Top Banner

of 16

437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

Mar 01, 2018

Download

Documents

Bachri Hidayat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    1/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    2/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    3/16

    3332

    LUPUS ERITEMATOSUS DAN SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

    risiko

    tinggi

    berkembang menjadi

    SLE.

    Selain

    itu SLE

    berhubungan dengan

    pewarisan

    defisiensi

    C1q, C1rls

    dan C2.

    Penurunan

    aktivitas

    komplemen meningkatkan

    kepekaan

    terhadap

    penyakit

    oleh

    karena berkurangnya

    kemampuan

    netralisasi

    dan

    pembersihan,

    baik

    terhadap

    antigen

    diri

    sendiri

    (self

    antigen)

    maupun antigen

    asing.

    Jika

    beban antigen melebihi

    kapasitas

    pembersihan

    dari

    sistem

    imun,

    maka

    autoimunitas mungkin terjadi.

    Selain

    itu

    banyak

    gen

    non-MHC

    polimorfik

    yang

    dilaporkan

    berhubungan

    dengan SLE,

    termasuk

    gen

    yang

    mengkode

    mannose

    binding

    protein

    (MBP),

    TNF-q,

    reseptor sel

    I

    interleukin 6

    (lL-6),CR1,

    imunoglobulin Gm

    dam Km allotypes, FcyRlllA dan

    heat shock

    protein

    70

    (HSP

    70).

    Penemuan daerah kromosom

    yang multipel (multiple

    chromosome

    regions) sebagai risiko berkembangnya

    SLE,

    mendukung

    pendapat bahwa

    SLE

    merupakan

    penyakit

    poligenik. Gen-gen

    yang

    terlibat dalam

    perkembangan

    SLE manusia

    dirangkum

    pada

    tabel

    1.

    Tabelr,l.

    :Gen,,ge[,,y4ng'lerlibat,D-alam'Perl(em

    ba

    ngan

    SLE Manusia

    Gen-gen HLA

    DR2, DR3

    (risiko

    relatif 2-5)

    DR2,

    DR3,

    DR7, DQw1, DQw2, DQA1,

    DQB1, B8

    (anti-Ro)

    DR3, DR8,

    DRw12

    (anti-La)

    DR3,

    DQw2, DQA1,

    DQB1,

    BB

    (anti-Ro

    dan

    anti-La)

    DR2, DR3, DR7,

    DQB1

    (anti-DNA)

    DRz,

    DR4,

    DQws,

    DQw8, DQA1, DQBl

    (anti-U1

    ribonuclear

    protein)

    DRz, DR4, DR7,

    DQw6, 861

    (anti-Sm)

    DR4 DR7,

    DQ6,

    DQ7, DQw7, DQw8, DQwg

    (antikardiolipin

    ,

    atau lupus antikoagulan)

    Complement

    genes

    (C2,

    C4,

    C1q)

    Gen-gen

    non-HLA

    Mannose binding

    lectin

    polymorphisms

    Tumour necrosis

    foctor

    a

    T cell receptor

    lnterleukin

    6

    cR1

    lmmunoglobulin

    Gm

    dan

    Km

    FcgRllA

    (lgG

    Fc

    receptor)

    FcgRlllA

    (lgG

    Fc receptor)

    PARP

    (poly-ADP

    ribose

    polymerose)

    Heat

    shock

    protein

    70

    (HSP

    70)

    Humhr

    3005

    HIA

    =

    humon

    leucocyte

    ontigen; Sm

    =

    Smifh ontigen;

    CR1

    =

    complement receptor

    1

    FAKTOR

    HORMONAT

    Hormon

    Seks

    SLE

    adalah penyakit yang

    lebih

    banyak

    menyerang

    perempuan

    menjadi kurang

    nyata

    diluar rentang

    usia

    produktif.

    Selain

    itu

    penderita sindrom

    Klinefelter's

    dengan

    karakteristik

    hypergonadotrophic

    hypogonodism,

    cenderung

    akan berkembang

    menjadi SLE. Hal

    ini

    menunjukkan

    adanya

    peran

    hormon

    sex endogen

    dalam

    predisposisi

    penyakit.

    Metabolisme

    estrogen

    yang

    abnormal

    telah

    ditunjukkan

    pada

    kedua

    jenis

    kelamin,

    dimana

    peningkatan

    hidroksilasi

    16q

    dari

    estrone

    mengakibatkan

    peningkatan

    yang

    bermakna

    konsentrasi 16q hidroksiestron.

    Metabolit

    16c lebih

    kuat dan

    merupakan

    feminising

    estrogen.

    Perempuan

    dengan SLE

    juga

    mempunyai

    konsentrasi

    androgen

    plasma

    yang

    rendah,

    termasuk

    testosteron,

    dehidrotestosteron, dehidroepiandrosteron

    (DHEA) dan

    dehidroepiandrosteron

    sulfat

    (DHEAS).

    Abnormalitas

    ini

    mungkin disebabkan

    oleh

    peningkatan

    oksidasi testosteron

    pada

    C-17 atau

    peningkatan

    aktivitas aromatase

    jaringan-

    Konsentrasi

    androgen

    berkorelasi

    negatif dengan aktivitas

    penyakit.

    Konsentrasi

    testosteron

    plasma

    yang

    rendah

    dan

    meningkatnya

    konsenlrasi luteinising hormone

    (LH)

    ditemukan

    pada

    beberapa

    penderita

    SLE laki-laki.

    Jadi

    estrogen

    yang

    berlebihan dengan aktivitas

    hormon

    androgen

    yang

    tidak

    adekuat

    pada

    laki-laki maupun

    perempuan,

    mungkin bertanggungjawab

    terhadap

    perubahan

    respon imun.

    Konsentrasi

    progesteron

    didapatkan lebih rendah pada penderita

    SLE

    perempuan

    dibandingkan dengan

    kontrol sehat.

    Pada

    konsentrasi

    fisiologis

    maupun

    suprafisiologis,

    estrogen

    memfasilitasi

    respon

    imun

    humoral

    dengan

    meningkatkan

    proliferasi

    sel

    B

    dan

    produksi

    antibodi-

    Sebaliknya estrogen

    dosis

    tinggi

    menghambat

    respons

    sel

    T,

    seperti

    proliferasi

    dan

    produksi

    lL-2,

    Estrogen

    juga

    meningkatkan

    kadar calcineurin

    mRNA

    dan

    menambah

    ekspresi CD40

    ligand

    (CD40L)

    permukaan

    sel

    pada

    kultur

    sel T

    dari

    penderita

    SLE. Efek ini

    mengindikasikan

    bahwa

    sel

    T

    lupus lebih sensitif terhadap

    estrogen.

    Selain itu

    estrogen

    diduga

    memperburuk

    SLE

    dengan

    memperpanjang hidup

    sel-sel

    autoimun,

    meningkatkan

    produksi

    sitokin

    sel

    T helper tipe 2

    (Th2)

    dan menstimulasi

    produksi

    autoantibodi

    oleh sel

    B.

    Penghambatan

    respons

    Th1

    dan

    penambahan

    ekspresi CD40L

    pada

    sel

    T

    lupus,

    secara

    tidak

    langsung meningkatkan

    respon Th2

    dan

    selanjutnya

    akan

    mengakibatkan

    hiperaktivitas sel

    B.

    Efek

    androgen

    terhadap

    fungsi

    limfosit

    tidak

    begitu

    banyak

    diteliti.

    Testosteron

    menurunkan

    produksi

    imunoglobulin

    sel-sel darah

    mononuklear

    perife6

    baik

    pada

    subyek sehat

    maupun

    penderita

    SLE. DHEA

    meningkatan

    respon

    imun

    Th1

    dan

    menghambat

    respons

    Th2

    baik

    pada

    manusia

    maupun tikus.

    Efek

    yang bertentangan

    dari

    estrogen

    dan androgen

    pada

    sistem

    imun

    dan

    juga

    ketidakseimbangan aktivitas estrogenik dan androgenik

    kelainan

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    4/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    5/16

    3334

    TUPUS ERITEMATOSUS

    DAN

    SINDROM

    ANTIBODI

    ANTIFOSFOLIPID

    Leptin?

    Jaringan adipose

    perilimfonodus

    .+=

    : dr;ruJ1

    ol^

    s

    I*

    _-

    j

    ;.+Hro,

    ***ffi*

    MonosiV

    makrofag

    Gambar 1. Peran leptin

    pada

    autoimunitas

    (dimodifikasi

    dari La

    Cava &

    Matarese,

    2004)

    rendah bila dibandingkan dengan

    penderita

    SLE

    yang

    tidak

    mendapat imuno-supresan.

    Pada

    penelitian

    eksperimental

    didapatkan bahwa AM meningkatkan

    konsentrasi

    cAMP

    (cyclic

    odenosine monophsphafe)

    pada

    kultur sel

    mesangial

    tikus

    yang

    mampu menekan

    proliferasi

    sel

    mesangial

    glomerular

    melalui negative cross-folk sehingga

    menghambat mitogenesis

    sel mesangial

    glomerular. AM

    diduga berperanan dalam

    menekan

    aktivitas dari

    nefritis

    lupus.sl Peranan AM dalam imunopatogenesis SLE

    tampak

    pada

    gambar

    2.

    Gambar

    2.

    Hipotesis

    tentang

    peran

    adrenomedullin

    pada

    DISFUNGSI IMUN

    Autoantibodi

    Gangguan imunologis

    utama

    pada penderita

    SLE adalah

    produksi

    autoantibodi.

    Antibodi

    ini ditujukan

    kepada seff

    molecules

    yang

    terdapat

    pada

    nukleus, sitoplasma,

    per-

    mukaan

    sel,

    dan

    juga

    terhadap molekulterlarut seperti

    lgG

    dan faktor

    koagulasi.

    Antibodi

    antinuklear

    (ANA)

    adalah

    antibodi

    yang paling

    banyak

    ditemukan

    pada penderita

    SLE

    (lebih

    dari 95o/o).

    Anti-double

    stranded

    DNA

    (anti

    ds-

    DNA)

    dan anti-Sm antibodi

    merupakan

    antibodi

    yang

    spesifik

    untuk SLE,

    sehingga

    dimasukkan dalam kriteria

    klasifikasi dari

    SLE.52Antigen Sm

    merupakan suatu small

    nuclear ribonucleoprofein

    (snRNP),

    terdiri dari rangkaian

    uridine

    yang

    kaya molekul RNA, berikatan dengan

    kelompok

    protein

    inti

    dan

    protein

    lain

    yang

    berhubungan

    dengan

    RNA. Anti-Sm

    antibodi

    berikatan

    dengan

    protein

    inti snRNP,

    sedangkan antibodi

    anti-DNA

    berikatan

    dengan

    conserved

    nucleic ocid

    determinantyang

    tersebar

    luar dalm

    DNA. Titer antibodi anti-DNA sering kali berubah

    sesuai

    dengan

    waktu dan aktivitas

    penyakit,

    sedangakan

    titer

    antibodi anti-Sm

    biasanya konstan.

    Antibodi anti-

    DNA

    pada

    umumnya

    berhubungan dengan adanya

    glomerulonefritis,

    walaupun korelasi antara antibodi

    anti-DNA

    dengan

    nefritis

    lupus tidaklah sempurna karena

    beberapa

    penderita

    dengan

    nefritis lupus

    yang

    aktif tidak

    ditemukan

    antibodi

    anti-DNA,

    sedangkan

    beberapa

    penderita

    dengan titer antibodi

    anti-DNA

    yang

    menetap

    tinggi,

    tidak

    menunjukkan

    adanya

    keterlibatan

    ginjal.

    Keterlibatan

    antibodi

    anti-DNA

    pada

    nefritis

    lupus

    didukung

    oleh

    adanya

    bukti-bukti:

    1. Observasi klinis

    pada

    sebagian

    besar

    pasien

    menunjukkan

    bahwa

    nefritis

    TNF

    cr,,

    IL-l, IFNy

    Deposisi kompleks imun

    pada paru-paru, ginjal,

    pembuluh

    darah, dll

    Makrofag, limfosi

    endotelium

    Sel

    glomerular

    dan mesangial

    ginjal

    Proliferasi dan

    mitosis

    sel

    glomerular

    dan mesangial

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    6/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    7/16

    3336

    LUPUS

    ERITEMATOSUS

    DAN

    SINDROM

    ANTIBODI

    ANTIFOSFOTIPID

    Autoantibodi

    Antinuklear

    antibodi

    Anti-Ro

    antibodi

    Anti-La

    antibodi

    Antifosfolipid

    antibodi

    Anti-dsDNA

    antibodi

    Anti-Sm

    antibodi

    Anti-nuklear

    ribonukleoprotein

    antibodi

    *

    Nilai

    plus-minus

    adalah

    rerata

    +

    simpang baku

    lnterval

    antara

    hasil

    tes

    positif

    dan diagnosis

    (tahun)

    3,01 t 0,25

    3,68

    r

    0,34

    3,61

    r

    0,38

    2,94

    t O,5o

    2,24

    t

    0t,31

    1,47

    t 0,34

    0,88

    r

    0,32

    lnterval

    antara

    tes

    positif

    dan

    timbulnya

    gejala

    (tahun)

    2,25 t

    0,27

    2,97

    t O,3g

    2,83 r

    0,43

    2,29 t

    0,56

    1,24

    t

    0,31

    0,47

    0,44

    O,2O t

    0,47

    Untuk menstimulasi

    sel T,

    dibutuhkan

    molekul

    tambahan

    (costimulatory

    molecule)

    seperti

    CD40-CD40L

    dan

    87-

    CD28

    untuk mengaktivasi

    signal kedua.

    Molekul

    cytotoxic

    T-lymphocyte-ossocioted protein

    4

    (CTLA-4)

    dapat

    menghalangi interaksi

    antara CD28

    dengan

    87 sehingga

    dapat menghambat

    respons

    imun

    (Gambar

    4).

    Sel T

    yang

    teraktivasi

    mengeluarkan

    sitokin

    seperti

    TNF-c, lL-10

    dan

    interferon-y, yang

    akan

    menstimulasi

    sel

    B

    memproduksi

    autoantibodi

    patogenik.

    (Gambar

    5).

    $&se#afr

    Gambar

    3.

    Fase perkembangan

    autoimunitas

    patogenik

    pada

    SLE.

    Ganguan Respons

    lmun

    SLE ditandai

    oleh

    banyaknya gangguan

    dalam

    sistem

    imun yang

    meliputi

    sel

    B,

    sel

    T, dan turunan

    dari

    sel-sel

    monositik, yang

    mengakibatkan

    aktivasi

    sel

    B

    poliklonal,

    peningkatan

    jumlah

    sel

    yang

    memproduksi

    antibodi,

    hipergamaglobulinemia,

    produksi

    autoantibodi

    dan

    pembentukan

    kompleks

    imun.

    Bantuan

    sel T

    yang

    berlebihan

    dan tidak

    terkontrol

    terhadap

    diferensiasi

    dan

    aktivasi sel

    B

    pembentuk autoantibodi adalah

    hasil

    akhir

    darijalur ini.Aktivasi

    sel T

    dan

    sel B

    memerlukan

    stimulasi

    gen

    yang

    spesifik.

    Bahan kimia yang

    iritatif

    seperti

    pristine,

    DNA

    bakteri,

    dan fosfolipid

    dinding

    sel,

    serta antigen

    virus

    dapat

    menginduksi

    antibodi

    anti-DNA

    pada

    tikus.

    Selain itu self

    ontigen

    seperti kompleks

    protein-DNA

    dan

    protein-RNA

    dapat

    menginduksi

    produksi

    autoantibodi.

    Antigen

    dari luar

    (environmentol

    ontigen) dan

    se/f

    antigen

    ditangkap

    oleh antigen presenting

    cel/

    (APC)

    profesional

    atau terikat

    pada

    permukaan

    sel B

    sehinggga

    menginduksi produksi

    antibodi. APC

    profesional

    dan

    sel

    B

    akan

    memproses

    antigen menjadi

    peptida

    untuk

    dipresentasikan kepermukaan

    sel melalui molekul

    HLA

    (Humon

    Leukocyte

    Antrgen).

    Peptida yang

    dipresentasikan

    Gambar 4.

    lnteraksi

    antara

    sel T

    dengan

    Antigen-Presenting

    Cell

    (APC).

    bkffi",n*

    i

    fi{}ai

    i;,

    ;

    :ie t*,ad,T

    .'i::

    .:,...1:

    :

    t

    k**tr*t4*i-16

    a,",:**;'

    *:,

    .

    '',"'

    ##"ii.i

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    8/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    9/16

    3338

    LUPUS ERITEMATOSUS DAN

    SINDROM ANTIBODI ANTIFOSFOLIPID

    tL-2

    Sitokln

    tL- 1

    tL-1 2

    TGF-p

    IFN-q

    IFN-y

    rL-1

    5

    tL-1 6

    lL-1 8

    tL-23/tL-17

    TNF.q

    i.d. iliirB,ti.-.q,i,

    tL-4

    lL-6

    tL- 10

    BAFF/APRIL Konsentrasi

    BAFF

    pada

    serum

    penderita

    SLE berkorelasi

    dengan

    peningkatan

    konsentrasi

    antibodi

    autoreaktif.

    Terdapat

    peningkatan

    konsentrasi

    BAFF

    dan

    APRIL

    pada

    cairan serebrospinal

    penderita

    SLE dengan keterlibatan

    susunan

    saraf

    pusat

    dan konsentrasi

    APRIL

    pada

    cairan serebrospinal

    meningkat secara bermakna

    pada penderita

    N PSLE

    (Neuro psych

    iatric

    Lu

    p

    u

    s).

    BAFF

    =

    B-cell-octivating

    foctor,

    APRIL

    =

    o

    proliferotion-inducing

    ligand

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    10/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    11/16

    3340

    LUPUS ERITEMATOSUS

    DAN

    SINDROM

    ANTIBODI

    ANTIFOSFOTIPID

    Peran apoptosis

    dalam

    perkembangan

    SLE

    didukung

    oleh

    beberapa

    model tikus dengan

    fungsi abnormal

    dari

    faktor

    yang

    terlibat dalam

    apoptosis.

    I

    nterferensi ekspresi

    Fas

    (lpr),

    FasL

    (gld),

    BcIZ/Bim,

    programmed

    cell

    death

    1,

    fosfatase dan

    tensin

    homolog,

    stimulator

    limfosit B'dan

    TACI meni m bu

    lkan

    akumu

    lasi sel/gelembun

    g/kromati

    n

    apoptosis sehingga

    mengakibatkan

    gangguan

    toleransi,

    yang

    akhirnya

    terbentuk antibodi

    anti-nuklear dan

    lupus-

    like

    g

    Io m e r u lo n e

    p

    h ritis.

    Selama

    proses

    apoptosis,

    protein,

    DNA

    dan RNA

    akan

    dipecah oleh

    protease,

    caspase

    dan endonuklease.

    Autoantigen

    nuklear

    (kromatin)

    yang

    merupakan

    target

    untuk

    SLE,

    membentuk

    cluster dalam

    blebs

    pada

    permukaan sel

    apoptosis.

    Dalam keadaan

    normal,

    sel-

    sel apoptosis

    dan

    blebs

    akan

    segera dibersihkan

    oleh

    fagosit,

    sebelum sempat

    mengeluarkan

    modified

    content.

    Pada

    SLE,

    proses

    apoptosis dan/atau

    pembersihan

    material apoptosis terganggu. Apoptosis

    menginduksi

    modified nuklear autoantigen

    yang

    akan

    merangsang

    sistem

    imun

    dan dikenali

    sebagai antigen

    non-self

    yang

    mampu

    mencetuskan

    signal

    yang

    berbahaya.

    Sel

    dendritik

    khususnya

    plasmasitoid

    dendritik

    sel

    (pDC)

    memberikan

    respon terhadap

    asam

    nukleat

    yang mengandung

    imun

    kompleks dengan

    memproduksi

    IFN-q,

    yang

    merupakan

    mediator

    kunci

    dalam

    patogenesis

    SLE.

    Myeloid dendritik

    sel memainkan

    peran penting

    dalam

    memelihara

    keseimbangan

    antara imunitas

    dan

    toleransi,

    serta

    dapat

    diaktivasi

    oleh

    modified

    autoantigen.

    Proses

    ini

    Akhirnya

    menghasilkan

    respon imunogenik

    dan

    pembentukan

    autoantibodi

    terhadap

    modified

    (nuklear)

    autoantigen

    (Gambar

    6).

    Hal

    yang penting

    adalah apoptosis

    yang

    memicu

    antigen

    modifikasi

    (apoptosis-induced

    modificotion

    of

    autoantigen)

    telah dilaporkan

    pada

    beberapa

    penyakit

    autoimun

    seperti

    SLE dan

    RA. Penelitian terbaru

    memperlihatkan

    bahwa

    opoptosis

    yang memicu

    asetilasi

    histon

    (opopfosis-induced

    histone ocetylofion) merupakan

    target

    dari autoantibodi

    pada

    penderita

    SLE

    dan

    lupus

    rnice.

    Asetilasi

    histon

    bersifat

    patogenik

    pada

    lupus-prone

    mice, dan

    hiperasetilasi

    nukleosom dapat

    mematurasi

    sel

    dendritik

    yang

    mengakibatkan aktivasi

    sel

    T,

    selain

    itu

    blebs

    apoptotik

    juga

    dapat

    mematurasi sel dendritik.

    Selain

    adanya apoptosis

    yang

    menyimpang,

    gangguan

    pembersihan

    sel-sel apoptosis dan debrisjuga

    mengakibatkan

    akumulasi sel-sel

    apoptosis.

    Gangguan

    pembersihan

    sel-sel

    apoptosis

    oleh sel fagosit ditemukan

    baik

    pada penderita

    SLE maupun

    pada

    lupus

    mice.

    Akumulasi

    debris apoptosis ditemukan

    pada

    germinal

    centre

    (GC)

    penderita

    SLE.

    Pada

    limfonodi

    yang

    normal

    nukleus apoptosis

    hanya

    ditemukan

    pada

    bagian

    dalam

    Penurunan

    pembersihan

    sel

    *

    ,*

    r*

    8_

    3

    ,*'*\

    Deregulasi

    *

    d*t

    \r

    *

    \}

    dP

    t

    ib

    {b

    v

    *

    *

    #

    t[

    *g

    *

    \

    ?^

    TE}*

    TF

    I

    nukleosom/antinukleosom

    |

    *

    .6'

    4

    rL

    s_

    #

    .lqqdddt:

    ff.

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    12/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    13/16

    3342

    LUPUS ERITEMATOSUS

    DAN

    SINDROM

    ANTIBODI

    ANTIFOSFOTIPID

    Jenis

    kelamin

    dan

    hormon

    seks

    Gangguan

    mekanisme

    pembersihan

    Hilangnya

    aktivitas

    supresor

    dan kontrol idiotip

    Gambar 7.

    lmunopatogenesis

    SLE

    kompleks

    imun, merupakan

    konstributor

    yang

    penting

    dalam

    perkembangan

    penyakit.

    Hilangnya toleransi

    imun,

    meningkatnya

    beban

    antigenik,

    bantuan

    sel T

    yang

    berlebihan,

    gangguan

    supresi

    sel

    B

    dan peralihan respons

    imun

    dari

    Th1

    ke

    Th2

    menyebabkan

    ketidakseimbangan

    sitokin

    pro-

    dan

    anti-inflamasi,

    hiperaktivitas

    sel

    B

    dan

    produksi

    autoantibodi

    patogenik.

    Faktor lingkungan

    tertentu

    mungkin diperlukan

    sebagai

    pencetus

    timbulnya

    penyakit.

    Pengetahuan

    terhadap imunopatogenesis SLE

    sangat diperlukan agar bisa

    memberikan

    penatalaksanaan

    secara maksimal.

    REFERENSI

    1.

    Pathak

    S, Mohan

    C.

    Cellular

    and

    molecular

    pathogenesis

    of

    systemic

    lupus

    erythematosus:

    lessons

    from animal

    models.

    Arthritis

    Res

    Ther

    201'L,13.'241.

    Anti-Inflammatory

    Cytokines

    in

    the

    Pathogenesis

    of

    SLE-

    |

    Biomed Biotechnol. 20722012:3

    47

    7 41.

    Silva C,

    Isenberg

    DA. Aetiology

    and

    pathology

    of systemic

    lupus

    erythematosus.

    Hospt Pharm

    2001.;7:L-7

    Mok

    CC,

    Lau

    CS.

    Pathogenesis

    of

    systemic lupus

    erythematosus.

    J

    Clin

    Pathol

    2003;56:481-490.

    Manson

    Jj,

    Isenberg DA. The Pathogenesis

    of systemic

    lupus

    erythematosus.

    I

    Netherl Med

    2003;6L(11):343-346.

    ZvezdanovicL, Dordevic

    V

    Cosic

    V,

    Cvetkovic

    T, Kundalic

    S, Stankovic

    A.

    The sign-ificance of cytokines in

    diagnosis

    of

    autoimmune

    diseases.

    |ugoslov

    Med

    Biohem

    2006;25:363-

    372.

    Cervera

    R, Khamashta

    MA,

    Font

    J,

    et al. Systemic lupus

    erythematosus:

    clinical

    and

    immunologic

    pattems of disease

    expression

    in a cohort of

    1,000

    patients. The European

    Working

    Party on Systemic Lupus Erythematosus. Medicine

    (Baltimore)

    1993

    7

    2:113

    -24.

    Formiga

    F,

    Moga I,

    Pac

    M,

    et

    al.

    Mild

    presentation

    of systemic

    lupus

    erythematosus in elderly

    patients

    assessed

    by SLEDAI.

    Luprs1999;8:462-5.

    French

    MA,

    Hughes

    P. Systemic

    lupus

    erythematosus and

    Klinefelter's syndrome. Ann

    Rheum Dis

    1983;42:471-3.

    J.

    4.

    q

    7.

    9.

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    14/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    15/16

  • 7/25/2019 437. Immunopatogenesis Lupus Eritematosus Sistemik

    16/16