Top Banner
4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Polistiren Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap inisiasi dimana benzoil peroksida bereaksi, dikarenakan adanya pemanasan, untuk menghasilkan dua buah radikal. Senyawa radikal ini selanjutnya akan bereaksi dengan ikatan rangkap dari monomer stiren, sehingga monomer menjadi bersifat radikal. Setalah itu, monomer radikal ini akan melakukan reaksi propagasi dengan monomer lain melalui ikatan rangkapnya. Hal ini terjadi secara terus- menerus sampai monomer habis. Reaksi diakhiri dengan tahap terminasi dimana dua senyawa radikal saling bereaksi dan membentuk senyawa produk yang stabil. Reaksi polimerisasi adisi pada sintesis polistiren ini dibantu oleh pemanasan, terutama pada tahap inisiasinya. Oleh karena itu, pada proses polimerisasi dalam reaktor digunakan pemanasan pada suhu 80 0 C. Dalam penelitian ini, dilakukan dua kali sintesis polistiren yang menghasilkan rendemen sebesar 69,31% dan 81,18%. Besarnya rendemen dipengaruhi oleh proses polimerisasi dan pemurniannya. Polistiren yang didapat berwarna putih dan berbentuk butiran atau serabut. Massa molekul polistiren hasil sintesis yang ditentukan dengan metoda viskometri ini adalah 74,42 x 10 3 g/mol. 4.1.1 Analisis Gugus Fungsi Analisis gugus fungsi bertujuan untuk meneliti gugus-gugus yang berada dalam polimer. Spektrum FTIR polistiren dapat dilihat pada gambar 4.1. Pada spektrum tersebut terdapat puncak serapan pada bilangan gelombang 3000cm -1 - 3100cm -1 yang menunjukkan adanya gugus C-H aromatik dan pada bilangan gelombang 1400cm -1 - 1600cm -1 yang merupakan puncak serapan yang khas untuk sistem aromatik. Selain itu, terdapat juga puncak serapan pada bilangan gelombang sekitar 700cm -1 - 750cm -1 yang menunjukkan monosubstitusi aromatik. Pada bilangan gelombang 3400cm -1 terdapat puncak yang diduga merupakan puncak dari gugus O-H dari air. Adanya puncak ini menunjukkan masih adanya pengotor, seperti pelarut dalam polistiren yang disintesis.
16

4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

Feb 15, 2018

Download

Documents

lamngoc
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

4 Hasil dan Pembahasan

4.1 Sintesis Polistiren

Polistiren disintesis dari monomer stiren melalui reaksi polimerisasi adisi dengan inisiator

benzoil peroksida. Pada sintesis polistiren ini, terjadi tahap inisiasi dimana benzoil peroksida

bereaksi, dikarenakan adanya pemanasan, untuk menghasilkan dua buah radikal. Senyawa

radikal ini selanjutnya akan bereaksi dengan ikatan rangkap dari monomer stiren, sehingga

monomer menjadi bersifat radikal. Setalah itu, monomer radikal ini akan melakukan reaksi

propagasi dengan monomer lain melalui ikatan rangkapnya. Hal ini terjadi secara terus-

menerus sampai monomer habis. Reaksi diakhiri dengan tahap terminasi dimana dua

senyawa radikal saling bereaksi dan membentuk senyawa produk yang stabil. Reaksi

polimerisasi adisi pada sintesis polistiren ini dibantu oleh pemanasan, terutama pada tahap

inisiasinya. Oleh karena itu, pada proses polimerisasi dalam reaktor digunakan pemanasan

pada suhu 800C. Dalam penelitian ini, dilakukan dua kali sintesis polistiren yang

menghasilkan rendemen sebesar 69,31% dan 81,18%. Besarnya rendemen dipengaruhi oleh

proses polimerisasi dan pemurniannya. Polistiren yang didapat berwarna putih dan berbentuk

butiran atau serabut. Massa molekul polistiren hasil sintesis yang ditentukan dengan metoda

viskometri ini adalah 74,42 x 103 g/mol.

4.1.1 Analisis Gugus Fungsi

Analisis gugus fungsi bertujuan untuk meneliti gugus-gugus yang berada dalam polimer.

Spektrum FTIR polistiren dapat dilihat pada gambar 4.1. Pada spektrum tersebut terdapat

puncak serapan pada bilangan gelombang 3000cm-1 - 3100cm-1 yang menunjukkan adanya

gugus C-H aromatik dan pada bilangan gelombang 1400cm-1 - 1600cm-1 yang merupakan

puncak serapan yang khas untuk sistem aromatik. Selain itu, terdapat juga puncak serapan

pada bilangan gelombang sekitar 700cm-1 - 750cm-1 yang menunjukkan monosubstitusi

aromatik. Pada bilangan gelombang 3400cm-1 terdapat puncak yang diduga merupakan

puncak dari gugus O-H dari air. Adanya puncak ini menunjukkan masih adanya pengotor,

seperti pelarut dalam polistiren yang disintesis.

Page 2: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

25

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

70

75

80

85

90

95

100

%T

3427

.51

3078

.39

3059

.10

3026

.31

2922

.16

2850

.79

1600

.92 14

90.9

714

48.5

4

1371

.39

1321

.24

1068

.56

1026

.13

906.

54

752.

2470

0.16

538.

14

Polistiren

Gambar 4.1 Spektrum FTIR polistiren

Tabel 4.1 menunjukkan data bilangan gelombang puncak-puncak yang muncul pada

spektrum FTIR polistiren hasil sintesis.

Tabel 4. 1 Puncak serapan FTIR polistiren

No Bilangan gelombang ( cm-1) Gugus fungsi

1 3026,31; 3059,10; dan 3078,39 =C-H aromatik

2 1448,54; 1490,97; dan 1600,92 Sistem aromatik

3 700,16 dan 752,24 Monosubsitusi aromatik

4.1.2 Analisis Termal

Analisis termal bertujuan untuk mengidentifikasi laju dekomposisi polimer. Analisis termal

dilakukan dengan metoda TGA/DTA dan hasilnya berupa termogram yang menunjukkan

kurva antara % massa yang tersisa terhadap suhu. Termogram untuk polistiren dapat dilihat

dari gambar 4.2.

Page 3: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

26

Gambar 4.2 Termogram polistiren

Kurva berwarna biru menunjukkan jumlah % massa polimer yang tersisa pada suhu tertentu.

Dari termogram polistiren dapat dilihat bahwa polistiren sudah mulai terdegradasi pada suhu

sekitar 147,50C. Pada suhu 268,70C - 3950C polistiren telah terdekomposisi sebesar 3,2%.

Setelah suhu 395,00C polistiren terdekomposisi secara drastis sampai suhu 411,40C. Massa

yang hilang terdekomposisi dimulai pada suhu 147,50C diduga merupakan massa dari

pengotor yang ada dalam polimer. Termogram polistiren murni seharusnya tidak

menunjukkan dekomposisi pada suhu di sekitar 1500C, melainkan langsung terdekomposisi

secara drastis pada suhu di sekitar 3900C - 4000C. Tabel 4.2 menunjukkan % massa polimer

tersisa pada suhu tertentu.

Tabel 4.2 Data TGA polistiren

No Suhu (0C) % massa polistiren

1 268,7 96,8

2 395,0 96,2

3 411,4 94,0

4 427,6 2,0

4.2 Sintesis Polistiren Tersulfonasi

Polistiren tersulfonasi disintesis dari reaksi antara polistiren dengan agen sulfonasi, yaitu

asetil sulfat. Asetil sulfat disintesis dengan mereaksikan anhidrida asetat dan H2SO4 pekat

Page 4: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

27

dalam pelarut diklorometana. Pada reaksi sulfonasi ini, gugus sulfonat akan mensubstitusi

atom H yang berada pada posisi para rantai aromatik. Polistiren tersulfonasi disintesis

dengan empat variasi waktu, yaitu 15, 30, 45, dan 60 menit dengan tujuan untuk melihat

pengaruh waktu sulfonasi terhadap nilai derajat sulfonasi dan pengaruhnya pada polyblend

yang dibuat.

Pada sintesis asetil sulfat, diklorometana berfungsi sebagai pelarut, sedangkan anhidrida

asetat berfungsi untuk menyerap air agar tidak ikut bereaksi. Anhidrida asetat digunakan

pada sulfonasi karena sifatnya yang higroskopis. Reaksi pembentukan asetil sulfat ini harus

dilakukan dalam keadaan inert. Oleh karena itu, pada saat reaksi dialirkan gas N2. Suhu pada

saat pembuatan asetil sulfat ini adalah 00C yang bertujuan agar tidak terjadi bumping pada

saat penambahan H2SO4 pekat.

Proses sulfonasi polistiren juga dilakukan pada suasana inert dengan mengalirkan gas N2.

Sulfonasi dilakukan pada suhu 400C karena suhu tersebut merupakan suhu optimal untuk

proses sulfonasi. Hasil reaksi sulfonasi polistiren berupa larutan berwarna kuning pekat.

Setelah sulfonasi selesai, ditambahkan larutan 2-propanol dengan volume sepuluh kali lipat

dari pelarut diklorometana yang digunakan untuk melarutkan polistiren. Penambahan 2-

propanol berfungsi untuk menghentikan reaksi. Hasil sintesis polistiren tersulfonasi

dimurnikan kembali untuk menghindari kemungkinan adanya pengotor pada polimer hasil

sintesis. Pemurnian polistiren tersulfonasi dilakukan dengan perendaman dalam air

mendidih. Setelah proses pemurnian, polistiren tersulfonasi yang awalnya berwarna

kekuningan menjadi berwarna putih. Polistiren tersulfonai ini bersifat higroskopis, sehingga

harus dikeringkan dan disimpan dalam desikator sebelum ditimbang massanya. Dari empat

polistiren tersulfonasi yang disintesis dalam penelitian ini, didapatkan rendemen seperti

terlihat pada tabel 4.3 berikut.

Tabel 4.3 Data rendemen polistiren tersulfonasi

Waktu sulfonasi Massa polistiren tersulfonasi Rendemen (%)

15 menit 2,2071 gram 110,09 %

30 menit 2,1059 gram 105,30 %

45 menit 1,9982 gram 99,91 %

60 menit 2,6000 gram 130,00 %

Rendemen polistiren tersulfonasi yang didapatkan berada pada sekitar 90%-130%. Nilai

rendemen ini bergantung pada proses sulfonasi, pemurnian, dan penyimpannya. Massa

molekul polistiren tersulfonasi hasil sintesis dengan menggunakan metoda viskometri adalah

40,95 x 103 g/mol. Jika dibandingkan dengan massa molekul polistiren hasil sintesis, nilai

Page 5: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

28

massa molekul polistiren tersulfonasi lebih rendah. Hal ini menunjukkan terjadinya

penurunan massa molekul saat proses sulfonasi dikarenakan proses pemanasan.

Pembuatan polistiren tersulfonasi dengan berbagai variasi waktu diduga akan mempengaruhi

nilai derajat sulfonasi polistiren. Oleh karena itu, dilakukan perhitungan derajat sulfonasi

untuk meneliti hal tersebut. Penentuan derajat sulfonasi dilakukan dengan metoda titrasi

asam-basa dimana gugus sulfonat sebagai asamnya dititrasi dengan larutan NaOH sebagai

basanya. Polistiren tersulfonasi yang akan dititrasi dilarutkan terlebih dahulu dalam larutan

toluen:metanol (9:1). Penggunaan campuran pelarut ini dikarenakan sifat polistiren

tersulfonasi sedikit bersifat polar. Gugus sulfonat memberikan sifat polar, namun sifat polar

ini juga bergantung dari jumlah gugus sulfonat yang menempel pada polistiren. Oleh karena

itu, digunakan juga pelarut lain yang bersifat nonpolar untuk membantu proses pelarutan.

Larutan polistiren tersulfonasi dalam pelarut toluen:metanol (9:1) berwarna putih. Untuk

menyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam

pelarut metanol. Hasil analisis derajat sulfonasi dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini.

Tabel 4.4 Derajat sulfonasi polistiren tersulfonasi

No Polimer Waktu sulfonasi (menit) % sulfonasi

1 PSS 1 15 14,68

2 PSS 2 30 17,57

3 PSS 3 45 17,98

4 PSS 4 60 19,81

4.2.1 Analisis Gugus Fungsi

Spektrum FTIR polistiren tersulfonasi menunjukkan terdapatnya gugus-gugus yang juga

terdapat pada spektrum FTIR polistiren. Perbedaannya adalah adanya puncak baru yang

muncul pada bilangan gelombang 1100cm-1 - 1300cm-1 yang menunjukkan puncak serapan

untuk gugus SO2. Gambar 4.3 menunjukkan spektrum FTIR untuk polistiren yang

disulfonasi selama 60 menit (PSS 4).

Page 6: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

29

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

65

70

75

80

85

90

95

100

%T

3448

.72

3078

.39

3026

.31

2922

.16

2850

.79

1600

.92

1490

.97

1448

.54

1371

.39

1321

.24

1224

.80

1182

.36

1064

.71

1026

.13

754.

17

698.

23

576.

7253

8.14

PSS3

Gambar 4.3 Spektrum FTIR PSS 4

4.3 Sintesis Kitosan

Kitosan disintesis dari reaksi deasetilasi kitin. Kitin diisolasi dari kulit udang. Isolasi kitin

meliputi tahap deproteinasi dan demineralisasi. Proses deproteinasi dilakukan dengan

mereaksikan kulit udang yang telah dihaluskan dengan larutan NaOH 3,5% (b/v) dengan

perbandingan 1:10. Proses demineralisasi dilakukan dengan mereaksikan kulit udang yang

telah dideproteinasi dengan larutan HCl 1M. Pada proses deproteinasi dan demineralisasi

terjadi reaksi pelarutan protein dan mineral yang terdapat dalam kulit udang. Proses

deasetilasi dilakukan dengan mereaksikan kitin dengan larutan NaOH 50% (b/v) pada suhu

1000C. Reaksi dilakukan pada suhu tinggi agar reaksi hidrolisis dapat berlangsung dengan

maksimal. Untuk menunjukkan bahwa hasil deasetilasi merupakan kitosan, dapat dilakukan

uji kualitatif dengan proses pelarutan kitosan hasil deasetilasi dalam larutan asam asetat 2%

(v/v). Pada penelitian ini, kitosan dideasetilasi sampai tiga kali karena setelah deasetilasi

yang pertama dan kedua, kitosan yang didapatkan belum larut sempurna dalam asam asetat

2% dan diasumsikan belum dapat disebut sebagai kitosan. Pelarutan sempurna baru

didapatkan dari kitosan hasil deasetilasi ketiga. Oleh karena itu, setelah uji kelarutan

menghasilkan hasil positif, barulah kemudian dilakukan analisis lebih lanjut, yaitu analisis

gugus fungsi dan derajat deasetilasi. Tabel 4.5 menunjukkan data rendemen kitin hasil isolasi

dan kitosan setelah proses deasetilasi.

Page 7: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

30

Tabel 4.5 Rendemen proses pembuatan kitosan

Proses Massa rendemen Rendemen (%w/w)

Deproteinasi 28,7151 gram 57,28 %

Demineralisasi 16,2222 gram 32,36 %

Deasetilasi (1) 15,1538 gram 30,23 %

Deasetilasi (2) 13,8326 gram 27,59 %

Deasetilasi (3) 12,3943 gram 24,72 %

Dari hasil analisis massa molekul kitosan yang ditentukan dengan metode viskometri

didapatkan bahwa massa molekul kitosan yang telah disintesis adalah 1,07 x 106 g/mol.

4.3.1 Analisis Gugus Fungsi

Dari hasil analisis gugus fungsi menggunakan FTIR didapatkan bahwa spektrum FTIR untuk

kitin dan kitosan (gambar 4.4 dan 4.5) hampir mirip, yaitu terdapat puncak khas pada

bilangan gelombang 3450 cm-1 yang merupakan bilangan gelombang gugus hidroksil dan

1655 cm-1 yang merupakan bilangan gelombang gugus asetamida. Perbedaan antara

spektrum FTIR kitin dan kitosan terletak pada intensitasnya. Pada spektrum FTIR kitosan,

terjadi kenaikan % transmitan puncak asetamida. Hal ini dikarenakan setelah proses

deasetilasi gugus asetamida pada kitin berubah menjadi gugus amina. Dari spektrum FTIR

kitosan dapat dihitung nilai derajat deasetilasi kitosan. Dari hasil penelitian, didapatkan

bahwa derajat deasetilasi kitosan adalah 62,41%.

Page 8: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

31

Gambar 4.4 Spektrum FTIR kitin

Gambar 4.5 Spektrum FTIR kitosan

Page 9: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

32

4.4 Pembuatan Membran Polyblend

Membran polyblend dibuat dengan metoda pelelahan dengan alat hot-pressed. Latar

belakang digunakannya metoda ini adalah karena tidak ditemukannya pelarut yang cocok

untuk mencampurkan polimer polistiren tersulfonasi dan kitosan. Membran polyblend yang

didapatkan bersifat tidak homogen. Hal ini dikarenakan kitosan tidak dapat meleleh,

sehingga kitosan dalam membran tersebut terlihat seolah-olah terjebak dalam campuran

polistiren dan kitosan. Data massa masing-masing polimer yang digunakan untuk pembuatan

polyblend dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut ini.

Tabel 4.6 Komposisi polimer penyusun polyblend

Campuran polimer Massa polistiren Massa polistiren tersulfonasi Massa kitosan

PS:Kit (8:2) 0,8006 gram - 0,2007 gram

PS:PSS1:Kit (8:1:1) 0,8000 gram 0,1047 gram 0,1014 gram

PS:PSS2:Kit (8:1:1) 0,8007 gram 0,1113 gram 0,1008 gram

PS:PSS3:Kit (8:1:1) 0,8011 gram 0,1009 gram 0,1012 gram

PS:PSS4:Kit (8:1:1) 0,8014 gram 0,1025 gram 0,1029 gram

4.5 Karakterisasi Polyblend

4.5.1 Analisis Gugus Fungsi

Analisis gugus fungsi dilakukan dengan metoda FTIR. Gambar 4.6 sampai 4.8 menunjukkan

berturut-turur spektrum FTIR untuk polyblend PS:Kitosan (8:2), PS:PSS1:Kitosan (8:1:1),

dan PS:PSS4:Kitosan (8:1:1). Dari hasil spektrum FTIR polyblend terlihat puncak-puncak

serapan gugus fungsi polimer penyusun polyblend. Pada spektrum FTIR polyblend yang

mengandung polistiren tersulfonasi seharusnya terdapat puncak pada bilangan gelombang

800cm-1 - 860cm-1. Namun, dari kedua spektrum FTIR yang dianalisis, puncak pada bilangan

gelombang tersebut tidak terlalu tajam. Hal ini diduga karena derajat sulfonasi yang hanya

sekitar 14% - 20%. Tabel 4.7 menunjukkan data puncak serapan dalam spektrum FTIR

polyblend.

Tabel 4.7 Puncak serapan FTIR polyblend

Polyblend Bilangan gelombang (cm-1) Gugus fungsi

PS:Kitosan (8:2)

3448, 72 O-H

3078,39 =C-H aromatik

1656,85 C=O asetamida

Page 10: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

33

1448,54; 1490,97; dan 1600,92 Sistem aromatik

752,24 Monosubstitusi

aromatik

PS:PSS1:Kitosan

(8:1:1)

3448,72 O-H

2924,09 =C-H aromatik

1656,85 C=O asetamida

1379,10 -SO2

1448,54; 1490,97; dan 1600,92 Sistem aromatik

746,45 Monosubstitusi

aromatik

PS:PSS4:Kitosan

(8:1:1)

3448,72 O-H

3076,46 =C-H aromatik

1600,92 C=O asetamida

1373,32 -SO2

1448,54; 1490,97; dan 1600,92 Sistem aromatik

752,24 Monosubstitusi

aromatik

50075010001250150017502000250030003500400045001/cm

70

75

80

85

90

95

100

%T

4037

.01

3448

.72

3078

.39

2922

.16

2850

.79

1944

.25

1874

.81

1803

.44

1656

.85

1600

.92

1490

.97

1448

.54

1375

.25 13

25.1

0

1066

.64

1024

.20

906.

54

752.

2469

8.23

623.

01

536.

21

PS:Kit Gambar 4.6 Spektrum FTIR PS:Kitosan (8:2)

Page 11: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

34

Gambar 4.7 Spektrum FTIR PS:PSS1:Kitosan (8:1:1)

Gambar 4.8 Spektrum FTIR PS:PSS4:Kitosan (8:1:1)

Page 12: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

35

4.5.2 Analisis Swelling, Ion Exchange Capacity (IEC), dan Konduktivitas

Pengukuran analisis swelling, Ion Exchange Capacity (IEC), dan konduktivitas dilakukan

pada membran polistiren, polistiren tersulfonasi, dan kitosan, serta membran polyblend-nya.

Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh ketiga polimer tersebut terhadap sifat-sifat

polyblend yang dibuat. Swelling berkaitan dengan kemampuan rantai polimer untuk

merenggang, sehingga pergerakan molekul-molekul di dalamnya menjadi lebih mudah. Hal

ini berkaitan dengan IEC dan konduktivitas membran untuk diaplikasikan dalam PEMFC.

IEC berhubungan dengan kemampuan gugus-gugus dalam polimer untuk mengikat proton

yang ada dalam larutan, sedangkan konduktivitas berhubungan dengan kemampuan

membran untuk menghantarkan proton dari satu sisi ke sisi lainnya seiring dengan

mengalirnya elektron di sirkuit listrik. Proses transfer proton ini juga melibatkan gugus-

gugus fungsi yang dapat menukarkan kation. Pada polyblend yang dibuat, gugus yang

diharapkan dapat mendukung aktivitas penukar ion dan konduktivitas adalah gugus sulfonat

pada polistiren tersulfonasi dan gugus amina pada kitosan. Tabel 4.8 menunjukkan hasil

ketiga analisis tersebut.

Tabel 4.8 Data swelling, Ion Exchange Capacity (IEC), dan konduktvitas

Membran Swelling (%) IEC (meq/g) Konduktivitas (x10-5 S/cm)

PS 1,98 0,00 0,6810

Kitosan 40,44 1,37 51,4706

PSS 1 15,66 2,55 0,0283

PSS 2 13,49 6,18 0,0667

PSS 3 6,23 6,64 0,0950

PSS 4 11,53 4,98 0,0530

PS:Kit (8:2) 3,04 0,76 1,7435

PS:PSS 1: Kit (8:1:1) 2,18 2,82 0,8801

PS:PSS 2:Kit (8:1:1) 2,21 0,75 0,6428

PS:PSS 3:Kit (8:1:1) 3,88 4,75 0,9480

PS:PSS 4:Kit (8:1:1) 2,56 6,02 0,4053

Dari tabel 4.8 dapat dilihat bahwa jika dibandingkan antara polistiren, polistiren tersulfonasi,

dan kitosan, nilai terbesar untuk analisis swelling dan konduktivitas didapatkan dari

membran kitosan. Hal ini dikarenakan sifatnya yang lebih elastis jika dibandingkan dengan

PS dan PSS. Polimer yang elastis biasanya mudah melakukan pergerakan molekul-

molekulnya, sehingga cenderung lebih mudah untuk mengalami penggembungan atau

Page 13: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

36

membuka rantai polimernya. Hal ini mempermudah juga kemampuan membran untuk

mengalirkan proton. Oleh karena itu, nilai konduktivitas yang tinggi juga didapatkan dari

membran kitosan. Di sisi lain, untuk analisis IEC didapatkan nilai yang tinggi pada PSS. Hal

ini diduga karena gugus fungsi yang terdapat dalam PSS lebih banyak daripada dalam

kitosan. Hal ini berkaitan dengan nilai derajat deasetilasi kitosan yang hanya bernilai

62,41%. Jika dibandingkan antara empat jenis PSS yang disintesis, dapat dilihat bahwa

semakin tinggi derajat sulfonasi, maka nilai IEC juga semakin tinggi. Namun, terjadi

penurunan nilai IEC pada PSS 4. Hal ini diduga karena pada jumlah gugus sulfonat yang

lebih banyak dapat terjadi ikatan silang antar rantai polimer.

Jika dibandingkan antara kelima jenis polyblend yang dibuat, tidak didapatkan keteraturan

seiring dengan meningkatnya waktu sulfonasi, namun jika dilihat secara umum, didapatkan

nilai optimal untuk analisis swelling dan konduktivitas adalah pada polyblend yang

menggunakan PSS 3, sedangkan nilai optimal untuk analisis IEC adalah pada polyblend yang

mengandung PSS 4.

4.5.3 Analisis Kekuatan Mekanik

Analisis kekuatan mekanik dilakukan pada membran PS, dan 5 jenis membran polyblend

dengan komposisi tertentu. Hasil analisis kekuatan mekanik dapat dilihat pada tabel 4.9.

Tabel 4.9 Data uji tarik

Membran Stress at break

(kgf/mm2)

Strain at break

(%)

Modulus Elastisitas

PS 2,6432 1,24 212,61

PS : Kitosan 0,6630 0,85 88,79

PS : PSS 1 : Kitosan 1,1468 1,03 123,24

PS : PSS 2 : Kitosan 1,5131 1,10 137,20

PS : PSS 3 : Kitosan 1,1293 0,87 134,59

PS : PSS 4 : Kitosan 1,4671 1,12 131,16

Hasil uji tarik menunjukkan bahwa membran yang memiliki nilai stress dan strain at break,

serta Modulus Elastisitas yang tertinggi adalah membran PS. Hal ini menunjukkan bahwa PS

memberikan peran dalam meningkatkan kekuatan mekanik pada polyblend. Kekuatan

mekanik PS diberikan oleh ikatan rantainya yang mengandung gugus aromatik. Gugus

aromatik cenderung stabil, sehingga atom-atom antar molekulnya sulit untuk bergerak jika

diberikan gaya. Berbeda halnya dengan polimer yang bersifat elastis. Polimer elastis

biasanya memiliki nilai perpanjangan (elongation) yang besar karena pergerakan atom dalam

Page 14: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

37

molekulnya cenderung mudah. Jika dibandingkan antara kelima membran polyblend yang

dibuat, tidak didapatkan keteraturan kekuatan mekanik antara polyblend yang satu dengan

yang lainnya. Hal ini disebabkan oleh tidak homogennya membran yang dibuat. Akan tetapi,

secara umum nilai stress at break, strain at break, dan Modulus Elastisitasnya berada pada

rentang nilai yang tidak berbeda terlalu jauh. Nilai Modulus Elastisitas tertinggi didapatkan

oleh polyblend PS : PSS 2 : Kitosan.

4.5.4 Analisis Termal

Analisis termal polyblend dilakukan terhadap membran polyblend dengan komposisi

PS:Kitosan (8:2), PS:PSS1:Kitosan (8:1:1), dan PS:PSS4:Kitosan (8:1:1). Pada analisis ini

diidentifikasi kestabilan termal polyblend dari suhu dekomposisinya. Gambar 4.9 sampai

4.11 menunjukkan berturut-turut termogram TGA/DTA untuk ketiga polyblend tersebut.

Dari gambar 4.2 dapat dilihat bahwa polistiren mulai terdekomposisi pada suhu 147,50C

yang merupakan dekomposisi dari pengotor. Pada suhu 226,70C, massa polyblend telah

mulai berkurang sekitar 2,8%, kemudian berlanjut dengan dekomposisi yang cukup tinggi

sampai pada suhu 398,80C. Pada rentang suhu 226,70C-398,80C terjadi penurunan massa

sebesar 13,1% yang diakibatkan dekomposisi kitosan. Setelah itu, terjadi dekomposisi yang

cukup drastis sampai suhu 413,80C.

Gambar 4.9 Termogram PS:Kitosan (8:2)

Page 15: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

38

Gambar 4.10 Termogram PS:PSS1:Kitosan (8:1:1)

Gambar 4.11 Termogram PS:PSS4:Kitosan (8:1:1)

Dari gambar 4.10 dan 4.11 dapat dilihat termogram TGA/DTA polyblend yang mengandung

PSS 1 dan PSS 4. Secara kasat mata, pola kurva dari kedua termogram tersebut hampir sama.

Kedua termogram menunjukkan bahwa sampai sekitar suhu 147,50C terjadi dekomposisi

sekitar 2% - 4%. Setelah itu, dilanjutkan dengan dekomposisi sekitar 5% - 9% pada rentang

suhu 147,50C - 409,60C dan dekomposisi secara drastis sampai suhu ±4200C. Data %massa

polyblend terhadap suhu ditunjukkan pada tabel 4.10 berikut ini. Dari data ini dapat

disimpulkan bahwa semakin bertambah komponen penyusun polyblend dalam penelitian ini,

maka kestabilan termalnya cenderung menurun.

Tabel 4.10 Data TGA polyblend

No Polyblend Suhu (0C) %massa polistiren

1 PS:Kitosan (8:2)

226,7 97,2

398,8 84,1

413,8 74,1

428,3 9,1

499,0 8,2

2 PS:PSS1:Kitosan

(8:1:1)

226,7 97,5

409,6 91,9

Page 16: 4 Hasil dan Pembahasan - Perpustakaan Digital · PDF filemenyamakan suasana larutan, pembuatan dan pembakuan NaOH juga dilakukan dalam pelarut metanol. ... telah dideproteinasi dengan

39

424,7 87,4

439,9 4,1

499,0 3,8

3 PS:PSS4:Kitosan

(8:1:1)

226,6 96,4

410,8 87,7

425,4 46,8

439,8 6,3

496,9 5,8