4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Sosiodemografi Responden Kondisi sosiodemografi responden yang diamati dalam penelitian ini meliputi karakteristik usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, uang saku (pendapatan) per bulan, dan kebiasaan olahraga (Tabel 3 dan Tabel 4). Pada penelitian ini dipilih 17 orang responden laki-laki sehat tidak secara acak, berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Responden berusia 20-27 tahun merupakan mahasiswa tingkat sarjana atau pascasarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB). Secara sosiodemografi, responden tinggal di sekitar kampus IPB Darmaga. Hal ini ditujukan untuk memudahkan pengontrolan responden selama intervensi. Kriteria pemilihan responden di atas dimaksudkan untuk meminimalkan keragaman karena pengaruh perbedaan aktivitas sehari-hari dan lingkungan tempat tinggal. Rentang usia antar responden yang berdekatan dipilih agar memiliki kemiripan dalam kebutuhan nutrisi makanan dan metabolismenya. Tabel 3 Kondisi sosiodemografi responden Karakteristik Individu Jumlah (orang) Persentase (%) Total Responden 17 100 Jenis Kelamin Laki-laki 17 100 Usia Dewasa (20-27 tahun) 17 100 Tingkat Pendidikan - lulus SMA 12 70.6 - lulus Perguruan Tinggi (S1) 5 29.4 Pekerjaan Pelajar 17 100 - mahasiswa S1 12 70.6 - mahasiswa S2 5 29.4 Uang saku/bulan Rp. 500.000 - 1.000.000 14 82.3 > Rp. 1.000.000 - 1.500.000 2 11.8 > Rp. 1.500.000 1 5.9 Responden memiliki aktivitas olahraga yang aktif menggunakan kegiatan fisik dan melibatkan kaki. Sebagian besar responden berolahraga futsal (47%) dan bulutangkis (29%). Adapun sisanya beladiri, tenis meja, bersepeda maupun jogging, masing-masing sebesar 5% (Tabel 3). Frekuensi latihan responden rata- rata 1x/minggu, dengan intensitas kurang lebih selama satu jam. Responden tergolong pelaku olahraga kesehatan, yaitu orang yang berolahraga dengan intensitas rendah sampai sedang. Olahraga intensitas rendah dilakukan kontinu dan homogen selama 20-30 menit, 3-5x/minggu, dengan target denyut nadi 65- 80%, seperti: jalan, lari lambat, renang, bersepeda (Santosa dan Dikdik 2012).
27
Embed
4. HASIL DAN PEMBAHASAN - repository.ipb.ac.id · merusak paru-paru juga dapat menyebabkan gangguan metabolisme lemak. Efek ... 4.1 VO2 max VO2 max merupakan salah satu parameter
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Sosiodemografi Responden
Kondisi sosiodemografi responden yang diamati dalam penelitian ini
meliputi karakteristik usia, tingkat pendidikan, pekerjaan, uang saku (pendapatan)
per bulan, dan kebiasaan olahraga (Tabel 3 dan Tabel 4). Pada penelitian ini
dipilih 17 orang responden laki-laki sehat tidak secara acak, berdasarkan kriteria
inklusi dan eksklusi. Responden berusia 20-27 tahun merupakan mahasiswa
tingkat sarjana atau pascasarjana di Institut Pertanian Bogor (IPB). Secara
sosiodemografi, responden tinggal di sekitar kampus IPB Darmaga. Hal ini ditujukan
untuk memudahkan pengontrolan responden selama intervensi. Kriteria pemilihan
responden di atas dimaksudkan untuk meminimalkan keragaman karena pengaruh
perbedaan aktivitas sehari-hari dan lingkungan tempat tinggal. Rentang usia antar
responden yang berdekatan dipilih agar memiliki kemiripan dalam kebutuhan
nutrisi makanan dan metabolismenya.
Tabel 3 Kondisi sosiodemografi responden
Karakteristik Individu Jumlah (orang) Persentase (%)
Total Responden 17 100
Jenis Kelamin
Laki-laki 17 100
Usia
Dewasa (20-27 tahun) 17 100
Tingkat Pendidikan
- lulus SMA 12 70.6
- lulus Perguruan Tinggi (S1) 5 29.4
Pekerjaan
Pelajar 17 100
- mahasiswa S1 12 70.6
- mahasiswa S2 5 29.4
Uang saku/bulan
Rp. 500.000 - 1.000.000 14 82.3
> Rp. 1.000.000 - 1.500.000 2 11.8
> Rp. 1.500.000 1 5.9
Responden memiliki aktivitas olahraga yang aktif menggunakan kegiatan
fisik dan melibatkan kaki. Sebagian besar responden berolahraga futsal (47%) dan
bulutangkis (29%). Adapun sisanya beladiri, tenis meja, bersepeda maupun
jogging, masing-masing sebesar 5% (Tabel 3). Frekuensi latihan responden rata-
rata 1x/minggu, dengan intensitas kurang lebih selama satu jam. Responden
tergolong pelaku olahraga kesehatan, yaitu orang yang berolahraga dengan
intensitas rendah sampai sedang. Olahraga intensitas rendah dilakukan kontinu
dan homogen selama 20-30 menit, 3-5x/minggu, dengan target denyut nadi 65-
uji statistik pada perlakuan konsentrasi sampel maupun waktu General Linear
Model ANOVA p>0.05
Keterangan : a) jangka pendek dan b) jangka panjang s1 = sebelum treadmill s2 = sesudah treadmill m0 = sesaat setelah meminum habis satu botol sampel setelah treadmill m5 = 5 menit setelah meminum habis satu botol sampel setelah treadmill m10 = 10 menit setelah meminum habis satu botol sampel setelah treadmill m15 = 10 menit setelah meminum habis satu botol sampel setelah treadmill
32
beroksigen pada penelitian tersebut memiliki 4% saturasi oksigen lebih tinggi
dibandingkan plasebo.
95,5
96,0
96,5
97,0
97,5
98,0
98,5
s1 s2 m0 m5 m10 m15
Waktu pengambilan sampel
Sa
tura
si o
ksi
ge
n (
%)
AMDK 50 ppm 80 ppm 130 ppm jk panjang (100 ppm)
Gambar 10 Perbandingan rataan saturasi oksigen (SpO2) pada berbagai perlakuan
Nilai rataan kadar SpO2 masing-masing perlakuan pada menit ke-15
setelah pemberian minuman beroksigen belum sepenuhnya mampu membantu
pemulihan kadar SpO2. Adapun perlakuan jangka panjang (100 ppm) meskipun
mengalami penurunan kadar SpO2 terbesar setelah melakukan uji performa
dengan treadmill (s2), namun dapat memulihkan kadar SpO2 lebih tinggi
dibandingkan perlakuan jangka pendek pada konsentrasi 80 ppm dan air minum
biasa (Gambar 10).
Tabel 9 dan Gambar 10 menggambarkan bahwa tidak semua perlakuan
minuman beroksigen memiliki kadar SpO2 yang lebih baik dibandingkan dengan
kontrol sebagaimana parameter lainnya. Begitupula dengan beberapa data
pemulihan SpO2 pada menit ke-10 yang justru mengalami penurunan. SpO2 tidak
dipengaruhi oleh perlakuan minuman beroksigen dimungkinkan karena oksigen
yang terukur berasal dari pernafasan. Oksigen dari paru-paru masuk ke dalam sel
darah merah (eritrosit) secara difusi pasif kemudian diikat oleh hemoglobin.
Difusi dapat terjadi pada paru-paru (alveolus), karena perbedaan tekanan parsial
antara udara dan darah dalam alveolus (Guyton dan Hall 2011). Adapun oksigen
dari minuman beroksigen diserap oleh usus secara difusi pasif dan kemudian
masuk ke plasma darah pada pembuluh vena. Tekanan oksigen dalam darah vena
selalu 15-35 mmHg lebih tinggi daripada di dalam lumen usus (Gurskaya dan
Ivanov 1961). Berbeda dengan eritrosit, plasma darah tidak mengandung
hemoglobin.
Profil Lipid
Parameter profil lipid yang dikaji pada penelitian ini mencakup plasma
kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida.
4.1 Kolesterol
Kolesterol adalah senyawa lemak yang dapat berasal dari bahan makanan
maupun disentesis oleh hati. Dalam jumlah melebihi batas normal (>200 mg/dL),
AMDK
33
kolesterol dapat mempengaruhi kesehatan jantung dan otak. Kolesterol darah atau
biasa disebut total kolesterol merupakan ukuran total kolesterol yang pada seluruh
lipoprotein, yaitu HDL, LDL dan VLDL. Total kolesterol mencangkup kolesterol
yang yang berada dalam seluruh fraksi lipoprotein, yaitu 60-70% dibawa oleh
LDL, 20-30% dibawa oleh HDL dan 10-15% dibawa oleh VLDL.
Pada Tabel 10 dan Gambar 11 menunjukkan penurunan kolesterol plasma
darah responden secara signifikan (p<0.05) sesudah intervensi minuman
beroksigen yang diberikan. Kadar kolesterol responden sebelum intervensi lebih
tinggi dibandingkan setelah intervensi. Bahkan sebelum intervensi terdapat kadar
kolesterol pada satu responden (No 17) yang melebihi batas normal (kolesterol
>200 mg/dL), yaitu sebesar 267 mg/dL.
0
50
100
150
200
250
300
Ko
lest
ero
l (m
g/d
L)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Responden
Sebelum
Sesudah
Gambar 11 Kadar kolesterol plasma darah sebelum dan sesudah intervensi
Penurunan kadar kolesterol total darah dapat disebabkan oleh penurunan
konsumsi lemak jenuh dan kolesterol yang tinggi dalam makanan (Tsalisavrina et
al 2006) sebagaimana yang dialami oleh responden No 17. Responden No 17
mengalami penurunan kadar kolesterol terbesar (150 mg/dL) karena saat
intervensi mengurangi konsumsi telur. Sebelum intervensi, responden itu dapat
mengkonsumsi 3 butir telur/hari. Kuning telur adalah sumber kolesterol yang
tinggi. Data sesudah intervensi pada Gambar 11 menunjukkan kadar kolesterol
pada semua responden berada dalam kondisi normal (kolesterol <200 mg/dL).
Tabel 10 Perbandingan kadar kolesterol plasma darah sebelum dan sesudah intervensi
Parameter statistik Sebelum (mg/dL) Sesudah (mg/dL)
Rata-rata (n=17) 168.12 114.53
Standar deviasi 34.28 18.60
Minimum 122.00 91.00
Maksimum 267.00 149.00
Uji t berpasangan p<0.05
Jumlah responden yang turun 17 orang (100%)
Rata-rata besarnya penurunan 53.6 mg/dL
batas normal
(<200 mg/dL)
34
Kolesterol dalam tubuh manusia dapat berasal dari makanan yang
dikonsumsi ataupun dari dalam tubuh yang diproduksi oleh hati. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol dalam darah antara lain: usia, diet
tinggi lemak jenuh dan kolesterol, genetik, hormon, berat badan, tingkat aktivitas
fisik dan penyakit lain (Mahan & Escott-Stump 2008). Adapun konsumsi lemak
yang mempengaruhi konsentrasi plasma kolesterol menurut Guyton dan Hall
(2011), adalah:
- Peningkatan konsumsi kolesterol setiap hari meningkatkan sedikit konsentrasi
kolesterol plasma. Namun meningkatnya konsentrasi kolesterol akan
menghambat enzim yang paling penting untuk mensintesis kolesterol secara
endogen, yaitu 3-hydroxy-3-methylglutaryl CoA reductase, sehingga
memberikan sistem kontrol umpan balik intrinsik untuk mencegah
peningkatan berlebihan konsentrasi kolesterol pada plasma. Akibatnya,
konsentrasi plasma kolesterol biasanya tidak berubah lebih dari ± 15 persen
dengan mengubah jumlah kolesterol dalam makanan, meskipun respon setiap
individu berbeda.
- Diet lemak jenuh meningkatkan konsentrasi kolesterol darah 15-25 persen,
terutama bila dikaitkan dengan kelebihan berat badan dan obesitas. Hal ini
akibat dari penumpukan lemak di hati yang meningkat, sehingga
meningkatkan asetil-KoA dalam sel-sel hati untuk memproduksi kolesterol.
Oleh karena itu, untuk menurunkan konsentrasi kolesterol darah, diet rendah
lemak jenuh diperlukan selain diet rendah kolesterol.
- Konsumsi lemak yang mengandung asam lemak tak jenuh biasanya menekan
konsentrasi kolesterol darah dalam jumlah sedikit hingga sedang.
- Kurangnya hormon insulin atau tiroid meningkatkan konsentrasi kolesterol
darah, sedangkan kelebihan hormon tiroid menurunkan konsentrasi kolesterol
darah. Efek ini mungkin disebabkan oleh perubahan tingkat aktivasi enzim
tertentu yang bertanggung jawab untuk metabolisme zat lemak.
- Kelainan genetik metabolisme kolesterol sangat dapat meningkatkan kadar
kolesterol plasma, misalnya mutasi dari gen reseptor LDL dapat mencegah
hati membersihkan kolesterol kaya LDL dari plasma darah. Hal ini
menyebabkan hati memproduksi kolesterol dalam jumlah yang berlebihan.
Mutasi gen yang mengkode apolipoprotein B (bagian dari LDL yang mengikat
reseptor), juga menyebabkan produksi kolesterol berlebihan oleh hati.
4.2 High Density Lipoprotein (HDL)
HDL adalah salah satu jenis kolesterol yang memegang peranan penting
bagi kesehatan jantung. Lipoprotein ini mencegah kolesterol mengendap di arteri
dan melindungi pembuluh darah dari proses aterosklerosis (terbentuknya plak
pada dinding pembuluh darah). Kolesterol diangkut dari hati oleh LDL untuk
dibawa ke sel-sel tubuh yang memerlukan. Kelebihan kolesterol akan diangkut
kembali oleh HDL untuk dibawa kembali ke hati yang selanjutnya akan diuraikan
lalu dibuang ke dalam kandung empedu sebagai asam (cairan) empedu. Jika kadar
kolesterol HDL rendah maka proses tersebut tidak bisa berjalan baik, sehingga
dapat mengakibatkan aterosklerosis. Apoliprotein utama pada HDL disebut Apo
35
A-I, yang diketahui bersifat anti-inflamasi dan antioksidasi yang membuang
kolesterol dari dinding arteri. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kadar
kolesterol dalam darah antara lain: usia, diet tinggi lemak jenuh dan kolesterol,
genetik, hormon, berat badan, tingkat aktivitas fisik dan penyakit lain (Mahan dan
Escott-Stump 2008).
Gambar 12 Kadar HDL plasma darah sebelum dan sesudah intervensi
Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa intervensi minuman beroksigen yang
diberikan tidak signifikan (p>0.05) mempengaruhi kadar HDL plasma darah
responden. Data sesudah intervensi (Gambar 12) menunjukkan kadar HDL semua
responden dalam batas normal (HDL >35 mg/dL), meskipun terdapat 6 orang
(40% responden) yang mengalami penurunan HDL. Namun demikian penurunan
HDL tersebut tidak mengakibatkan rasio plasma kolesterol : HDL melebihi batas
normal pada Tabel 13.
Tabel 11 Perbandingan kadar HDL plasma darah sebelum dan sesudah intervensi
Parameter statistik Sebelum (mg/dL) Sesudah (mg/dL)
Rata-rata (n=17) 40.60 38.30
Standar deviasi 6.20 2.44
Minimum 33.00 34.00
Maksimum 60.00 42.00
Uji t berpasangan p>0.05
Jumlah responden yang naik 8 orang (53.3%)
Rata-rata besarnya kenaikan 2.00 mg/dL
Jumlah responden yang tetap 1 orang (6.7%)
Jumlah responden yang turun 8 orang (53.3%)
Rata-rata besarnya penurunan 7.00 mg/dL
Penurunan HDL yang dialami oleh kedelapan responden tersebut di atas
dapat disebabkan oleh diet tinggi karbohidrat berdasarkan data pada food recall
(Tabel 12). Penelitian Ulmann et al (1991), melaporkan bahwa diet tinggi
0
10
20
30
40
50
60
HD
L (
mg
/d
L)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Responden
Sebelum
Sesudah
batas normal
(>35 mg/dL)
36
karbohidrat dengan rendah lemak dalam jangka pendek (65% kalori dari
karbohidrat dan 20% kalori dari lemak, selama 10 hari) yang dilakukan terhadap 8
responden yang biasa menerapkan American Diet (45% kalori dari karbohidrat,
40% kalori dari lemak dan 15% kalori dari protein) menyebabkan penurunan
signifikan (p<0.05) kadar plasma HDL sebesar 16%. Kadar kolesterol dan Low
Density Lipoprotein (LDL) juga mengalami penurunan signifikan (p<0.05).
Adapun kadar plasma Very Low Density Lipoprotein (VLDL) maupun trigliserida
tidak mengalami perubahan secara signifikan. Pengaruh karbohidrat pada kadar
plasma HDL tersebut tidak terbatas pada karbohidrat sederhana tetapi juga
ditemukan dengan diet tinggi karbohidrat kompleks (Katan 1998). Mekanisme
penurunan HDL akibat diet tinggi karbohidrat disebabkan oleh penurunan
Apolipoprotein A-I yang merupakan penyusun utama HDL. HDL memiliki peran
penting karena berfungsi membawa kolesterol bebas dari jaringan perifer menuju
hati. Kolesterol ini diubah menjadi kolesterol ester yang sebagian dipindahkan ke
VLDL melalui bantuan enzim CETP (Cholesteryl Ester Transfer Protein) dan
dikembalikan lagi ke hati oleh LDL. Hati akan memanfaatkan kembali kolesterol
ini untuk diubah menjadi garam empedu atau langsung mengsekresikan ke dalam
empedu (Tsalissavrina et al 2006).
Pada responden No 1 mengalami penurunan HDL sebesar 6 mg/dL
dimungkinkan selain disebabkan oleh diet tinggi karbohidrat sebagaimana uraian
di atas, juga dapat disebabkan oleh berkurangnya aktivitas olahraga (Mamat 2010).
Aktivitas olahraga responden No 1 menurun selama intervensi akibat cedera otot
kaki ringan sehingga terbatas gerakannya saat melakukan olahraga beladiri.
Tabel 12 Food recall pada responden yang mengalami penurunan HDL
Kadar HDL (mg/dL) Responden
Sebelum Sesudah Penurunan
Food recall H-18, 19, 20
1 41 35 -6 dominan karbohidrat, terutama camilan
berkadar gula tinggi seperti wafer
3 38 36 -2
dominan karbohidrat, rendah serat.
Camilan dominan karbohidrat murni,
seperti biskuit manis, cokelat oles, siomay
4 60 34 -26
dominan karbohidrat murni, rendah serat
dan menyukai camilan manis, seperti
biskuit, roti, coklat tabur, wafer, nagasari,
brownies
6 40 38 -2 dominan karbohidrat, terutama camilan
malam, seperti bihun goring
8 46 42 -4
dominan karbohidrat, terutama camilan
seperti bakwan, cireng, mie ayam, nasi
goring, burger dan pizza mini
9 39 37 -2 dominan karbohidrat, rendah serat
10 40 39 -1 dominan karbohidrat, terutama camilan
malam seperti mie bakso pangsit, kwetiaw
11 49 36 -13
dominan karbohidrat terutama karbohidrat
murni rendah serat, seperti nasi putih,
bakso, risoles, jus dengan susu kental
manis dan gula pasir yang berlebih
37
4.3 Rasio Kolesterol : HDL
Rasio kolesterol : HDL terkait risiko penyakit jantung. Laporan studi
Framingham Heart Study menunjukkan bahwa untuk laki-laki, rasio kolesterol :
HDL = 5 menandakan risiko rata-rata untuk penyakit jantung. Adapun rasio
kolesterol : HDL = 3.4, menurunkan sekitar setengah risiko dari rata-rata,
sedangkan rasio kolesterol : HDL =9.6, meningkatkan sekitar dua kali lipat dari
risiko rata-rata. Rasio ideal antara kolesterol total : HDL, yaitu 2.5-3.4, sedangkan
nilai rasio 3.5-4.5 masih ditoleransi namun harus diwaspadai (HMS 2005).
Data rasio plasma kolesterol : HDL pada Tabel 13 menunjukkan bahwa
sebelum intervensi minuman beroksigen terdapat 3 orang responden (No 3,6,17)
yang rasio plasma kolesterol : HDL melebihi normal (kolesterol : HDL = 5:1).
Adapun setelah intervensi ketiganya mengalami penurunan rasio plasma
kolesterol : HDL dan berada dalam batas normal. Responden No 4 mengalami
kenaikan rasio plasma kolesterol : HDL dari 2.3 : 1 sebelum intervensi menjadi
optimal sesudah intervensi, dengan rasio 2.8 : 1. Hasil rasio plasa kolesterol :
HDL setelah intervensi menunjukkan rasio ideal pada 15 orang responden.
Adapun 2 orang responden dengan rasio sebesar 3.5 (responden No 12) dan 3.7
(responden No 6) pada Tabel 13 menunjukkan nilai rasio yang masih dapat
ditoleransi.
Tabel 13 Rasio Kolesterol : HDL sebelum dan sesudah intervensi