-
INTEGRITAS FITOTEKNOLOGI DALAM SANITASI LINGKUNGAN U N T U K P E
M B A N G U N A N B E R K E L A N J U T A N Phytotechnology
Integrity in Environmental Sanitation for Sustainable
Development
Sarwoko Mangkoedihardjo Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu
Sanitasi Lingkungan dan Fitoteknologi Faku l ta s Tekn ik S i p i l
dan Pe ren canaan , Ju rusan Tekn ik L i ngkungan S u r a b a y a ,
2 6 J a n u a r i 2 0 0 8
D EPAR T EM EN P END ID IKAN NAS IONA L INSTITUT TEKNOLOGI
SEPULUH NOPEMBER
-
Karya ini oleh Sarwoko Mangkoedihardjo adalah dibawah lisensi
Creative Commons Attribution 3.0 Unported License, yang mengijinkan
penggunaan, penyebaran dan pengembangan karya ini pada medium apa
saja dengan menyebutkan sumber aslinya secara benar.
This work by Sarwoko Mangkoedihardjo is licensed under the
Creative Commons Attribution 3.0 Unported License, which permits
unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium,
provided the original work is properly cited. To view a copy of
this license, visit http://creativecommons.org/licenses/by/3.0/ or
send a letter to Crea t i ve Commons , 171 Second S t ree t , Su i
t e 300 , San F ranc is co , Ca l i f o r n i a , 94105 , USA .
-
Integritas Fitoteknologi dalam Sanitasi Lingkungan untuk
Pembangunan Berkelanjutan
Sarwoko Mangkoedihardjo
Laboratorium Rekayasa Teknologi Lingkungan, Jurusan Teknik
Lingkungan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Kampus ITS
Sukolilo Surabaya, Indonesia 60111.
Abstrak: Karya ilmiah ini meninjau peran esensial temuan
teknologi lama, yang memfokuskan penggunaan tumbuhan untuk
perancangan dan proses sanitasi lingkungan. Fitostruktur mencakup
luas dan sebaran ruang terbuka hijau, yang ditujukan untuk menyerap
karbon dioksida dari hasil aktivitas manusia dan untuk mencegah
dampak lingkungan. Kota-kota dapat melakukan kajian kebutuhan luas
berdasar jumlah penduduk, dan sebarannya sesuai dengan kondisi
fisik setempat. Fitoproses adalah faktor-faktor pengendali kualitas
sumber daya lingkungan untuk menyelamatkan kuantitas dan
keberlanjutannya. Zat-zat konservatif akan dikendalikan secara
fitostabilisasi yang dilanjutkan dengan rizofiltrasi, fitoekstraksi
dan fitovolatilisasi pada tingkatan tertentu, sedangkan kontaminan
non-konservatif akan menjalani seluruh proses. Konsep tumbuhan
korban menawarkan temuan baru dalam pencegahan dampak bencana alam.
Belajar dari kejadian tinggi gelombang tsunami, jarak perjalanan
gelombang ke daratan, dan analog dengan aliran dalam saluran
terbuka maka ruang terbuka hijau pesisir adalah upaya menjanjikan
untuk memperpendek perjalanan gelombang ke daratan. Fitotoksikologi
adalah esensial dalam penggunaan irigasi air limbah, yang tidak
memberikan efek negatif terhadap tanaman. Penjaminan umum terhadap
keselamatan dan kesehatan makhluk hidup dan media lingkungan juga
merupakan subjek itu. Kesemuanya adalah subjek-subjek yang membuka
peluang bagi pengembangan keilmuan dan dapat diterapkan untuk
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan yang merupakan konsensus
internasional. Kata kunci: Fitostruktur, fitoproses, tumbuhan
korban, fitotoksikologi
PERNYATAAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN
Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan tinggi kepada
Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan Departemen Pendidikan
Nasional Indonesia untuk memungkinkan penyusunan pidato profesor
ini.
-
English version of the Professors speech is published by
International Network for Scientific Information. Open access
www.insinet.net/jasr_october_2007.html
Journal of Applied Sciences Research, 3 (10): 1037-1044,
2007
2007, INSInet Publication
Phytotechnology Integrity in Environmental Sanitation for
Sustainable Development
Sarwoko Mangkoedihardjo
Laboratory of Environmental Technology, Department of
Environmental Engineering, Sepuluh
Nopember Institute of Technology, Campus ITS Sukolilo Surabaya,
Indonesia 60111.
Abstract: The paper reviews the essential roles of reinvention
technology, focusing on the use of plants for design and process in
environmental sanitation. Phytostructure consists of greenspace
area and distribution which are addressed to sequestrate carbon
dioxide released by human activities and to prevent
environmental impact respectively. Cities may conduct an
assessment for the required area based on
population number and its distribution according to the local
physical conditions. Phytoprocesses are controlling factors for
quality of environmental resources to save quantity and
sustainability. Conservative
substances will be controlled by phytostabilization followed by
rhizofiltration, phytoextraction and
phytovolatilization to some extent, while non-conservative
contaminants will undergo all processes. Phytosacrifice to disaster
offers innovations in impact prevention due to natural disaster.
Lesson from the
extent of tsunami wave height, travel distance, and in analogy
to open channel flow, it can be expected
that coastal greenspace is promising measure to suppress wave
travel into inland. Phytotoxicology is essential for using
wastewater irrigation that should not create a risk towards crops.
General assurance for
safe and healthy living components and environmental media are
addressed as well by the subject. These
are challenging subjects in scientific innovations and can be
put in reality for international consensus on sustainable
development.
Keywords: Phytostructure, phytoprocesses, phytosacrifice,
phytotoxicology
ACKNOWLEDGEMENTS
The author wishes to thank and honor Sepuluh
Nopember Institute of Technology and Ministry of
National Education of Indonesia for the professors
speech is made possible.
-
-1-
PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahiim. Assalamualaikum
warrahmatullahi wabarakatuh. Yang terhormat:
Ketua dan anggota Senat; Ketua dan anggota Dewan Penyantun;
Pimpinan Institut, Lembaga, Biro, Fakultas, Jurusan, Program Studi,
Dosen, Karyawan dan Mahasiswa di lingkungan ITS; Pejabat Sipil,
Polri dan TNI; Undangan sekalian; dan Keluarga.
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala
rakhmat-NYA. Terima kasih kepada Senat ITS atas penyelenggaraan
sidang terbuka pengukuhan jabatan Guru Besar, yang diembankan
kepada saya berdasar keputusan Menteri Pendidikan Nasional,
terhitung mulai tanggal 1 Juni 2007. Terima kasih kepada para
hadirin sekalian atas penghargaan kehadiran pada acara ini.
Hadirin yang saya muliakan,
Perkenankan saya untuk mengawali orasi ini dengan mengenalkan
identitas jabatan Guru Besar Ilmu Sanitasi Lingkungan dan
Fitoteknologi. Fitoteknologi telah dimanfaatkan manusia pada 3000
tahun SM sebagai teknologi alamiah tumbuhan, yang mempunyai misi
penyehatan lingkungan dalam mendukung kesehatan manusia. Misi
fitoteknologi tersebut adalah sama dengan misi teknologi sanitasi
lingkungan. Perbedaan fitoteknologi dan sanitasi lingkungan
terletak pada perlakuan proses: alamiah dan buatan manusia; dan
manajemen materi: loop dan linier. Perbedaan kedua teknologi
disinergikan dalam platform jejaring keilmuan sanitasi lingkungan
dan fitoteknologi: silfi. Silfi memperkaya dan memperkuat cara
penyelesaian masalah lingkungan yang makin kompleks. Pendalaman
silfi dijiwai oleh kompetensi akademik saya, yang diperkuat melalui
visi ITS mengenai wawasan lingkungan dan visi PBB mengenai
sustainable sanitation: susan. Cakupan susan meliputi penyediaan
air minum dan sanitasi, keragaman hayati dan pengelolaan ekosistem,
energi, produktivitas pertanian dan kesehatan. Cakupan silfi adalah
sama dengan susan, yang mengkhususkan tumbuhan sebagai teknologi
alamiah sanitasi lingkungan. Kekhususan tersebut memerlukan
platform keilmuan setidaknya mencakup ilmu-ilmu terapan lingkungan,
mikrobiologi, ekotoksikologi dan ekologi tumbuhan. Itu sebabnya
kata ilmu mendahului dua domain teknologi dalam identitas jabatan,
dengan maksud sebagai penciri komitmen pengembangan keilmuan untuk
melaksanakan tri darma pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada
masyarakat.
-
-2-
Sebagai pelaksanaan komitmen itu, saya telah menyiapkan sebuah
karya ilmiah, yang diperlakukan setara karya ilmiah akademik:
skripsi, tesis dan disertasi. Perlakuan tersebut dijiwai oleh visi
saya dalam pengembangan keilmuan: tanpa batas keilmuan, tempat dan
waktu; visi ITS mengenai pengakuan internasional; dan deklarasi PBB
mengenai International Year of Sanitation 2008. Atas dasar itu,
maka pendalaman keilmuan dilakukan terhadap hasil paparan visi dan
misi ilmiah di hadapan Senat Komisi Guru Besar ITS pada tanggal 11
Oktober 2006. Pendalaman keilmuan itu digali menuju visi ITS dalam
pengembangan ilmu dan pembangunan berwawasan lingkungan, yang
ditujukan khusus untuk pembangunan berkelanjutan. Kelanjutan
pendalaman keilmuan tersebut menghasilkan sebuah tema kajian, yakni
integritas fitoteknologi dalam integrasinya dengan sanitasi
lingkungan. Maknanya adalah bahwa tumbuhan mempunyai kemampuan dan
taat azas dalam mendaur ulang materi secara alamiah, sehingga
menjadikan fitoteknologi setara teknologi konservasi sumber daya
lingkungan, yang esensial dalam pembangunan berkelanjutan. Tema
kajian tersebut mengarahkan penelusuran substansi terhadap 19 hasil
penelitian dan publikasi yang relevan dalam periode 2001-2007
dengan penguatan 51 referensi sejenis. Sebuah manuskrip telah
disusun dan dilanjutkan dengan penilaian oleh International Network
for Scientific Information pada bulan Juli 2007. Hasilnya adalah
publikasi professors speech berjudul Phytotechnology Integrity in
Environmental Sanitation for Sustainable Development dalam Journal
of Applied Sciences Research pada bulan Oktober 2007. Setara dengan
penyelesaian karya ilmiah akademik, maka perkenankan saya
mengakhiri perlakuan karya ilmiah tersebut dengan membacakan
terjemahan isi utamanya dengan tambahan pengantar ringkasan
permasalahan* dan ilustrasi contoh** pada sidang terbuka Senat ITS
saat ini.
PENDAHULUAN
*Hadirin yang saya hormati,
Sanitasi lingkungan didefinisikan sebagai intervensi memotong
siklus rantai penyakit pada manusia[55]. Secara tradisi, cara
intervensi memotong siklus rantai penyakit itu dilaksanakan melalui
pembuangan dan pengolahan limbah manusia, sampah dan air limbah,
pengendalian vektor penyakit, dan penyediaan fasilitas kebersihan
diri dan domestik. Pendekatan konvensional pada sanitasi lingkungan
itu adalah teknologi proses buatan manusia dan dicirikan sebagai
pengelolaan limbah
-
-3-
secara linier. Pengelolaan linier menunjuk nutrien yang
semestinya berguna bagi tumbuhan menjadi terbuang dan mengakibatkan
masalah pencemaran badan penerima air. Dalam format konkret
pembangunan berkelanjutan diperkenalkan istilah sanitasi lingkungan
berkelanjutan yang mencakup penyediaan air minum dan sanitasi,
keragaman hayati dan pengelolaan ekosistem, energi, produktivitas
pertanian dan kesehatan[2]. Format itu jelas memperhitungkan
komponen makhluk hidup, yang secara khusus adalah tumbuhan. Sebagai
contoh adalah irigasi pertanian menggunakan air limbah. Irigasi air
limbah mampu meningkatkan produktivitas bahan pangan pada tingkat
30 % lebih tinggi dibanding irigasi menggunakan air berikut
pupuk[66]. Dalam catatan sejarah sanitasi lingkungan menunjukkan
bahwa praktek dimaksud telah dilakukan di Yunani pada 3000 tahun
SM[1]. Periode berikutnya terdapat kegelapan sejarah sanitasi yang
terintegrasi dengan pertanian selama 4500 tahun. Tetapi, sejarah
sanitasi muncul kembali dalam kurun waktu tahun 1531-1897, ketika
Jerman dan negara-negara Eropa dan Amerika Serikat menggunakan
lahan termasuk tumbuhan sebagai pengolah air limbah[54]. Pada awal
abad XXI sampai kini, beberapa orang mengklaim bahwa penggunaan
kembali materi adalah paradigma baru dalam penyelesaian masalah
lingkungan. Tetapi yang mungkin benar adalah orang baru menyadari
tentang kemustahilan menghilangkan materi, dan karena itu materi
seharusnya dikonversi atau dipulihkan untuk penggunaan kembali.
Pemulihan materi dan nutrien telah berkembang melalui pendekatan
fitoteknologi[15,19,58-61]. Secara umum, fitoteknologi adalah
penerapan ilmu dan teknologi untuk mengkaji dan menyiapkan solusi
masalah lingkungan dengan menggunakan tumbuhan. Fitoteknologi
digunakan untuk memperluas pengertian mengenai pentingnya tumbuhan
dan peranannya dalam sistem kehidupan masyarakat dan lingkungan.
Konsep fitoteknologi adalah memusatkan tumbuhan sebagai teknologi
lingkungan hidup yang mampu menyelesaikan masalah lingkungan.
Sedangkan proses tumbuhan untuk menyerap, mengambil, mengubah dan
melepaskan kontaminan dari satu medium ke medium lain digunakan
istilah fitoremediasi. Dalam tinjauan teknologi dan proses itu
memperjelas fitoteknologi sebagai cara pendekatan berbasis alam
dalam penyelesaian masalah lingkungan. Dengan demikian integrasi
fitoteknologi ke dalam sanitasi lingkungan konvensional tidak lain
adalah format sanitasi lingkungan berkelanjutan. Pendekatan khusus
sanitasi lingkungan berkelanjutan adalah kesetimbangan teknologi
alamiah dan buatan manusia dalam kerangka menutup jejaring materi
dan nutrien.
Karya ini memformulasikan subjek-subjek fitoteknologi secara
komprehensif dan kelayakan penerapannya dalam sanitasi lingkungan
berkelanjutan dengan tujuan untuk
-
-4-
mendukung konsensus internasional dan komitmen Indonesia pada
Agenda 21. Agenda ini mencakup tiga azas pembangunan berkelanjutan
yaitu manfaat ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan pencegahan
dampak negatif pada lingkungan. Agenda jangka pendek adalah untuk
mencapai tujuan pembangunan milenium yang menunjukkan pembaruan
komitmen dalam pengentasan kemiskinan dan perbaikan kesalahan
aktivitas kehidupan manusia pada masa lalu. Kita ketahui bahwa
tujuan pembangunan milenium tersebut telah disepakati masyarakat
internasional pada tahun 2000 yang mencakup 8 tujuan, 18 sasaran
dan 48 indikator keberhasilannya. Penyediaan air minum masuk dalam
keseluruhan isi agenda dan sanitasi dasar masuk dalam agenda itu
tahun 2002[18].
*Hadirin yang saya hormati, infrastruktur penyediaan air minum
dan sanitasi adalah fasilitas kebutuhan dasar bagi penduduk.
Infrastruktur tersebut perlu dijaga, yang didekati melalui
pengaturan fitostruktur ruang terbuka hijau. Pendekatan itu
mengarahkan pengembangan metode baru penetapan luas ruang terbuka
hijau berdasarkan jumlah penduduk dan pengaturan sebarannya
mengikuti kondisi fisik daerah setempat.
Fitostruktur Kota: Fitostruktur, dalam hal ini struktur ruang
terbuka hijau (RTH) adalah semua lahan hijau yang dinyatakan dalam
pendistribusian dan luasan RTH[49]. Lahan hijau dapat berbentuk apa
saja seperti jajaran pohon sepanjang jalan, pepohonan sepanjang
sungai, taman, tempat bermain, kuburan, kebun, dan banyak lainnya
termasuk di tempat pembuangan sampah. RTH telah menjadi kesatuan
program pembangunan di banyak negara dan diintensifkan untuk
mengatasi pemanasan global disebabkan peningkatan karbon dioksida
di udara. Bahkan dalam kerangka pelaksanaan perdagangan emisi
karbon dunia maka percepatan pengadaan RTH dimaksudkan untuk
menyerap karbon dioksida ke dalam jaringan tumbuhan. Beberapa
program RTH juga difokuskan menggunakan tanaman pangan sebagai
upaya penting untuk pengadaan bahan pangan dan pekerjaan[3,4,40,56]
sesuai tujuan pembangunan milenium.
Pendekatan tradisional dalam penetapan luas RTH adalah
berdasarkan persentase luas kota. Kebanyakan literatur mencatat
luas RTH berkisar antara 20 % sampai 40 % luas kota[67]. Belakangan
ini, peraturan pemerintah Indonesia PP 63/2002[45] tentang hutan
kota mengatur luas RTH minimum 10 % luas kota. Peraturan itu
menggantikan instruksi menteri dalam negeri[17], yang
menginstruksikan luas RTH minimum 40 % luas kota. Luas RTH minimum
dalam peraturan baru lebih kecil dibanding dalam instruksi lama dan
juga dalam UU 41/1999[62] tentang kehutanan, yang menetapkan luas
hutan minimum sebesar 30 % luas daerah aliran sungai. Filosofi
penetapan luas RTH adalah
-
-5-
tidak jelas, karena itu metode baru telah dikembangkan
berdasarkan jumlah penduduk[25,49]. RTH berbasis jumlah penduduk
telah dibuat berdasarkan metodologi kesetaraan penggunaan air
berikut ini.
**Luas Ruang Terbuka Hijau[49]
Baik manusia maupun tumbuhan memerlukan air untuk respirasi dan
menghasilkan
karbon dioksida. Tetapi tumbuhan bertanggung jawab menyerap
karbon dioksida sebagai takdir prosesnya menjalankan fotosintesis.
Penggunaaan air adalah berfluktuasi yang bergantung kepada
aktivitas manusia. Fluktuasi penggunaan air dalam hubungan dengan
jumlah penduduk adalah data untuk menghitung satuan volume
reservoir air. Postulat yang digunakan adalah fluktuasi penggunaan
air akan diikuti oleh fluktuasi emisi karbon dioksida, meskipun
kejadian waktu antara penggunaan air dan lepasan karbon dioksida
adalah berbeda. Analog dengan penggunaan fluktuasi penggunaan air,
maka fluktuasi emisi karbon dioksida dapat digunakan untuk
menghitung satuan volume reservoir karbon dioksida. Reservoir
karbon dioksida itu tidak lain adalah RTH sebagai analogi reservoir
air. Kesetimbangan volumetrik digunakan untuk emisi karbon dioksida
dan penyerapannya. Volume karbon dioksida
-
-6-
dari hasil aktivitas penduduk terdistribusi ke seluruh media
lingkungan kota. Media lingkungan kota terdiri dari tanah, air, dan
udara, serta tumbuhan sebagai medium hidup. Untuk skala yang
ditentukan pada volume media lingkungan kota, diperoleh satuan luas
RTH adalah semakin kecil sejalan dengan meningkatnya jumlah
penduduk. Contoh diberikan untuk kota Surabaya yang mempunyai luas
kota 340 Km2 dengan jumlah penduduk 2.8 Juta (2000) dan 3.2 Juta
(2005). Satuan RTH kota ini seharusnya 18 m2 jiwa-1 dan 17 m2
jiwa-1 pada tahun-tahun dimaksud, dan luas RTH semestinya 51 Km2
(2000) dan 55 Km2 (2005). Penetapan RTH secara rinci dapat ditinjau
dalam Samudro dan Mangkoedihardjo[49]. Metode itu menyampaikan
pesan penting bahwa luasan RTH tidak dapat digeneralisasi dan
diatur untuk semua kota, kecuali sebaran RTH.
**Fitostruktur berdasar topografi[35]
Berkaitan dengan peraturan, maka penyebaran RTH dapat dinyatakan
secara umum
mengikuti kondisi alamiah. RTH didistribusikan sepanjang sungai
dan lahan basah[27] di mana terdapat ketersediaan air untuk
keperluan fotosintesis. Aturan ini sesuai dengan teknik pengelolaan
zona riparian (ekoton)[14,22,46,58] yang merupakan lahan
berhubungan langsung, atau dalam pengaruh, dengan badan air[22].
Selain itu, RTH didistribusikan membujur lintasan sinar
matahari[49] yang secara efektif penting bagi fotosintesis, dengan
demikian, arah utara-selatan akan lebih baik dibanding arah
timur-barat. Secara khusus adalah kondisi topografi kota yang
mempengaruhi intensitas sinar matahari dan
-
-7-
juga dampak lingkungan. Intensitas sinar matahari adalah lebih
tinggi di dataran tinggi dibanding dataran rendah. Dari sudut ini
maka distribusi RTH adalah lebih luas di dataran tinggi daripada
dataran rendah untuk menjamin ketersediaan energi fotosintesis. Hal
itu memperkuat pemikiran tradisional dan praktek konvensional bahwa
penghijauan di dataran tinggi adalah untuk memaksimumkan intersepsi
air hujan ke dalam tanah bagian hulu. Selanjutnya, penempatan itu
juga memaksimumkan ketersediaan air tanah dan menekan limpasan air
hujan di permukaan lahan, yang akhirnya mengurangi daerah banjir di
lahan bagian hilir. Analisis mendalam mengenai sebaran RTH secara
topografi dapat ditinjau lebih lanjut dalam
Mangkoedihardjo[35].
*Hadirin yang saya hormati, pengaturan fitostruktur adalah
penting dan diperlukan untuk pengelolaan kuantitas lingkungan.
Sedangkan pengelolaan kualitasnya merupakan subjek fitoproses.
Delapan ragam fitoproses tersedia, yang mencakup perpindahan dan
transformasi kontaminan oleh tumbuhan, dan pengendalian kontaminan
dan air tanah oleh tumbuhan pada musim kemarau dan penghujan.
Kajian Fitoproses: Kita telah mengetahui dengan baik bahwa
pertumbuhan tumbuhan memerlukan air dari tanah dan karbon dioksida
dari udara. Air tanah diserap sejalan dengan proses transpirasi,
yang umumnya berjalan di hari terang. Pada tanah tercemar, tumbuhan
dan/atau kombinasinya dengan mikroba tanah akan melakukan
imobilisasi dan pengambilan zat kimia. Kemampuan tumbuhan untuk
mengeliminasi kontaminan telah didokumentasikan dengan
baik[19,21,23,29,31,69,39,43,48,51,53,57,59-61]. Proses pengurangan
kontaminan oleh tumbuhan dikenal sebagai fitoremediasi, yang
mencakup delapan proses. Penulis menggunakan istilah fitoproses
guna pemanfaatan tumbuhan dalam penyelesaian berbagai masalah
pengolahan seperti sumber air, air limbah dan lindi, yang secara
deskriptif diketengahkan berikut ini.
Fitostabilisasi, inaktivasi tempat, atau hiperaukumulasi adalah
proses imobilisasi kontaminan dalam tanah. Rizofiltrasi,
fitofiltrasi, atau fitoimobilisasi merujuk proses adsorpsi atau
presipitasi kontaminan pada akar atau penyerapan ke dalam akar,
sedangkan rizodegradasi atau penguatan biodegradasi rizosfer adalah
proses penguraian kontaminan dalam tanah oleh aktivitas mikroba,
yang mendapat pasokan sumber karbon organik dari tumbuhan, yang
dikenal sebagai eksudat akar tumbuhan. Fitoekstraksi,
fitoakumulasi, fitoabsorpsi, atau fitoserapan adalah proses
pengambilan kontaminan dan terdistribusi ke dalam berbagai organ
tumbuhan. Fitodegradasi, fitolignifikasi, atau fitotransformasi
adalah penguraian kontaminan yang terserap melalui proses metabolik
dalam tumbuhan, atau penguraian kontaminan di luar
-
-8-
tumbuhan melalui proses ensimatik yang dihasilkan tumbuhan[9].
Keseluruhannya adalah penguraian kontaminan yang dapat diikat
tumbuhan, atau bahkan sebagian menjadi nutrisi tumbuhan.
Fitovolatilisasi adalah proses pelepasan kontaminan ke udara
setelah terserap tumbuhan. Kontaminan terserap bisa berubah
struktur kimianya sebelum lepas ke udara.
**Ragam fitoproses
Fitovolatilisasi dipengaruhi oleh transpirasi dan karenanya,
tumbuhan dapat
menyerap banyak air tanah, terutama di daerah tropis dan
tersedia RTH luas. Hasilnya tentu saja tinggi air tanah akan naik
dan kontaminan terakumulasi di permukaan tanah, sehingga pencemaran
air tanah dapat ditekan. Mekanisme demikian menjadikan
fitoteknologi sebagai kontrol hidrolik air tanah. Terakhir tetapi
penting adalah fungsi tumbuhan sebagai kap vegetasi, kap
evapotranspirasi, atau pelindung kesetimbangan air. Prosesnya
adalah menahan air hujan untuk kemudian diuapkan kembali ke udara.
Sebagai payung hijau, maka proses tersebut merupakan pengendali air
hujan dan mengurangi masuknya kontaminan ke kedalaman tanah saat
musim penghujan.
*Hadirin yang saya hormati, tumbuhan sebagai payung hijau
merefleksikan kemampuannya menjalani filsafat Jawa: mendem jero
(=melindungi) lahan tercemar dari hujan sekaligus memulihkannya.
Tumbuhan juga mampu mikul duwur (=menonjolkan manfaat) lahan hijau
tak tercemar untuk menampung air hujan sebagai berkah siklus
hidrologi.
-
-9-
Sumber Air: Bermula dari evaporasi air laut, penguapan tersebut
adalah proses alamiah pengolahan air laut menjadi air tawar dan
diberikan cuma-cuma. Dengan anggapan permukaan daratan ditumbuhi
penuh bangunan dan hunian dengan cara membabat RTH, maka hujan
turun akan segera lepas ke laut. Bahkan, air daratan memerlukan
pengolahan menggunakan teknologi manusia seperti pengendapan dan
penyaringan[50] yang memerlukan sumber daya dan tidak gratis.
Fitoteknologi dikombinasikan dengan ekohidrologi adalah upaya untuk
mengurangi intensifikasi teknologi manusia dan sekaligus memperlama
waktu tinggal air di daratan[58]. Disamping menyimpan air, kualitas
air dapat diperbaiki melalui fitoproses.
**Fitoteknologi perlindungan sumber air[58]
Daerah tropika atau tempat dengan dua musim menjadikan
fitoteknologi begitu
penting, karena pencahayaan harian matahari berlangsung 12 jam
sangat mempengaruhi fluktuasi musim dan hujan. Fluktuasi musim
berlangsung dua kali setahun menghasilkan volume besar sumber air
pada musim hujan dan volume kecil sumber air pada musim kemarau.
Berdasarkan metode kesetimbangan air maka dapat dideduksi kebutuhan
besar volume reservoir air. Dalam kesamaan skala tinggi air maka
diperlukan kebutuhan besar luas RTH. Apabila daerah tidak mempunyai
cukup luasan RTH, yang menunjukkan volume simpanan air tidak
memenuhi neraca air tahunan, maka hasilnya adalah kekurangan air
pada musim kemarau dan banjir musim penghujan. Kecukupan luas RTH
setara reservoir air menjadikan fitoteknologi penting dalam
pengelolaan neraca air daerah tropik.
-
-10-
Neraca air juga didekati melalui indikator kemampuan tumbuhan
dalam memperlakukan sumber air. Untuk itu dikembangkan indeks pompa
tumbuhan dalam bidang evapotranspirasi[34]. Indeks pompa tumbuhan
diartikan sebagai kemampuan tumbuhan menyerap air melalui akar dan
melepaskannya melalui permukaan tumbuhan, yang digerakkan oleh
energi sinar matahari. Aliran air melalui akar (aliran transpirasi)
ditambah aliran evaporasi (E) adalah aliran evapotranspirasi (Et).
Tingkat pemompaan tumbuhan diukur sebagai faktor transpirasi dan
dinyatakan sebagai rasio Et/E lebih besar dari 1. Meskipun
demikian, kesinambungan tumbuhan dalam melaksanakan proses
evapotranspirasi harus dijamin. Penjaminan kesinambungan tumbuhan
itu secara teknis dinyatakan sebagai laju pertumbuhan relatif
(RGR). Penulis menyimpulkan bahwa pompa tumbuhan sebenarnya adalah
tumbuhan yang mempunyai rasio Et/E tinggi dan RGR rendah, dan
menawarkan peluang penelitian lanjut untuk membuat kedua indeks
berukuran kuantitatif.
**Index pompa tumbuhan *Hadirin yang saya hormati, indeks pompa
tumbuhan dikembangkan untuk kualifikasi kemampuan tumbuhan sebagai
pompa alamiah, sekaligus untuk menunjuk jenis tumbuhan dalam fungsi
yang sama.
Pengolahan Limbah: Indeks pompa tumbuhan adalah berguna untuk
memilih jenis tumbuhan terutama untuk sanitasi setempat, yang
diterapkan pada bidang evapotranspirasi[28,29], dan di mana
ketinggian muka air tanah adalah tinggi. Mangkoedihardjo[34]
melakukan kajian bagi enam jenis tumbuhan pada simulator bidang
evapotranspirasi. Semua jenis tumbuhan uji yaitu bayam, kacang
tanah, rumput gajah,
-
-11-
nyamplung, ketapang dan mengkudu memperlihatkan rasio Et/E lebih
dari 1. Rasio Et/E tinggi disertai RGR tinggi diperlihatkan secara
nyata oleh bayam, kacang tanah dan rumput gajah. Rasio Et/E rendah
dan RGR rendah adalah karakteristik nyamplung dan ketapang. Fakta
tersebut menjelaskan bahwa air diserap dan digunakan untuk
pertumbuhan jaringan tumbuhan. Sedangkan tumbuhan mengkudu (Morinda
citrafolia) mempunyai rasio Et/E tinggi dengan RGR rendah, yang
menyatakan tumbuhan itulah sebagai pompa tumbuhan sebenarnya dan
cocok untuk diterapkan pada bidang evapotranspirasi. Prospek indeks
pompa tumbuhan untuk pengolahan sumber air adalah penerapan RTH
pesisir. Tumbuhan yang adaptif terhadap garam laut seperti mangrove
dapat berperan untuk kontrol hidrolik dan imobilisasi garam, dengan
cara itu maka air tawar daratan dapat diamankan. Jadi, RTH pesisir
merupakan penghalang kontaminan dan mengamankan ketersediaan air
tawar secara berkelanjutan.
**Fitoteknologi pesisir
Fitoteknologi dapat diarahkan untuk pengolahan limbah. Air
limbah perkotaan dan industri dipertimbangkan sebagai sumber
masalah serius lingkungan perkotaan. Banyak studi telah dilakukan
untuk masalah tersebut dan didokumentasikan dengan
baik[5,8,11,12,33,41,42,68,70]. Perhatian khusus diberikan kepada
limbah organik bersifat sulit terurai biologis karena dapat
bertahan lama di lingkungan. Eliminasinya dilakukan melalui
pengolahan pendahuluan untuk meningkatkan rasio BOD/COD sehingga
mudah terurai biologis (biodegradable). Peningkatan rasio BOD/COD
kecil dapat dilakukan secara pengolahan fisik menggunakan proses
hidrotermal[16,20,52,65], oksidasi fotokatalisa ultra violet[6],
dan ozonasi[64]; secara pengolahan kimiawi dengan penambahan
karbohidrat[13]; secara pengolahan mikrobial menggunakan kombinasi
proses anaerobik
-
-12-
dan aerobik[7,47]. Suatu pilihan penggunaaan eksudat tumbuhan
adalah menjanjikan yang telah diteliti oleh Mangkoedihardjo[23,30].
Eksudat mengandung asam organik, fenol, ensim dan protein yang
semuanya mudah terurai biologis. Suatu campuran limbah organik
dengan rasio BOD/COD kecil dan eksudat dengan rasio BOD/COD tinggi
dapat menghasilkan limbah organik mudah terurai biologis. Fakta
tersebut menunjuk fitoteknologi dapat diterapkan mendahului proses
mikrobial pengolahan limbah.
**Fitoteknologi pengolahan air limbah (berdasarkan
Mangkoedihardjo[30])
Disamping air limbah, tempat pembuangan sampah semestinya
memerlukan sabuk
hijau. Jumlah sampah terbuang harus dikonversi dahulu menjadi
setara jumlah penduduk. Selanjutnya sabuk hijau ditetapkan
menggunakan prinsip sama dengan penetapan luas RTH, yang telah
dibuat Samudro dan Mangkoedihardjo[49]. Berkaitan dengan fasilitas
tempat pembuangan sampah, maka lindi sampah dapat diolah tumbuhan
untuk pengambilan kontaminan[26].
Akhir-akhir ini program pengomposan dalam pengelolaan sampah
diintensifkan di banyak kota besar Jawa. Program mempromosikan
penggunaan kompos dan mengajak partisipasi aktif masyarakat, dan
menyiapkan insentif bagi pengguna dan produsen untuk menggunakan
kompos. Hal itu didukung oleh jenis sampah yang setidaknya 65 %
volume berupa sampah mudah terurai biologis. Program dan jenis
sampah itu menjadi potensi munculnya usaha pengomposan skala besar
guna memperbaiki pengelolaan sampah perkotaan[37]. Namun, sepasang
indeks kompos yaitu stabilitas dan kematangan
-
-13-
harus dijamin untuk mendapatkan kualitas kompos yang baik,
sehingga menuju tercapainya industri kompos dan pemasaran yang
kompetitif. Mangkoedihardjo[32] telah membuat penilaian kembali
kedua indeks dan menganjurkan bahwa kematangan kompos mempunyai
rasio C/N kurang dari 14, yang sesuai dengan stabilitas rasio
BOD/COD kurang dari 0.1. Kematangan kompos adalah ukuran kompos
yang bersifat kondusif bagi pertumbuhan tanaman[63] yang secara
langsung berkaitan dengan fitoteknologi.
**Fitoteknologi produksi kompos[32]
*Hadirin yang saya hormati, pada saat berhadapan dengan masalah
tempat tercemar dalam pelaksanaan pengelolaan sampah, sanitasi dan
lingkungan umumnya, maka fitoremediasi menawarkan potensi tumbuhan
untuk memulihkannya.
Rehabilitasi Lingkungan: Dalam praktek, fitoremediasi dapat
diterapkan sebagai cara memperbaiki kualitas tempat tercemar dengan
menggunakan tumbuhan. Tempat yang dipulihkan itu dapat digunakan
kembali untuk tempat sebelum tercemar atau maksud penggunaan
lainnya. Secara khusus adalah lahan bekas tempat pembuangan sampah,
yang harus menjalani rehabilitasi. Fitoremediasi untuk perairan
tercemar, tanah tercemar, dan sedimen tercemar telah berkembang dan
didokumentasikan dengan baik[19] dan prosesnya adalah sama dengan
proses pengolahan limbah. Penelitian mengenai kemampuan tumbuhan
untuk mengolah media lingkungan tercemar zat kimia juga telah
dilakukan secara intensif[10,21,23,29,38,39,43,48,51,53,57].
Semuanya dapat diadopsi untuk rehabilitasi lahan bekas pembuangan
sampah dan tempat-tempat tercemar lain.
-
-14-
**Fitorestorasi kualitas air sungai (berdasarkan Lovett &
Price[22])
*Hadirin yang saya hormati, tumbuhan juga mampu bertindak
sebagai tumbuhan korban dalam menghadapi terjangan gelombang setara
tsunami, yang berarti menjadi pelindung manusia dari dampak bencana
alam.
Tumbuhan Korban: Indonesia menjadi salah satu negara di mana
telah mengalami bencana alam setingkat gelombang tsunami. Bencana
tsunami di Aceh dan Sumatera Utara terjadi pada 26 Desember 2004
dan dilaporkan sebagai bencana global pertama di dunia. Aliran
gelombang laut menjalani daratan sejauh 6 Km dengan tinggi
gelombang sebanding dengan bangunan bertingkat tiga, sekitar
ketinggian 15 m. Perhatian terhadap bencana alam yang penuh
ketidaktentuan maka pendekatan pencegahan adalah menekan dampak
kejadian. PP 30/2005[44] menyiapkan cara-cara rehabilitasi dan
pencegahan, tetapi suatu rancangan rinci harus dilakukan.
Untuk itu, model hidrolika dapat digunakan dengan anggapan bahwa
angka kekasaran pantai penuh RTH adalah sekitar tiga kali angka
kekasaran pantai tanpa RTH (dari berbagai literatur hidrolika).
Dengan menggunakan rumus Manning untuk hidrolika saluran terbuka
maka kita akan memperoleh bentang RTH sebesar 700 m tegak lurus
garis pantai guna mengeliminasi tinggi gelombang yang sama. Tetapi
tinggi gelombang tsunami tidak dapat diprediksi, sehingga spasi RTH
sebesar 1 Km mungkin cukup aman. Tentu saja, luasan RTH seharusnya
mencakup sepanjang pantai untuk pertimbangan keamanan pencegahan
dampak. Ukuran RTH sebesar itu bisa saja hancur ketika terjadi
tsunami, dan tumbuhan itulah yang dikorbankan daripada mengorbankan
manusia. Kajian terinci model hidrolika RTH pesisir
didokumentasikan dalam Mangkoedihardjo[38].
-
-15-
**Fitoteknologi perlindungan bencana tsunami[38]
*Hadirin yang saya hormati, terjangan gelombang adalah analog
dengan paparan bahan kimia dan sejenis, yang efeknya dikaji
menggunakan ekotoksikologi tumbuhan: fitotoksikologi.
Fitotoksikologi: Fitotoksikologi adalah kajian efek negatif zat
kimia terhadap tumbuhan hidup. Ini adalah subjek penting dan
esensial dalam fitoteknologi untuk pengolahan air limbah, lindi,
kompos dan juga rehabilitasi lingkungan. Sebagai contoh penerapan
fitotoksikologi dalam pengolahan air limbah telah dilakukan
Mangkoedihardjo[23,24]. Air limbah grup I mengandung zat organik
(BOD dan COD) sebesar dua kali lipat besarnya daripada air limbah
grup II. Air limbah grup II mengandung zat anorganik (N, Fe dan Mn)
sebesar dua kali lipat besarnya dibanding air limbah grup I.
Masing-masing grup ditumbuhkan eceng gondok. Hasilnya adalah
pertumbuhan jumlah dan luas daun eceng gondok dalam air limbah
organik adalah dua kali lebih lama dibanding jumlah dan luas daun
eceng gondok dalam air limbah anorganik. Hasil itu menyatakan zat
organik memberi efek pelambatan pertumbuhan jumlah dan luas daun.
Terakhir ini Mangkoedihardjo[36] mengajukan dua parameter baru
untuk pengolahan air limbah menggunakan proses evapotranspirasi
tumbuhan. Parameter pertama adalah kapasitas luas daun yang dapat
digunakan untuk mengukur kuantitas lepasan air limbah dari tangki
pengolahan. Parameter ke-dua adalah konsentrasi efek relatif COD
untuk mengukur penurunan kapasitas luas daun itu. Keuntungan tambah
adanya dua parameter tersebut adalah untuk proses kualifikasi
berbagai jenis air limbah yang dapat diolah tumbuhan melalui
pengukuran kualitas air limbah setara COD.
-
-16-
Disamping sebagai indikator proses pengolahan, fitotoksikologi
juga berguna dalam penjaminan kualitas produk. Kompos hasil
pengolahan sampah dapat mengandung beberapa logam berat[26], dan
karenanya kompos memerlukan uji fitotoksikologi guna mendapatkan
kompos yang aman bagi tanaman. Jadi kompos tidak hanya dinilai
berdasarkan kematangannya, tetapi juga berdasarkan sifat
toksisitasnya. Kajian prediktif bahaya zat kimia terhadap
pertumbuhan tumbuhan telah intensif dilakukan dalam merespon
peningkatan pencemaran lingkungan. Beberapa studi juga menyatakan
potensi tumbuhan untuk menekan bahaya zat kimia[11,57,66].
**Fitotoksikologi pengolahan lindi sampah (berdasarkan
Mangkoedihardjo[26])
*Hadirin yang saya hormati,
Kesimpulan: Tinjauan di atas menunjukkan peranan fitoteknologi
sebagai bagian integral dalam sanitasi lingkungan. Integritas
fitoteknologi terutama menyiapkan teknologi berbasis alam untuk
menyetimbangkan teknologi buatan manusia dengan memusatkan
kemampuannya terhadap daur ulang materi dan nutrien. Penutupan
jejaring materi adalah menjanjikan dalam upaya konservasi sumber
daya lingkungan. Kesemuanya menawarkan metode pencegahan terhadap
kerusakan lingkungan disebabkan aktivitas kehidupan manusia dan
bencana alam, dan juga menawarkan temuan-temuan baru bagi ilmu
terapan secara multidisiplin dan multiguna pembangunan
berkelanjutan.
-
-17-
UCAPAN TERIMA KASIH DAN PENGHARGAAN
Hadirin yang saya muliakan, Demikianlah hasil karya ilmiah yang
menyertai otonomi keilmuan jabatan Guru
Besar. Tanpa karunia ilmu, proses dan izin Allah maka karya dan
jabatan tersebut adalah kemustahilan absolut. Karenanya, saya
panjatkan puji syukur atas segala anugerah-NYA dan semoga saya
tidak akan pernah terhenti mensyukurinya.
Syukur itu saya ujudkan juga untuk hubungan sesama, melalui
sikap alamiah kehidupan tumbuhan. Sikap dasar pertama mengajarkan:
makin optimal faktor lingkungan pendukung hidupnya makin merunduk
kerimbunan daunnya. Sikap dasar ke-dua mengajarkan: proses
kehidupannya berjalan timbal balik, yaitu menerima makanan dari
lingkungan dan mencernanya untuk mendukung kesehatan lingkungannya.
Dua sikap dasar itu menjadi contoh bagi saya, semoga selalu
dijauhkan dari sombong diri, ilmu dan jabatan, serta selalu
didekatkan dengan terima kasih kepada siapa saya mendapatkan
manfaat, yang tersusun kronologis berikut ini.
Kepada ibu tercinta R.Ngt. Roebinah Boediati (almh), dan bapak
tercinta Sarif Bastaman Mangkoedihardjo. Sejak 54 tahun lalu, ibu
mendidik lembut dan telah mengharap saya bergelar profesor dalam
hidupnya. Bapak mendidik ketaat azasan dan kemandirian dengan
disiplin ketat, yang selalu mendorong spirit dan usaha saya untuk
mencapai profesor. Cara pendidikan dan kepedulian beliau berdua
sangat mempengaruhi jiwa kehidupan dan keilmuan yang saya tekuni.
Karenanya, saya sampaikan penghargaan spirit profesor kepada ibu di
pusaranya dan kepada bapak. Penghargaan tinggi disampaikan kepada
yang tercinta kakak dan adik-adik sekandung beserta keluarganya,
yang diantaranya hadir mewakili bapak dan keluarga besar.
Kepada para guru saya sejak taman kanak-kanak hingga pendidikan
tinggi, baik di dalam maupun luar negeri. Saat 48 tahun lalu, saya
mengenyam pendidikan formal terendah di pedesaan. Pendidikan formal
tertinggi juga menempa saya dalam praktek di pedesaan. Di
antaranya, saya banyak mengenyam pendidikan formal di perkotaan.
Pengkayaan pendidikan dan kemampuan membaca lingkungan dalam tempat
berbeda adalah berkat bimbingan para guru, yang sangat mempengaruhi
misi pengembangan keilmuan yang saya tekuni. Khususnya Prof Azis H
Djajadiningrat (alm), Prof Benny Chatib dan Prof Enri Damanhuri
adalah para guru yang memicu dan meletakkan dasar kemandirian
pengembangan ilmu sanitasi lingkungan, saat saya menjalani
pendadaran keahlian teknik penyehatan di ITB. Prof W Verstraete,
Prof R Lemeur dan Prof M DeBoodt adalah pemicu dan peletak dasar
kemandirian pengembangan ilmu sanitasi lingkungan
-
-18-
dan sistem Soil-Water-Air-Plants (SWAP) continuum, saat saya
menjalani pendadaran keahlian sanitasi lingkungan di State
University of Ghent Belgium. Prof Jody Moenandir, Prof
Syamsulbahri, Dr Mudji Santosa, Prof Yogi Sugito, Dr Chasan Bisri,
Prof Eko Handayanto, Prof Saubari M Mimbar dan Dr Liliek Agustina
adalah pemantap hati saya dalam pendalaman keilmuan tumbuhan di
UNIBRAW. Untuk jasanya itu, penghargaan tinggi disampaikan kepada
para guru, yang diantaranya hadir menyaksikan langsung pengukuhan
ini.
Kepada yang saya cintai ibu (almh) dan bapak (alm) mertua, yang
sejak 27 tahun silam ikut mendorong kemajuan pendidikan saya,
disampaikan penghargaan tinggi di pusara keduanya. Penghargaan sama
juga disampaikan kepada yang saya cintai kakak-kakak ipar beserta
keluarganya, sebagian hadir mewakili keluarga besar. Penghargaan
spesial diberikan kepada isteri tercinta Marliani dan kepada anak
ke-dua tercinta Harida Samudro, yang dengan caranya mampu
mengilhami pengembangan keilmuan ini. Secara khusus, saya
percayakan penghargaan putera mahkota keahlian kepada anak pertama
tercinta Ganjar Samudro, ST, MT, karena kemampuan akademik selama
menjadi mahasiswa saya, kesetiaan akademik menjadi penerus
keahlian, bertepatan dengan bulan pertama pengabdiannya pada
profesi akademik yang sama, dan bertepatan dengan bulan ulang
tahunnya ke-26.
Kepada institusi pemerintah, badan-badan usaha milik negara,
daerah, kota dan swasta, baik di dalam maupun luar negeri, yang
sejak 27 tahun lalu telah memberi kepercayaan mengasah ilmu dalam
pembangunan fisik. Juga kepada para sahabat dan perorangan yang
cukup banyak disebut satu per satu atas bantuan spiritual, moral
dan material. Kepadanya, saya sampaikan penghargaan tinggi.
Kepada lembaga ITS seutuhnya, yang mempercayakan saya untuk
mengemban tugas fungsional dosen sejak 23 tahun lalu. Selama itu,
saya memperoleh berbagai kepercayaan dan penghargaan sampai tingkat
penghargaan jabatan puncak Guru Besar. Selama itu pula saya sangat
dipengaruhi oleh ketaat azasan visi ITS pada tiap strategi
pengembangan unggulannya. Ketaat azasan visi ITS memperkuat dan
menjiwai pengembangan keilmuan lingkungan yang saya tekuni. Karena
itu, saya sampaikan penghargaan spirit ketaat azasan visi
lingkungan. Secara khusus, penghargaan spirit otonomi keilmuan
lingkungan saya sampaikan kepada Rektor/Ketua dan para anggota
Senat Komisi Guru Besar beserta Tim Penilai Jabatan Fungsional
Dosen ITS, yang telah menjadi promotor saya. Penghargaan tinggi
saya sampaikan kepada Prof Soegiono, yang menyadarkan saya untuk
meraih cita-cita dosen sebagai Guru Besar; kepada Prof Priyo
Suprobo, yang senanatiasa spontan menyegerakan promosi Guru Besar;
kepada
-
-19-
Prof Wahyono Hadi dan Prof Joni Hermana, yang selalu konstruktif
dalam merespon identitas khusus Guru Besar. Kepada Jurusan Teknik
Lingkungan, terutama penghargaan tinggi saya sampaikan kepada para
dosen sejak berdirinya embrio jurusan, dan terima kasih mendalam
kepada seluruh karyawan, mahasiswa dan alumni di mana pun berada
atas segala dukungan pengembangan keilmuan lingkungan.
Kepada mitra ilmuwan di dalam dan luar negeri, yang dalam 3
tahun terakhir ini memperkuat keilmuan secara global. Penguatan
keilmuan itu menjadikan spirit saya untuk lebih bermanfaat bagi
pengembangan keilmuan ke depan. Secara khusus dilayangkan ucapan
terima kasih tanpa batas kepada tim manajemen International Network
for Scientific Information (Pakistan, India, Jordan, Mesir dan
Inggris), yang mempublikasikan karya ilmiah untuk maksud pengukuhan
ini. Juga kepada Prof Yetrie Ludang, Jurusan Kehutanan Universitas
Palangka Raya, atas kerjasama dan dukungan spontan publikasi karya
ilmiah.
Kepada jajaran pimpinan beserta seluruh karyawan pada Jurusan
Teknik Lingkungan, FTSP dan BAUK ITS, yang dalam 2 tahun ini
memproses administrasi penyiapan promosi sampai penyerahan SK ke
tangan saya. Demikian juga atas spontanitas perhatian secara
menyeluruh untuk penyelenggaraan sidang terbuka tanpa kekurangan
apapun. Untuk semua itu, saya sampaikan terima kasih mendalam.
Kepada Menteri, Sekretaris Jenderal, Tim Penilai Pusat Jabatan
Fungsional Dosen dan jajaran Departemen Pendidikan Nasional, yang
dalam 1 tahun memproses promosi. Atas kepercayaan dan penetapan
Guru Besar ini, saya sampaikan penghargaan tinggi.
Kepada para hadirin sekalian, yang begitu sabar mengikuti acara
pengukuhan sampai selesai pada hari ini. Saya mengucapkan terima
kasih mendalam disertai permohonan maaf atas kekurangan substansial
yang ada.
Sikap dasar ke-tiga tumbuhan mengakhiri ucapan terima kasih
untuk membuka harapan baru. Tumbuhan mengajarkan: tiap pangkasan
tumbuhan sehat akan diikuti pertumbuhan tunas-tunas baru. Sikapnya
menjadi contoh bagi saya, semoga senantiasa tahan uji dalam
menghadapi berbagai masalah dan pantang surut mengembangkan tunas
keilmuan serta regenerasi tunas ilmuwan yang makin baik.
Mengakhiri orasi, saya memohon doa para hadirin sekalian untuk
kemudahan pelaksanaan tugas saya ke depan dan perkenankan saya
memanjatkan doa tiada henti berikut ini: Dengan nama Allah yang
maha pemurah dan maha penyayang. Tiada henti permohonanku mendapat
ampunan-MU atas segala kesalahan menjalankan tugas kehidupan. Tiada
henti permohonanku mendapat perlindungan-MU agar
-
-20-
senantiasa rendah hati, ikhlas, tahan uji dan mampu menjalankan
tugas kehidupan ke depan. Tiada henti puji syukurku atas segala
anugerah-MU. Amin. Syukur alhamdulillah, semoga Allah senantiasa
memberikan taufik, hidayah dan inayah-NYA kepada kita semua.
Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.
REFERENSI
1. Angelakis, AN, MHF Marecos de Monte, L. Bontoux, and T.
Asano. 1999. The Status of
Wastewater Reuse Practice in the Mediterranean Basin: Need for
Guidelines. Water Research, 33 (10): 22012218.
2. Annan, KA. 2002. Toward A Sustainable Future. Environment, 44
(7): 10-15. ProQuest, USC, Los Angeles, 8 May 2004. Available at
http://www.proquest.com
3. Bakker, N., M. Dubbeling, S. Guendel, U. Sabel-Koschella, and
H. de Zeeuw, 2000. Growing Cities, Growing Food Urban Agriculture
on the Policy Agenda. DSE, Eurasburg, Germany.
4. Baumgartner, B., and H. Belevi, 2001. A Systematic Overview
of Urban Agriculture in Developing Countries. EAWAG/SANDEC.
Available at http://www.sandec.ch/urban_agri/Aindex.html.
5. Bich, N.N., M.I. Yaziz, and N.B.K. Bakti, 1999. Combination
of Chlorella vulgaris and Eichhornia crassipes for wastewater N
removal. Water Research, 33 (10): 2357-2362.
6. Bolduc, L. and W.A. Anderson. 1997. Enhancement of the
biodegradability of model wastewater containing recalcitrant or
inhibitory chemical compounds by photocatalytic pre-oxidation.
Biodegradation, 8 (4): 237-249.
7. Borglin, S.E., Hazen, T.C., and C.M. Oldenburg. 2004.
Comparison of aerobic and anaerobic biotreatment of municipal solid
waste. Air & Waste Management Association, 54: 815-822.
8. Briggs, G.G., R.H. Bromilow, and A.A. Evans, 1982.
Relationship between Lipophilicity and Root Uptake and
Translocation of Non-ionized Chemicals by Barley. Pesticide
Science, 13: 495504.
9. Burken, J.G., and J.L. Schnoor, 1998. Predictive
Relationships for Uptake of Organic Contaminants by Hybrid Poplar
Trees. Environmental Science & Technology, 32 (21):
3379-3385.
10. Burken, J.G., and J.L. Schnoor, 1999. Distribution and
Volatilization of Organic Compounds Following Uptake by Hybrid
Poplars. International Journal of Phytoremediation, 1 (2):
39-151.
11. Caicedo, J.R., O.A. Van Der Steen, and H.J. Gijzen, 2000.
Effect of Ammonia N Concentration and pH on Growth Rates of
Duckweed. Water Research, 34(15): 3829-3835.
-
-21-
12. Coleman, J., K. Hench, K. Garbutt, A. Sexstone, G.
Bissonnette, and J. Skousen, 2001. Treatment of Domestic Wastewater
by Three Plant Species in Constructed Wetlands. Water, Air, and
Soil Pollution, 128: 283295.
13. De Lucas Martinez Antonio, Canizares Canizares Pablo,
Rodriguez Mayor Lourdes, Villasenor Camacho Jos. 2001. Short-term
effects of wastewater biodegradability on biological phosphorus
removal. J. Environmental Engineering, 127 (3): 259-265.
14. DER-Department of Environmental Resources, 1999. Low-Impact
Development Design Strategies, An Integrated Design Approach.
Prince Georges County, Maryland. P 150
15. Flathman, P.E, and G.R. Lanza. 1998. Phytoremediation:
Current Views on an Emerging Green Technology. Journal of Soil
Contamination, 7: 415432.
16. Henze, M., Gujer, W., Mino, T., Matsuo, T., Wentzel, M. C.
and G. v. R Marais. 1995. Activated sludge model No.2, Scientific
and Technical Report No.3, International Association on Water
Quality.
17. IMDN 14/1988-Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 14 Tahun
1988 Tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan.
18. IRC-International Water and Sanitation Centre, 2004.
Monitoring Millennium Development Goals for Water and Sanitation. A
review of experiences and challenges. IRC International Water and
Sanitation Centre and KfW. Pp 84.
19. ITRC-Interstate Technology Regulatory Council, 2001.
Technical and Regulatory Guidance Document, Phytotechnology.
Available at http://www.itrcweb.org
20. Kappeler, J. and W. Gujer. 1992. Estimation of kinetic
parameters of heterotrophic biomass under aerobic conditions and
characterization of wastewater for activated sludge modeling, Water
Science and Technology, 25(6): 125-139.
21. Kumar, P.B.A.N., V. Dushenkov, H. Motto, and I. Raskin,
1995. Phytoextraction: The Use of Plants to Remove Heavy Metals
from Soils. Environmental Science & Technology, 29:
12321238.
22. Lovett, S. and Price, P. (eds), 1999. Riparian Land
Management Technical Guidelines, Volume One:Principles of Sound
Management,LWRRDC,Canberra. P198
23. Mangkoedihardjo, S. 2002. Efek Zat Organic Air Limbah
Terhadap Pertumbuhan Eceng Gondok. Disertasi Doktor. Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya, 23 Juli 2002.
24. Mangkoedihardjo, S. 2002. Waterhyacinth Leaves Indicate
Wastewater Quality. Biosains, 7 (1): 10-13.
25. Mangkoedihardjo, S. 2003. Luas dan Sebaran Ruang Terbuka
Hijau. Seminar Nasional Teknologi Lingkungan, PDAM Surabaya, 1-2
Oktober 2003.
26. Mangkoedihardjo, S. 2005. Fitoteknologi dan Ekotoksikologi
dalam Desain Operasi
-
-22-
Pengomposan. Seminar Nasional Manajemen Penanganan Limbah Padat
dan Limbah Cair Berkelanjutan, ITS, 27 September 2005.
27. Mangkoedihardjo, S. 2005. Perencanaan Tata Ruang
Fitostruktur Wilayah Pesisir Sebagai Penyangga Perencanaan Tata
Ruang Wilayah Daratan. Seminar Nasional Inovasi Penataan Ruang,
ITS, 22 September 2005.
28. Mangkoedihardjo, S. 2005. The Limiting Factors of Sand Bed
Reactor for Heterotrophic Denitrification Process in Tropical
Conditions. Malaysian Journal of Soil Science, 9: 65-74.
29. Mangkoedihardjo, S. 2006. The Kinetics of Biodeconcentration
for Nitrate: Case Study for Microbial Denitrification and Plant
Absorption. Malaysian Journal of Soil Science, 10: in press
30. Mangkoedihardjo, S. 2006. Biodegradability Improvement of
Industrial Wastewater Using Hyacinth. Journal of Applied Sciences,
6 (6): 1409-1414.
31. Mangkoedihardjo, S. 2006. Phyto-Assisted Sanitation System.
Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation, 1: 9
16.
32. Mangkoedihardjo, S. 2006. Revaluation of Maturity and
Stability Indices for Compost. Journal of Applied Sciences and
Environmental Management, 10 (3): 83-85.
33. Mangkoedihardjo, S. 2007. Physiochemical Performance of
Leachate Treatment, a Case Study for Separation Technique. Journal
of Applied Sciences, 7: in press
34. Mangkoedihardjo, S. 2007. Phytopumping Indices for
Evapotranspiration Bed. Trends in Applied Science Research, 2 (3):
237-240
35. Mangkoedihardjo, S. 2007. Topographical Assessment for
Phytostructure Distribution. Trends in Applied Science Research, 2
(1): 61-65
36. Mangkoedihardjo, S. 2007. Leaf Area for Phytopumping of
Wastewater. Applied Ecology and Environmental Research, 5 (1):
37-42.
37. Mangkoedihardjo, S., Pamungkas, A.P., Ramadhan, A.F.,
Saputro, A.Y., Putri, D.W., Khirom, I. and M. Soleh, 2007. Priority
Improvement of Solid Waste Management Practice in Java. Journal of
Applied Sciences in Environmental Sanitation, 2 (1): 29-34.
38. Mangkoedihardjo, S. 2007. The Significance of Greenspace in
Coastal Area of Indonesia. Global Journal of Environmental
Research, 1 (2): in press
39. Mitsch W., and S. E. Jorgensen, 2004. Ecological Engineering
and Ecosystem Restoraton. John Wiley and Sons. Inc. USA. 411 p.
40. Moffat, A., and T. Hutchings, 2005. Greening of Brownfield
Land. Environmental and Human Sciences Division Forest Research,
Alice Holt Lodge, Farnham, Surrey, GU10 4LH. Paper presented to the
SUBR: IM Conference, March 1st 2005.
41. Newman, L.A. and C. M. Reynolds, 2004. Phytodegradation of
Organic Compounds. Current Opinion in Biotechnology. 15:
225-230.
-
-23-
42. Newman, L.A., S.E. Strand, N. Choe, J. Duffy, G. Ekuan, M.
Ruszaj, B.B. Shurtleff, J. Wilmoth, P. Heilman, and M.P. Gordon,
1997. Uptake and Biotransformation of Trichloroethylene by Hybrid
Poplars. Environmental Science & Technology, 31: 10621067.
43. Olson, P.E. and J.S. Fletcher, 2000. Ecological Recovery of
Vegetation at a Former Industrial Sludge Basin and Its Implications
to Phytoremediation. Environmental Science and Pollution Research,
7: 1-10.
44. PP 30/2005-Lampiran 3 Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan
Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe
Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. Buku
Rinci Bidang Lingkungan Hidup dan Sumber Daya Alam.
45. PP 63/2002-Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2002 Tentang
Hutan Kota. 46. Price, P. and Lovett, S. (eds), 1999. Riparian Land
Management Technical Guidelines, Volume
Two: On-ground Management Tools and Techniques, LWRRDC,
Canberra. P 133
47. Rodrigo del Pozo, Didem Okutman Ta, Hakan Dulkadiro lu,
Derin Orhon , Victorino Diez. 2003. Biodegradability of
slaughterhouse wastewater with high blood content under anaerobic
and aerobic conditions. J. Chemical Technology and Biotechnology,
78 (4): 384-391.
48. Salt, D.E., M. Blaylock, P.B.A. Nanda Kumar, V. Dushenkov,
B.D. Ensley, I. Chet, and I. Raskin, 1995. Phytoremediation: A
Novel Strategy for the Removal of Toxic Metals from the Environment
Using Plants. Biotechnology, 13: 468-474.
49. Samudro, G. and S. Mangkoedihardjo. 2006. Water Equivalent
Method for City Phytostructure of Indonesia. International Journal
of Environmental Science and Technology, 3 (3): 261-267.
50. Samudro, G. dan S. Mangkoedihardjo. 2006. Sedimentation and
Filtration for Ferrous Treatment of Saline Water. World Applied
Sciences Journal, 1(1):1-3.
51. Schnoor J.L., L.A. Light, S.C. McCutcheon, N.L. Wolfe, and
L.H. Carriera, 1995. Phytoremediation of Organic and Nutrient
Chemicals. Environmental Science & Technology, 29: 318323.
52. Seviour R. J., Mino T. and M. Onuki. 2003. The microbiology
of biological phosphorus removal in activated sludge systems.
Microbiology Reviews, 27: 99-127.
53. Shimp, J.F., J.C. Tracy, L.C. Davis, E. Lee, W. Huang, L.E.
Erickson, and J.L. Schnoor, 1993. Beneficial Effects of Plants in
the Remediation of Soil and Groundwater Contaminated with Organic
Materials. Critical Review in Environmental Science and Technology,
23: 41-77.
54. Shuval, HI, A. Adin, B. Fattal, E. Rawitz and P. Yekutiel.
1986. Wastewater Irrigation in Developing Countries. Health Effects
and Technical Solution. World Bank Technical Paper 51, Washington
DC.
55. Simpson-Hbert, M., and S. Woods (eds), 1998. Sanitation
Promotion. World Health
-
-24-
Organisation, Geneva. 56. Smit, J., 1996. Urban Agriculture -
Food, Jobs and Sustainable Cities. UNDP United Nations
Development Program, New York. 57. Speir, T.W., J.A. August, and
C.W. Feltham, 1992. Assessment of the Feasibility of Using CCA
(Copper, Chromium and Arsenic) -Treated and Boric Acid-Treated
Sawdust as Soil Amendments. I. Plant Growth and Element Uptake.
Plant and Soil, 142: 235248.
58. UNEP-United Nation Environmental Program, 2004. Integrated
Watershed Management Ecohydrology & Phytotechnology -- Manual
Available at http://www.unep.or.jp
59. USEPA-United States Environmental Protection Agency, 2000.
Introduction to Phytoremediation. EPA/600/R-99/107. Available at
http://www.epa.gov/clariton/clhtml/pubtitle.html
60. USEPA-United States Environmental Protection Agency, 2001.
Ground Water Issue. Phytoremediation of Contaminated Soil and
Ground Water at Hazardous Waste Sites. EPA/540/S-01/500, February
2001.
61. USEPA-United States Environmental Protection Agency. 1999.
Phytoremediation Resource Guide. EPA/542/B-99/003. Available at
http://www.epa.gov/tio.
62. UU 41/1999-Undang-Undang Republik Indonesia No 41 Tahun 1999
Tentang Kehutanan. 63. Wang, P., C.M. Changa, M.E. Watson, W.A.
Dick, Y. Chen, and H.A.J. Hoitink, 2004. Maturity
Indices for Composted Dairy and Pig Manures. Soil Biology &
Biochemistry, 36: 767-776. 64. Wang, Y., Min Yang, Jing Zhang, Yu
Zhang, Mengchun Gao. 2004. Improvement of
biodegradability of oil field drilling wastewater using ozone.
Ozone Science and Engineering, 26 (3): 309-315.
65. Wei Y., Houten R. T. V., Borger A. R., Eikelboom D. H. and
Y. Fan. 2003. Minimization of excess sludge production for
biological wastewater treatment. Water Research, 37: 4453-4467.
66. WHO-World Health Organization, 2006. Guidelines for the safe
use of wastewater, excreta and greywater. Volume 2 Wastewater use
in agriculture. WHO Press Switzerland.
67. Wright, R. M., 2000. The Evolving Physical Condition of the
Greater Toronto Area: Space, Form and Change. Toronto: University
of Toronto, and the Neptis Foundation.
68. Yirong, C., and U. Puetpaiboon, 2004. Performance of
Constructed Wetland Treating Wastewater from Seafood Industry.
Water Science & Technology, 49 (5-6): 289 294.
69. Zablotowicz, R.M., R.E. Hoagland, M.A. Locke and W.J.
Hickey, 1995. Gluthathione S-transferase activity and metabolism of
Gluthathione conjugates by rhizosphere bacteria. Applied
Environmental Microbiology, 61:1054-1060.
70. Zuhriah, A. and S. Mangkoedihardjo, 2005. Comparison Model
to Evapotranspiration Bed Using Upflow and Downflow of Domestic
Waste. Jurnal Purifikasi, 6 (1): 1-6.
-
-25-
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
1. PRIBADI 1.1. Nama Lengkap: Sarwoko Mangkoedihardjo 1.2.
Tempat, Tanggal lahir: Purbalingga, 24 Agustus 1954 1.3. Nama
Isteri: Marliani 1.4. Nama Anak Kandung
1.4.1. Ganjar Samudro, ST, MT Dosen pada Program Studi Teknik
Lingkungan, Universitas Diponegoro, 2008 -
1.4.2. Harida Samudro Mahasiswa pada Jurusan Arsitektur,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 2004 -
1.5. Alamat Rumah: Wisma Kedung Asem Indah L 12, Rungkut,
Surabaya 60298. 2. KEPEGAWAIAN
2.1. Nomor Induk Pegawai: 131415730 2.2. Satuan Kerja: Jurusan
Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,
Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya 2.3. Alamat
Kantor: Gedung Jurusan Teknik Lingkungan, Kampus ITS Sukolilo,
Surabaya
60111, Tel 031.5948886, Fax 031.5928387, e-mail:
[email protected] 2.4. Kepangkatan
2.4.1. Calon Pegawai Negeri Sipil TMT 1 Maret 1984 2.4.2. Penata
Muda Gol III/a TMT 1 November 1985 2.4.3. Penata Muda Tk I Gol
III/b TMT 1 Oktober 1986 2.4.4. Penata Gol III/c TMT 1 Oktober 1992
2.4.5. Penata Tk I Gol III/d TMT 1 Oktober 1994
-
-26-
2.4.6. Pembina Gol IV/a TMT 1 Oktober 2000 2.5. Jabatan
Fungsional
2.5.1. Asisten Ahli Madya TMT 1 November 1985 2.5.2. Asisten
Ahli TMT 1 Oktober 1986 2.5.3. Lektor Muda TMT 1 Oktober 1992
2.5.4. Lektor Madya TMT 1 Oktober 1994 2.5.5. Lektor TMT 1 Mei 2000
2.5.6. Lektor Kepala TMT 1 Januari 2001 2.5.7. Guru Besar TMT 1
Juni 2007
2.6. Jabatan Struktural 2.6.1. Koordinator Bidang Pengabdian
Pada Masyarakat pada Program Studi
Teknik Penyehatan ITS, 1985-1987 2.6.2. Kepala Laboratorium
Rekayasa Proses pada Jurusan Teknik Lingkungan
ITS, 1997-1999 2.6.3. Kepala Laboratorium Rekayasa Proses pada
Jurusan Teknik Lingkungan
ITS, 2005-2006 2.6.4. Kepala Laboratorium Rekayasa Teknologi
Lingkungan pada Jurusan Teknik
Lingkungan ITS, 2006-2007 2.7. Penghargaan
2.7.1. Satya Lancana Karya Satya XX, 2006 2.7.2. Dosen
Berprestasi I tingkat Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan
ITS,
2007 2.7.3. Dosen Berprestasi III tingkat Institut Teknologi
Sepuluh Nopember, 2007
3. PENDIDIKAN 3.1. Pendidikan Dasar dan Menengah
3.1.1. TK-SD Mandiraja, Somagede, Kalibagor, Bajong I (Kabupaten
Banyumas dan Kabupaten Purbalingga), 1961-1967
3.1.2. SMP Negeri Banyumas, 1968-1970 3.1.3. SMA Negeri II
Purwokerto, 1971-1973
3.2. Pendidikan Tinggi 3.2.1. Sarjana Teknik Penyehatan,
Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut
Teknologi Bandung, Bandung 1974-1981 3.2.2. Master of Science in
Environmental Sanitation, Faculty of Agriqultural
Sciences, State University of Ghent, Ghent, Belgium 1988-1990
3.2.3. Doktor Ilmu-ilmu Pertanian, Program Studi Ilmu-ilmu
Pertanian, Program
Pascasarjana Universitas Brawijaya, Malang 1999-2002
-
-27-
4. KEAHLIAN AKADEMIK 4.1. Identitas Keahlian: Sanitasi
Lingkungan dan Fitoteknologi 4.2. Judul Karya Ilmiah Bergelar
Akademik/Jabatan
4.2.1. Perencanaan Sistem Distribusi Air Minum Kota Majalengka
(Tugas Akhir Sarjana Teknik Institut Teknologi Bandung, 1981)
4.2.2. Denitrification of Drinking Water in a Polyurethane
Reactor (Thesis Master of Science State University of Ghent
Belgium, 1990)
4.2.3. Efek Zat Organik Air Limbah Terhadap Pertumbuhan Eceng
Gondok (Disertasi Doktor Universitas Brawijaya Malang, 2002)
4.2.4. Integritas Fitoteknologi dalam Sanitasi Lingkungan untuk
Pembangunan Berkelanjutan (Pidato Pengukuhan Guru Besar Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, 26 Januari 2008) English version:
Phytotechnology Integrity in Environmental Sanitation for
Sustainable Development (Professors speech. Journal of Applied
Sciences Research, 3 (10): 1037-1044, 2007)
5. BIDANG KEGIATAN PENGAJARAN PADA JABATAN LEKTOR KEPALA,
2001-2007 5.1. Perkuliahan S1
5.1.1. Biomonitoring Kualitas Lingkungan 5.1.2. Ekotoksikologi
5.1.3. Metodologi Penelitian 5.1.4. Pengelolaan Sumber Daya Tanah
5.1.5. Pengendalian Pencemaran Laut dan Pesisir 5.1.6. Proses
Pengolahan Air Minum 5.1.7. Sistem Pengolahan Secara Alamiah
5.2. Perkuliahan S2 5.2.1. Manajemen Pengendalian Kualitas Air
5.2.2. Metodologi Penelitian 5.2.3. Pengantar Teknik Lingkungan
5.2.4. Pengelolaan Kualitas Lingkungan 5.2.5. Pra-Thesis 5.2.6.
Seminar Proposal Thesis 5.2.7. Teknik Remediasi Lingkungan Tercemar
5.2.8. Toksikologi Lingkungan
5.3. Perkuliahan S3: Koagulasi-Flokulasi-Sedimentasi untuk 1
Mahasiswa Program Doktor MIPA Universitas Airlangga, 2004
5.4. Bimbingan 5.4.1. Kerja Praktek S1
-
-28-
5.4.2. Tugas Akhir S1 5.4.3. Tugas-tugas mata kuliah bidang
perencanaan S1 5.4.4. Thesis S2 5.4.5. Wali S1 dan S2
5.5. Buku Ajar: Pengendalian Pencemaran dan Perusakan Wilayah
Pesisir dan Laut, Hibah A2 ITS pada Jurusan Teknik Lingkungan,
2006
6. BIDANG KEGIATAN KARYA ILMIAH PADA JABATAN LEKTOR KEPALA,
2001-2007 6.1. Penelitian
6.1.1. Efek Zat Organik Air Limbah Terhadap Pertumbuhan Eceng
Gondok, 2000-2001 (sebagian sumber dana DUE-like ITS)
6.1.2. Sebelas judul penelitian bidang lingkungan untuk
bimbingan mahasiswa tugas akhir dan tesis, 2004
6.1.3. Enam judul penelitian bidang lingkungan untuk bimbingan
mahasiswa tugas akhir dan tesis, 2005
6.1.4. Lima belas judul penelitian bidang lingkungan untuk
bimbingan mahasiswa tugas akhir dan tesis, 2006
6.1.5. Kajian ilmiah instalasi pengolahan air menggunakan
teknologi membran di Singapura dan Malaysia, 2006 (pendanaan PDAM
Surabaya dan ITS)
6.1.6. Ekotoksisitas Oil Spill Dispersant terhadap benur udang
windu dan Daphnia, 2006 (pendanaan PT Karmand Mitra Andalan
Surabaya)
6.1.7. Biodegradabilitas dan Biokonsentrasi Oil Spill
Dispersant, 2006-2007 (pendanaan PT Karmand Mitra Andalan
Surabaya)
6.1.8. Enam judul penelitian bidang lingkungan untuk bimbingan
mahasiswa tugas akhir dan tesis, 2007
6.2. Publikasi Pada Jurnal Ilmiah Nasional 6.2.1. Fachruddin, M.
dan S. Mangkoedihardjo. 2001. Kinetika transformasi
sampah menjadi lindi dalam tanah pantai Kenjeran dan tanah
nonpantai. Purifikasi, 2 (4): 211-216
6.2.2. Hari, S. dan S. Mangkoedihardjo. 2001. Pengaruh minyak
terhadap depolusi limbah pabrik kertas dalam reaktor alam tanah.
Purifikasi, 2 (6): 331-336
6.2.3. Intan, A. dan S. Mangkoedihardjo. 2001. Uji kemampuan
penggunaan zeolit alam sebagai media untuk menurunkan kandungan
logam berat Cu. Purifikasi, 2 (5): 253-258
6.2.4. Jatmiko, MAW. dan S. Mangkoedihardjo. 2001. Efek lindi
sampah terhadap fauna ekonomis di Pantai Ria Kenjeran Surabaya.
Purifikasi, 2 (1): 43-48
6.2.5. Mangkoedihardjo, S. 2002. Waterhyacinth leaves indicate
wastewater
-
-29-
quality. Biosains, 7 (1): 10-13 6.2.6. Samudro, G. dan S.
Mangkoedihardjo. 2005. Pengolahan air payau dengan
pembubuhan besi (II) sulfat menggunakan saringan pasir silika
untuk menghasilkan air bersih. Purifikasi, 6 (2): 115-120
6.2.7. Yuliati, S. dan S. Mangkoedihardjo. 2001. Penurunan COD
limbah tempe dengan anaerobic reactor serta ekotoksisitasnya
terhadap Oryza sativa dan Phaseolus radiatus. Purifikasi, 2 (3):
139-144
6.2.8. Zuhriah, A. dan S. Mangkoedihardjo. 2005. Kajian
perbandingan model aliran air limbah domestik secara upflow dan
downflow pada bidang evapotranspirasi. Purifikasi, 6 (1): 1-6
6.3. Publikasi Pada Jurnal Ilmiah Internasional 6.3.1.
Mangkoedihardjo, S. 2005. The Limiting Factors of Sand Bed Reactor
for
Heterotrophic Denitrification Process in Tropical Conditions.
Malaysian Journal of Soil Science, 9: 65-74
6.3.2. Mangkoedihardjo, S. 2006. Biodegradability Improvement of
Industrial Wastewater Using Hyacinth. Journal of Applied Sciences,
6 (6): 1409-1414
6.3.3. Mangkoedihardjo, S. 2006. Phyto-assisted Sanitation
System. Journal of Applied Sciences in Environmental Sanitation, 1:
9-16
6.3.4. Mangkoedihardjo, S. 2006. Revaluation of Maturity and
Stability Indices for Compost. Journal of Applied Sciences and
Environmental Management, 10 (3): 83-85
6.3.5. Mangkoedihardjo, S. 2006. The Kinetics of
Biodeconcentration for Nitrate: Case Study for Microbial
Denitrfication and Plant Absorption. Malaysian Journal of Soil
Science, 10: in press
6.3.6. Mangkoedihardjo, S. 2007. Leaf Area for Phytopumping of
Wastewater. Applied Ecology and Environmental Research, 5 (1):
37-42
6.3.7. Mangkoedihardjo, S. 2007. Physiochemical Performance of
Leachate Treatment, A Case Study for Separation Technique. Journal
of Applied Sciences, 7 (23): 3827-3830
6.3.8. Mangkoedihardjo, S. 2007. Phytopumping Indices for
Evapotranspiration Bed. Trends in Applied Sciences Research, 2 (3):
237-240
6.3.9. Mangkoedihardjo, S. 2007. Phytotechnology Integrity in
Environmental Sanitation for Sustainable Development. Journal of
Applied Sciences Research, 3 (10): 1037-1044
6.3.10. Mangkoedihardjo, S. 2007. The Significance of Greenspace
in Coastal Area of Indonesia. Global Journal of Environmental
Research, 1 (2): in press
-
-30-
6.3.11. Mangkoedihardjo, S. 2007. Topographical Assessment for
Phytostructure Distribution. Trends in Applied Sciences Research, 2
(1): 61-65
6.3.12. Mangkoedihardjo, S., Pamungkas, A.P, Ramadhan, A.F.,
Saputro, A.Y., Putri, D.W., Khirom, I. and M. Soleh, 2007. Priority
Improvement of Solid Waste Management Practice in Java. Journal of
Applied Sciences in Environmental Sanitation,2(1):29-34
6.3.13. Razif, M., Budiarti, VE. and S. Mangkoedihardjo. 2006.
Appropriate Fermentation Process for Tapiocas Wastewater in
Indonesia. Journal of Applied Sciences, 6 (13): 2846-2848
6.3.14. Samudro, G. and S. Mangkoedihardjo. 2006. Sedimentation
and Filtration for Ferrous Treatment of Saline Water. World Applied
Sciences Journal, 1 (1): 1-3
6.3.15. Samudro, G. and S. Mangkoedihardjo. 2006. Water
Equivalent Method for City Phytostructure of Indonesia.
International Journal of Environmental Science and Technology, 3
(3): 261-267
6.3.16. Sarudji, D. and S. Mangkoedihardjo. 2007. Cement and
Clay Treatment for Organic Matter Containing Leachate. World
Applied Sciences Journal, 2 (4): 387-389
6.4. Publikasi Melalui Seminar Nasional 6.4.1. Mangkoedihardjo,
S. 2003. Luas dan sebaran ruang terbuka hijau. Seminar
Nasional Perkembangan dan Aplikasi Teknologi Lingkungan dalam
Menghadapi Era Global, PDAM Surabaya, 1-2 Oktober 2003
6.4.2. Mangkoedihardjo, S. 2003. Memperkuat Upaya Peningkatan
Kualitas Tridarma Pascasarjana. Seminar Nasional Pascasarjana
III-2003, ITS, 18-19 Juni 2003
6.4.3. Mangkoedihardjo, S. 2005. Fitoteknologi dan
ekotoksikologi dalam desain operasi pengomposan. Seminar Nasional
Manajemen Penanganan Limbah Padat dan Limbah Cair Berkelanjutan,
ITS, 27 September 2005
6.4.4. Mangkoedihardjo, S. 2005. Perencanaan tata ruang
fitostruktur wilayah pesisir sebagai penyangga perencanaan tata
ruang wilayah daratan. Seminar Nasional Inovasi Penataan Ruang,
ITS, 22 September 2005
6.4.5. Mangkoedihardjo, S. 2005. Seleksi teknologi pemulihan
untuk ekosistem laut tercemar minyak. Seminar Nasional Teori dan
Aplikasi Teknologi Kelautan V, ITS, 24 November 2005
7. BIDANG KEGIATAN PENGABDIAN PADA MASYARAKAT PADA JABATAN
LEKTOR KEPALA, 2001-2007
-
-31-
7.1. Pelatihan: Pelatihan inspeksi dan sampling toksikologi.
FTSP ITS, Bapedalda Prov Jawa Timur, BEJIS AusAID. Surabaya 26 31
Agustus 2002
7.2. Pendampingan Pembangunan: Penasehat penyiapan pembangunan
instalasi pengolahan air minum Karangpilang III berkapasitas 2000
Lpd untuk PDAM Surabaya, 2006 -
8. BIDANG KEGIATAN PENUNJANG TRIDHARMA PADA JABATAN LEKTOR
KEPALA, 2001-2007 8.1. Kepanitiaan Jurusan
8.1.1. Ujian-ujian 8.1.2. Rapat Kerja 8.1.3. Task Force
Portfolio Akreditasi Program S2, 2003 8.1.4. Dewan Pertimbangan
Jurusan 8.1.5. Task Force Program Doktor, 2006
8.2. Mewakili ITS Antarlembaga 8.2.1. Pelatihan pengelolaan air
minum. PPs Jurusan Teknik Lingkungan FTSP ITS,
PPSDM, P3KT, BUIP, Bappeda Provinsi Bali. Surabaya 21 25 Oktober
2002 8.2.2. Pembinaan pengendalian kerusakan lingkungan dan bahan
berbahaya dan
beracun. Bapedal Provinsi Jawa Timur. Batu 24 Oktober 2002
8.2.3. Lokakarya akreditasi program magister. Program Pascasarjana
ITS.
Surabaya 14 Januari 2003 8.2.4. Menyiasati peluang pasar usaha
kompos sebagai upaya mengatasi
masalah sampah perkotaan. Kementerian Lingkungan Hidup RI dan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Jakarta 13 Maret 2003
8.2.5. Peningkatan kualitas lingkungan perkotaan: pengelolaan
sampah dalam perspektif keberlanjutan. Kementerian Bappenas.
Jakarta 12 November 2003
8.2.6. Penasehat senior Perusahaan Daerah Air Bersih Provinsi
Jawa Timur, 2003-2004
8.2.7. Japan-Indonesia Estuary Workshop. Ditjen Kelautan,
Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Jakarta 22 Agustus 2005
8.2.8. Bimbingan Teknis Quality Control Laboratorium Lingkungan
Bapedal Provinsi Jawa Timur, Batu 8 Februari 2006
8.2.9. Participant in Workshop on Advances in Solid Waste
Treatment, Organized by Department of Environmental Engineering ITS
and Department of Environmental Engineering for Symbiosis of Soka
University, Surabaya 1st August 2007
8.2.10. Pembicara tunggal dalam Lokakarya Penulisan Artikel
Jurnal Nasional dan
-
-32-
Internasional, UK Petra, Surabaya 8 Agustus 2007 8.3. Pelayanan
Pembangunan
8.3.1. Solid Waste Management Expert. Western Java Environmental
Management Project. Central Program Support Unit Departemen
Pekerjaan Umum, 2003-2005
8.3.2. Tim pendamping Dinas Kebersihan Pemerintah Provinsi
Daerah Khusus Ibukota Jakarta, 2004
8.3.3. Penasehatan bidang air minum dan sanitasi lingkungan di
Jawa Timur dan Kalimantan Timur, 2007-
8.4. Keanggotaan Profesi Ilmiah 8.4.1. Index Copernicus
International Scientists (IC), Poland, 2007- 8.4.2. International
Society for Research in Science and Technology (ISRST), USA,
2007 - 8.4.3. Water and Environmental Sanitation Network
(WESNET), India, 2006 -
8.5. Editorial Jurnal Ilmiah 8.5.1. Regional Representative for
International Digital Organization for Scientific
Information, Pakistan, 2007 - 8.5.2. Editor-in-Chief
8.5.2.1. Journal of Applied Sciences in Environmental
Sanitation, Indonesia, 2006-
8.5.2.2. Universal Science & Engineering for Marine
Environment, Pakistan, 2006-
8.5.2.3. World Applied Sciences Journal, Pakistan, 2007- 8.5.3.
Regional Editor
8.5.3.1. Advances in Environmental Biology, Jordan, 2007- 8.5.4.
Advisory Editor
8.5.4.1. Scientific Journals International, USA, 2006 - 8.5.4.2.
American-Eurasian Journal of Scientific Research, Pakistan, 2006-
8.5.4.3. World Applied Sciences Journal, Pakistan, 2006-
8.5.5. Editor 8.5.5.1. Journal of Applied Sciences, Pakistan,
2006 - 8.5.5.2. Jurnal Purifikasi, Indonesia, 2005.
8.5.6. Reviewer 8.5.6.1. Academic Journals Inc., USA, 2006-
8.5.6.2. Asian Network for Scientific Information, Pakistan,
2006-
-
-33-
Mengenang harapan ibu: R .Ng t . R o e bR .Ng t . R o e bR .Ng t
. R o e bR .Ng t . R o e b i n ah Bo e d i a t i i n a h Bo e d i a
t i i n a h Bo e d i a t i i n a h Bo e d i a t i
dan
Memenuhi harapan bapak: Sarif Bastaman MangkoedihardjoSarif
Bastaman MangkoedihardjoSarif Bastaman MangkoedihardjoSarif
Bastaman Mangkoedihardjo
-
-34-
RINGKASAN NASKAH
Sarwoko Mangkoedihardjo menekuni fitoteknologi, yang telah
dimanfaatkan manusia pada 3000 tahun SM. Fitoteknologi adalah
teknologi alamiah tumbuhan dengan misi penyehatan lingkungan dalam
mendukung kesehatan manusia. Misi fitoteknologi adalah sama dengan
misi teknologi sanitasi lingkungan. Perbedaan kedua teknologi
terletak pada perlakuan proses: alamiah dan buatan manusia; dan
manajemen materi: loop dan linier. Perbedaan kedua teknologi
disinergikan dalam platform jejaring keilmuan sanitasi lingkungan
dan fitoteknologi: silfi. Silfi memperkaya dan memperkuat cara
penyelesaian masalah lingkungan yang makin kompleks. Pendalaman
silfi dijiwai oleh kompetensi akademik penulis, yang diperkuat oleh
visi ITS mengenai wawasan lingkungan dan visi PBB mengenai
sustainable sanitation: susan. Cakupan susan meliputi penyediaan
air minum dan sanitasi, keragaman hayati dan pengelolaan ekosistem,
energi, produktivitas pertanian dan kesehatan. Cakupan silfi adalah
sama dengan susan, yang mengkhususkan tumbuhan sebagai teknologi
alamiah sanitasi lingkungan.
Karya ilmiah ini disusun melalui proses akademik dan
menghasilkan statusnya sebagai publikasi internasional. Perlakuan
tersebut dijiwai oleh visi penulis mengenai pengembangan keilmuan,
visi ITS mengenai pengakuan internasional dan deklarasi PBB
mengenai International Year of Sanitation 2008. Tema kajian adalah
integritas fitoteknologi dalam integrasinya dengan sanitasi
lingkungan. Maknanya adalah bahwa tumbuhan mempunyai kemampuan dan
taat azas dalam mendaur ulang materi secara alamiah, sehingga
menjadikan fitoteknologi setara teknologi konservasi sumber daya
lingkungan, yang esensial dalam pembangunan berkelanjutan.
Substansi karya ilmiah ini diawali dengan tinjauan fitostruktur
ruang terbuka hijau sebagai pendekatan untuk menjaga infrastruktur
penyediaan air minum dan sanitasi. Metode baru penetapan luas ruang
terbuka hijau dikembangkan berdasarkan jumlah penduduk dan
pengaturan sebarannya mengikuti kondisi fisik daerah setempat.
Pengaturan fitostruktur tersebut adalah penting dan diperlukan
untuk pengelolaan kuantitas lingkungan. Sedangkan pengelolaan
kualitasnya merupakan tinjauan fitoproses. Delapan ragam fitoproses
tersedia, yang mencakup perpindahan dan transformasi kontaminan
oleh tumbuhan, dan pengendalian kontaminan dan air tanah oleh
tumbuhan pada musim kemarau dan penghujan. Fitostruktur dan
fitoproses menjadi dasar tinjauan pengelolaan sumber air,
pengolahan limbah, rehabilitasi lingkungan, pencegah dampak bencana
alam dan penjaminan kualitas lingkungan. Secara khusus, tumbuhan
sebagai payung hijau mencerminkan kemampuannya menjalani filsafat
Jawa: mendem jero (=melindungi) lahan tercemar dari hujan sekaligus
memulihkannya. Tumbuhan juga mampu mikul duwur (=menonjolkan
manfaat) lahan hijau tak tercemar untuk menampung air hujan sebagai
berkah siklus hidrologi. Selanjutnya indeks pompa tumbuhan
dikembangkan untuk kualifikasi kemampuan tumbuhan sebagai pompa
alamiah, sekaligus untuk menunjuk jenis tumbuhan dalam fungsi yang
sama. Pada saat berhadapan dengan masalah tempat tercemar dalam
pelaksanaan pengelolaan sampah, sanitasi dan lingkungan umumnya,
maka fitoremediasi menawarkan potensi tumbuhan untuk memulihkannya.
Tumbuhan juga mampu bertindak sebagai tumbuhan korban dalam
menghadapi terjangan gelombang setara tsunami, yang berarti menjadi
pelindung manusia dari dampak bencana alam. Terjangan gelombang
adalah analog dengan paparan bahan kimia dan sejenis, yang efeknya
dikaji menggunakan ekotoksikologi tumbuhan: fitotoksikologi. Karya
ilmiah ini diakhiri dengan mengikat fitoteknologi dalam sanitasi
lingkungan untuk kesetimbangan teknologi alam dan teknologi
manusia, dan untuk mendaur ulang materi dan nutrien dalam
pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, serta membuka peluang
pengembangan keilmuan multidisiplin.
2008 Sarwoko Mangkoedihardjo
PENCETAK/PENERBIT