Top Banner
4 ARTIKEL Sejarah IBI Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI . Pengukuhan hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konfrensi bidan pertama yang diselengarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan -bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Konfrensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI ), berbentuk kesatuan, bersifat nasional, berazaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada konfrensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI yaitu ; 1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesame bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa. 2. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan KIA serta kesejahteran keluarga. 3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasioanl, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 4. Mengingkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.
27

4 ARTIKEL

Jan 30, 2016

Download

Documents

mala

jhu
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: 4 ARTIKEL

4 ARTIKEL

Sejarah IBI

Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa

tanggal 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari jadi IBI. Pengukuhan hari

lahirnya IBItersebut didasarkan atas hasil konfrensi bidanpertama yang

diselengarakan di Jakarta 24 Juni 1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidansenior

yang berdomisili di Jakarta.

Konfrensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat

serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah

organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI), berbentuk kesatuan, bersifat

nasional, berazaskan pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada

konfrensi IBI tersebut juga dirumuskan tujuan IBI yaitu ;

1.      Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesame bidan serta kaum

wanita pada umumnya, dalam rangka memperkokoh persatuan bangsa.

2.      Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan,

khususnya dalam pelayanan KIA serta kesejahteran keluarga.

3.      Membantu pemerintah dalam pembangunan nasioanl, terutama dalam

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

4.      Mengingkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.

Page 2: 4 ARTIKEL

Dengan landasan dan arah tersebut, dari tahun ke tahun IBI terus berkembang

dengan hasil-hasil perjuangannya yang semakin nyata dan telah dapat dirasakan

manfaatnya baik oleh masyarakat maupun pemerintah sendiri.

Adapun tokoh-tokoh yang tercatat sebagai pemrakarsa konferensi tersebut

adalah : IbuSelo Salikun, Ibu Fatimah, Ibu Sri Mulyani, Ibu Salikun, Ibu Sukaesih, Ibu

Ipah dan Ibu S.Marguna, yang selanjutnya memproklamirkan IBI sebagai satu-

satunya organisasi resmi bagi para bidan Indonesia. Dan hasil-hasil terpenting dari

konferensi pertama bidan seluruh Indonesia tahun 1951 tersebut adalah :

1. Sepakat membentuk organisasi Ikatan Bidan Indonesia, sebagai satu-satunya

organisasi yang merupakan wadah persatuan & kesatuan bidan Indonesia.

2. Pengurus besar IBI berkedudukan di Jakarta

3. Di daerah-daerah dibentuk cabang dan ranting. Dengan demikian

organisasi/perkumpulan yang bersifat local yang ada sebelum konfrensi ini

semuanya membaurkan diri dan selanjutnya bidan-bidan yang berada di daerah-

daerah menjadi anggota cabang-cabang dan ranting dari IBI.

4. Musyawarah menetapkan Pengurus Besar IBI dengan susunan sebagai berikut :

Ketua 1                    : Ibu Fatimah Muin

Ketua II                     : Ibu Sukarno

Penulis 1                  : Ibu Selo Soemardjan

Penulis II                  : Ibu Ropingatun

Bendahara              : Ibu Salikun

Tiga tahun setelah konfrensi, tepatnya pada tanggal 15 Oktober 1954, IBI diakui sah

sebagai organisasi yang berbadan hokum dan tertera dalam lembaga Negara

nomor : J.A.5/927 (Departemen Dalam Negeri) dan pada tahun 1956 IBI diterima

sebagai anggota ICM (International Confederation of Midwives). Hinga saat ini IBI

tetap mempertahankan keanggotaan ini, dengan cara senantiasa berpartisipasi

dalam kegiatan ICM yang dilaksanakan di berbagai Negara baik pertemuan

pertemuan, loka karya, pertemuan regional maupun kongres tingkat dunia dengan

antara lain menyajikan pengalaman dan kegiatan IBI IBI yang seluruh anggotanya

terdiri dari wanita telah tergabung dengan Kongres Wanita Indonesia (KOWANI) pada

tahun 1951 hingga saat ini IBI tetap aktifmendukung program-program KOWANI

bersama organisasi wanita lainnya dalam meningkatkan derajad kaum wanita

Page 3: 4 ARTIKEL

Indonesia. Selain itu sesuai dengan Undang-Undang RI No.8 tahun 1985, tentang

organisasi kemasyarakatan maka IBI dengan nomor 133 terdaftar sebagai salah satu

Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia. Begitu juga dalam Komisi Nasional

Kedudukan Wanita di Indonesia (KNKWI) atau National Commission on the Status of

Women (NCSW) IBI merupakan salah satu anggota pendukungnya.

Pada kongres IBI yang kedelapan yang berlangsung di Bandung tahun 1982, terjadi

perubahan nama Pengurus Besar IBI diganti Pengurus Pusat IBI, karena IBI telah

memiliki 249 Cabang yang tersebar di seluruh propinsi di Indonesia. Selain kongres

juga mengukuhkan anggota pengurus Yayasan Buah Delima yang didirikan pada

tangal 27 Juli 1982. Yayasan ini bertujuan meningkatkan kesejahteraan anggota IBI,

melalui pelaksanaan berbagai kegiatan.

Pada tahun 1985, untuk pertama kalinya IBI melangsungkan kongres diluar pulau

Jawa, yaitu di kota Medan (Sumatera Utara) dan dalam kongres ini juga didahului

dengan pertemuan ICM Regional Meeting Western Pacific yang dihadiri oleh anggota

ICM dari Jepang, Australia, New Zealand, Philiphina, Malaysia, Brunei Darussalam

dan Indonesia. Bulan September 2000 dilaksanakan ICM Asia Pacific Regional

Meeting di Denpasar Bali. Pada tahun 1986 IBI secara organisatoris mendukung

pelaksanaan pelayanan Keluarga Berencana oleh Bidan Praktek Swasta

melalui BKKBN.

Gerak dan langkah Ikatan Bidan Indonesia di semua tingkatan dapat dikatakan

semakin maju dan berkembang dengan baik. Sampai dengan tahun 1998 IBI telah

memiliki 27 Pengurus Daerah, 318 Cabang IBI (di tingkat Kabupaten/Kodya) dan

1.243 Ranting IBI (di tingkat Kecamatan) dengan jumlah anggota sebanyak 66.547

orang. Jumlah anggota ini meningkat dengan pesat setelah dilaksanakannya

kebijakan pemerintah tentang Crash Program Pendidikan Bidan dalam kurun waktu

medio Pelita IV s/d Pelita VI 1989 s/d 1997.

PERKEMBANGAN JUMLAH ANGGOTA IBI

TAHUN 1988 – 2008

TAHUNJUMLAH ANGGOTA

1988 16.4131990 25.3971994 46.1141995 54.0801996 56.9611997 57.0321998 66.5472003 68.772

Page 4: 4 ARTIKEL

2008 87.338

Dari tahun ke tahun IBI berupaya untuk meningkatkan mutu dan melengkapi atribut-

atribut organisasi, sebagai syarat sebuah organisasi profesi, dan sebagai organisasi

masyarakat LSM yaitu :

1.      AD-ART, yang ditinjau, disempurnakan dan disesuaikan dengan perkembangan

tiap 5 (lima) tahun sekali

2.      Kode Etik Bidan, yang ditinjau, disempurnakan dan disesuaikan dengan

perkembangan tiap 5 (lima) tahun sekali.

3.      Pedoman berkelanjutan pendidikan Bidan

4.      Buku Prosedur Tetap pelaksanaan tugas-tugas bidan

5.      Buku Pedoman Organisasi

6.      Buku Pedoman Bagi Bidan di Desa

7.      Buku Pedoman Klinik IBI

8.      Buku 50 tahun IBI, yang memncatat tetntang sejarah dan kiprah IBI,

diterbitkan dalam rangka menyambut HUT ke 50 IBI tahun 2001

9.      Restra IBI 1996 – 1998

Khusus melalui kepengurusan tahun 1998 – 2003

atribut-atribut/kelengkapan tersebut bertambah lagi dengan disusunnya :

1.      Majalah Bidan

2.      Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

3.      Buku Pedoman Maternal & Neonatal

4.      Buku Pedoman Keluarga Berencana

5.      Buku Pedoman Pencegahan Infeksi

6.      Buku Pedoman Asuhan Persalinan Normal

7.      Buku Kepmenkes 900

Page 5: 4 ARTIKEL

8.      Buku Kumpulan Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan Organisasi IBI

9.      Kepmenkes 237 tentang pemasaran pengganti air susu ibu

10. Kepmenkes 450 tentang Pemberian Air Susu Ibu Secara Eklusif Pada Bayi di

Indonesia

11. Kepmenkes 900 tentang Regristrasi dan Praktek Bidan

12. Rensta IBI 1998 – 2003

Pada Kepengurusan tahun 2003 – 2008

Telah dihasilkan :

1.      Pedoman Uji Kompetensi Bidan

2.      Renstra 2008 – 2013

3.      Bidan Delima

4.      Kesehatan reproduksi up-date satu set (warna ungu)

5.      Inisiasi Menyusu Dini

6.      Modul Pembelajaran untuk DIII Kebidanan (kerja sama dengan YPKP)

7.      Kepmenkes 369 tentang Standar Profesi Bidan

8.      Kolegium Kebidanan

9.      Lahirnya Asosiasi Institusi Pendidikan Indonesia

VISI IBI

Yaitu Mewujudkan bidan professional berstandar global

MISI IBI

1.      Meningkatkan kekuatan organisasi

2.      Meningkatkan peran IBI dalam meningkatkan mutu Pendidikan Bidan

3.      Meningkatkan peran IBI dalam meningkatkan mutu pelayanan

Page 6: 4 ARTIKEL

4.      Meningkatkan kesejahteran anggota

5.      Mewujudkan kerjasama dengan jejaring kerja

Rencana Strategis IBI tahun 2008 – 2013

1.      Mengutamakan kebersamaan

2.      Mempersatukan diri dalam satu wadah

3.      Pengayoman terhadap anggota

4.      Pengembangan diri

5.      Peran serta dalam komonitas

6.      Mempertahankan citra bidan

7.      Sosialisasi pelayanan berkualitas

Prioritas Strategis

1.      Pengembangan standarisasi pendidikan bidan dengan standar internasional

2.      Meningkatkan pelatihan anggota IBI

3.      Membangun kerjasama dan kepercayaan dari donor dan mitra IBI

4.      Peningkatan advokasi kepada pemerintah untuk mendukung pengembangan

profesi bidan serta monitoring dan evaluasi pasca pelatihan yang berkesinambungan

5.      Peningkatan pembinaan terhadap anggota berkaitan dengan peningkatan

kompetensi, profesionalisme dan aspek hokum

6.      Peningkatan pengumpulan data dasar

7.      Peningkatan akses Organisasi Profesi IBI terhadap pelayanan dan pendidikan

kebidanan

8.      Capacity Building bagi pengurus IBI

9.      Peningkatan pengadaan sarana prasarana

Page 7: 4 ARTIKEL

10. Membangun kepercayaan anggota IBI, donor dan mitra dengantetap menjaga

mutu pengelolaan keuangan yang accountable

Sejak berdirinya tahun 1951 hingga sekarang, IBI telah berhasil menyelenggarakan

Kongres Nasional sebanyak 14 kali. Sesua dengan Anggaran Dasar IBI, pada setiap

kongres merencanakan program kerja dan pemilihan Ketua Umum Pengurus Pusat

IBI. Rekapitulasi tempat penyelenggaraan Kongres Nasional IBI dan Ketua Umum

Terpilih, sebagai berikut ini :

DAFTAR PELAKSANAAN KONGRES IBI

Kongres Tahun Tempat Ketua TerpilihMunas 1951 Jakarta Ibu Fatimah MuinI 1953 Bandung Ibu Ruth Soh SanuII 1955 Malang Ibu Selo SoemardjanIII 1957 Yogyakarta Ibu Tuti SutijatiIV 1961 Lawang – Malang Ibu Rukmini OentoengV 1969 Jakarta Ibu Rukmini OentoengVI 1975 Jakarta Ibu Rabimar Juzar BurVII 1978 Jakarta Ibu Rabimar Juzar BurVIII 1982 Bandung Ibu Samiarti MartosewojoIX November 1985 Medan Ibu Samiarti MartosewojoX November 1988 Surabaya Ibu Rabimar Juzar BurXI Oktober 1993 Ujung Pandang Ibu Nisma Chairil BahriXII September 1998 Denpasar Ibu Wastidar MubirXIII 7-11 Sept 2003 Jakarta Ibu Dra. Hami Koesno, MKMXIV 2-6 Nov 2008 Padang Ibu Dra. Hami Koesno, MKM

Tulisan terkait dengan : Sejarah IBI

Profesi Bidan, Masihkah Diminati?

Bidan merupakan salah satu tenaga kesehatan yang memiliki posisi penting dan

strategis terutama dalam penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan angka

kesakitan dan kematian Bayi ...

IBI Kabupaten Pasuruan Gelar Musran

Pasuruan - Musyawarah Ikatan Bidan Indonesia (IBI) ke IV Ranting Pasuruan

untuk masa bakti 2008 – 2013 dilaksanakan pada 25 Nopember 2010 di Gedung

Abdul ...

Prodi Kebidanan Cetak Lulusan Siap Pakai

Sedikitnya ada 83 Prodi Kebidanan di Jawa Timur, sehingga ratusan lulusan

dicetak tiap tahunnya. Untuk itu, diwajibkan setiap lulusan yang dicetak dari

Prodi Kebidanan harus ...

Siti Hotijah Terpilih Ketua PC IBI Kab Bangkalan

Page 8: 4 ARTIKEL

Bangkalan - Musyawarah Cabang (Muscab) ke 5 Ikatan Bidan Indonesia (IBI)

Kabupaten Bangkalan dilaksanakan pada 24 Nopember 2010 di Gedung Rato

Ebhu dengan mengambil tema ...

Poltekkes Surabaya Yang Selalu Berseri

Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan (Pusdiknakes) Departemen Kesehatan RI

membuka dan melaksanakan Pendidikan Kedinasan Bidang Kesehatan baik

dalam jenjang Pendidikan Menengah (JPM) seperti Sekolah Perawat Kesehatan ...

 

Page 9: 4 ARTIKEL
Page 10: 4 ARTIKEL
Page 11: 4 ARTIKEL
Page 12: 4 ARTIKEL

        Profesi Bidan Di Indonesia Sangat Ironis

Berbahagialah ibu hamil yang tinggal di kota besar, sebab cukup banyak bidan yang beroperasi di sana. Asal tahu saja, 90 persen kelahiran di kota-kota besar lebih banyak ditangani bidan daripada dokter kandungan. Sebab, di samping tarifnya lebih murah, pendekatan yang dilakukan para

Page 13: 4 ARTIKEL

bidan terhadap pasien biasanya lebih bersifat kekeluargaan ketimbang dokter.

Namun jangan salah, di daerah pedesaan, di mana peran bidan sangat dibutuhkan, jumlah mereka justru minim sekali. ”Di Papua misalnya, dalam empat desa hanya ada satu bidan. Padahal idealnya setiap desa harus ada satu bidan

Tidak heran kalau di sana para ibu hamil malas memeriksakan kandungan ke bidan. Bukan karena biayanya mahal atau bagaimana, namun transportasi menjadi kendala utama. ”Tarif periksa bidan di Puskesmas/ yayasan kesehatan desan cuma Rp1.000, tapi ongkos transpornya bisa Rp20.000

Padahal 80 persen penduduk Indonesia bermukim di sekitar 69.061 desa (Profil Kesehatan Indonesia 2000). Yang memprihatinkan, jumlah tenaga bidan di desa kian lama kian berkurang. Sejak diadakan program Bidan di Desa (BDD) tahun 1989, jumlah BDD justru terus menyusut. Dari 62.812 BDD di tahun 2000 menjadi 39.906 di tahun 2003. Hari ini ada sekitar 22.906 desa yang tidak lagi memiliki bidan.

Dengan kondisi ini dikhawatirkan masyarakat pedesaan harus merogoh kocek lebih dalam untuk mendapat akses pelayanan kesehatan. Namun yang jelas mereka akan kembali pada dukun bayi, pihak yang sejak dulu dipercaya sebagai penanganan prosedur kelahiran. Repotnya, masih banyak dukun bayi yang belum mahfum betul soal kebersihan, sehingga tak jarang kelahiran berakhir dengan kematian atau gangguan kesehatan pada bayi. Bagaimana Indonesia tidak kekurangan tenaga bidan kalau memang fasilitas yang diberikan pemerintah bagi profesi ini sangat minim sekali. Lulusan akademi kebidanan tidak bisa begitu saja diangkat menjadi pegawai negeri sehingga mereka harus melanjutkan kuliah lagi.

Profesi Bidan Menyaingi Dokter

Minimnya dokter spesialis kandungan di Pangkalan Bun, Kotawaringin Barat, membuat profesi bidan sangat dibutuhkan masyarakat. Selama ini, keberadaan bidan sangat membantu dalam hubungan dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak.Untuk itu bidan juga ikut berperan dalam menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu) dan AKB (Angka Kematian Bayi) di Kotawaringin Barat. Melalui organisasi profesi yang menaungi seluruh bidan,  Ikatan Bidan Indonesia (IBI), bidan di Kotawaringin Barat bahkan mampu bersaing dengan profesi sekelas dokter.

Page 14: 4 ARTIKEL

Ida Saripudin, salah satu bidan di Pangkalan Banteng, mengatakan salah satu bukti nyata dari peran aktif IBI adalah membantu dalam proses kelahiran ibu. Selain itu, pengadaan buku kesehatan ibu dan anak yang dikenal dengan nama BUKU KIA (Kesehatan Ibu dan Anak) ini juga mampu memberikan dampak yang positif bagi ibu dan anak.“Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan satu–satunya buku untuk keluarga yang berisi informasi dan catatan kesehatan ibu dan anak. Buku KIA disimpan oleh ibu dan digunakan sebagai alat komunikasi dengan petugas kesehatan pada saat ibu atau anak mendapatkan pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan dan nasehat yang diberikan kepada ibu atau anak oleh bidan di BUKU KIA,” jelasnya.Menurut Ida, peran aktif bidan dalam memberikan pelaya-nan kesehatan ibu dan anak meningkatkan kemandirian keluarga dalam memelihara kesehatan ibu dan anak.Dalam keluarga, ibu dan anak merupakan kelompok yang paling rentan dan peka, terhadap berbagai masalah kesehatan, seperti: kejadian kesakitan (morbiditas) dan gangguan gizi (malnutrisi), yang seringkali berakhir de-ngan kecacatan (disabilitas) atau kematian (mortalitas).“Peran aktif IBI untuk pe-ngadaan BUKU KIA secara mandiri merupakan salah satu bukti kepedulian IBI untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, sehingga sasaran MDGs (Tujuan Pembangunan Milenium) tahun 2015 akan tercapai,” ungkapnya. (Sumber: Borneonews, 14 Maret 2011)

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KEBIDANAN DI INDONESIA14:32 Diposkan oleh Bidan Febri 

Perkembangan pelayanan dan pendidikan kebidanan nasional maupun internasional terjadi

begitu cepat. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pelayanan dan pendidikan

kebidanan merupakan hal yang penting untuk dipelajari dan dipahami oleh petugas kesehatan

khususnya bidan yang bertugas sebagai bidan pendidik maupun bidan di pelayanan

Salah satu faktor yang menyebabkan terus berkembangnya pelayanan dan pendidikan

kebidanan adalah masih tingginya mortalitas dan morbiditas pada wanita hamil dan bersalin,

khususnya di negara berkembang dan di negara miskin yaitu sekitar 25-50%. Mengingat hal

Page 15: 4 ARTIKEL

diatas, maka penting bagi bidan untuk mengetahui sejarah perkembangan pelayanan dan

pendidikan kebidanan karena bidan sebagai tenaga terdepan dan utama dalam pelayanan

kesehatan ibu dan bayi diberbagai catatan pelayanan wajib mengikuti perkembangan IPTEK

dan menambah ilmu pengetahuannya melalui pendidikan formal atau non formal dan bidan

berhak atas kesempatan untuk meningkatkan diri baik melalui pendidikan maupun pelatihan

serta meningkatkan jenjang karir dan jabatan yang sesuai.

PELOPOR YANG BEKERJA SAMA DALAM PERKEMBANGAN

KEBIDANAN HIPOKRATES DARI YUNANI THN 460 – 370 SM

Disebut Bapak Pengobatan

1. Menaruh perhatian terhadap kebidanan / keperawatan dan pengobatan

2. Wanita yang bersalin dan nifas mendapatkan pertolongan dan pelayanan selayaknya.

SORANUS THN 98-138 SM BERASAL DARI EFESUS/TURKI Disebut Bapak

Kebidanan 

1. Berpendapat bahwa seorang ibu yang telah melahirkan tidak takut akan hantu atau setan

dan menjauhkan ketahyulan

2. Kemudian diteruskan oleh MOSCION bekas muridnya : meneruskan usahakan dan

menulis buku pelajaran bagi bidan-bidan yang berjudul : KATEKISMUS bagi bidan-bidan

Roma Pengetahuan bidan semakin maju.

Sejarah Perkembangan Pelayanan Dan Pendidikan Kebidanan Di Indonesia

Perkembangan pendidikan dan pelayanan kebidanan di Indonesia tidak terbatas dari masa

penjajahan Belanda, era kemerdekaan, politik/kebijakan pemerintah dalam pelayanan dan

pendidikan tenaga kesehatan, kebutuhan masyarakat serta kemajuan ilmu dan teknologi.

Perkembangan Pelayanan Kebidanan

Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab praktik profesi

bidan dalam system pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan

kaum perempuan khususnya ibu dan anak. Layanan kebidanan yang tepat akan meningkatkan

keamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. Layanan kebidanan/oleh bidan dapat

dibedakan meliputi :

a. Layanan kebidanan primer yaitu layanan yang diberikan sepenuhnya atas tanggung jawab

bidan.

b. Layanan kolaborasi yaitu layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim secara

bersama-sama dengan profesi lain dalam rangka pemberian pelayanan kesehatan.

Page 16: 4 ARTIKEL

c. Layanan kebidanan rujukan yaitu merupakan pengalihan tanggung jawab layanan oleh

bidan kepada system layanan yang lebih tinggi atau yang lebih kompeten ataupun pengambil

alihan tanggung jawab layanan/menerima rujukan dari penolong persalinan lainnya seperti

rujukan.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda, angka kematian ibu dan anak sangat tinggi.

Tenaga penolong persalinan adalah dukun. Pada tahun 1807 (zaman Gubernur Jenderal

Hendrik William Deandels) para dukun dilatih dalam pertolongan persalinan, tetapi keadaan

ini tidak berlangsung lama karena tidak adanya pelatih kebidanan.

Adapun pelayanan kebidanan hanya diperuntukkan bagi orang-orang Belanda yang ada di

Indonesia. Tahun 1849 di buka pendidikan Dokter Jawa di Batavia (Di Rumah Sakit Militer

Belanda sekarang RSPAD Gatot Subroto). Saat itu ilmu kebidanan belum merupakan

pelajaran, baru tahun 1889 oleh Straat, Obstetrikus Austria dan Masland, Ilmu kebidanan

diberikan sukarela. Seiring dengan dibukanya pendidikan dokter tersebut, pada tahun 1851,

dibuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di Batavia oleh seorang dokter militer Belanda

(dr. W. Bosch). Mulai saat itu pelayanan kesehatan ibu dan anak dilakukan oleh dukun dan

bidan.

Pada tahun 1952 mulai diadakan pelatihan bidan secara formal agar dapat meningkatkan

kualitas pertolongan persalinan. Perubahan pengetahuan dan keterampilan tentang pelayanan

kesehatan ibu dan anak secara menyeluruh di masyarakat dilakukan melalui kursus tambahan

yang dikenal dengan istilah Kursus Tambahan Bidan (KTB) pada tahun 1953 di Yogyakarta

yang akhirnya dilakukan pula dikota-kota besar lain di nusantara. Seiring dengan pelatihan

tersebut didirikanlah Balai Kesehatan Ibu dan Anak (BKIA).

Dari BKIA inilah yang akhirnya menjadi suatu pelayanan terintegrasi kepada masyarakat

yang dinamakan Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) pada tahun 1957. Puskesmas

memberikan pelayanan berorientasi pada wilayah kerja. Bidan yang bertugas di Puskesmas

berfungsi dalam memberikan pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk pelayanan keluarga

berencana.

Mulai tahun 1990 pelayanan kebidanan diberikan secara merata dan dekat dengan

masyarakat. Kebijakan ini melalui Instruksi Presiden secara lisan pada Sidang Kabinet Tahun

1992 tentang perlunya mendidik bidan untuk penempatan bidan di desa.

Adapun tugas pokok bidan di desa adalah sebagai pelaksana kesehatan KIA, khususnya

Page 17: 4 ARTIKEL

dalam pelayanan kesehatan ibu hamil, bersalin dan nifas serta pelayanan kesehatan bayi baru

lahir, termasuk. Pembinaan dukun bayi. Dalam melaksanakan tugas pokoknya bidan di desa

melaksanakan kunjungan rumah pada ibu dan anak yang memerlukannya, mengadakan

pembinaan pada Posyandu di wilayah kerjanya serta mengembangkan Pondok Bersalin sesuai

dengan kebutuhan masyarakat setempat.

Hal tersebut di atas adalah pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa. Pelayanan yang

diberikan berorientasi pada kesehatan masyarakat berbeda halnya dengan bidan yang bekerja

di rumah sakit, dimana pelayanan yang diberikan berorientasi pada individu. Bidan di rumah

sakit memberikan pelayanan poliklinik antenatal, gangguan kesehatan reproduksi di

poliklinik keluarga berencana, senam hamil, pendidikan perinatal, kamar bersalin, kamar

operasi kebidanan, ruang nifas dan ruang perinatal.

Titik tolak dari Konferensi Kependudukan Dunia di Kairo pada tahun 1994 yang menekankan

pada reproduktive health (kesehatan reproduksi), memperluas area garapan pelayanan bidan.

Area tersebut meliputi :

1. Safe Motherhood, termasuk bayi baru lahir dan perawatan abortus

2. Family Planning.

3. Penyakit menular seksual termasuk infeksi saluran alat reproduksi

4. Kesehatan reproduksi remaja

5. Kesehatan reproduksi pada orang tua.

Bidan dalam melaksanakan peran, fungsi dan tugasnya didasarkan pada kemampuan dan

kewenangan yang diberikan. Kewenangan tersebut diatur melalui Peraturan Menteri

Kesehatan (Permenkes). Permenkes yang menyangkut wewenang bidan selalu mengalami

perubahan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat dan kebijakan

pemerintah dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. 

Permenkes tersebut dimulai dari :

a. Permenkes No. 5380/IX/1963, wewenang bidan terbatas pada pertolongan persalinan

normal secara mandiri, didampingi tugas lain.

b. Permenkes No. 363/IX/1980, yang kemudian diubah menjadi Permenkes 623/1989

wewenang bidan dibagi menjadi dua yaitu wewenang umum dan khusus ditetapkan bila bidan

meklaksanakan tindakan khusus di bawah pengawasan dokter. Pelaksanaan dari Permenkes

ini, bidan dalam melaksanakan praktek perorangan di bawah pengawasan dokter.

c. Permenkes No. 572/VI/1996, wewenang ini mengatur tentang registrasi dan praktek bidan.

Page 18: 4 ARTIKEL

Bidan dalam melaksanakan prakteknya diberi kewenangan yang mandiri. Kewenangan

tersebut disertai dengan kemampuan dalam melaksanakan tindakan. Dalam wewenang

tersebut mencakup :

- Pelayanan kebidanan yang meliputi pelayanan ibu dan anak.

- Pelayanan Keluarga Berencana

- Pelayanan Kesehatan Masyarakat.

d. Kepmenkes No. 900/Menkes/SK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan revisi dari

Permenkes No. 572/VI/1996

Dalam melaksanakan tugasnya, bidan melakukan kolaborasi, konsultasi dan merujuk sesuai

dengan kondisi pasien, kewenangan dan kemampuannya. Dalam keadaan darurat bidan juga

diberi wewenang pelayanan kebidanan yang ditujukan untuk penyelamatan jiwa. Dalam

aturan tersebut juga ditegaskan bahwa bidan dalam menjalankan praktek harus sesuai dengan

kewenangan, kemampuan, pendidikan, pengalaman serta berdasarkan standar profesi.

Pencapaian kemampuan bidan sesuai dengan Kepmenkes No. 900/2002 tidaklah mudah,

karena kewenangan yang diberikan oleh Departemen Kesehatan ini mengandung tuntutan

akan kemampuan bidan sebagai tenaga profesional dan mandiri.

Perkembangan Pendidikan Kebidanan

Perkembangan pendidikan bidan berhubungan dengan perkembangan pelayanan kebidanan.

Keduanya berjalan seiring untuk menjawab kebutuhan/tuntutan masyarakat akan pelayanan

kebidanan. Yang dimaksud dalam pendidikan ini adalah, pendidikan formal dan non formal.

Pendidikan bidan dimulai pada masa penjajahan Hindia Belanda. Pada tahun 1851 seorang

dokter militer Belanda (Dr. W. Bosch) membuka pendidikan bidan bagi wanita pribumi di

Batavia. Pendidikan ini tidak berlangsung lama karena kurangnyah peserta didik yang

disebabkan karena adaanya larangan atatupun pembatasan bagi wanita untuk keluaran rumah.

Pada tahunan 1902 pendidikan bidan dibuka kembali bagi wanita pribumi di rumah sakit

militer di batavia dan pada tahun 1904 pendidikan bidan bagi wanita indo dibuka di Makasar.

Luluasan dari pendidikan ini harus bersedia untuk ditempatkan dimana saja tenaganya

dibutuhkan dan mau menolong masyarakat yang tidak/kurang mampu secara cuma-cuma.

Lulusan ini mendapat tunjangan dari pemerintah kurang lebih 15-25 Gulden per bulan.

Kemudian dinaikkan menjadi 40 Gulden per bulan (tahun 1922).

Tahun 1911/1912 dimulai pendidikan tenaga keperawatan secara terencana di CBZ (RSUP)

Semarang dan Batavia. Calon yang diterima dari HIS (SD 7 tahun) dengan pendidikan

keperawatan 4 tahun dan pada awalnya hanya menerima peserta didik pria. Pada tahun 1914

Page 19: 4 ARTIKEL

telah diterima juga peserta didik wanita pertama dan bagi perawat wanita yang luluas dapat

meneruskan kependidikan kebidanan selama dua tahun. Untuk perawat pria dapat

meneruskan ke pendidikan keperawatan lanjutan selama dua tahun juga.

Pada tahun 1935-1938 pemerintah Kolonial Belanda mulai mendidik bidan lulusan Mulo

(Setingkat SLTP bagian B) dan hampir bersamaan dibuka sekolah bidan di beberapa kota

besar antara lain Jakarta di RSB Budi Kemuliaan, RSB Palang Dua dan RSB Mardi Waluyo

di Semarang. DI tahun yang sama dikeluarkan sebuah peraturan yang membedakan lulusan

bidan berdasarkan latar belakang pendidikan. Bidan dengan dasar pendidikannya Mulo dan

pendidikan Kebidanan selama tiga tahun tersebut Bidan Kelas Satu (Vreodrouweerste Klas)

dan bidan dari lulusan perawat (mantri) di sebut Bidan Kelas Dua (Vreodrouw tweede klas).

Perbedaan ini menyangkut ketentuan gaji pokok dan tunjangan bagi bidan. Pada zaman

penjajahan Jepang, pemerintah mendirikan sekolah perawat atau sekolah bidan dengan nama

dan dasar yang berbeda, namun memiliki persyaratan yang sama dengan zaman penjajahan

Belanda. Peserta didik kurang berminat memasuki sekolah tersebut dan mereka mendaftar

karena terpaksa, karena tidak ada pendidikan lain.

Pada tahun 1950-1953 dibuka sekolah bidan dari lulusan SMP dengan batasan usia minimal

17 tahun dan lama pendidikan tiga tahun. Mengingat kebutuhan tenaga untuk menolong

persalinan cukup banyak, maka dibuka pendidikan pembantu bidan yang disebut Penjenjang

Kesehatan E atau Pembantu Bidan. Pendidikan ini dilanjutkan sampai tahun 1976 dan setelah

itu ditutup. Peserta didik PK/E adalah lulusan SMP ditambah 2 tahun kebidanan dasar.

Lulusan dari PK/E sebagian besar melanjutkan pendidikan bidan selama dua tahun.

Tahun 1953 dibuka Kursus Tambahan Bidan (KTB) di Yogyakarta, lamanya kursus antara 7

sampai dengan 12 minggu. Pada tahun 1960 KTB dipindahkan ke Jakarta. Tujuan dari KTB

ini adalah untuk memperkenalkan kepada lulusan bidan mengenai perkembangan program

KIA dalam pelayanan kesehatan masyarakat, sebelum lulusan memulai tugasnya sebagai

bidan terutama menjadi bidan di BKIA. Pada tahun 1967 KTB ditutup (discountinued).

Tahun 1954 dibuka pendidikan guru bidan secara bersama-sama dengan guru perawat dan

perawat kesehatan masyarakat di Bandung. Pada awalnya pendidikan ini berlangsung satu

tahun, kemudian menjadi dua tahun dan terakhir berkembang menjadi tiga tahun. Pada awal

tahun 1972 institusi pendidikan ini dilebur menjadi Sekolah Guru Perawat (SGP). Pendidikan

ini menerima calon dari lulusan sekolah perawat dan sekolah bidan.

Page 20: 4 ARTIKEL

Pada tahun 1970 dibuka program pendidikan bidan yang menerima lulusan dari Sekolah

Pengatur Rawat (SPR) ditambah dua tahun pendidikan bidan yang disebut Sekolah

Pendidikan Lanjutan Jurusan Kebidanan (SPLJK). Pendidikan ini tidak dilaksanakan secara

merata diseluruh propinsi. Pada tahun 1974 mengingat jenis tenaga kesehatan menengah dan

bawah sangat banyak (24 kategori), Departemen Kesehatan melakukan penyederhanaan

pendidikan tenaga kesehatan non sarjana. Sekolah bidan ditutup dan dibuka Sekolah Perawat

Kesehatan (SPK) dengan tujuan adanya tenaga multi purpose di lapangan dimana salah satu

tugasnya adalah menolong persalinan normal. Namun karena adanya perbedaan falsafah dan

kurikulum terutama yang berkaitan dengan kemampuan seorang bidan, maka tujuan

pemerintah agar SPK dapat menolong persalinan tidak tercapai atau terbukti tidak berhasil.

Pada tahun 1975 sampai 1984 institusi pendidikan bidan ditutup, sehingga selama 10 tahun

tidak menghasilkan bidan. Namun organisasi profesi bidan (IBI) tetap ada dan hidup secara

wajar.

Tahun 1981 untuk meningkatkan kemampuan perawat kesehatan (SPK) dalam pelayanan

kesehatan ibu dan anak termasuk kebidanan, dibuka pendidikan Diploma I Kesehatan Ibu dan

Anak. Pendidikan ini hanya berlangsung satu tahun dan tidak dilakukan oleh semua institusi.

Pada tahun 1985 dibuka lagi program pendidikan bidan yang disebut (PPB) yang menerima

lulusan SPR dan SPK. Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya dikembalikan kepada

institusi yang mengirim.

Tahun 1989 dibuka crash program pendidikan bidan secara nasional yang memperbolehkan

lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan. Program ini dikenal sebagai

Program Pendidikan Bidan A (PPB/A). Lama pendidikan satu tahun dan lulusannya

ditempatkan di desa-desa. Untuk itu pemerintah menempatkan seorang bidan di tiap desa

sebagai pegawai negeri sipil (PNS Golongan II). Mulai tahun 1996 status bidan di desa

sebagai pegawai tidak tetap (Bidan PTT) dengan kontrak selama tiga tahun dengan

pemerintah, yang kemudian dapat diperpanjang 2 x 3 tahun lagi.

Penempatan BDD ini menyebabkan orientasi sebagai tenaga kesehatan berubah. BDD harus

dipersiapkan dengan sebaik-baiknya tidak hanya kemampuan klinik, sebagai bidan tapi juga

kemampuan untuk berkomunikasi, konseling dan kemampuan untuk menggerakkan

masyarakat desa dalam meningkatkan taraf kesehatan ibu dan anak. Program Pendidikan

Bidan (A) diselenggarakan dengan peserta didik cukup besar. Diharapkan pada tahun 1996

sebagian besar desa sudah memiliki minimal seorang bidan. Lulusan pendidikan ini

Page 21: 4 ARTIKEL

kenyataannya juga tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan seperti yang diharapkan

sebagai seorang bidan profesional, karena lama pendidikan yang terlalu singkat dan jumlah

peserta didik terlalu besar dalam kurun waktu satu tahun akademik, sehingga kesempatan

peserta didik untuk praktek klinik kebidanan sangat kurang, sehingga tingkat kemampuan

yang dimiliki sebagai seorang bidan juga kurang.

Pada tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan Program B yang peserta didiknya dari

lulusan Akademi Perawat (Akper) dengan lama pendidikan satu tahun. Tujuan program ini

adalah untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada Program Pendidikan Bidan A.

Berdasarkan hasil penelitian terhadap kemampuan klinik kebidanan dari lulusan ini tidak

menunjukkan kompetensi yang diharapkan karena lama pendidikan yang terlalu singkat yaitu

hanya setahun. Pendidikan ini hanya berlangsung selama dua angkatan (1995 dan 1996)

kemudian ditutup.

Pada tahun 1993 juga dibuka pendidikan bidan Program C (PPB C), yang menerima masukan

dari lulusan SMP. Pendidikan ini dilakukan di 11 Propinsi yaitu : Aceh, Bengkulu, Lampung

dan Riau (Wilayah Sumatera), Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan

(Wilayah Kalimantan. Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Irian Jaya.

Pendidikan ini memerlukan kurikulum 3700 jam dan dapat diselesaikan dalam waktu enam

semester.

Selain program pendidikan bidan di atas, sejak tahun 1994-1995 pemerintah juga

menyelenggarakan uji coba Pendidikan Bidan Jarak Jauh (Distance learning) di tiga propinsi

yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur. Kebijakan ini dilaksanakan untuk

memperluas cakupan upaya peningkatan mutu tenaga kesehatan yang sangat diperlukan

dalam pelaksanaan peningkatan mutu pelayanan kesehatan. Pengaturan penyelenggaraan ini

telah diatur dalam SK Menkes No. 1247/Menkes/SK/XII/1994

Diklat Jarak Jauh Bidan (DJJ) adalah DJJ Kesehatan yang ditujukan untuk meningkatkan

pengetahuan, sikap dan keterampilan bidan agar mampu melaksanakan tugasnya dan

diharapkan berdampak pada penurunan AKI dan AKB. DJJ Bidan dilaksanakan dengan

menggunakan modul sebanyak 22 buah. Pendidikan ini dikoordinasikan oleh Pusdiklat

Depkes dan dilaksanakan oleh Bapelkes di Propinsi. DJJ Tahap I (1995-1996) dilaksanakan

di 15 Propinsi, pada tahap II (1996-1997) dilaksanakan di 16 propinsi dan pada tahap III

(1997-1998) dilaksanakan di 26 propinsi. Secara kumulatif pada tahap I-III telah diikuti oleh

6.306 orang bidan dan sejumlah 3.439 (55%) dinyatakan lulus.

Page 22: 4 ARTIKEL

Pada tahap IV (1998-1999) DJJ dilaksanakan di 26 propinsi dengan jumlah tiap propinsinya

adalah 60 orang, kecuali Propinsi Maluku, Irian Jaya dan Sulawesi Tengah masing-masing

hanya 40 orang dan Propinsi Jambi 50 orang. Dari 1490 peserta belum diketahui berapa

jumlah yang lulus karena laporan belum masuk. Selain pelatihan DJJ tersebut pada tahun

1994 juga dilaksanakan pelatihan pelayanan kegawat daruratan maternal dan neonatal (LSS =

Life Saving Skill) dengan materi pembelajaran berbentuk 10 modul. Koordinatornya adalah

Direktorat Kesehatan Keluarga Ditjen Binkesmas.

Sedang pelaksanaannya adalah Rumah sakit propinsi/kabupaten. Penyelenggaraan ini dinilai

tidak efektif ditinjau dari proses. Pada tahun 1996, IBI bekerja sama dengan Departemen

Kesehatan dan American College of Nurse Midwive (ACNM) dan rumah sakit swasta

mengadakan Training of Trainer kepada anggota IBI sebanyak 8 orang untuk LSS, yang

kemudian menjadi tim pelatih LSS inti di PPIBI. Tim pelatih LSS ini mengadakan TOT dan

pelatihan baik untuk bidan di desa maupun bidan praktek swasta. Pelatihan praktek

dilaksanakan di 14 propinsi dan selanjutnya melatih bidan praktek swasta secara swadaya,

begitu juga guru/dosen dari D3 Kebidanan. 1995-1998, IBI bekerja sama langsung dengan

Mother Care melakukan pelatihan dan peer review bagi bidan rumah sakit, bidan Puskesmas

dan bidan di desa di Propinsi Kalimantan Selatan.

Pada tahun 2000 telah ada tim pelatih Asuhan Persalinan Normal (APN) yang

dikoordinasikan oleh Maternal Neonatal health (MNH) yang sampai saat ini telah melatih

APN di beberapa propinsi/kabupaten. Pelatihan LSS dan APN tidak hanya untuk pelatihan

pelayanan tetapi juga guru, dosen-dosen dari Akademi Kebidanan. Selain melalui pendidikan

formal dan pelatihan, utnuk meningkatkan kualitas pelayanan juga diadakan seminar dan

Lokakarya organisasi. Lokakarya organisasi dengan materi pengembangan organisasi

(Organization Development = OD) dilaksanakan setiap tahun sebanyak dua kali mulai tahun

1996 sampai 2000 dengan biaya dari UNICEP.

Tahun 2000 Keputusan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan tentang D-IV Kebidanan di FK

UGM,FK UNPAD Tahun 2002 di FK USU. Tahun 2005 Keputusan Mentri Pendidikan dan

Kebudayaan tentang S2 Kebidanan di FK UNPAD.