47 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeriksaan Stasioneritas Data Robust kriging merupakan alternatif ordinary kriging untuk data yang mengandung outlier.Outlier ini akan mengakibatkan banyak hal. Salah satunya, yaitu asumsi normalitas tidak terpenuhi,sehingga yang membedakan antara robust kriging dan ordinary kriging hanya semivariogram yang digunakan. Semivariogram robust ini mampu mengatasi dampak adanya outlier.Oleh karena itu, robust kriging juga harus memenuhi asumsi stasioneritas, yaitu data (dalam penelitian inicurah hujan) semua lokasi di Kabupaten Probolinggo tahun 2015 memiliki rata-rata dan ragam yang relatif sama atau dengan kata lain curah hujan tidak membentuk kecenderungan (trend). (a) (b) Gambar 4.1 (a)Plot Easting terhadap Curah Hujan bulan Januari Kabupaten Probolinggo 2015 (b) Plot Northing terhadap Curah Hujan bulan Januari Kabupaten Probolinggo 2015 Pemeriksaan stasioneritas dilihat dari plot curah hujan Kabupaten Probolinggo sebagai sumbu Y terhadap masing-masing garis bujur (longitude) dan garis lintang (latitude) sebagai sumbu X. Berdasarkan Gambar 4.1 diketahui bahwa plot curah hujan tidak membentuk pola (menyebar) sehingga dapat disimpulkan bahwa curah hujan bulan Januari tahun 2015 Kabupaten Probolinggo bersifat stasioner. 790000 780000 770000 760000 750000 740000 730000 720000 700 600 500 400 300 200 100 0 Easting (X) Jan-15 9145000 9140000 9135000 9130000 9125000 9120000 700 600 500 400 300 200 100 0 Northing (Y) Jan-15
28
Embed
4.1 Pemeriksaan Stasioneritas Datarepository.ub.ac.id/4017/4/5. BAB 4.pdfisotropik dan anisotropik sebelum binning. Jarak terjauh antar lokasi stasiun curah hujan sebesar 65148.844
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
47
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pemeriksaan Stasioneritas Data
Robust kriging merupakan alternatif ordinary kriging untuk data
yang mengandung outlier.Outlier ini akan mengakibatkan banyak
hal. Salah satunya, yaitu asumsi normalitas tidak terpenuhi,sehingga
yang membedakan antara robust kriging dan ordinary kriging hanya
semivariogram yang digunakan. Semivariogram robust ini mampu
mengatasi dampak adanya outlier.Oleh karena itu, robust kriging
juga harus memenuhi asumsi stasioneritas, yaitu data (dalam
penelitian inicurah hujan) semua lokasi di Kabupaten Probolinggo
tahun 2015 memiliki rata-rata dan ragam yang relatif sama atau
dengan kata lain curah hujan tidak membentuk kecenderungan
(trend).
(a) (b)
Gambar 4.1 (a)Plot Easting terhadap Curah Hujan bulan Januari
Kabupaten Probolinggo 2015
(b) Plot Northing terhadap Curah Hujan bulan
Januari Kabupaten Probolinggo 2015
Pemeriksaan stasioneritas dilihat dari plot curah hujan
Kabupaten Probolinggo sebagai sumbu Y terhadap masing-masing
garis bujur (longitude) dan garis lintang (latitude) sebagai sumbu X.
Berdasarkan Gambar 4.1 diketahui bahwa plot curah hujan tidak
membentuk pola (menyebar) sehingga dapat disimpulkan bahwa
curah hujan bulan Januari tahun 2015 Kabupaten Probolinggo
bersifat stasioner.
790000780000770000760000750000740000730000720000
700
600
500
400
300
200
100
0
Easting (X)
Jan
-15
914500091400009135000913000091250009120000
700
600
500
400
300
200
100
0
Northing (Y)
Jan
-15
48
4.2 Uji Autokorelasi Moran I
Asumsi yang harus terpenuhi pada metode kriging adalah adanya
autokorelasi antara lokasi yang satu dengan lokasi yang lain. Statistik
uji yang digunakan adalah uji Autokorelasi Moran I seperti pada
persamaan (2.53).dengan hipotesis sebagai berikut:
(tidak terjadi autokorelasi spasial) lawan
(terjadi autokorelasi spasial)
Tabel 4.1 Uji Autokorelasi Moran I
Moran I
(I)
Nilai
Harapan
E(I)
Varians
(Var(I))
Statistik Uji
Moran I
(| |)
Titik
Kritis
-0.095 -0.023 0.000223 4.821 1.96
Berdasarkan Tabel 4.1 nilai , maka tolak
sehingga dapat diketahui bahwa curah hujan lokasi yang satu dengan
curah hujan lokasi yang lain bulan Januari sampai Desember tahun
2015Kabupaten Probolinggo saling berhubungan.Syntax untuk uji
Autokorelasi Moran I dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.3 Uji Normalitas
Asumsi normalitas ini diperlukan supaya diperoleh hasil
interpolasi dengan tingkat akurasi dan presisi yang tinggi atau
bersifat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE). Statistik uji yang
digunakan adalah uji Kolmogorov-Smirnov seperti pada persamaan
(2.40) dengan hipotesis
(datadapat dihampiri dengan distribusi
normal)lawan
(data tidak dapat dihampiri dengan distribusi
normal)
Tabel 4.2 Uji Kolmogorov-Smirnov
Nilai
Kolmogorov-Smirnov Z
Titik Kritis Kolmogorov-Smirnov 0.198
p-value 0.579
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa nilai Kolmogorov-
Smirnov Z titik kritis Kolmogorov-Smirnov dan p-value , maka terima sehingga dapat disimpulkan bahwa distribusi empiris
sisaan dapat dihampiri dengandistribusi normal.
49
4.4 Uji Homogenitas Ragam Sisaan
Asumsi yang harus terpenuhi pada metode kriging adalah ragam
sisaan yang homogen.Statistik uji yang digunakan adalah uji Harvey-
Godfreydengan persamaan seperti pada persamaan (2.46) dengan
adalah koordinat bujur (easting) pada lokasi stasiun curah hujan ke-i
dan adalah koordinat lintang (northing) pada lokasi stasiun curah
hujan ke-i dan adalah sisaan yang diperoleh dengan meregresikan
curah hujan terhadap koordinat bujur (easting) dan koordinat lintang
(northing) pada lokasi curah hujan ke-i dan adalah sisaan yang
diperoleh dengan meregresikan ( )terhadap koordinat bujur
(easting) dan koordinat lintang (northing) pada lokasi curah hujan
ke-i.
vs
Tabel 4.3 Hasil Uji Harvey-Godfrey LM
45 0.086 3.870 5.991
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat diketahui bahwa
, maka terima sehingga dapat diketahui bahwa ragam
sisaan homogen.
4.5 Pendeteksian Spatial Outlier
Pendeteksian spatial outlier dilakukan terhadapdata curah hujan
bulan Januari sampai Desember tahun 2015 Kabupaten Probolinggo
untuk semua lokasi stasiun curah hujan.Pertama, mencari k tetangga
terdekat (k-nearest neighbor) untuk masing-masing lokasi stasiun
curah hujan.K-nearest neighbor ini ditentukan dengan menghitung
jarak euclid seperti pada persamaan (2.90) dan lokasi stasiun yang
jaraknya berdekatan dijadikan sebagai tetangga terdekat. Pemilihan
k-nearest neighbor dapat dilihat pada Lampiran 3. Pendeteksian
spatial outlier menggunakan Z algorithmseperti pada sub bab
(2.14.2). Tingkat kepercayaan yang diinginkan yaitu 95% sehingga
akan menghasilkan nilai . Apabila nilai | | lebih besar
dari , maka dapat dinyatakan bahwa lokasi tersebut adalah spatial
outlier.Perhitungan Z algorithm bisa dilihat pada Lampiran 4.Spatial
outlier data curah hujan bulan Januari sampai Desember Kabupaten
Probolinggo 2015 dapat dilihat pada Tabel 4.4.
50
Tabel 4.4 Nilai Statistik Uji Z Lokasi yang terdeteksi sebagai Spatial
Outlier
Bulan Nama Stasiun Data Curah
Hujan
Statistik Uji Z
(| |)
Januari
Jurangjero 650 3.035
Malasan 557 2.477
Ngadisari 125 1.978
Februari Jurangjero 883 4.653
Maret Ngadisari 98 3.719
April Jurangjero 764 3.218
Sumber 137 2.883
Mei
Ramah 126 3.094
Malasan 164 2.114
Gemito 191 2.565
Juni
Gunggungan
kidul 75 2.099
Segaran 120 2.348
Tiris 124 2.400
Banyuanyar 99 3.101
Agustus Jatiampuh 36 3.166
Pajarakan 30 2.501
Oktober Kertosuko 44 4.738
Krucil 30 2.629
November
Kertosuko 251 2.039
Jurangjero 18 2.216
Tiris 270 1.990
Desember
Jurangjero 558 2.166
Malasan 478 1.972
Ronggotali 485 2.608
Berdasarkan Tabel 4.4 diketahui bahwa terdapat spatial outlier
pada semua bulan, kecuali bulan Juli dan September. Hal ini
disebabkan oleh semua data bernilai nol (tidak terjadi hujan sama
sekali) pada kedua bulan ini. Selain itu, diketahui bahwa lokasi
stasiun curah hujan yang terdeteksi sebagai spatial outlier, yaitu
Jurangjero, Malasan, dan Ngadisari pada bulan Januari, Jurangjero
pada bulan Februari, Ngadisari pada bulan Maret, Jurangjero dan
51
Sumberpada bulan April, Ramah, Malasan dan Gemito pada bulan
Mei, Gunggungan kidul, Segaran, Tiri, dan Banyuanyar pada bulan
Juni, Jatiampuh dan Pajarakan pada bulan Agustus, Kertosuko dan
Krucilpada bulan Oktober, Kertosuko, Jurangjero, dan Tiris pada
bulan November, Jurangjero, Malasan, dan Ronggotali pada bulan
Desember.
4.6 Plot Semivariogram EmpirikRobustSebelum dan Setelah
Binning
Semivariogram empirik adalah semivariogram yang dihitung
dari data hasil pengukuran.Semivariogram ini biasa dikenal dengan
awan semivariogram atau cloud semivariogram.Perhitungan ini
menggunakan banyak pasangan titik sehingga polanya sulit terlihat
dan cenderung tidak beraturan.
Gambar 4.2 (a) Model Semivariogram RobustIsotropik Sebelum
Binning bulan Januari 2015
(b) Model Semivariogram RobustAnisotropik Sebelum
Binning bulan Januari 2015
Gambar 4.2 adalah semivariogram eksperimental robust
isotropik dan anisotropik sebelum binning. Jarak terjauh antar lokasi
stasiun curah hujan sebesar 65148.844 yaitu antara Stasiun
Kalidandan dan Ngadisari. Berdasarkan Gambar 4.2 diketahui bahwa
pola semivariogram empirikrobustisotropik dan anisotropiksebelum
binningtidak beraturan sehingga sulit untuk melakukan analisis
struktural atau mencocokkan semivariogram empirikrobustsebelum
binningdengan semivariogrambaku. Oleh karena itu, perlu dilakukan
pengelompokkan berdasarkan kesamaan jarak (binning).Besar lag
0 10000 30000 50000
05
10
15
20
25
distance
se
miv
ari
an
ce
0 5000 10000 15000 20000 25000
05
10
15
20
distance
se
miv
ari
an
ce
(a) (b)
52
diperoleh dari setengah dari jarak terjauh dibagi banyak lag yang
digunakan. Banyak lag yang digunakan dalam penelitian ini
sebanyak 13, sehingga diperoleh besar lag sebesar 2505.724. Syntax
untuk plot semivariogram eksperimental robust sebelum binning
dapat dilihat pada Lampiran 5.Pola plot semivariogram empirik
robust akan terlihat setelah dilakukan binning.Plot ini menggunakan
fungsi “variog”.Setelah dilakukan binning, diperoleh plot
semivariogram empirikrobust isotropik dan anisotropik sebagai
berikut.
Gambar 4.3(a) Model Semivariogram RobustIsotropik Hasil
Binning bulan Januari 2015
(b) Model Semivariogram RobustIsotropik Hasil
Binning bulan Januari 2015
Berdasarkan Gambar 4.3 dapat diketahui setelah dilakukan
binning, diperoleh nilai semivariancebulan Januari sebanyak 13
kelompok atau 13 lag.Syntax untuk plot semivariogram
eksperimental robust setelahbinning dapat dilihat pada Lampiran 5.
4.7 Analisis Struktural Model Semivariogram Robust dengan
Model Semivariogram Baku Isotropik dan Anisotropik
Analisis struktural adalah penyesuaian model semivariogram
empirik robust dengan model semivariogram baku supaya diperoleh
grafik semivariogram dengan pola tertentu yang dihampiri dengan
model semivariogram baku sehingga memudahkan dalam
mengestimasi parameter model semivariogram yang
diperoleh.Dalam penelitian ini, digunakan 3 model
semivariogrambaku, yaitu spherical, exponential, dan gaussian.
0 10000 20000 30000 40000 50000 60000
01
00
00
20
00
03
00
00
40
00
0
distance
se
miv
ari
an
ce
0 5000 10000 15000 20000 25000
05
00
01
00
00
15
00
0
distance
se
miv
ari
an
ce
(a) (b)
53
Semivariogrambaku ini berfungsi untuk memodelkan,
menggambarkan, dan menjelaskan autokorelasi antara curah hujan di
lokasi yang satu dengan curah hujan di lokasi yang lain di Kabupaten
Probolinggo.Pemodelan semivariogrambaku seperti pada persamaan
(2.21) sampai (2.23).Perhitungan model semivariogram baku
dihitung menggunakan bantuan software R dengan fungsi “variofit”
dapat dilihat pada Lampiran 5 dengan nilai duga parameter
semivariogram yang diperoleh, yaitu tausq (nugget effect), sigmasq
(partial sill) dan practical range (range).
Berikut ini adalah pemodelan semivariogrambaku Isotropik
bulan Januari 2015 Kabupaten Probolinggo:
a. Model Spherical
b. Model Exponential
c. Model Gaussian
Anisotropik adalah semivariogram yang tidak hanya dipengaruhi
oleh jarak, namun juga arah sehingga dalam perhitungannya
digunakan sudut . Sudut yang biasa digunakan, yaitu , , ,
dan . Sudut ini diperoleh dari sudut pada sumbu mayor (range
terpanjang).Berikut ini adalah pemodelan semivariogrambaku
anisotropik bulan Januari 2015Kabupaten Probolinggo:
a. Model Spherical
, | |
, | |
{
⁄
(( √(
)
(
)
)
(√(
)
(
)
)
,
{ ( | |
(
| |
)
+
, | |
, | |
( | |
* , | |
(
(| |
)
) , | |
54
b. Model Exponential
c. Model Gaussian
Selanjutnya, dilakukan pemilihan model semivariogrambaku
(cross validation) berdasarkan kriteria Root Mean Square Error
(RMSE). Nilai RMSE model semivariogrambaku dapat dilihat pada
Tabel 4.5.
Tabel 4.5Cross Validation Model Semivariogram Isotropik
Bulan Model Semivariogram RMSE
Januari
Spherical 11861.311
Exponential 11858.929
Gaussian 12503.322
Februari
Spherical 4819.536
Exponential 5026.623
Gaussian 4801.830
Maret
Spherical 4289.461
Exponential 6725.601
Gaussian 4397.099
April
Spherical 9367.330
Exponential 12158.789
Gaussian 9521.315
Mei
Spherical 1607.650
Exponential 1608.331
Gaussian 846.907
Juni
Spherical 418.543
Exponential 552.116
Gaussian 441.661
Agustus
Spherical 26.571
Exponential 26.871
Gaussian 26.981
, | |
, | |
{
(
(√(
*
(
*
)
)
, | |
, | |
{ ( ((
*
(
*
)+
55
Tabel 4.5 (Lanjutan)
Oktober
Spherical 0.825
Exponential 0.997
Gaussian 1.027
November
Spherical 1773.421
Exponential 2820.454
Gaussian 600.228
Desember
Spherical 9658.308
Exponential 10891.207
Gaussian 10030.574
Berdasarkan Tabel 4.5 diketahui bahwa interpolasi menggunakan
semivariogram isotropik menghasilkan model spherical menghasil
nilai RMSE yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram
yang lain pada bulan Maret, April, Juni, Agustus, Oktober dan
Desember, model exponential menghasil nilai RMSE yang relatif
kecildaripada kedua model semivariogram yang lain pada bulan
Januari dan model gaussian menghasil nilai RMSE yang relatif
kecildaripada kedua model semivariogram yang lain pada bulan
Februari, Mei, dan November dan berdasarkan Lampiran 14
diketahui bahwa interpolasi menggunakan semivariogram
anisotropik menghasilkanmodel spherical menghasil nilai RMSE
yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram yang lain
pada bulan Januari dan Agustus, model exponential menghasil nilai
RMSE yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram yang
lain pada bulan Februari dan Oktober dan model gaussian menghasil
nilai RMSE yang relatif kecildaripada kedua model semivariogram
yang lain pada bulan Maret, April, Mei, Juni, November, dan
Desember.
Tabel 4.6 Hasil Uji Bartlett Model Semivariogram Baku Isotropik
Bulan
p-value
Januari 0.055 5.991 0.974
Februari 0.001 5.991 0.999
Maret 1.981 5.991 0.385
April 0.591 5.991 0.752
Mei 4.472 5.991 0.116
Juni 0.772 5.991 0.689
56
Agustus 0.133 5.991 0.938
Oktober 1.033 5.991 0.608
November 1.944 5.991 0.392
Desember 0.063 5.991 0.970
Selain itu, perlu dilakukan pengujian secara statistik untuk
mengetahui apakah ketiga model semivariogrambaku isotropik diatas
memiliki nilai ragam sisaan yang sama atau tidak. Statistik uji yang
digunakan adalah uji Bartlett untuk menguji lebih dari dua ragam
sisaan dan uji F untuk menguji dua ragam sisaan. Berdasarkan Tabel
4.6 diketahui bahwa ketiga model semivariogram, yaitu spherical,
exponential, dan gaussian pada semua bulan menghasilkan nilai
statistik uji Bartlett ( ) titik kritis
, maka terima ,
artinya ketiga model semivariogram memiliki ragam sisaan yang
sama, sehingga akan memberikan hasil interpolasi yang sama dan
pemilihan model semivariogram ini bersifat bebas, namun pada
penelitian ini pemilihan semivariogram tetap dilakukan berdasarkan
nilai RMSE yang relatif kecil seperti pada Tabel 4.5 dan pengujian
secara statistikketiga model semivariogram baku anisotropik pada
Lampiran 15 menghasilkan nilai interpolasi ketiga model
semivariogram, yaitu spherical, exponential, dan gaussianpada bulan
Januari, Maret, Juni, Agustus, dan Desember menghasilkan nilai
statistik uji Bartlett ( ) titik kritis
, maka terima ,
artinya ketiga model semivariogram memiliki ragam sisaan yang
sama, sehingga akan memberikan hasil interpolasi yang sama dan
pemilihan model semivariogram ini bersifat bebas, namun pada
penelitian ini pemilihan semivariogram tetap dilakukan berdasarkan
nilai RMSEyang relatif kecil seperti pada Lampiran 14, sedangkan
pada bulan April dan Mei menghasilkan nilai statistik uji Bartlett
( ) titik kritis
maka tolak , artinya ketiga model
semivariogram memiliki ragam sisaan yang berbeda, sehingga akan
memberikan hasil interpolasi yang berbeda dan pemilihan model
semivariogramberdasarkan pada nilai RMSE yang relatif kecilseperti
pada Lampiran 14dan pada bulan Februari, Oktober, dan November
menghasilkan nilai statistik uji F ( titik kritis ( ,
maka terima , artinya kedua model semivariogramyaitu
exponential dan gaussianmemiliki ragam sisaan yang sama, sehingga
57
akan memberikan hasil interpolasi yang sama dan pemilihan model
semivariogram ini bersifat bebas, namun pada penelitian ini
pemilihan semivariogram tetap dilakukan berdasarkan nilai RMSE
yang relatif kecil seperti pada Lampiran 14.
4.8 Perhitungan Bobot Kriging dan Weighted Median
Pencilan (outlier) adalah titik data yang nilainya jauh berbeda
atau menyimpang daripada titik data yang lain. Oleh karena itu,
outlier diberikan bobot yang kecil supaya bersifat inlier. Bobot yang
digunakan dinamakan weighted median. Hal ini disebabkan oleh
perhitungan bobot berdasarkan prinsip median yang besarnya
setengah (0.5) dari data.Perhitungan bobot lokasi yang merupakan
outlier ini menggunakan bobot lokasi yang inlier dengan tanpa
mengikutsertakan lokasi outlier.Perhitungan bobot kriging
menggunakan fungsi “krweights”.Syntax perhitungan bobot kriging
menggunakan software R dan hasil bobot kriging lokasi outlier pada
masing-masing bulan dapat dilihat pada Lampiran 5.