Top Banner
17 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat Interpretasi citra merupakan upaya untuk menafsirkan citra sehingga mendapatkan informasi yang akurat dan sesuai mengenai obyek yang terekam. Unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis meliputi: ukuran, rona ( tone), warna, tekstur, pola dan resolusi (Lillesand dan Keifer, 1994). Dalam penelitian ini interpretasi citra menghasilkan tujuh penggunaan lahan yakni: hutan, kebun, lahan terbangun, sawah, tegalan, tubuh air dan lain-lain. Hutan pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau tua dengan tekstur halus dan berlereng curam. Interpretasi penggunaan lahan hutan pada citra Landsat relatif mudah karena warna dan tekstur berbeda dibandingkan dengan penggunaan lahan lainnya serta lokasi hutan umumnya berada pada wilayah- wilayah dengan lereng yang terjal. Hutan di Kabupaten Bogor banyak terdapat di Kecamatan Caringin, Kecamatan Cigombong dan Kecamatan Nanggung. Kebun merupakan kelompok vegetasi campuran antara tanaman tahunan (buah-buahan) dengan tanaman semusim. Kenampakan kebun pada citra ditandai dengan warna hijau terang dengan tekstur kasar dan bergerombol. Kebun menyebar di Kecamatan Jasinga dan Kecamatan Rumpin. Sementara tegalan merupakan kelompok vegetasi campuran dimana lebih banyak tanaman rendah seperti palawija dan sayuran. Kenampakan tegalan pada citra kadang-kadang sulit dibedakan dengan kebun, namun tegalan memiliki ciri khas warna hijau terang kecoklatan dengan tekstur kasar dan lokasinya biasanya dekat dengan permukiman. Tegalan banyak dijumpai di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Babakan Madang, Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Sukajaya. Sawah pada citra Landsat memiliki beberapa kenampakan tergantung pada fase penanamannya. Pada fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan. Sementara pada saat diberakan warna sawah akan menjadi kecoklatan. Dari sekian macam warna sawah pada kenampakan citra tersebut, unsur yang memudahkan klasifikasi adalah tekstur halus dan pola kotak-kotak yang mencirikan petakan lahan. Lahan terbangun (built-up area) meliputi permukiman baik padat maupun jarang, kawasan industri dan perkantoran serta sarana prasarana sosial ekonomi lainnya. Kenampakan lahan terbangun pada citra Landsat dicirikan dengan warna merah muda hingga keungu-unguan dengan tekstur kasar dan bergerombol dan polanya mengikuti jaringan jalan. Tubuh air meliputi sungai dan danau/situ. Kenampakannya pada citra dicirikan dengan warna biru tua dan keberadaannya menyebar di seluruh wilayah dengan luasan yang sangat kecil. Dari keenam kelas penggunaan lahan hasil interpretasi, ada sebagian kecil penggunaan lahan yang tidak dapat dimasukkan ke dalam klasifikasi tersebut, misalnya tanah terbuka, semak belukar, empang. Oleh karena itu dalam penelitian ini ketiga penggunaan lahan tersebut dikelompokkan ke dalam kelas lain-lain. Kenampakan enam jenis penggunaan lahan pada citra Landsat tahun 2013 dan visualisasi di lapangan tahun 2014 disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7.
25

4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

Mar 15, 2019

Download

Documents

doancong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Interpretasi Penggunaan Lahan dari Citra Landsat

Interpretasi citra merupakan upaya untuk menafsirkan citra sehingga

mendapatkan informasi yang akurat dan sesuai mengenai obyek yang terekam.

Unsur-unsur yang digunakan sebagai dasar analisis meliputi: ukuran, rona (tone),

warna, tekstur, pola dan resolusi (Lillesand dan Keifer, 1994). Dalam penelitian

ini interpretasi citra menghasilkan tujuh penggunaan lahan yakni: hutan, kebun,

lahan terbangun, sawah, tegalan, tubuh air dan lain-lain.

Hutan pada citra Landsat dicirikan dengan warna hijau tua dengan tekstur

halus dan berlereng curam. Interpretasi penggunaan lahan hutan pada citra

Landsat relatif mudah karena warna dan tekstur berbeda dibandingkan dengan

penggunaan lahan lainnya serta lokasi hutan umumnya berada pada wilayah-

wilayah dengan lereng yang terjal. Hutan di Kabupaten Bogor banyak terdapat di

Kecamatan Caringin, Kecamatan Cigombong dan Kecamatan Nanggung.

Kebun merupakan kelompok vegetasi campuran antara tanaman tahunan

(buah-buahan) dengan tanaman semusim. Kenampakan kebun pada citra ditandai

dengan warna hijau terang dengan tekstur kasar dan bergerombol. Kebun

menyebar di Kecamatan Jasinga dan Kecamatan Rumpin. Sementara tegalan

merupakan kelompok vegetasi campuran dimana lebih banyak tanaman rendah

seperti palawija dan sayuran. Kenampakan tegalan pada citra kadang-kadang sulit

dibedakan dengan kebun, namun tegalan memiliki ciri khas warna hijau terang

kecoklatan dengan tekstur kasar dan lokasinya biasanya dekat dengan

permukiman. Tegalan banyak dijumpai di Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan

Babakan Madang, Kecamatan Cigudeg dan Kecamatan Sukajaya.

Sawah pada citra Landsat memiliki beberapa kenampakan tergantung pada

fase penanamannya. Pada fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah

pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan

pematangan warna sawah hijau kekuningan. Sementara pada saat diberakan warna

sawah akan menjadi kecoklatan. Dari sekian macam warna sawah pada

kenampakan citra tersebut, unsur yang memudahkan klasifikasi adalah tekstur

halus dan pola kotak-kotak yang mencirikan petakan lahan.

Lahan terbangun (built-up area) meliputi permukiman baik padat maupun

jarang, kawasan industri dan perkantoran serta sarana prasarana sosial ekonomi

lainnya. Kenampakan lahan terbangun pada citra Landsat dicirikan dengan warna

merah muda hingga keungu-unguan dengan tekstur kasar dan bergerombol dan

polanya mengikuti jaringan jalan.

Tubuh air meliputi sungai dan danau/situ. Kenampakannya pada citra

dicirikan dengan warna biru tua dan keberadaannya menyebar di seluruh wilayah

dengan luasan yang sangat kecil. Dari keenam kelas penggunaan lahan hasil

interpretasi, ada sebagian kecil penggunaan lahan yang tidak dapat dimasukkan ke

dalam klasifikasi tersebut, misalnya tanah terbuka, semak belukar, empang. Oleh

karena itu dalam penelitian ini ketiga penggunaan lahan tersebut dikelompokkan ke dalam kelas lain-lain.

Kenampakan enam jenis penggunaan lahan pada citra Landsat tahun 2013

dan visualisasi di lapangan tahun 2014 disajikan pada Gambar 6 dan Gambar 7.

Page 2: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

18

Gambar 6. Kenampakan Penggunaan Lahan pada Citra Landsat

2013

Gambar 7. Kenampakan Penggunaan Lahan di lapang tahun 2014

Page 3: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

19

Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor dari titik tahun

1989, 1995, 2001, 2006, 2009 hingga 2013 mengalami perubahan penggunaan

lahan yang sangat dinamis. Penggunaan lahan yang paling besar perubahannya

adalah lahan terbangun dimana jumlahnya bertambah 48,232 ha. Pertambahan

luas lahan terbangun yang signifikan ini merupakan hasil konversi lahan sawah,

kebun, dan hutan dimana sawah mengalami penurunan sebesar 24,180 ha, kebun

mengalami penurunan sebesar 22,081 ha. dan hutan mengalami penurunan sebesar

5,825 ha. Untuk tubuh air dan lain-lain tidak akan banyak dibahas karena luasnya

yang yang sangat kecil dibandingkan dengan luas Kabupaten Bogor secara

keseluruhan. Dinamika perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun

1989-2013 disajikan pada Gambar 8, dan sebaran spasial hasil interpretasi

penggunaan lahan Kabupaten Bogor disajikan pada Gambar 9.

Gambar 8. Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor

Tahun 1989-2013

Salah satu alasan banyaknya titik tahun yang diambil dalam penelitian ini

adalah supaya dapat melihat pola dinamika perubahan penggunaan lahan yang

terjadi. Untuk perubahan penggunaan lahan hutan, pola yang terlihat tidak

menunjukkan perubahan yang mencolok meskipun jumlahnya berkurang dari

tahun ke tahun. Pola perubahan lahan kebun nyata menurun terutama pada rentang

titik tahun 1989-1995, 1995-2001 dan 2001-2006. Lahan terbangun cenderung

meluas pada rentang titik tahun 1995-2001, sementara luas sawah secara umum

menurun dari tahun ke tahun.

-5,825 -22,081

48,233

-24,180

2,416

-3

1,441

-30,000

-20,000

-10,000

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

Hu

tan

Keb

un

Lahan

Terban

gun

Sawah

Tegalan

Tub

uh

Air

Lain-lain

Luas

(H

a)

Penggunaan Lahan

Page 4: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

20

Legenda

Hutan

Kebun

Lahan Terbangun

Lain-lain

Sawah

Tegalan

Tubuh Air

µ0 4 8 12 162

Kilometers

a) Tahun 1989 b) Tahun 1995

c) Tahun 2001 d) Tahun 2006

e) Tahun 2009 f) Tahun 2013

Gambar 9. Hasil Interpretasi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor

Tahun 1989-2013

Page 5: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

21

Luas tegalan relatif konstan, namun pada rentang tahun 1989-1995 terjadi

sedikit penurunan dan cenderung kembali ke luas awal lima tahun kemudian. Pola

dinamika perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada enam titik tahun

pengamatan dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pola Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di

Kabupaten Bogor

Berdasarkan pola perubahan penggunaan lahan yang muncul diantara enam

titik tahun pengamatan, pola perubahan yang signifikan selalu terjadi pada rentang

tahun 1995-2001 di setiap penggunaan lahannya. Hal ini diduga berkaitan dengan

krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada rentang tahun tersebut. Krisis

moneter tersebut menyebabkan fenomena penjualan aset properti yang dimiliki

baik berupa rumah maupun tanah dengan harga murah, di sisi lain sekelompok

kecil pemilik modal membeli properti sebanyak-banyaknya. Oleh sebab itu pada

rentang titik tahun 1995-2001 terjadi konversi penggunaan lahan sawah, kebun

dan lahan terbangun. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Ilham et al (2003)

yang menyatakan bahwa tekanan ekonomi pada saat krisis ekonomi menyebabkan

banyak petani menjual sawah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya

secara umum meningkatkan konversi lahan sawah dan memusatnya penguasaan

lahan pada pihak-pihak tertentu.

Setelah mengetahui pola dinamika perubahan penggunaan lahan, matriks

transisi perubahan penggunaan lahan dapat dibangun untuk mengetahui

penggunaan lahan tahun awal dan penggunaan lahan tahun akhir, apakah

mengalami perubahan atau tetap. Matriks transisi perubahan penggunaan lahan di

Kabupaten Bogor tahun 1989-2013 disajikan pada Tabel 3. Dari matriks transisi

dapat dilihat bahwa perubahan lahan pertanian yang meliputi kebun, sawah dan

tegalan di tahun 1989 menjadi lahan terbangun di tahun 2013 merupakan alih

fungsi lahan yang paling dominan yakni sebesar 47,953 ha atau 16.05% dari total

luas Kabupaten Bogor.

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

1989 1995 2001 2006 2009 2013

Per

sen

tase

Lu

as (

%)

Tahun

Hutan

Kebun

Lahan Terbangun

Sawah

Tegalan

Tubuh Air

Lain-lain

Page 6: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

22

Tabel 3. Matriks Transisi Perubahan Penggunaan Lahan Tahun 1989-2013

Penggunaan

Lahan 1989

Penggunaan Lahan 2013

Hutan Kebun

Lahan

Terbangun

Lain-

lain Sawah Tegalan

Tubuh

Air Total

Hutan 32,066 1,737 245 - 270 3,584 - 37,903

Kebun 1 52,966 9,857 374 - 13,662 - 76,861

Lahan Terbangun -

27,005 - - - - 27,005

Lain-lain -

32 108 - - - 140

Sawah - 63 20,338 185 47,545 3,865 - 71,995

Tegalan 10 13 17,758 914 - 62,858 - 81,553

Tubuh Air -

3 - - - 3,338 3,340

Total 32,077 54,780 75,238 1,581 47,815 83,969 3,338 298,797

Konversi lahan sawah dan tegalan menjadi lahan terbangun merupakan yang

terbesar diantara jenis perubahan penggunaan lahan (pada periode 1989-2013) di

Kabupaten Bogor. Hal ini dikarenakan kebanyakan sawah dan tegalan berada

pada lokasi dengan lereng yang landai serta berada dekat dengan permukiman dan

pusat fasilitas, mudah dijangkau sehingga lebih disukai sebagai lokasi

pengembangan aktifitas. Konversi kedua penggunaan lahan ini perlu mendapat

perhatian lebih dari pemerintah baik pusat maupun daerah terkait dengan isu

ketahanan pangan. Salah satu bentuk perlindungan pemerintah terhadap lahan

pertanian adalah lahirnya Undang-Undang No. 41 Tahun 2009 tentang

Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Dalam undang-

undang tersebut dijelaskan bahwa lahan sawah atau hortikultura dilindungi

peruntukannya, sehingga keberadaannya tidak boleh diganggu gugat sejak

ditetapkan menjadi lahan pertanian dalam Rencana Tata Rang Wilayah hingga 20

tahun ke depan (jangka waktu RTRW).

Sebaran perubahan penggunaan lahan dari tahun ke tahun pengamatan

disajikan pada Gambar 11. Dari gambar tersebut dapat dilihat perubahan paling

nyata terjadi pada rentang waktu 1989-1995 dan 1995-2001 dan pola sebarannya

merata hampir di semua wilayah Kabupaten Bogor. Dari gambar tersebut dapat

dilihat bahwa lahan yang paling banyak berubah adalah tegalan dan sawah

menjadi penggunaan lahan lain khususnya lahan terbangun.

Sekuen Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan

Sekuen perubahan penggunaan lahan adalah gambaran pola perubahan

penggunaan lahan dari waktu ke waktu. Dalam penelitian ini, sekuen perubahan

penggunaan lahan dilakukan untuk mengetahui gambaran arah perubahan dari tiga

periode pengamatan, yakni periode tahun 1989-2001, periode tahun 1995-2006

dan periode 2001-2013. Sekuen perubahan penggunaan lahan dibuat dari ekstraksi

nilai atribut peta perubahan penggunaan lahan pada Gambar 11. Dari peta tersebut

dapat dilihat bahwa Kabupaten Bogor mengalami perubahan yang signifikan

antara tahun 1989-2006, sementara dari 2006-2013 perubahannya tidak banyak.

Untuk mempermudah menggambarkan sekuen perubahan penggunaan lahan

dibuat matriks perubahan seperti disajikan pada Tabel 4.

Page 7: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

23

Legenda

Hutan --> Kebun

Hutan --> Lahan Terbangun

Hutan --> Sawah

Hutan --> Tegalan

Kebun --> Lahan Terbangun

Kebun --> Tegalan

Sawah --> Kebun

Sawah --> Lahan Terbangun

Sawah --> Tegalan

Tegalan --> Lahan Terbangun

Tegalan --> Hutan

Tegalan --> Kebun

Kebun --> Hutan

Kebun --> Sawah

Legenda

Hutan --> Kebun

Hutan --> Lahan Terbangun

Hutan --> Sawah

Hutan --> Tegalan

Kebun --> Lahan Terbangun

Kebun --> Tegalan

Sawah --> Kebun

Sawah --> Lahan Terbangun

Sawah --> Tegalan

Tegalan --> Lahan Terbangun

Tegalan --> Hutan

Tegalan --> Kebun

Kebun --> Hutan

Kebun --> Sawah

µ0 4 8 12 162

Kilometers

Gambar 11. Sebaran Spasial Perubahan Penggunaan Lahan di Kabupaten

Bogor tahun 1989-2013

a) 1989-1995 b) 1995-2001

c) 2001-2006 d) 2006-2009

f)1989-2013 e) 2009-2013

Page 8: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

24

Tabel 4. Matriks Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 1989-

2006

Penggunan Lahan 1989-1995

Penggunaan Lahan 2001 (Ha)

Hutan Kebun Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Hutan --> Kebun

1,737 Hutan --> Lahan Terbangun

18

Hutan --> Sawah

7 244 Hutan --> Tegalan

66

2,106

Kebun --> Kebun

65,725 1,253

78

Kebun --> Lahan Terbangun

4,504 Kebun --> Tegalan

25 793

4,155

Sawah --> Kebun

8 Sawah --> Lahan Terbangun

3,793

Sawah --> Sawah

8,109 56,085 391

Sawah --> Tegalan

4 482

2,977

Tegalan --> Lahan Terbangun

6,014 Tegalan --> Tegalan 10 6 6,373

67,413

Penggunan Lahan 1995-2001

Penggunaan Lahan 2006 (Ha)

Hutan Kebun Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Hutan --> Hutan 33,316

83 80 246

Kebun --> Kebun 1 55,494 2,411 1 9,562

Kebun --> Lahan Terbangun

1,253 Kebun --> Tegalan

6

73

Sawah --> LahanTerbangun

8,116 Sawah --> Sawah

17 5,130 50,505 639

Sawah --> Tegalan

28

363

Tegalan --> Hutan 10 Tegalan --> Kebun

34 1

Tegalan --> Lahan Terbangun

7,714 Tegalan --> Tegalan 217 4,613 71,722

Penggunaan Lahan 2001-2006

Penggunaan Lahan 2013

Hutan Kebun Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Hutan --> Hutan 32,076

18

1,232

Hutan --> Lahan Terbangun

83 Hutan --> Sawah

80

Hutan --> Tegalan

246

Kebun --> Hutan 1 Kebun --> Kebun

54,502 408

591

Kebun --> Lahan Terbangun

2,412 Kebun --> Sawah

1

Kebun --> Tegalan

100

9,462

Lahan Terbangun --> Lahan Terbangun

59,045

Page 9: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

25

Tabel 4. (lanjutan)

Penggunaan Lahan 2001-2006 Penggunaan Lahan 2013

Hutan Kebun Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Sawah --> Kebun

17 Sawah --> Lahan Terbangun

5,130

Sawah --> Sawah

34 2,502 47,736 233

Sawah --> Tegalan

28

612

Tegalan --> Kebun

217 Tegalan --> Lahan Terbangun

4,646

Tegalan --> Tegalan

8 722

71,362

Dari Tabel 4 dapat dilihat pola dinamika perubahan penggunaan lahan yang

terjadi di Kabupaten Bogor sejak tahun 1989 hingga tahun 2013. Pada periode

1989-2001 hutan dapat berubah menjadi kebun, lahan terbangun, sawah dan

tegalan secara langsung, namun perubahan hutan juga terjadi secara tidak

langsung, yakni melalui perubahan hutan menjadi sawah, tegalan dan akhirnya

berubah menjadi lahan terbangun. Kebun dapat berubah menjadi lahan terbangun

dan tegalan lalu dapat berubah kembali menjadi kebun. Sawah dapat berubah

menjadi kebun, lahan terbangun dan tegalan. Pada periode ini perubahan sawah

menjadi lahan terbangun dapat terjadi secara langsung maupun melalui perubahan

menjadi tegalan terlebih dahulu. Sementara penggunaan lahan tegalan yang tidak

berubah pada tahun 1989-1995 dapat berubah menjadi hutan, kebun dan lahan

terbangun pada periode tahun 1995-2001.

Pada periode tahun 2001-2006, lahan-lahan yang berubah juga didominasi

oleh lahan-lahan yang pada periode 1995-2001 tidak berubah seperti kebun,

sawah dan tegalan. Jenis penggunaan lahan tersebut berubah menjadi lahan

terbangun. Selain perubahan menjadi lahan terbangun, pada periode 2001-2006

juga terjadi perubahan lahan kebun menjadi tegalan yakni sebesar 9,562 ha. Selain

itu pada periode 2001-2006 juga terlihat perubahan hutan menjadi tegalan, sawah

dan lahan terbangun. Hal ini terjadi karena kebutuhan akan lahan baik sebagai

lahan tempat tinggal akibat pertumbuhan penduduk maupun lahan pertanian

karena peningkatan kebutuhan pangan meningkat setiap tahunnya.

Pada periode tahun 2006-2013 terjadi perubahan lahan hutan menjadi lahan

terbangun dan tegalan. Disamping itu juga terjadi perubahan lahan kebun menjadi

lahan terbangun dan tegalan. Sebagian kecil kebun yang berubah menjadi sawah

berubah kembali mejadi kebun. Kebun yang berubah menjadi tegalan pada

periode sebelumnya dapat berubah menjadi lahan terbangun. Sawah yang pada

periode sebelumnya tidak mengalami perubahan dapat berubah menjadi kebun,

lahan terbangun dan tegalan. Sawah yang berubah menjadi tegalan pada periode

2001-2006 dapat berubah menjadi lahan terbangun. tegalan yang pada periode

sebelumnya tidak mengalami perubahan dapat berubah menjadi kebun dan lahan

terbangun.

Penggunaan lahan yang beralih fungsi menjadi lahan terbangun pada setiap

periode, tidak lagi beralih fungsi menjadi penggunaan lahan lain di periode

berikutnya. Namun demikian, perubahan penggunaan lahan hutan, kebun, sawah

dan tegalan dapat berubah menjadi lahan terbangun baik secara langsung maupun

tidak langsung. Perubahan luas penggunaan lahan pada periode 2001-2013 secara

luasan tidak terlalu signifikan dibanding dengan perubahan yang terjadi pada

Page 10: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

26

periode 1989-2001 dan 1995-2006. Hal ini membuktikan bahwa perubahan yang

terjadi pada periode 2001-2013 merupakan kelanjutan dari perubahan yang terjadi

pada tahun-tahun sebelumnya. Ringkasan sekuen pola perubahan penggunaan

lahan di Kabupaten Bogor berdasarkan hasil interpretasi Tabel 4 disajikan pada

Gambar 12.

Hutan

Kebun Sawah

Tegalan

Lahan

Terbangun

Gambar 12. Sekuen Pola Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten

Bogor

Berdasarkan sekuen perubahan penggunaan lahan tersebut dapat dilihat

bahwa penggunaan lahan hutan dan pertanian (kebun, sawah dan tegalan)

sebagian berubah menjadi lahan terbangun (permukiman) yakni sebesar 48,198 ha

atau 16.13% dari luas Kabupaten Bogor. Perubahan menjadi lahan terbangun

didominasi oleh penggunaan lahan sawah dan tegalan. Hal ini dikarenakan sawah

dan tegalan lokasinya cenderung dekat dengan lahan terbangun (yang diasumsikan

berpenghuni) dibandingkan dengan hutan dan kebun sehingga meningkatkan

kemungkinan dikonversi menjadi lahan terbangun oleh pemilik lahan. Secara

spasial, sebaran perubahan sawah dan tegalan menjadi lahan terbangun umumnya

terjadi di wilayah yang berbatasan atau dekat dengan Kota Bogor seperti Ciomas,

Dramaga, Ciampea, Citeureup, Bojong Gede, Cibinong, Sukaraja dan sebagian

Babakan Madang. Sebaran spasial masing-masing perubahan penggunaan lahan

menjadi lahan terbangun disajikan pada Gambar 13.

Page 11: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

27

Gambar 13. Perubahan penggunaan lahan hutan dan pertanian menjadi

lahan terbangun

Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 1989-2013

terkait Aksesibilitas, Kemiringan Lereng, Jenis Tanah dan Kebijakan

Alokasi Ruang

Dari hasil analisis dapat dilihat keterkaitan akses jalan terhadap dinamika

perubahan penggunaan lahan yang dominan pada tahun 1989-2013. Perubahan

penggunaan lahan yang dominan meliputi lima perubahan, yakni (1) Kebun

berubah menjadi Lahan Terbangun, (2) Kebun berubah menjadi Tegalan, (3)

Sawah berubah menjadi Lahan Terbangun, (4) Sawah berubah menjadi Tegalan,

dan (5) Tegalan berubah menjadi Lahan Terbangun. Adapun jalan yang dipakai

adalah jalan kereta, jalan kolektor dan jalan tol, karena merupakan moda utama

yang digunakan masyarakat Kabupaten Bogor. Jalan-jalan tersebut diberi buffer

100 m, 200 m, 300 m, 400 m, dan 500 m.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi lahan terbangun umumnya terjadi pada jarak 0-100 m dari pinggir jalan.

Hal ini menegaskan bahwa semakin dekat dari jalan, perubahan lahan menjadi

lahan terbangun akan semakin besar. Begitu juga sebaliknya, semakin jauh dari

jalan perubahan lahan menjadi lahan terbangun akan semakin sedikit. Grafik

keterkaitan akses jalan dengan perubahan penggunaan lahan tahun 1989-2013

disajikan pada Gambar 14.

Page 12: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

28

Keterangan: KB=Kebun; SW=Sawah; TG=Tegalan; LT=Lahan Terbangun

Gambar 14. Keterkaitan Akses Jalan terhadap Perubahan Penggunaan

Lahan tahun 1989-2013

Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan kelas

lereng disajikan pada Tabel 5. Perubahan penggunaan lahan terluas di Kabupaten

Bogor terjadi pada kemiringan lereng 0-8% dengan luas 41,551 ha atau 13.99%

dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini dapat karena aksesibilitas lebih baik

umumnya pada lahan berkemiringan lereng landai, sehingga aktifitas cenderung

memusat di sekitar lokasi tersebut. Sebaran perubahan penggunaan lahan terkait

dengan kelas lereng disajikan pada Gambar 15.

Tabel 5. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas

Lereng

Kelas Lereng

Luas Lereng Luas Perubahan

Ha % Ha %

(0 - 8)% 135,011 45.46 41,551 13.99

(8 - 15)% 54,428 18.33 5,478 5.21

(15 - 25)% 54,692 18.41 10,586 3.56

(25 - 40)% 34,665 11.67 3,765 1.27

(> 40)% 18,203 6.13 1,227 0.41

KB-->LT KB-->TG

SW-->LT SW-->TG

TG-->LT

-

2,000.00

4,000.00

6,000.00

8,000.00

10,000.00

12,000.00

14,000.00

0 100 m 200 m 300 m 400 m

Page 13: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

29

Gambar 15. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013

Terkait Kemiringan Lereng

Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan jenis

tanah disajikan pada Tabel 6. Kabupaten Bogor didominasi oleh jenis tanah tipe

Aluvial dan Latosol. Kedua jenis tanah tersebut termasuk jenis tanah subur karena

terbentuk dari endapan lumpur sungai dan umumnya jenis tanah tersebut berada

pada dataran rendah dan digunakan untuk pertanian. Dari peta sebaran jenis tanah

di Kabupaten Bogor, perubahan penggunaan lahan terluas terjadi pada jenis tanah

Aluvial, Grumusol, Podsolik dan Regosol. Sebaran perubahan penggunaan lahan

terkait dengan jenis tanah dapat dilihat pada Gambar 16.

Tabel 6. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Jenis

Tanah

Jenis Tanah

Luas Jenis Tanah Luas Perubahan

Ha % Ha %

I= Aluvial dan Latosol 207,840 69.98 53,470 18

II= Andosol 6,361 2.14 472 0.16

III= Grumusol 15,891 5.35 3,507 1.18

IV= Podsolik 59,482 20.03 13,621 4.59

V= Regosol 7,424 2.5 1,595 0.54

Page 14: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

30

Gambar 16. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013

Terkait Jenis Tanah

Luas perubahan penggunaan lahan Kabupaten Bogor berdasarkan kebijakan

alokasi ruang disajikan pada Tabel 7. Perubahan penggunaan lahan di Kabupaten

Bogor paling banyak terjadi pada kawasan pertanian dan kawasan permukiman.

Peningkatan luas kawasan permukiman karena alokasi kawasan tersebut terus

berkembang mengikuti pertumbuhan penduduk, sementara perubahan pada

kawasan pertanian disebabkan oleh banyak faktor antara lain faktor kedekatan

lokasi dengan pusat aktivitas dan faktor kepemilikan lahan, dimana para petani

yang memiliki lahan kecil cenderung menjual lahannya atau mengkonversinya

menjadi lahan terbangun (seperti ruko) sebagai tempat usahanya. Kebijakan

alokasi ruang sering diabaikan dalam faktor penentu perubahan penggunaan

lahan, namun beberapa literatur menunjukkan bahwa faktor ini mempengaruhi

kecenderungan perubahan penggunaan lahan sebagaimana dinyatakan oleh

Saefulhakim et al., (1999). Sebaran alih fungsi lahan terkait kelas pola ruang

dapat dilihat pada Gambar 17.

Tabel 7. Luas Perubahan Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor berdasarkan Kelas

Pola Ruang

Kelas Pola Ruang

Luas Pola Ruang Luas Perubahan

Ha % Ha %

I= Kawasan Lindung 52,674 17.74 3,604 1.21

II= Kawasan Perkebunan 24,205 8.15 5,118 1.72

III= Kawasan Pertanian 111,835 37.66 30,206 10.17

IV= Kawasan Industri 4,762 1.6 2,387 0.8

V= Kawasan Permukiman 103,524 34.86 31,292 10.54

Page 15: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

31

Gambar 17. Sebaran Perubahan Penggunaan Lahan tahun 1989-2013

Terkait Kebijakan Alokasi Ruang

Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Perubahan Penggunaan Lahan di

Kabupaten Bogor Tahun 1989-2013

Hasil analisis regresi logistik biner perubahan penggunaan lahan pertanian

menjadi lahan non-pertanian (Y) menghasilkan model regresi dengan nilai

Pseudo-R2

(Nagelkerke R2) sebesar 0.953. Hal ini menunjukkan bahwa 95%

variabilitas sebaran perubahan penggunaan lahan dapat dijelaskan oleh variabilitas

variabel bebas yang digunakan, sedangkan 5% lainnya dijelaskan oleh variabel-

variabel lain yang tidak dimodelkan.

Ringkasan hasil analisis regresi logistik biner perubahan penggunaan lahan

pertanian menjadi lahan non-pertanian (Y) disajikan pada Tabel 8. Tabel 8

menjelaskan faktor yang signifikan pada tingkat kepercayaan 95% (yang memiliki

nilai sig < 0.05) yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan pertanian

menjadi lahan non-pertanian, dikelompokkan atas variabel yang berperan

meningkatkan (+) peluang perubahan penggunaan lahan dan menurunkan (-)

peluang perubahan penggunaan lahan.

Faktor-faktor yang berpeluang meningkatkan konversi lahan pertanian

menjadi lahan non pertanian adalah izin lokasi tahun 2005, penetapan kawasan

industri dalan RTRW, jarak ke jalan kolektor, dan jarak ke pusat aktivias

ekonomi. Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten

Bogor pada tahun 2005 mengeluarkan ijin lokasi untuk pembangunan kawasan

industri. Hasil analisis ini diperkuat dengan tulisan Firman (2004) yang

menyatakan bahwa pajak tanah bersama-sama dengan izin lokasi dan izin

bangunan dianggap tidak efektif dalam mengendalikan konversi lahan, karena

dianggap sebagai instrumen untuk memperoleh tambahan pendapatan negara.

Akibatnya justru menjadi aspek legal yang mendorong terjadinya konversi lahan.

Page 16: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

32

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa kebijakan investasi dan pemanfaatan

lahan selama ini belum memprioritaskan kepentingan umum.

Tabel 8. Ringkasan koefisien hasil analisis regresi logistik biner penentu

perubahan penggunaan lahan pertanian menjadi non pertanian tahun

1989-2013

Variabel B Statistik

Wald Sig

Odds

Ratio

Kepadatan 11.980 0.207 0.649

159588.6

Laju Pertumbuhan Fasilitas 120.871 0.029 0.865

3.12E+52

Izin Lokasi tahun 2005 0.486 11.302 0.001 * 1.63

Kelas Lereng

36.254 0.000

- (0 - 8)% 0.276 0.123 0.725

1.32

- (8 - 16)% -0.538 0.482 0.488

0.58

- (16- 25)% -1.884 6.509 0.011 * 0.15

Kelas Pola Ruang

9.245 0.055

- Kasawan Lindung -0.781 2.206 0.137

0.46

- Kawasan Perkebunan -0.511 1.573 0.210

0.60

- Kawasan Pertanian -0.020 0.015 0.901

0.98

- Kawasan Industri 0.702 5.351 0.021 * 2.02

Jenis Tanah

22.522 0.000

- Aluvial dan Latosol -0.541 0.725 0.395

0.58

- Andosol 1.049 1.050 0.306

2.85

- Grumusol -0.903 1.586 0.208

0.41

- Podsolik -1.696 5.892 0.015 * 0.18

Jarak ke Jalan Kolektor 0.111 29.791 0.000 * 1.12

Jarak ke Pusat Aktivitas Ekonomi 0.070 13.831 0.000 * 1.07

Jarak ke Pusat Pemerintahan

Kabupaten -0.087 20.877 0.000 * 0.92

Faktor kedua yang signifikan meningkatkan perubahan penggunaan lahan

adalah kebijakan tata ruang kawasan industri dalam RTRW Kabupaten Bogor

2005-2025. Hal ini dapat dimengerti karena perkembangan suatu kawasan

perkotan dan industri memerlukan lahan yang luas. Hasil ini juga ditunjang oleh

penelitian Firman (2004) yang menyatakan bahwa kebijakan investasi yang dipicu

oleh pertumbuhan ekonomi pada dasawarsa 1980-an dan 1990-an telah

mendorong investor asing dan domestik menanamkan usahanya sehingga

meningkatkan permintaan lahan untuk industri. Kemudahan yang diberikan

kepada para pengembang sering mengabaikan hak-hak pemilik tanah dan

mendorong terjadinya spekulasi dalam jual beli tanah. Hal ini merupakan salah

satu alasan tidak terkendalinya konversi lahan pertanian menjadi lahan perkotaan

dan industri. Faktor berikutnya yang berpengaruh signifikan terhadap

meningkatnya perubahan penggunaan lahan adalah jarak dari/ke jalan kolektor

dan jarak dari/ke pusat aktivitas ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin

dekat jarak dari/ke jalan kolektor dan pusat aktivitas ekonomi, maka semakin

tinggi peluang terjadinya perubahan penggunaan lahan. Peningkatan peluang

Page 17: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

33

perubahan lahan tersebut diduga terkait dengan nilai lahan yang tinggi di lokasi

tersebut sehingga mendorong pemilik lahan merubah fungsi lahan menjadi

penggunaan lahan yang lebih komersil.

Faktor-faktor yang berpeluang menurunkan konversi lahan pertanian

menjadi lahan non-pertanian adalah kelas lereng (16 – 25%), jenis tanah Podsolik,

dan jarak ke pusat pemerintahan kabupaten. Hasil analisis tersebut menunjukkan

bahwa lahan yang memiliki kemiringan lereng (16 – 25%) memiliki

kecenderungan menurunkan perubahan penggunaan lahan. Lahan dengan

kemiringan lereng tersebut termasuk dataran curam yang membuat penggunaan

lahannya terbatas, sehingga menurunkan keinginan pemilik lahan mengubah

penggunaan lahan untuk kegiatan produktif.

Jenis tanah podsolik memiliki karakteristik kesuburan hingga sedang, warna

merah atau kuning, memiliki tekstur lempung atau berpasir, memiliki pH rendah,

serta memiliki kandungan unsur aluminium dan besi yang tinggi. Dari beberapa

karakteristik tersebut tanah Podsolik dapat dikategorikan sebagai tanah yang

memiliki kesuburan rendah, sehingga penggunaannya untuk pertanian harus

memerlukan perlakuan khusus. Disamping memiliki kesuburan yang rendah,

tanah Podsolik juga memiliki tekstur berpasir atau lempung dengan daya simpan

air sangat rendah sehingga mudah mengalami kekeringan. Oleh sebab itu,

Keterbatasan penggunaan lahan pada jenis tanah Podsolik tersebut cenderung

menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan seperti ditunjukkan dalam

hasil analisis statistik.

Faktor yang berpengaruh menurunkan peluang perubahan penggunaan lahan

pertanian menjadi lahan non-pertanian selanjutnya adalah jarak ke pusat

pemerintahan kabupaten. Hal ini menjelaskan bahwa semakin dekat jarak ke pusat

pemerintahan kabupaten, potensi luas pertanian yang terkonversi semakin kecil.

Hal ini terjadi karena pusat pemerintahan memiliki daya tarik aglomeratif. Namun

ada kecenderungan arus konversi lahan pertanian di sekitar pusat pemerintahan

relatif jenuh karena sudah terjadi pada periode sebelumnya. Di sisi lain,

berkembangnya isu kota hijau dan berkelanjutan menggeser cara pandang

pembangunan yang ekspansif di perkotaan.

Pemodelan dan Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2013 dan tahun 2025

Dari hasil lima simulasi yang dilakukan diperoleh nilai persen ketepatan

yang baik dan konsisten. Hal ini membuktikan bahwa model tersebut dapat

digunakan dalam memprediksi penggunaan lahan masa mendatang. Dari kelima

simulasi tersebut dipilih penggunaan lahan tahun 1989 dan 2009 sebagai dasar

dalam memprediksi penggunaan lahan tahun 2013 karena rentang waktu yang

paling panjang. Adapun nilai ketepatan kelima simulasi disajikan pada Tabel 9

sementara hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2013 disajikan pada Gambar 18.

Tabel 9. Nilai Ketepatan Prediksi penggunaan lahan tahun 2013

No Tahun Ketepatan (%)

1 1989-2009 89.48

2 1989-2006 87.65

3 1989-2001 83.60

4 1995-2009 89.93

5 1995-2006 87.96

Page 18: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

34

Gambar 18. Peta Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun

2013

Untuk mengetahui akurasi penggunaan lahan hasil prediksi Markov, dalam

penelitian ini akan dibandingkan dengan penggunaan lahan tahun 2013 yang

terkonfirmasi karena dianggap sebagai penggunaan lahan aktual tahun 2013.

Perbandingan kedua penggunaan lahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 19.

Grafik tersebut menjelaskan bahwa penggunaan lahan tahun 2013 hasil prediksi

Markov relatif sama dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013. Selisih terbesar

pada kelas penggunaan lahan terbangun, yakni 4.43% yang lebih kecil dari

penggunaan lahan aktual. Selain berdasarkan nilai selisih antara luas penggunaan

lahan hasil prediksi dengan luas penggunaan lahan aktual, nilai akurasi juga dapat

dilihat dengan menggunakan matriks transisi keselarasan antara penggunaan lahan

hasil prediksi dengan penggunaan lahan aktual seperti disajikan pada Tabel 10.

Page 19: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

35

Gambar 19. Grafik perbandingan penggunaan lahan tahun 2013 hasil

prediksi dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013

Tabel 10. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2013 dan Penggunaan

Lahan Aktual 2013

Penggunaan Lahan Aktual

2013

Penggunaan Lahan hasil Prediksi Markov 2013

Hutan Kebun

Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Tubuh

Air

Lain-

lain

Hutan 82.03 6.67 - 1.05 10.25 - -

Kebun - 77.69 4.83 - 17.41 - 0.07

Lahan Terbangun 2.43 2.79 81.61 4.83 3.50 2.36 2.47

Sawah - 0.09 17.22 77.44 5.11 - 0.14

Tegalan 0.01 0.57 18.35 0.22 79.51 - 1.34

Tubuh Air - - 15.02 - - 84.98 -

Lain-lain - 1.32 17.38 - 1.15 - 80.15

Total Akurasi (%)

80.49

Matriks pada Tabel 10 menunjukkan bahwa keselarasan penggunaan lahan

tahun 2013 hasil prediksi Markov dengan penggunaan lahan aktual tahun 2013

memiliki nilai yang baik berada pada rentang 77.44% hingga 84.98%. Hal ini

dikarenakan pada tahun 1989 hingga tahun 2009 Kabupaten Bogor mengalami

perubahan lahan yang cukup signifikan, sehingga berdampak pada nilai akurasi

yang dihasilkan. Nilai Kappa yang cukup tinggi mengijinkan analisis lanjutan

yaitu prediksi penggunaan lahan pada tahun-tahun mendatang, sehingga dapat

langsung diaplikasikan untuk memprediksi penggunaan lahan tahun 2025. Hasil

analisis disajikan pada Tabel 11 dan sebaran spasialnya dapat dilihat pada Gambar

20.

10.74

18.33

25.18

16.00

28.10

1.12 0.53

9.42

15.85

29.61

13.79

28.34

1.54 1.46

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

35.00

Penggunaan Lahan Aktual 2013

Penggunaan Lahan Prediksi 2013

Page 20: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

36

Tabel 11. Luas Prediksi Penggunaan Lahan Kabupaten Bogor tahun 2025

No Prediksi Penggunaan Lahan tahun 2025 Luas

ha %

1 Hutan 26,480 8.86

2 Kebun 42,384 14.18

3 Lahan Terbangun 102,938 34.45

4 Sawah 34,591 11.58

5 Tegalan 82,888 27.74

6 Tubuh Air 4,608 1.54

7 Lain-lain 4,908 1.64

Jumlah 298,797 100.00

Gambar 20. Peta prediksi penggunaan lahan Kabupaten Bogor tahun

2025

Keselarasan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-

2025 dengan Penggunaan Lahan Aktual 2013 dan Prediksi 2025

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor tahun 2005-2025

yang telah direvisi pada tahun 2009 ditetapkan 18 alokasi ruang yang meliputi

peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi

budidaya. Ke 18 alokasi ruang tersebut meliputi kawasan hutan konservasi,

kawasan hutan lindung, kawasan hutan produksi terbatas, kawasan hutan produksi

tetap, kawasan industri, zona industri, kawasan perkebunan, kawasan tanaman

tahunan, kawasan pertanian lahan basah, kawasan pertanian lahan kering,

Page 21: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

37

kawasan permukiman perkotaan (hunian padat), kawasan permukiman perkotaan

(hunian sedang), kawasan permukiman perkotaan (hunian rendah), kawasan

permukiman perdesaan (hunian rendah), kawasan permukiman perdesaan (hunian

jarang), rencana waduk, setu, dan tubuh air. Keseluruhan alokasi ruang dalam

RTRW tersebut dirangkum menjadi 8 kawasan agar klasifikasinya selaras atau

mendekati klasifikasi penggunaan lahan. Kelas alokasi ruang tersebut disajikan

pada Tabel 12 dan sebaran spasialnya dapat dilihat pada Gambar 21.

Tabel 12. Luas masing-masing kawasan dalam RTRW Kabupaten Bogor 2005-

2025

No RTRW Kab Bogor 2005-2025 Luas

ha %

1 Kawasan Hutan Lindung & Konservasi 51,831 17.35

2 Kawasan Hutan Produksi 34,369 11.50

3 Kawasan Industri 4,913 1.64

4 Kawasan Perkebunan 9,823 3.29

5 Kawasan Permukiman 103,448 34.62

6 Kawasan Pertanian Lahan Basah 40,044 13.40

7 Kawasan Pertanian Lahan Kering 52,489 17.57

8 Tubuh Air 1,880 0.63

Jumlah 298,797 100.00

Gambar 21. Sebaran kawasan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-

2025

Analisis keselarasan RTRW dilakukan pada dua penggunaan lahan berbeda,

yaitu pada penggunaan lahan aktual tahun 2013 serta pada penggunaan lahan hasil

prediksi Markov tahun 2025. Tujuannya adalah untuk mengetahui dinamika

Page 22: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

38

ketidakselarasan yang menyebabkan masalah tata ruang. Hasil analisis keselarasan

RTRW 2005-2025 dengan panggunaan lahan aktual tahun 2013 disajikan pada

Tabel 13 dan Tabel 14.

Tabel 13. Matriks keselarasan RTRW Kabupaten Bogor tahun 2005-2025 dengan

prediksi penggunaan lahan 2013

No RTRW 2005-2025

Penggunaan Lahan Aktual 2013

Hutan Kebun Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Tubuh

Air

Lain-

lain

1 Kawasan Hutan

Lindung &

Konservasi

25,887 5,925 1,025 1,585 16,277 71 24

2 Kawasan Hutan

Produksi

3,854 4,118 3,181 3,154 19,900 79 77

3 Kawasan Industri 269 3,226 557 618 35 57

4 Kawasan

Perkebunan

214 4,396 1,481 503 3,171 0 48

5 Kawasan

Permukiman

467 16,694 48,162 17,940 17,768 1,180 1,001

6 Kawasan Pertanian

Lahan Basah

183 10,095 8,435 14,658 6,640 655 127

7 Kawasan Pertanian

Lahan Kering

1,142 12,902 10,235 8,617 19,824 219 243

8 Tubuh Air 174 122 492 174 916 1

Tabel 14. Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2013

No Ketidakselarasan Luas

ha %

1 Hutan --> Kebun 10,043 3.36

2 Hutan --> Lahan Terbangun 4,206 1.41

3 Hutan --> Sawah 4,739 1.59

4 Hutan --> Tegalan 36,176 12.11

5 Hutan --> Lain-lain 101 0.03

6 Pertanian Lahan Basah --> Lahan Terbangun 8,435 2.82

7 Tubuh Air --> Lahan Terbangun 122 0.04

Jumlah 63,822 21.36

Dari hasil analisis keselarasan RTRW dengan penggunaan lahan aktual

tahun 2013 diketahui bahwa pada tahun 2013 terdapat masalah penataan ruang

sebesar 63,721 ha atau 21.33% dari total luas Kabupaten Bogor. Permasalahan

tata ruang tersebut meliputi penggunaan lahan non hutan seperti kebun, lahan

terbangun, sawah, tegalan dan lain-lain yang terdapat di lokasi kawasan hutan

sebesar 55,265 ha. Hal ini berarti pada tahun 2013 Kabupaten Bogor tidak mampu

mewujudkan areal hutan seluas alokasi ruang yang direncanakan dengan selisih

perbedaan sebesar 64.90%.

Masalah penataan ruang berikutnya yang diakibatkan oleh ketidakselarasan

RTRW dengan penggunaan lahan tahun 2013 adalah dimanfaatkannya kawasan

pertanian lahan basah untuk pengembangan permukiman sebesar 8,435ha atau

2.82% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini menunjukkan bahwa perlindungan

Page 23: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

39

kawasan pertanian lahan basah tidak cukup berhasil sehingga kawasan yang

dialokasikan sebagai areal pertanian lahan basah digunakan sebagai kawasan

pertanian dengan perbedaan kondisi riil dan alokasinya sebesar 20.68%. Kondisi

ini akan berpeluang menurunkan target produksi pangan di wilayah Kabupaten

Bogor.

Masalah penataan ruang berikutnya adalah areal yang dialokasikan untuk

kawasan tubuh air digunakan sebagai lahan terbangun sebesar 122 ha atau 0.04%.

Hal ini akan berdampak pada berbagai aktifitas yang terkait dengan keberadaan

tubuh air antara lain pertanian, perikanan, dst. Hasil analisis keselarasan RTRW

dengan penggunaan lahan hasil prediksi Markov tahun 2025 disajikan pada Tabel

15 dan Tabel 16.

Tabel 15. Matriks Keselarasan Prediksi Penggunaan Lahan 2025 dengan RTRW

Kabupaten Bogor 2005-2025

No RTRW 2005-2025

Prediksi Penggunaan Lahan 2025

Hutan Kebun Lahan

Terbangun Sawah Tegalan

Tubuh

Air

Lain-

lain

1 Kawasan Hutan

Lindung &

Konservasi

20,105 6,098 5,808 1,360 16,911 92 397

2 Kawasan Hutan

Produksi

3,117 3,112 8,722 2,173 16,601 184 489

3 Kawasan Industri 68 261 3,088 440 590 121 145

4 Kawasan

Perkebunan

203 3,073 2,778 368 3,311 19 102

5 Kawasan

Permukiman

1,476 13,194 52,449 13,615 18,663 2,328 2,405

6 Kawasan Pertanian

Lahan Basah

363 7,347 13,412 10,169 7,371 731 494

7 Kawasan Pertanian

Lahan Kering

1,142 9,119 17,188 6,089 18,189 445 866

8 Tubuh Air 5 179 494 378 252 687 10

Tabel 16. Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten Bogor tahun 2025

No Potensi Masalah Penataan Ruang tahun 2025 Luas

ha %

1 Hutan --> Kebun 9,211 3.08

2 Hutan --> Lahan Terbangun 14,530 4.86

3 Hutan --> Sawah 3,533 1.18

4 Hutan --> Tegalan 33,512 11.22

5 Hutan --> Lain-lain 886 0.30

6 Pertanian Lahan Basah --> Lahan Terbangun 13,412 4.49

7 Tubuh Air --> Lahan Terbangun 494 0.17

Jumlah 75,577 25.29

Tabel 15 dan Tabel 16 menejelaskan dari hasil prediksi Markov terdapat

75,577 ha atau 25.29% ketidakselarasan RTRW dengan prediksi penggunaan

lahan tahun 2025 yang berpotensi menjadi permasalahan tata ruang di Kabupaten

Bogor pada tahun 2025. Adapun potensi masalah tersebut meliputi potensi konflik

Page 24: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

40

penguasaan lahan di kawasan hutan karena teridentifikasinya penggunaan lahan

non hutan pada kawasan hutan. Penggunaan lahan non hutan tersebut berupa

kebun (3.08%), lahan terbangun (4.86%), sawah (1.18%), tegalan (11.22%) dan

lain-lain (0.30%). Hal tersebut melanggar peraturan tata ruang mengenai kawasan

hutan, dimana kawasan hutan merupakan suatu wilayah tertentu yang ditunjuk

dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai

hutan tetap yang terdiri dari hutan konservasi, hutan lindung, hutan produksi

terbatas, dan hutan produksi tetap. Hal ini didukung aspek legal berupa Peraturan

Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor P. 33 tahun 2010 yang

menyatakan bahwa satu-satunya hutan yang dapat dialihfungsikan menjadi

kegiatan pembangunan diluar kehutanan adalah kawasan hutan produksi konversi

(HPK), sementara RTRW Kabupaten Bogor 2005-2025 tidak mengalokasikan

kawasan hutan produksi konversi (HPK).

Oleh sebab itu, pada tahun 2025 terdapat potensi kehilangan fungsi hutan

sebesar 61,671 ha atau 72.41% dari total luas kawasan hutan dalam RTRW.

Kehilangan fungsi hutan tersebut terdiri dari berkurangnya kawasan hutan lindung

dan konservasi sebesar 30,574 ha atau 35.90% serta berkurangnya kawasan hutan

produksi (terbatas dan tetap) sebesar 31,097 ha atau 36.51%. Kondisi ini

mengancam fungsi hutan sebagai kawasan lindung dan konservasi dan sebagai

daerah resapan air yang menaungi dan melindungi wilayah-wilayah di bawah

Kabupaten Bogor seperti Kota Bogor, Tangerang, Depok dan DKI Jakarta.

Akibatnya dapat meningkatkan peluang terjadinya bencana banjir saat musim

hujan dan bencana kekeringan saat musim kemarau.

Selain kawasan hutan, potensi masalah tata ruang di Kabupaten Bogor pada

tahun 2025 adalah ketidakselarasan pada kawasan lahan pertanian basah yang

dalam penggunaan lahannya diduga akan terkonversi menjadi lahan terbangun

sebesar 13,412 ha atau 4.49% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal ini

menunjukkan bahwa Kabupaten Bogor berpotensi kehilangan lahan sawah sebesar

33,62% dari alokasi yang ditetapkan dalam RTRW. Jika prediksi tersebut benar,

maka dapat mengancam ketahanan pangan sebagaimana penelitian yang

dilakukan oleh Irawan (2005).

Ketidakselarasan yang menyebabkan potensi masalah tata ruang berikutnya

adalah lahan yang dialokasikan sebaai tubuh air akan dimanfaatkan sebagai lahan

terbangun yakni sebesar 494 ha atau 0.17% dari total luas Kabupaten Bogor. Hal

ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2025 24.64% dari total luas kawasan

tubuh air yang dialokasikan akan digunakan untuk lahan terbangun. Seperti halnya

hutan, tubuh air memiliki fungsi ekologis bagi suatu wilayah, yakni sebagai

tempat penampung air sehingga dapat menjaga ketersediaan air tanah, baik di

wilayah-wilayah sekitar lokasi tubuh air maupun wilayah-wilayah yang lebih

jauh. Adapun sebaran spasial dari potensi permasalahan di Kabupaten Bogor

tahun 2025 dapat dilihat pada Gambar 22.

Ketidakselarasan yang terjadi antara RTRW tahun 2005-2025 dengan

penggunaan lahan tahun 2013 sangat signifikan (21.36%). Hal ini dapat terjadi

karena sebagian besar penggunaan lahan – penggunaan lahan yang tidak selaras

dengan RTRW sudah ada jauh sebelum dibuatnya RTRW Kabupaten Bogor.

Potensi ketidakselarasan naik sebesar 11,856 ha atau 3.96% dari total wilayah

Kabupaten Bogor di tahun 2025. Hal ini menjelaskan bahwa dinamika alih fungsi

lahan yang terjadi di Kabupaten Bogor memiliki kecenderungan menjadi potensi

masalah tata ruang pada tahun-tahun mendatang.

Page 25: 4 HASIL DAN PEMBAHASAN fase vegetatif dan tergenang air, kenampakan sawah pada citra akan berwarna hijau kebiru-biruan, jika fase reproduktif dan pematangan warna sawah hijau kekuningan.

41

Gambar 22. Sebaran Potensi Masalah Penataan Ruang di Kabupaten

Bogor tahun 2025

Gambar 20 memperlihatkan sebaran spasial potensi permasalahan penataan

ruang di Kabupaten Bogor tahun 2025. Hasil prediksi Markov tersebut merupakan

potensi masalah yang akan terjadi apabila tidak ada perubahan kebijakan tata

ruang yang dilakukan oleh pemerintah setempat. Tanpa ada induksi kebijakan dari

pemerintah setempat, peluang terjadinya berbagai isu terkait penataan ruang

tersebut cukup tinggi. Oleh sebab itu untuk menghindari potensi permasalahan di

masa mendatang diharapkan pemerintahan Kabupaten Bogor dapat merubah

kebijakan tata ruang, baik dalam tahap perencanaan, pemanfaatan maupun

pengendalian. Hal tersebut akan lebih menjamin terwujudnya pemanfaatan ruang

aktual dapat sejalan dengan rencana tata ruang wilayah dengan tetap

mempertimbangkan fungsi ekologis wilayahnya.