Page 1
Universitas Kristen Petra
48
4. ANALISA DAN HASIL
4.1. Gambaran Umum Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah merek smartphone buatan Indonesia,
antara lain Nexian, Evercoss, Advan, Smartfren, Mito, dan Polytron.
1. Nexian
Nexian berdiri pada November 2006. Merek lokal ini awalnya dimiliki
oleh PT. Metrotech Jaya Komunika dan kemudian diakuisisi oleh Selular Group.
Pada tahun 2011, Nexian kembali diakuisisi oleh grup perusahaan asal Singapura,
yaitu Si2i, yang ingin memperkuat keunggulan kompetitif di Indonesia melalui
merek lokal.
Gambar 4.1. Logo Nexian
Beberapa penghargaan yang pernah didapat oleh Nexian adalah sebagai
berikut :
§ Product of the Year 2011 - Nexian She (NX-G788).
§ Golden Ring Award 2011 - Most Favourite Local Brand and Best
Innovative Local Brand.
§ Word of Mouth Marketing (WOMM) Award 2011 - Best Local Brand.
§ Seluler Award 2010 - The Best Local Brand and the Best Favourite Music
Concept.
§ Golden Ring Award 2010 - The Best Local Brand 2010.
§ Golden Ring Award 2009 - The Most Favourite Local Brand.
2. Evercoss
Evercoss adalah merek yang sebelumnya bernama Cross Mobile Phone.
Perubahan nama ini bertujuan agar smartphone yang diproduksi dapat dipasarkan
di seluruh wilayah Indonesia hingga ke taraf internasional khususnya kawasan
Asia Tenggara. Pemilik merek Evercoss adalah PT. Aries Indo Global. Pabrik
Page 2
Universitas Kristen Petra
49
Evercoss berlokasi di Semarang, Jawa Tengah. Evercoss memiliki visi yaitu
memperkaya hidup melalui Teknologi Informasi dan Komunikasi yang
bermanfaat.
Beberapa penghargaan yang pernah didapat oleh Evercoss adalah sebagai
berikut :
§ “The Best Local Tablet” - Indonesia Cellular Awards 2015.
§ “Most Valuable Smartphone” - Selular Awards 2015.
§ “Bronze Winner in Feature Phone Category” – Indonesia Wow Brand
2015.
Gambar 4.2. Logo Evercoss
3. Advan
Pada November 2007, Advan didirikan di Jakarta dengan nama PT.
Indocomtech. Pabrik Advan berlokasi di Semarang, Jawa Tengah. Selain
smartphone, Advan juga meghasilkan produk lain yaitu TV Plasma, Notebook,
Deskbook, Tablet PC, dan aksesoris digital seperti speaker, USB, Flash Disk,
Mp3, Mp4, UPS, dan sebagainya. Visi dari Advan adalah menjadi perusahaan
teknologi informasi Indonesia dengan merek dan produk terdepan.
Pada tahun 2015, smartphone Advan mendapatkan market share sebesar
9,6% yang merupakan urutan keempat penjualan smartphone di Indonesia.
Beberapa penghargaan yang pernah didapat oleh Advan adalah sebagai berikut :
§ 2014 - Editor's Choice Tabloid Pulsa.
§ 2014 - Market Leader & Trend penjualan Tablet PC di Indonesia IDC
Quartal 2.
§ 2013 - “The Most Favourite Brand” Indonesia Netizen Brand Champion
dari majalah Marketeers.
§ 2012 - Majalah SWA WOM.
§ 2012 - Best Technical Support dari Tabloid Sinyal Awards.
§ 2011 - Tablet Terinovatif dari PC Plus Awards.
§ 2011 - Tablet Terlengkap dari PC Plus Awards.
Page 3
Universitas Kristen Petra
50
§ 2011 - Fantastic Gadget Tabloid Teleplus.
§ 2010 - 1st Indonesia Brand kategori Notebook (IDC survey Q2,Q3).
Gambar 4.3. Logo Advan
4. Smartfren
PT. Smartfren Telecom, Tbk (Smartfren) awalnya bernama PT. Mobile-8
Telecom, Tbk (Mobile-8) sebelum bulan April 2011. Perusahaan ini awalnya
dimiliki oleh PT. Global Mediacom, Tbk. Namun akibat krisis finansial dan
penurunan penjualan produk, maka perusahaan ini diakuisisi oleh Sinar Mas
Group pada bulan November 2011.
PT Smartfren Telecom Tbk merupakan salah satu perusahaan penyedia
layanan telekomunikasi terdepan di Indonesia untuk segmen ritel dan
korporat. Smartfren mulai beroperasi di Indonesia sejak tahun 2011. Pada tahun
2015 Smartfren berinovasi dengan meluncurkan layanan 4G LTE Advanced
pertama di Indonesia sekaligus menjadi operator 4G terdepan yang memiliki
jangkauan 4G LTE terluas di Indonesia saat ini.
Di awal tahun 2016, Smartfren kembali mencetak sejarah sebagai
perusahaan telekomunikasi pertama di Indonesia yang menyediakan layanan
Voice over LTE (VoLTE secara komersial). Serta menjadi perusahaan
komunikasi yang memiliki jaringan 4G LTE Advanced terluas di Indonesia. Visi
dari Smartfren adalah menjadi operator telekomunikasi terdepan yang mampu
memberikan layanan telekomunikasi terbaik bagi seluruh pelanggan, melakukan
inovasi dan memberikan kualitas pelayanan dengan harga yang terjangkau untuk
masyarakat Indonesia.
Beberapa penghargaan yang pernah didapat oleh Smartfren adalah sebagai
berikut :
§ 2015 - Operator Selular Terbaik “The Best 4G Service Provider” dalam
Golden Rind Award 2015.
§ 2012 - “The Best Buy Phone” pada Indonesia Cellular Award 2012.
Page 4
Universitas Kristen Petra
51
§ 2012 - “The Best CDMA Phone” pada Indonesia Cellular Award 2012.
§ 2012 - “The Best Operator CDMA” pada Indonesia Cellular Award 2012.
§ 2011 - Penghargaan “Call Center Service Excellence Award 2011”.
§ 2011 - Top Brand Award 2011 dalam kategori Internet Service Provider
Mobile.
§ 2010 - Penghargaan Broadband Award untuk kategori Best CDMA
Broadband Operator.
§ 2010 - Gadget Award untuk kategori Best Internet Service Provider.
Gambar 4.4. Logo Smartfren
5. Mito
Mito Mobile merupakan vendor lokal yang berdiri pada tahun 2006
dengan nama perusahaan PT. Maju Express Indonesia. Pabrik Mito berlokasi di
Tangerang, Jawa Barat. Pada tahun 2015, Mito bekerja sama dengan Google
dalam mengembangkan Android One. Smartphone murah yang membidik segmen
pengguna dinegara berkembang ini diberi nama Mito Impact Android One.
Beberapa penghargaan yang pernah didapat oleh Smartfren adalah sebagai
berikut :
§ 2014 - “Best Camera Phone for Local Brand” pada Golden Ring Award
2014.
§ 2014 – “The Most Innovative Smartphone for Local Brand” pada Golden
Ring Award 2014.
Gambar 4.5. Logo Mito
Page 5
Universitas Kristen Petra
52
6. Polytron
Polytron adalah perusahaan Indonesia yang bergerak di bidang elektronik.
Polytron didirikan pada 18 September 1975 di Kudus dengan nama PT.
Indonesian Electronic & Engineering, yang kemudian berubah nama menjadi PT.
Hartono Istana Electronic, lalu merger dan menjadi PT. Hartono Istana Teknologi.
Visi Polytron adalah berkomitmen untuk meraih dan menjaga prestasi terbaik,
untuk membuat dan memasarkan produk elektronik berteknologi tinggi dan
canggih dengan desain yang bercita rasa seni tinggi serta kualitas performa yang
luar biasa untuk memuaskan kosumen setianya.
Polytron mulai memasuki pasar telepon seluler sejak tahun 2013. Untuk
memperbesar penggunaan material lokal dalam smartphone buatannya, Polytron
mengembangkan Operating System Fira sebagai pengganti Android yang selama
ini dipakai.
Beberapa penghargaan yang pernah didapat oleh Smartfren adalah sebagai
berikut :
§ 2016 - Penghargaan “Best Local Smartphone with Premium Design dari
Tabloid Pulsa Editor’s Choice.
§ 2014 – “The Most Valuable Smartphone” pada Golden Ring Award 2014.
Gambar 4.6. Logo Polytron
4.2. Gambaran Umum Responden
Penelitian dilakukan terhadap pengguna smartphone buatan Indonesia
dengan merek Nexian, Evercoss, Advan, Smartfren, Mito, Polytron. Peneliti
menyebar kuesioner kepada pengunjung dan penjaga toko di beberapa pusat
perbelanjaan dengan segmen menengah ke bawah, area perkantoran, dan tempat
makan di Surabaya. Sebanyak 217 kuesioner berhasil didapatkan dan setelah di
screening, sebanyak 200 kuesioner memenuhi syarat dan dapat digunakan dalam
penelitian ini. Data mengenai profil responden akan dipaparkan berdasarkan usia,
Page 6
Universitas Kristen Petra
53
merek smartphone yang digunakan, jenis kelamin, dan penghasilan per bulan.
Selanjutnya, akan dipaparkan hasil survei terhadap perilaku responden mengenai
merek smartphone yang masih ingin digunakan di masa depan, pengetahuan
tentang asal smartphone yang mereka gunakan, dan kesediaan membeli jika ada
smartphone buatan Indonesia.
4.2.1. Karakteristik Responden Berdasarkan Usia
Karakteristik responden berdasarkan usia dapat dilihat pada tabel di bawah
ini.
Tabel 4.1. Distribusi Usia Responden
No Usia Jumlah Persentase (%)
1 17-24 tahun 113 56,50% 2 25-35 tahun 62 31,00% 3 36-50 tahun 21 10,50% 4 51-60 tahun 4 2,00%
TOTAL 200 100% Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.1 mengenai distribusi usia responden, diketahui
bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini berumur 17-24 tahun, yaitu
sebanyak 56,50%. Kemudian diikuti responden berumur 25-35 tahun sebanyak
31,00%, reponden berumur 36-50 tahun sebanyak 10,50%, dan responden
berumur 51-60 sebanyak 2,00%. Dari data tersebut menunjukkan bahwa
smartphone buatan Indonesia ini dapat diterima oleh kalangan rentang usia 17-60
tahun dengan pengguna terbanyak adalah anak muda dengan rentang usia 17-24
tahun. Umumnya responden pada usia 17-24 tahun menggunakan smartphone
untuk bermain game, social media, dan internet. Responden pada usia 17-24
memiliki kecenderungan aktif menggunakan internet, hal ini ditunjukkan melalui
survei oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) dimana
berdasarkan usia pengguna, mayoritas pengguna internet di Indonesia adalah
berusia 18-25 tahun dengan persentase sebesar 49,00%. Artinya, segmen
pengguna internet terbesar di Indonesia adalah termasuk kategori digital natives.
Digital natives merupakan generasi yang terlahir setelah tahun 1980. Sedangkan
Page 7
Universitas Kristen Petra
54
pengguna internet yang berusia 26-35 tahun mencapai 33,80%, disusul dengan
usia 35-45 tahun sebanyak 14,60%, dan sisanya diatas usia 45 tahun.
4.2.2. Karakteristik Responden Berdasarkan Merek Smartphone yang
Digunakan
Karakteristik responden berdasarkan merek smartphone yang digunakan
dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.2. Distribusi Merek Smartphone yang Digunakan oleh Responden
No Merek Smartphone yang Digunakan Jumlah Persentase (%)
1 Nexian 27 13,50% 2 Evercoss 36 18,00% 3 Advan 34 17,00% 4 Smartfren 46 23,00% 5 Mito 30 15,00% 6 Polytron 27 13,50%
TOTAL 200 100% Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.2 mengenai distribusi merek smartphone yang
digunakan oleh responden, diketahui bahwa merek yang paling banyak digunakan
respoden dalam penelitian ini adalah Smartfren sebanyak 23,00%, kemudian
diikuti Evercoss dengan persentase 18,00%, Advan sebanyak 17%, Mito sebanyak
15%, Mito dan Polytron masing-masing sebanyak 13,50%. Dari data tersebut
dapat dilihat bahwa Smartfren merupakan merek smartphone yang paling banyak
digunakan, karena Smartfren merupakan merek yang sudah lama dibandingkan
merek lainnya dan merek Smartfren ini memiliki reputasi yang baik melalui
ponsel CDMA-nya yang unggul pada saat itu sehingga merek Smartfren ini
melekat di benak konsumen.
4.2.3. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada tabel
di bawah ini.
Page 8
Universitas Kristen Petra
55
Tabel 4.3. Distribusi Jenis Kelamin Responden
No Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%)
1 Pria 118 59,00% 2 Wanita 82 41,00%
TOTAL 200 100% Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.3 mengenai distribusi jenis kelamin responden,
diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini adalah pria dengan
persentase sebesar 59,00%, kemudian diikuti dengan responden wanita dengan
persentase sebesar 41,00%. Hal ini disebabkan pada saat penyebaran kuesioner,
peneliti lebih mudah menemukan responden pria. Jumlah persentase yang relatif
sama ini menunjukkan bahwa smartphone merek lokal Indonesia dapat diterima
baik oleh pria maupun wanita.
4.2.4. Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan Per Bulan
Karakteristik responden berdasarkan penghasilan per bulan dapat dilihat
pada tabel di bawah ini.
Tabel 4.4. Distribusi Penghasilan Per Bulan Responden
No Penghasilan per bulan Jumlah Persentase (%)
1 ≤ Rp. 3.000.000,- 113 56,50% 2 Rp. 3.000.001 s/d Rp. 5.000.000,- 80 40,00% 3 Rp. 5.000.001 s/d Rp. 10.000.000,- 6 3,00% 4 ≥ Rp. 10.000.000,- 1 0,50%
TOTAL 200 100% Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.4 mengenai penghasilan per bulan responden,
diketahui bahwa mayoritas responden dalam penelitian ini memiliki penghasilan
per bulan kurang dari Rp. 3.000.000,- yaitu sebanyak 56,50%. Hal ini
menggambarkan bahwa mayoritas konsumen yang membeli smartphone buatan
Indonesia adalah segmen menengah ke bawah. Harga smartphone buatan
Page 9
Universitas Kristen Petra
56
Indonesia sangat terjangkau sekitar Rp. 2.000,000,- s/d 3.000.000,- paling mahal,
tentu sesuai dengan kondisi keuangan mereka. Hal ini sesuai dengan penghasilan
masyarakat Indonesia yang mayoritas memiliki pendapatan rata-rata kurang lebih
sebesar US$ 3.346,5 per tahun atau sekitar Rp. 4.000.000,- per bulan.
4.2.5. Perilaku Responden Berdasarkan Merek Smartphone yang Masih
Ingin Digunakan di Masa Mendatang
Perilaku responden berdasarkan merek smartphone yang masih ingin
digunakan di masa mendatang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.5. Distribusi Perilaku Responden Berdasarkan Merek Smartphone
yang Masih Ingin Digunakan di Masa Mendatang
No Merek Smartphone yang Masih Ingin Digunakan Jumlah Persentase (%)
1 Nexian 3 1,50% 2 Evercoss 41 20,50% 3 Advan 52 26,00% 4 Smartfren 71 35,50% 5 Mito 9 4,50% 6 Polytron 24 12,00%
TOTAL 200 100% Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.5 mengenai perilaku responden berdasarkan merek
smartphone yang masih ingin digunakan di masa mendatang, diketahui bahwa
pesentase responden yang masih ingin menggunakan Smartfren adalah yang
terbesar, yaitu sebanyak 35,50%. Kemudian diikuti dengan responden yang ingin
menggunakan smartphone Advan sebanyak 26,00%, Evercoss sebanyak 20,50%,
Polytron sebanyak 12,00%, Mito sebanyak 4,50%, dan Nexian sebanyak 1,50%.
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa mayoritas konsumen masih menyukai
smartphone dengan merek Smartfren.
Page 10
Universitas Kristen Petra
57
4.2.6. Perilaku Responden Berdasarkan Pengetahuan Mengenai Asal Merek
Perilaku responden berdasarkan pengetahuan mengenai asal merek
smartphone yang digunakan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.6. Distribusi Perilaku Responden Berdasarkan Pengetahuan
Mengenai Asal Merek
No Asal Merek Jumlah Persentase (%)
1 Amerika 5 2,50% 2 Taiwan 10 5,00% 3 Korea 7 3,50% 4 Indonesia 74 37,00% 5 Cina 101 50,50% 6 Lainnya 3 1,50%
TOTAL 200 100% Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.6 mengenai pengetahuan responden mengenai asal
merek smartphone Nexian / Evercoss / Advan / Smartfren / Mito / Polytron yang
mereka gunakan, hanya 37,00% yang mengetahui bahwa Indonesia adalah negara
asalnya. Sementara sisanya tidak mengetahui bahwa Indonesia adalah negara asal
dari merek-merek ini. Di antaranya sebanyak 50,50% responden mengatakan
bahwa merek-merek ini berasal dari Cina. Hal ini membuktikan bahwa kurangnya
brand awareness masyarakat terhadap merek-merek smartphone buatan
Indonesia.
4.2.7. Perilaku Responden Berdasarkan Kesediaan Membeli Smartphone
Buatan Indonesia
Perilaku responden berdasarkan kesediaan membeli smartphone buatan
Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Page 11
Universitas Kristen Petra
58
Tabel 4.7. Distribusi Perilaku Responden Berdasarkan Kesediaan Membeli
Smartphone Buatan Indonesia
No Kesediaan Membeli Jumlah Persentase (%)
1 Bersedia 130 65,00% 2 Tidak Bersedia 70 35,00%
TOTAL 200 100% Sumber : Data diolah (2017)
Dari Tabel 4.7 mengenai kesediaan responden untuk membeli smartphone
buatan Indonesia, dapat dilihat bahwa 65,00% responden bersedia membeli
smartphone buatan Indonesia, dan sisanya 35,00% responden tidak bersedia
membeli smartphone buatan Indonesia. Rata-rata responden yang bersedia
membeli smartphone buatan Indonesia karena smartphone buatan Indonesia
harganya terjangkau, responden cinta akan produk lokal Indonesia, dan mereka
bersedia apabila kualitas dan fiturnya setara dengan merek luar negeri.
Selanjutnya, rata-rata responden yang tidak bersedia membeli smartphone buatan
Indonesia karena kualitasnya dan performanya kurang baik, ada smartphone
dengan merek luar negeri yang menawarkan harga yang jauh tidak berbeda
dengan smartphone buatan Indonesia, tidak inovatif (model, fitur, dan lainnya
meniru produk smartphone buatan luar negeri).
4.3. Analisa Statistik Deskriptif
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 4 variabel yaitu
Brand Innovativeness (BI), Perceived Quality (PQ), Brand Awareness (BA), dan
Brand Loyalty (BL). Kuesioner yang digunakan terdiri dari 16 pernyataan dengan
rincian 3 pernyataan untuk pengukuran variabel brand innovativeness, 7
pernyataan untuk pengukuran variabel perceived quality, 3 pernyataaan untuk
pengukuran variabel brand awareness, dan 3 pernyataan untuk pengukuran
variabel brand loyalty. Dalam pengukuran, digunakan skala likert dengan rentang
satu (1) sampai lima (5). STS (Sangat Tidak Setuju) dengan nilai satu (1), TS
(Tidak Setuju) dengan nilai dua (2), N (Netral) dengan nilai tiga (3), S (Setuju)
dengan nilai empat (4), SS (Sangat Setuju) dengan nilai lima (5). Responden
Page 12
Universitas Kristen Petra
59
diminta untuk memberikan penilaian pada pernyataan-pernyataan terhadap
kesesuaian dengan kondisi yang terjadi. Deskripsi jawaban responden pada
masing-masing variabel penelitian akan dipaparkan berdasarkan nilai rata-rata
(mean). Kategorisasi nilai mean yang digunakan yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.8. Kategorisasi Mean Jawaban Responden
Mean Kategori
1,00 - 1,80 Sangat Rendah
1,81 - 2,60 Rendah
2,61 - 3,40 Cukup
3,41 - 4,20 Tinggi
4,21 - 5,00 Sangat Tinggi Sumber : Durianto, Sugiarto, & Sitinjak (2001)
4.3.1. Analisa Statistik Deskriptif Variabel Brand Innovativeness
Variabel brand innovativeness (BI) diukur dengan tiga indikator yang
setiap indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut adalah data tanggapan
responden dan indeks persepsi responden terhadap brand innovativeness.
Tabel 4.9. Indeks Persepsi Responden terhadap Variabel Brand
Innovativeness
No Pernyataan BTB TTB Mean SD
BI1 Merek smartphone lokal Indonesia inovatif (sering meluncurkan produk dan ide-ide baru)
23,50% 41,00% 3,215 0,982
BI2 Merek smartphone lokal Indonesia menggunakan teknologi tercanggih 24,50% 33,50% 3,105 1,034
BI3 Merek lokal Indonesia memperkenalkan produk smartphone yang berbeda dari pesaingnya
28,00% 31,50% 3,080 1,014
Average 3,133 1,010 Sumber : Data diolah (2017)
Page 13
Universitas Kristen Petra
60
BTB (Bottom Two Boxes) merupakan besaran persentase dua nilai
terbawah yang ditunjukkan melalui jumlah responden yang memilih nilai satu (1)
untuk STS (Sangat Tidak Setuju) dan nilai dua (2) untuk TS (Tidak Setuju).
Sedangkan TTB (Top Two Boxes) merupakan besaran persentase dua nilai teratas
yang ditunjukkan melalui jumlah responden yang memilih nilai empat (4) untuk S
(Setuju) dan nilai lima (5) untuk SS (Sangat Setuju). N (Netral) merupakan
besaran persentase yang memilih nilai tiga (3) untuk N (Netral).
Berdasarkan Tabel 4.9 mengenai indeks persepsi responden terhadap
variabel brand innovativeness, diketahui rata-rata nilai mean dari variabel brand
innovativeness adalah 3,133. Nilai mean ini menunjukkan bahwa responden
memiliki gambaran yang atau kesan yang kurang baik mengenai merek
smartphone buatan Indonesia, terbukti dari kategorisasi mean berdasarkan
Durianto et al., (2001), bahwa nilai mean 2,61 - 3,40 tergolong dalam kategori
cukup.
Indikator yang memberikan kontribusi terbesar pada variabel brand
innovativeness ini adalah BI1 yang memiliki nilai mean sebesar 3,215, yang
kemudian diikuti dengan BI2 dengan nilai mean sebesar 3,105. Sedangkan
indikator yang memberikan kontribusi terendah pada variabel brand
innovativeness adalah BI3 dengan nilai mean sebesar 3,080. Dari hasil tersebut
dapat disimpulkan bahwa kesan pengguna smartphone buatan Indonesia terhadap
kemampuan merek smartphone lokal Indonesia dalam berinovasi, kecanggihan
teknologi yang dimiliki merek smartphone lokal Indonesia, kemampuan merek
lokal Indonesia dalam menghasilkan smartphone yang berbeda (diferensiasi) dari
pesaingnya masih kurang baik. Hal-hal ini membuat kesan pengguna smartphone
terhadap brand innovativeness merek smartphone lokal Indonesia menjadi kurang
baik.
4.3.2. Analisa Statistik Deskriptif Variabel Perceived Quality
Variabel perceived quality (PQ) diukur dengan tujuh indikator yang setiap
indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut ini adalah data tanggapan responden
dan indeks persepsi responden terhadap variabel perceived quality.
Page 14
Universitas Kristen Petra
61
Tabel 4.10. Indeks Persepsi Responden terhadap Variabel Perceived Quality
No Pernyataan BTB TTB Mean SD
PQ1 Performa smartphone merek buatan Indonesia baik 21,00% 42,50% 3,225 1,005
PQ2 Smartphone merek buatan Indonesia memiliki fitur yang lengkap 18,50% 42,00% 3,290 0,965
PQ3 Smartphone merek buatan Indonesia sesuai dengan spesifikasinya 14,50% 49,50% 3,405 0,892
PQ4 Smartphone merek buatan Indonesia kinerjanya konsisten 24,00% 36,50% 3,190 0,943
PQ5 Smartphone merek buatan Indonesia tahan lama 38,50% 23,50% 2,860 1,085
PQ6 Smartphone merek buatan Indonesia mudah perbaikannya 13,50% 52,50% 3,495 1,032
PQ7 Smartphone merek buatan Indonesia berkualitas 26,00% 26,50% 3,015 1,005
Average 3,123 1,041 Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.10 mengenai indeks persepsi responden terhadap
variabel perceived quality, diketahui rata-rata nilai mean dari variabel perceived
quality adalah 3,123. Nilai mean yang rendah ini menunjukkan bahwa persepsi
pengguna smartphone terhadap keseluruhan kualitas dan keunggulan suatu
produk smartphone buatan Indonesia masih kurang baik. Indikator dengan nilai
mean terbesar adalah PQ6 dengan nilai mean sebesar 3,495 tergolong dalam
kategorisasi tinggi, dengan kata lain responden menilai bahwa smartphone merek
buatan Indonesia mudah perbaikannya, ditunjukkan dengan adanya beberapa
service centre yang tersebar di beberapa wilayah. Dari beberapa indikator
perceived quality, indikator PQ5 (nilai mean = 2,860) memiliki nilai mean yang
paling rendah dibandingkan indikator lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
responden menilai bahwa smartphone merek buatan Indonesia tidak tahan lama
atau dapat dikatakan mudah rusak. Penilaian ini memberikan pengaruh terbesar
pada kurang baiknya persepsi pengguna smartphone terhadap keseluruhan
kualitas atau keunggulan suatu produk smartphone buatan Indonesia.
Page 15
Universitas Kristen Petra
62
4.3.3. Analisa Statistik Deskriptif Variabel Brand Awareness
Variabel brand awareness (BA) diukur dengan tiga indikator yang setiap
indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut ini adalah data tanggapan responden
dan indeks persepsi responden terhadap variabel brand awareness.
Tabel 4.11. Indeks Persepsi Responden terhadap Variabel Brand Awareness
No Pernyataan BTB TTB Mean SD
BA1 Nama merek smartphone buatan Indonesia mudah dikenal 21,50% 43,50% 3,265 1,010
BA2 Logo merek smartphone buatan Indonesia mudah dikenal 24,50% 43,50% 3,235 1,061
BA3
Merek Nexian / Evercoss / Advan / Smartfren / Mito / Polytron saya ingat pertama kali dibandingkan merek lainnya dalam kategori produk smartphone
40,00% 33,00% 2,955 1,175
Average 3,152 1,082 Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.11 mengenai indeks persepsi responden terhadap
variabel brand awareness, diketahui bahwa rata-rata nilai mean dari variabel
brand awareness adalah 3,152. Indikator BA1 memiliki nilai mean tertinggi
dengan nilai mean sebesar 3,265. Sedangkan indikator yang memiliki nilai mean
terendah adalah indikator BA3 dengan nilai mean sebesar 2,955. Nilai mean yang
rendah ini menunjukkan bahwa mayoritas pengguna smartphone yang menjadi
responden pada penelitian ini tidak mampu mengenali atau mengingat kembali
merek smartphone buatan Indonesia. Hal ini terjadi karena mayoritas responden
tidak tahu bahwa merek smartphone yang mereka gunakan adalah buatan
Indonesia. Ditunjukkan pada Tabel 4.6 bahwa hanya 37,00% responden yang
mengetahui bahwa merek smartphone yang mereka gunakan adalah buatan
Indonesia, sedangkan mayoritas sebanyak 50,50% responden menganggap merek
smartphone yang mereka gunakan adalah buatan Cina, dan sisanya menganggap
buatan negara lain.
Page 16
Universitas Kristen Petra
63
4.3.4. Analisa Statistik Deskriptif Variabel Brand Loyalty
Variabel brand loyalty (BL) diukur dengan tiga indikator yang setiap
indikatornya memiliki nilai berbeda. Berikut ini adalah data tanggapan responden
dan indeks persepsi responden terhadap variabel brand loyalty.
Tabel 4.12. Indeks Persepsi Responden terhadap Variabel Brand Loyalty
No Pernyataan BTB TTB Mean SD
BL1 Saya ingin membeli kembali smartphone merek buatan Indonesia 21,50% 36,00% 3,170 0,962
BL2 Saya merekomendasikan smartphone merek buatan Indonesia pada orang lain 23,50% 37,00% 3,155 1,061
BL3 Saya berani membayar lebih untuk smartphone buatan Indonesia dibandingkan merek lainnya
40,50% 19,50% 2,750 1,041
Average 3,025 1,021 Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.12 mengenai indeks persepsi responden terhadap
variabel brand loyalty, dapat dilihat bahwa rata-rata nilai mean dari variabel
brand loyalty adalah 3,025. Nilai mean tersebut termasuk dalam kategori cukup,
menunjukkan bahwa kurangnya loyalitas pengguna smartphone terhadap merek
smartphone buatan Indonesia. Indikator yang memiliki nilai mean terbesar adalah
BL1 dengan nilai mean sebesar 3,170, diikuti dengan BL2 dengan nilai mean
sebesar 3,155, dan BL3 dengan nilai mean yang paling rendah sebesar 2,750.
Dapat dilihat bahwa pengguna smartphone tidak ingin membayar lebih
smartphone buatan Indonesia dibandingkan dengan merek lainnya, hal ini
dikarenakan pengguna smartphone lebih tertarik untuk membeli smartphone
merek luar negeri.
4.4. Analisa Structural Equation Modeling (SEM) dengan Partial Least
Square (PLS)
4.4.1. Evaluasi Outer Model
Outer model merupakan suatu model pengukuran yang digunakan untuk
menilai validitas dan realibilitas model. Uji validitas dilakukan untuk mengetahui
Page 17
Universitas Kristen Petra
64
kemampuan instrumen penelitian mengukur apa yang seharusnya diukur.
Sedangkan uji realibilitas digunakan untuk mengukur konsistensi alat ukur dalam
mengukur suatu konsep atau dapat juga digunakan untuk mengukur konsistensi
responden dalam menjawab item pertanyaan dalam kuesioner atau instrumen
penelitian (Jogiyanto & Abdillah, 2009).
4.4.1.1.Uji Validitas
Terdapat dua jenis pengujian validitas pada PLS, yaitu validitas konvergen
dan validitas diskriminan.
a. Validitas Konvergen
Validitas konvergen berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur dari
suatu konstruk seharusnya berkorelasi tinggi. Uji validitas konvergen dinilai
berdasarkan pada loading factor dan nilai average variance extracted (AVE).
Menurut Hair et al., (2010), loading factor > 0,5 dianggap signifikan
secara praktikal. Nilai loading factor dari masing-masing indikator dari setiap
variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.13. Nilai Outer Loadings (Measurement Model)
BA BI BL PQ
BA.1 0,854 BA.2 0,883 BA.3 0,772 BI.1 0,832 BI.2 0,847 BI.3 0,877 BL.1 0,904 BL.2 0,880 BL.3 0,860 PQ.1 0,813 PQ.2 0,811 PQ.3 0,834 PQ.4 0,836 PQ.5 0,725 PQ.6 0,649 PQ.7 0,804
Sumber : Data diolah (2017)
Page 18
Universitas Kristen Petra
65
Berdasarkan nilai outer loadings pada Tabel 4.13, dapat dilihat bahwa
semua nilai loading factor indikator dari setiap variabel lebih besar dari 0,5
sehingga dapat dikatakan bahwa indikator-indikator pada variabel penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini valid.
Nilai loading factor tertinggi dari variabel brand innovativeness terdapat
pada indikator BI3, yaitu merek lokal Indonesia memperkenalkan produk
smartphone yang berbeda dari pesaingnya, dengan nilai sebesar 0,877, sehingga
dapat dikatakan bahwa indikator BI3 ini memiliki validitas tertinggi. Hal ini
berarti bahwa BI3 merupakan indikator yang paling dapat menggambarkan atau
membentuk variabel brand innovativeness. Untuk membentuk brand
innovativeness yang baik, kesan terhadap kemampuan merek smartphone buatan
Indonesia dalam memperkenalkan produk smartphone yang berbeda dari
pesaingnya merupakan hal yang paling penting untuk dibangun. Nilai mean yang
dimiliki oleh indikator BI3 ini adalah sebesar 3,080, menunjukkan bahwa
indikator ini belum optimal. Oleh karena itu, kesan terhadap diferensiasi produk
smartphone dengan merek buatan Indonesia harus ditingkatkan agar brand
innovativeness dapat meningkat.
Nilai loading factor tertinggi dari variabel perceived quality terdapat pada
indikator PQ4, yaitu penilaian konsumen terhadap konsistensi kinerja smartphone
merek buatan Indonesia, dengan nilai sebesar 0,836, sehingga dapat dikatakan
bahwa indikator ini memiliki validitas tertinggi. Hal ini menunjukkan bahwa PQ4
adalah indikator yang paling menggambarkan atau membentuk variabel perceived
quality. Untuk dapat membentuk perceived quality yang lebih baik, penilaian
konsumen terhadap konsistensi kinerja smartphone merek buatan Indonesia
merupakan hal yang paling penting untuk dibangun. Akan tetapi, rendahnya nilai
mean yang dimiliki oleh indikator PQ4 ini, yaitu sebesar 3,190, menunjukkan
bahwa indikator ini belum optimal. Oleh karena itu, penilaian konsumen terhadap
konsistensi kinerja smartphone merek buatan Indonesia harus ditingkatkan agar
perceived quality dapat meningkat.
Nilai loading factor tertinggi dari variabel brand awareness terdapat pada
indikator BA2, yaitu kemampuan konsumen untuk mengenali logo merek
smartphone buatan Indonesia, dengan nilai sebesar 0,883, sehingga dapat
Page 19
Universitas Kristen Petra
66
dikatakan bahwa indikator ini memiliki validitas tertinggi. Hal ini menunjukkan
bahwa BA2 adalah indikator yang paling menggambarkan atau membentuk
variabel brand awareness. Untuk dapat membentuk brand awareness yang lebih
baik, kemampuan konsumen smartphone untuk mengenali logo merek
smartphone buatan Indonesia merupakan hal yang paling penting untuk dibangun.
Akan tetapi, rendahnya nilai mean yang dimiliki indikator BA2 ini, yaitu sebesar
3,235, menunjukkan bahwa indikator ini belum optimal. Oleh karena itu,
kemampuan konsumen smartphone untuk mengenali logo merek smartphone
buatan Indonesia harus ditingkatkan agar brand awareness dapat meningkat.
Nilai loading factor tertinggi dari variabel brand loyalty terdapa pada
indikator BL1, yaitu konsumen berkomitmen untuk membeli kembali smartphone
merek buatan Indonesia, dengan nilai sebesar 0,904. Tingginya nilai pada
indikator BL1 ini menunjukkan bahwa indikator ini memiliki validitas tertinggi.
Dari nilai tersebut menunjukkan bahwa BL1 adalah indikator yang paling
menggambarkan atau membentuk variabel brand loyalty. Selain itu nilai mean
dari BL1 ini memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan indikator brand loyalty
lainnya, yaitu sebesar 3,170. Akan tetapi, nilai ini masih belum cukup baik
sehingga komitmen konsumen terhadap smartphone buatan Indonesia harus
ditingkatkan agar brand loyalty dapat meningkat.
Metode lain yang digunakan dalam pengukuran validitas konvergen
adalah dengan menggunakan average variance extracted (AVE). Suatu model
dianggap memiliki validitas konvergen apabila memiliki nilai AVE > 0,50 (Hair
et al., 2010). Nilai AVE dari semua variabel penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.14. Nilai Average Variance Extracted (AVE)
AVE
BA 0,702
BI 0,726
BL 0,777
PQ 0,615 Sumber : Data diolah (2017)
Page 20
Universitas Kristen Petra
67
Berdasarkan Tabel 4.14 mengenai nilai Average Variance Extracted
(AVE), dapat dilihat bahwa nilai AVE dari semua variabel lebih besar dari 0,5
sehingga dapat dikatakan bahwa model penelitian ini telah memenuhi syarat
pengujian validitas konvergen.
b. Validitas Diskriminan
Validitas diskriminan berhubungan dengan prinsip bahwa pengukur-
pengukur konstruk yang berbeda seharusnya tidak berkorelasi dengan tinggi.
Parameter yang digunakan dalam pengujian validitas diskriminan adalah cross
loading dan perbandingan antara akar AVE dengan korelasi variabel laten.
Menurut Jogiyanto & Abdillah (2009), nilai cross loading dari setiap
indikator suatu variabel laten harus lebih tinggi daripada indikator di variabel lain.
Nilai cross loading dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.15. Nilai Cross Loading
BA BI BL PQ BA.1 0,854 0,477 0,454 0,493 BA.2 0,883 0,485 0,430 0,524 BA.3 0,772 0,445 0,544 0,509 BI.1 0,488 0,832 0,615 0,568 BI.2 0,393 0,847 0,611 0,681 BI.3 0,549 0,877 0,617 0,652 BL.1 0,496 0,620 0,904 0,681 BL.2 0,538 0,666 0,880 0,680 BL.3 0,475 0,619 0,860 0,685 PQ.1 0,524 0,655 0,656 0,813 PQ.2 0,414 0,617 0,623 0,811 PQ.3 0,490 0,544 0,573 0,834 PQ.4 0,496 0,593 0,608 0,836 PQ.5 0,471 0,533 0,615 0,725 PQ.6 0,380 0,409 0,456 0,649 PQ.7 0,544 0,683 0,678 0,804
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.15 mengenai cross loading, dapat dilihat bahwa
masing-masing pengukur konstruk tidak berkorelasi tinggi yang ditunjukkan oleh
Page 21
Universitas Kristen Petra
68
nilai cross loading untuk masing-masing variabel yang lebih besar dari indikator
variabel lainnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa indikator yang
digunakan dalam penelitian ini telah memenuhi kriteria validitas diskriminan.
Selain nilai cross loading, validitas diskriminan dapat dilihat dari hasil
perbandingan akar AVE dengan korelasi variabel laten pada Tabel 4.16 dan Tabel
4.17. Model mempunyai validitas diskriminan yang cukup jika akar AVE setiap
variabel lebih besar dari korelasi antar variabel dengan variabel lainnya dalam
model (Jogiyanto & Abdillah, 2009).
Tabel 4.16. Nilai Average Variance Extracted (AVE) dan Akar AVE
AVE Akar AVE
BA 0,702 0,837
BI 0,726 0,852
BL 0,777 0,881
PQ 0,615 0,784 Sumber : Data diolah (2017)
Tabel 4.17. Korelasi Variabel Laten
BA BI BL PQ
BA 1,000 BI 0,561 1,000 BL 0,571 0,721 1,000 PQ 0,609 0,745 0,774 1,000
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan pebandingan nilai akar AVE pada Tabel 4.16 dan korelasi
antar variabel laten pada Tabel 4.17, dapat dilihat pada nilai akar AVE setiap
variabel lebih besar daripada korelasi antar variabel dengan variabel lainnya,
sehingga dapat disimpulkan bahwa indikator yang digunakan dalam penelitian ini
telah memenuhi persyaratan validitas diskriminan.
Page 22
Universitas Kristen Petra
69
4.4.1.2.Uji Reliabilitas
Reliabilitas menunjukkan suatu akurasi, konsistensi, dan ketepatan suatu
alat ukur dalam melakukan pengukuran. Reliabilitas dapat diukur dengan melihat
nilai composite reliability. Untuk memenuhi uji reliabilitas, nilai composite
reliability harus lebih besar dari 0,7 (Jogiyanto & Abdillah, 2009). Nilai
composite reliability pada masing-masing variabel penelitian dapat dilihat pada
tabel berikut ini.
Tabel 4.18. Nilai Composite Reliability
Composite Reliability
BA 0,875 BI 0,888 BL 0,913 PQ 0,917
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan pada nilai composite reliability pada Tabel 4.18, dapat dilihat
bahwa semua variabel pada penelitian ini memiliki nilai composite reliability
lebih besar dari 0,7, sehingga dapat dikatakan bahwa semua indikator yang
digunakan dalam penelitian ini reliabel dan dapat digunakan untuk penelitian
selanjutnya.
4.4.2. Evaluasi Inner Model
Model struktural dalam PLS dievaluasi dengan menggunakan R2 untuk
konstruk dependen dan nilai koefisien path atau t-values tiap path untuk uji
signifikansi antar konstruk dalam model struktural (Jogiyanto & Abdillah, 2009).
4.4.2.1.Koefisien Determinasi
Pengukuran tingkat variasi perubahan variabel independen terhadap
variabel dependen menggunakan nilai R2. Semakin tinggi nilai R2 berarti semakin
baik model prediksi dari model penelitian yang diajukan. Nilai R2 bukanlah
parameter absolut dalam mengukur ketepatan model prediksi karena dasar
hubungan teoritikal adalah parameter yang paling utama untuk menjelaskan
Page 23
Universitas Kristen Petra
70
hubungan kausalitas tersebut. Nilai R2 pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
berikut ini.
Tabel 4.19. Nilai R-Square
Variabel R-Square
BI BA 0,315 PQ 0,608 BL 0,653
Sumber : Data diolah (2017)
Berdasarkan Tabel 4.19 dapat dilihat bahwa variabel brand innovativeness
mampu menjelaskan variabel brand awareness sebesar 31,5%. Variabel brand
innovativeness dan brand awareness mampu menjelaskan variabel perceived
quality sebesar 60,8%. Selanjutnya, variabel brand innovativeness, brand
awareness, dan perceived quality mampu menjelaskan variabel brand loyalty
sebesar 65,3%, sementara sisanya sebesar 34,7% dipengaruhi oleh faktor lain di
luar model penelitian ini.
Kesesuaian model struktural dapat dilihat dari Q-Square. Dengan adanya
hasil R-Square dari Tabel 4.19, maka dapat menunjukkan tingkat kesesuaian
model ini melalui :
Q-Square = 1 – [(1 – R12) (1 – R2
2) (1 – R32)]
= 1 – [(1 – 0,315) (1 – 0,608) (1 – 0,653)]
= 1 – [0,093]
= 0,907
Nilai Q-Square yang diperoleh pada model ini adalah 0,907. Hasil angka
tersebut lebih besar dari nol sehingga menunjukkan model memiliki predictive
relevance. Hal ini menunjukkan variabel laten eksogen mempunyai nilai
predictice relevance yang cukup terhadap variabel laten endogen.
4.4.2.2.Uji Signifikansi dan Pengaruh Antar Variabel
Nilai koefisien path atau t-values menunjukkan tingkat signifikansi dalam
pengujian hipotesis. Nilai koefisien path atau t-values yang ditunjukkan oleh nilai
Page 24
Universitas Kristen Petra
71
T-statistics harus lebih tinggi dari nilai T-table. Untuk hipotesis dua ekor (two-
tailed) dengan tingkat keyakinan 95% (α = 5%), nilai T-table adalah 1,96
(Jogiyanto & Abdillah, 2009). Nilai T-statistic antara variabel independen ke
variabel dependen dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.20. Path Coefficient pada Pengujian Model Struktural
Original Sample
(O)
Sample Mean (M)
Standard Deviation (STDEV)
T Statistics (|O/STDEV|)
P Values
BA → BL 0,107 0,109 0,057 1,899 0,058 BA → PQ 0,279 0,284 0,058 4,777 0,000 BI → BA 0,561 0,564 0,056 10,031 0,000 BI → BL 0,299 0,300 0,061 4,897 0,000 BI → PQ 0,588 0,581 0,052 11,241 0,000 PQ → BL 0,486 0,481 0,070 6,904 0,000
Sumber : Data diolah (2017)
Nilai koefisien jalur antara brand innovativeness dengan perceived quality
adalah 0,588 dengan T-statistics sebesar 11,241 > 1,96. Oleh karena T-statistics >
T-table pada α = 5%, dapat disimpulkan bahwa brand innovativeness berpengaruh
signifikan terhadap perceived quality.
Nilai koefisien antara brand innovativeness dengan brand awareness
adalah 0,561 dengan T-statistics sebesar 10,031 > 1,96. Oleh karena T-statistics >
T-table pada α = 5%, dapat disimpulkan bahwa brand innovativeness berpengaruh
signifikan terhadap brand awareness.
Nilai koefisien antara brand innovativeness dengan brand loyalty adalah
0,299 dengan T-statistics sebesar 4,897 > 1,96. Oleh karena T-statistics > T-table
pada α = 5%, dapat disimpulkan bahwa brand innovativeness berpengaruh
signifikan terhadap brand loyalty.
Nilai koefisien antara brand awareness dengan perceived quality adalah
0,279 dengan T-statistics sebesar 4,777 > 1,96. Oleh karena T-statistics > T-table
pada α = 5%, dapat disimpulkan bahwa brand awareness berpengaruh signifikan
terhadap perceived quality.
Nilai koefisien antara perceived quality dengan brand loyalty adalah 0,486
dengan T-statistics sebesar 6,904 > 1,96. Oleh karena T-statistics > T-table pada
Page 25
Universitas Kristen Petra
72
α = 5%, dapat disimpulkan bahwa perceived quality berpengaruh signifikan
terhadap brand loyalty.
Nilai koefisien antara brand awareness dengan brand loyalty adalah 0,107
dengan T-statistics sebesar 1,899 < 1,96. Oleh karena T-statistics < T-table pada
α = 5%, dapat disimpulkan bahwa brand awareness tidak berpengaruh signifikan
terhadap brand loyalty.
Pada Gambar berikut ini ditunjukkan hasil output dari PLS mengenai
hubungan variabel brand innovativeness, perceived quality, brand awareness, dan
brand loyalty.
Gambar 4.7. Model Struktural Hubungan Antar Variabel Brand
Innovativeness, Perceived Quality, Brand Awareness, dan Brand Loyalty
Sumber : Data diolah (2017)
Dari Gambar 4.7 dapat dilihat bahwa variabel yang paling dapat
mempengaruhi brand loyalty secara langsung adalah perceived quality, dengan
nilai path coefficient sebesar 0,486. Sehingga dari hasil tersebut dapat
disimpulkan bahwa untuk dapat meningkatkan brand loyalty pengguna
Page 26
Universitas Kristen Petra
73
smartphone buatan Indonesia, variabel perceived quality merupakan variabel yang
paling perlu ditingkatkan.
4.5. Pembahasan
Pengujian hipotesis dengan menggunakan Structural Equation Modelling
(SEM) melalui program SmartPLS menunjukkan hasil lima dari enam hipotesis
diterima. Hipotesis yang tidak diterima adalah brand awareness berpengaruh
terhadap brand loyalty. Berikutnya hasil pengujian hipotesis pada penelitian ini
akan dibahas satu per satu.
4.5.1. Pengaruh Brand Innovativeness terhadap Brand Loyalty
H1 : Brand innovativeness berpengaruh terhadap brand loyalty
Berdasarkan nilai Path Coefficients dari program SmartPLS, diketahui
bahwa nilai thitung brand innovativeness terhadap brand loyalty adalah 4,897.
Sementara nilai ttabel dengan α = 5% adalah 1,96. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa nilai thitung > ttabel, dimana 4,897 > 1,96 yang berarti brand innovativeness
berpengaruh terhadap brand loyalty sehingga H1 dinyatakan diterima.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kesan konsumen terhadap
diferensiasi dan inovasi merek smartphone buatan Indonesia berpengaruh dalam
membuat konsumen smartphone menyukai smartphone buatan Indonesia. Namun,
karena kesan konsumen smartphone terhadap diferensiasi dan inovasi terhadap
merek smartphone buatan Indonesia kurang baik, menyebabkan konsumen
smartphone menjadi kurang menyukai smartphone buatan Indonesia.
Hasil penelitian diatas sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya
oleh Eisingerich & Rubera (2010) bahwa konsumen melihat suatu merek yang
inovatif mampu memenuhi kebutuhan mereka, dan nanti pada gilirannya
konsumen akan membalas dengan menjadi berkomitmen terhadap merek tersebut.
Konsumen dapat lebih loyal terhadap merek ketika mereka memiliki persepsi
yang baik terhadap inovasi merek (Gozukara & Colakoglu, 2016). Selain itu Kunz
et al. (2011) juga menemukan bahwa inovasi dapat berfungsi sebagai kepuasan
Page 27
Universitas Kristen Petra
74
kognitif dan kepuasan emosional yang mempengaruhi konsumen, sehingga secara
tidak langsung dapat mempengaruhi loyalitas.
4.5.2. Pengaruh Brand Innovativeness terhadap Perceived Quality
H2 : Brand innovativeness berpengaruh terhadap perceived quality
Berdasarkan nilai Path Coefficients dari program SmartPLS, diketahui
bahwa nilai thitung brand innovativeness terhadap perceived quality adalah 11,241.
Sementara nilai ttabel dengan α = 5% adalah 1,96. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa nilai thitung > ttabel, dimana 11,241 > 1,96 yang berarti brand innovativeness
berpengaruh terhadap perceived quality sehingga H2 dinyatakan diterima.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kesan konsumen terhadap
diferensiasi, inovasi, dan kecanggihan teknologi merek smartphone buatan
Indonesia berpengaruh dalam membuat konsumen smartphone menyukai
smartphone buatan Indonesia. Namun, karena kesan konsumen smartphone
terhadap diferensiasi, inovasi, dan kecanggihan teknologi terhadap merek
smartphone buatan Indonesia kurang baik, menyebabkan konsumen smartphone
menganggap fitur-fitur smartphone buatan Indonesia kurang tidak lengkap, serta
kualitasnya kurang baik.
Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Pappu & Quester (2016) yang membuktikan bahwa brand innovativeness
memiliki pengaruh terhadap perceived quality untuk kategori produk elektronik
seperti TV plasma dan handphone. Persepsi inovasi di tingkat merek, dapat
meningkatkan persepsi kualitas yang tinggi dan baik. Selain itu, Jamal et al.
(2012) menemukan bahwa brand innovativeness berfungsi sebagai isyarat
informasi yang efektif dan dapat diandalkan yang mengarah pada penilaian
kualitas yang positif.
4.5.3. Pengaruh Brand Innovativeness terhadap Brand Awareness
H3 : Brand innovativeness berpengaruh terhadap brand awareness
Page 28
Universitas Kristen Petra
75
Berdasarkan nilai Path Coefficients dari program SmartPLS, diketahui
bahwa nilai thitung brand innovativeness terhadap brand awareness adalah 10,031.
Sementara nilai ttabel dengan α = 5% adalah 1,96. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa nilai thitung > ttabel, dimana 10,031 > 1,96 yang berarti brand innovativeness
berpengaruh terhadap brand awareness sehingga H3 dinyatakan diterima.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa kesan konsumen terhadap
diferensiasi, inovasi, dan kecanggihan teknologi merek smartphone buatan
Indonesia berpengaruh dalam membuat konsumen smartphone menyukai
smartphone buatan Indonesia. Namun, karena kesan konsumen smartphone
terhadap diferensiasi, inovasi, dan kecanggihan teknologi terhadap merek
smartphone buatan Indonesia kurang baik. Hal ini menyebabkan merek
smartphone buatan Indonesia tidak mejadi yang pertama muncul dalam pikiran
sebagian konsumen smartphone ketika mengingat produk-produk dalam kategori
smartphone, sehingga mempengaruhi brand awareness konsumen smartphone
terhadap smartphone buatan Indonesia.
Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian-penelitian sebelumnya.
Chou & Pai (2014) menemukan bahwa brand innovativeness, kombinasi kualitas,
keunggulan produk dan layanan dapat meningkatkan kesadaran (awareness)
terhadap suatu merek dan mempengaruhi keputusan konsumen lebih lanjut.
Hanaysha (2016) juga menemukan bahwa perusahaan yang memperkenalkan
produk dengan desain yang unik dan inovatif akan menyampaikan informasi
penting kepada pelanggan. Informasi ini dianggap penting dalam meningkatkan
brand awareness. Selain itu, Sanayei et al. (2013) menemukan bahwa semakin
kuat persepsi inovatif terhadap suatu merek akan menghasilkan tingkat kesadaran
(awareness) terhadap suatu merek.
4.5.4. Pengaruh Brand Awareness terhadap Perceived Quality
H4 : Brand awareness berpengaruh terhadap perceived quality
Page 29
Universitas Kristen Petra
76
Berdasarkan nilai Path Coefficients dari program SmartPLS, diketahui
bahwa nilai thitung brand awareness terhadap perceived quality adalah 4,777.
Sementara nilai ttabel dengan α = 5% adalah 1,96. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa nilai thitung > ttabel, dimana 4,777 > 1,96 yang berarti brand awareness
berpengaruh terhadap perceived quality sehingga H4 dinyatakan diterima.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kemampuan konsumen
smartphone untuk mengingat merek-merek smartphone buatan Indonesia sebagai
merek top of mind dapat membuat konsumen smartphone menilai keunggulan,
kualitas, maupun kelengkapan smartphone buatan Indonesia. Dari hasil penelitian
ini didapatkan bahwa merek smartphone buatan Indonesia bukanlah merek-merek
top of mind di benak konsumen smartphone. Hal ini menyebabkan pengguna
smartphone tidak dapat mempersepsikan keunggulan, kualitas, maupun
kelengkapan smartphone buatan Indonesia secara baik.
Hasil penelitian di atas sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Jung, Lee, & Kim (2014) yang menemukan bahwa brand awareness mendorong
munculnya persepsi positif tentang kualitas suatu merek di benak konsumen.
Nguyen et al. (2011) juga menemukan bahwa konsumen tidak dapat
mempersepsikan kualitas suatu merek apabila merek tidak menyadari akan adanya
suatu merek tersebut. Selain itu, Chi, Yeh, & Yang (2009) juga menemukan
hubungan positif antara brand awareness dengan perceived quality.
4.5.5. Pengaruh Perceived Quality terhadap Brand Loyalty
H5 : Perceived quality berpengaruh terhadap brand loyalty
Berdasarkan nilai Path Coefficients dari program SmartPLS, diketahui
bahwa nilai thitung perceived quality terhadap brand loyalty adalah 6,904.
Sementara nilai ttabel dengan α = 5% adalah 1,96. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa nilai thitung > ttabel, dimana 6,904 > 1,96 yang berarti perceived quality
berpengaruh terhadap brand loyalty sehingga H5 dinyatakan diterima.
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penilaian konsumen
smartphone terhadap konsistensi kinerja, kelengkapan, ketahanan smartphone
Page 30
Universitas Kristen Petra
77
buatan Indonesia dapat membuat merek menyukai smartphone buatan Indonesia
tersebut. Dalam penelitian ini terbukti bahwa konsumen smartphone menilai
smartphone buatan Indonesia tidak tahan lama, sehingga menyebabkan konsumen
smartphone tidak menyukai smartphone buatan Indonesia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sejalan dengan beberapa
penelitian yang dilakukan oleh Nguyen et al. (2011), Gurbuz (2008), Erdogmus &
Turan (2012) yang menemukan bahwa perceiced quality berpengaruh positif dan
signifikan terhadap brand loyalty.
4.5.6. Pengaruh Brand Awareness terhadap Brand Loyalty
H6 : Brand awareness berpengaruh terhadap brand loyalty
Berdasarkan nilai Path Coefficients dari program SmartPLS, diketahui
bahwa nilai thitung brand awareness terhadap brand loyalty adalah 1,899.
Sementara nilai ttabel dengan α = 5% adalah 1,96. Dari hasil tersebut dapat dilihat
bahwa nilai thitung < ttabel, dimana 1,899 < 1,96 yang berarti brand awareness tidak
berpengaruh terhadap brand loyalty sehingga H6 dinyatakan ditolak.
Brand awareness dalam penelitian ini tidak berpengaruh signifikan
terhadap brand loyalty karena kurangnya pengetahuan konsumen smartphone
buatan Indonesia mengenal asal merek smartphone yang mereka gunakan. Pada
Tabel 4.6 mengenai perilaku responden berdasarkan pengetahuan mengenai asal
merek smartphone yang mereka gunakan, dapat dilihat bahwa hanya 37%
responden yang mengetahui bahwa smartphone yang mereka gunakan berasal dari
Indonesia. Mayoritas responden menganggap bahwa smartphone yang merek
gunakan berasal dari Cina. Padahal pada Tabel 4.13 mengenai nilai outer loadings
dapat dilihat bahwa indikator mengenai kemampuan konsumen untuk mengenali
logo merek smartphone buatan Indonesia merupakan indikator yang paling
mampu menggambarkan variabel brand awareness. Selain itu pada Tabel 4.7
dapat dilihat bahwa sebenarnya mayoritas konsumen smartphone bersedia untuk
menggunakan produk buatan Indonesia, yaitu sebesar 65,00%.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Page 31
Universitas Kristen Petra
78
Pappu & Quester (2016), Chi et al. (2009), Tandoh (2015), Ekhveh & Alipour
Darvishi (2015) yang menemukan bahwa brand awareness dapat mempengaruhi
brand loyalty. Namun hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Kayaman & Arasli (2007) yang mendapatkan hasil bahwa brand
awareness tidak berpengaruh signifikan terhadap brand loyalty merek hotel di
Siprus. Hal ini dikarenakan sebuah nama merek saja tidak dapat menjadi garansi
kesuksesan dalam industri perhotelan. Lebih lanjut, Dib & Alhaddad (2014)
mengungkapkan bahwa konsumen cenderung membangun perceived quality yang
tinggi terhadap merek dengan brand awareness yang besar. Perceived quality
inilah yang selanjutnya berperan dalam meningkatkan brand loyalty. 4.6. Pengaruh Tidak Langsung
Dari hasil pengolahan data menggunakan program SmartPLS, didapatkan
nilai pengaruh antar variabel yang diteliti. Perbandingan pengaruh langsung dan
tidak langsung antar variabel dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 4.21. Pengaruh Langsung dan Tidak Langsung
Pengaruh Langsung
Tidak Langsung Melalui
Perceived Quality
Tidak Langsung Melalui Brand
Awareness Brand
Innovativeness → Brand Loyalty
0,299 0,588 x 0,486 = 0,286
0,561 x 0,107 = 0,060
Brand Awareness → Brand Loyalty 0,107 0,279 x 0,486
= 0,136
Sumber : Data diolah (2017)
Pengaruh tidak langsung dari variabel brand innovativeness terhadap
brand loyalty melalui mediasi perceived quality lebih besar dibandingkan melalui
mediasi brand awareness (0,286 > 0,06). Hal ini dikarenakan hubungan antara
brand awareness dengan brand loyalty tidak signifikan sehingga mempengaruhi
Page 32
Universitas Kristen Petra
79
hubungan tidak langsung antara variabel brand innovativeness dengan brand
loyalty.
Pengaruh tidak langsung dari variabel brand innovativeness terhadap
brand loyalty melalui mediasi perceived quality lebih kecil apabila dibandingkan
dengan pengaruh langsung variabel brand innovativeness terhadap brand loyalty
(0,286 < 0,299). Hasil tersebut menunjukkan bahwa persepsi konsumen terhadap
kualitas atau keunggulan smartphone merek lokal Indonesia kurang baik,
sehingga dengan melihat keunikan atau inovasi dari produknya saja dapat
menimbulkan minat untuk membeli kembali. Pernyataan ini sejalan dengan Pappu
& Quester (2016) yang mengatakan bahwa brand innovativeness bertindak
sebagai signal positif yang mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas
suatu brand, terutama ketika konsumen kesulitan menilai produk secara akurat
atau ketika kurangnya pengetahuan konsumen terhadap produk. Ketika konsumen
kurang informasi tentang suatu produk, mereka akan bergantung pada informasi
lain (dalam hal ini brand innovativeness), terutama ketika persepsi resiko tinggi
atau ketika terdapat ketidakpastian tentang kualitas.
Pengaruh tidak langsung antara hubungan variabel brand awareness
dengan brand loyalty melalui mediasi perceived quality lebih besar dibandingkan
pengaruh langsung variabel brand awareness terhadap brand loyalty (0,136 >
0,107). Hal ini membuktikan bahwa variabel perceived quality diperlukan sebagai
mediator antara variabel brand awareness dan brand loyalty. Hal ini disebabkan
karena dalam membeli suatu produk konsumen tidak cukup hanya dengan
menyadari akan adanya suatu merek, tetapi juga melakukan penilaian terhadap
kualitas dan keunggulan dari merek tersebut, dari penilaian tersebut dan
pengalaman menggunakan sebelumnya konsumen akan dapat memutuskan untuk
lebih berkomitmen atau loyal terhadap merek tersebut.