4 ARTIKEL Sejarah IBI Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI . Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konfrensi bidan pertama yang diselengarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan -bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Konfrensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI ), berbentuk kesatuan, bersifat nasional, berazaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada konfrensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI yaitu ; 1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesame bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa. 2. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan KIA serta kesejahteran keluarga. 3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasioanl, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 4. Mengingkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
4 ARTIKEL
Sejarah IBI
Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa
tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI. Pengukuhan hari
lahirnya IBItersebut didasarkan atas hasil konfrensi bidanpertama yang
diselengarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidansenior
yang berdomisili di Jakarta.
Konfrensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat
serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah
organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan, bersifat
nasional, berazaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada
konfrensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI yaitu ;
1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesame bidan serta kaum
wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.
2. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan,
khususnya dalam pelayanan KIA serta kesejahteran keluarga.
3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasioanl, terutama dalam
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
4. Mengingkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.
Dari tahun ke tahun IBI berupaya untuk meningkatkan mutu dan melengkapi atribut-
atribut organisasi, sebagai syarat sebuah organisasi profesi, dan sebagai organisasi
masyarakat LSM yaitu :
1. AD-ART, yang ditinjau, disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan
tiap 5 (lima) tahun sekali
2. Kode Etik Bidan, yang ditinjau, disempurnakan dan disesuaikan dengan
perkembangan tiap 5 (lima) tahun sekali.
3. Pedoman berkelanjutan pendidikan Bidan
4. Buku Prosedur Tetap pelaksanaan tugas-tugas bidan
5. Buku Pedoman Organisasi
6. Buku Pedoman Bagi Bidan di Desa
7. Buku Pedoman Klinik IBI
8. Buku 50 tahun IBI, yang memncatat tetntang sejarah dan kiprah IBI,
diterbitkan dalam rangka menyambut HUT ke 50 IBI tahun 2001
9. Restra IBI 1996 – 1998
Khusus melalui kepengurusan tahun 1998 – 2003
atribut-atribut/kelengkapan tersebut bertambah lagi dengan disusunnya :
1. Majalah Bidan
2. Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
3. Buku Pedoman Maternal & Neonatal
4. Buku Pedoman Keluarga Berencana
5. Buku Pedoman Pencegahan Infeksi
6. Buku Pedoman Asuhan Persalinan Normal
7. Buku Kepmenkes 900
8. Buku Kumpulan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Organisasi IBI
9. Kepmenkes 237 tentang pemasaran pengganti air susu ibu
10. Kepmenkes 450 tentang Pemberian Air Susu Ibu Secara Eklusif Pada Bayi di
Indonesia
11. Kepmenkes 900 tentang Regristrasi dan Praktek Bidan
12. Rensta IBI 1998 – 2003
Pada Kepengurusan tahun 2003 – 2008
Telah dihasilkan :
1. Pedoman Uji Kompetensi Bidan
2. Renstra 2008 – 2013
3. Bidan Delima
4. Kesehatan reproduksi up-date satu set (warna ungu)
5. Inisiasi Menyusu Dini
6. Modul Pembelajaran untuk DIII Kebidanan (kerja sama dengan YPKP)
7. Kepmenkes 369 tentang Standar Profesi Bidan
8. Kolegium Kebidanan
9. Lahirnya Asosiasi Institusi Pendidikan Indonesia
VISI IBI
Yaitu Mewujudkan bidan professional berstandar global
MISI IBI
1. Meningkatkan kekuatan organisasi
2. Meningkatkan peran IBI dalam meningkatkan mutu Pendidikan Bidan
3. Meningkatkan peran IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan
4. Meningkatkan kesejahteran anggota
5. Mewujudkan kerjasama dengan jejaring kerja
Rencana Strategis IBI tahun 2008 – 2013
1. Mengutamakan kebersamaan
2. Mempersatukan diri dalam satu wadah
3. Pengayoman terhadap anggota
4. Pengembangan diri
5. Peran serta dalam komonitas
6. Mempertahankan citra bidan
7. Sosialisasi pelayanan berkualitas
Prioritas Strategis
1. Pengembangan standarisasi pendidikan bidan dengan standar internasional
2. Meningkatkan pelatihan anggota IBI
3. Membangun kerjasama dan kepercayaan dari donor dan mitra IBI
4. Peningkatan advokasi kepada pemerintah untuk mendukung pengembangan
profesi bidan serta monitoring dan evaluasi pasca pelatihan yang berkesinambungan
5. Peningkatan pembinaan terhadap anggota berkaitan dengan peningkatan
kompetensi, profesionalisme dan aspek hokum
6. Peningkatan pengumpulan data dasar
7. Peningkatan akses Organisasi Profesi IBI terhadap pelayanan dan pendidikan
kebidanan
8. Capacity Building bagi pengurus IBI
9. Peningkatan pengadaan sarana prasarana
10. Membangun kepercayaan anggota IBI, donor dan mitra dengantetap menjaga
mutu pengelolaan keuangan yang accountable
Sejak berdirinya tahun 1951 hingga sekarang, IBI telah berhasil menyelenggarakan
Kongres Nasional sebanyak 14 kali. Sesua dengan Anggaran Dasar IBI, pada setiap
kongres merencanakan program kerja dan pemilihan Ketua Umum Pengurus Pusat
IBI. Rekapitulasi tempat penyelenggaraan Kongres Nasional IBI dan Ketua Umum
Terpilih, sebagai berikut ini :
DAFTAR PELAKSANAAN KONGRES IBI
Kongres Tahun Tempat Ketua TerpilihMunas 1951 Jakarta Ibu Fatimah MuinI 1953 Bandung Ibu Ruth Soh SanuII 1955 Malang Ibu Selo SoemardjanIII 1957 Yogyakarta Ibu Tuti SutijatiIV 1961 Lawang – Malang Ibu Rukmini OentoengV 1969 Jakarta Ibu Rukmini OentoengVI 1975 Jakarta Ibu Rabimar Juzar BurVII 1978 Jakarta Ibu Rabimar Juzar BurVIII 1982 Bandung Ibu Samiarti MartosewojoIX November 1985 Medan Ibu Samiarti MartosewojoX November 1988 Surabaya Ibu Rabimar Juzar BurXI Oktober 1993 Ujung Pandang Ibu Nisma Chairil BahriXII September 1998 Denpasar Ibu Wastidar MubirXIII 7-11 Sept 2003 Jakarta Ibu Dra. Hami Koesno, MKMXIV 2-6 Nov 2008 Padang Ibu Dra. Hami Koesno, MKM
Tulisan terkait dengan : Sejarah IBI
Profesi Bidan, Masihkah Diminati?
Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan
strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka
kesakitan dan kematian Bayi ...
IBI Kabupaten Pasuruan Gelar Musran
Pasuruan - Musyawarah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ke IV Ranting Pasuruan
untuk masa bakti 2008 – 2013 dilaksanakan pada 25 Nopember 2010 di Gedung
Abdul ...
Prodi Kebidanan Cetak Lulusan Siap Pakai
Sedikitnya ada 83 Prodi Kebidanan di Jawa Timur, sehingga ratusan lulusan
dicetak tiap tahunnya. Untuk itu, diwajibkan setiap lulusan yang dicetak dari
Prodi Kebidanan harus ...
Siti Hotijah Terpilih Ketua PC IBI Kab Bangkalan
Bangkalan - Musyawarah Cabang (Muscab) ke 5 Ikatan Bidan Indonesia (IBI)
Kabupaten Bangkalan dilaksanakan pada 24 Nopember 2010 di Gedung Rato
Ebhu dengan mengambil tema ...
Poltekkes Surabaya Yang Selalu Berseri
Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) Departemen Kesehatan RI
membuka dan melaksanakan Pendidikan Kedinasan Bidang Kesehatan baik
dalam jenjang Pendidikan Menengah (JPM) seperti Sekolah Perawat Kesehatan ...
Profesi Bidan Di Indonesia Sangat Ironis
Berbahagialah ibu hamil yang tinggal di kota besar, sebab cukup banyak bidan yang beroperasi di sana. Asal tahu saja, 90 persen kelahiran di kota-kota besar lebih banyak ditangani bidan daripada dokter kandungan. Sebab, di samping tarifnya lebih murah, pendekatan yang dilakukan para
bidan terhadap pasien biasanya lebih bersifat kekeluargaan ketimbang dokter.
Namun jangan salah, di daerah pedesaan, di mana peran bidan sangat dibutuhkan, jumlah mereka justru minim sekali. ”Di Papua misalnya, dalam empat desa hanya ada satu bidan. Padahal idealnya setiap desa harus ada satu bidan
Tidak heran kalau di sana para ibu hamil malas memeriksakan kandungan ke bidan. Bukan karena biayanya mahal atau bagaimana, namun transportasi menjadi kendala utama. ”Tarif periksa bidan di Puskesmas/ yayasan kesehatan desan cuma Rp1.000, tapi ongkos transpornya bisa Rp20.000
Padahal 80 persen penduduk Indonesia bermukim di sekitar 69.061 desa (Profil Kesehatan Indonesia 2000). Yang memprihatinkan, jumlah tenaga bidan di desa kian lama kian berkurang. Sejak diadakan program Bidan di Desa (BDD) tahun 1989, jumlah BDD justru terus menyusut. Dari 62.812 BDD di tahun 2000 menjadi 39.906 di tahun 2003. Hari ini ada sekitar 22.906 desa yang tidak lagi memiliki bidan.
Dengan kondisi ini dikhawatirkan masyarakat pedesaan harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapat akses pelayanan kesehatan. Namun yang jelas mereka akan kembali pada dukun bayi, pihak yang sejak dulu dipercaya sebagai penanganan prosedur kelahiran. Repotnya, masih banyak dukun bayi yang belum mahfum betul soal kebersihan, sehingga tak jarang kelahiran berakhir dengan kematian atau gangguan kesehatan pada bayi. Bagaimana Indonesia tidak kekurangan tenaga bidan kalau memang fasilitas yang diberikan pemerintah bagi profesi ini sangat minim sekali. Lulusan akademi kebidanan tidak bisa begitu saja diangkat menjadi pegawai negeri sehingga mereka harus melanjutkan kuliah lagi.
Profesi Bidan Menyaingi Dokter
Minimnya dokter spesialis kandungan di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, membuat profesi bidan sangat dibutuhkan masyarakat. Selama ini, keberadaan bidan sangat membantu dalam hubungan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak.Untuk itu bidan juga ikut berperan dalam menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Kotawaringin Barat. Melalui organisasi profesi yang menaungi seluruh bidan, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), bidan di Kotawaringin Barat bahkan mampu bersaing dengan profesi sekelas dokter.
Ida Saripudin, salah satu bidan di Pangkalan Banteng, mengatakan salah satu bukti nyata dari peran aktif IBI adalah membantu dalam proses kelahiran ibu. Selain itu, pengadaan buku kesehatan ibu dan anak yang dikenal dengan nama BUKU KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) ini juga mampu memberikan dampak yang positif bagi ibu dan anak.“Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan satu–satunya buku untuk keluarga yang berisi informasi dan catatan kesehatan ibu dan anak. Buku KIA disimpan oleh ibu dan digunakan sebagai alat komunikasi dengan petugas kesehatan pada saat ibu atau anak mendapatkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dan nasehat yang diberikan kepada ibu atau anak oleh bidan di BUKU KIA,” jelasnya.Menurut Ida, peran aktif bidan dalam memberikan pelaya-nan kesehatan ibu dan anak meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak.Dalam keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok yang paling rentan dan peka, terhadap berbagai masalah kesehatan, seperti: kejadian kesakitan (morbiditas) dan gangguan gizi (malnutrisi), yang seringkali berakhir de-ngan kecacatan (disabilitas) atau kematian (mortalitas).“Peran aktif IBI untuk pe-ngadaan BUKU KIA secara mandiri merupakan salah satu bukti kepedulian IBI untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, sehingga sasaran MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) tahun 2015 akan tercapai,” ungkapnya. (Sumber: Borneonews, 14 Maret 2011)
SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KEBIDANAN DI INDONESIA14:32 Diposkan oleh Bidan Febri
Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun internasional terjadi
begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan
kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan
khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan
Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan
kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin,
khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%. Mengingat hal