kognitif dan afektif dan jauh terhadap pencapaian ranah psikomotorik. Yang disebut terakhir ini sangat esensial bagi umat religius: berkaitan dengan kepekaan manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Pada masa sekarang ini, pendekatan pendidikan tidak cukup berlangsung melalui proses operasional
136 Munir Mulkhan, “Humanisasi Pendidikan Islam”,Jurnal Tashwirul Afkar, Edisi 11 Tahun 2001,
17-25 137 Reza Ahmad Zahid, Wawancara, Kediri,15 Maret 2014.
menuju pada tujuan yang diinginkan, tetapi memerlukan model yang melandasinya, sebagaimana yang pertama kali dibangun Nabi. Nilai-nilai tersebut dapat diaktualisasikan berdasarkan kebutuhan perkembangan manusia yang dipadukan dengan pengaruh lingkungan kultural yang ada, sehingga dapat mencapai cita-cita dan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia di segala aspek kehidupannya.138
Kondisi pendidikan ajaran Islam pada saat ini menurut Reza
(contohnya LDII), mendapat sorotan tajam yang kurang
menggembirakan dan dinilai menyandang “keterbelakangan”.
Kelemahan pendidikan Islam dilihat justru terjadi pada sektor utama,
yaitu pada konsep,139 sistem, dan kurikulumnya, yang dianggap mulai
kurang relevan dengan kemajuan peradaban umat manusia dewasa ini
atau tidak mampu menyertakan disiplin-disiplin ilmu lain yang relevan
dengan kebutuhan masyarakat.140
d. Respon Tokoh Muhammadiyah Terhadap Ideologi Keagamaan
LDII
Muhammadiyyah tidak memiliki respon resistensif terhadap
ideologi keagamaan LDII, sebab Muhammadiyah dan LDII memiliki
corak gerakan keagamaan yang sama, yaitu keduanya merupakan
kelompok Islam yang puritanis. Keduanya memiliki ideologi
keagamaan yang mengedepankan kemurnian dalam menjalankan agama
Islam, meskipun keduanya berangkat dari geneologi yang berbeda yaitu
138 Reza Ahmad Zahid, Wawancara, Kediri,15 Maret 2014. 139 Muhammad Naqu>ib al-Atta>s menyebut pendidikan Islam sebagai konsep yang meliputi konsep
agama (din), konsep manusia (insan), konsep ilmu (‘ilm dan ma’rifah), konsep kebijakan (hikmah), konsep keadilan (adl), konsep amal (amal sebagai adab), serta konsep perguruan tinggi (kulliyatul jami’ah). Muhammad Naqu>ib al-Atta>s, Konsep Pendidikan dalam Islam (Bandung: Mizan, 1984),8.
140 Wiktorowicz, Studies in Conflict & Terrorism., 28.
cara mendapatkannya dan cara mengelolanya. Fauzan Saleh
menuturkan:
S}adaqah sebagai ibadah maliyah yang berarti ayat-ayat al-Qur’an mengenai hal ini bersifat luwes dan kenyal penafsirannya bisa berkembang sesuai dengan perkembangan ekonomi masyarakat yang sedang berjalan, qiyas atauanalogi untuk mewajibkan zakat pada harta-harta yang illat (alasan hukum) nya sama memegang peranan penting. Namun zakat tidak selalu menentukan kehalalan suatu harta, ia hanya mensucikannya.142
Kegiatan bisnis ekonomi merupakan upaya yang dilakukan
manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya.
Muhammadiyah memandang selama tidak merugikan kemaslahatan
orang banyak, pada umumnya semua bentuk kerja diperbolehkan, baik
di bidang produksi maupun distribusi barang dan jasa. Kegiatan bisnis
barang dan jasa itu haruslah berupa barang dan jasa yang halal dalam
pandangan syariat atas dasar sukarela (taradlin). Berbeda dengan LDII
yang lebih menitik beratkan usaha yang halal dan barakah, karena bagi
LDII harta yang halal saja tidak cukup. Husni Syam (Wakil Ketua
PDM Muhammadiyah Kota Kediri) menuturkan:
Dalam melakukan kegiatan bisnis-ekonomi pada prinsipnya setiap orang dapat menjadi pemilik organisasi bisnis, maupun pengelola yang mempunyai kewenangan menjalankan organisasi bisnisnya, ataupun menjadi keduanya (pemilik sekaligus pengelola), dengan tuntutan agar ditempuh dengan cara yang benar dan halal sesuai prinsip mu'amalah dalam Islam. Dalam menjalankan aktivitas bisnis tersebut orang dapat pula menjadi pemimpin, maupun menjadi anak buah secara bertanggungjawab sesuai dengan kemampuan dan kelayakan. Pemimpin maupun anak buah mempunyai tugas, kewajiban, dan tanggungjawab sebagaimana yang telah diatur dan disepakati bersama secara
142Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri, 16 Maret 2014.
zakat dan tuntunan s}adaqah, infaq, wakaf, dan jariyah sesuai dengan
ketentuan yang terdapat dalam ajaran Islam.145 Berbeda dengan
Muhammadiyah, LDII mewajibkan anggotanya untuk infaq 10 % dari
penghasilannya.
Menurut tokoh Muhammadiyah ada berbagai jalan untuk
mendapatkan harta yang halal, yaitu melalui (1) usaha berupa aktivitas
bisnis-ekonomi atas dasar sukarela (tarad}in), (2) waris, yaitu
peninggalan dari seseorang yang meninggal dunia pada ahliwarisnya,
(3) wasiat, yaitu pemindahan hak milik kepada orang yang diberi wasiat
setelah seseorang meninggal dengan syarat bukan ahli waris yang
berhak menerima warisan dan tidak melebihi sepertiga jumlah harta-
pusaka yang diwariskan, (4) hibah, yaitu pemberian sukarela kepada
seseorang. Dari semuanya itu, harta yang diperoleh dan dimiliki dengan
jalan usaha (bekerja) adalah harta yang paling terpuji.146 Berbeda
dengan Muhammadiyah, LDII tidak menggunkan cara-cara di atas,
namun LDII lebih menitik beratkan kehalalan harta yang disucikan
dengan infaq, tidak terlalu memperhatikan sumber penghasilan tersebut.
Husni Syam menuturkan:
Kadangkala harta dapat pula diperoleh dengan jalan utang-piutang (qardlun), maupun pinjaman (`ariyah). Kalau kita memperoleh harta dengan jalan berutang (utang uang dan kemudian dibelikan barang, misalnya), maka sudah pasti ada kewajiban kita untuk mengembalikan utang itu secepatnya, sesuai dengan perjanjian (dianjurkan perjanjian itu tertulis dan ada saksi). Dalam hal utang ini juga dianjurkan untuk sangat
145Husni Syam, Wawancara, Kediri, 13 Maret 2014. 146Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri, 16 Maret 2014.
berhati-hati, disesuaikan dengan kemampuan untuk mengembalikan di kemudian hari, dan tidak memberatkan diri, serta sesuai dengan kebutuhan yang wajar. Harta dari utang ini dapat menjadi milik yang berutang. Peminjam yang telah mampu mengembalikan, tidak boleh menundanunda, sedangkan bagi peminjam yang belum mampu mengembalikan perlu diberi kesempatan sampai mampu. Harta yang didapat dari pinjaman (ariyah), artinya ia meminjam barang, maka ia hanya berwenang mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa kewenangan untuk menyewakan, apalagi memperjualbelikan. Pada saat yang dijanjikan, barang pinjaman tersebut harus dikembalikan seperti keadaan semula. Dengan kata lain, peminjam wajib memelihara barang yang dipinjam itu sebaik-baiknya.147
Dalam kehidupan bisnis ekonomi, kadangkala orang atau
organisasi bersaing satu sama lain. Berlomba-lomba dalam hal kebaikan
dibenarkan bahkan dianjurkan oleh agama. Perwujudan persaingan atau
berlomba dalam kebaikan itu dapat berupa pemberian mutu barang atau
jasa yang lebih baik, pelayanan pada pelanggan yang lebih ramah dan
mudah, pelayanan purna jual yang lebih terjamin, atau kesediaan
menerima keluhan dari pelanggan. Dalam persaingan ini tetap berlaku
prinsip umum kesukarelaan, keadilan dan kejujuran, dan dapat
dimasukkan pada pengertian fastabii>q al-h}ai>rat sehingga tercapai bisnis
yang mabrur.148
Bagi tokoh Muhammadiyah, keinginan manusia untuk
memperoleh dan memiliki harta dengan menjalankan usaha bisnis-
ekonomi ini kadangkala memperoleh hasil dengan sukses yang
merupakan rejeki yang harus disyukuri. Di pihak lain, ada orang atau
organisasi yang belum meraih sukses dalam usaha bisnis-ekonomi yang 147Husni Syam, Wawancara, Kediri, 13 Maret 2014. 148Muhsin Qiraati, Membangun Agama, terj. MJ. Bafaqih dan Dede Anwar Nurmansyah,(Bogor:
dijalankannya. Harus diingat bahwa tolong-menolong selalu dianjurkan
agama dan ini dijalankan dalam kerangka berlomba-lomba dalam
kebaikan. Tidaklah benar membiarkan orang lain dalam kesusahan
sementara kita bersenang-senang.149
Mereka yang sedang gembira dianjurkan menolong mereka yang
kesusahan, mereka yang sukses didorong untuk menolong mereka yang
gagal, mereka yang memperoleh keuntungan dianjurkan untuk
menolong orang yang merugi. Kesuksesan janganlah mendorong untuk
berlaku sombong dan inkar akan nikmat Tuhan, sedangkan kegagalan
atau bila belum berhasil janganlah membuat diri putus asa dari rahmat
Allah.150 Konsep ini juga dipraktekan oleh LDII dalam membina
anggotanya untuk menyukupi kebutuhan ekonomi anggota mereka
dengan membentuk koperasi khusus anggota dan digunakan untuk
kegiatan dakwah LDII.
Harta dari hasil usaha bisnis ekonomi tidak boleh dihambur-
hamburkan dengan cara yang mubazir dan boros. Perilaku boros di
samping tidak terpuji juga merugikan usaha pengembangan bisnis lebih
lanjut, yang pada gilirannya merugikan seluruh orang yang bekerja
untuk bisnis tersebut. Fauzan Saleh menyatakan:
Anjuran untuk berlaku tidak boros itu juga berarti anjuran untuk menjalankan usaha dengancermat, penuh perhitungan, dan tidak sembrono. Untuk bisa menjalankan bisnis dengan cara demikian, dianjurkan selalu melakukan pencatatan-pencatatan seperlunya, baik yang menyangkut keuangan maupun
149Faissal,Ismail, Paradigma Kebudayaan Islam: Studi Kritis Dan Refleksi Historis(Yogyakarta:
administrasi lainnya, sehingga dapat dilakukan pengelolaan usaha yang lebih baik. Kinerja bisnis saat ini sedapat mungkin harus selalu lebih baik dari masa lalu dan kinerja bisnis pada masa mendatang harus diikhtiarkan untuk lebih baik dari masa sekarang. Islam mengajarkan bahwa hari ini harus lebih baik dari kemarin, dan besok harus lebih baik dari hari ini. Pandangan seperti itu harus diartikan bahwa evaluasi dan perencanaan-bisnis merupakan suatu anjuran yang harus diperhatikan.151
Menurut Muhammadiyah, seandainya pengelololaan bisnis
harus diserahkan pada orang lain, maka seharusnya diserahkan kepada
orang yang mau dan mampu untuk menjalankan amanah yang
diberikan. Kemauan dan kemampuan ini penting karena pekerjaan
apapun kalau diserahkan pada orang yang tidak mampu hanya akan
membawa kepada kegagalan. Baik kemauan maupun kemampuan itu
bisa dilatih dan dipelajari. Menjadi kewajiban mereka yang mampu
untuk melatih dan mengajar orang yang kurang mampu. Namun di
dalam keanggotaan LDII, lembaga wajib membantu kinerja anggota
dalam faktor ekonomi, dan anggota juga memiliki kewajiban
menyokong ekonomi lembaga.
Sebagian dari harta yang dikumpulkan melalui usaha bisnis-
ekonomi maupun melalui jalan lain secara halal dan baik itu tidak bisa
diakui bahwa seluruhnya merupakan hak mutlak orang yang
bersangkutan. Mereka yang menerima harta sudah pasti, pada batas
tertentu, harus menunaikan kewajibannya membayar zakat sesuai
dengan syariat. Di samping itu dianjurkan untuk memberi infaq dan
151Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri, 16 Maret 2014.
seluruh dunia tetap peduli dengan masa depan umat Islam di mata
dunia.153 Agus Salim menuturkan:
Sense of belonging terhadap Islamlah yang mendorong para tokoh umat Islam di dunia untuk membentuk organisasi yang menampung seluruh aspirasi umat Islam sedunia.Organisasi ini bernama OKI (Organisasi Konferensi Islam).154
Namun bagi Wahidiyah, organisasi OKI nampaknya tidak cukup
mewakili aspirasi umat Islam sedunia dan kurang berperan dalam
memajukan umat Islam.Hal ini ditandai dengan masih terbelakangnya
negara-negara Islam155 dan tertindas atau tertekan oleh bangsa lain
(terutama oleh negara adidaya Amerika Serikat). Bahkan di Timur
Tengah, negara Islam yang diperangi oleh bangsa lain seperti Palestina
yang diserang oleh Israel dibantu oleh Amerika Serikat, masih tidak
kunjung berakhir. Hal yang sama juga terjadi di Irak, sebagai salah satu
"musuh" Amerika Serikat melalui "tangan" Perserikatan Bangsa-
Bangsa (PBB) masih menghadapi embargo yang pada urutannya sangat
mengganggu generasi Muslim di tempat itu. Tarik-ulur antara Libya
dan negeri Paman Sam juga belum menunjukkan hasil yang
menggembirakan.156 Selain itu, isu-isu terorisme yang sering
mengarahkan pelakunya kepada kalangan umat Islam atau negara-
153M. BambangPranowo, Islam Faktual Antara Tradisi dan Relasi Kuasa(Yogyakarta: Mitra
Gama Widya, 1999), 64. 154 Agus Salim,Wawancara, Kediri, 4 Maret 2014. 155Negara Islam dalam hal ini mengandung makna umum, yaitu negara yang memang menetapkan
Islam sebagai agama resmi/ negara ataupun negara yang penduduknya mayoritas beragama Islam.
156 Gema Martin Munoz (ed.), Political Relations at the End the Millenium (London: I.B. Tauris, 1999), 95.
negara yang mayoritas dihuni umat Islam, OKI seakan tidak
menampakkan diri.157
Hal di atas bagi Wah}idiyah memang menandakan kemunduran
umat Islam dalam percaturan dunia. Sangat berbeda jauh jika
dibandingkan dengan kejayaan umat Islam di mata dunia, yaitu pada
masa kepemimpinan nabi SAW. dan Khulafa' al-Rasyidin yang modern
dan demokratis, sebuah civil society yang sejalan dengan yang
diistilahkan oleh Nurcholish Madjid dengan "masyarakat madani".158
Menurut KH. Abdul Latief demokrasidapat terwujud pada masa
awal umat Islam karena para kaum muslimin pada awal Islam sangat
peduli dengan kehidupan duniawinya, sebagaimana kepedulian mereka
menghayati ajaran Islam. Aktifitas kepemimpinan mereka dalam
kehidupan duniawi, dijadikan sebagai ibadah juga kepada Tuhan.
Dengan demikian, mereka tidak hanya mempertanggungjawabkan
tugasnya kepada manusia, tetapi juga dipertanggungjawabkan kepada
Tuhannya, bahkan inilah yang benar-benar diutamakan. Menurut KH.
Abdul Latief:
Karena sikap yang bertanggung jawab terhadap segala tindankannnya, umat Islam zaman dahulu bersungguh-sungguh dalam menjalankan amanatnya dan hasilnya mereka tidak hanya berhasil membangun Islam di "kandang"-nya sendiri, tetapi juga berhasil melebarkan sayap keluar Jazirah Arab yang disambut dengan hangat oleh penduduknya karena telah menjadi "dewa penolong" bagi mereka dari penindasan bangsa Romawi. Mereka pun taat pada kepemimpinan Islam karena telah
157TonyHendrayono, Dunia Islam di Internet(Solo: Katta, 2004), 122. 158 Nurcholish Madjid, Cita-cita Politik Islam Era Reformasi (Jakarta: Paramadina, 1999), 32-33.
memberikan kedamaian dalam kehidupan penduduk setempat yang akhirnya mendorong mereka masuk Islam.159
Apabila kesenjangan di atas dicermati, tampaklah perbedaan di
antara dua masa, yaitu masa kejayaan Islam dan masa kemunduran
Islam.Jika pada masa kejayaan Islam, yaitu masa Nabi dan Khulafa' al-
Rasyidin, para pemimpin selain memimpin dalam hal kenegaraan,
mereka juga pemimpin dalam hal keagamaan.160Bahkan penguasaan
ajaran Islam (al-Qur'an dan hadis) dan kemampuan dalam
mengamalkannya dijadikan tolak ukur ditunjuknya seseorang menjabat
sebagai pemimpin pemerintahan. Hal ini terbukti pada saat terpilihnya
Abu Bakar sebagai pengganti Nabi sebagai pemimpin umat, karena
kebiasaan dia terpilih sebagai imam salat yang menggantikan Nabi
ketika beliau sakit, inilah yang dijadikan alasan bagi kalangan sahabat
menganggap Abu Bakar yang terbaik di antara yang lain.161 Agus Salim
menyatakan:
Para pemimpin zaman dahulu selain memimpin dalam hal kenegaraan, mereka juga pemimpin dalam hal keagamaan terjadi pada saat pengutusan Mu‘a>z| bin Jaba>l oleh Nabi SAW. untuk menjadi pemimpin di negeri Syam. Hal ini menandakan bahwa Islam bukan semata-mata akidah keagamaan individu, tetapi sudah mewajibkan pembentukan suatu masyarakat yang mandiri yang memiliki pemerintahan, konstitusi dan sistem pemerintahan berdasarkan keimanan kepada Allah.162
159KH. Abdul Latief, Wawancara, Kediri, 9 Maret, 2014. 160 Menurut Thomas W. Arnold. Dalam waktu bersamaan, Nabi adalah pemimpin agama dan
kepala negara, lihat John. J. Donohue dan L. Esposito (ed.), Islam ini Transition, Muslim Perspective (New York: Oxford University Press, 1982), 261.
161Haqqul Yaqin, Agama dan Kekerasan dalam Transisi Demokrasi di Indonesia (Yogyakarta: Elsaq, 2009), 104.
162 Agus, Wawancara, Kediri, 8 Maret 2104. Lihat juga.M. Yusuf Musa, Politik dan Negara dalam Islam (Surabaya: al-Ikhlas, 1990), 27.
Namun bagi Wahidiyah kondisi umat Islam sekarang tidak
demikian. Negara Islam sekarang secara garis besar terkesan adanya
pemisahan antara agama dan negara. Bahkan lebih dari itu, mereka
berkiblat kepada kehidupan bangsa Barat dan tunduk kepada mereka
sebagai negara adidaya. Meskipun sebenarnya, banyak di antara negara
Islam adalah negara-negara kaya, kekayaannya dikeruk oleh bangsa
Barat yang disebut sebagai bagian dari neo-kolonialisme.163
Mereka mengaku Islam tetapi pemikiran mereka berpaham
sekular, misalnya negara Turki. Di Turki tidak ada peran agama dalam
roda pemerintahan, dan agama Islam hanya dijadikan ibarat "tempel
ban" ketika ada gejolak yang terjadi dalam negara. Shalat sebagai
ibadah utama dalam Islam, sepertinya tidak membekas sedikitpun
dalam perilaku sehari-hari.164 Menurut Wahidiyah hal ini yang
membuat umat Islam mundur, karena jika umat Islam meresapi ibadah
s}alatnya lahir dan batin,165 tentunya s}alat yang dikerjakan tidak hanya
sekedar gerakan fisik saja, namun s}alat yang benar-benar
menenangkan, mendamaikan dan menjernihkan jiwa dan pikirannya.
Bagi KH. Abdoel Latif:
163Azhari Afif dan Mimien Maimunah, Muhammad Abduh Dan Pengaruhnya Di Indonesia
(Surabaya: Al-Ikhlas, 1996). 168. 164Yaqin, Agama dan Kekerasan., 71. 165 tentunya umat Islam tidak akan membiarkan penindasan dan ketidakadilan merajalela di muka
bumi ini. Meskipun al-Qur'an telah menyatakan bahwa salat dapat mencegah perbuatan keji dan
mungkar, Q.S. al-Ankabu>t (29): 45: Artinya: ãBacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu,
yaitu al-kitab (al-Qur’an) dan dirikanlah salat. Sesungguhnya salat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan Sesungguhnya mengingat Allah (salat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadah-ibadah yang lain). dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan. Dept. Agama, al-Qur’an.,635.
Seharusnya umat Islam sadar, bercermin dan kembali kepada al-Quran dan Hadis dalam bernegara yang telah dicontohkan oleh Nabi SAW. Jika menurut Bellah, unsur-unsur struktural politik pada zaman itu sangatlah modern bahkan terlalu modern untuk zamannya, sehingga setelah Nabi wafat kepemimpinan umat Islam yang demokratis belum mampu dilanjutkan, maka karena kini merupakan era millenium, tentunya umat Islam lebih dapat mengkaji dan menerimanya sebagai obat penyembuh dari sakit yang terlalu lama dan tidak ada penentangan atau pemberontakan lagi terhadap pemerintah karena tidak adanya keadilan. Kesalahan yang dilakukan seorang pemimpin bisa terjadi karena kekhilafan sebagai seorang manusia yang seharusnya ditegur oleh rakyatnya, sedangkan cara menegur pemerintah tidak harus dengan cara memberontak, tetapi masih ada jalan damai lain yang akibatnya lebih efektif dan efisien.166
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bagi Wahidiyah
faktor kepemimpinan merupakan faktor yang utama dalam menciptakan
kesatuan umat Islam dan kesejahteraan masyarakat. Pemimpin yang
benar-benar membumikan keadilan akan menciptakan kehidupan
masyarakat yang sejahtera dan tidak ada lagi kesenjangan sosial dan
ekonomi (yang memicu konflik) sehingga tercipta rasa saling
mendukung, kekompakan yang menjadikan masyarakat kuat bersatu
dan tidak gentar menghadapi tekanan dan ancaman dari pihak luar.
Berbeda dengan LDII yang menganggap kesatuan umat Islam dan
kesejahteraan masyarakat hanya dapat terwujud jika ideologi Islam
menjadi dasar Negara dan diterapkan oleh umat Islam di Negara ini.
166KH. Abdoel Latief, Wawncara, Kediri, 9 Maret 2014.
b. Respon Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Ideologi Politik
LDII
Hak politik merupakan hak asasi bagi setiap warga Negara. Jadi
ketika suara satu warga bisa “dibeli” oleh kelompok tertentu, maka dia
berarti sudah “menjual” haknya dan hal ini bukan hal yang dibenarkan.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa LDII memiliki dukungan kuat dari
pemerintah zaman orde baru. Hal ini diakui oleh tokoh NU bernama
Gus Lik yang diungkapkan dalam wawancara penulis dengan beliau.
Jadi suara seluruh warga LDII bisa dipastikan akan terarah kepaada
partai tertentu yang memberikan jaminan keselamatan dan
kelanggengan organisasi mereka, inilah yang disebut dengan politik
balas budi.
Permasalahan ideologi politik LDII yang mengundang polemik
adalah masalah kepemimpinan di Indonesia.167 Ahmad Subakir juga
menyatakan:
Menjelang Pemilihan Presiden langsung pertama yang dilaksanakan pada tanggal 5 Juli 2004, para anggota parpol dan tim sukses calon presiden, baik dari kalangan yang berbasis agama maupun nasionalis gencar mengeluarkan "fatwa-fatwa"-nya demi kepentingan golongannya. Misalnya tentang presiden wanita, ada beberapa ulama di Indonesia yang ikut andil dalam partai politik mengeluarkan fatwanya tentang haramnya presiden wanita, sedangkan lawan politiknya padahal berasal dari organisasi keagamaan yang sama menyatakan sebaliknya.168
167Sebagian umat Islam menginginkan presiden Indonesia harus beragama Islam, sedangkan
sebagian yang lain tidak mensyaratkan ke Islamannya, melainkan pada kapabilitasnya dalam memimpin bangsa, meskipun sejak kemerdekaan RI, presiden pertama Sukarno hingga kelima Megawati Sukarnoputri, adalah Islam M. Bambang,Islam Faktual Antara Tradisi dan Relasi Kuasa., 112.
168 Ahmad Subakir, Wawancara, Kediri, 18 Maret 2014. Lihat juga Kompas, 5 Juni 2004, 6; dan Kompas, 8 Juni 2004, 4.
Yang terpenting di sini, bagi NU pemimpin yang baik bukanlah
pemimpin yang s}alat atau tidak s}alat.169 Dengan demikian, nilai
keadilan yang ditegakkan dalam masyarakat yang dipentingkan. Taufiq
Al-Amin mengatakan:
Sebenarnya penolakan bangsa Indonesia terhadap ajaran Islam sebagai dasar negara bukanlah persoalan demokratis atau tidak demokratis, tetapi adanya pelabelan Islam dan kesalahpahaman mereka tentang Islam. Keengganan sebagian bangsa Indonesia menerapkan Islam di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (politik), adalah karena mereka menganggap bahwa Islam itu kejam, tidak berperikemanusiaan karena adanya penerapan hukum qisas, potong tangan, rajam dan lain-lain, yang semua ini akibat kesalahpahaman dan provokasi dari kalangan musuh Islam yang menimbulkan islamofobia seperti yang diistilahkan Taufik Abdullah.170
Menurut NU jika bangsa Indonesia menyelami kembali ajaran-
ajaran Islam dalam al-Qur’an dan hadis, maka mereka akan menemukan
bahwa nilai-nilai Islamlah yang mengandung dan menjunjung tinggi
egalitarianisme, demokrasi, partisipasi dan keadilan sosial, yang sesuai
untuk diterapkan dalam kehidupan manusia dalam mewujudkan
kehidupan yang bahagia-sejahtera lahir dan batin, yang sudah
dibuktikan pada zaman Nabi Muhammad.171 Namun yang telihat di
Indonesia sekarang, agama muncul ketika terjadi gejolak nasional,
ístighasah sebagai doa bersama atau taubat nasional diadakan. Roda
169Karena bukan ia mengerjakan s}alat (berupa gerakan saja tanpa penghayatan) tetapi ia tidak bisa
berlaku adil. Jika dibandingkan dengan seorang kafir yangmenjalankan kepemimpinan-nya dengan penuh adil dan bertanggung jawab, maka ia lebih baik daripada seorang muslim yang hanya memikirkan kepentingan perutnya sendiri. Haqqul. Agama dan Kekerasan dalam Transisi., 58.
170 Taufiq Al-Amin, Wawancara, Kediri, 19 Maret 2014. 171Khadziq,Islam dan Budaya Lokal: Belajar Memahami Realitas Agama dalam
pemerintahan yang menyebabkan gejolak itu, justru menginjak-nginjak
nilai-nilai agama itu sendiri.172
Kalangan NU berpendapat kemajemukan Indonesia akan
budaya, bahasa dan agama tidak jauh berbeda dengan kondisi yang ada
pada penduduk Madinah karena terdiri dari suku-suku seperti Bani Aus,
Bani Qainuqa dan Bani Nadir ditambah dengan kaum Muhajir<in (umat
Islam yang pindah dari Makkah ke Madinah).173
Jika bangsa Indonesia menganggap Islam tidak demokratis dan
paham kenegaraan yang dianut Indonesia menurutnya demokratis, maka
bangsa Indonesia harus mengamati bahwa Nabi ditunjuk sebagai
pemimpin di Madinah bukan karena agamanya, karena penduduk
Madinah pada waktu itu belum masuk Islam, tetapi karena kredibilitas
kepribadiannya. Ketika Nabi bertindak sebagai pemimpin, masih
banyak penduduk Madinah yang tetap bersiteguh dengan agama lama
mereka, yaitu Yahudi dan Nasrani, dan kepercayaan nenek
moyangnya.174 Ahmad Subakir menyatakan:
Sejauh ini, negara Indonesia tidak surut dari kekacauan adalah karena belum terwujudnya keadilan dalam masyarakat Indonesia. Masih banyak terjadi kesenjangan sosial yang menimbulkan kecemburuan sosial di antara seluruh lapisan masyarakat.175
172 Kamaruzzaman, Relasi Islam dan Negara: Perspektif Modernis dan Fundamentalis (Magelang:
Indonesiatera, 2001), 119. 173Malah justru karena persamaan ini, bangsa Indonesia seharusnya bercermin pada kehidupan
Madinah pasca hijrah, yaitu kedemokratisannya, keadilan dan nilai persamaan yang dijunjung tinggi pada masa Nabi. Taufiq Al-Amin, Wawancara, Kediri, 19 Maret 2014.
174Taufiq Al-Amin, Wawancara, Kediri, 19 Maret 2014. Lihat juga Akram Ziauddin Umari, Masyarakat Madani, terj. Mun'im A. Sirry (Jakarta: Gema Insani Press, 1999), 31.
175 Ahmad Subakir, Wawancara, Kediri, 18 Maret 2014.
Dari sini dapat disimpulkan, bagi NU jika pemimpin bangsa
menjalankan amanatnya dengan baik dan semestinya, maka tentunya
rakyat tidak akan menentang, bahkan justru mendukungnya. Artinya
selama hukum dan keadilan ditegakkan, maka itu berarti pemimpin
negara masih menjalankan amanatnya dengan baik, sehingga rakyat
harus mentaatinya. Berbeda dengan LDII yang menginginkan Islam
sebagai dasar Negara meski tidak mutlak, NU lebih mengakomodasi
hal-hal yang bersifat moralitas keagamaan dibandingkan secara
ideologis keagamaan.
c. Respon Tokoh Muhammadiyah Terhadap Ideologi Politik LDII
Muhammadiyah sejalan dengan LDII dalam hal ideologi politik,
yaitu memilih untuk bersikap netral terhadap partai politik manapun.
Namun dalam memandang hubungan agama dan negara, pendapat
Muhammadiyah berbeda dengan LDII. Jika LDII menginginkan Islam
dijadikan kekuatan ideologi dan dasar negara ini. Muhammadiyah
sebaliknya menolak Islam dijadikan ideologi, karena menurutnya kalau
agama, politik dan budaya diideologikan fungsinya akan terdistorsi dan
bukan malah mendapatkan struktur yang lebih baik, melainkan justru
akan memicu disintegrasi yang berbasis sekretarian dan konflik
horizontal.Menurut Fauzan Saleh:
Ada dua alasan mengapa Muhammadiyah menolak didirikannya negara Islam. Pertama, argumentasi normatif-teologis, yang menyebutkan bahwa Dawlah Isla>miyyah(Islamic State) tidak pernah disebutkan secara eksplisit dalam al-Qur’an. Memang dalam al-Qur’an ada ayat yang berbunyi baldatun t{ayi>batun wa rabbun ga>fur, sebuah ayat yang lebih pada konteks sosiologis,
yaitu negara yang baik, penuh pengampunan Tuhan. Atas dasar inilah Islam tidak memberi konsep yang jelas, melainkan hanya memberi nilai etik bagi kehidupan bangsa dan negara. Ke dua, argumentasi historis, yaitu berkaitan dengan fakta bahwa dalam sejarah Islam tidak pernah menunjukan adanya mekanisme baku bagaimana suksesi dalam Islam. Ini bisa dilihat dari empat khalifah sepeninggalnya Rasulullah, semuanya diangkat melalui mekanisme yang berbeda satu sama lain, padahal pengangkatan seorang kepala negara merupakan kunci utama untuk mengetahui sistem kenegaraan.176
Selain itu, dalam konteks negara pluralistik seperti Indonesia,
menjadikan Islam atau agama apapun sebagai ideologi negara hanya
akan memicu disintegrasi bangsa, karena menurutnya sangat tidak
mungkin memberlakukan formalisme agama tertentu dalam komunitas
agama masyarakat yang sangat beragam. Fauzan Saleh menegaskan
kembali:
Oleh sebab itu, pluralitas merupakan hukum alam atau Sunnatullah di negeri ini, dan seharusnya Islam dijadikan sebuah nilai etik sosial (social ethics), yang berarti Islam berfungsi komplementer dalam kehidupan negara.177
Apabila Islam dijadikan ideologi negara, berarti akan membuka
peluang intervensi negara terhadap agama dan politisasi agama, padahal
ajaran-ajaran agama itu sendiri bersifat privat, yang berjalan di
kalangan masyarakat melalui persuasif, bukan melalui perundangan
negara yang bersifat kohesif. Selanjutnya, Fauzan Saleh menyatakan
bahwa agama merupakan dimensi privat yang paling independen dari
176 Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri, 16 Maret 2014. 177 Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri, 9 Maret 2014.
dilakukan oleh kelompok Darul Hadits atau Islam Jamaah.180 Royan
(ustadz LDII) menyatakan:
Sumber hukum warga LDII adalah al-Qur’an dan al-Hadis, ijma dan qiyas, contoh ijma penerapan adzan ketiga pada saat salat jum’at yang diawali pada zaman kekhalifahan Ustman bin Affan, contoh qiyas zakat fitrah pada zaman Rasulullah menggunakan kurma dan gandum, bagi kita di Indonesia beras di qiyaskan dengan gandum, karena sama-sama makanan pokok.181
LDII selama ini dianggap sebagai aliran sesat dan eksklusif,
bahkan mereka yang mengatakan LDII sesat berdasarkan fatwa MUI
tahun 2005 tentang kesesatan LDII.182 Hal ini menurut Wawan salah
seorang santri pondok Kedunglo tidak sesuai dengan sunnah Rasul.
(Dari Abi Hurairah Rasulullah berkata kalian jangan saling mendengki iri hati, jangan saling bersaing , jangan saling saling membenci, jangan saling bermusuhan, dan jangan menjual dangan sebagian kalian atas jualanya sebagianya dan hai hamba-hambnya Allah jadilah saudara, orang Islam itu saudaranya orang Islam jangan menganiaya saudaranya, jangan menganiaya menelantarkan/ menjerumuskan saudarnya, jangan menganiaya merendahkan ketakwaan itu disini,Rasulullah isyarah pada dadanya tiga kali “ cukup seseorang itu dikatakan jelek apabila
180 “Profil LDII”, Sejarah Lembaga Dakwah Islam Indonesia (http://www.ldii.or.id/sejarah.html),
diunduh tanggal 20 Februari 2014. 181 Royan, Wawancara, Kediri, 18 Maret 2014. 182Hartono Ahmad Jaiz, Aliran dan Faham Sesat di Indonesia, (Jakarta Timur: Pustaka al-Kautsar,
Tidak akan surut langkah kami dalam membela agama Allah, tidak akan berkurang semangat kami dalam menegakan kebenaran Agama Allah, hanya satu yang kami cari yaitu ridho Allah, berpuluh-puluh tahun sudah kami berjuang tidak mungkin ada sampai sekarang kalau tanpa adanya ridho Allah. Faktanya sekarang LDII tambah besar, dan tersebar di berbagai pelosok tanah air, bahkan di berbagai mancam negara.186
Agus Salim (pengurus jamaah Wah}idiyyah) salah satu pimpinan
yayasan perjuangan Wahidiyah mengatakan, selama ini LDII dianggap
eksklusif, maka Wahidiyah melakukan “tabayyun” dengan LDII. Dari
tabayyun tersebut mereka menemukan 3 hal, berikut pernyataan Agus
Pertama, ujarnya, mereka (LDII) sudah bisa bersama kita shalat berjamaah. Yakni, kita bisa menjadi imam atau mereka menjadi imam. Ke dua, kita bisa diterima mereka untuk memberikan taushiyah. Dan ke tiga ketiga, kita bisa melihat langsung buku-buku rujukan di perpustakaan mereka, teknik belajar dan metode mengajar yang semuanya berorientasi kepada al-Qur’an dan Hadis. Sehingga, dapat disimpulkan warga LDII tidak eksklusif. “Kita ingin terapkan kepada masyarakat tentang paradigma baru LDII yang melakuan revitalisme secara baik dan pembaruan sudah ada. Mereka juga bisa bersilaturahmi kepada kita, sehingga tidak ada lagi celah-celah kita anggap eksklusif.187
Tabayyun itu memberikan satu garansi bahwa LDII tidak
eksklusif. Dengan paradigma baru, LDII membangun kepercayaan
pandangan masyarakat yang baik, tetap berorientasi kepada “Kutub al-
sittah” (kitab-kitab Hadis 6 yang masyhur), berpegang teguh kepada al-
Qur’an dan Hadis serta tidak ada menambahi maupun mengurangi
rukun iman dan rukun Islam. Ternyata, mereka berorientasi kepada Ahl
Sunnah wa al-Jamaah.
Menurut KH. Latief Majid (pengasuh Pondok Kedunglo), LDII
dapat di terima oleh MUI disebabkan:
a) Masalah yang masuk terlebih dahulu dipelajari secara seksama oleh anggota komisi sekurang-kurangnya satu minggu.
b) Masalah yang telah jelas (qat}’iy) hendaknya disampaikan apa adanya dan fatwa menjadi gugur setelah diketahui ada nas-nya dari al-Qur’an dan al-Hadis.
c) Dalam masalah khilafiah di kalangan madzahab yang difatwakan adalah hasil tarjih setelah memperhatikan fiqih muqaran.188
187 Agus Salim, Wawancara, Kediri, 17 Maret 2014. 188 Anwar Iskandar, Wawancara, Kediri, 14 Maret 2014.
LDII menggunakan semua kitab Hadis utamanya kutub al-
sittah, dan Agus Salim (pengurus yayasan perjuangan Wah}idiyah)
berkata:
Menteri agama H. Suryadarma Ali dan para tamu dari MUI sudah menyaksikan langsung kitab rujukan warga LDII di dalam ruang perpustakaan pondok LDII Kediri yang berada di bawah menara setinggi seratus meter. Bahkan dari ustadz LDII ada yang diminta menjadi imam sholat, mengajarkan qiro’ah sab’ah di ponpes di luar LDII. Ustadz-ustadznya LDII juga ceramah di luar LDII dan menjadi khotib di masyarakat umum. Adapun ketika ada pendapat LDII terlihat eksklusif sebenarnya itu tidak benar. Buktinya banyak warga LDII menjadi tokoh masyarakat, ketua RT, ketua RW, kepala desa dan lain-lain, hanya karena aktifitas pengajian di LDII sangat tinggi, menyebabkan kesempatan pergaulan di masyarakat menjadi berkurang. Dalam hal ini DPP LDII sudah memberikan pedoman kepada seluruh warganya agar tetap menjaga tali silaturahim dengan masyarakat sekitar, termasuk keharusan mengikuti kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh RT dan RW setempat.189
KH. Abdul Latief Majid (Pengasuh Pondok Kedunglo Kota
Kediri) menuturkan:
LDII bekerja sama dengan ormas atau lembaga lain dan tidak tertutup, banyak sekali interaksi dengan ormas ataupun lembaga lain dan berjalan lancar, dari tingkat pusat (DPP) sampai desa (PAC) contoh bertukar pendapat dengan Muhammadiyah dan Wahidiyyah, menjadi amirul hajj bersama-sama dengan menteri agama pada tahun 2012, mengadakan pelatihan rukyah hilal bekerja sama dengan kementerian agama serta masih banyak lagi kegiatan kerjasama dengan ormas lain, dan sering aktif dalam menggelar kerjasama dengan ormas-ormas lain, atau dengan komunitas-komunitas di luar LDII. 190
189 Agus Salim, Wawancara, Kediri, 17 Maret 2014. 190 Abdul Latief Majid, Wawancara, Kediri, 8 Maret 2014.
c. Respon Tokoh Nahdlatul Ulama (NU) Terhadap Ideologi
Keagamaan LDII
LDII adalah salah satu lembaga yang difatwa MUI
sesat,karenaterkait dengan isu LDII merupakan kelanjutan dari ajaran
Islam Jama’ah. Fatwa MUI khusus tentang LDII tidak ada, namun jika
ia menggunakan ajaran-ajaran Islam Jama’ah yang prinsip-prinsipnya
menyimpang itu, maka ia terkait juga dengan fatwa tentang kesesatan
Islam Jama’ah.191 Royan (Ustadz LDII) berpendapat:
Memang ada satu keputusan Munas MUI yang menyinggung nama. Dalam satu rekomendasi dinyatakan bahwa “Aliran sesat itu seperti Ahmadiyah, LDII....“Kalimatnya berbunyi seperti itu.Kenapa LDII dijadikan bagian yang sesat? Karena LDII dianggap sebagai penjelmaan Islam Jama’ah.192
Ketika LDII dianggap melakukan ar-ruju` il‘a> al-haq, LDII
dianggap sebagai entitas yang pernah melakukan penyimpangan, karena
LDII dikaitkan dengan Islam Jama’ah. Fadil (ustadz LDII) menuturkan:
Dalam perjalanannya, LDII memiliki keinginan untuk memperbaiki Islam Jamaah kembali kepada kebenaran. Namun, ada kelompok-kelompok yang sangat keras, menentang, seolah-olah Islam Jama’ah tidak boleh bertaubat. LDII sekarang dalam tahap verifikasi secara kelembagaan maupun secara grass roots. Terlihat secara kelembagaan mereka tidak ada masalah, dari pengurus pusat hingga pengurus daerah memiliki satu kata. Namun di tingkat bawah, kemungkinan masih ada masalah, karena masih ada generasi LDII yang berpegang pada Islam
191 Nuhrison, Aliran/Faham Keagamaan.,27. 192 Royan, Wawancara, Kediri, 9 Maret 2014. Sesudah deklarasi paradigma baru, LDII berusaha
meninggalkan hal-hal yang menyebabkan kesesatannya itu. Mereka meminta audiensi ke MUI Pusat untuk mensosialisasikan apa yang disebutnya sebagai paradigma baru. Paradigma baru ini menegaskan bahwa LDII tidak menggunakan ajaran Islam Jama’ah sebagai satu landasan, meski dalam beberapa ajaran ada yang sama, yang berkaitan dengan amaliah, bukan itiqa>diya>h. Mereka meninggalkan ajaran Islam Jama’ah seperti menganggap najis kelompok lain. Mereka tidak lagi mencuci bekas tempat salat orang lain, tidak mengkafirkan kelompok lain. Bahkan, mereka bersumpah di hadapan MUI Pusat bahwa itu bukanlah taqi>yah.Sesudah itu mereka membuat pernyataan tertulis untuk menegaskan perubahan itu.
Jama’ah. Kendati demikian, kondisi di bawah tidak sepenuhnya bisa kita jadikan indikasi bahwa LDII belum berubah.193
KH. Anwar Iskandar (Gus War) seorang ulama Kota Kediri dan
Penasihat NU Kedirimengatakan:
Di Kediri pernah terjadi seperti daerah-daerah lain bahwa LDII eksklusif, bahkan dituduh sebagai satu aliran sesat. Namun, setelah LDII melakukan perubahan dalam segala hal, seperti dari eksklusif menjadi terbuka. Apalagi, sekarang LDII sudah menerapkan manajemen kolektivitas, terbuka, modern serta dalam keyakinan dan ajaran beragama, maka tidak ada masalah lagi. Sehingga, sekarang ini tidak ada alasan LDII harus berakhir di tempat. Sementara terjadinya perbedaan dalam “fur’i>yyah” tidak perlu dipertentangkan, karena dalam akidah tetap sama. Jadi, di Kediri warga LDII dengan masyarakat, termasuk Ormas Islam lainnya tidak ada masalah. Begitu juga dengan ‘pel-pel-an’ sudah tidak ada lagi di LDII.194
Dalam permasalahan isu yang berkembang tentang kesesatan
LDII di atas, KH. Anwar Iskandar (Gus War) dan tokoh-tokoh Islam
(dalam hal ini MUI) Kediri mengemukakan persoalan yang paling
mendasar sehingga terciptanya polemik tersebut. Menurut KH. Anwar
Iskandar (Gus War):
Ternyata, ini (perpecahan umat Islam antara LDII dan golongan yang lain) ada semacam desain pihak-pihak di luar Islam yang tidak pernah berhenti ingin memporak-porandakan Islam. Apalagi, ada pernyataan tokoh CIA yang menegaskan, setelah hancur dan runtuhnya kekuatan Uni Sovyet/Rusia, maka Islam yang akan dihadapi. Hal ini membuat kita menjadi sadar ada kekuatan yang kita tidak bisa melihat dan pengetahuan tidak menjangkau. Ini sudah disebutkan dalam al-Qur’an dengan berbagai cara pihak kafir ingin mengancurkan Islam dari berbagai sendi kehidupan. Jadi, kita tidak perlu saling bersitegang dalam mempersoalkan saudara kita sendiri, seperti menuduh LDII sesat-menyesatkan, saat ini masih banyak tugas
193 Fadil, Wawancara, Kediri, 10 Maret 2014. 194 Anwar Iskandar, Wawancara, Kediri, 14 Maret 2014.
umat Islam. Yakni, bagaimana memberantas kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, kemaksiatan dan lain-lain.195
Bukti kesesatan LDII dalam bentuk ibadah baik mahdah
maupun ghairu mahdhah tidak ada. Dalam ibadah warga LDII selalu
mendasarkan pada dalil-dalil syar’i. Bahkan aktifitas warga LDII dalam
pengajian-pengajian LDII seluruh Indonesia sangat padat, dari tingkat
pusat DPP, DPW, DPD, PC, PAC, mulai dari usia PAUD sampai lanjut
usia.196 Persoalan pengkafiran bagi warga LDII karena menajiskan
golongan Islam yang non LDII tidak pernah ada, Hasan Basri (Pengurus
PCNU Kota Kediri) menuturkan:
Warga LDII tidak ngepel rumah atau masjid ketika LDII dapat tamu. Itu salah besar kalau tidak percaya coba buktikan saja bertamu kerumah atau masjid-masjid LDII tidak ada kejadian seperti itu, kalaupun ada itu jadwal di pel, karena masjid-masjid LDII juga ada jadwal ngepel, di tempat saya sendiri waktu ngepel masjid itu hampir sebelum salat 5 waktu, belum lagi ini musim hujan jadi sering sekali ngepel masjid.197
Sedangkan soal kesesatan LDII dalam hal peribadahan Hasan
Basri mengatakan:
Apakah warga LDII tidak mau bermakmum kepada orang lain? Itu tidak benar, penetapan imam dalam shalat, LDII mengikuti tuntunan dari Rasulullah SAW: ”Yang paling berhak mengimami kaum adalah yang paling mahir di dalam membaca al-Qur’an, jika dalam hal ini sama maka yang paling dahulu hijrahnya, jika dalam hal ini sama maka yang paling banyak mengetahui sunnahnya, jika dalam hal ini mereka sama maka yang paling tua usianya”. Contoh nyata pada saat ibadah haji. Di makkah warga LDII salat di belakang imam Masjidil Haram. Di mandinah warga LDII salat di belakang imam Masjid Nabawi, dan di masjid-masjid lainya.198
195 Anwar Iskandar, Wawancara, Kediri, 14 Maret 2014. 196 Observasi, di LDII Kota Kediri, 18 Maret 2014. 197 Hasan Basri, Wawancara, Kediri, 12 Maret 2014. 198 Hasan Basri, Wawancara, Kediri, 12 Maret 2014.
Rukun Islam ada 5, satu di antaranya shalat. Sedangkan dalam
salat ada 13 rukun dimulai takbiratul ih}ram hingga salam. Dalam salat
wajib 5 waktu, warga LDII juga melaksanakan 13 rukun yang
diwajibkan. Ahmad Subakir (ketua PCNU Kota Kediri) mengatakan:
Memang sedikit terjadi perbedaan dalam salat LDII dengan golongan NU. Itu pun hanya “fur’i>yyah” yang tidak perlu didiskusikan.Yakni, mereka tidak “menzaharkan” membaca Bismillah, tetapi hanya “mensiirkan” serta tidak membaca doa qunut pada salat Subuh, tetapi mereka tetap mengangkat tangan ketika saya memimpin doa usai ta>wshiyah.199
Menurut NU suratkeputusan Kejaksaan Agung pada tahun 1978
tentang pelarangan terhadap IslamJamaah itu tidak bisa dialamatkan
padaLDII.Karena LDII tidak menganut sistem keamiran sebagaimana
Islam Jamaah, akan tetapi memakai sistem ketua umum dan struktur
organisasi di tingkat pusat sampai desa, DPP, DPW, DPD Kab/Kota,
PC dan PAC. LDII tidak menganggap benar sendiri atau mengkafirkan
orang lain dan tetap menghormati penganut ajaran lain serta mengajak
dengan baik dan tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.200
Sebagaimana yang dicontohkan oleh Rasululllah, tetap menghormati
kepada pamannya dan masih bergaul dengan baik meskipun paman
Rasulullah bukan termasuk golongan beliau.201
Moh. Taufiq Al-Amin Ketua Paguyuban Lintas Masyarakat
(PALM) dan juga pengurus PCNU Kota Kedirimengatakan:
199 Ahmad Subakir, Wawancara, Kediri, 10 Maret 2014. 200 Nuhrison, Aliran/Faham Keagamaan., 20. 201 Ahmad Khoirul Fata’, Menguak Islam Eksklusif Yang Toleran, dalam Burhan Djamaludin(ed),
Ternyata komunitas LDII tetap berpegang teguh kepada al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah SAW, baik dalam akidah, syariah, muamalah maupun akhlaq al-karimah. Hal yang sangat terasa dan tidak dilakukan komunitas umat Islam lainnya, sambungnya, bagaimana mereka memperlakukan tamu sebagai dikemukakan Rasulullah SAW: ”Siapa-siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, maka hendaklah memuliakan tamu”. Artinya, memuliakan tamu sama dengan memuliakan saudaranya. “Ini terpancar dari wajah yang ikhlas dan hati yang suci. Menyangkut beramal dan beribadah, mereka benar-benar mengamalkan Hadis Rasulullah yang menyebutkan:”Sebaik-baik salat, dilaksanakan pada awal waktu”. Mereka menunggu waktu salat. Bahkan, dalam menunggu waktu salat, mereka membaca al-Qur’an, bertasbih dan berzikir. Dalam bermuamalah, mereka menerapkan ekonomi Islam. Artinya, dalam segala kebutuhan diproduk sesama muslim. Dalam akhlaq al-karimah tampak sikap mereka tamah-tamah dan santun.202
d. Respon Tokoh Muhammadiyah terhadap Ideologi Keagamaan
LDII
LDII memang difatwa sesat oleh MUI pada tahun 2005, karena
LDII dianggap sebagai bagian dari aliran sesat, dan disamakan status
ajarannya dengan Ahmadiyyah.203 Tetapi dari beberapa warga
Muhammadiyah Kota Kediri yang ditanya tentang LDII, pada
umumnya mereka kurang memahami ajaran LDII dan hanya mengenal
Nurhasan al-Ubaidah sebagai mubaligh. Hal ini sebagaimana yang
dinyatakan oleh Sulaiman (warga Muhammadiyah):
Nurhasan al-Ubaidah adalah seorang ulama yang mengajarkan al-Qur’an dan al-Hadis. Ada sebagian ajaran Nurhasan yang masih diamalkan oleh warga LDII seperti tidak boleh bersalaman dengan wanita, khutbah pakai bahasa Arab, tetapi ajaran lainnya yang bersifat ekslusif sudah tidak diamalkan lagi oleh warga LDII.204
202Moh. Taufiq Al-Amin, Wawancara, Kediri, 14 Maret 2014. 203M. MuksinJamil, Agama-Agama Baru di Indonesia(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), 27. 204Sulaiman, Wawancara, Kediri,27 Maret 2014.
Hendra (Warga Muhammadiyah) juga mengatakan hal yang
hampir sama:
Sekarang ini LDII sudah tidak mempunyai hubungan lagi dengan Nurhasan al-Ubaidah (pendiri Islam Jama’ah), sebabdia sudah meninggal cukup lama, demikian juga dengan keturunan Nurhasan al-Ubaidah. Warga LDII tidak mengenal siapa saja keturunan Nurhasan al-Ubaidah.205
Umumnya para masyarakat awam di luar LDII, khususnya
Muhammadiyah yang ditanya, tidak mengetahui mengapa Islam
Jama’ah dilarang, karena mereka tidak mengenal Islam Jama’ah, sebab
ketika mereka mengenal LDII, Islam Jama’ah sudah dilarang oleh
pemerintah, sedangkan LDII sudah berkembang pesat seperti saat ini.
Pengurusorganisasi kemasyarakatan dan warga Muhammadiyah
ketika ditanya tentang isi paradigma baru LDII pada tahun 2008, pada
umumnya tidak mengetahui secara detailnya. Tetapi sebagian dari
mereka cukup mengetahui bahwa LDII bukan kelanjutan gerakan Islam
Jama’ah dan tidak mengajarkan ajaran Islam Jama’ah, tidak mengenal
sistim keamiran. Meski masjid LDII kurang terbuka untuk umum,
mereka menyebutkan bahwa warga LDII tidak menganggap umat Islam
diluar LDII sebagi kafir dan najis. Fauzan Saleh (Wakil Ketua PDM
Muhammadiyah Kota Kediri) menyebutkan:
Latar belakang lahirnya pernyataan klarifikasi tersebut karena pengurus LDII sudah merasa capek menanggapi tuduhan dari berbagai pihak, yang menurut pengurus LDII sendiri tuduhan itu tidak benar. Mungkin masih ada sebagian kecil warga LDII yang mengamalkan ajaran Islam Jam’ah, tetapi itu bukan kebijakan organisasi, hanya bersifat perseorangan. Tugas
LDIIsebenarnya justru ingin meluruskan paham yang dianut oleh Islam Jama’ah tersebut. Kebetulan MUI menyarankan agar membuat klarifikasi, maka LDII membuat pernyataan klarifikasi.206
Terhadap pendapat yang mengatakan bahwa terdapat hubungan
historis antara Islam Jama’ah dengan LDII, warga Muhammadiyah
tidak mengetahui secara detailnya, tetapi terdapat sebagian pengurus
Muhammadiyah yang mengetahui adanya hubungan historis tersebut,
tetapi pengetahuan mereka terbatas pada penyerahan aset-aset milik
Islam Jama’ah seperti pondok pesantren, dan beberapa buah rumah.
Menurut Muhammad Syahrul (pengurus Muhammadiyah):
Orang yang disebut kafir, adalah orang yang sudah keluar dari kaidah-kaidah agama Islam. Kita tidak boleh menuduh orang lain sebagai kafir, sebab berat resikonya. Kalau tuduhan itu tidak benar, justru prediket kafir itu akan kembali kepada mereka yang menuduh tersebut. Kalau seseorang sudah mengucapkan dua kalimah syahadat dia sudah dianggap Islam, soal pengamalannya itu masalah lain. Menurut para warga LDII sejak mereka masuk LDII tidak pernah menganggap orang diluar LDII sebagai kafir dan sesat. Mereka juga menolak tuduhan bahwa orang diluar LDII sebagai najis, sehingga bekasnya harus dicuci.207
Hal ini dapat dibuktikan, bahwa ketika peneliti salatada 5 orang
diluar LDII yang ikut salat jamaah zuhur di masjid LDII di daerah
Bandar Kidul. Peneliti juga ikut salat jamaah, ketika salat akan dimulai
bergeser kedepan, dan jejak peneliti ditempati orang lain, dan itu tidak
dicuci.208 Kemudian ada penjelasan dari Bapak Wiyono, Ketua RW di
Kelurahan Burengan bahwa:
206 Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri,12 Maret 2014. 207 Fadil, Wawancara, Kediri,19 Maret 2014. 208 Wiyono, Wawancara, Kediri,17 Maret 2014.
Ditempatnya tersebut sudah biasa orang diluar LDII salat di masjid LDII dan orang LDII shalat di masjid non LDII.Demikian juga mereka saling mengunjungi dalam kehidupan sehari-hari, dan dia tidak menyaksikan adanya tuduhan bahwa bekas orang non LDII dicuci, karena dianggap najis. Dia sudah bergaul selama 20 tahun dengan warga LDII. Di RW-nya terdapat banyak warga LDII.
Sedangkan tanggapan dari pemuka Muhammadiyah di Burengan
terbagi dua bagian, yaitu mereka yang mengenal LDII dan mereka yang
tidak mengenal LDII. Menurut Hari Widyasmoro (Ketua PDM
Muhammadiyyah):
Yang telah mengenal lebih dekatLDII dapat menerima pernyataan klarifikasi Dewan Pimpinan LDII sebagai berikut: LDII dengan paradigma baru, LDII tidak menggunakan dan tidak mempunyai keamiran dan LDII tidak mengajarkan, meneruskan ajaran Islam Jama’ah, tetapi membina bekas Islam Jama’ah yang tergabung dalam warga LDII ( 1 Maret 2007). Selain itu MUI Kota Kediri mengirim surat kepada seluruh ormas-ormas di Kota Kediri, menyampaikan hasil dialog antara DP MUI Pusat, DP MUI Jatim serta Pengurus LDIIKediri, Kab/Kota se-Jatim tanggal 19 Maret 2008, yang kesimpulannya sebagai berikut: (a) LDII bukan penerus/kelanjutan dari gerakan Islam Jama’ah serta tidak menggunakan ataupun mengajarkan Islam Jama’ah (b) LDII tidak menggunakan atau menganut sistem keamiran, (c) LDII tidak menganggap umat Islam diluar LDII sebagi kafir atau najis, (d) LDII dalam pengayaan ilmu juga menggunakan alumni lulusan pondok diluar LDII, (e) Masjid LDII terbuka untuk umum.209
Menurut Suprapto (Sekretaris PDM Kota Kediri) berdasarkan
pengamatannya tidak ada sistem keamiran, tidak ada yang mengepel
lantai bekas orang Non LDII, karena dia pernah jadi imam di masjid
LDII. 210 Menurut Agus Hariono (warga Muhammadiyah) dia pernah
salat di masjid LDII secara berpindah-pindah tempat, ternyata bekas
209 Hari Widyasmoro, Wawancara, Kediri,12 Maret 2014. 210 Suprapto, Wawancara, Kediri, 13 Maret 2014.
salat tadi tidak dibersihkan. Secara fisik dalam aktivitas ibadah tidak
ditemukan praktik-praktik seperti yang diajarkan Islam Jama’ah,
bahkan baginya LDII sangat ramah.211
LDII tidak bisa disamakan dengan Ahmadiah. Ahmadiah itu
sesat karena mengakui adanya nabi setelah Nabi Muhammad
SAW.Husni Syam (Wakil Ketua PDM Muhammadiyah Kota Kediri)
menuturkan:
Saya menanggapi perubahan paradigma LDII secara positif. Paradigma Baru LDII harus disikapi dengan positif. Mereka (LDII) mengakui kesalahan, dalam tanda petik: kesalahan ajarannya atau kesalahan doktrinnya, bukan kesalahan aqidah. Aqidah LDIIdari awal tidak salah. Aqidah LDII rukun iman yang enam itu, rukun Islamnya juga sama.212
Fauzan Saleh menuturkan pendapatnya tentang Ahmadiyah,
sebagai berikut:
a. Mirza Ghulam Ahmad mengaku dirinya Nabi dan Rasul utusan Tuhan. Dia mengaku dirinya menerima wahyu yang turunya di India, kemudian wahyu-wahyu itu dikumpulkan seluruhnya, sehingga merupakan sebuah kitab suci dan mereka beri nama kitab suci Tadzkirah. Tadzkirah itu lebih besar daripada kitab suci al-Qur’an.
b. Mereka meyakini bahwa kitab suci Tadzkirah sama sucinya dengan kitab suci al-Qur’an karena sama-sama wahyu dari Tuhan.
c. Wahyu tetap turun sampai hari kiamat begitu juga dengan nabi dan rasul tetap diutus sampai hari kiamat juga.
d. Mereka punya tempat suci tersendiri yaitu Qadian dan Rabwah. e. Mereka punya surga sendiri yang letaknya di Qadian dan Rabwah
dan sertifikat kavling surga tersebut dijual kepada jamaahnya dengan harga yang sangat mahal.
f. Wanita Ahmadiyah haram nikah dengan laki-laki yang bukan Ahmadiyah, tetapi lelaki Ahmadiyah boleh kawin dengan perempuan yang bukan Ahmadiyah.
211 Agus Hariono, Wawancara, Kediri, 13 Maret 2014. 212 Husni Syam, Wawancara, Kediri, 14 Maret 2014.
g. Tidak boleh bermakmum di belakang imam yang bukan Ahmadiyah.
h. Ahmadiyah mempunyai tanggal, bulan, dan tahun sendiri yaitu nama bulan: 1. Suluh 2. Tabligh 3. Aman 4. Syahadah 5. Hijrah 6. Ikhsan 7. Wafa 8. Zuhur 9. Tabuk 10. Ikha 11. Nubuwah 12. Fatah. Sedangkan nama tahun mereka adalah Hijri Syamsyi (disingkat HS).213
Berkenaan dengan mengenakan cadar dan jilbab,
Muhammadiyah mengambil posisi yang sama dengan LDII yaitu
menjadikan sebagai syari'at yang tetap dan mutlak, yang berlaku bagi
semua wanita tanpa mengenal waktu dan tempat, dan hal ini tidak dapat
dibenarkan. Sejalan dengan pendapat tersebut Fauzan Saleh
berpendapat:
Mengenakan cadar atau penutup muka atau jilbab adalah perbuatan sunnah yang dianjurkan, namun jika dikhawatirkan mendapat gangguan dari pria fasik dikarenakan ia membuka wajahnya, maka dalam keadaan demikian ia wajib menutup wajahnya untuk menghindari gangguan dan fitnah. Jadi hukum cadar tidak berada dalam taraf sebagai syari'at yang tetap, artinya meskipun ia sunnah tapi dapat berubah menjadi wajib.214
Sebagaimana yang termaktup dalam berbagai ayat al-Qur'ān
maupun al-Sunnah, orang-orang kafir tidak akan ridha dengan
keimanan kaum muslimin, sehingga mereka (orangkafir) melakukan
banyak sekali penyelewengan ajaran agama Islam supaya kaum
muslimin semakin jauh dari agamanya. Di antara usaha kaum kafir
adalah menghembuskan nafas kebimbangan pada diri wanita muslimah
dengan slogan-slogan emansipasi, mode atau trend, atau dengan istilah
lain yang dapat mendorong kaum wanita khususnya muslimah menjadi
213 Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri,9 Maret 2014. 214Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri, 9 Maret 2014.
tertarik olehnya dan semakin jauh dari perintah agamanya. Fauzan
Saleh berpendapat:
Usaha kaum kafir ini tidak banyak disadari oleh kaum muslimah sehingga mereka terjatuh di dalamnya. Media massa ataupun elektronik yang awalnya bermaksud untuk mempermudah komunikasi, kini telah menjadi lahan perusakan moral. Televisi, internet, bahkan radio telah banyak menghadirkan sosok wanita dengan pakaian yang sangat minim, suara yang mendayu, dan sikap yang tidak lagi memperhatikan adab maupun kesopanan, lebih-lebih syari'at agama (Islam). Bahkan di antara umat Islam sendiri ada yang menjadikan jilbab sebagai trend dan mode, sehingga makna jilbab itu sendiri telah hilang dari maksud awal disyari'atkannya.215
LDII dalam menjawab tantangan ini membuat beberapa
persyaratan dalam berjilbab yang dapat dijadikan pegangan bagi
muslimah. Menurut LDII jilbab harus menutupi aurat yang telah
ditentukan dan tidak merubah bentuknya supaya menarik perhatian
orang lain secara berlebihan, sehingga menjadikan fungsi jilbab sebagai
perhiasan, bukannya yang menutupinya. Dalam penggunaan jilbab
maupun cadar Muhammadiyah dan LDII memiliki kesamaan pendapat.
2. Desiminasi Ideologi Ekonomi LDII
a. Respon Tokoh Wahidiyah Terhadap Ideologi Ekonomi LDII
Wahidiyyah cenderung mengapresiasi beberapa hal, diantaranya
terkait dengan etos kerja masyarakat LDII. Hal ini berdasarkan
pandangan warga LDII yang beranggapan bahwa agama harus
dipelajari, difahami dan diamalkan sesuai ajaran al-Qur’an dan Hadis
secara merata dan kontinue oleh seluruh warga dari semua tingkatan
215 Fauzan Saleh, Wawancara, Kediri, 16 Maret 2014.
Bekerja, disamping sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan ekonomi (materiil), juga sebagai sarana untuk beribadah (spirituil), karena ibadah termasuk perintah Allah. Sebagai bagian dari ibadah, bekerja merupakan bagian dari amal shaleh dan harus diniatkan untuk agama. Orang yang tidak bekerja akan rugi, karena selain tidak akan mendapatkan hasil, juga tidak mendapat pahala. Orang yang bekerja akan mendapatkan hasil ganda, yaitu materi dan pahala.219
Selain itu, KH Abdul Latif Madjid (pengasuh pondok Kedunglo)
menuturkan:
Bekerja, selain berusaha dengan penuh kesungguhan juga harus berdoa agar mendapat hasil yang halal.Jika melalui bekerja, ia mendapatkan hasil, sebagian dari hasil itu (sebagai bentuk syukur) akan diinfaqkan ke jalan Allah, selain juga untuk memenuhi kebutuhan keluarganya. Jika ia tidak mendapatkan
216Nur Hasyim, Imam Jama’ah Di Dalam Agama Islam dan 7 Faktor Syahnya Keamiran di
Indonesia, (tk. : tp., tth.), 23, (Diktat, tidak diterbitkan). 217Ibid., 27. 218 H.M.C. Shodiq, Akar Kesesatan LDII dan Penipuan Trilyunan Rupiah: Kasus
Maryoso(Jakarta: LPPI, 2004), 28. 219 Agus Salim, Wawancara, Kediri,16 Maret 2014.
hasil setelah bekerja, kecuali ia berharap mendapatkan pahala dari Allah karena sudah bekerja yang juga beribadah, paling tidak ia sudah menyadari bahwa penghasilan atau sebut saja rizki tidak saja didapat semata-mata dari kerja, tetapi dari Allah.220
Pemahaman terhadap agama secara mendalam, memang sangat
penting, karena diantaranya akan menghasilkan keseimbangan antara
urusan dunia dengan urusan akhirat. Agama tidak saja cukup dilakukan
secara individu, tetapi harus berjamaah juga, karena berjamaah akan
mampu membentuk budaya yang baik, termasuk dalam hal ini budaya
kerja.221
Menurut warga LDII, selain bekerja harus dengan penuh
kesungguhan, bekerja juga harus didasari dengan sifat jujur, amanah
dan hemat terhadap hasil kerja. Itu artinya, bekerja tidak boleh
setengah-setengah, harus didasari dengan kejujuran dan amanah serta
harus bertujuan untuk mendapatkan hasil yang besar dan halal, tidak
asal mendapatkan hasil, apalagi hasil yang sedikit dan tidak halal,
karena halal juga menjadi target pekerjaan mereka.222 Agus Salim
Pandangan itu, dapat kita mengerti, bahwa sikap jujur dan amanah selain dianjurkan agama juga menjadi wujud profesionalitas seseorang dalam pandangan Islam. Sikap jujur (al-s}idq) akan mengarah pada kebenaran (al-h}a>qq) dan
220 Abdul Latief Majid, Wawancara, Kediri,20 Maret 2014. 221 Azyumardi Azra,Pergolakan Politik Islam dari Fundamentalisme, Modernisme Hingga Post
modernisme (Jakarta: Paramadina, 1996), 111. 222 Miftah Faqih, Agama dan Solidaritas Sosial, dalam Buletin At-Taubah Tahun I Edisi 2, tanggal
kebenaran akan berpulang pada surga. Sikap tidak jujur (al-kiz}b) akan mengarah pada kebiasaan serong (al-fujur) dan kebiasaan serong akan berujung pada neraka. Dalam bahasa kemanusiaan, surga adalah gambaran kebahagiaan diri sendiri dan ketenteraman orang lain. Ini harus kita sosialisasikan dalam kegiatan ekonomi Islam. Sedang neraka adalah gambaran kesengsaraan diri sendiri dan kerugian orang lain. Ini jelas harus dihindari dalam tindakan berekonomi secara Islam.223
Beberapa uraian di atas, dapat terangkum tentang landasan
bekerja, bahwa bekerja sebagai sunnah Rasul, bagian dari amal saleh
dan sebagai sarana untuk beribadah. Sedangkan moralitas pekerja yang
baik dalam Islam adalah bekerja dengansungguh-sungguh, dengan
semangat yang tinggi, harus didasari sifat jujur, amanah,disertai doa
dalam melaksanakan pekerjaan dan adanya keyakinan tentang hasil
kerja, bahwa hasil kerja atau rizki tidak saja didapat semata-mata dari
kerja tetapi dari Allah. KH. Abdul Latief Majid (pengasuh pondok
Kedunglo) menuturkan:
”Faktor penting dari tingginya etos kerja warga LDII adalah pemahaman dan pelaksanaan ajaran agama. Karena Islam memang mengajarkan keseimbangan antara kebutuhan dunia dan akhirat.”224
Upaya-upaya LDII dalam membangun generasi unggul terbagi
menjadi tiga (3) upaya; upaya religi (keagamaan), upaya psiko-
sosiologis (pendekatan dengan ilmu psiko-sosial) dan upaya human
223 Agus Salim, Wawancara, Kediri,14 Maret 2014. 224 Anwar Iskandar, Wawancara, Kediri,10 Maret 2014.
resources management (Managemen SDM).225 Menurut pengurus
Pondok Kedunglo Muhammad Yazid:
Beberapa referensi menunjukkan bahwa ciri-ciri keunggulan LDII yaitu adanya ketaatan yang utuh akan, amal ibadah yang meliputi ibadah mad}ah dan ghai>ru mad}ah termasuk di dalamnya akhlaqal-kari>mah yang semuanya merupakan cerminan keimanan dan amal saleh. Memang keimanan kepada Allah SWT adalah modal dasar pembinaan ummah. Dengan keimanan itu lahirlah individu LDII yang unggul dan masyarakat yang berbudi luhur, berdisiplin dan beramanah demi kebaikan di dunia dan akhirat. Hal ini merupakan implementasi dari firman Allah SWT: “Demi masa sesungguhnya manusia itu berada dalam kerugian kecuali orang yang beriman dan beramal shalih dan nasihat-menasihati supaya mentaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.”226
Dalam ayat yang disebutkan di atas Allah SWT menjelaskan
bahwa manusia yang tidak rugi (beruntung) ialah mereka yang beriman
beramal saleh. Beriman kepada Allah adalah proses peralihan jiwa
manusia dari menganggap dirinya bebas dari semua kekuasaan dan
ikatan serta tanggung jawab, menuju kepada ketundukan mengaku
tanpa syarat bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad
adalah Rasulullah.227 Menurut KH. Abdul Latief Majid (pengasuh
Pondok Kedunglo):
Keimanan tanpa ketaatan melalui amal ibadah adalah sia-sia.Warga LDII meyakini berpribadi yang unggul akan tergambar jelas keimanannya melalui amal perbuatan dalam kehidupan kesehariannya. Bahkan jika dikaji tujuan Allah menjadikan manusia itu sendiri, ialah supaya beribadah
225Dewan Pimpinan Pusat LDII.Himpunan Hasil Rapimnas Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Tahun 2009( Jakarta: LDII, 2009), 63. 226 Muhammad Yazid, Wawancara, Kediri, 10 Maret 2014. 227Iman meliputi tiga unsur utama; pengetahuan yang mendalam, kepercayaan yang penuh dan
keyakinan yang teguh. Ketiga unsur ini akan membentuk iman yang kukuh menjadi tonggak kekuatan rohaniyah yang cukup kental untuk membina jiwa dan jasmani manusia. Keteguhan iman juga merupakan penghalang baginya dari melakukan kejahatan dan maksiat.
kepadaNya. Firman Allah SWT: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepadaKu.” Sehingga tidak mengherankan apabila pengikut LDII sangat termotivasi hidupnya untuk berkerja lebih keras.228
b. Respon Tokoh NU Terhadap Ideologi Ekonomi LDII
Islam pada hakikatnya mendorong umatnya supaya tekun dalam
melakukan suatu pekerjaan sampai tuntas dan bertanggung jawab.
Sabda Rasullullah SAW: “Sesungguhnya Allah SWT menyukai apabila
seseorang kamu bekerja dia melakukan dengan tekun.”229 Dawud
Syamsuri (Pengurus PCNU Kota Kediri) mengatakan:
Sifat tekunlah yang meningkatkan produktivitas ummah, melahirkan suasana kerja LDII yang aman dan memberi kesan yang baik kepada masyarakat. Bahkan ditekankan pula untuk tidak berlama-lama menganggurkan diri, tapi segeralah mengerjakan pekerjaan yang lainnya, sebagaiman fiman Allah: “Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.”230
Disiplin masyarakat dalam mengerjakan suatu pekerjaan
merupakan salah satu ciri kepribadian seorang LDII.Kepribadian
tersebut menghasilkan mutu kerja LDII yang lebih cemerlang
dibandingkan kebanyakan umat Islam yang lain. Agus Hadi Purnomo
(Pengurus PCNU Kota Kediri) berpendapat:
Harapan LDII dan Negara untuk maju dan sukses akan dapat dicapai dengan lebih cepat lagi. Dengan disiplin seseorang akan dapat menguatkan pegangannya terhadap ajaran agama dan menghasilkan mutu kerja yang cemerlang. Bersyukur dalam konteks pribadi unggul berlaku dalam dua keadaan, pertama; sebagai tanda kerendahan hati tehadap segala nikmat yang diberikan oleh Sang Pencipta, baik sedikit ataupun banyak.
228KH. Abdul Latief Majid, Wawancara, Kediri, 4 Maret 2014. 229Madjid, Islam Agama., 51. 230 Dawud Syamsuri, Wawancara, Kediri,4 Maret 2014.
Kedua; bersyukur sesama makhluk sebagai ketetapan dari Allah SWT supaya kebajikan dibalas dengan kebajikan.231
Dalam menghadapi tantangan dan cobaan hidup, kesabaran amat
penting bagi remaja LDII untuk membentuk pribadi unggul yang
dikehendaki Allah SWT dalam firmanNya: “Wahai orang-orang yang
beriman, bersabarlah kalian dan kuatkanlah kesabaran kalian dan
tetaplah bersiap-siaga serta bertaqwalah kalian kepada Allah supaya
kalian beruntung.”232
Meskipun LDII memiliki etos kerja yang baik, dan menjalankan
ajaran yang tidak jauh berbeda dengan ajaran Islam mainstream, para
nahdliyin mengkritisi ajaran LDII yang masih menjadi perdebatan,
yaitu tentang manqu>l, keamiran dan sikap sosialnya yang masih
cenderung eksklusif.
Menurut KH. Anwar Iskandar (Gus War) ada lima hal yang
dirasakannya menonjol dari LDII, yakni mereka disiplin, kompak, siap
menolong, senantiasa menunjukkan wajah yang ikhlas dan menganggap
semua itu bagi mereka sebagai amal salih. Beliau menyatakan:
Jadi, fakta ini kami temukan di komunitas mereka, baik di markas mereka maupun dalam perilaku, karena, mereka bersahabat dengan kita, wajar kalau kita sebut mereka komunitas muslim yang pantas menjadi teladan, memang mereka mengamalkan ajaran Islam dengan sesungguhnya. Bagi kita setidaknya dapat mengapresiasi dan kalau bisa menyamai mereka. Kalau tidak menandingi, tetapi jangan pernah mengatakan mereka itu sesat.233
231 Agus Hadi Purnomo, Wawancara, Kediri,19 Maret 2014. 232 Muhammad Wahyu Nafis (ed), Rekronstruksi Dan Renungan Religius Islam (Jakarta:
Lima hal yang ditemukan oleh KH. Anwar Iskandar di atas
merupakan implikasi dari keyakinan LDII bahwa ibadah adalah sebagai
bukti ketundukan dan kepatuhan seorang hamba setelah mengaku
beriman kepada Tuhannya. Ibadah yang dimaksud disini adalah ibadah
madhah dan ghairu madhah. Hasan Basri menuturkan:
Ibadah ghairu madhah adalah hubungan sesama manusia.Justru itu yang terpenting, untuk menjadi individu yang berpribadi unggul, seluruh aktivitas hidupnya, baik hubungannya dengan Sang Pencipta ataupun dengan masyarakat adalah diyakini sebagai ibadah. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya beruntung orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang khusyu’ dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna, dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela.”234
Taufiq Al-Amin (pengurus PCNU Kota Kediri) menyatakan:
Akhlak mulia ditekankan pada warga LDII (akhlaq al-karimah) agar menjadi pribadi unggul, dan pribadi unggul adalah hasil keimanan yang kental.Ini disebabkan tali ikatan yang menjalin hubungan antara individu dengan masyarakat terbentuk melalui nilai-nilai dan disiplin yang diamalkan oleh anggota masyarakat tersebut. Sekiranya nilai yang diamalkan itu positif maka akan lahirlah sebuah masyarakat yang aman, damai, harmoni dan diselubungi roh Islami. Rasulullah SAW adalah contoh utama pembentukan akhlak. “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.” Dan dalam sebuah hadis, Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.”235
Beberapa nilai yang baik dalam akhlak Islami yang menjadi
tonggak amalan untuk melahirkan warga LDII menjadi manusia unggul
ialah Jujur.
234 Hasan Basri, Wawancara, Kediri, 4 Maret 2014. 235 Taufiq Al-Amin, Wawancara, Kediri,14 Maret 2014.
Kejujuran (sidiq) adalah cerminan sebuah kepribadian warga
LDII yang sehat, ibarat bunga adalah melati, putih, bersih, indah, dan
menebarkan bau harum di sekitarnya, dan semua orang tentu senang
melihat dan ingin menciumnya. Orang yang jujur hidupnya akan
tentram dan damai, oleh karena tidak ada kepalsuan dalam dirinya,
tidak ada dusta, tidak menipu diri sendiri, sehingga hatinya akan tenang
dan tidak was-was karena tidak ada kekhawatiran terbongkarnya
sesuatu yang disembunyikan pada dirinya.236
Amanah adalah sifat mulia yang mesti diamalkan oleh setiap
orang .Amanah adalah azas ketahanan umat, kehormatan dan rohnya
keadilan.Ikhlas merupakan inti setiap ibadah dan perbuatan. Ikhlas akan
menghasilkan kemenangan dan kejayaan. Menurut Agus Hadi Purnomo
(pengurus PCNU Kota Kediri):
Remaja LDII sangat ditekankan untuk memiliki sifat ikhlas dengan landasan demi mencapai kebaikan dunia dan akhirat, dan mencapai kerukunan, persaudaraan, perdamaian dan kesejahteraan. Mereka landaskan keyakinan tersebut dengan Sabda Rasulullah SAW: “Sesungguhnya Allah senang kepada orang-orang yang berbuat baik, taqwa lagi menyamar (tidak memperlihatkan kelebihannya), yaitu orang-orang yang ketika pergi, mereka tidak dianggap sesuatu yang hilang dan ketika mereka hadir maka mereka tidak dikenal, hati mereka adalah cahaya hidayah.”237
c. Respon Tokoh Muhammadiyah Terhadap Ideologi Ekonomi LDII
Muhammadiyah dalam memandang ideologi ekonomi LDII
tidak memiliki respon yang akomodatif. Muhammadiyyah justru
236 Habib Setiawan et.al., ”Frase Amal Shaleh” dalam After New Paradigm Catatan Para Ulama
Tentang LDII (Jakarta: Pusat Studi Islam Madani Institute, 2008), 56-57. 237 Agus Hadi Purnomo, Wawancara, Kediri,16 Maret 2014.
lembaga-lembaga keagamaan dalam kehidupan kenegaraan atau politik.
Taufiq al-Amin mengatakan:
Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia menunjukkan adanya peran positif agama di dalamnya. Bahkan tokoh Nasionalis Indonesia, Sukarni mengatakan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia, agama justru menjadi motor revolusi dan penggerak perjuangan kemerdekaan.238
Posisi Indonesia yang beradadiantara negara agama dan negara
sekular, dianggap oleh beberapa kalangan sebagai sikap yang tidak
berpendirian. Oleh karena itu Ahmad Subakir mengatakan:
Sudah seharusnya Indonesia menjadi negara Islam dan berpedoman kepada al-Qur'an dan hadis, karena mayoritas penduduknya beragama Islam. Namun di lain pihak, baik dari kalangan Islam dan non-Islam, ada yang mengatakan bahwa seharusnya Indonesia menjadi negara demokratis, karena jika negara Islam, aspirasi seluruh lapisan masyarakat tidak terakomodasi. Hingga kinipun, perbincangan masalah negara Islam ini masih meninggalkan polemik yang tidak kunjung selesai.239
Jadi dapat disimpulkan bahwa NU dan LDII memiliki kesamaan
pandangan bahwa bentuk negara bukanlah suatu permasalahan yang
besar untuk umat Islam di Negara Indonesia, namun elemen-elemen
politik yang lain seperti ideologi dan konsep kepemimpinan yang
menjadi fokus keduanya.
c. Respon Tokoh Muhammadiyah Terhadap Ideologi Politik LDII
Muhammadiyah memiliki pandangan yang tidak jauh berbeda
dengan LDII dalam hal netralitas keduanya terhadap partai politik
238 Taufiq Al-Amin, Wawancara, Kediri, 10 Maret 2014. 239 Ahmad Subakir, Wawancara, Kediri, 18 Maret 2014.
tertentu. Hal ini sebagaimana yang disampaikan oleh Husni Syam
sebagai berikut:
Muhammadiyah meski dahulunya pernah terlibat dalam kelahiran partai amanat nasional, namun ketika era reformasi berjalan perlahan-lahan Muhammadiyah menjaga netralitasnya dengan melepaskan keterlibatannya dengan Partai Amanat Nasional. Hal ini sebagaimana yang terjadi pada LDII. LDII dahulu terlahir dari Partai Golongan Karya pada masa orde baru, namun seiring berakhirnya era orde baru, LDII dan Partai Golongan Karya memisahkan diri.240
Dari pandangan di atas, dapat dipahami pandangan politik
keduanya sebagai dua organisasi yang netral dari partai politik,
memiliki kecenderungan yang sama yaitu tidak terlalu
mempermasalahkan relasi agama dan kekuasaan terlalu dalam, namun
hanya memiliki pandangan-pandangan secara global mengenai hal
tersebut.
E. Rekonsiliasi dan Penerimaan LDII
Salah satu bentuk gagasan dari Quintan terkait kesempatan dan
hambatan dinamika sosial adalah bagian dari suatu lingkungan dan konteks
sosial yang lebih luas, yang dicirikan oleh berbagai konfigurasi keleluasaan
dan hambatan yang berubah-ubah secara cair yang menstrukturkan dinamika
gerakan yaitu orang/kelompok itu sendiri.241 Ini penting untuk menegaskan
ulang bahwa diseminasi dan polemik di atas sangat terkait dengan relasi LDII
dengan MUI dan kelompok keagamaan mapan lainnya. Salah satu bentuk
240Husni Syam, Wawancara, Kediri, 13 Maret 2014. 241 Wiktorowicz, Studies in Conflict & Terrorism.,76.
mereka. Karena itulah, bukan tidak mungkin bahwa LDII saat ini sudah bisa
dikatakan sebagai bagian dari kelompok ortodoks. Dalam banyak hal
kelompok ortodoks banyak diuntungkan oleh kebijakan penguasa atau negara.
Inilah yang mendorong LDII dalam berbagai kasus, berusaha mendekat dan
bergandeng-gandengan dengan negara sebagai medan kekuasaan tertinggi
dalam ranah sosial. Proses LDII menjadi kelompok yang inklusif dengan
mengakomodasi kelompok status quo tidak lepas dari peran sentral negara
melalui Golkar. Komunikasi intensif Golkar dengan LDII tidak lepas dari
kepentingan negara yang ingin menjaga stabilitas nasional.243
Komunitas LDII yang dihadapkan pada negara dan masyarakat yang
menganggap mereka sebagai ajaran sesat mendorong LDII untuk mencari
strategi-strategi adaptasi yang memungkinkan mereka tetap survive. Strategi
ini terutama dilakukan dengan mengubah organisasi menjadi lebih terbuka
yang bernaung di bawah negara dengan tetap memelihara berbagai doktrin
kontroversialnya walaupun banyak mendapatkan serangan dari pihak lain.
Pilihan tersebut dianggap cukup efektif, mengingat posisi negara sebagai
penyedia legislasi paling otoritatif di antara arena sosial lainnya adalah sektor
sosial yang memiliki meta-capital.
243
Dalam konteks ini, negara mempunyai kepentingan mempertahankan ketertiban sosial. Maka, di satu sisi LDII merasa mendapatkan perlindungan negara dengan kompensasi melakukan reformulasi doktrin keagamaan yang mereka kembangkan. Sedangkan di sisi lain, negara berhasil mempertahankan stabilitas nasional dengan memaksakan ketertiban sosial. Negara memang “memaksa” LDII untuk berubah. Namun faktanya, intervensi negara terhadap LDII mampu menciptakan proses reformulasi doktrin di internal LDII sehingga menjadi organisasi keagamaan yang berkomitmen mengakomodasi nilai-nilai lokal, mengembangkan toleransi, dan membuka diri. Mengutip dari Hilmi Muhammadiyah (2012), kesimpulan disertasi dengan judul Pergulatan Komunitas Lembaga Dakwah Islam Indonesia Di Kediri Jawa Timur, Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Departemen Antropologi Program Studi Pascasarjana Universitas Indonesia.
atau keluar dari apa yang mereka anggap sebagai sistem sosio-politik
illegitimate.244
LDII telah menjelma menjadi organisasi keagamaan di Indonesia,
melalui penetrasi pemerintah yang saat itu diperankan Golkar. Negara
memang telah “memaksa” LDII untuk berubah, sehingga komunitas LDII
melakukan reformulasi ideologi dari eksklusif menjadi inklusif. LDII juga
mampu merawat tradisi pembelajaran mereka sehingga menjadi modal sosial
untuk melakukan negosiasi dengan negara.
Pada era Reformasi, ketika konteks politik berubah di era Reformasi,
pemerintah lama dan Golkar tidak lagi dianggap sebagai payung keamanan
yang efektif. Kondisi itu mendorong LDII untuk melepas ikatan dengan
penguasa dan memainkan strategi baru, yakni dengan mengampanyekan
“LDII paradigma baru”.245
Setelah melihat negara sebagai arena kontestasi atau arena kekuasaan
yang selalu diperebutkan, negara tidak lagi ditempatkan sebagai birokrasi
244
Di bawah perlindungan negara, LDII bahkan tampil jauh lebih ekspansif dan mampu menyebarkan pengaruhnya di seluruh Indonesia. Di samping itu, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, LDII berulang kali mengubah tampilan luar identitas organisatorisnya tanpa mengubah substansi gerakan dan ajaran. Strategi itu juga dibilang cukup efektif karena mampu keluar dari segala jeratan klaim sesat berdasarkan birokrasi dan administrasi pemerintahan. Strategi ini dipilih mengingat perlindungan negara pada saat itu juga bisa dipengaruhi oleh pertarungan kelompok dominan lainnya yang mendorong pemerintah untuk menghakimi LDII.
245 Strategi ini dapat digolongkan sebagai strategi yang disebut Bourdieu dengan succession, yakni
dengan cara mengakomodasi kelompok dominan dengan harapan ia mampu diterima menjadi bagian dari kelompok ortodoks. Dalam hal ini, ada suatu timbal balik antara pengakuan suatu kelompok dengan posisi komunitas secara luas. Apabila individu atau kelompok mengadopsi posisi komunitas, maka komunitas menyebutnya sebagai rekognisi nilai kolektif. Sebagai gantinya komunitas akan memberikan reward terhadap aksi itu dengan memberikan keuntungan universalisasi atau pengakuan simbolik. Di situlah terjadi apa yang disebut dengan strategi yang saling menguatkan (mutual reinforcement strategy). Secara umum aktivisme atau gerakan sosial Islam masuk ke dalam kelompok the new social movement. Gerakan sosial baru ditandai oleh munculnya motivasi baru dalam bentuk identitas, kepercayaan, simbol, dan nilai-nilai kehidupan, bukan sekedar ekonomi dan kelas sosial. Dalam hal ini, Islamic social movement menjadi contoh bagaimana gerakan sosial mendobrak batas pembedaan tindakan kolektif dan individual.
hegemonik yang bersifat satu arah. Negara memang mempunyai monopoli
kekuasaan legitimasi, tetapi pola relasi tersebut tidak berjalan satu arah.
Begitu pula dalam relasi agama dan negara, hubungan tersebut tidak bisa
dibaca sebagai proses dominasi dan hegemoni satu arah, dalam hal ini
dominasi dan hegemoni negara terhadap agama.
Dalam kaitannya dengan negara sebagai arena kekuasaan paling tinggi,
LDII mampu memainkan peran strategisnya dalam mendekati negara untuk
lari dari kungkungan dan hegemoni di dalam arena keagamaan yang
didominasi oleh lembaga keagamaan ortodoks. Dengan berlindung di medan
kekuasaan yang lebih luas, LDII berharap mampu mendapatkan kapital
simbolik dari negara, yang berupa pengakuan dan perlindungan.246
Menarik untuk menyimak laporan tertulis Gregory Gause dalam buku
antologi Quintan Wiktorowicz berjudul Aktivisme Islam: Pendekatan Teori
Gerakan Sosial (2012). Reportasenya terhadap aksi protes pertama sepanjang
1994-1998 menunjukkan fakta bahwa isu sektarian hanyalah pemanis yang
sengaja dikonstruksi rezim berkuasa agar publik terkecoh tanpa pernah
mengerti apa sebenarnya akar masalahnya.247 Dinamika dan strategi yang
dimainkan oleh LDII, dengan negara ataupun dengan kelompok keagamaan
lainnya, merupakan jalinan hubungan yang mempunyai kepentingan untuk
memosisikan diri sebagai kelompok yang sejajar sebagai kelompok ortodoks.
246
Kapital menurut Bourdieu tidak hanya persoalan material seperti uang dan kekayaan, tetapi juga pendidikan, jaringan sosial, serta pengetahuan kultural yang mempunyai hukum dasar yang sama dengan ekonomi, dalam arti bisa diakumulasi, diwariskan, dipertukarkan, dan mempunyai pengaruh pada bentuk-bentuk modal material. Dalam arena tertentu di mana field merupakan tempat produksi dan distribusi kapital, negara tidak hanya berposisi sebagai arena pertarungan, tetapi juga arena transaksi atau relasi tukar-menukar antara penjual dan pembeli kapital.
247 Quintan, Aktivisme Islam: Pendekatan Teori Gerakan Sosial., 142.
kelompok heterodoks, menjadi organisasi keagamaan ortodoks yang sejajar
dengan kelompok ortodoksi lainnya.248
Dengan berbagai agenda di atas diharapkan LDII tidak ketinggalan
dalam dinamika politik nasional. Mengambil posisi dan peran sebagai
organisasi sosial-keagamaan yang non-politik bagi LDII tidak berarti harus
alergi politik dan kehilangan artikulasi dalam memainkan fungsi politik
sebagai kelompok kepentingan dengan misi moral keagamaan. LDII perlu
menumbuhkan kesadaran yang positif di kalangan elit dan warganya, bahwa
politik itu penting dan strategis serta memiliki keterkaitan dengan perjuangan
untuk membentuk masyarakat utama (civil society), seperti yang dicita-citakan
oleh LDII.
248
Melihat fenomena komunitas LDII, menggambarkan hubungan agama (komunitas agama) dengan negara mengalami pasang surut, ketika negara mengalami pergeseran kekuasaan di mana kekuasaan tidak lagi dimonopoli negara tetapi menyebar ke institusi lainnya yang ada di masyarakat. Komunitas agama pun menjaga jarak dengan negara, akan tetapi bagaimanapun negara dengan segala perangkatnya seharusnya memberi perlindungan terhadap komunitas agama dan memberi kebebasan yang bertanggungjawab untuk mengekspresikan keyakinannya.